BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPermasalahan yang sering dihadapi dalam
perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dalam
pembangunan. Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah
penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional
ataupun sektoral. Upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi
ketimpangan didalam perencanaan adalah dengan mengetahui berbagai
peran sektoral didalam pembangunan. Peran dari berbagai sektor
inilah yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi
pembangunan suatu wilayah.Pendekatan sektoral dalam perencanaan
selalu dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang
perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Iwan Jaya
Aziz (1994) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan mengikuti
suatu hirarki. Hirarki pertama menunjukkan tujuan pembangunan,
hirarki kedua menunjukkan sektor-sektor mana yang terpilih, hirarki
ketiga menunjukkan daerah-daerah terpilih, dan hirarki keempat
menunjukkan kebijakan siasat dan langkah-langkah apa yang perlu
diambil. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional
lebih menitikberatkan pada daerah mana yang perlu mendapat
prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai
untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Jadi, hirarki kedua dan
ketiga saling bertukar tempat. Dalam kenyataannya, pendekatan
regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan
hanya untuk beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang,
daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan mempunyai posisi
strategis dalam arti ekonomi-politik. Karena arah yang dituju
adalah gabungan antara pendekatan sektoral dan regional, maka
pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dalam dimensi sektoral
dengan dimensi spasial.Berdasarkan pendekatan regional dan sektoral
tersebut dan sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai
pada awal tahun 2001, menyebabkan setiap daerah harus menggali
segenap potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Daerah diberikan keleluasaan untuk
membangun sesuai dengan potensi dan sumber daya yang dimilikinya.
Pembangunan sektoral yang dapat dilakukan salah satu diantaranya
adalah dengan mengembangkan komoditi basis. Komoditi basis
merupakan komoditi yang memiliki kemampuan tidak hanya memenuhi
kebutuhan domestik saja melainkan juga kebutuhan luar wilayah
(ekspor). Sehingga dengan mengoptimalkan komoditi basis ini
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor terkait dan ekonomi
secara keseluruhan. Berkaitan dengan penggalian potensi dari sumber
daya yang dimiliki dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), maka Kota Bogor harus mencari sumber-sumber pendapatan dari
berbagai sektor yang menjadi unggulan di wilayahnya. Berbagai
sumber yang potensial tersebut, selanjutnya diupayakan untuk
dikembangkan melalui peningkatan investasi baik oleh swasta maupun
oleh pemerintah daerah itu sendiri.Grafik 1.1 Perbandingan Laju
Pertumbuhan Antar Sektor Kota Bogor Tahun 2010 (%)
Berdasarkan grafik terlihat bahwa untuk PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan Sektor yang
paling tinggi pertumbuhannya yaitu sebesar 25,57 persen dan Sektor
yang pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertanian sebesar
7,95 persen diikuti Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 8,02
persen. Dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan paling tinggi
pertumbuhannya yaitu 7,87 persen dan sektor yang pertumbuhannya
paling rendah adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu 1,54
persen diikuti Sektor Pertanian dan Sektor Bangunan masing-masing
sebesar 3,22 persen dan 4,12 persen.Struktur perekonomian Kota
Bogor merupakan struktur yang didominasi oleh Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran, Sektor Industri Pengolahan (Sub Sektor Industri
non-Migas) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi atau dengan perkataan
lain Sektor Tersier merupakan Sektor yang paling besar
kontribusinya disusul Sektor Sekunder dan Sektor Primer. Dengan
kata lain, Sektor primer yang meliputi pertanian dan pertambangan
tidak terlalu berpengaruh pada PDRB Kota Bogor. Namun Kota Bogor
sebenarnya memiliki potensi yang cukup di sektor primer. Khususnya
pada bidang pertanian. Adapun subsektor peternakan yang merupakan
salah satu dari subsektor pertanian dapat memberikan andil yang
besar dalam pembangunan wilayah tersebut. Untuk itu diperlukan
suatu studi yang dapat membuktikan apakah subsektor peternakan
tersebut menjadi sektor unggulan bagi wilayahnya? Hal inilah yang
akan dibahas pada tulisan ini.
