QffEtitsrAJY; />r/iStC'hC KKC «K FF 7> r Wvv\ P PIEPJET WOERI YUNARNI PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK ( aP ) GUGUS HIDROKSI DARI AMPISILIN • AMOKSISILIN DAN SEFALEKSIN-SEFADROKSIL MELALUI PENDEKATAN SIGMA HAMMETT FAKULTAS FAftMASI UNIVERSlTAS AIRLANGGA SURABAYA 1995 SKRIPSI M I L I K fERPUSTAKAAN WWITERSITAS AIRLANOOA' SURABAYA ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI Penentuan nilai efek . . . . Piepiet Woeri Yunarni
105
Embed
PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK ( ) GUGUS HIDROKSI …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Q ffE titsrA JY; />r/ iS tC 'h C
KKC «K
FF 7> rWvv\P
PIEPJET WOERI YUNARNI
PENENTUAN NILAI EFEK ELEKTRONIK ( a P ) GUGUS HIDROKSI DARI AMPISILIN • AMOKSISILIN DAN
SEFALEKSIN-SEFADROKSIL MELALUI PENDEKATAN SIGMA HAMMETT
FAKULTAS FAftMASI UNIVERSlTAS AIRLANGGA S U R A B A Y A
Dengan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farnasi Universitas Airlangga.
Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada :1. Bapak DR. Bambang Soekardjo, SU, Bapak Drs. Robby
Sondakh, MS dan Ibu Ir. Hj . Rully Susilowati, MS. atas segala bimbingan, saran-saran dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Kepala Laboratorium Kimia Medisinal Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, beserta staf dan karyawan.
3. Ketua Jurusan Kimia Farnasi Fakultas Farnasi Universitas Airlangga, beserta staf dan karyawan.
4. Tim penilai skripsi yang telah berkenan memeriksa skripsi ini.
5. Orang tua, kedua kakak dan adik penulis tercinta yang telah menbantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung nembantu terselesaikannya
KATA PENGANTAR.................................... iDAFTAR ISI ........................................ iiiDAFTAR TABEL ................ ..................... viiDAFTAR GAMBAR ..................................... xDAFTAR LAMPIRAN ................................... xiBAB I. PENDAHULUAN .............................. 1
1. Latar belakang masalah ................ 12. Perumusan masalah ..................... 53. Tujuan penelitian ..................... 54 . Hipotesis ........ ..................... 65. Manfaat penelitian .................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................ 71. Tinjauan tentang hubungan antara struktur
kimia dan aktivitas biologis .......... 72. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika-
kimia terhadap aktivitas biologis ..... 83. Tinjauan tentang efek elektronik ...... 12
3.1 Tetapan sigma (cr ) Hammett ......... 133.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
efek elektronik ................... 153.2.1 Pengaruh suhu terhadap nilai efek
3.2.2 Pengaruh pH terhadap nilai efekelektronik ...................... 15
3.3 Pengaruh nilai efek elektronik terhadap aktivitas biologis ............ 16
4. Tinjauan tentang spektrofotometri ..... 194.1 Tinjauan umum . .................. 194.2 Penentuan tetapan kesetimbangan
reaksi secara spektrofotometri .... 205. Tinjauan tentang sifat-sifat fisika-
kimia dari ampisilin, amoksisilin,sefaleksin dan sefadroksil .......... 245.1 Sifat fisika-kimia ampisilin .... 245.2 Sifat fisika-kimia amoksisilin ... 255.3 Sifat fisika-kimia sefaleksin .... 265.4 Sifat fisika-kimia sefadroksil ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ....................... 281. Bahan penelitian yang digunakan ...... 282. Alat penelitian yang digunakan ....... 283. Cara pengerjaan ...................... 29
3.1 Analisis kualitatif terhadap bahan penelitian ........................ 29
3.1.1 Pemeriksaan organolep.tis ....... 293.1.2 Reaksi warna ................... 293.1.2.1 Reaksi warna untuk ampisilin 293.1.2.2 Reaksi warna untuk amoksisilin 293.1.2.3 Reaksi warna untuk sefaleksin 30
4,50; 7,50 dan 10,50 ......... 552.3.4 Nilai pK sefadroksil pada pH
3,30; 7,30 dan 9,30 .......... 563. Perhitungan nilai efek elektronik (nilai
sigma (o') Hammett) ..................... 573.1 Penentuan nilai sigma (o ) Hammett
dari gugus hidroksi (-0H) pada posisipara dari ampisilin-amoksisilin .... 57
3.2 Penentuan nilai sigma (o’) Hammett dari gugus hidroksi(-OH) pada posisipara dari sefaleksin-sefadroksil .... 58
4. Analisis data .......................... 59BAB V PEMBAHASAN .............................. 61BAB VI KESIMPULAN .............................. tS9BAB VII SARAN ................................... 70BAB VIII RINGKASAN ............................... 71DAFTAR PUSTAKA..................................... 75LAMPIRAN .......................................... 77
penelitian ......................... 41Tabel II. Larutan dapar untuk ampisilin,
dengan volume 200 ml ............... 42Tabel III. Larutan dapar untuk amoksisilin
dengan volume 200 ml ............... 43Tabel IV. Larutan dapar untuk sefaleksin dengan
volume 200 ml ...................... 43Tabel V. Larutan dapar untuk sefadroksil
dengan volume 200 ml ............... 43Tabel VI. Nilai serapan larutan ampisilin
konsentrasi 600 ppm pada pH 7,20 dandalam suasana asam (pH 4,20), suasana basa (pH 9,20) untuk penentuanpanjang gelombang (X.) terpilih ..... 45
Tabel VII. Nilai serapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pH 7,00 dan dalam suasana asam (pH 4,00),'suasana basa (pH 8,00) untuk penentuan panjang gelombang (\)terpilih ............................ 47
Tabel VIII. Nilai serapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH 7,50 dan dalam suasana asam (pH 4,50), suasana
basa (pH 10,50) untuk penentuanpanjang gelombang (X) terpilih ...... 49
IX. Nilai serapan larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH 7,30 dan dalam suasana asam (pH 3,30), suasana basa (pH 9,30) untuk penen- tuanpanjang gelombang (X) terpilih ...... 51
X. Serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,20) dan dalam pH 4,20 (suasana asam ) pH 9,20 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 256 nmuntuk penentuan nilai pK ............ 53
XI. Serapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,00) dan dalam pH 4,00 (suasana asam), pH 6,00 (suasana (basa) pada panjang gelombang terpilih272 nm untuk penentuan nilai pK ..... 54
XII. Serapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,50) dan dalam pH 4,50 (suasana asam), pH 10,50 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih261 nm untuk penentuan nilai pK ..... 55
Tabel XIII. Serapan larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,30) dan dalam pH 3,30 (suasana asam), pH 9,30 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih262 nm untuk penentuan nilai pK .... 56
Tabel XIV. Penentuan nilai sigma (cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi paradari ampisilin-amoksisilin .......... 57
Tabel XV. Penentuan nilai sigma (& ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin-sefadroksil ......... 58
Sertif ikat analisis dari ampisi1 inSertif ikat analisis dari amoksisilinSertif ikat analisis' dari sefaleksinSertifikat analisis dari sefadroksilPerhitungan standart deviasi (SD) nilai sigma (cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dariampisilin-amoksisilin .............Perhitungan standart deviasi ( SD)
nilai sigma (cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para darisefaleksin- sefadroksil ...........Uji "t pooled dua pihak" antara nilai sigma (cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan sefaleksin-sefadroksil ......................Uji "t satu pihak" antara nialai sigma (o') Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisisilin-amoksisilin dan nilai sigma (o') Hammett pada tabel ............ 0
Struktur kimia memberikan ciri-ciri sifat fisika- kimia yang khas dari suatu senyawa, yang dapat berubah
apabila struktur senyawa tersebut mengalami perubahan. Perubahan gugus pada senyawa induk dapat menyebabkan perubahan dalam hal kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut polar atau non polar, distribusi muatan molekul dan kekuatan elektrostatik atau dalam pengaturan ruang gugus-gugus dalam molekul senyawa tersebut- Perubahan gugus pada senyawa induk akhirnya dapat mengakibatkan perubahan aktivitas biologis yang dihasilkan (1).
Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia, struktur sistem reseptor dan letak suatu gugus dalam struktur molekul senyawatersebut. Berdasarkan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, obat-obatan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu obat yang berstruktur spesifik dan obat yang berstruktur tidak spesifik.Struktur kimia sangat menentukan aktivitas biologis dari obat-obat yang berstruktur spesifik, sedangkan sifat-sifat fisika-kimia lebih menentukan aktivitas biologis dari obat obat yang berstruktur tidak spesifik (2).
Dalam mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan pendekatan-pendekatan
dengan menggunakan parameter fisika-kimia. Dengan
mengetahui hubungan kuantitatif antara parameter fisika-kimia dan aktivitas biologis, maka dapat diketahui
peranan dari gugus yang menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Disamping itu, dapat digunakan untuk merancang suatu obat baru yang lebih aktif dari senyawa induknya dan menyimpulkan cara kerja untuk macam-macam obat yang berbeda (3,4).
Parameter fisika-kimia meliputi parameter hidrofobik, elektronik dan sterik. Parameter hidrofobik yaitu parameter yang berhubungan dengan kelarutan suatu senyawa dalam pelarut nonpolar dan polar, antara lain koefisien partisi lemak-air, tetapan pi ( n ) dari Hansch, dan tetapan f dari Rekker ( 5 ). Parameter elektronik yaitu parameter yang berhubungan dengan distribusi muatan listrik dari substituen, antara lain tetapan sigma ( cr )
Hammett untuk senyawa aromatik, tetapan sigma bintang (o'*) dari Taft untuk senyawa alifatik dan pKa. Parameter sterik yaitu parameter yang menggambarkan konformasi dalam ruang dari berbagai gugus dalam molekul dan memainkan peranan dalam halangan ruang pada tingkat intra molekul, antara lain tetapan Es dari Taft, tetapan sterik dari
Charton dan molar refraksi ( MR ) ( 1 ).Parameter elektronik memberikan nilai yang merupakan
ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau menarik elektron.Dari parameter-parameter elektronik yang ada, yang banyak
dipakai untuk menghubungkan struktur kimia dan aktivitas biologis adalah tetapan sigma ( cr ) dari Hammett. Tetapan sigma ( cr ) Hammett merupakan ukuran dukungan substituen terhadap efek elektronik senyawa induk. Tetapan substituen Hammett digunakan untuk memprediksi tetapan keseimbangan dan tetapan laju reaksi kimia. Nilai sigma (cr) tergantung pada sifat dan posisi substituen pada senyawa induk ( 1,2, 4 ).
Hubungan nilai efek elektronik dengan aktivitas biologis dinyatakan dengan persamaan Kopecky et.al, dimana dengan ditentukannya nilai sigma ( cr ) Hammett dari suatu gugus yang tersubtitusi pada senyawa induk, dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis ( 6 ).
Pada penelitian ini akan ditentukan nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para. Hidrogen mempunyai nilai sigma ( cr ) = 0,00. Nilai sigma (o') Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para pada tabel yaitu -0,37 ( 7 ). Dalam hal ini, nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para
bernilai negatif menunjukkan bahwa substituen atau gugus hidroksi tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih
kuat daripada hidrogen ( elektron donor ). Jika nilai
sigma ( cr ) positif berarti bahwa substituen atau gugus tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat
daripada hidrogen (elektron aseptor) (8). Nilai sigma (o') Hammett pada tabel digunakan sebagai pembanding terhadap
nilai sigma ( cr ) Hammett dari hasil penelitian.Penentuan nilai efek elektronik dilakukan dengan
menentukan nilai tetapan disosiasi (pK) senyawa induk dan senyawa dengan gugus hidroksi pada posisi para. Nilai tetapan disosiasi ( pK ) ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometri ultra lembayung dan pH diatur dengan penambahan larutan dapar. Karena metode spektro- fotometri ultra lembayung mempunyai ketelitian yang cukup tinggi (9, 10 }.
Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan yang merupakan senyawa induk ( tak tersubstitusi ) dan senyawa yang mempunyai gugus hidroksi (-0H) pada posisi para (seyawa tersubtitusi).Pada penelitian ini digunakan dua pasang senyawa, yaitu ampisilin ( sebagai senyawa induk ) dengan amoksisilin (sebagai senyawa tersubtitusi ) dan sefaleksin ( sebagai senyawa induk ) dengan sefadroksil (sebagai senyawa tersubstitusi). Pemilihan bahan di atas yang merupakan
golongan antibiotika berspektrum luas yang banyak digunakan dalam masyarakat.
2. Perumusan Kasalah
Berdasarkan masalah di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut. :
1. Berapa nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksi— silin dan sefaleksin dengan sefadroksil ?
2. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil ?
3. Apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil) dan nilai sigma ( cr ) Hammet pada tabel ?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :1. Mengetahui nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus
hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksilin dan sefaleksin dengan sefadroksil.
2. Membandingkan nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus
hidroksi pada posisi para dari ampi3ilin dengan amoksisilin terhadap nilai sigma ( cr ) Hammett dari
sefaleksin dengan sefadroksil.3. Membandingkan nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus
hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil ( hasil penelitian ) terhadap
nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel.
4. Hipotesis
1. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi
para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil.
2. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari hasil penelitian (ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil) dan nilai sigma (cr) Hammett pada tabel.
5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk menunjukkan cara mem— peroleh nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel dan dengan di ketahuinya nilai sigma (cr) Hammett, maka dapat dipakai dalam menilai ukuran tingkat elektronik dari suatu gugus pada suatu senyawa
1. Tinjauan tentang hubungan antara struktur kimia dan
aktivitas biologis
Penyelidikan tentang hubungan antara sifat fisika- kimia dari suatu senyawa kimia dan aktivitas biologis yang ditimbulkannya telah dilakukan oleh Troube pada tahun 1904. Sampai kira-kira pertengahan abad ke 20 masih banyak dipelaoari hubungan tersebut secara empirik dan kualitatif (2).
Kemudian dengan berkembangnya kimia medisinal, berbagai prosedur hubungan kuantitatif struktur dengan aktivitas telah dikembangkan dari senyawa yang aktif secara biologis. Kimia medisinal menguraikan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, identifikasi metabolit obat dan penoelasan biokimia dari transport dan aksi obat (6).
Diantara prosedur tersebut, pendekatan Hansch yang terbanyak telah digunakan secara luas dan efektif. Menurut pendekatan Hansch, hubungan strukutur kimia dengan aktivitas biologis dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui parameter fisika-kimia. Sifat-sifat fisika-kimia yang menguntungkan aktivitas, modifikasi struktur yang mempertinggi sifat-sifat seperti itu diharapkan akan
menghasilkan senyawa yang aktivitasnya kuat. Jadi,
seoumlah usaha telah dibuat untuk menerapkan pendekatan Hansch untuk merancang- senyawa yang mempunyai struktur optimal diantara senyawa seturunan (11).Hubungan matematik antara struktur kimia dan aktivitas biologis pada suatu seri obat dapat dituliskan sebagai berikut :
# = f (C) .............. Cl]dimana $ adalah ukuran efek biologis dan C menggolongkan ciri-ciri struktural obat. Jadi aktivitas biologis suatu obat merupakan fungsi dari struktur kimianya. Hubungan tersebut dapat digunakan untuk merancang suatu senyawa baru (3,10).
3. Tinjauan tentang pengaruh sifat fisika-kimia terhadap
aktivitas biologis
Aktivitas biologis dari suatu senyawa dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia senyawa itu, struktur sistem resep tor ( tempat aktif obat tersebut bekerja ) dan pengaruh letak suatu gugus dalam struktur molekul. Berdasarkan hubungan antara struktur kimia dan aktivitas biologis, obat-obat dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu obat yang berstruktur tidak spesifik dan obat yang berstruktur spesifik.
Obat yang berstruktur tidak spesifik adalah obat yang
aksi farmakologisnya tidak secara langsung dipengaruhi
oleh struktur kimia, tetapi dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika-kimia. Diantara sifat-sifat ini dapat disebutkan antara lain : kelarutan, pKa, potensial reduksi-oksidasi
yang dapat mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran, koagulasi protein dan pembentukan komplek.
Obat yang berstruktur spesifik adalah obat yang aksi biologisnya pada dasarnya diakibatkan oleh struktur kimianya, yang akan menyesuaikan diri menjadi struktur reseptor tiga dimensi melalui pembentukan kompleks dengan reseptor. Oleh karena itu di dalam reaktivitas kimia obat-obat ini, bentuk, ukuran, pengaturan stereokimia molekul dan distribusi gugus fungsional, juga efek induksi dan resonansi, distribusi elektronik, interaksi dengan reseptor memegang peranan penting dalam aksi biologis (7).
Ada dua pendekatan dalam hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (QSAR = Quantitative Sturture Activity Relationship), yaitu :
1. Model De Novo atau model Free-Wilson, yang merupakan pendekatan statistik, tidak tergantung pada sifat-sifat fisika-kimia untuk menggolongkan sumbangan gugus substituen kepada aktivitas biologis.
2. Model Linear Free Energy Relationship (LFER) atau model extratermodinamik disebut juga model Hansch, yang meng— hubungkan sifat-sifat fisika-kimia molekul dengan
Model De Novo mendefinisikan respon biologis ( BR = Biological Response ) sama dengan jumlah sumbangan gugus
substituen kepada aktivitas ditambah dengan aktivitas rata-rata keseluruhan ( fj ) yang dapat dihubungkan dengan sumbangan aktivitas senyawa struktur induk (3).
BR = Z (sumbangan gugus substituen) + (j ..... [2]dimana BR adalah respon biologis.
Model Linear Free Energy Relationship (LFER) merupakan penerapan model matematik hubungan kuantitatif struktur aktivitas yang didasarkan pada persamaan Hammett untuk laju hidrolisa turunan asam benzoat, sebagai berikut :
Log K = p cr + log Kq .................... [3]
dimana K dan Ko adalah tetapan keseimbangan reaksi senyawa tersubstitusi dan senyawa tak tersubstitusi. Sigma (o’) adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi reaksi maupun sifat senyawa. Hal ini menggambarkan hubungan yang linier antara tetapan substituen sigma ( cr ) dan logaritma dari reaktivitas senyawa (K). Karena logaritma suatu tetapan keseimbangan berbanding lurus dengan perubahan energi bebas Gibbs, yaitu :
A G° = - 2,303 R T log K ................ C43Maka dengan demikian persamaan log K = P <r + log KQ dapat dikatakan berkaitan dengan energi bebas atau sering
disebut Linear Free Energy Relationship (LFER).AG° adalah perubahan energi bebas Gibbs, R adalah tetapan gas ideal, T adalah temperatur absolut dan K adalah
tetapan keseimbangan reaksi (3).Model Linear Free Energy Relationship (LFER) ternyata
lebih berkembang dan banyak dipakai oleh para peneliti.
Untuk menghubungkan struktur molekul dengan aktivitas biologis, model Linear Free Energy Relationship (LFER) ini menggunakan beberapa parameter fisika-kimia antara lain (3,4) :
1. Parameter hidrofobikYaitu parameter yang berhubungan dengan kelarutansuatu senyawa dalam pelarut non polar dan polar.Antara lain : koefisien partisi (P), tetapan ndari Hansch-Fujita, tetapan fragmentasi (f) dariRekker, tetapan kromatografi (R )m
2. Parameter elektronikYaitu parameter yang berhubungan dengan distribusi muatan listrik dari substituen. Antara lain : tetapan sigma ( o' ) dari Hammett, tetapan sigma bintang ( cr* ) dari Taft, pKa.
Yaitu parameter yang menggambarkan konformasi spesial dari berbagai gugus dalam molekul dan
memainkan peranan dalam halangan ruang pada tingkat intramolekul. Lokasi, ukuran, volume dan muatan gugus-gugus yang khusus mempunyai peranan
dlaini. Antara lain : berat molekul (BM), molar refraksi (MR), parachor (P), tetapan Es dari Taft,
dimensi Van der Waals, konnektivitas molekul, tetapan sterik dari Charton, parameter sterimol.
3. Tinjauan Tentang Efek Elektronik
Pada tahun 1930, Hammett telah mempelajari hubungan antara struktur dan aktivitas biologik dari suatu senyawa seturunan. Ternyata, adanya perubahan gugus pada senyawa induk dapat menyebabkan perubahan pada lipofilitas, elektronik atau sterik suatu senyawa, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas biologik yang ditimbulkannya (1,4).
Hammett mengemukakan bahwa efek elektronik dari suatu gugus dapat mempengaruhi tetapan kesetimbangan atau tetapan kecepatan reaksi suatu senyawa. Parameterelektronik memberikan sebuah nilai yang merupakan ukuran tingkat kekuatan menyumbangkan elektron atau tnenarik elektron.
Dengan kata lain adanya gugus pengganti dapat mengubah
Parameter elektronik yang digunakan secara luas adalah konstanta substituen Hammett ( cr ). Tetapan sigma (cr) adalah ukuran efek elektronik dari substituen tertentu pada pusat reaksi dari molekul dalam sebuah seri senyawa yang berhubungan secara struktural. Nilai sigma (o’) ini dapat digunakan untuk menghubungkan struktur kimia dengan aktivitas biologis (3,4).
Hammett memperkenalkan tetapan substituennya untuk memprediksi tetapan keseimbangan dan tetapan laju reaksi kimia. Persamaan yang digunakan untuk menyatakan nilai efek elektronik ini dirumuskan oleh Hammett, sebagai berikut :
p <y ~ pKo - pK ........................... [5]Dimana pK dan pKQ adalah negatif logaritma dari K (tetapan keseimbangan reaksi senyawa tersubstitusi) dan Kq (tetapan keseimbangan reaksi senyawa tak tersubstitusi).Sigma {cr)
adalah tetapan elektronik yang sepenuhnya tergantung pada sifat dan posisi substituen. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi yang tergantung pada jenis dan kondisi reaksi maupun sifat senyawa.Nilai rho ( p ) untuk ionisasi asam benzoat dalam air pada
suhu 25° C adalah 1,00. Oleh karena itu reaksi ini digunakan sebagai standart untuk menetapkan nilai sigma
(c r) dari substituen baru (1).Pada umumnya persamaan Hammett berlaku untuk sistem
aromatis hanya untuk reaksi-reaksi dimana substituen dan
pusat reaksi terisolasi, sehingga tidak terjadi interaksi resonansi. K adalah tetapan keseimbangan reaksi yang
menunjuk kepada turunan meta atau para, sedangkan Kq menunjuk ke senyawa induk. Karena pada turunan orto lazim
terjadi interaksi sterik, maka persamaan Hammett tidak berlaku untuk senyawa-senyawa turunan orto (4).
