Proposal Penelitian : Pengaruh Konsentrasi Karagenan dari Rumput
Laut terhadap Daya Tahan Edible Film
BAB 1
PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan penggunaan plastik semakin
meningkat, seperti untuk kebutuhan kemasan pangan, kemasan dari
peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya. Sifat ketergantungan
masyarakat terhadap penggunaan plastik dapat membahayakan
lingkungan karena plastik bersifat non-biodegradable, yaitu tidak
mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Akibatnya limbah plastik
semakin lama semakin banyak.
Penggunaan plastik juga banyak digunakan sebagai pembungkus
makanan. Hal ini bertujuan agar dapat terjaga kebersihan serta daya
tahan dari makanan itu sendiri. Namun karena banyaknya limbah
plastik yang tidak mudah terurai maka dibuatlah bioplastik yang
dapat dipakai sebagai pelapis makanan yaitu edible film.Edible film
merupakan suatu lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan
(edible), yang dibentuk pada pangan sebagai pelapis atau diletakkan
(para-pembentukan) pada atau diantara komponen-komponen pangan dan
bertujuan untuk menghambat migrasi uap air, oksigen,
karbondioksida, aroma, dan lipida membawa bahan tambahan pangan
(misalnya antioksidan, antimikrobia, flavor) dan atau memperbaiki
integritas mekanisme atau penanganan krakteristik pangan (Krochta,
1992). Edible film biasanya digunakan untuk membungkus beberapa
jenis buah agar buah-buahan lebih tahan lama, terutama untuk buah
buahan yag mudah busuk atau mudah berubah warna, seperti buah apel.
Edible film menggunakan bahan dasar polisakarida, terutama yang
terdapat pada buah dan sayuran. Adapun jenis polisakarida lainnya
yang dapat dijadikan bahan pembuatan plastik biodegradable adalah
ekstrak rumput laut.
Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan yang menyimpan
potensi hasil kelautan yang cukup besar. Salah satu potensi
tersebut adalah rumput laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
khususnya rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii yang dapat
menghasilkan karagenan.
Karagenan telah banyak dalam industri farmasi, kosmetika, non
pangan (seperti tekstil, cat) dan pangan (makanan dan minuman)
yaitu sebagai pengental, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk gel,
dan stabilisator. Karagenan juga dapat digunakan sebagai pelapis
bahan pangan atau bahan pembentuk edible film (Meyer et al., 1959).
Karagenan merupakan polisakarida linier yang mengandung sulfat dan
tersusun dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa, yang
diekstraksi dari rumput laut merah (Glicksman, 1983). Dalam
pembuatan edible film juga ditambahkan plasticizer untuk mengurangi
kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama
jika disimpan pada suhu rendah (Teknopangan dan Agroindustri,
2008). Salah satu plasticizer yang digunakan adalah CMC. Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini sering
dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental,
stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa
hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).
1.2 RUMUSAN MASALAHBahan pengemas yang bersifat
non-biodegradable dapat meningkatkan beban pencemaran lingkungan
karena tidak mudah terurai oleh mikroba, sehingga perlu alternatif
bahan pengemas alami yang bersifat biodegradable dari rumput laut
agar tidak menambah limbah plastik.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Mengetahui pengaruh waktu ekstraksi karagenan terhadap
hasil berat karagenan yang dihasilkan.1.3.2. Menentukan konsentrasi
campuran karagenan dan CMC yang menghasilkan edible film dengan
daya tahan buah terbaik (waktu warna buah menjadi coklat).
1.4 BATASAN MASALAH
Kajian karakteristik plastik biodegradable meliputi daya tahan
dari edible film untuk mencegah buah mengalami oksidasi yaitu
ditandai dengan berubahnya warna buah menjadi coklat serta
berkurangnya berat buah dibandingkan pada awalnya.1.5 TINJAUAN
PUSTAKA
1.5.1. Plastik Biodegradable
Plastik merupakan salah satu bahan yang paling umum kita lihat
dan gunakan terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Bahan plastik
secara bertahap mulai menggantikan kaca, kayu, dan logam. Hal
tersebut disebabkan bahan plastik mempunyai beberapa keunggulan,
yaitu ringan, kuat, dan mudah dibentuk, anti karat dan tahan
terhadap bahan kimia, mempunyai sifat isolasi listrik yang tinggi
serta dapat dibuat berwarna maupun transparan dan biaya proses yang
lebih murah. Keanekaragaman plastik memberikan banyak pilihan dalam
penggunaannya.
Plastik pada umumnya dibuat dari minyak bumi dan bersifat
non-biodegradable. Plastik sinstetik mempunyai kestabilan
fisika-kimia yang sangat kuat sehingga plastik sangat sukar
terdegradasi secara alami. Plastik tersebut dianggap tidak ramah
lingkungan dan dapat mencemari lingkungan (Tegar, 2008).