1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam pengamatan ini
adalah sebagai berikut.1) Apa saja komoditi yang termasuk ke dalam
komoditi basis sektor peternakan di Kota Bogor?2) Bagaimana tingkat
konsentrasi kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor?3) Bagaimana
tingkat spesialisasi wilayah sektor peternakan di Kota Bogor?4)
Bagaimana peran sektor basis terhadap perekonomian di Kota Bogor?5)
Bagaimana surplus produksi komoditi peternakan di kota Bogor?6)
Bagaimana dampak kegiatan investasi komoditi peternakan terhadap
sektor peternakan di Propinsi Jawa Barat?7) Bagaimana perbandingan
laju pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor dengan Provinsi
Jawa Barat?
1.3 TujuanAdapun tujuan dari pengamatan ini adalah sebagai
berikut.1) Menganalisis dan menentukan komoditi basis sektor
peternakan di Kota Bogor.2) Menganalisis tingkat konsentrasi
kegiatan sektor peternakan di Kota Bogor.3) Menganalisis tingkat
spesialisasi wilayah sektor peternakan di Kota Bogor.4)
Menganalisis peran sektor basis terhadap perekonomian di Kota
Bogor.5) Menganalisis surplus produksi komoditi pertanian di Kota
Bogor.6) Menganalisis dampak kegiatan investasi komoditi peternakan
terhadap sektor peternakan di Kota Bogor.7) Menganalisis dan
membandingkan laju pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Bogor
dengan Provinsi Jawa Barat.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. 2. 1. 2. 2.1Pembangunan Daerah Sasaran utama dari pembangunan
nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan
hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas
nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara
kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional
harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks
kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah
bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi
keberhasilan pembangunan nasional. Sehubungan dengan keterangan di
atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti
dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu: 1. Sebagai pembangunan
negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks
ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.
2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah
untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan
nasional.Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah
semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat
melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar
pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan
datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat
menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan
pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat
berhasil dengan baik.
2.2Perencanaan Pembangunan Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah
berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan
ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya
manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan
secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif
(Miraza, 2005). Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai
upaya menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi
kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praksis (praktik-praktik yang
dilandasai oleh teori) dalam perspektif kepentingan orang banyak
atau publik (Nugroho dan Dahuri, 2004). Karena berlandaskan ilmiah,
maka dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang
menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah
menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan
(Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dalam perencanaan pembangunan
nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan
perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan
sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral
dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada
di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi
atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan
regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai
kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang
yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling
berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang
efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan
lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada
masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar
saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang
(Tarigan,2006).Perencanaan pembangunan haruslah tetap
mempertahankan dan bahkan meningkatkan validitas keilmuan
(scientific validity) dan relevansi kebijakannya. Didorong oleh
motif ini, perencanaan pembangunan mengalami perkembangan yang
cukup dinamis baik secara teoritik maupun paradigmatik (Sihombing,
2005).Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau
tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan
publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir
dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial
secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat.
2.3Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekspor
murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi
kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu
wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis
adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada
kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi
mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non
basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah
itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada
kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini
bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung
kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan,
2007). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama
(primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar
ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju
pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap
perubahan yang terjadi pada sektorbasis akan menimbulkan efek ganda
(multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita,
2005).Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung
perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif
(Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non
basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi
berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries
(Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat
dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di
suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut
secara nasional (Tarigan, 2007).
2.4Pertumbuhan WilayahPertumbuhan wilayah ditentukan oleh dua
faktor utama:1) Faktor Share/ Pertumbuhan Ekonomi Nasional Jika
suatu wilayah tumbuh pada tingkat yang sama dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional menunjukan bahwa propinsi/wilayah
tersebut mampu mempertahankan perannya dalam ekonomi nasional.2)
Faktor Shift Faktor ini menunjukan adanya perubahan aktivitas
ekonomi wilayah yang terjadi pada dua titik waktu dengan melihat
apakah perubahan aktivitas ekonomi wilayah lebih besar / kecil
dibanding perubahan aktivitas ekonomi nasional. Faktor ini memiliki
2 komponen :a) Komponen Proposional MixJika suatu wilayah pada
sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan lambat, maka komponen mix
akan bernilai negatif, begitu juga sebaliknya. Jika sektor ekonomi
tumbuh dengan cepat maka komponen mix akan bernilai positif.b)
Komponen KompetitifKomponen pertumbuhan ini ditimbulkan oleh
kenyataan bahwa suatu aktivitas ekonomi akan tumbuh lebih cepat
atau lambat dibanding wilayah lain disebabkan oleh keunggulan
kompetitif atau ketidak unggulan kompetitif suatu wilayah akibat
faktor sumber daya alam dan lingkungan yang kondusif untuk
berkembangnya suatu aktivitas ekonomi.