Sesuai dengan persamaan [5], yang merupakan persamaan Hammett, maka nilai sigma ( cr ) positif nenunjukkan bahwa substituen atau gugus tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron aseptor), sedangkan nilai sigma ( cr ) negatif menunjukkan substituen atau gugus tersebut merupakan pendorong elektron yang lebih kuat daripada hidrogen (elektron donor). Hidrogen mempunyai nilai sigma( c ) = 0,00 (3,7,11).Nilai sigma ( a ) Hammett tergantung pada sifat gugus pengganti dan posisinya pada senyawa induk (5,12). Nilainya tidak tergantung pada sifat reaksi (12) serta tidak tergantung pada suhu (13).
3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhti riilai efek elektronik
3.2.1. Pengaruh suhu terhadap nilai efek elektronik.
Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan
[3] yang merupakan persamaan Hammett. Tetapan disosiasi K dan Kq memepunyai nilai yang tetap pada suhu yang tetap.
Dengan kata lain, apabila suhu berubah maka nilai K dan Kq akan berubah. Akibatnya nilai efek elektronik yang
diperoleh melalui nilai K juga akan berubah.Pengaruh suhu terhadap nilai K tidak dinyatakan
menjadi aturan yang sederhana. Sebagai contoh adalah nilai K dari senyawa yang bersifat basa kuat cenderung naik sekitar 0,1 unit setiap kenaikan suhu 10° C. Sebaliknya menurut Krahl, asam barbiturat yang bersifat asam lemah nilai K nya akan berkurang 0,1 unit apabila suhu bertambah 5° C (14).
3.2.2. Pengaruh pH terhadap nilai efek elektronik
Nilai efek elektronik diperoleh dari persamaan Hammett yang melibatkan nilai K. Oleh karena itu, hubungan antara pH dan nilai K sama dengan hubungan antara pH dan nilai efek elektronik.
Suatu senyawa asam lemah HA apabila terion, menjadi :
mengakibatkan jumlah senyawa yang terion dan tidak terion akan berubah pula. Demikian juga pada nilai efek elektronik tertentu bila pH berubah, maka jumlah senyawa yang terion dan yang tidak terion akan berubah pula.
Apabila nilai efek elektronik suatu gugus negatif, maka senyawa dengan gugus R bersifat kurang asam daripada senyawa induknya. Pada pH asam, maka jumlah yang terion dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan. Pada pH basa jumlah yang tidak terion lebih banyak dari jumlah yang tidak terionkan.
Suatu gugus yang mempunyai nilai efek elektronik positif berarti senyawa dengan gugus R tersebut bersifat lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan tetapi pada pH basa jumlah yang terion lebih banyak dari jumlah yang tidak terion (15).
3.3. Pengaruh nilai efek elektronik terhadap aktivitas
suatu senyawa tergantung pada nilai efek elektroniknya
sesuai dengan persamaan di bawah ini (6) :
Log 1/C = p <7 + c .............................. C73
dimana C adalah konsentrasi obat yang diperlukan untuk
menimbulkan aktivitas biologis. Sigma (<?) adalah nilai efek-elektronik. Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi, sedangkan c adalah suatu tetapan reaksi.
Sebagian besar obat merupakan suatu senyawa yang bersifat asam lemah atau basa lemah, yang diabsorbsi melalui proses difusi pasif, dimana bentuk tidak terionkan lebih mudah menembus membran biologis daripada bentuk terionnya (16). Jumlah yang terionkan dan tidak terionkan dari suatu senyawa ditentukan oleh pH disekitar membran biologik dan pKa senyawa tersebut, yang akan mempengaruhi absorbsinya melalui membran biologik (16). Suatu obat yang bersifat asam lemah, lebih aktif pada pH yang rendah, karena pada pH rendah jumlah yang tidak terion lebih banyak dari jumlah yang terionkan, sehingga lebih mudah menembus membran biologik. Untuk obat yang bersifat basa lemah lebih aktif pada pH yang tinggi karena jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari jumlah yang terionkan, sehingga lebih mudah menembus membran biologik (16).
Apabila suatu gugus R mempunyai nilai efek elektronik negatif (merupakan pendorong elektron yang lebih kuat
daripada hidrogen) maka senyawa dengan gugus R tersebut
bersifat kurang asam daripada senyawa induknya. Pada pH tertentu, misal pada pH asam maka jumlah yang terionkan dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari jumlah yang
tidak terionkan dibandingkan dengan senyawa induknya. Sedangkan pada pH basa, oumlah yang tidak terionkan lebih
banyak dari jumlah yang terionkan dibandingkan dengan
senyawa induknya. Apabila aktivitas biologiknya diakibat- kan oleh bentuk terionnya, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R lebih aktif dari senyawa induknya. Pada pH basa senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk yang tidak terionkan maka pada pH asam senyawa dengan gugus R kurang aktif dari senyawa induknya. Sedangkan pada pH basa senyawa dengan gugus R menjadi lebih aktif dari senyawa induknya (7).
Suatu gugus R yang mempunyai nilai efek elektronik positif (merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen) berarti senyawa dengan gugus R tersebut lebih asam dari senyawa induknya. Pada pH asam jumlah yang tidak terionkan lebih banyak dari senyawa induknya sedangkan pada pH basa jumlah yang terionkan dari senyawa dengan gugus R lebih banyak dari senyawa induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh bentuk yang terionkan, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R kurang
aktif dari senyawa induknya, sedangkan pada pH basa
senyawa dengan gugus R menjadi lebih aktif dari senyawa
induknya. Apabila aktivitas biologisnya diakibatkan oleh
bentuk tidak terionnya, maka pada pH asam senyawa dengan gugus R lebih aktif dari senyawa induknya sedangkan pada
pH basa senyawa dengan gugus R menjadi kurang aktif dari senyawa induknya (7).-
4. Tinjauan Tentang Spektrofotometri
4.1. Tinjauan umum
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorbsi energi radiasi oleh macam-macam zat kimia memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-cirinya serta kuantitatifnya dengan ketelitian yang besar. Semua atom dan molekul mampu menyerap energi sesuai dengan pembatasan tertentu, batasan ini tergantung pada struktur zat. Energi disediakan dalam
bentuk radiasi elektromagnetik (cahaya). Cahaya yang dipakai sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer adalah sinar ultra violet (uv) dan sinar tampak (visibel), yang keduanya merupakan radiasi elektromagnetik.
Macam dan jumlah radiasi yang diabsorbsi oleh molekul tergantung pada jumlah molekul yang berinteraksi dengan radiasi (9,17).
Spektrofotometri adalah suatu metode yang menggunakan
spektrofotometer untuk menganalisa zat, baik secara
kuaiitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif dengan
spektrofotometer berdasarkan pemakaian hukum Lambert Beer yang menyatakan : Jika cahaya radiasi monokromatis
dilewatkan melalui medium penyerap yang homogen yakni sebuah lapisan larutan yang tebalnya db, tnaka pengurangan intensitaf cahaya (dl), sebagai akibat melewati lapisan larutan, berbanding lurus dengan intensitas radiasi (I) konsentrasi zat pengabsorbsi (c) dan tebalnya lapisan larutan (db), dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
- dl = kl c db .............................. C8]
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk :A = a b c .................................... [93
dimana A adalah absorbansi, a adalah absorpsivitas, b adalah tebalnya lapisan larutan dan c adalah konsentrasi.(17).
4.2. Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi secara spektro
fotometri
Tetapan kesetimbangan reaksi dapat ditentukan secara spektrofotometri dimana prinsip penentuan tetapan kesetimbangan reaksi tersebut adalah aplikasi dari hukum Lambert Beer yang dinyatakan dengan kesetimbangan asam basa, tetapi prinsip ini dapat dipakai pada kesetimbangan lainnya.(9)
Dissosiasi asam lemah (HA) dalam larutan air adalah :
Tetapan kesetimbangan termodinamik dari reaksi ini dapat ditulis sebagai tetapan kesetimbangan reaksi (K) :
pH larutan dikontrol dengan penambahan larutan dapar dan dapat diukur secara potensiometri, perbandingan [A 3/[HA] dapat ditentukan secara spektrofotometri jika spektra absorbs! A dan HA berbeda. Hal ini disebabkan karena sensitivitas analisa spektra yang besar sangat tergantung pada konsentrasi dari asam dan basa konyugasi yang digunakan.
Andaikata A dan HA mempunyai spektra absorbsi yang berbeda bermakna dan panjang gelombang yang dipilih yaitu pada panjang gelombang analitik dimana absorbsivitas ke dua zat itu berbeda. Menurut hukum Beer :
dimana persamaan ini menunjuk pada panjang gelombang yang sama.
aha adalah serapan dari larutan HA
V adalah serapan dari larutan A"
CHA adalah konsentrasi larutan HA
c a- adalah konsentrasi larutan A"
Serapan yang terlihat dari larutan yang mengandung HA dan A diberikan oleh persamaan berikut :
Aobs = AHA + AA~ = b (aHA CHA + aA~ CA_) ..... C14:iDengan demikian dapat ditetapkan absorbsivitas nyata a0ks dari campuran zat sesuai dengan :
dimana c adalah :
Karena serapan yang diberikan oleh persamaan [14] sama dengan persamaan [15], maka mereka dapat dibuat sama dandigabungkan dengan persamaan [163 untuk memberikan persamaan berikut ini :
aobs (CHA + CA_) = aHA CHA + aA~ CA~ ........ C17;1
Persamaan [18] digunakan bila a^- lebih besar dari a ^ ,
sedangkan bila a ^ lebih besar dari a^- maka digunakan persamaan [19]. Kedua persamaan tersebut bila masing- masing disubstitusikan pada persamaan [11] maka akan terjadi :
Bila konsentrasi total zat terlarut (c) dibuat tetap dalam semua pengukuran ini, maka serapan A^A , A^- dan Aobs adalah sama dengan absorbsivitas a ^ , a^~ dan dalampersamaan [20] atau [21]. Jadi pada persamaan [20] atau [21] tersebut : pK adalah negatif logaritma dari tetapan keseimbangan reaksi, a obs adalah serapan zat pada pH larutan dalam air, adalah serapan zat pada asam,
adalah serapan zat pada pH basa.Persamaan [20] atau [21] memberikan dasar untuk
penentuan tetapan keseimbangan reaksi (K) secara spektro- fotometri. Nilai logaritma dari tetapan keseimbangan
reaksi (pK) dapat digunakan untuk menentukan nilai sigma (cr) Hammett dengan menggunakan persamaan [5]. Untuk pH
asam ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua) unit pH di bawah pH larutan dalam air, sedangkan pH basa ditentukan dengan jalan sekurang-kurangnya 2 (dua) unit pH di atas pH larutan dalam air. Sedangkan panjang gelombang terpilih yaitu pada panjang gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan zat dalam suasana asam dan basa.
S. Tinjauan Tentang Sifat Fisika-Kimia dari Ampisilin,
Amoksisilin, Sefaleksin dan Sefadroksil
5.1. Sifat fisika-kimia ampisilin C ampisilin trihidrat }
Cl8, 19, 20, 24)
Ampisilin dikenal juga sebagai aminobensil penisilin, mempunyai struktur molekul sebagai berikut :
24
COOH
Rumus molekul : Clg Hig N304S.3H20 Berat molekul : 403, 4 Titik lebur : 204° C
Ampisilin adalah serbuk hablur sangat halus, putih
yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.Kelarutan : 1 bagian dalam 150 bagian air, praktis tidak larut dalam alkohol, aseton, kloroform, eter, karbontetra-
klorida dan minyak. Larutan 0,25% dalam air mempunyai pH 3,5 sampai 5,5.
