-
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri
Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK
WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri
Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK
WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri
Semarang
Oleh:ALIF NURSHOLEH
3250408061
JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012
PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK
WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
-
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke
Sidang Panitia
Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:
Hari : Senin
Tanggal : 12 November 2012
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011
001 NIP. 196112021990021001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Geografi
Drs. Apik Budi Santoso, M.Si.NIP. 19620904 1989011 001
-
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian
Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Senin
Tanggal : 12 November 2012
Penguji Skripsi
Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si.NIP.196210191988031002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011
001 NIP. 196112021990021001
Mengetahui:
Dekan,
Drs. Subagyo, M.Pd.NIP. 19510808 198003 1003
-
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini
benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain,
baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,12 November 2012
Alif NursholehNIM: 3250408061
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
”Tugas kita bukanlah untuk berhasil, Tugas kita adalah untuk
mencoba, karena
didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan
untuk berhasil “ (Mario Teguh).
Janganlah kamu mengatakan telah hilang kesempatan, karena setiap
orang yang
berjalan pasti akan sampai pada tujuannnya.
(Dr.Aidh bin Abdullah al-Qarni)
“Bersabarlah kamu dengan cara yang baik “
(QS. Al-Harjj 29:5).
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan sebuah karya kecilku
ini untuk:
1. Allah SWT atas kemudahan dan
anugerahnya.
2. Mama dan Papa tercinta yang selalu
memberikan materi, kasihsayang, doa,
dukunganny tanpa mengenal leleah.
3. Kaka tercinta Esti Yuliana dan Imroati
Sholihah, adik tersayang Panji Satrio
Pamungkas segenap keluarga besarku
yang selalu memberikan semangat.
-
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul. ”Prediksi Laju Erosi Daerah
Tangkapan
Hujan Waduk Wadaslintang dengan Menggunakan Bantuan
Teknologi
Sistem Informasi Geografis (SIG)“. Sebagai salah satu syarat
untuk mencapai
gelar sarjana sains di Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan
baik
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Ungkapan terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Soedijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas
Negeri
Semarang yang telah membantu melancarkan penelitian ini hingga
selesai
dan telah mengantarkan UNNES pada kemajuan pesat
2. Dr.Subagyo, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri
Semarang yang telah mendukung lancarnya penelitian ini hingga
selesai
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi
Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Semarang yang senantiasa
memberikan
motivasi, tenaga , waktu demi tercapainya hasil penelitian ini
dengan baik.
4. Drs. Suroso, M.Si., Dosen Pembimbing pertama yang telah
memberikan
pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian hingga
akhir
penulisan skripsi.
5. Drs. Satyanta Parman, M.T., Dosen Pembimbing kedua yang
telah
memberikan pengarahan dan bimbingan hingga akhir penulisan
skripsi.
6. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto M.Si., Dosen Penguji utama yang
telah
memberikan arahan dan bimbingannya hingga akhir penulisan
skripsi.
7. Ibu Wahyu Setyaningsih, ST. M.T., Dosen wali yang
senantiasa
mengarahkan proses pelaksanaan akademik pada penulis hingga
tercapainya hasil akademik yang memuaskan.
-
vii
8. Kepala BAPPEDA, BPN, BKPH Kedu Selatan, KESBANG POLINMAS
di Kabupaten Wonosobo, PU Waduk Wadaslintang, PU Waduk
Sempor,
dan Dirjen Pengelola Sumberdaya Air DIY, yang telah bersedia
membantu
dan memberikan informasi-informasi yang peneliti butuhkan
hingga
penelitian ini selesai.
9. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Geografi, terima kasih untuk
ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
10. Seluruh Karyawan Jurusan Geografi, untuk kerjasama dan
bantuannya
selama ini.
11. Teman-teman Geografi 2008, semangat dan kebersamaan kalian
akan
selalu teringat sampai kapanpun.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per
satu,
terimakasih untuk dukungan dan bantuannya.
Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua
mendapatkan
balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat kususnya
bagi pribadi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 12 November 2012
Penulis
-
viii
SARI
Nursholeh, Alif. 2012. Penentuan Laju Erosi Daerah Tangkapan
Hujan (DTH)Waduk Wadaslintang Tahun 2004 Dan 2008 Menggunakan
Teknologi SistemInformasi Geografis (SIG). Skripsi, Jurusan
Geografi Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Semarang.
Kata Kunci: Erosi, Lahan Kritis, Daerah Tangkapan Hujan
Erosi adalah proses terlepasnya material batuan pada lapisan
permukaantanah oleh tenaga kinetik air, angin, es, dan aktivitas
manusia. Erosi terjadi karenapola pengelolaan lahan yang kurang
berwawasa seperti penjarahan hutan,pembakaran hutan dan sebagainya.
Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakanhulu suatu bangunan seperti
waduk, bahwa kelangsungan suatu waduk sangattergantung pada
kemampuan suatu DTH dalam penyediaan air bagi waduk baikdari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Erosi merupakan masalah yang
besarterutama bagi kelangsungan oprasional suatu daerah tampungan
seperti waduk,akibat rusaknya suatu DTH material hasil erosi dapat
mengakibatkanpendangkalan pada bangunan waduk sehingga tidak mampu
memenuhiperanannya kembali, pada akhirnya manfaat yang dihasilkan
tidak berarti besarbagi kemakmuran masyarakat disekitarnya. Daerah
tangkapan hujan (DTH)waduk Wadaslintang memiliki curah hujan yang
tinggi pada kondisi topografisangat terjal juga tejadi aktivitas
pembukaan lahan dan penjarahan hutan, seiringdengan pola
perkembangan musim pada wilayah tersebut dapat terjadi
aktivitaserosi yang besar, sementara pada wilayah tersebut belum
dilakukan penelitiantentang penentuan erosi. Permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalahberapa laju erosi di daerah
tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang padatahun 2004 dan 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi didaerah
tangkapan hujan waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi biogeofisik DTH
wadukWadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang terdiri dari Nilai
erosivitas hujan(R), Nilai erosivitas tanah (K), Nilai kemiringan
dan Panjang lereng (LS) danNilai kondisi tutupan lahan dan
pengelolaan tanaman (CP). Variabel tersebutdiperoleh dari berbagai
seumber data yaitu: Peta Jenis Tanah hasil RTRWKabupaten Wonosobo
Skala 1:300000, Peta lereng Kabupaten Wonosobo Skala1:300000, Data
curah hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 darisetasiun
penakar hujan di sekitar Kabupaten Wonosobo, Citra satelit Landsat
7tahun 2004 dan 2008 Path 120/Row 64 WGS 1984 Zona 49 M, jenis data
dalampenelitian ini menggunakan tipe data sekunder. Peralatan yang
digunakan dalampenelitian ini adalah perangkat komputer, software
Er Maper 70, softwareArcView 3.3 dan Software MS ofice 2007, GPS
(Global Positioning Syestem),Timbangan, Kaleng 25 cm2 dan
sebagainya. Metode analisis yang digunakanadalah metode analisis
gabungan antar analisis sistem informasi geografis (SIG)dan
analisis universal soile lose equations (USLE).
Hasil penelitian menunjukan bahwa, laju erosi disekitar DTH
wadukWadaslintang tahun 2004 adalah 2.452,93 Ton dengan laju erosi
mencapai 0,12
-
ix
Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 erosi cenderung menurun
dengan nilaisebesar 1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th .
Secara umum laju erositersebut menghasilkan tingkat erosi mulai
dari sangat ringan hingga sangat beratyang tersebar dalam area
seluas 19198,05 Ha. Hasil uji validitas data menunjukanperbedaan
antar laju erosi yang terjadi di dalam waduk dimana cenderung
lebihbesar yaitu mencapai 1,53 ton/Ha/Th dan 1,55 ton/Ha/Th tahun
2004 dan 2008dibandingkan dengan hasil perhitungan persamaan USLE
hasil erosi didalamDTH Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu
0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008.
Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang
cukupbesar dengan nilai erosi sebesar 2.452,93 Ton dengan laju
erosi mencapai 0,12Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 jumla erosi
lebih kecil yaitu sebesar1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07
Ton/Ha/Th. Hasil uji validitas menunjukanadanya selisih antar hasil
erosi didalam waduk dengan hasil perhitungan USLEdisekitar DTH
yaitu, pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th, sedangkan padatahun
2008 memiliki beda selisih dengan hasil pengukuran sebesar
1,48Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam
batas toleransiyang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju
pembentukan tanah didalamDTH Waduk Wadaslintang. Saran yang
disampaikan yaitu 1) Perlu adanyaprogram penaggulangan laju erosi.
2) perlu dukungan pererintah disekitarKabupaten Wonosobo dan
pemerintah Kabupaten Kebumen baik dari segipendanaan maupun
perangkat kebijakan. 3) dalam penaggulangan laju erosi padaDTH
waduk Wadaslintang harus dilakukan secara terpadu meninjau
pentingnyawaduk bagi kesejahteraan masyarakat.
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
...................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
...............................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
.................................................................
iii
PERNYATAAN
............................................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
..............................................................
v
PRAKATA
..................................................................................................
vi
SARI
............................................................................................................
viii
DAFTAR ISI
...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL
.......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR
..................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN
...........................................................................
1
A. Latar Belakang
................................................................................
1
B. Perumusan Masalah
.......................................................................
3
C. Tujuan Penelitian
............................................................................
3
D. Manfaat Penelitin
............................................................................
3
E. Penegasan Istilah
.............................................................................
4
F. Sistematika Skripsi
..........................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
......................................................................
8
-
xi
A.
Erosi.................................................................................................
8
1. Faktor-faktor penentu erosi
........................................................ 8
2. Menentukan besaran erosi
.......................................................... 10
3. Menentukan tingkat erosi
........................................................... 14
B. Daerah tangkapan hujan
..................................................................
15
1. Siklus hidrologi TDH
.................................................................
15
2. Penyebab rusaknya DTH
............................................................ 18
C. Dampak Kerusakan DTH
...............................................................
20
D. Teknologi Sistem Informasi geografis (SIG)
......................... 22
1. Memperoleh data SIG
.................................................................