1)
BAB IIIMETODOLOGI
1. 2. 3. 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam pengamatan ini data
yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diambil dari BPS
Pusat. Data sekunder yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu
meliputi data produksi sektor peternakan meliputi 10 komoditas
yaitu sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam
kampung, ras petelur, ras potong dan itik dengan ruang lingkup Kota
Bogor tahun 2008 dan 2012 juga data produksi sektor peternakan
Provinsi Jawa Barat tahun 2008 dan 2012.
3.2 Metode AnalisisAnalisis yang digunakan untuk menjawab
permasalahan mengenai komoditi basis sektor pertanian di Propinsi
Jawa Barat digunakan perhitungan LQ (Locational Quotient) sementara
untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan sektor perekonomian di
Kota Bogor digunakan alat analisis Shift Share.1. 2. 3. 3.1. 3.2.
3.2.1 Penentuan Komoditi Basis Location Quotient (LQ) merupakan
perbandingan antara pendapatan relatif suatu komoditi dalam suatu
daerah dengan total pendapatan relatif komoditi tertentu pada
tingkat daerah yang lebih luas (Tarigan, 2004). Dalam
mengidentifikasi komoditi basis dan bukan komoditi basis pertanian,
penggunaan LQ adalah sebagai berikut:
Keterangan: Si: jumlah produksi komoditi i dari subsektor
pertanianj di tingkat kecamatan.S: jumlah produksiseluruh komoditi
dari subsektor pertanian j di tingkat kota/kabupaten.Ni: jumlah
produksikomoditi i dari subsektor pertanian j seluruh kecamatan.N:
jumlah produksiseluruh komoditi subsektor pertanian di tingkat
kota/kabupaten.Jika jumlah LQ > 1 maka komoditi tersebut
termasuk komoditi basis, artinya komoditi tersebut lebih berperan
bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota. Sebaliknya,
jika LQ < 1, maka komoditi tersebut termasuk komoditi non basis,
artinya komoditi tersebut kurang berarti perekonomian kecamatan
daripada perekonomian kota.3.2.2 Penentuan Tingkat Konsentrasi
KegiatanAlat analisis yang digunakan untuk menentukan tingkat
konsentrasi (pemusatan) kegiatan tertentu di suatu daerah digunakan
perhitungan koefisien lokalisasi () dengan rumus sebagai
berikut.
Kriteria: = 1 : terjadi pemusatan penuh/ kegiatan terkumpul di
suatu daerah < 1 : terjadi penyebaran 3.2.3 Penentuan Tingkat
Spesialisasi WilayahAlat analisis yang digunakan untuk mengukur
tingkat spesialisasi suatu wilayah dalam kegiatan tertentu sehingga
dapat diketahui keunggulan komparatif dari wilayah tersebut yaitu
analisis Spesialisasi Quotient (), adapun rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut.
Kriteria: = 1 : daerah yang dianalisis melakukan spesialisasi
< 1 : tidak terjadi spesialisasi3.2.4 Penentuan Peran Sektor
Basis terhadap PerekonomianAlat analisis yang digunakan untuk
melihat bagaimana peran sektor basis terhadap perekonomian suatu
wilayah yang diamati digunakan analisis BSR (Basic Service Ratio).
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Dimana semakin besar nilai BSR maka semakin besar pula peran
sektor basis tersebut dalam perekonomian wilayah yang diamati.
3.2.5Analisis RIM (Regional Invesment Multiplier)Analisis RIM
digunakan untuk melihat dampak kegiatan investasi pada salah satu
sektor terhadap sektor lainnya. Semakin besar nilai RIM maka
semakin besar dampak kegiatan investasi salah satu sektor terhadap
sektor lainnya. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut.
3.2.6 Perhitungan Surplus ProduksiPerhitungan surplus produksi
bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai relatif surplus produksi
dengan menghitung selisish antara pangsa relatif jumlah komoditi i
pada tingkat sub wilayah dengan jumlah komoditi i pada tingkat
wilayah atas. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut.