1,15 g apisilin trihidrat setara dengan 1 g ampisilin. pKa : 2,5 ( - COOH ) pada 25° C
7,3 ( - NH2 ) pada 25° C Khasiat dan penggunaan ampisilin sebagai antibiotik.
5.2. Sifat fisika-kimia amoksisilin Camoksisilin trihidrat!)
CIS, 20, 243
Amoksisilin dikenal juga sebagai D(-) amino hidroksil bensil penisilin. Mempunyai struktur molekul sebagai berikut :
Rumus molekul : C^gH^gNgO^S.3H20 Berat molekul : 419,4Amoksisilin adalah serbuk hablur sangat halus, warna putih yang hampir tidak berbau dan berasa pahit.
Kelarutan : 1 bagian dalam 400 bagian air, 1 bagian dalam
1000 bagian alkohol, 1 bagian dalam 200 bagian metil alko-
hol dan praktis tidak larut dalam kloroform, eter, karbon tetraklorida dan minyak. Larutan 0,2 % dalam air mempunyai
pH 3,5 - 5,5
1,15 g amoksisilin trihidrat setara dengan 1 g amoksisilin pKa : 2,4 ; 7,4 ; 9,6Khasiat dan penggunaan amoksisilin sebagai antibiotik.
5.3. Sifat fisika kimia sefaleksin C19,20, 24)
Sefaleksin mempunyai struktur molekul sebagai berikut :
H 0 H H H
26
0 CC00H
Rumus molekul : C16H17N304S.H20Berat molekul : 365,4 Titik lebur : 190° C
Sefaleksin adalah serbuk hablur putih sampai putih kuning gading, sedikit higroskopis, berbau khas.Kelarutan : larut dalam 100 bagian air, larut dalam 30 bagian asam klorida 0,2%,sukar larut dalam dioxan, dimeti lasetamida dan dimetilformamida,praktis tidak larut dalam
- Neraca analitik Sartorius-Werke GMBH Type 2472- Aiat-alat gelas
29
3. Cara pengerjaan
3.1. Pemeriksaan kualitatif terhadap bahan perielitian
3.1.1. Pemeriksaan organoleptis
Meliputi pemeriksaan bentuk, warna,bau dan rasa (20)
3. 1.2. Reaksi warna
3. 1.2.1. Reaksi warna untuk ampisllih C19, 23!) s
1. Ke dalam suspensi 10 mg zat dalam 1 ml air ditambahkan 2 ml larutan Fehling encer (2 : 6)
2. Larutkan 15 mg zat ke dalam 3,0 ml 1 N NaOH ditambahkan 0,3 g hidroksilamin hidroklorida dan dibiarkan selama 5 menit. Larutan diasamkan dengan beberapa tetes 6 N HCl,kemudian ditambahkan 1,0 ml besi (III) klorida 1%.
3. Larutkan 10 mg bahan dalam 1,0 ml air dan ditambah 2 ml dari campuran yang terdiri dari 2 ml larutan kalium kupritatrat dan 6,0 ml air.
dalam pipa kapiler gelas dengan diameter kurang lebih 1
mm, tinggi 8 cm dan tertutup ujung lainnya. Usahakan sampel dapat mencapai ujung pipa yang tertutup dengan cara
diketuk-ketuk.Pasang pipa kapiler, panaskanperlahan-lahan. Pada suhu kurang lebih 15°C dibawah titik
lebur yang tercantum pada pustaka, atur laju kenaikan suhu sampai 1-2° C permenit (24).
3* 2. Penentuan nilai pK
3.2.1. Pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan :
Penentuan pH dilakukan dengan jalan mengurangi minimum dua satuan pH dibawah nilai pH larutan dalam air untuk pH suasana asam dan menambah minimum dua satuan pH diatas nilai pH larutan dalam air untuk pH suasana basa pada masing-masing bahan penelitian.
Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Larutan ampisilin dibuat konsentrasi 600 ppm sedangkan larutan amoksisilin dibuat konsentrasi 207,9 ppm, larutan sefaleksin dibuat konsentrasi 30 ppm sedangkan larutan sefadroksil dibuat konsentrasi 31,3 ppm.
Cara pembuatan larutan ini adalah sebagai berikut : ditimbang serbuk ampisilin seberat 0,1000 g, kemudian
dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam
labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen.
Dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah aqua bebas C02
sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen lalu diukur pH larutan ini. Untuk larutan amoksisilin, ditimbang serbuk amoksisilin seberat 0,0520 g. Kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C02sampai tepat50,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 2,0 ml larutan induk, ditambah aqua bebas C02sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur, dikocok sampai homogen, lalu diukur pH larutan ini.Sedangkan untuk sefaleksin dan sefadroksil masing-masing ditimbang seberat 0,0500 g dan 0,0522 g. Kemudian masing-masing bahan dilarutkan dalam aqua bebas C02sampai tepat 500,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 3,0 ml larutan induk ditambah aqua bebas C02sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen, lalu diukur pH larutan ini.
Hasil pengukuran pH larutan ampisilin, amoksisilin, sefaleksin dan sefadroksil dengan konsentrasi masing-masing : 600 ppm, 207,9 ppm, 30 ppm dan 31,3 ppm dalam aqua bebas C0zadalah: pH 6,20; pH 6?00; pH 6,50 dan pH 6,30.
. Sedangkan pH terpilih pengganti pH larutan dalam air yang dipakai untuk menentukan pH asam dan pH basa untuk
masing-masing bahan penelitian tersebut adalah pH 7,20;
7,00; 7,50 dan 7,30. Sehingga pH yang dibutuhkan
untuk penentuan nilai pK adalah : 4,20; 7,20; 9,20 untuk ampisilin, 4,00; 7,00; 8,00 untuk amoksisilin, 4,50; 7,50;10,50 untuk sefaleksin dan 3,30; 7,30; 9,30 untuk
sefadroksil. Untuk pembuatan larutan dapar adalah sebagai berikut: ditimbang bahan dapar sesuai dengan pH yang akan dibuat (lihat tabel II, III, IV dan V). Kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C0z sampai volume 200 ml, lalu diaduk sampai homogen. Sebelum digunakan pH larutan diperiksa dulu dengan pH meter.
3.2.2. Penentuan panjang gelombang terpilih
Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Larutan ampisilin dibuat konsentrasi 600 ppm sedangkan larutan amoksisilin dibuat konsentrasi 207,9 ppm, larutan sefaleksin dibuat konsentrasi 30 ppm sedangkan larutan sefadroksil dibuat konsentrasi 31,3 ppm.
Cara pembuatan larutan ini adalah sebagai berikut : ditimbang serbuk ampisilin seberat 0,1000 g, kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar sesuai pH yang ditentukan sebagai penggganti pH larutan
dalam air yaitu pH 7,20 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur, dikocok sampai homogen.
Untuk larutan ampisilin pH asam : dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar pH 4,20 sampai tepat
10.0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk larutan pH basa : dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah
larutan dapar pH 9,20 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen.
Untuk larutan amoksisilin, ditimbang serbuk amoksisilin seberat 0,0520 g kemudian dilarutkan dalam aq.ua bebas C02 sampai tepat 50,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 2,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar pH 7,00 sampai tepat10.0 ml dalam labu ukur dikocok sampai homogen. Untuk larutan amoksisilin pH asam dan pH basa dilarutkan dengan cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH4.00 dan pH 8,00. Sedangkan sefaleksin ditimbang seberat 0,0500 g dan sefadroksil seberat 0,0522 g dengan seksama. Kemudian masing-masing bahan dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai tepat 500,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Dipipet 3,0 ml larutan induk ditambah larutan dapar pH 7,50 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen.
Untuk larutan sefaleksin pH asam : dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar pH 4,50 sampai tepat
10,50 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk
larutan pH basa : dipipet 3,0 ml larutan induk ditambah
larutan dapar ph 9,30 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur
dan dikocok sampai homogen. Untuk larutan sefadroksil pH
asam dan pH basa dilakukan dengan cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH 3,30 dan pH 9,30.
Masing-masing larutan diatas diamati serapannya pada panjang gelombang 250 nm - 270 nm untuk ampisilin, sefaleksin dan sefadroksil. Sedangkan larutan amoksisilin diamati serapannya pada panjang gelombang 260 nm - 280 nm. Sehingga diperoleh serapan antara 0,2 - 0,8. Suhu yang dipergunakan adalah suhu 25,0°C. Panjang gelombang terpilih adalah panjang gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan zat dalam suasana asam dan basa. Blangko yang digunakan adalah larutan daparnya masing-masing untuk larutan zat dalam suasana asam, suasana netral ( larutan zat dalam air) dan suasana basa.
3.2.3. Penentuan pK secara spektrofotometri
Konsentrasi larutan yang dibuat untuk masing-masing bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk masing-masing pH. Jadi untuk masing-masing bahan konsentrasinya adalah ampisilin 600 ppm, amoksisilin 207,9 ppm sedangkan sefaleksin 30 ppm dan sefadroksil 31,3 ppm. Cara pembuatan
larutan ini adalah sebagai berikut : Untuk ampisilin dan
amoksisilin masing-masing ditimbang seberat 0,1000 g dan 0,0520 g. Kemudian dilarutkan dalam aqua bebas C02 sampai
tepat 50,0 ml dalam labu ukur(larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Untuk ampisilin dipipet 3,0 ml larutan indukditambah larutan dapar pH 7,20 sampai tepat 10,6 ml dalam labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk pH asamdan basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH 4,20 dan pH 9,20.
Sedangkan untuk amoksisilin dipipet 2,0 ml dari larutan induk ditambah larutan dapar pH 7,00 sampai tepat10,0 ml dalan labu ukur dan dikocok sampai homogen. Untuk pH asam dan pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH 4,00 dan pH 8,00.
Untuk sefaleksin dan sefadroksil masing-masing ditimbang seberat 0,0500 g dan 0,0522 g. Kemudian dilarutkan dalam agua bebas C02 sampai tepat 500,0 ml dalam labu ukur (larutan induk) dan dikocok sampai homogen. Untuk sefaleksin dipipet 3,0 ml larutan induk, ditambah larutan dapar pH 7,50 sampai tepat 10,0 ml dalam labu ukur yang dikocok sampai homogen. Untuk pH asam dan pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar yan digunakan adalah pH 4,50 dan 10,50.
Untuk larutan sefadroksil dipipet 3,0 ml dari larutan induk ditambah larutan dapar pH 7,30 sampai tepat 10,0 ml
dalam labu ukur yang dikocok sampai homogen. Untuk pH
asam dan pH basa dilakukan cara yang sama dan larutan dapar yang digunakan adalah pH 3,30 dan pH 9,30.
Pada penentuan pK secara spektrofotometri, serapan masing-masing larutan bahan diatas diamati pada panjang gelombang terpilih dan pada suhu 25,0°C. Blangko yang digunakan adalah larutan daparnya masing-masing untuk larutan zat dalam suasana asam, suasana netral (larutan dalam air) dan suasana basa. Nilai pK dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan [20] bila a^->aHA dan persamaan [21] bila a^A>aA~. Masing-masing larutan diamati dua kali pengamatan dan dilakukan replikasisebanyak empat kali.