23
2. Implementasi SIG dalam Teori USLE
...................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN
.............................................................
26
A. Populasi dan Sampel Penelitian
...................................................... 26
B. Variabel Penelitian
..........................................................................
26
C. Sumber Data Penelitian
...................................................................
27
D. Peralatan Penelitian
.........................................................................
28
E. Teknik Pengumpulan Data
..............................................................
28
-
xii
F. Analisis Data
...................................................................................
30
1. Overlay
peta.................................................................................
30
2. Analisis Universal Soile Lose Equations
(USLE)...................... 31
3. Perhitungan Nilai Erosi
..............................................................
32
4. Klasifikasi Tingkat Erosi
............................................................ 33
5. Uji Validitas Hasil penelitian
..................................................... 33
G. Tahapan Penelitian
..........................................................................
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
............................ 36
A. Hasil Penelitian
.............................................................................
36
1. Gambaran Umum Daerah
Penelitian.......................................... 36
a. Letak, Luas dan Batas Wilayah
............................................. 36
b. Kondisi iklim
.........................................................................
38
c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
.......................................... 40
d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai)
.................................... 41
e. Kemiringan lereng
.................................................................
41
f. Kondisi Penutup Lahan
.......................................................... 42
2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 ..
44
-
xiii
a. Nilai R (erosivitas)
.................................................................
44
b. Nilai K (erodibilitas/ketahanan tanah)
................................... 45
c. Nilai LS (panjang lereng)
...................................................... 45
d. Nilai CP (penutup lahan)
....................................................... 46
3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
48
B. Uji Validitas Hasil Penelitian
.......................................................... 49
C. Pembahasan
.....................................................................................
52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
..................................................... 55
A. Simpulan
.........................................................................................
55
B. Saran
................................................................................................
56
DaftarPustaka.............................................................................................
57
Lampiran-Lampiran
....................................................................................
59
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis Tanah
................ 11
2. Nilai LS untuk Berbagai Kemiringan Lereng
................................... 12
3. Nilai CP untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan
................................. 13
4. Kelas Erosi Tanah
............................................................................
14
5. Tipe Iklim Berdasarkan Curahujan Menurut Schamidt Ferguson
.... 38
6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah
Admisnitrasi Kecamatan Tahun 1992-2008
...................................... 39
7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk Wadaslintang ..
43
8. Hasil Perhitungan Erosivitas Hujan DTH 2004 dan 2008
............... 45
9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang
................................................ 46
10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008
..... 48
11. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2004
...................................... 67
12. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2008
...................................... 75
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi DTH
.....................................................................
16
2. Diagram Tahapan Penelitian
........................................................... 35
3. Peta Administrasi DTH Waduk Wadaslintang
................................ 37
4. Persebaran Poligon dan Titik Stasiun Hujan DTH Waduk
Wadaslintang
...................................................................................
60
5. Tampilan Aktifasi Ekstensi Geoprocessing
.................................... 61
6. Tampilan Geoprocessing Step
1....................................................... 61
7. Tampilan Geoprocessing Step 2
...................................................... 62
8. Tampilan Atribut Table
...................................................................
63
9. Tampilan Field Calculator Tampilan Field Calculator
................ 64
10.Tampilan Proses Layout Peta
.......................................................... 64
11.Tampilan Aktifasi Ekstensi Graticules And Measured Grid
.......... 65
12. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 1
................... 65
13. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 2
.................. 66
14. Hasil Proses Layout Peta
...............................................................
66
15. Peta Curah Hujan Tahun 2004
....................................................... 81
16. Peta Curah Hujan Tahun 2008
....................................................... 82
17. Peta Geologi
...................................................................................
83
18. Peta Jenis Tanah
.............................................................................
84
19. Peta Kemiringan Lereng
................................................................
85
-
xvi
20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004
................................................... 86
21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008
................................................... 87
22. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2004
................................... 88
23. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2008
................................... 89
24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 Cm2 Dan Timbangan
........................ 90
25. Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan
...... 91
26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 Cm2
....................... 92
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu
tertentu
yang disebabkan oleh aktivitas tenaga alami seperti air, angin,
dan es. Erosi
merupakan suatu proses penghancuran tanah (detached) yang
berasal dari
tenaga alami seperti air, angin, es, kemudian material terkikis
dipindahkan
ketempat lain oleh tenaga tersebut (Setyowati, 2010:29).
Erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan (DTH) disebabkan
oleh
beberpa faktor seperti hilangnya vegetasi penutup tanah yang
timbul akibat
kegiatan penebangan hutan, praktek-pertanian, lahan pemukiman
dan padang
rumput. Kondisi lereng yang relatif curam dengan puncak-puncak
sempit
tersebar di sekitar DTH berpotensi menimbulkan erosi. Intensitas
rata-rata
curah hujan di sekitar DTH waduk Wadaslintang tergolong cukup
besar antara
2800-3100 mm/tahun selain itu diikuti oleh aktivitas pembersihan
vegetasi,
dapat berpotensi meningkatkan air limpasan dan tingginya laju
erosi di sekitar
DTH waduk Wadaslintang. Pola aliran sungai yang membawa material
tererosi
dari daerah hulu DTH ke dalam waduk Wadaslintang dapat
mengakibatkan
penurunan volume efektif sehingga menekan usia oprasional
waduk.
Sebagai gambaran kondisi erosi yang terjadi di sekitar DTH
waduk
Wadaslintang. Diketahui bahwa total volume sedimen waduk pada
awal
pengukuran sebesar 460.037 m3/tahun selama 6 tahun (1987-1992).
Pada tahun
(1992-2004) mengalami peningkatan sebesar 1.923.812,09 m3/tahun
selama 11
-
2
tahun. Peningkatan sedimen terjadi akibat aktivitas penjarahan
hutan di daerah
hulu yang berlangsung sejak tahun 2000-2004. Setelah
dilaksanakan program
reboisasi lahan kritis, pada tahun 2004-2008 total muatan
sedimen yang
dihasilkan sebesar 711.247,34 m3/tahun, selama 4 tahun dan
sedimentasi
waduk dinyatakan telah menurun (Bina, 2008:25).
Mengingat pentingnya peranan DTH dan waduk Wadaslintang bagi
kesejahteraan masyarakat, upaya reboisasi di sekitar daerah
rawan erosi harus
segera dilakukan. Proses penaggulangan erosi diperlukan adanya
data dasar
berupa informasi tentang erosi di sekitar wilayah daerah
tangkapan hujan.
Untuk memperoleh data dasar dalam penetapan setrategi
penaggulangan erosi
lahan di sekitar DTH waduk Wadaslintang, maka perlu adanya
penelitian
tentang prediksi erosi.
Prediksi erosi dapat dilakukan dengan pendekatan gabungan.
Pendekatan
gabungan merupakan suatu cara untuk memprediksi erosi yang dapat
dilakukan
melalui teknik interpretasi data spasial dan satelit yang
berlangsung dalam
penginderaan jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi
Geografis (SIG),
dengan data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan
metode
gabungan untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas
dapat
dilakukan dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57). Berdasarkan
alasan
tersebut penelitian ini diberi judul Penentuan Laju Erosi Daerh
Tangkapan
Hujan (DTH) Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
Menggunakan
Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
-
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas pokok permasalahan
yang
dirumuskan dalam penelitian adalah berapakah erosi yang terjadi
di daerah
tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008
?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi di daerah
tangkapan
hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan atau
sumber informasi bagi para akademisi dalam menambah ilmu
pengetahuan,
atau oleh berbagai fihak seperti: Dirjen Pengelola Sumber Daya
Air, Dinas
Pekerja Umum, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, BAPPEDA,
Badan
Lingkungan Hidup dan segenap masyarakat dalam mengatasi
permasalahan
erosi di sekitar DTH.
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan dalam
pelaksanaan program penanggulangan erosi oleh Dinas
Kehutanan,
BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup, Dirjen Pengelola Sumber Daya
Air
dan segenap masyarakat di sekitar DTH waduk Wadaslintang.
-
4
E. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami makna
judul
penelitian tentang Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan Hujan
(DTH)
Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi
Sistem
Informasi Geografis (SIG). maka peneliti tegaskan
istilah-istilah dalam judul
penelitian sebagai berikut:
1. Penentuan
Penentuan atau menentuakan umumnya adalah kegiatan yang
serangkaian hasilnya berasal dari hasil perhitungan-perhitungan.
Penentuan
yang dimaksud adalah suatu kegiatan untuk menghitun atau
gmengetahui
hasil erosi di (DTH) Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan
2008
melalui perhitungan persamaan USLE.
2. Laju Erosi
Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu
tertentu
yang dipengaruhi oleh tenaga air, angin, es, atau mikro
organisme.
Maksudnya adalah laju tingkat erosi atau pengikisan tanah di
sekitar DTH
waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang dipengaruhi
oleh
kondisi biofisik DTH seperti curah hujan, jenis tanah,
kemiringan lereng,
tipe penutup lahan.
3. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Daerah tangkapan hujan (DTH) adalah daerah hulu suatu
bangunan
pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk kedalam
tangkapan
bangunan tersebut (Sunaryo, 2004:28).
-
5
Maksudnya adalah daerah hulu dari bangunan Waduk Wadslinang
lengkap dengan kondisi biogeofisiknya yang terdiri dari lereng,
sungai,
iklim, topografi, jenis tanah, dan kondisi penutup lahannya yang
secara
keseluruhan berpengaruh terhadap laju erosi di sekitar Waduk
Wadaslintang
4. Waduk Wadaslintang
Waduk Wadaslintang merupakan bendungan tertinggi di Indonesia
(125
m) pada tahun 1988, kedalaman mencapai (119 m), luas (± 196
km2)
sebagai penampungan air hujan yang berasal dari wilayah
tangkapan hujan
di sekitarnya dan dimanfaatkan sebagai saranan PLTA, irigasi
pertanian,
perikanan dan sektor pariwisata.
5. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dirancang
kusus
untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan dan
menganalisis
informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi dan
di
dalamnya melibatkan teknologi komputer (Kusrini, 2007:7). SIG
dalam
penelitan ini adalah alat bantu untuk mengumpulkan,
memeriksa,
mengintegrasikan dan menganalisis data berupa peta-peta temtik
sekaligus
data citra satelit Landsat menjadi informasi yang akurat tentang
kondisi
biofisik DTH waduk Wadaslintang.
-
6
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal (prawacana),
bagian
pokok, dan bagian akhir. Secara sistematis disajikan sebagai
berikut:
1. Bagian Awal Skripsi, terdiri atas:
a. Sampul Berjudul
b. Lembar Berlogo (Sebagai halaman pembatas)
c. Halaman Judul Dalam
d. Persetujuan Pembimbing
e. Pengesahan Kelulusan
f. Pernyataan (keaslian karya ilmiah)
g. Motto dan Persembahan
h. Prakata
i. Sari
j. Daftar Isi
k. Daftar Tabel
l. Daftar Gambar
2. Bagian Pokok Skripsi terdiri atas beberapa bagian.
a. BAB I. Pendahuluan yang berisi:
1) Latar Belakang
2) Perumusan Masalah
3) Tujuan Penelitian
4) Kegunaan Penelitian
5) Batasan Istilah
-
7
b. BAB II. Landasan Teori, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori
c. BAB III Metodelogi Penelitian terdiri atas:
1) Objek penelitian
2) Variabel penelitian,
3) Data dan sumber data penelitian
4) Peralatan penelitian
5) Pengumpulan data
6) Analisis data
7) Cek lapangan
d. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian
sedangkan pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian
dan
pembahasannya.
e. BAB V. Kesimpulan Dan Saran
3. Bagian Akhir Skripsi, terdiri atas:
a. Daftar Pustaka
b. Lampiran-Lampiran
c. Biografi Penulis
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Erosi Tanah
Erosi tanah adalah proses terlepasnya butiran tanah dari
induknya di suatu
tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau
angin
kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di
tempat lain
(Sucipto, 2008:19). Erosi dapat diartikan sebagai suatu proses
penghancuran
tanah (detached). Kemudian tanah tersebut dipindahkan ketempat
lain oleh
kekuatan air, angin, glatser atau es. Pemindahan tanah tersebut
terjadi oleh
tenaga alami yaitu berasal dari tenaga air, angin dan glatser.
Erosi tanah
merupakan faktor utama ketidak berlanjutan usaha tanai di
wilayah hulu,
walaupun masih diperdebatkan, penutup lahan yang intensif di
daerah hulu
kususnya untuk kegiatan pertanian telah menyebabkan terjadinya
aktifitas
peningkatan erosi yang sangat nyata dari tahun-ketahun.
Peningkatan tersebut
terjadi karena petani meningkatkan kegiatan usaha tani secara
subsisten dengan
praktek-praktek yang menyebabkan erosi (Setyowati, 2010:29).
1. Faktor-faktor Penentu Erosi
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi
di
permukaan tanah yaitu iklim, sifat fisik tanah, dan perilaku
manusia dalam
mengelola tanah. Faktor yang mempengaruhi erosi dibagi menjadi
tiga
yakni, faktor energi, ketahanan, dan pelindung.
Faktor energi yaitu meliputi erosivitas, hujan, aliran
permukaan, angin,
relief, kemiringan lereng, dan panjang lereng. Faktor ketahanan
antara lain
-
9
meliputi erodibilitas tanah, infiltrasi, dan pengolaan tanah.
Faktor
pelindung meliputi kepadatan populasi, tanaman penutup, nilai
kegunaan
lahan, dan pengelolaan lahan (Setyowati, 2010:29). faktor-faktor
penentu
erosi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Air hujan merupakan faktor energi sebagai penentu terjadinya
erosi,
erosi timbul oleh tenaga kinetik air yang jatuh diatas permukaan
tanah,
bahwa erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi
percikan air
hujan (Asdak, 2007: 447).
Faktor penentu erosi dari segi ketahanan, misalnya pemanfaatan
lahan
untuk pemukiman yang diawali dengan adanya pemadatan tanah
meliputi
peristiwa pembersihan tutupan vegetasi, periode konstruksi
bangunan, dan
pada fase pertengahan terbangun gedung-gedung dengan permukaan
yang
tidak tembus air, akhirnya terjadi erosi yang lebih intensif
dengan periode
yang relatif singkat, sedangkan pada fase akhir akan terjadi
pengurangan
kapasitas infiltrasi tanah dan terjadilah peningkatan air
limpasan yang dapat
menimbulkan erosi sungai di sekitar perkotaan (Rahim,
2003:89).
Faktor pelindung, seperti yang dijelaskan misalnya adanya
penutup
lahan seperti vegetasi penutup lahan umumnya berperan dalam
melindungi
tanah dari aktivitas erosi diantaranya adalah melindungi
pemukaan tanah
dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian,
menahan
partikel-partikel tanah pada tempatnya, mempertahankan kapasitas
tanah
dalam menyerap air (Asdak, 2007:447-452).
-
10
2. Menentukan Besaran Erosi
Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi disuatu
daerah
tangkapan air dapat digunakan metode USLE , menurut (Asdak,
2007)
dengan formulasi:
A = R . K . LS . CP
dimana :
A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/Ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas lahan
L.S = faktor panjang – kemiringan lereng
C.P = faktor tanaman penutup lahan – faktor tindakan
konservasi.
Adapun masing-masing faktor dapat dijelaskan berikut ini:
a. Erosivitas Hujan (R)
Erosifitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab
terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan
air hujan,
dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air
hujan.
Berdasarkan data curah hujan bulanan atau tahunan faktor
erosivitas
hujan (R) dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan
sebagai
berikut:
Erosivitas tahunan R = ∑ /100dimana : R : Erosivitas hujan
tahunan rata-rata tahunan
n : jumlah kejadian hujan dalam 1 tahun
-
11
i : intensitas hujan 30 menit
X: jumlah tahun yang digunakan
EI : curah hujan total (mm) (Asdak, 2007:457)
b. Erodibilitas tanah (K)
Nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan oleh tekstur,
Setruktur,
permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah.
Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan monograf atau dapat
pula
dengan menggunakan ketentuan nilai K untuk beberapa jenis tanah
di
Indonesia pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis TanahNo
Jenis Tanah Nilai K
Rataan1 Latosol (Haplorthox) 0,092 Latosol merah (Humox) 0,123
Latosol merah kuning (Typic
haplorthox)0,26
4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,235 Latosol (Epiaquic
tropodult) 0,316 Regosol (Troporthents) 0,147 Regosol (Oxic
dystropept) 0,12-
0,168 Regosol (Typic entropept) 0,299 Regosol (Typic dystropept)
0,3110 Gley humic (Typic tropoquept) 0,1311 Gley humic (Tropaquept)
0,2012 Gley humic (Aquic entropept) 0,2613 Lithosol (Litic
eutropept) 0,1614 Lithosol (Orthen) 0,2915 Grumosol (Chromudert)
0,2116 Hydromorf abu-abu
(Tropofluent)0,20
17 Podsolik (Tropudults) 0,1618 Podsolik Merah Kuning
(Tropudults)0,32
19 Mediteran (Tropohumults) 0,10Sumber: Arsyad, 1989 dan Asdak,
1995 dalam (CRMP, 2002).
-
12
c. Kemiringan Lereng (LS)
Kemiringan lereng dapat diperoleh dari evaluasi garis kontur
pada
peta topografi skala 1 : 85.000 dengan sistem proyeksi UTM
(Universal
Transver Merkator) pada datum horisontal WGS 84 zona 49 M
yang
dibantu dengan menggunakan perangkat lunak. Dalam pembuatan
nilai
indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) ini haya ditentukan
dari
kemiringan lereng saja. Penentuan nilai (LS) untuk berbagai
kemiringan
lereng mempergunakan ketentuan pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai LS Untuk Berbagai Kemiringan Lereng
No Kemiringan Nilai LS1 0% - 8% 0,42 8% - 15% 1,43 15% - 25%
3,14 25% - 45% 6,85 >45% 9,5
Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)
d. Pengelolaan Tanaman (CP)
Indeks pengelolaan tanaman dapat diartikan sebagai rasio
tanah
yang tererosi pada satu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang
lahan
terhadap tanah. penentuan nilai (CP) ini mengunakan peta penutup
lahan
hasil dari klasivikasi citra satelit Landsat 5 dan 7 path
120/row 65 dengan
mengkombinasikan saluran band 753. Saluran band 753 kurang
lebihnya
memiliki kepekaan terhadap objek sebagai berikut: Band 3 visible
merah
mengandung panjang gelombang (0,63 – 0,69), dapat memperkuat
-
13
kontras kenampakan vegetasi dan non vegetasi. Band 5
mengandung
panjang gelombang (1,55 – 1,75) mampu menentukan jenis tanaman
dan
kandungan air. Band 7 mengandung panjang gelombang (2,09 –
2,35)
dapat membedakan lahan bervegetasi maupun lahan terbuka dan
peka
terhadap kondisi lahan.
Dalam penentuan nilai (CP) mempergunakan ketentuan pada
macam penggunaan lahan seperti pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai CP Untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan.
No Tata Guna Lahan Nilai(CP)
1 Savana dan Praire 0,0102 Rawa 0,0103 Semak/Belukar 0,3004
Pertanian Lahan Kering Campuran 0,1905 Pertanian Lahan Kering
0,2806 Kebun - Pekarangan 0,2007 Kebun Campuran Kerapatan
Sedang0,200
8 Hutan Produksi Tebang Pilih 0,2009 Hutan Tidak Terganggu
0,01010 Hutan Alam Seresah Bayak 0,00111 Hutan Alam Seresah Sedikit
0,00512 Sawah Irigasi 0,02013 Tegalan Tidak Spesifik 0,70014 Tanah
Terbuka Untuk Tanaman 1,00015 Tubuh Air 0.001
Sumber: Pengendalian Daerah Aliran Sungai (Asdak, 2007:474)
Erosi yang diperbolehkan secara sederhana dapat dinyatakan
sebagai suatu laju yang tidak boleh melebihi laju pembentukan
tanah.
pengikisan dibagian atas akibat erosi selalu diikuti pembentukan
tanah
baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukanya
tidak
mampu mengimbangi hilangnya tanah erosi (Rahim, 2003).