Kriteria:1) SP bernilai positif maka komoditi tersebut dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah yang diteliti dan wilayah
atas.2) SP bernilai negatif maka komoditi tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat di sub wilayah lain.
3.2.7 Analisis Komponen Pertumbuhan WilayahAnalisis ini
bertujuan untuk melihat kemampuan kompetitif dari suatu aktivitas
ekonomi dari suatu wilayah di dalam konteks dinamik perubahan
ekonomi nasional. Shif share analisis (SSA) merupakan salah satu
metode yang mampu memberikan gambaran sebab sebab terjadinya
pertumbuhan suatu aktivitas ekonomi dan juga mampu memberikan
gambaran terjadinya pertumbuhan suatu wilayah. Adapun rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut. ........ komponen share .........
komponen mix .......... komponen kompetitif Keterangan : kec i th
1= PDRB kecamatan pada sektor i untuk th 1 kec i th 2= PDRB
kecamatan pada sektor i untuk th 2 Prov jawa barat th 1= total PDRB
pada th 1 Prov jawa barat th 2 = total PDRB pada th 2 Prov jawa
barati th 1 = PDRB sektor i untuk th 1 Prov jawa barati th 2 = PDRB
sektor i untuk th 2
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.
4.1 Gambaran Umum Sektor PertanianKota BogorSektor pertanian
bukan merupakan sektor ekonomi andalan di Kota Bogor tetapi
berkontribusi signifikan pada perkembangan ekonomi Kota Bogor
secara umum. Sektor Pertanian meliputi Sub Sektor Tanaman Bahan
Makanan (Tabama), Sub Sektor Tanaman Perkebunan, Sub Sektor
Peternakan dan Sub Sektor Perikanan, Sub Sektor Kehutanan.Sub
sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan misalnya padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele,
sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil-hasil produksi ikutannya.
Termasuk pula disini hasil-hasil dari pengolahan yang dilakukan
secara sederhana misalnya beras tumbuk, gaplek dan sagu. Data
tanaman bahan makanan dirinci menurut target, realisasi dan
produksi. Produksi tanaman padi di Kota Bogor meningkat pada tahun
2010 dibandingkan tahun sebelumnya walaupun peningkatannya tidak
signifikan. Peningkatan ini akibat peningkatan target luas lahan
tanaman padi.Sub sektor tanaman perkebunan ini mencakup komoditi
tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perusahaan
misalnya karet, kopra, kopi, kapok, teh, tebu, tembakau, cengkeh
dan sebagainya, termasuk produksi ikutannya dan hasil-hasil
pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi
kering dan teh olahan.Sub sektor kehutanan mencakup komoditi kayu
pertukangan, kayu bakar, arang, bambu, rotan dan lain-lain.
Sedangkan Sub sektor perikanan mencakup kegiatan perikanan laut,
perikanan darat dan pengolahan sederhana (pengeringan dan
penggaraman ikan).Sub sektor peternakan mencakup produksi ternak
besar dan ternak kecil misalnya sapi, kerbau, babi, kuda, kambing,
domba serta unggas termasuk hasil-hasil ternak, misalnya susu
segar, telur dan kulit. Yang dimaksud dengan produksi peternakan
adalah banyaknya ternak yang lahir dan penambahan berat ternak.
Pembangunan sub sektor peternakan adalah bertujuan meningkatkan
populasi dan produksi ternak dalam rangka usaha memperbaiki gizi
masyarakat, meningkatkan pendapatan peternak serta menciptakan
komoditi yang baik bagi perkembangan industri ternak.