37
3.3. Perhitungan nilai efek elektronik
Nilai efek elektronik dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan [5]. Dari nilai pK ampisilin (senyawa induk(pKo >) dan pK amoksisilin (senyawa tersubstitusi (pK)) serta nilai pK sefaleksin (senyawa induk (pKQ )) dan pK sefadroksil (senyawa tersubstitusi (pK)>, dapat diketahui nilai efek elektronik gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dengan memasukkan masing-masing harga pK pada persamaan diatas.I- *** I - PK ampisilin - pK amoksisilin .......... [22]XI. per II = pK sefaleksin - pK sefadroksil ....... [23]
Derajat bebas (d.b) = (n -1) + (n2-l) .............. C281
dimana x = nilai rata-rata dari per I _ Pxz = nilai rata-rata dari per II St = simpangan baku dari per I S2 = simpangan baku dari per II nt = jumlah sampel I n2 = oumlah sampel II Sp = Simpangan baku pooled "t"
Apabila "t" percobaan lebih besar dari pada "t" tabel pada a = 0,05 (dua sisi) maka nilai efek elektronik dari gugus - OH pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan dari sefaleksin- sefadroksil yang dilakukan pada kondisi yang sama tersebut mempunyai perbedaan yang bermakna. Sebaliknya apabila "t" percobaan lebih kecil dari pada *'t” tabel maka perbedaan kedua nilai tersebut tidak bermakna.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara harga sigma Hammet gugus hidroksi pada posisi para ( cr ) dari hasil penelitian dengan harga sigma Hammett gugus hidroksi pada posisi para (cr ) yang adapdalam tabel, maka data yang diperoleh dianalisis dengan uoi "t” satu sampel dengan rumus sebagai berikut :
Derajat bebas (d.b) = n~l ......................... C31]dimana x = nilai rata-rata dari per
= nilai per pada tabel s = simpangan baku dari per
n = oumlah sampel
Apabila harga "t” penelitian lebih besar dari harga "t" tabel pada a = 0.05 (satu sisi) maka terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai sigma Hammett gugus hidroksi pada posisi para (o' ) hasil penelitian dengan nilai sigma (cr ) yang ada pada tabel. Sebaliknya apabila harga "t" penelitian lebih kecil dari "t" tabel, maka tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma ( cr )
p
Hammett hasil penelitian dengan nilai sigma (cr ) Hammettp
2.1. Pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan
Larutan dapar yang dibuat ditentukan dua satuan unit
dibawah pH larutan zat dalam air (pH terpilih) dan dua
satuan unit diatas pH larutan zat dalam air untuk pH basa. Larutan dapar yang diperlukan adalah : pH 4,20; 7,20; 9,20 untuk ampisilin, pH 4,00; 7,00; 8,00 untuk amoksisilin, pH 4,50; 7,50; 10,50 untuk sefaleksin dan pH 3,30; 7,30; 9,30 untuk sefadroksil. Penimbangan komponen-komponen dapar yang dibutuhkan untuk pembuatan pH diatas dapat dilihat pada tabel II, III, IV, dan V.
42
TABEL IILarutan dapar untuk ampisilin dengan volume 200 ml
No Komponen dapar pH 4,20 pH 7,20 pH 9,20
1. Larutan HC1 10,5 ml0,0012 N
2- NaCl 0,5441 g 0,8460 g3. H3B03 2,3004 g 1,3993 g4. Na2B4°7'l0H2° 0,2670 g5. Na2c°3 1,8486 g
Panjang gelombang terpilih ditentukan pada panjang gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan zat dalam suasana asam dan basa.
Data yang diperoleh dari percobaan dapat dilihat pada tabel VI, VII, VIII dan IX, sedangkan kurva serapannya dapat
dilihat pada gambar 1, 2, 3 dan 4.
Dari kurva serapan terhadap panjang gelombang diperoleh hasil sebagai berikut : panjang gelombang terpilih dari larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 4,20; 7,20;9,20 adalah 256 nm, panjang gelombang terpilih dari larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pH 4,00; 7,00; 8,00 adalah 272 nm. Sedangkan panjang gelombang terpilih da£i larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH 4,50; 7,50;10,50 adalah 261 nm, panjang gelombang terpilih dari larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH 3,30; 7,30; 9,30 adalah 262 nm. Selanjutnya serapan zat untuk penentuan nilai pK masing-masing zat diamati pada panjang gelombang terpilih masing-masing.
TABEL VINilai serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH7,20 dan dalam suasana asam (pH 4,20), suasana basa (pH 9,20)untuk penentuan panjang gelombang (X) terpilih.
TABEL VIINilai 3erapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppmpH 7,00 dan dalam suasana asam (pH 4,00), suasana basa8,00} untuk penentuan panjang gelombang (M terpilih.
TABEL VIIINilai serapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH7,50 dan dalam suasana asam (pH 4,50), suasana basa (pH10,50) untuk penentuan panjang gelombang (X) terpilih
Gambar 3 : Kurva serap a n dari larutan sefaleksinkonsentrasi 30 ppm pada pH 1,50-11,50 pada panjang gelombang (X) terpilih 261 nm. Keterangan : a.pH 4,50;b. pH 5,50 = pH 6,50; c. pH 7,50 - pH 8,50; g. pH 3,50 = pH 9,50; d, pH 10,50 = pH 11,50 ; e. pH 2,50; f. pH 1,50.
TABEL IXNilai serapan larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm padapH 7,30 dan dalam suasana asam (pH 3,30), suasana basa (pH9,30) untuk penentuan panjang gelombang (M terpilih
2.3. Penentuan nilai pJC ampisilin, amoksisilin, sefaleksin
dan sefadroksil secara spektrofotometri
Serapan untuk penentuan pK secara spektrofotometri diamati pada masing-masing panjang gelombang terpilih. Nilai pK diperoleh dengan menggunakan persamaan [20] bila aA”>&gAdan persamaan [21] bila ag^>a^“ -
Gambar 4 : Kurva serapan dari larutan konsentrasi 31,3 ppm pada gelombang ( X) terpilih 262 nm Keterangan : a. pH 10,30 = pH 9,30; c. pH 8,30; d. pH 7,30; f. pH 2,30; g. pH 1,30; h. pH 5,30 = pH 6,30.
2.3.1. Nilai pK ampisilin pada pH 4,20; 7,20 dart 9,20
Hasil pengamatan serapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH 7,20; pH 4,20 (suasana asam) dan pH 9,20
(suasana basa) untuk penentuan nilai pK dapat dilihat pada
tabel X. Contoh perhitungan nilai pK pada replikasi 1 adalah sebagai berikut :
aHA " aobs . _PK = pH - log ..................... HA A
aobs” aA~0,516 - 0,445
= 7,20 - log -----------------0,445 - 0,4220,071
= 7,20 - log -------0,023
= 6,71
TABEL XSerapan larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,20) dan dalam pH 4,20 (suasana asam) pH9,20 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 256 nm untuk penentuan nilai pK.
2.3.2. Nilai pK amoksisilin pada pH 4,00; 7,00 dan 8,00
Hasil pengamatan serapan larutan amoksisilin konsentrasi
207,9 ppm pada pH 7,00; pH 4,00 (suasana asam) dan pH 8,00 (suasana basa) untuk penentuan nilai pK dapat dilihat pada tabel XI. Contoh perhitungan nilai pK pada replikasi 1 adalah sebagai berikut:
aobs" aHA a _ . ft PK = pH - log ..................... A HA
aA - ~ a ,A obs
= 7,00 - log
= 7,00 - log
= 7,08
0,608 - 0,558 0,668 - 0,608
0,0500,060
TABEL XISerapan larutan amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm pada pHlarutan yang terpilih (pH 7,00) dan dalam pH 4,00 (suasana asam), pH 8,00 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 272 nm untuk penentuan nilai pK.
2.3.3. Nilai pK sefaleksin pada pH 4,50; 7,50 dan 10,30
Hasil pengamatan serapan larutan sefaleksin konsentrasi
30 ppm pada pH 7,50, pH 4,50 (suasana asam) dan pH 10,50 (suasana basa) untuk penentuan nilai pK dapat dilihat pada tabel XII. Contoh perhitungan nilai pK pada replikasi 1
TABEL XIISerapan larutan sefaleksin konsentrasi 30 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH 7,50) dan dalam pH 4,50 (suasana asam) pH10,50 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 261 nm untuk penentuan nilai pK.
2.3.4. Nilai pK sefadroksil pada pH'3,30; 7,30 dan 9,30
Hasil pengamatan serapan larutan sefadroksil
konsentrasi 31,3 ppm pada pH 7,30, pH 3,30 (suasana asam) dan
pH 9,30 (suasana basa) untuk penentuan nilai pK dapat dilihat pada tabel XIII. Contoh perhitungan nilai pK pada replikasi 1
adalah sebagai berikut:
56
aobs aHA a , _ pK = pH - log ..................... A. KA
aA aobs0,711 - 0,689
= 7,30 - log -----------------0,842 - 0,711
0,022= 7,30 - log -------
0,131
= 8,07TABEL XIII
Serapan larutan sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm pada pH larutan yang terpilih (pH7,30) dan dalam pH 3,30 (suasana asam), pH 9,30 (suasana basa) pada panjang gelombang terpilih 262 nm untuk penentuan nilai pK.
3.1. Penentuan nilai sigma (.cr) Hammett dari gugus hidroksi
pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin
Nilai sigma (o') Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para ini diperoleh dengan menggunakan persamaan[22]. Contoh perhitungan per hidroksi pada replikasi 1 adalah :
= - 0,36Hasil perhitungan nilai sigma (o') Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin dengan sefadroksil dapat dilihat pada tabel XV.
TABEL XVPenentuan nilai sigma (per) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin dengan sefadroksil.
bermakna antara nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi(-OH) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan
sefaleksin-sefadroksil, maka data yang diperoleh dianalisis dengan uji "t" pooled dua pihak. Nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi C-OH) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin -0,3575 £ 0,013 dan sefaleksin- sefadroksil -0,35251" 0,015.
Dari perhitungan diperoleh ”t“ percobaan = 0,5051, sedangkan "f'tabel dari tabel t pada ot = 0,05 (dua sisi) d.b = 6 adalah 2,4469
Karena ''t“ percobaan lebih kecil dari “t*' tabel, maka dapat disimpulkan bahwa antara nilai sigma (o > Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin dan sefaleksin-sefadroksil tidak ada perbedaan yang bermakna. Perhitungan uji "t" Pooled dua pihak dapat dilihat pada lampiran 7.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma ( cr) Hammett dari gugus Hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin-amoksisilin serta sefaleksin-sefadroksil dan nilai sigma ( cr) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para pada tabel, maka data yang diperoleh dianalisis dengan uji “t" satu pihak.
Dari perhitungan diperoleh “t*' percobaan nilai sigma
(cr) Hammett dari gugus hidroksi (-OH)pada posisi para dari
ampisilin-amoksisilin = 1,9231 dan sefaleksin-sefadroksil = 2,3333. Sedangkan “t“ tabel dari tabel t pada o = 0,05 (satu sisi) d.b = 3 adalah 2,3534. Karena "t" percobaan lebih kecil dari "t" tabel maka dapat disimpulkan bahwa.antara nilai sigma (<y) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari ampisilin- amoksisilin dan sefaleksin- sefadroksil dengan nilai sigma (cr) Hammett pada tabel tidak ada perbedaan yang bermakna. Perhitungan uji "t" satu pihak dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9. Tabel nilai sigma (cr) Hammett dapat dilihat pada lampiran 10.
Telah dilakukan penelitian tentang penentuan nilai sigma { a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari Ampisilin dengan Amoksisilin dan Sefaleksin dengan Sefadroksil. Sigma ( o ) Hammett merupakan salah satu parameter elektronik yang banyak digunakan untuk menghubungkan struktur kimia serta sifat fisika-kimia dengan aktivitas biologis, sehingga dipilih parameter tersebut untuk diteliti.