-
14
3. Menentukan Tingkat Laju Erosi
Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah
hilang
maksimum yang akan terjadi pada suatu unit lahan bila
pengelolaan
tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan dalam
jangka
waktu yang panjang. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor
antaralain curah hujan yang akan berpengaruh terhadap erosivitas
hujan,
erodibilitas tanah, kemiringan lereng, atau indeks panjang
lereng, indeks
pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah (Sucipto,
2008:26).
Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan
cara
melakukan overlay faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tersebut
diatas,
kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti pada Tabel
4
sebagai berikut ini:
Tabel 4. Kelas Erosi Tanah
No
Laju erosi(ton/ha/thn)
Keterangan
1 Sangat
BeratSumber: Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008:27).
-
15
B. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Dalam kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah
(Ditjen
Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah,2002) menyebutkan bahwa
daerah
tangkapan adalah cakuapn pengaturan suatu sistem aliran sungai
(Ilmu
Hidrologi dan Geologi) daerah diantaranya penggunaan yang
menampung dan
mengalirkan curahan hujan kesungai dan anak sungainya (Kodoatie,
1996)
Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakan suatu ekosistem dengan
unsur
utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi)
dan sumber
daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak,
2007:4).
Daerah tangkapan air hujan (DTH) merupakan daerah hulu dari
suatu
bangunan pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk
dalam
tangkapan bangunan tersebut. Istilah tersebut banyak dipakai
dalam sektor
hidrologi irigasi, irigasi dan persungaian (Sunaryo
2004:28).
1. Siklus Hidrologi DTH
Daerah Tangkapan Hujan memiliki peranan dalam mengendalikan
sirkulai hidrologi yang mencakup aktifitas didalamnya yaitu
seperti
menampung, menyimpan, mngeluarkan air dalam kapasitasnya.
Sebagai
daerah tangkapan hujan (DTH) yang terorganisir dan unsur-unsur
kehidupan
-
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi
didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa
unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan
daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah
jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus
hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan
dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi
didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa
unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan
daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah
jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus
hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan
dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
16
seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi
didalamya,
memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa
unsur
didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan
daerah
tangkapan hujan (DTH).
Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah
jauh
berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus
hidrologi
dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan
dengan
berbagai input, proses dan output hidrologinya.
Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)
a. Input Daerah Tangkapan Hujan
-
17
Air hujan memberikan peranan yang sangat penting bagi
kehidupan
di suatu wilayah, yaitu sebagai sumber air dalam memenuhi
kebutuhan
hidup. Karakter dan luasan suatu DTH sebagai penentu
besar-kecilnya
kapasitas air yang diterima. semakin luas suatu DTH maka
kapasitas
kemampuan dalam menerima air hujan akan semakin besar.
Sebaliknya
semakin sempit cakupan suatu DTH maka kapasitas dalam
menerima
curahan air hujan akan semakin kecil. Besar-kecil kapasitas air
dalam
suatu DTH tidak sertamerta hanya dipengaruhi oleh luasannya
saja.
Namun karakteristik suatu DTH didalamya juga memberikan
pengaruh
terhadap besar-keclnya kapasitas air yang diterimanya.
b. Daerah Tangkapan Hujan (DTH) sebagai proses
DTH sebagai pemroses, memiliki peranan seperti: menyediakan,
mengendalikan, menyimpan air dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Proses penyimpanan air, bahwa air yang diterima akan diproses
untuk
disimpan sebagai cadangan air di dalam permukaan tanah,
diatas
permukaan tanah atau tumbuhan, manusia dan hewan.
2) Proses mengalirkan air, bahwa dalam suatu DTH, air yang
diterima
akan dialirkan dari hulu ke hilir melalui proses yang unik
atau
beragam seperti aliaran air permukaan atau surface Run off,
proses
aliran air didalam tanah dan proses aliran air pada daun atau
batang
presipitasi dan sebagainya, termasuk proses mengalirkan air dari
atap
bangunan, selokan, dan sugai-sungai.
-
18
3) Proses penampungan air, bahwa air selain disimpan didalam
permukaan tanah, tumbuhan, dan hewan serta di alirkan diatas
permukaan juga akan ditampung dalam suatu daerah cekungan
yang
ada di dalam suatu DTH seperti rawa, danau dan suatu waduk
sebagai
peranannya dalam menyediakan air bagi kehidupan.
c. Output Daerah Tangkaan Hujan
Daerah Tangkapan Hujan dalam sistem hidrologis terpengaruh
oleh
berbagai unsur-unsur seperti iklim, jenis tanah, kemiringan,
bentuk lahan,
vegetasi, dan manusia. Didalamnya terdapat perbedaan sebagai
wujud
keragaman fungsi atau peranan dari karakter suatu DTH.
Berdasarkan
input dan proses didalamnya akan menghasilkan output berupa
aliran air
baik didalam tanah maupun di atas permukaan tanah meliputi
aliran air
pada sungai, rawa, danau dan air dalam suatu bendungan.
Sedangkan air
dalam suatu DTH mengalir sambil membawa material-material
endapan
berupa pasir, sampah, lumpur dan sebagainya dalam ukuran dan
kapasitas tertentu yang biasanya material-material tersebut
dinamakan
sedimen.
2. Penyebab Rusaknya DTH
Daerah tangkapan hujan (DTH) disuatu wilayah akhir-akhir ini
telah
mengalami kerusakan yang ditandai dengan munculnya penurunan
kualitas
lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan disebabkan oleh
beberapa faktor
seperti: pertambahan penduduk, kegagalan bidang industrialisasi
yang
menimbulkan PHK karyawan, meningkatnya penganguran dan
jumlah
-
19
penduduk miskin, serta pencemaran lingkungan. Akibat
lemahnya
penegakan hukum atau peraturan yang bergerak dibidang
penegakan
lingkungan hidup. Adapun faktor yang menyebabkan kerusakan suatu
DTH
adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia selalu mangalami peningkatan baik jumlah
maupun kualitas, sedangkan sumber daya alam sebagai media
untuk
memenuhi kebutuhan terbatas. Dengan keterbatasan SDA yang
ada,
manusia sering tidak berpikir panjang dalam memenuhi
kebutuhannya,
sehingga mangabaikan prinsip-prinsip keberlangsungan atau
kelestarian
SDA dalam lingkungan wilayah DTH.
b. Lemahnya Kesadaran Hukum
Lemahnya penegakan hukum lingkungan, merupakan wujud
gagalnya pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan.
Sehingga
memicu terjadinya eksploitasi SDA yang tidak terkendali.
Sehingga
berdampak pada pencemaran limbah industri, rusaknya tanah
akibat
pegeboran atau penggalian diatas tanah dan adanya ekstensifikasi
lahan
pertanian ilegal yang relatif besar diberbagai wilayah DTH.
c. Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dalam suatu DTH
akan
meningkatkan aktifitas pembangunan permukiman, sehingga
dapat
mengurangi tingkat kerapatan vegetasi dan menurunkan
kemampuan
-
20
infiltrasi air kedalam tanah dan waktu debit puncak banjir pada
DTH
menurun. Dampak yang timbul adalah terjadinya banjir besar
disertai
erosi besar atau dikenal dengan istilah banjir bandang.
d. Praktik pertanian dan konservasi tanah
Pembukaan, pembakaran dan pembalakan hutan atau illegal
logging
untuk menambah pendapatan dan memperluas areal pertanian.
Menimbulkan jumlah luasan daerah lahan terbuka meningkat,
sehingga
aliaran air permukaan meningkat. Maka terjadi banjir bandang,
tanah
longsor yang disertai aktifitas erosi, sediemntasi dan
meningkatkan lahan
kritis dalam suatu DTH (Setyowati, 2010).
3. Dampak Kerusakan DTH
Penurunan kualitas lingkungan akibat rusaknya suatu DTH pada
suatu
wilayah, dapat mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang
sangat
besar meliputi: pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air
tanah menipis,
menghilangnya habitat alami dan perubahan pola iklim setempat
baik (iklim
mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang
konsepsional
sejumlah dampak negatif tersebut diatas, akan berjalan bersamaan
sinergis
sehingga menimbulkan bencana alam yang dahsyat dan akan berjalan
secara
akseleratif atau berlipat ganda semakin cepat, terjadinya
kerusakan
lingkungan disuatu wilayah dapat menyebabkan faktor-faktor
sebagai
berikut yaitu:
-
21
a. Menurunnya sumber daya lahan
1) Lubang-lubang bekas galian mineral tambang atau bekas galian
tanah
untuk pembuatan batu bata dan genting, yang didiamkan tanpa
upaya
reklamasi.
2) Areal semak belukar dan tanah gundul akibat sisa pembalakan
hutan
illegal loging dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan
kembali
semakin meluas.
3) Tingkat kesuburan tanah dan lahan untuk budidaya pertanian,
karena
siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya
penyuburan kembali refertilization semakin menurun.
4) Semakin sering terjadi tanah longsor diwilayah pegunungan
atau
perbukitan, dan tanah terbuka bekas penggalian tambang
seperti
tambang emas, timah, batubara, dan lail-lain.
5) Areal lahan kritis akibat di diamkan begitu saja dan terbakar
setiap
tahun semakin meluas.
b. Menurunya sumber daya air
1) Semakin kecilnya catchment water areas, (daya serap lahan
terhadap
curahan air hujan).
2) Semakin menurunya debit air sungai dari tahun-ketahun.
3) Semakin besar perbedaan debit rasio air sungai pada musim
hujan
dengan musim kemarau.
4) Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya
sumur
penduduk didaerah ketinggian.
-
22
5) Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa
kota,
pantai dan pesisir.
6) Semakin tingginya pencemaran air sungai terutama
sungai-sungai di
pulau jawa.
c. Musnahnya sumber daya flora dan fauna
1) Semakin menyempitnya luas areal hutan/lindung atau hutan
alami
sebagai akibat illegal logging, (pencurian kayu) terutama di
pulau
jawa.