4.2 Penentuan Komoditi Basis Sektor PertanianKomoditi basis
merupakan komoditi yang mempunyai potensi untuk dipasarkan ke luar
batas wilayah produksi guna mendorong perekonomian wilayah
setempat. Beberapa komoditi basis sektor peternakan yang meliputi
komoditi sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba,
ayam kampung, ayam petelur, ayam potong, itik di Kota Bogor adalah
sebagai berikut. Tabel 4.1. Komoditi Basis Sektor Peternakan di
Kota BogorKomoditiKecamatan (2012)
Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah
Sareal
Sapi Perah0.620.060.130.180.234.09
Sapi Potong0.020.960.535.720.323.71
Kerbau1.101.510.000.001.650.90
Kuda0.760.000.000.001.162.79
Kambing 1.251.970.650.001.020.56
Domba1.240.671.170.100.730.82
Ayam Kampung0.581.851.161.911.441.09
Ayam Petelur0.0023.570.000.000.000.00
Ayam Potong1.460.000.830.000.520.90
Itik0.691.491.002.811.440.79
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Keterangan: warna abu
menunjukkan sektor basisJika nilai LQ > 1 maka komoditi tersebut
termasuk komoditi basis, artinya komoditi tersebut lebih berperan
bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kota. Sebaliknya,
jika LQ < 1, maka komoditi tersebut termasuk komoditi non basis,
artinya komoditi tersebut kurang berarti bagi perekonomian
kecamatan daripada perekonomian kota. Adapun nilai indeks LQ
terbesar terdapat pada Kecamatan Bogor Timur yaitu komoditi ayam
petelur sebesar 23,57, hal ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut
berperan sangat besar bagi perekonomian kecamatan tersebut,
komoditi tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan wilayah di
kecamatan itu sendiri dan mampu mengekspor guna memenuhi kebutuhan
bagi kota Bogor.
4.3 Penentuan Tingkat Konsentrasi KegiatanKoefisien lokalisasi (
merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat
konsentrasi suatu kegiatan tertentu di suatu daerah. Tabel di bawah
ini merupakan hasil perhitungan alfa sektor peternakan di Kota
Bogor.Tabel 4.2. Komoditas Konsentrasi Kegiatan Sektor Peternakan
Kota BogorKomoditiKecamatan (2012)Jumlah
Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah
Sareal
Sapi Perah-0.1722-0.0400-0.1111-0.0329-0.13950.49560.4956
Sapi Potong-0.4398-0.0019-0.05950.1895-0.12250.43420.6237
Kerbau0.04320.0217-0.1271-0.04020.1184-0.01600.1833
Kuda-0.1067-0.0424-0.1271-0.04020.02940.28690.3164
Kambing 0.11180.0410-0.0445-0.04020.0029-0.07100.1557
Domba0.1074-0.01420.0218-0.0362-0.0492-0.02970.1292
Ayam Kampung-0.18640.03610.02000.03650.07920.01450.1864
Ayam Petelur-0.44880.9576-0.1271-0.0402-0.1811-0.16040.9576
Ayam Potong0.2078-0.0424-0.0222-0.0402-0.0868-0.01620.2078
Itik-0.13940.02070.00000.07270.0802-0.03420.1736
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Berdasarkan hasil analisis
diperoleh beberapa nilai alfa untuk masing-masing komoditi
peternakan di Kota Bogor. Pemusatan atau konsentrasi kegiatan tidak
terjadi pada komoditi peternakan di Kota Bogor. Hal ini sesuai
dengan kriteria penentuan tingkat konsentrasi kegiatan dimana jika
nilai alfa bernilai sama dengan satu maka akan terjadi pemusatan
kegiatan, sementasa jika alfa bernilai kurang dari satu maka tidak
terjadi pemusatan kegaitan.