Umumnya sampah plastik ditangani dengan cara dikubur atau
dibakar dalam incinerator. Namun, kedua cara tersebut belum
menyelesaikan masalah. Plastik yang dikubur tidak akan membusuk
sementara lahan tempat mengubur plastik semakin lama semakin sulit,
sedangkan pembakaran plastik akan menyebabkan polusi udara.
Sehingga ada beberapa cara yang dipertimbangkan untuk menangani
plastik, sebagai berikut :a. Daur ulang Plastik termoplas dapat
dibentuk ulang melalui pemanasan. Dapat juga didepolimerisasi
sehingga diperoleh kembali monomernya. Akan tetapi, sulit sekali
memilah sampah plastik menurut jenisnya. Sampah plastik seringkali
merupakan campuran dari berbagai jenis. Dengan demikian juga
mengandung plasticiser, pigmen warna, dan campuran bahan lainnya.
Akibatnya, hasil daur ulangnya paling merupakan plastik dengan mutu
yang lebih rendah dan kurang nilai ekonomisnya. Di negara maju yang
penduduknya sadar lingkungan, produsen mencantumkan kode yang
menyatakan jenis plastik. Lalu di tempattempat umum disediakan
tempat sampah dengan berbagai kode, sehingga masyarakat dapat
membuang sampah plastik menurut jenisnya.
b. Membuat plastik yang biodegradable Dengan membuat plastik
yang biodegradable, maka plastik akan hancur dalam beberapa
tahun.c. Pirolisis Apabila plastik dipanaskan hingga 7000C tanpa
udara, maka molekul plastik akan terurai membentuk molekul-molekul
sederhana. Campuran plastik yang biasa, seperti politena,
polipropilena atau polistirena, ketika dipirolisis akan
menghasilkan hidrokarbon sederhana serti etena atau propena atau
benzena. Senyawa tersebut dapat dipisahkan melalui destilasi
bertingkat. Hasilnya kemudian dapat digunakan untuk membuat
berbagai bahan kimia termasuk plastik. Untuk sekarang ini,
pirolisis dinilai tidak ekonomis, karena masih tersedia bahan baku
yang lebih murah, yaitu dari minyak bumi dan gas alam (Azizah,
2009)Plastik biodegradable didefinisikan sebagai lapisan tipis yang
digunakan untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan
diantarakomponen makanan yang berfungsi sebagai penahan terhadap
transfer massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya, atau
berfungsi sebagai bahan tambahan pangan (Gandhiasari, 2009).
Komponen utama penyusun plastik dapat dikelompokan menjadi tiga,
yaitu hidrokoloid, lemak dan komposit. Hidrokoloid yang dapat
digunakan untuk pembuatan plastik biodegradable adalah karbohidrat
dan protein, sedangkan lemak yang digunakan adalah lilin (wax) dan
asam lemak (Purtranto, 2005)Biodegradable berarti mampu terurai
menjadi gas karbon dioksida, metana, air, inorganic compounds atau
biomassa yang dihasilkan dari aktifitas bakteri. Biodegradabilitas
plastik tergantung pada struktur kimia material bahan bakunya dan
konstitusi dari produk akhirnya, oleh karena itu, plastik
biodegradable dapat berbasis dari alami dan sintetis. Plastik
biodegradable alami berasal dari sumber daya terbarukan seperti
pati, kitosan, agar atau alginat, dan lain sebagainya (NIR,
2006).
Istilah plastik meliputi produk hasil proses polimerisasi baik
yang sintesis maupun semisintesis. Plastik dapat dibentuk menjadi
suatu objek plastik ataupun serat (Anonim, 2006). Plastik
biodegradable juga dapat dibuat dengan mencampurkan polimer
sintetik dengan polimer alami seperti pati dan juga plastik
tersebut dapat dibuat dengan bahan baku yang 100% biodegradable
(Tegar, 2009).Pembentukan plastik biodegradable dapat melalui dua
teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting, atau molten
polymer. Pada pembuatan plastik dengan teknik solution casting,
bahan polimer dilarutkan kedalam pelarut yang cocok untuk
menghasilkan larutan yang viskos. Larutan yang dihasilkan dituang
pada suatu permukaan yang rata (cetakan) yang bersifat non-adesif
dan pelarut dibiarkan sampai habis. Film plastik yang sudah kering
kemudian diangkat dari cetakannya. Sedangkan teknik molten polymer
dilakukan dengan cara pemanasan polimer sampai diatas titik
lelehnya. Teknik solution casting menjadi pilihan yang cepat dan
mudah dilakukan pada skala laboratorium. Pengadukan diperlukan
untuk mempercepat kelarutan, misal pengadukan menggunakan stirrer.