2) Semakin luas HPH dan HTI yang kurang diimbangi dengan
upaya
reboisasi yang berhasil (karena seringnya dimanipulasi).
3) Semakin maraknya pertanian illegal dikawasan tanah atau
hutan
negara akibat desakan kebutuhan penduduk miskin, terutama
dipulau
jawa.
4) Semakin berkurangnya keragaman dan jumlah species tumbuhan
dan
hewan liar, karena banyak yang telah punah sebagai akibat
kebakaran
hutan dan perburuan hewan yang sering terjadi (Setyowati,
2010:3).
C. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografis (SIG) meningkat tajam sejak tahun
1980-an.
Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah,
militer,
akademisi, atau bisnis terutama di negara-negara maju.
Perkembangan
teknologi digital sangat besar peranannya dalam perkembangan
penggunaan
-
23
SIG di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan teknologi SIG
banyak
mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis
(Budiyanto, 2002:2).
SIG Merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan
yang
lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak,
data geografi, dan
personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan,
memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk
informasi yang
berreferensi geografi. Dengan demikian, basis analisis dari SIG
adalah data
spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit
atau data lain
terdigitasi (Budiyanto, 2002:3).
1. Memperoleh Data (SIG)
Data sistem informasi geografis (SIG) berupa data digital
yang
berformat raster dan vektor. Vektor menyimpan data digital dalam
bentuk
rangkaian koordinat (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang angka
koordinat
dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang mem-bentuk garis
tertutup.
Resulusi dari data vektor tergantung dari jumlah titik yang
membentuk
garis. Raster menyatakan data garis dalam bentuk rangakaina
bujursangkar
yang disimpan sebgai pasangan angka menyatakan baris dan kolom
dalam
suatu matriks. Titik dinyatakan dalam dalam suatu grid-cell,
garis
dinyatakan sebagai rangkaian grid-cells bersampbung di suatu
sisi, dan
poligon dinyatakan sebagai gabungan grid-cell yang bersambung di
semua
sisi (Budiyanto, 2002:5). Sistem informasi geografis dapat
digunakan untuk
mendeskripsikan obyek, fenomena atau proses yang terjadi
dipermukaan
-
24
bumi prinsip dasar sistem informasi geografis (SIG) adalah
setiap data
spasial/geografis berkaitan dengan letak (positions) dan
atribut. Data yang
berkaitan dengan letak geografis digambarkan sebagai titik
(point), garis
(arc) dan area (poligon). Sedangkan atribut menerangkan fenomena
yang
menyertai titik, garis dan poligon tersebut (Harjadi,
2010:9).
2. Implementasi SIG Dalam Teori USLE
Pemanfaatan SIG untuk menghitung besaran erosi USLE tidak
hanya
sebatas dalam penentuan faktor (LS) saja, dalam hal ini juga
dilakukan
untuk penentuan faktor-faktor nilai dalam parameter USLE seperti
faktor
penutup lahan dan tindakan konservasi (CP), faktor tersebut
umunya dapat
diperoleh dari data peta maupun data citra satelit yang juga di
proses dan
diolah dengan teknologi SIG, teknologi SIG merupakan wujud
kemudahan
dalam menentukan jenis tataguna lahan pada areal yang luas. SIG
dengan
data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode
gabungan
untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat
dilakukan
dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57).
Sistem Informasi Geografis (SIG) umumnya memanfatkan
teknologi
digital untuk melakukan analisis spasial baik ditinjau dari segi
perolehan
dan verifikasi, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan
perubahan,
manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian sekaligus
analisis
(Budiyanto, 2002:3).
-
25
Teknologi SIG menggunakan data hasil pengukuran lapangan,
diantaranya sebagai alat untuk mengolah data hujan menjadi peta
hujan
yang mengandung unsur geografis, sehingga nilai erosivitas (R)
dapat
dengan mudah dilakukan perhitungan bersama faktor-faktor lain
seperti
faktor jenis tanah (K). Contoh yang lain SIG digunakan dalam
menghitung
faktor panjang lereng (L) menggunakan data panjang lereng hasil
observasi
lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang
lereng pada
setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air, berbeda dengan
faktor
kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah melalui
data SIG
(Rahman, 2008:2).
Dengan memanfaatkan SIG, hasil dari perhitungan nilai erosi
dapat
ditampilkan secara grafis dalam bentuk tampilan peta DTH.
Tampilan grafis
tersebut dapat dilengkapi dengan berbagai info yang berkaitan
dengan DTH
tersebut seperti nama jalan, nama suatu daerah, batas wilayah,
luas wilayah,
dan berbagai data atribut lainnya. Untuk merubah dan memasukan
sekaligus
menambah data masukan baru dari data-data USLE, SIG ini sangat
mudah.
Terdapat beberapa yang menarik mengapa konsep SIG tersebut
digunakan,
bahkan diberbagai disiplin ilmu dikarenakan kemampuan SIG
untuk
menguraikan entitas yang ada di permukaan bumi pada format layer
data
spasial. Dengan demikian permukaan tersebut dapat direkonstruksi
kembali
atau dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data
ketinggian
dan layer tematik termasuk hasil data-data USLE yang juga dapat
disajikan
dalam bentuk layer sehingga erosi dapat ditampilkan dalam peta
DTH.
-
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan data-data
yang
berhubungan langsung dengan proses terjadinya erosi tanah yaitu
data curah
hujan, data jenis tanah, data kemiringan lereng dan data penutup
lahan yang
tersebar di seluruh kawasan DTH Waduk Wadaslintang dan data
hasil rekaman
sedimen Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
B. Variabel Penelitian
Berdasarkan data penelitian tersebut, maka untuk menentukan laju
erosi
DTH Waduk Wadaslintang digunakan beberapa variabel penelitian
diantaranya
adalah sebagai berikuit:
1. Kondisi tipe jenis tanah yang tersebar diseluruh DTH
2. Kondisi kelas kemiringan lereng yang terdapat diseluruh
DTH
3. Kondisi kelas tipe penutup lahan diseluruh DTH tahun 2004 dan
2008
4. Kondisi kelas rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi
disekitar DTH
tahun 2004 dan 2008.
-
27
C. Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber diantaranya
adalah sebagai
berikut:
1. Peta jenis tanah Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA
Kabupaten
Wonosobo tahun 2007)
2. Peta geologi Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA
Kabupaten
Wonosobo tahun 2007)
3. Peta Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 (Sumber: RTRW
BAPEDA
Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
4. Peta kemiringan lereng Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000
Skala
1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
5. Citra Landsat Provinsi Jawa Tengah (PAT 120/ROW 64) (Sumber
http//:
www.usgsglovis.gov)
6. Peta Tata Guna lahan Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA
Kabupaten Wonosobo tahun 2007)
7. Setasiun penakar hujan atau BMKG Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan sumber data diatas maka penelitian ini mengunakan
jenis data
sekunder kondisi biogeofisik DTH Waduk Wadaslintang sedangkan
data yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Data jenis tanah
2. Data kemiringan lereng
3. Data curah hujan tahun 2004 dan 2008
4. Data penutup lahan tahun 2004 dan 2008
-
28
D. Peralatan Penelitian
Adapun berbagai peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai
berikut:
1. Perangkat Komputer
2. Software ER Mapper 7.0
3. Software ArcView 3.3
4. Software MS Ofice 2007
5. GPS (Global Positioning Syestem)
6. Pengukur berat sedimen (timbangan)
7. Alat pengukur volume sedimen 25cm2
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik
dokumentasi, Perhitungan dan interpretasi. Dokumentasi adalah
cara untuk
meperoleh informasi tampa terlibat langsung dilapangan,
dokumentasi ini
dilakukan untuk mengumpulkan data-data penelitian diantaranya
adalah data
citra Landsat 7 Pat 120/Row 64 tahun 2004 dan 2008, Peta Lereng
Kabupaten
Wonosobo Skala 1:300000, Peta Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo
Skala
1:300000, Peta Batas Sub-DAS Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000.
Data
curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan yang
tersebar di sekitar
DTH Waduk Wadaslintang dan Data sedimentasi hasil pengukuran di
dalam
Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008, adapun instansi penyedia
sumber
data penelitian seperti: BAPPEDA Kabupaten Wonosobo, BPN
Kabupaten
Wonosobo, Dit Jend PSDA BBWSSO Yogya Karta dan sebagainya.
-
29
1. Mengolah data curah hujan
Data curah hujan dari setasiun yang berada di sekitar DTH
Waduk
Wadslintang belum diketahui nilai rata-rata curah hujannya,
untuk
menentukan rata-rata curah hujan, data hujan di olah dengan cara
(Thiessen
Polygon) kemudian disajikan dalam bentuk peta curah hujan.
Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen
Polygon
melalui persamaan sebagai berikut:
= ∑ .∑dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam
DTH
Ai : Luas poligon pada stasiun i
Pi : Curah hujan pada stasiun ke i
∑ Ai : Luas DTH
Hasil perhitungan tersebut dikemas dalam sajian peta rata-rata
curah
hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang diolah
menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.
2. Interpretasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mendelineasi,
interpolasi, digitasi melalui Sistem Informasi Geografis (SIG)
dan bjuga
bisa melalui teknik penginderaan jauh (Remote Sensing).
a. Interpretasi citra satelit Landsat 7 Pat 120/Row 64 untuk
memperoleh
data penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan
2008,
pada kanal band 753 dari masing-masing citra, kemudian
ditentukan
melalui proses klasifikasi (Supervised) dengan di bantu
dengan
menggunakan perangkat lunak ER Mapper 70.