4.4 Penentuan Tingkat Spesialisasi WilayahBerdasarkan hasil
analisis Spesialisasi Quotient () pada masing-masing sub sektor
yang diamati, diperoleh hasil yang beragam. Akan tetapi tidak
ditemukan satu Kecamatan pun di Kota Bogor yang melakukan
spesialisasi karena tidak terdapat beta yang bernilai 1,00. Tabel
4.3. Komoditi Tingkat Spesialisasi WilayahKomoditiKecamatan
(2012)
Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah
Sareal
Sapi Perah-0.0008-0.0019-0.0018-0.0017-0.00160.0063
Sapi Potong-0.00050.0000-0.00030.0026-0.00040.0015
Kerbau0.00000.0002-0.0005-0.00050.00030.0000
Kuda0.0000-0.0002-0.0002-0.00020.00000.0003
Kambing 0.00070.0028-0.0010-0.00290.0000-0.0013
Domba0.0054-0.00750.0039-0.0203-0.0061-0.0042
Ayam Kampung-0.21090.43260.08010.46130.22210.0460
Ayam Petelur-0.00100.0232-0.0010-0.0010-0.0010-0.0010
Ayam Potong0.2099-0.4535-0.0792-0.4535-0.2173-0.0458
Itik-0.00280.00430.00000.01610.0039-0.0019
Jumlah0.21610.46310.08400.48000.22640.0528
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)4.5 Penentuan Peran Sektor
Basis terhadap PerekonomianSektor basis sangat berperan terhadap
perekonomian suatu wilayah. Peran ini dapat dilihat dari nilai
Basic Service Ratio (BSR), semakin besar nilai BSR dari suatu
sektor basis maka semakin besar pula peran sektor tersebut terhadap
perekonomian wilayah. Tabel 4.4. Komoditi Sektor Basis yang
Berperan Terhadap Perekonomian WilayahKomoditiBSR
Sapi Perah3.3746
Sapi Potong7.7400
Kerbau4.4461
Kuda4.8209
Kambing 4.0566
Domba1.7466
Ayam Kampung8.2200
Ayam Petelur0
Ayam Potong0.6516
Itik6.2749
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Adapun secara umum nilai
BSR tertinggi dan terendah untuk masing-masing komoditi peternakan
adalah komoditi sektor basis peternakan yang memiliki peran besar
terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam
kampung senilai 8,22 sedangkan yang berperan paling kecil terhadap
perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai
0,65.
4.6 Penentuan Dampak Kegiatan Investasi Subsektor Peternakan
Analisis RIM digunakan untuk melihat dampak kegiatan investasi pada
salah satu komoditi terhadap komoditi lainnya. Semakin besar nilai
RIM maka semakin besar dampak kegiatan investasi salah satu
komoditi terhadap komoditi lainnya. Tabel 4.5. Komoditi dampak
Kegiatan InvestasiKomoditiRIM
Sapi Perah4.3746
Sapi Potong6.1465
Kerbau5.7360
Kuda6.1835
Kambing 4.5051
Domba2.0438
Ayam Kampung13.7336
Ayam Petelur0
Ayam Potong1.6516
Itik5.5660
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Adapun secara umum nilai
RIM tertinggi dan terendah untuk masing-masing komoditi sektor
peternakan adalah komoditi Sektor basis peternakan yang memiliki
dampak kegiatan investasi terbesar Kota Bogor yaitu komoditi ayam
kampung senilai 13,73. Sedangkan yang berperan paling kecil
terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong
senilai 1,65. 4.7 Surplus ProduksiSurplus produksi menunjukkan
kemampuan suatu komoditi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis surplus produksi sebagaimana terdapat
pada diperoleh nilai positif dan negatif. Adapun nilai positif ini
menunjukkan bahwa komoditi tersebut mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Sementara itu nilai negatif menunjukkan bahwa komoditi
tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Tabel 4.6.
Komoditi yang Dapat Memenuhi Kebutuhan MasyaratkatKomoditiKecamatan
(2012)
Bogor SelatanBogor TimurBogor UtaraBogor TengahBogor BaratTanah
Sareal
Sapi Perah-0.180.00-0.026.00-0.053.40
Sapi Potong0.000.000.0051.000.000.20
Kerbau0.000.000.000.000.020.00
Kuda0.000.000.000.000.000.01
Kambing 0.480.27-0.100.000.01-0.13
Domba26.81-1.905.1536.00-7.22-4.87
Ayam
Kampung-11,175.106,861.342,380.2415,485.0011,668.211,623.85
Ayam Petelur0.009.450.000.000.000.00
Ayam Potong24,846.200.00-1,497.600.00-3,693.86-1,189.52
Itik-3.020.970.00399.003.63-0.84