Bahan penelitian yang digunakan adalah ampisilin, amoksisilin, sefaleksin dan sefadroksil. Ampisilin dan amoksisilin mempunyai rumus bangun induk yang sama, demikian pula sefaleksin dan sefadroksil mempunyai rumus bangun induk yang sama, hanya pada amoksisilin dan sefadroksil terdapat gugus hidroksi ( -OH ) yang tersubtitusi pada posisi para.
Pada penelitian ini digunakan ampisilin dan amoksisilin trihidrat sedangkan untuk sefaleksin dan sefadroksil monohidrat. Bentuk trihidrat dan monohidrat mempunyai kelarutan dalam air yang lebih besar daripada bentuk anhidrat, pada penelitian ini senyawa yang digunakan harus larut dalam air. Sebab penentuan nilai pK masing-masing senyawa didasarkan pada pH larutan dalam air, sedangkan pH yang dipilih pada prinsipnya adalah pH
yang memberikan perbedaan serapan terbesar antara pH suasana asam, pH suasana netral dan pH suasana basa. Selain itu larutan induk dari masing-masing bahan penelitian untuk penentuan nilai pK dibuat dengan melarutkan bahan tersebut dalam pelarut air. Air suling yang digunakan harus bebas dari CO sebab adanya CO akan
+2 2 berikatan dengan ion hidrogen ( H ) dari air, membentuk H2 C ° 3 * asatn karbonat J yang dapat mempengaruhi pH.
Sebagai tahap awal telah dilakukan identifikasi bahan penelitian secara kualitatif yang berupa suhu lebur Organoleptis dan uji reaksi warna. Hasil analisis amoksisilin, ampisilin, sefaleksin, sefadroksil yang tercantum pada tabel I, ternyata memberikan hasil yang sesuai dengan pustaka.
Nilai sigma ( a ) Hammett ditentukan dengan mengukur nilai tetapan keseimbangan reaksi (pK) dari masing-masing bahan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode Spektrofotometri ultra lembayung karena metode ini mempunyai ketelitian yang cukup tinggi (9).
Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Karena pada prinsipnya penentuan nilai sigma (a ) Hammett adalah membandingkan tetapan keseimbangan reaksi dua senyawa. Nilai tetapan keseimbangan reaksi tersebut tergantung pada konsentrasi dari asam dan basa konyugasi yang digunakan. Dengan jumlah mol keduanya dibuat sama diharapkan diperoleh kekuatan ion yang sama. Larutan ampisilin dibuat
konsentrasi 600 ppm, amoksisilin 207,9 ppm, sefaleksin 30 ppm dan sefadroksil 31,3 ppm. Penentuan konsentrasi masing-masing larutan tersebut berdasarkan orientasi. Konsentrasi larutan ampisilin dibuat lebih besar dari amoksisilin. Hal ini disebabkan larutan ampisilin dengan konsentrasi 200 ppm memberikan serapan yang sangat kecil terutama dalam suasana pH basa sedangkan nilai serapan yang dapat dipakai untuk metode spektrofotometri antara0,2 - 0,8 . Konsentrasi dari bahan-bahan penelitian tersebut dipakai untuk penentuan nilai pK yang meliputi pembuatan larutan dapar pada pH yang diperlukan, penentuan panjang gelombang terpilih dan penentuan nilai pK secara spektrofotometri.
Penentuan pH dilakukan dengan jalan mengurangi minimum dua satuan pH dibawah nilai pH larutan * dalam air untuk pH suasana asam dan menambah minimum dua satuan pH diatas nilai pH larutan dalam air untuk pH dalam suasana basa untuk masing-masing bahan penelitian.
Dari hasil orientasi, pH larutan ampisilin konsentrasi 600 ppm, amoksisilin konsentrasi 207,9 ppm, sefaleksin konsentrasi 30 ppm, sefadroksil konsentrasi 31,3 ppm dalam air adalah 6,20 6,00; 6,50 dan 6,30 untuk menentukan pH suasana asam dan basa seharusnya ditentukan mengurangi minimum dua satuan pH dan menambah minimum dua satuan pH diatas nilai pH larutan dalam air tersebut. Dilihat dari kurva panjang gelombang (X ) nm terhadap serapan dalam berbagai pH dari masing-masing larutan bahan
/yang terlihat pada gambarl, 2, 3 dan 4 terdapat beberapa pH yang saling berhimpit termasuk pH larutan bahan tersebut dalam air. pH yang berhimpit ini menunjukkan jumlah bentuk molekul dan bentuk ionnya hampir tidak mengalami perubahan pada pH tersebut. pH yang saling berhimpit ini menimbulkan kesulitan dalam menentukan pH yang tepat untuk pH suasana asam dan pH suasana basa.
Sehubangan dengan hal diatas, maka dipilih pH yang tidak saling berhimpit dan memberikan perbedaan serapan terbesar antara pH suasana asam, netral dan basa. Perbedaan serapan yang besar ini menunjukkan senyawa tersebut terionisasi sempurna atau tidak terionisasi sempurna ( dalam bentuk molekul ). pH yang terpilih untuk masing-masing bahan penelitian dalam penentuan nilai pK adalah sebagai berikut : pH 4,20; pH 7,20; pH 9,20 untuk ampisilin, pH 4,00; pH 7,00; pH 8,00; untuk amoksisilin pH 4,50; pH 7,50; pH 10,50; untuk sefaleksin dan pH 3,30; pH 7,30; pH 9,30 untuk sefadroksil.
Pada penentuan pH amoksisilin ini digunakan pH 8,00 untuk pH suasana basa sebab pada pH 8,00 diperoleh nilai serapan yang berbeda cukup besar dengan nilai serapan pH7,00 kemungkinan amoksisilin sudah terionisasi sempurna pada pH 8,00 Sedangkan apabila digunakan pH 9,00 diperoleh nilai serapan yang lebih tinggi dari 0,8 dan kemungkinan cincin laktam dari amoksisilin sudah terurai ( dilihat dari profil kurva serapan terhadap panjang gelombang (\) gambar c. Larutan ampisilin dan sefaleksin
mempunyai serapan yang lebih besar dalam suasana pH asamdaripada suasana pH basa ( aHA > 3A ) maka nilai tetapankeseimbangan reaksi ( pK ) dari senyawa induk dan senyawatersubtitusi ditentukan dengan menggunakan persamaan [21]. Sedangkan larutan amoksisilin dan sefadroksil mempunyaiserapan yang lebih besar dalam suasana pH basa daripada
a - asuasana pH asam ( A > HA ) maka nilai tetapan keseimbangan reaksi ( pK ) dari senyawa induk dan senyawa tersubtitusi ditentukan dengan menggunakan persamaan [20].
Nilai sigma ( cr ) ini tergantung pada sifat dan posisi substituen pada senyawa induk, sedangkan rho ( p ) adalah tetapan yang tergantung pada pada jenis kondisi dan reaksi, misalnya : pelarut, suhu, pH dan juga tergantung pada sifat rantai samping ( 1, 4, 7 ).
Nilai rho ( p ) tidak selalu tetap pada satu seri, karena rho ( p ) dipengaruhi oleh temperatur dan pelarut. Nilai rho ( p ) untuk ionisasi asam benzoat dalam air pada 25,0°C adalah 1,00 Oleh karena itu, reaksi ini digunakan sebagai standart untuk menetapkan nilai sigma [a ) dari substituen baru. ( 1 )
Untuk penentuan nilai pK, maka larutan zat pada suasana pH asam, pH basa, pH netral diamati pada panjang gelombang ( X) terpilih. Panjang gelombang terpilih adalah panjang gelombang dimana terdapat perbedaan serapan terbesar antara larutan pH asam dan pH basa ( 9 ). Nilai serapan ampisilin, amoksisilin, sefaleksin dan sefadroksil untuk penentuan panjang gelombang terpilih
dapat dilihat pada tabel VI, VII, VIII, IX. Kurva panjang gelombang { A. ) nm terhadap serapan dari larutan ampisilin, amoksisilin sefaleksin,dan sefadroksil untuk penentuan panjang gelombang terpilih dapat dilihat pada gambar 1, 2, 3, 4.
Kurva panjang gelombang ( \ ) nm terhadap serapan dari larutan ampisilin 600 ppm menunjukkan tiga puncak. Panjang gelombang terpilih adalah 256 nm karena pada panjang gelombang ( X ) tersebut diperoleh nilai serapan yang tinggi dan perbedaan antara pH suasana asam, pH suasana netral dan pH suasana basa yang besar .
Pada penelitian ini diperoleh hasil, nilai pK amoksisilin lebih besar dari nilai pK ampisilin, nilai pK sefadroksil lebih besar dari nilai pK sefaleksin, ini berarti bahwa adanya substitusi gugus yang bersifat mendorong elektron ( elektron donor menyebabkanpeningkatan pada nilai pK tersubstitusi, yang menyebabkan turunnya nilai sigma ( a ) Hammett.
Berdasarkan hasil penentuan nilai sigma { a ) Hammett, dapat dilihat bahwa nilai sigma ( a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin adalah -0,3575 + 0,013, sedangkan nilai sigma { a ) Hammett dari sefaleksin dengan sefadroksil adalah -0,3525 + 0,015. Pada penelitian ini nilai sigma { a > Hammett yang diperoleh merupakan nilai dari < per ) hidroksi. Nilai rho ( p ) yang dipakai sebagai standart untuk menetapkan. nilai sigma { cr ) dari
substituen baru adalah nilai rho ( p ) untuk ionisasi asam benzoat dalam air pada suhu 25,0° C ( p = 1,00 ) karena sistem senyawa induk pada penelitian berbeda dengan tabel, dimana pada tabel digunakan sistim asam benzoat, maka sebaiknya dilakukan studi korelasi nilai rho C P ) dari sistem senyawa induk ampisilin dan sefaleksin.
Sedangkan pada penelitian ini nilai rho ( p ) dapat diabaikan karena nilai sigma (p e t ) Hammett yang diperoleh mendekati nilai sigma ( p o ) Hammett dar i gugus hidroksi (-0H) asam ben2 oat. Sehingga nilai rho (p) dari hasil percobaan dapat dianggap 1,00. Setelah dilakukan uji " t pooled " dua sisi antara nilai sigma ( & ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dengan ampisilin dan amoksisilin dan nilai sigma ( o ) Hammett dari sefaleksin dengan sefadroksil, ternyata tidak ada perbedaan diantara keduanya. Ini berarti bahwa gugus hidroksi ( -OH ) yang tersubstitusi pada posisi para memberikan efek elektronik sigma ( & ) Hammett yang besarnya sama terhadap struktur amoksisilin dan struktur sefadroksil. Dan kemungkinan efek elektronik dari gugus hidroksi ( - OH > ini yang meningkatkan aktivitas farmakologik dari amoksisilin dan sefadroksil dibandingkan aktivitas senyawa induknya yaitu ampisilin dan sefaleksin selain dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia dan ikatan obat tersebut dengan reseptor.
Nilai sigma ( cr ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para pada tabel yaitu -0,37. Pada penelitian ini diperoleh nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin -0,3575 + -0,013 dan dari sefaleksin dengan sefadroksil yaitu -0,3525 + -0,015. Gugus hidroksi ( -OH > pada posisi para merupakan gugus pendorong elektron, maka seharusnya nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para bernilai negatif. Pada penelitian ini nilai sigma (cr) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para yang diperoleh dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil benar bernilai negatif.Hal ini mendukung sifat yang dimiliki gugus hidroksi (-0H).