-
30
b. Digitasi peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Skala
1:300000,
merupakan teknik untuk memperoleh informasi jenis tanah dan
menentukan nilai erosivitas tanah (K) pada DTH Waduk
Wadaslintang
dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.
c. Digitasi peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo Skala
1:300000
untuk memperoleh kelas kemiringan lereng dan menentukan
nilai
panjang dan gardien kemiringan lereng (LS) DTH Waduk
Wadaslintang
menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3
F. Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode
gabungan antara Analisis overlay peta, Analisis USLE, Analisis
perhitungan
laju erosi dengan Analisis tingkat erosi dan Uji validitas laju
erosi, untuk lebih
jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Overlay Peta
Overlay digunakan untuk menentukan besaran erosi tiap unit
lahan
(Land Unit) di sekitar Daerah Tangkapan Hujan DTH Waduk
Wadaslintang
yang berlangsung pada tahun 2004 dan 2008. Overlay adalah
Metode
tumpang susun untuk mengklasifikasi data dengan cara otomatis
melalui
aplikasi SIG dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Maksudnya
adalah
melakukan overlay tumpang susun dengan menggabungkan
beberapa
komponen biogeofisik seperti nilai erosivitas curah hujan (R),
nilai
erosivitas tanah (K), nilai erosivitas panjang dan kemiringan
lereng (LS) dan
nilai erosivitas kondisi penutup lahan dan faktor pengelolaan
tanaman (CP).
-
31
hasil tumpang tindih (Overlapping) ke-empat faktor akan di
peroleh peta
unit satuan lahan yang didalamnya mengandung unsur nilai besaran
erosi
tiap unit satuan pemetaan (Land Unit) yang di peroleh melalui
persamaan
USLE.
2. Analisis Universal Soil Loss Equation (USLE)
Analisis USLE digunkan untuk memperoleh nilai total erosi di
sekitar
DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Telah dijelaskan
dimuka
bahwa dalam menghitung laju erosi tanah digunakan pendekatan
persamaan
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh
Wischmeier
dan Smith (1978) dengan rumus sebagai berikut(Asdak, 2007):
[ A = R x K x L.S x C.P ]
Dimana :
A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas lahan
L.S = faktor panjang – kemiringan lereng
C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman
P = faktor tindakan konservasi lahan
Penentuan nilai erosivitas (R) dengan melihat keadaan curahujan
yang
terjadi pada DTH Waduk Wadaslintang data hujan yang ada diambil
rata-
ratanya dan nilai R dihitung dengan menggunakan
ketentuan-ketentuan
yang pernah dilakukan oleh (Asdak, 2007). Telah dijabarkan
dimuka pada
tinjauan pustaka, bahwa untuk menentukan faktor erodibilitas
tanah (K)
-
32
dilakukan dengan melihat peta jenis tanah DTH Waduk Wadaslintang
dan
untuk menentukan nilai (K) berpedoman pada Arsyad, (1989)
dalam
(Sucipto, 2008).
Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di
tentukan
dengan melihat peta lereng DTH Waduk Wadaslintang maka dapat
diperoleh daerah sebaran tingkat kemiringan yang ditunjukan
dalam satuan
(%), kemudian untuk mengetahui nilai (LS) berpedoman pada Asdak
(1995)
dalam (Sucipto, 2008). Peta penutup lahan hasil interpretasi
citra Landsat
dengan berpedoman pada peta Tata Guna Lahan dan peta Tata Guna
Hutan
(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007 sebagai dasar dalam
menentukan penutup lahan dan tindakan konservasi lahan (CP) pada
DTH
Waduk Wadaslintang, sementara itu nilai (CP) diperoleh
berdasarkan pada
ketentuan Asdak, 2007 dan Suripin, 2002 dalam (Sucipto,
2008).
3. Perhitungan Nilai Erosi
Perhitungan nilai erosi maksudnya adalah menjumlah hasil erosi
dari
hasil perkalian antar variabel R, K, LS dan CP dalam rumus USLE
di atas,
tujuanya adalah untuk memperoleh nilai erosi total DTH Waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Setelah dilakukan pernjumlahan
dan
diperoleh nilai total, kemudian nilai total ersi dari
masing-masing tahun
dibagi dengan luas DTH Waduk Wadaslintang, tujunaya adalah
untuk
memperoleh nilai laju erosi tahun 2004 dan 2008 dalam satuan
Ton/Ha/Th.
-
33
4. Klasifikasi Tingkat Erosi
Kalsifikasi tingkat erosi dilakukan pada nilai hasil perhitungan
besaran
erosi dari hasil perkalian variabel R, K, LS dan CP yang
berlangsung dalam
proses overlay masing-masing variabel atribut data USLE.
Klasifikasi
merupakan proses pengelompokan data berdasarkan tipe dan
tingkatanan
tertentu, dimana data-data hasil erosi yang memiliki karakter
tertentu
dikelompokan pada kelas tertentu. Klasifikasi data nilai erosi
dilakukan
dengan menggunakan ketentuan kelas erosi tanah (Suripin, 2002
dalam
Sucipto, 2008). Berdasarkan kalsifikasi tersebut akan dihasilkan
peta tingkat
erosi tanah DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
5. Uji Validitas Hasil Penelitian
Uji hasil penelitian digunakan untuk menentukan besarnya
perbedaan
nilai hasil erosi berdasarkan perhitungan rumus USLE dengan
hasil
pengukuran besaran erosi didalam Waduk Wadaslintang yang telah
di ukur
dengan menggunakan teknologi Echo Shounder pada tahun 2004 dan
2008
oleh fihak pengelola waduk, sementara terdapat perbedaan dimana
hasil
erosi USEL dinyatakan dalam satuan (Ton/Ha/Th) sedangkan
hasil
pengukuran langsung dalam waduk dinyatakan dalam satuan meter
kubik
(m3/Th).
Uji hasil penelitian ini perlu dilakukan konversi nilai satuan
hasil erosi
dari hasil pengukuran langsung didalam waduk dengan ketentuan
USLE
dengan cara merubah nilai satuan meter kubik (m3/Th) kedalam
nilai satuan
berta (Ton/Ha/Th). Untuk menentukan hasil konversi nilai satuan
dari meter
-
34
kubik (m3) kedalam satuan berat maka dilakukan dengan menimbang
berat
sedimen pada sebuah tempat dengan ukuran 25 cm3, kemudian
hasilnya
merupakan berat sedimen kering 25 cm3/kg, kemudian berat
sedimen
tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan nilai berat
sedimen dalam
satuan m3/kg.
Selajutnya untuk menentukan berapa besar laju erosi DTH dari
hasil
sedimen didalam waduk maka data hasil kaliberasi sedimen dalam
satuan
m3/kg,Ton tersebut dibagi dengan luasnya Daerah Tangkapan Hujan
Waduk
Wadaslintang dalam satuan Hektar (Ha) Dengan demikian nilai
erosi hasil
pengukuran didalam waduk yang semula hanya diketahui dalam
satuan m3
akan diketahui jumlahnya dalam satuan berat (Ton/Ha/Th).
Hasil uji validitas data tahun 2004 dan 2008 diatas akan
diketahui
besarnya perbedaan nilai laju erosi hasil perhitungan
menggunakan metode
USLE dengan hasil perhihitungan menggunakan data dari pengukuran
hasil
erosi di dalam waduk Wadaslintang. Berdasarkan besarnya
perbedaan nilai
laju erosi tersebut maka validitas data hasil perhitungan diatas
dapat di
gunakan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam
pelaksanaan
perencanaan pembangunan.
Untuk lebih jelasnya mengenai alur pemikiran dalam
pelaksanna
penelitian tentang perhitungan laju erosi DTH Waduk Wadaslintang
tahun
2004 dan 2008 dengan menggunakan teknologi SIG secara singkat
dari
masing-masing penjelasan diatas dapat di ringkas secara singakat
dalam
diagram alir penelitian, kurang lebinya adalah sebagai
berikut:
-
35
G. Tahapan Penelitian
Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian
Data Citra Landsat 7tahun 2004 dan 2008
Peta Penutup lahan2004 dan 2008
Peta TanahPeta Lereng Peta Curah Hujan2004 dan 2008
Peta Tingkat Erosi2004 dan 2008
Laju Erosi USLE2004 dan 2008
Uji validitasnilai erosi
START
Nilai (R)2004 dan 2008
Nilai (K)Nilai (LS)Nilai (CP)
2004 dan 2008
Peta Kemiringan Lereng KabupatenWonosobo Skala 1:300000
Data Curah Hujantahun 2004 dan 2008
Peta Jenis Tanah KabupatenWonosobo Skala 1:300000
Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3
Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3
Interpretasi Citra menggunakansoftware ErMaper 70
Analisis Poligon Thiessendengan software ArcViewGis 3.3
MENGUMPULKAN DATA PENELITIAN
Kesimpulan
FINISH
Penyusunan Laporan
Penimbangan hasilerosi di lapangan
Data Laju erosi wadukpengukuran 2004 dan 2008
Nilai Erosi Unit LahanTahun 2004 dan 2008
Analisis USLE
Overlay
Klasifikasitingkat erosi
Perhitungannilai erosi
-
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini mengungkap tentang hasil penelitian yang meliputi
gambaran
umum daerah penelitian dan hasil perhitungan erosi pada Daerah
Tangkapan
Huajn DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
a. Letak, Luas, Batas Wilayah
Berdasarkan pembagian wilayah dalam administrasi pemerintah,
DTH
waduk Wadaslintang berada di wliayah pemerintahan Kabupaten
Wonosobo
yang menempati tiga wilayah administrasi pemerintah kecamatan
sebagian
besar meliputi, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Wadaslintang,
dan
sebagian kecil menempati wilayah Kecamatan Selomerto. Secara
astronomi
DTH waduk Wadaslintang terletak diantara 70 26’ 33’’ LS - 70 36’
40” LS
dan 1090 47’ 07’’ BT – 1090 51’ 19’’ BT.
Berdasarkan penelusuran kartografis, keseluruhan DTH menempati
area
seluas (19198,05 H), pada administrasi Kecamatan Kliwiro
seluas
(7546,432 H), Kecamatan Wadaslintang seluas (11643,023 H) dan
sisanya
(8,596 H) masuk dalam Kecamatan Selomerto, untuk lebih
jelasnya
disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:
-
37
Gambar 3. Peta administrai DTH waduk Wadaslintang
-
38
b. Curah Hujan dan Iklim
Kondisi iklim DTH waduk Wadaslintang ditentukan melalui data
hujan tiap setasiun pada tahun 1992-2008, kemudian berdasarkan
data
hujan tersebut iklim ditentukan berdasarkan pada teori
klasifikasi iklim
Schmidt dan Ferguson melalui persamaan sebagai berikut:
= −− %Schmidt-Ferguson membagi tipe hujan di Indonesia menjadi
delapan
tipe iklim, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai
berikut.