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Nilai surplus produksi untuk masing-masing komoditi peternakan
yang ada di Kota Bogor adalah sebagai berikut. a) Surplus produksi
bernilai positif antara lain yaitu: 1) Kecamatan Bogor Selatan
yaitu sapi potong, kerbau, kuda, ayam petelur dengan nilai surplus
produksi masing-masing sebesar 0,00, kambing, domba, dan ayam
potong dengan nilai surplus produksi masing-masing sebasar 0,48,
26,81, dan 24.846,20; 2) Kecamatan Bogor Timur yaitu sapi perah,
sapi potong, kerbau, kuda, ayam potong dengan nilai surplus
produksi masing masing sebesar 0,00, kambing, ayam kampung, ayam
petelur, dan itik dengan nilai surplus produksi masing-masing
sebesar 0,27, 6.861,34, 9,45, dan 0,97; 3) Kecamatan Bogor Utara
yaitu sapi potong, kerbau, kuda, ayam petelur, itik dengan nilai
surplus produksi masing- masing sebesar 0,00, domba, dan ayam
kampung dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 5,15,
dan 2.380,24; 4) Kecamatan Bogor Tengah yaitu kerbau, kuda,
kambing, ayam petelur, ayam potong dengan nilai surplus produksi
masing masing sebesar 0,00, sapi perah, sapi potong, domba, ayam
kampung, itik dengan nilai surplus masing-masing sebesar 6,00,
51,00, 36,00, 15.485,00, dan 399,00; 5) Kecamatan Bogor Barat yaitu
sapi potong, kuda, ayam petelur dengan nilai surplus produksi
masing masing sebesar 0,00, kerbau, kambing, ayam kampung, itik
dengan nilai surplus produksi masing-masing sebesar 0,02, 0,01,
11.668,21, dan 3,63; 6) Kecamatan Tanah Sareal yaitu sapi perah,
sapi potong, kerbau, kuda, ayam kampung, ayam petelur dengan nilai
surplus produksi masing-masing sebesar 3,40, 0,20, 0,00, 0,01,
1.623,85, dan 0,00.b) Surplus produksi bernilai negatif antara lain
surplus produksi bernilai negatif antara lain 1) Kecamatan Bogor
Selatan yaitu sapi perah, ayam kampung, dan itik dengan nilai
surplus produksi masing-masing sebesar -0,18, -11.175,10, dan
-3,02; 2) Kecamatan Bogor Timur yaitu domba dengan nilai surplus
produksi sebesar -1,90; 3) Kecamatan Bogor Utara yaitu sapi perah,
kambing, ayam potong dengan nilai surplus produksi masing- masing
sebesar -0,02, -0,10, dan -1.497,60; 4) Kecamatan Bogor Tengah
tidak memiliki nilai surplus produksi yang negatif; 5) Kecamatan
Bogor Barat yaitu sapi perah, domba, ayam potong dengan nilai
surplus produksi masing-masing sebesar -0,05, -7,22, -3.693,86; 6)
Kecamatan Tanah Sareal yaitu kambing, domba, ayam potong, itik
dengan nilai surplus produksi masing masing sebesar -0,13, -4,87,
-1.189,52, dan -0,84.
4.8 Komponen Pertumbuhan WilayahBerdasarkan hasil analisis
komponen pertumbuhan wilayah, sepuluh komoditi peternakan yang ada
di Kota Bogor memiliki nilai yang positif, hal ini menunjukkan
bahwa wilayah Kota Bogor berada pada pertumbuhan ekonomi yang
relatif cepat dbandinkan dengan Pulau Jawa, adapun nilai
masing-masing sektor pertanian adalah sebagai berikut.Tabel 4.7
Hasil Produksi 10 Jenis Ternak di Kota BogorNoJenis TernakHasil
Produksi
Kota BogorProvinsi Jawa Barat
2009201320092013
1Sapi Perah1612817117839139970
2Sapi Potong54222310981422989
3Kerbau258187142502130157
4Kuda64761375714080
5Kambing6393116316150022016867
6Domba12554894858178347041437
7Ayam Kampung7207272018902837191027396416
8Ayam Petelur04081050176711930515
9Ayam Potong1881521802507308848597210574
10Itik7918353382139209310715
Jumlah937732397494128193997155613720
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 4.8. Hasil Analisis Shift ShareJenis TernakKomponen
ShareShift
MixCompetitive
Sapi Perah344.79-42.04-1,139.79
Sapi Potong11.557.90156.45
Kerbau55.18-77.53-126.18
Kuda13.69-12.19-1.69
Kambing 1,367.39223.39-6,597.39
Domba2,685.16-44.81-6,291.16
Ayam Kampung154,155.64-178,935.96-672,992.64
Ayam Petelur0.000.000
Ayam Potong40,243.6621,853.94-48,145.66
Itik1,693.57-636.29-6,078.57
Total200,570.64-157,663.60-741,219.758