Setelah dilakukan uji "t student" antara nilai sigma( cr ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi paradari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengansefadroksil terhadap nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel( -0,37 ), ternyata tidak ada perbedaan. Ini berarti bahwagugus hidroksi (-0H) yang tersubstitusi pada posisi parapada suatu senyawa akan memberikan nilai sigma ( o )
Hammett atau efek elektronik sekitar -0,37.Sedangkan arti dari nilai efek elektronik 9ugus hidroksi ( -OH ) tersebutberbeda-beda bagi setiap senyawa induk yang tersubstitusi gugus hidroksi (_0H) pada posisi para .
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukandapat disimpulkan bahua :1. Nilai efek elektronik eigma (p.o') Hammett dari gugus
hidroksi (-Oil) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin-o,3575 + -0,013 dan dari sefaleksin dengan sefadroksilyaitu -0,3 52 5 + -0,015. Nilai negatif berarti gugus hidroksi bersifat s^bagai pendorong elektron.
2. Tidak ada perbedaar. bermakna antara nilai efek elektronik sigma ( p . a ) Hammett dari qugus hidroksi ( -OH ) pada posisi paradari ampisilin dengan amoksisilin dan nilai sigma ( p.<?)Hammett dari sefaleksin dengan sefadroksil,
3. Tidak ada perbedaan bermakna antara nilai efek elektronik sigma ( p .a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil ( hasil penelitian ) terhadap nilai efek elektronik sigma ( p . #j Hammett pada tabel.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,maka disarankan untuk :1. Dengan diketahuinya cara memperoleh nilai sigma ( o )
Hammett pada tabel dapat digunakan untuk memprediksi dan mempopulerkan nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus-gugus yang terdapat dalam tabel.
2. Dilakukan penelitian tentang penentuan nilai sigma (a) Hammett dari gugus-gugus lain yang belum ada pada tabel
3. Dilakukan penelitian tentang hubungan parameter elektronik sigma (<x) Hammett dengan aktivitas biologis.
4. Dilakukan studi korelasi antara nilai rho (p) senyawa induk asam benzoat dan sefaleksin, juga antara nilai rho (p) senyawa induk asam benzoat dan ampisilin untuk menentukan nilai rho (p) dari sistem senyawa induk ampisilin dan sefaleksin.
Telah dilakukan penelitian tentang Penentuan nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH- ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan sefaleksin dengan sefadroksil menggunakan metode 6pektro- fotometri ultra lembayung.
Tetapan sigma'( o ) adalah ukuran efek elektronik dari substitusi tertentu pada pusat reaksi dari molekul dalam sebuah seri senyawa yang berhubungan secara struktural. Nilai sigma ( o ) Hammett dapat diketahui dengan jalan menentukan nilai pK dari senyawa tak tersubstitusi atau senyawa induk ( pKo ) dan pK dari senyawa tersubstitusi ( pK ) secara spektrofotometri, menggunakan persamaan nomor ( 11 ) bila aA > 3HA dan persamaan nomor ( 12 } bila aHA > aA .Kemudian nilai PK yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan :
p.O' = pKo - pKdimana pK dan pK adalah negatif logaritma dari Ko dan Koatau tetapan keseimbangan reaksi senyawa tak tersubstitusi ( senyawa induk ) dan senyawa tersubstitusi. Dalam hal ini ampisilin dan sefaleksin merupakan senyawa induk sedangkan amoksisilin dan sefadroksil merupakan senyawatersubstitusi. Pada umumnya, persamaan Hammett berlaku untuk sistim aromatis hanya untuk reaksi-reaksi dimana substituen dan pusat reaksi terisolasi, sehingga tidak terjadi interaksi resonansi. Karena pada turunan orto
lazim terjadi interaksi sterik, maka persamaan Hammett tidak berlaku untuk senyawa-senyawa turunan orto ( 4 ).
Rho ( p ) adalah tetapan reaksi yang merupakan ukuran sensitivitas reaksi terhadap efek substitusi. Nilai sigma ( o ) ini tergantung pada jenis dan kondisi reaksi, misalnya pelarut, suhu, pH dan juga tergantung sifat rantai samping ( 1, 4, 7 ).
Nilai rho ( p ) untuk ionisasi asam benzoat dalam airopada 25 C adalah 1,00. Oleh karena itu, reaksi ini
digunakan sebagai standart untuk menetapkan nilai sigma ( a ) dari substituen baru. Nilai rho ( p ) tidak selalu tetap dalam satu seri, karena rho ( p ) dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan pelarut (1).
Nilai sigma ( a ) positif berarti substituen baru atau gugus tersebut merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada hidrogen ( elektron aseptor ), sedangkan nilai sigma ( o ) negatif berarti substituen atau gugus tersebut merupakan pendorong yang lebih kuat daripada hidrogen ( elektron donor ).Hidrogen mempunyai nilai sigma0,00 ( 3,7 ).
Untuk penentuan nilai pK, maka serapan larutan zat pada pH larutan dalam air ( netral ), suasana pH asam dan pH basa diamati pada panjang gelombang ( X ) terpilih. Konsentrasi yang dibuat untuk masing-masing bahan adalah ekuimolar dan tetap untuk berbagai pH. Larutan ampisilin dibuat konsentrasi 600 ppm, amoksilin 207,9 ppm, sefaleksin 30 ppm yaitu 261 nm, larutan sefadroksil 31,3ppm yaitu 262 nm.
Pada penelitian ini diperoleh hasil, nilai pK amoksilin lebih besar dari nilai pK ampisilin, nilai pK
sefadroksil lebih besar dari nilai pK sefaleksin, ini berarti bahwa adanya substitusi gugus yang bersifat mendorong elektron ( elektron donor ) menyebabkan peningkatan nilai pK pada senyawa tersubstitusi, yang menyebabkan menurunnya nilai sigma ( o ) Hammett.
Berdasarkan hasil penetuan nilai sigma ( a ) Hammett dapat dilihat bahwa nilai sigma ( a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin adalah -0,3575 + 0,013, sedangkan dari sefaleksin dengan sefadroksil adalah -0,3525 + -0,015.
Nilai sigma ( o ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin lebih besar dari sefaleksin dengan sefadroksil. Setelah dilakukan uji "t pooled” dua sisi antara nilai sigma (<?) Hammett dari gugus hidroksi (-OH ) pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan nilai sigma (c) Hammett dari sefaleksin dengan sefadroksil ternyata tidak ada perbedaan antara keduanya.Nilai sigma ( a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para pada tabel yaitu -0,37 ( 27, 28, 29 30 ).
Setelah dilakukan uji "t satu pihak" antara nilai sigma ( o )Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari ampisisilin dengan amoksilin dan nilai sigma ( o
) Hammett pada tabel ( -0,37), ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna, sedangkan uji "t satu pihak” antara nilai sigma ( a ) Hammett dari gugus hidroksi ( -OH ) pada posisi para dari sefaleksin dengan sefa -droksil dan nilai sigma ( cr ) Hammett pada tabel ( -0,37 ), juga tidak ada perbedaan yang bermakna.
1. Martin YC . , 1978, Q u a n t i t a t i v e D ru g D e s i g n , Marcell Dekker Inc., New York , p.88 - 95.
2..Foye W 0., 1989 , P r i n c i p l e s o f M e d i c i n a l C h e m i s t r y , Lea and Febiger Philadelphia , London, p.614 - 628.
3. Purcell W P., Bass GE, Clayton JM., 1973, S t r a t e g y o f D r u g d e s i g n : A Guide to Biological Activity, John Willey and Sons, New York, p.38-43.
4. Ariens E.J., 1971, D r u g D e s i g n , Academic Press, New York and London, p.135-136.
5. Rekker RF. , 1977, T h e H y d r o p h o b i c F r a g m e n ta l C o n s t a n t s , E l s e v i e r S c i e n t i f i c P u b l i s h i n g Company, Amsterdam, p.2, 36.
6. Burger A., 1970, M e d i c i n a l C h e m i s t r y, 3rd Edition, Willey Interscience, New York, p.164, 166-168.
7. Korolkovas A., 1970, E s s e n t i a l o f M o l e c u l a r P h a r m a c o l o g y, Willey Interscience, New York, p.22-23.
8. JanssenL. Summary Lecture Course QSAR.,1988-1989 M id C a r r e e r T r a i n i n g i n P h a r m a c o c h e m i s t r y, Hand o u t P e r i o d 2 ,A joint project between Faculty of Pharmacy Gajah Mada University and The Department of Pharmacochemistry, 1986, Vrije Universiteit Amsterdam, The Nederland, Yogyakarta, P - 46.
9. Connor A. K, 1967, A T e x t b o o k o f P h a r m a c e u t i c a l A n a l y s i s , 1st Edition, A Willey Interscience Publishing, John Willey and Sons, New York, p.168-170.
10. Fulcrand, 1979, Q u a n t i t a t i v e S t r u c t u r e A c t i v i t y R e l a t i o n s h i p (Q S A R ), 1 4 ™ Edition ,ITB Bandung, p.3.
11. Charles 0W. , 1971, T e x t b o o k o f O r g a n i k M e d i c i n a l a n d P h a r m a c e u t i c a l C h e m i s t r y , 6th Edition, J.B. Lippincott Company , Philadelphia and Toronto, p. 20,289.
12. Noller RC. , 1965 , C h e m i s t r y o f O r g a n i c C om pound, Third Edition , W.B. Saunders Company Philadelphia and London, P . 596.
Cartensen JT., 1972, T h e o r y o f P h a r m a c e u t i c a l S y s t e m , VolumeI, Academic Press, New York and London, p. 203-204.
Newton WD, B. Ronald Clausa, 1978,pKa Value of Medicinal Compounds in Pharmacy Practice, Volume 12, D r u g s I n t e l l i g e n c e a n d C l i n i c a l P h a r m a c y , P. 547, 549.
Ritschel W.A., 1976, H a n d b o o k o f B a s i c P h a r m a c o k i n e t i c s , 1st Edition, Drug Intelligence Publication Inc. Hamilton,P.30-33.
John, HE., 1975, R e m i n g t o n ' s P h a r m a c e u t i c a l S c i e n c e s , 1 5 ^ Edition, Mack Publishing Company, Easton and Pensylvania, p.269.
M. Mulya, A. Syahrani, 1987, A p l i k a s i A n a l i s i s S p e k t r o f o t o -m e t r i U V -V IS, hal.3,21.Reynolds, JEF., 1989, M a r t i n d a l e f T h e E x t r a P h a r m a c o p o e i a , 29th Edition, The Pharmaceutical Press, London, p. 1091-1092.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, F a r m a k o p e I n d o n e s i a , Edisi ketiga, Jakarta, hal.90, 136.Florey K, 1973, A n a l y t i c a l P r o f i l e s o f D r u g S u b s t a n c e s , Volume 2, New York, Academic Press, p.4-31.British Pharmacopeia, 1988, Volume II, p.38, 40, 107.Auterhoff K., 1987, I d e n t i f i k a s i O b a t , Edisi 4, diter- jemahkan oleh N.C. Sugiarso Bandung, Penerbit ITB, hal. 89.World Health Organization, 1986, B a s i c T e s t f o r P h a r m a c e u t i c a l S u b s t a n c e s , Geneva, WHO Publications, p.18, 36.Clarke E.G.G. , 1986, I s o l a t i o n a n d I d e n t i f i c a t i o n o f D t 'u g s , 2nd edition. The Pharmaceutical Press, London, p. 193.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1984, Vademekum F a r n i a k o t e r a p i I n d o n e s i a ,Edisi pertama, Jakarta, hal 32;62
27. Roberts JD, Stewart R, Caserio Me, 1972, O r g a n i c C h e m i s t r y M e th a n e t o M a c r o m o l e c u l e s, World Student Series Edition, W.A. Benjamin, Inc, California, pp 661-665.