Tabel 5. Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut
Schmidt-Ferguson.
No Tipe Iklim Nilai Q Keterangan1. Tipe iklim A 0%≤ Q ,<
14,3% Bulan sangat basah, hutan
hujan tropis2. Tipe iklim B 14,3%≤Q
-
39
Tabel 6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut
Wilayah
Setasiun Hujan Tahun 1992-2008.
TH(Year)
Setasiun Bulan (Mounth)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1992Selomerto 264 300 310 537 291 300 45 44 144 8 343
749Kaliwiro 534 448 727 497 213 219 2 43 0 15 556 538Wadaslintang
543 445 757 488 146 168 0 2 0 46 514 719
1993 Selomerto 616 169 135 124 82 52 0 0 0 75 271 392Kaliwiro
489 458 683 418 69 18 0 190 0 75 419 433Wadaslintang 365 362 722
324 100 5 0 0 0 34 363 503
1994 Selomerto 452 725 870 511 317 181 52 0 0 116 996
449Kaliwiro 547 776 465 343 194 135 156 0 0 205 720 334Wadaslintang
449 722 572 270 213 211 123 0 0 467 1086 339
1995 Selomerto 560 741 183 353 90 43 31 93 18 0 505 352Kaliwiro
388 575 0 424 23 97 0 0 0 663 159 317Wadaslintang 628 624 452 203
66 117 68 0 7 908 884 380
1996Selomerto 292 209 132 153 184 0 0 0 0 88 106 402Kaliwiro 359
506 635 65 40 0 0 0 0 0 33 415Wadaslintang 274 465 162 222 166 31 0
0 0 0 168 409
1997 Selomerto 96 1074 546 686 318 480 247 247 150 375 534
364Kaliwiro 385 589 650 748 218 427 213 31 197 477 527
512Wadaslintang 262 583 600 911 177 448 246 115 168 751 582 511
1998 Selomerto 404 418 295 504 228 139 47 0 18 617 578
771Kaliwiro 653 620 382 413 154 51 0 28 0 355 640 519Wadaslintang
826 333 0 330 228 14 0 26 37 288 702 529
1999 Selomerto 528 472 366 617 368 168 84 45 83 190 651
507Kaliwiro 479 407 0 368 146 0 0 31 0 0 493 396Wadaslintang 445
387 739 381 287 113 24 5 42 470 0 400
2000Selomerto 668 385 452 399 132 0 0 0 0 0 454 290Kaliwiro 500
369 914 227 107 67 0 0 0 548 466 175Wadaslintang 503 380 699 0 141
171 206 0 7 1076 857 279
2001 Selomerto 287 187 663 412 132 66 0 4 21 0 611 942Kaliwiro
249 111 396 132 34 20 0 0 0 0 383 408Wadaslintang 383 115 543 233
102 0 0 0 72 7 956 1064
TotalBulan basah 29 30 27 28 25 14 6 3 4 15 28 30Bulan kering 0
0 3 1 2 13 22 26 25 12 2 0Bulan lemban 1 0 0 1 3 3 2 1 1 3 0
0Jumlah bulan basah = 239. Jumlah bulan kering = 106
2004Selomerto 277 320 350 433 135 273 70 37 145 106 208
791Kaliwiro 409 511 469 273 46 160 128 0 197 292 176
954Wadaslintang 0 597 284 274 52 144 106 94 229 179 306 778
2008Selomerto 812 513 415 464 117 113 29 0 3 228 418 245Kaliwiro
699 414 632 525 417 63 8 0 44 187 497 141Wadaslintang 725 430 0 0 0
28 18 0 30 17 384 0
Sumber: Data curah hujan Kabupaten Wonosobo tahun 1992-2008
-
40
Berdasarkan data hujan diatas maka dapat diketahui banyaknya
bulan
basah dan bulan kering sebagai syarat perhitungan iklim. Bulan
basah
adalah bulan dengan curah hujan diatas 100 mm atau curah hujan
lebih
besar daripada penguapan. Bulan kering adalah suatu bulan dimana
curah
hujan lebih kecil daripada 60 mm. Curah hujan lebih kecil
daripada
penguapan. Bulan lembab adalah suatu bulan pada kondisi curah
hujan lebih
besar dari 60 mm tetapi lebih kecil dari 100 mm. Curah hujan
sama dengan
penguapan (Tukidi 2004). Hasil perhitungan diperoleh bulan
basah
sebanyak 239 dan bulan kering sebanyak 106 sehingga DTH
waduk
Wadaslintang memiliki nilai Q sebesar 0,44 %. Nilai Q sebesar
0,44%
mengindikasikan bahwa DTH waduk Wadaslintang memiliki iklim tipe
A
(Sangat Basah) hutan hujan tropis.
c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan peta geologi Kabupaten Wonosobo Lampiran 5
Gambar
17, geologi DTH waduk Wadaslintang digolongkan kedalam 6
(enam)
formasi geologi yaitu: formasi Halang seluas 54,69 H, pada
formasi tersebut
merupakan daerah berbatu lempung, serpih dan batu pasir.
Formasi
Waturondo seluas 463,25 H, pada formasi tersebut merupakan
daerah
Breksi, batu pasir dan lava. Formasi Ligung seluas 431,44 H,
pada formasi
tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi Peniron
seluas 365,09
H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva.
Formasi
Penosogan seluas 465,96 H, pada formasi tersebut merupakan
daerah Napal,
Tuva dan Batu pasir.
-
41
Berdasarkan peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Lampiran 6
Gambar 18, jenis tanah yang terdapat pada DTH waduk
Wadaslintang
didefinisikan kedalam tiga tipe jenis tanah dan secara umum
didominasi
oleh komplek tanah Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat,
Podsolik
Merah Kekuningan, dan Litosol pada area lahan seluas 949,71 H,
kemudian
jenis tanah Latosol Coklat Tua Kemerahan seluas 686,47 H, dan
komplek
jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan, Regosol seluas 147,40
H.
d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai)
Berdasarkan kondisi hidrologi saluran-saluran sungai pada DTH
waduk
Wadaslintang saling berkesinambungan dari daerah hulu menuju
daerah
hilir dan menyatu bermuara kedalam bangunan waduk
Wadaslintang
dengan membentuk pola aliran (Drainage Pattren) menyerupai
bentuk
cabang ranting pohon (dendritic pattren). Pola tersebut bila
dikaitkan
dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat
gerakan
limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DTH
waduk
Wadaslintang.
e. Kemiringan Lereng
Berdasarkan peta kemiringan lereng Lampiran 7 Gambar 19. DTH
waduk Wadaslintang dibagi menjadi 5 (lima) kelas kemiringan,
yaitu: kelas
kemiringan 0-8 % merupakan daerah landai, kelas kemiringan
8-15%
merupakan daerah berlereng agak curam, kelas kemiringan
15-25%
-
42
merupakan daerah berlereng curam, kelas kemiringan 25-40%
merupakan
daerah berlereng terjal, sedangakan kelas kemiringan >40%
merupakan
daerah berlereng sangat terjal.
f. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover)
Penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan hasil
interpretasi
citra Landsat 7 tahun 2004 dan 2008 digolongkan pada 7 jenis
tipe penutup
lahan diantaranya: Hutan, Kebun campuran, Persawaha,
Semak/Belukar,
Lahan Terbuka, Permukiman dan Tubuh Air Lampiran 8-9 Gambar
20-21.
Hutan pada DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta Kawasan
Hutan
(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007, merupakan hutan
produksi
terbatas yaitu dengan penerapan sistem tanam dan tebang
pilih.
Kebun campuran DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta
Tanaman Lahan Kering (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007,
diartikan sebagai kebun pertanian lahan kering campuran
(RTRW
Kabupaten Wonosobo, 2007). Kondisi penutup lahan DTH Waduk
Wadaslintang memiliki kecenderungan sering terjadi konversian
lahan
berhutan menjadi kawasan budidaya non hutan, untuk lebih
jelasnya
disajikan pada Tabel 7 sebagi berikut:
-
43
Tabel 7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk
WadaslintangTahun 2004 dan 2008.
Sumber. Hasil Identifikasi Penutup Lahan tahun 2004 dan
2008.
Berdasarkan Tabel 7, bahwa dari tahun 2004-2008 terjadi
perubahan
luas tipe penutup lahan seperti areal pemukiman mengalami
peningkatan
sebesar 216,07 hektar, sedangkan areal hutan mengalami penurunan
sebesar
675,58 hektar, sehingga meningkatkan areal lahan terbuka sebesar
308,97
hektar, sementara kebun pertanian campuran meningkat sebesar
1.045,37
hektar, areal semak-semak mengalami peningkatan sebesar 661,97
hektar,
areal persawahan meningkat sebesar 82,26 hektar dan kenampakan
tubuh air
seperti waduk, rawa, dan sungai mengalami penurunan sebesar
257,22
hektar.