Larutan polimer perlu disaring sebelum proses casting, maka dapat
dilakukan penyaringan vakum karena larutan terlalu viskos Allcock
dan Lampe, 1981).Keuntungan dari plastik biodegradable apabila
dibandingkan dengan pengemas plastik lainnya yaitu edible film
dapat dimakan bersamaan dengan produk yang dikemas, sehingga tidak
ada pembuangan kemasan. Dan juga jika edible film tidak dikonsumsi,
plastik tersebut tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan karena
plastik tersebut dibuat dari bahan bahan alami yang dapat diolah
kembali, sehingga mudah diuraikan daripada bahan plastik biasanya.
Serta edible filmdapat berfungsi sebagai suplemen gizi pada
makanan. Edible filmjuga sangat baik digunakan untuk
mikrornkapsulasi aroma makanan dana dapat memperbaiki sifat sifat
organoleptik makanan yang dikemas dengan variasi komponen yang
menyatu dengan bahan makanannya. Serta edible filmdapat digunakan
sebagai bahan pengemas satuan individu dari bahan makanan yang
berukuran kecil. Edible film dapat diterapkan pada sistem pengemas
berlapis dengan edible plastik sebagai pengemas bagian dalam
non-edible dibagian luar (Setiahadi, 2005).Beberapa makanan
kadangkadang dibungkus atau dilapisi dengan suatu lapisan film yang
dapat dimakan yang disebut edible film, misalnya permen dan sosis.
Lapisan film ini dapat melindungi makanan terhadap penguapan atau
reaksi dengan makanan lainnya. Beberapa bahan pelapis tersebut,
misalnya gelatin dan gum arab dapat dilapiskan pada makanan
(Winarno, dkk, 1980). Prinsip pembentukan edible film adalah
interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih
besar dan stabil. Penelitian edible filmsecara spesifik dilakukan
untuk mencari pengganti plastik pembungkus bumbu kering, yang akan
menjadi sampah. Dengan plastik biodegradable, bungkus ini dapat
langsung dimasak dan tidak menjadi sampah (Pikiran Rakyat,
2009).1.5.2. Rumput Laut
Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan yang menyimpan
potensi hasil kelautan yang cukup besar. Salah satu potensi
tersebut adalah rumput laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi
(Handito, 2011). Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut tergantung
faktor faktor oseanografi (fisik, kimia dan dinamika air laut)
serta jenis substrat dasarnya. Rumput laut sebenernya adalah gulma
laut, sejenis ganggang atau alga yang hidup di laut diantara karang
mati di perairan pantai. Sejak lama jenis ganggang laut ini banyak
dimanfaatkan masyarakat dunia sebagai bahan kosmetik dan makanan
kesehatan. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudra yang dapat
tertembus cahaya matahari. Seperti umumnya tanaman lain, rumput
laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna
itulah yang menggolongkan jenis rumput laut.Perkembangbiakan rumput
laut dapat secara generatif dan dapat juga secara vegetatif. Rumput
laut disebut sebagai sumber gizi karena memiliki kandungan
karbohidrat gula atau vegetable-gum), protein, sedikit lemak dan
abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium,
oleh karena itu rumput laut banyak diolah dalam penggunaan obat,
bahan makanan, dan bahan-bahan industri Anggadiredja dkk, 2006).
Tumbuhan penghasil devisa ini dibudidayakan di perairan-perairan
yang tenang, dengan mengikatkan atau mengaitkan bibitnya pada
sistem rentang tali-temali ataupun jaring yang mengapung dan
ditambatkan di bawah permukaan laut, dengan masa tanam sekitar 45
hari sebelum dipanen. Hasil panen disiangi dari ganggang atau biota
karang yang ikut menempel, lalu dijemur hingga kering antara 7 14
hari. Rumput laut kering dalam kemasan inilah yang biasa kita
temukan di pasaran sebagai rendam rumput laut kering tersebut satu
atau dua jam dengan air bersih, untuk menjadikannya mekar
kembali.
Rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah
pembuatan agar-agar, keragenan, dan algin. Semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan, pemanfaatan rumput laut tidak hanya terbatas
untuk dibuat makanan saja, tetapi juga digunakan sebagai bahan baku
industri obat-obatan, minuman, kosmetik, pasta gigi, dan lain lain
(Aslan, 2009).
Jenis rumput laut yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia
adalah :a. Eucheuma cottoniRumput laut Eucheuma cottoni merupakan
jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di wilayah perairan
indonesia. Perkembangan budidayanya cukup menggembirakan. Hal ini
tidak terlepas dari mudahnya membudidayakan rumput laut jenis ini
dan permintaan pasar yang sangat tinggi. Sentra wilayah budidaya
rumput laut jenis ini terdapat di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara
Timur,Bali,Jawa Timur,Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat.