28. Swain CG» Lupton EC, Jr, 1968, F i e l d and R e s o n a n c eC o m p o n e n t s o f s u b s t i t u e n t E f f e c t s , Journal of the
American Chemincal Society, volume 90, p. 4329.29. Sykes P, 1989, P e n u n tu n M ek a n ism e R e a k s i K im ia
O r g a n i k , Edisi VI, penterjenah Hartomo AJ, Sugihardjo CJ, Brotol, Sukartini, penerbit PT Gramedia, Jakarta, P .432.
30. Verloop A, 1986, Hid Career T r a i n i n g in Fh&rtnaco C h e m i s t r y a J o i n t p r o j e c t o f F a k u l t a s F a r m a s i UGM. a n d D e p a r t e m e n t o f P h a r m a c o c h e m i s t r y, part III, Vrije Universiteit, Amsterdam Yogyakarta*, p. 93
31. Smith HJ, 1987, I n t r o d u c t i o n t o t h e P r i n c i p l e s o f D r u g D e s i g n > 2nc* Edition, Wright, London, P.245.
I’ .T. M K IM F A K IY IA ' L A I IO U A T C H U K S . IN C .; i . n A i v A n n . a m v < a v . « t . t ,t m <«•» i. y, a w a" , a m t w u u s i m r u t m u a w u w i ••.<< u v « i i f . • i 'm h u h i c a i h . i ' i I<IMIM1<1<1 H ' t . r x • 4 r u n m u i ' a i i m a m
Lanplran 1
S e r t i f i k & t a n a l i s i s d a r i Am pis i l in
emrnnc/vri? or a n a l y s is
rio.tn.-t. AMricii.UN TimmmM-K" r»i.yw.i/.kij Ul h»...M n t m f ' i i ' h i i i n f ' l i n t . : ..........., I J i W l i l i l y . . . - . . . .
A . 7 1 13.19I.Rsa than 0, 1 l.nsr* than i?0 OP B5' i O ~>r.
•lp. cfii’t.ify that. !.h f> nbovB nmn t i on^ri p/T-.':uct i «•". i »*• c.t .."sf o i --m V.’ '..I-*-*' '•ffl'J i rfiufin t.s nf tf r> o r i u$p XXTI.
pt r.AM(i07 t! TPfiiiFMU- r.i a
, n j
Ora. Svamsiah k. ?.yM«v;uiuJ S. I K. ! 0 i t v f c r . s u : a n r . , ? !*;a n a ;•
Uji "t pooled" dua pihak antara nilai sigma (a) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para d&ri Ampisilin dengan Amoksisilin dan Sefaleksin dengan Sefadroksil
"t" tabel pada a = 0,05 (dua sisi) dan derajat bebas (d.b) =6 adalah 2,447"t" percobaan = 0,5051Jadi "t" percobaan < ”t" tabel Dari perhitungan tersebut dap8t dilihat “t” percobaan ternyata lebih kecil dari "t” tabel, maka dapat disimpulkan tidak adaperbedaan yang bermakna antara nilai sigma (o) Hammett dari gugus hidroksi (-OH) P&da posisi para dari Atnpisilin-Acrioksici I in dan Sefaleksin-Sefadroksil.
Uji “t satu pihak" antara nilai sigma (o*) Hamnett dari gugus Hidroksi (-0H) pada posisi para dari Ampisilin dengan amoksisilin dan nilai sigma (<?) Hammett pada tabel
x = - 0,3575 s = 0.013 n = 4
Nilai sigma <o-> Hammet pada tabel (u) = — 0,37
<x - u)
(-0,3575 - (-0,37))0,013 /j— £—
0,01250,0065
= 1,9231
Derajat bebas (d.b) = n - 1♦
= 4 - 1
= 3"t" tabel pada a = 0,05 (satu sisi) dan derajat bebas (d.b)= 3 adalah 2,3534 sedang kan "t" percobaan = 1,9231. Jadi "t" percobaan < “t" tabel. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat "t“ percobaan ternyata lebih kecil dari "t" tabel, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma Hammett dari gugus hidroksi pada posisi para dari ampisilin dengan amoksisilin dan nilai sigma pads tabe 1.
U j i *'t satu pihak" antara nilai sigina (&) Hammett dari gugus hidroksi (-0H) pada posisi para dari sefaleksin dengan sefadroksil dan nilai sigma {a) Hammett pada tabel.
x = - 0,3525 s = 0,015 n = 4
Nilai sigma(o') Hammett pada tabel (ti > = - 0,37 <x - u) '
LAMPIRAN 9 86
(-0,3525 - (-0,37)) 0,015 /
0,01750,0075
= 2,3333
Derajat bebas (d.b) = n - 1= 4 - 1= 3
"t" tabel pada a = 0,05 (satu sisi) dan derajat bebas (d.b)- 3 adalah 2,3534 sedangakan ”t" percobaan = 2,3333. Jadi "t" percobaan < "t" tabel. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat "t" percobaan ternyata lebih kecil dari " t" tabel, maka dapat disimppulkantidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai sigma Hammett dari gugus hidroksi pada posisi para dari sefaleksin dengan sefadroksil dan nilai sigma pads tabe1.
/nbic I . S u b i f i i u o m end Sul' iiItueiU C o n i l i n t i
N o , Sutaiitutnt ♦Formula
. Aeciylaniln o ' A ceioxy A « l y l A c t f y h M o Am fito •(Jromofl.Q utO iy/•Oulyl C A f b o « y
■ Curtaxyl.n ic »nIon C h lo ro C y « n oDlAsunltini ( « ( l o nDim e ih yl S* cailoit EtUoxyEthoxivjwbonytlithylFlworoH y d r r t f n (u n iu b it )H y d r o x y(CilOlo do*yMercaptoM d h o x yM ethylM ( l h ) i t e l ; n oM ciU y liu lA n ylMclliy ltuiranylM c i h j h l i i oNicro*//•Pcnloxy .I 'hencxyJ'hcuylI’hosphonaU tu lenliAliri'iwtgy w l 'r o j jo x y 2-SilicoiKcpcnty! Ciilfnnuiji Su tfm u lv onion TriNiinroitwilty! Tr irtw tUyl N * entiou T r im ;i l iy h i l ) - I
Nrtcocn,OCOCIliC O C H ,S C O C K ,NH,Of0(CHi)iCI(|acHo,COtHco,-aC NNt*S f C H d ,*OCiH,COC.H*C,H»FI*0 U110.S HO C I f ,CH.S t C H .S O C H ,SOfCrliS C H ,WOi0(CK*i)«CHiOC.H*C , H »ro.ii-OCI«CH.)»<XCH,).CU*C H iSK C H O jSO«NJ I,8 0 , -Cl**,mciiiii*S k C H , ) ,
• L:x'i<rlntcnlnl *• • * Onu'd on llicrnuMlynAmic Ciliiilibriuoi coollniilt »uj)c rjcrip l t i l i r n i i c d front oU»«r dm * on lonlr«lir>n of bcnr.oIc nciri: m J l* icxl. ' *
Dikutip dari Swain CG, Lupton* EC, Jr, 1968, Field and Resonance Components of Substituent Effect, Journal of the American Chemi cal Society, Volume 90, halaman 4329.
T » W « 1.1 E J « l r o n t e w U ( I ( u « ( t O M l i n l i
C t*up /{•ftwwii epuiunu* /mfurtiiv To/1 «><
r « •t #•- I t 0 0 3 COO 0 0 0 r>4*“ C H , - 0 0 7 - 0 1 7 - 0 0 ) con— C i M » - 0 0 7 .-0*11 • 0 0 ) - 0 1 0- c ( 0 ) 7 o n tH 7— Dr 0 - ) » O-Tf 0-4}- I 0-J5 0 M u*JW _- N O , 0-71 0 7*- ' O i l O i l - 0 ) 1— O C H » ’ 0 I 2 -0 -2 7 . o •:* w- C . H , 006 - 0 0 1 <vm 0 « >
• I ftM M il t . V . 111401 Ckfmiutx.Hf YmV M v f .x . 'X A . r t uk C b i M U , I I W | I M W im * r f ’ w k m i ' m M h m i M i u u i / . «><« ( > « > . )* .' T »A t . W . I H U l b f s t n l U * W f« li« ,U 4 fW k ft< M W A i M t t e l k l t H i f i N t U . i M . I . I w r IJh ra t* CifMut}. Hr* V*rt. J«U WlUr, |* f j«aif.Mix n«fNhiil«( bt JiWtmic wWiMM tuWU x:T »M U . I . ( I l l l l C w ^ m i W f i « M • / l l u x k A f»«J < •<«■»■«> im r U ik M i I h iU■ W W W I l a I I I * * * H .J . ttd I I m m W i A . I . IW J . A J~ ~ n *• 0 '* * i c m l , V # l. » . I m J m , .A4«Jmk P«m, ff, |»lt,H l « « k C . t* 4 f w . « r . M«w Y » * l ,J*4« WUj,
Dikutip dari Smith HJ, 1987, Intrc Principles of drug Design, 2nd Edition, halaman 245.
Introduction Wright
to the London,
Tabel nilai sigma ( cr ) Hammett
£upU|>n(i . X
• ' M t . c - -0*10 - 0 ?2Q *w « -0*01 -0*17H / 0 0 ’’w * o ♦ 0*12 - o - *H O • *0-12 * - 0 J 7
"P ♦0*W •♦P*06' a . ♦ 0 - J f •• * o ;y
U tC O 4 Q O I • ♦O'JOO r * ♦0:2JC N ♦ 0 -S 6 ‘ . * $ - u - .
N O , . 40*7| 40*71
- {roenurvt d < fm i» i )
Dikutip dari Sykes P, Kimia Organik, Edisi Sugihardjo CJ, Broto L Jakarta, halaman 482
4 .1 2 4 M - o j :4 C O O M J . U 3.71 Q . 'S».< -J. C H , 4 . JO 4 . « . - e . : *V J - J . Q I , < .J4 4 .JJ - 0 . I 4' < V i * S O | m : 2.71 t . 4 t» .« Ui N O , • * J . C l
M 2 M i m i
J . M J . M f l . M
*. * • Cl J . U J . M c . u* » J . f i C M , 4 .J 6 • O.IJ
4 . U C I I , J.V1 i . 'H
Dikutip dari Verloop A, 1986, Mid Career Training in Pharmacochemistry, a joint project of Fakultas Farmasi UGM and Department of Pharmacochemistry, Part III, Vrije L/niversiteit, Amsterdam, Yogyakarta, halaman.93.
O C H i +0.1 M - o . i s i C O C H , + 04 71 +0.J02
C H , , -0 .06# -0 .170 c r . +0.4J 40.54
C C H . W I -0.121 — 0.072 H O , 40.710 + 0.771
C . H , ' +0.M -0 .01 H t C H i ) , l 4 0 . l l 40.12
H 0.000 0.000 K C H i ) , + 1M + 0.W
S C H , +0.1 J 0.00 w .* ' 41.74 4 1.91 *
F * + 0 J J 7 4-0.062
Dikutip dari Roberts JD, Stewart R, Caserio MC, 1972, Organio Chemistry methane to macromolecuIs, World Student Series Edition W.A Benjamin, Inc, California, halaman 662.