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)Berdasarkan analisis Shift
Share, komponen proporsionality shift atau komponen mix bernilai
-157.663,60 artinya Kota Bogor memiliki pertumbuhan yang lambat
dibandingkan Provinsi Jawa Barat, hal ini ditandai dengan nilai
yang negatif. Komponen mix menunjukkan Shift sebesar -157.663,60
artinya pertumbuhan komoditi peternakan total di Kota Bogor lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan komoditi peternakan di Provinsi
Jawa Barat. Kota Bogor tidak memiliki lingkungan yang baik untuk
pengembangan ternak berbagai komoditi, hal ini berdasarkan nilai
competitive per komoditi. Hampir seluruh komoditas bernilai negatif
kecuali komoditas Sapi Potong. Nilai komponen kompetitif yang
negatif menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut merupakan
building block yang negatif untuk pertumbuhan di masa yang akan
datang.BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanAdapun kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
adalah sebagai berikut.1) Komoditi basis sektor pertanian yang ada
di Kota Bogor antara lain yaitu: 1) Kecamatan Bogor Selatan
meliputi komoditas Kerbau, Kambing, Domba dan Ayam Potong, 2)
Kecamatan Bogor Timur meliputi komoditas Kerbau, Kambing, Ayam
Kampung dan Ayam Petelur, 3) Kecamatan Bogor Utara meliputi
komoditas Domba, Ayam Kampung dan Itik, 4) Kecamatan Bogor Tengah
meliputi komoditas Sapi Potong, Ayam Kampung dan Itik, 5) Kecamatan
Bogor Barat meliputi komoditas Kerbau, Kuda, Kambing, Ayam Kampung
dan Itik, 6) Kecamatan Tanah Sareal meliputi komoditas Sapi Perah,
Sapi Potong, Kuda dan Ayam Kampung. Adapun nilai indeks LQ terbesar
terdapat pada Kecamatan Bogor Timur yaitu komoditi ayam petelur
sebesar 23,572) Tidak ada konsentrasi kegiatan sektor peternakan di
Kota Bogor. 3) Berdasarkan analisis tingkat spesialisasi wilayah
diketahui bahwa pada tiap Kecamatan yang ada di Kota Bogor tidak
melakukan spesialisasi pada komoditas peternakan tertentu. 4)
Sektor basis yang memiliki peran besar terhadap perekonomian
wilayah Kota Bogor yaitu komoditi Ayam Kampung dengan nilai BSR
8,22 sedangkan yang berperan paling kecil terhadap perekonomian
wilayah Kota Bogor yaitu komoditi ayam potong senilai 0,65.5)
Sektor basis yang memiliki dampak investasi terbesar yaitu Kota
Bogor yaitu komoditi ayam kampung senilai 13,73. Sedangkan yang
berperan paling kecil terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor
yaitu komoditi ayam potong senilai 1,65.6) Secara umum sub sektor
pertanian di Propinsi Jawa Barat mampu memenuhi kebutuhan di
wilayahnya.7) Kota Bogor tidak memiliki lingkungan yang baik untuk
pengembangan ternak berbagai komoditi, hal ini berdasarkan nilai
competitive per komoditi. Kota Bogor memiliki nilai komponen yang
negatif. Nilai komponen kompetitif yang negatif menunjukkan bahwa
sektor perekonomian tersebut merupakan building block yang negatif
untuk pertumbuhan di masa yang akan datang.
5.2 SaranOleh karena itu dapat disarankan bahwa agar sub sektor
peternakan kurang dapat menjadi sub sektor unggulan, melihat dari
nilai competitive yang negatif. Namun diperlukan upaya pula
terhadap peningkatan produksi yang harus terus dilakukan dengan
lebih menggunakan sumber daya lokal. Tujuan penggunaan sumber daya
lokal adalah untuk memperkecil input produksi yang bersumber dari
bahan baku impor sehingga diharapkan sub sektor peternakan di Kota
Bogor dapat menjadi sektor unggulan atau sektor penunjang sektor
lainnya. Peningkatan produksi juga dapat mempertahankan keadaan
komoditas peternakan Kota Bogor yang hampir semua nilai surplus
produksi positif berarti kecukupannya dalam Kota memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009. Kota Bogor dalam Angka 2009. 2013.
Kota Bogor dalam Angka 2013.. 2013. Jawa Barat dalam Angka
2013.Tarigan, R. 2007. Teori Ekonomi Regional. Bumi Aksara:
Jakarta22