Kondisi Penutup Lahan DTH Waduk
Wadaslintang
No Jenis 2004 2008
1 Hutan 2988,58 2313,00
2 Kebun 8193,01 9238,383 Semak-semak 2564,32 3226,294 sawah
740,58 822,845 Tubuh air 951,39 694,176 Tanah terbuka 1531,48
1222,517 pemukiman 811,46 1027,53
-
44
2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
Laju besaran erosi DTH waduk Wadaslintang diketahui melalui
persamaan Universal Soil Lose Equations (USLE). Persamaan
USLE
mengunakan variabel hujan (R), tanah (K), kemiringan dan panjang
lereng
(LS) dan penutup lahan (CP), selanjutnya masing-masing variabel
tersebut
dilakukan penilaian dan perhitungan menggunakan persamaan
sebagai
berikut:
USLE { A= RxKxLSxCP}.
a. Nilai erosivitas (R)
Nilai erosivitas hujan merupakan kemampuan air hujan sebagai
penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan
distribusi tetesan
air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik
air
hujan. Nilai erosivitas diketahui melalui data hujan DTH
waduk
Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang tersebar di beberapa
setasiun,
kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
R = ∑ /100 rumus tersebut digunakan untuk menentukan nilaiR
rata-rata dalam satu tahun, sedangkan dalam penelitian ini R adalah
nilai
kejadian erosivitas pada tahun 2004 bukan nilai rata-rata
sehingga
dilakukan modivikasi rumus tersebut menjadi: R = sedangkan
EI
proporsional dengan total curah hujan tahunan. Sebagai
contoh
perhitungan digunakan data hujan total tahun 2004 dari stasiun
pencatat
hujan Kecamatan Alian adalah sebagai berikut:
-
45
R = 3443/100 1 = 34,43 jadi nilai R pada setasiun pencatat
hujanKecamatan Alian adalah sebesar 34,43. Nilai erosivitas (R)
dari hasil
perhitungan pada masing-masing setasiun hujan yang ada didalam
DTH
waduk wadaslintang adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil perhitungan erosivitas hujan DTH 2004-2008.
SetasiunHujan
Tahun 2004 Tahun 2008C h Hari R C h Hari R
Alian 3443 101 34.43 2103 98 21,03Kaliwiro 3300 137 33.00 2521
137 25,21Sadang 3834 135 38.34 2774 113 27,74Sapuran 3753 144 37.53
2818 139 28,18Wadaslintang 2989 80 29.89 3305 142 33,05
Sumber: Data Curah Hujan Kabupaten Wonosobo, Purworejo
danKebumen Tahun 2004 dan 2008.
b. Nilai erodibilitas tanah / nilai ketahanan tanah (K)
Nilai tingkat erodibilitas tanah pada DTH waduk Wadaslintang
mengacu pada Tabel 1, tentang perkiraan besarnya nilai K untuk
beberapa
jenis tanah Asdak, (1995) dalam (CRMP, 2002), kemudian
diterapkan
kedalam peta jenis tanah DTH waduk Wadaslintang bahwa
didalamnya
terdapat tiga tipe jenis tanah yaitu jenis tanah Latosol Merah
Kuning
mengandung nilai (K) 0,26 kemudian jenis tanah podzolik merah
kuning
0,32 dan jenis tanah Latosol coklat merah tua 0,23.
c. Panjang dan Gradien Kemiringan Lereng (LS)
Nilai LS yaitu mengacu pada penentuan nilai LS dari (Asdak,
1995)
dalam (Repository USU, 2011). Hasilnya kemudian diterapkan pada
peta
kemiringan lereng DTH waduk Wadaslintang Lampiran 7 Gambar
19,
bahwa didalam DTH terdiri dari lima tipe kemiringan yang
msing-masing
-
46
tersebar diberbagai ketinggian pada wilayah yang berbeda
sehingga nilai
LS secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9 sebagai
berikut:
Tabel 9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang.
No Kemiringan Keterangan Nilai LS1 0% - 8% Landai 0,42 8% - 15%
Agak Curam 1,43 15% - 25% Curam 3,14 25% - 40% Terjal 6,85 >40%
Sangat Terjal 9,5
Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)
d. Faktor penutup lahan dan pengelolaan lahan (CP)
Nilai CP DTH waduk Wadaslintang diperoleh dengan menggunakan
ketentuan dari Asdak, (2007) dan Suripin, (2002) dalam (Sucipto,
2008),
kemudian diterapkan pada kondisi penutup lahan tahun 2004 dan
2008
dengan mengacu pada peta Tata Guna Lahan DTH waduk
Wadaslintang
tahun 2007.
Nilai CP untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang
pilih
sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah
terbuka
sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran
kerapatan
sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar
0,001.
Berdasarkan variabel USLE yaitu RKLSCP masing-masing diatas
selanjutnya di overlay dan dilakukan perhitungan dengan cara
mengalikan
keseluruan variabel pada masing-masing tahun Lampiran 2 Tabel 11
dan
12, sehingga diperoleh data besaran erosi tiap unit satuan
lahan. Hasil
penjumlahan besaran erosi tiap unit satuan lahan merupakan nilai
total
besaran erosi yang terjadi pada DTH seluas 19198,05 Ha terhitung
pada
-
47
tahun 2004 dan 2008. Total besarnya erosi yang telah terjadi
pada tahun
2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton, sedangkan erosi yang terjadi
pada
tahun 2008 haya sebesar 1.419,47 Ton.
Berdasarkan jumlah total erosi diatas maka dapat dihitung laju
erosi
DTH Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 dengan cara
sebagai
berikut:
Laju Erosi =∑ ( ) ( )
Diketahui :
Erosi total tahun 2004 = 2.452,93 Ton
Erosi total tahun 2008 = 1.419,47 Ton
Luas keseluruhan DTH = 19198,05 Ha
Ditanyakan : Berapakah laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun
2004
dan 2008 ?
Dijawab :
Laju Erosi tahun 2004 =∑2.452,93 ( ) 19198,05 ( )
= 0,12 Ton/Ha.
Laju Erosi tahun 2008 =∑1.419,47 ( ) 19198,05 ( )
= 0,07 Ton/Ha.
-
48
3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008
Berdasarkan hasil perhitungan besaran erosi tiap unit satuan
lahan
tersebut diatas selanjutnya dilakukan klasifikasi tingkat erosi
yang dilakukan
dengan ketentuan kelas erosi tanah Suripin (2002) dalam
(Sucipto, 2008:27).
Hasilnya disajikan dalam peta tingkat erosi DTH waduk
Wadaslintang tahun
2004 dan 2008 Lampiran 10-11 Gambar 22-23, dan secara singkat
dapat
disajikan dalam Tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan
2008.
No Tahun TingkatErosi
Luas (H)
1 2004 SangatRingan
5102,415
Ringan 12131,277Sedang 431,798Berat 87,280Sangat Berat 1,264
2 2008 SangatRingan
6906,736
Ringan 11310,965Sedang 258,304Berat 40,022
Sumber: Hasil Klasifikasi Tingkat Erosi DTH tahun 2004 dan
2008
B. Uji Validitas Hasil Penelitian
Uji validitas hasil penelitian perlu dilakukan karena hasil
penelitian dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan
terkait
dengan masalha perencanaan upaya penanggulangan daerah rawan
erosi
sekaligus perencanaan pembangunan secara menyeluruh yang
lokasi
pelaksanaannya berada disekitar DTH waduk Wadaslintang.
-
49
Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi mengunakan metode
empiris
dengan menerapkan rumus USLE diatas, diketahui bahwa jumlah
erosi pada
tahun 2004 sebesar 2.452,93 Ton dan laju erosi mencapai 0,12
Ton/Ha/Th
sedangkan pada tahun 2008 jumlah erosi sebesar 1.419,47 Ton dan
laju erosi
mencapai 0,07 Ton/Ha/Th dengan masing-masing erosi berada
didalam DTH
seluas 19198,05 Hektar.
Untuk menguji hasil perhitungan erosi dari metode empiris
melalui
persamaan USLE diatas, maka dilakukan pengecekan dengan
menggunakan
data pengukuran hasil erosi didalam Waduk Wadaslintang pada
periode 1993-
2004 yang berlangsung selama 11 tahun, dan juga digunakan hasil
pengukuran
pada periode 2004-2008 selama 4 tahun. Diketahui bahwa hasil
pengukuran
laju erosi di dalam waduk pada periode 1993-2004 sebesar
1.923.812,09 m3
selama 11 tahun, sementara hasil pengukuran laju erosi periode
2004-2008
sebesar 711.247,34 m3 selama 4 tahun (Bina, 2008:25).
Berdasarkan besarnya laju erosi diatas baik yang diperoleh
melalui
perhitungan secara empiris maupun data hasil pengukuran
tampak
menggunakan nilai satuan yang berbeda, diketahui bahwa
perhitungan empiris
dari penenrapan rumus USLE hasil perhitungan eroisi dinyatakan
dalam satuan
berat (Ton,/Ha/Th), sementara hasil perhitungan erosi di
lapangan
menggunakan satuan volume (m3) sehingga perlu dilakukan konversi
nilai
satuan, yaitu merubah nilai satuan volume kedalam satuan berat
(m3 ke Ton/
Ha/Th).
-
50
Sebelumnya dilakukan pengambilan tanah hasil erosi di sekitar
DTH
Waduk Wadaslintang, sebagai acuan dalam melakukan konversi nilai
satuan
m3 kedalam Ton, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Mengambil tanah hasil erosi, kemudian dikeringkan menggunakan
oven
pada suhu 115o celcius selama 12 jam atau hingga tanah dalam
kondisi
kering.
2. Megukur volume tanah hasil erosi dengan kaleng ukuran 25
cm3
3. Menimbang tanah kering hasil erosi dalam ukuran volume
tersebut, dan
telah diketahui bahwa setiap 25 cm3 tanah kering memiliki berat
sebayak
10,5 kg.
4. Merubah ukuran volume cm3 kedalam satuan m3 kemudian
hasilnya
diketahui bahwa setiap 1 m3 terdapat 16 kaleng ukuran 25 cm3,
artinya
dalam 1m3 = 16 x 10,5 kg tanah kering hasil erosi, maka hasilnya
= 168 kg
atau 1,68 Kwintal / 1m3 tanah hasil erosi.
Hasil dari perhitungan berat tanah kering hasil erosi tersebut
digunakan
sebagai nilai baku untuk mengetahui berapa jumlah berat erosi
dari masing-
masing periode yang diperoleh melalui pengukuran didalam waduk,
kemudian
akan diperoleh hasil erosi dalam satuan berat (Ton) kemudian
dibagi dengan
luas DTH (Ha) sebagai berikut:
Menghitung laju erosi tanah hasil pengukuran didalam waduk
periode
tahun 1993-2004 dan periode 2004-2008.1993 − 2004 = 1.923.812,09
m3 x 168 kg= 323.200.431,12 kg / 1.000
-
51
= 323.200,43 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH)
= 16,83 Ton selama 1