Eucheuma cottonii dibudidayaka untuk bahan baku industri. Rumput
laut Eucheuma cottonii dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
ekspor yang digunakan untuk industri kosmetik dan farmasi.b.
Eucheuma spinosumEucheuma spinosum masih satu jenis dengan Eucheuma
cottonii dan sama-sama penghasilan karaginan. Perbedaannya Eucheuma
spinosum menghasilkan karaginan jenis iota, Karaginan berupa jelly
yang bersifat lembut, fleksibel dan lunak. Sedangkan Eucheuma
cottoni menghasilkan karaginan jenis kappa. Karaginan jelly yang
bersifat kaku,getas,dan keras. Bali adalah salah satu provinsi yang
membudidayakan rumput laut jenis ini.
c. Gracilaria spRumput laut Gracilaria sp dapat tumbuh baik di
perairan payau. Gracilaria sp adalah jenis rumput laut yang
bersifat agrofit yaitu jenis rumput laut penghasil agar-agar.
Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini sama halnya budidaya
rumput laut jenis-jenis Eucheuma cottonii. Sentra produksi
Gracilaria sp terletak di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Nusa
Tenggara Timur.d. Sargassum spSargassum sp merupakan jenis rumput
lau yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sargassum sp adalah
jenis rumput laut penghasil alginat. Di Indonesia Sargassum sp
satu-satunya rumput laut penghasil alginat selain Turbinaria sp,
Perkembangan budidaya rumput laut jenis ini masih sangat terbatas.
Oleh karena permintaannya yang masih rendah, perkembangan budidaya
rumput lain jenis ini tidak sepesat rumput laut Eucheuma cottonii
dan Gracilaria sp. Berikut adalah gambar dari jenis jenis rumput
laut.
Eucheuma cottonii
Eucheuma spinosum
Glaciaria sp
Sargassum sp
Ganggang laut jenis Euchema cottonii dan Gracilaria spp. banyak
dibudidayakan karena ragam manfaatnya. Beberapa daerah di Indonesia
yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budi daya rumput
laut, antara lain di pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Bali,
pesisir Nunukan Kalimantan Timur, Pulau Lombok, Kabupaten Wakatobi
Sulawesi Tenggara, Kepulauan Togean Sulawesi Tengah, Maluku Utara,
dan Papua Barat.
Ciri ciri umum Eucheuma sp. adalah mempunyai thallus yang
silindris, berduri kecil kecil dan menutupi thallus, percabangannya
teratur sehingga merupakan lingkaran, ujungnya runcing berwarna
coklat ungu atau hijau kuning (Anonim, 1992). Komposisi kimia
rumput laut jenis E. cottonii bervariasi, dan sangat dipengaruh
oleh asal rumput laut (lokasi dan kondisi tempat budidaya rumput
laut), umur panen rumput laut, baik tidaknya proses pengeringan
rumput laut, dan kondisi cuaca selama pengeringan (Tambunaan dkk.,
1987; Suryaningrum dkk., 1991). Komposisi rumput laut Eucheuma
cottoni tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii
1.5.3. Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida linier yang mengandung sulfat
dan tersusun dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa,
yang diekstraksi dari rumput laut merah (Glicksman, 1983).
Polisakarida ini merupakan senyawa polimer dengan berat molekul
yang tinggi, yaitu sekitar 3,6 x 5 (Towle, 1973).
Pada dasarnya fraksi karagenan ada tiga, yaitu kappa, iota, dan
lamda. Karagenan masing - masing dibedakan berdasarkan kandungan
3,6-anhidro-D-galaktosa dan jumlah serta posisi grupester sulfatnya
(Glicksman, 1983). Menurut Klose dan Glicksman (1972) perbandingan
molar antara D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa di dalam kappa
karagenan berkisar antara 1,1 : 1 sampai 1,5 : 1. Kappa karagenan
memiliki gugus sulfat pada posisi empat, kondisi tersebut akan
menyebabkan larutan karagenan membentuk gel yang kuat, transparan,
dan thermoreversible.Karagenan dihasilkan dari pengolahan rumput
laut secara ekstraksi panas dalam suasana basa yang terdiri atas
beberapa tahap proses pengolahan, yaitu pencucian, perebusan,
penyaringan, pengendapan filtrat dengan isopropil alkohol,
pengeringan, dan penepungan (Peranginangin dan Yurizal, 1999).
Menurut Glikcksman (1983) karagenan dengan kualitas terbaik
diperoleh melalui metode pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol
yang digunakan untuk pemurnian karagenan hanya terbatas pada
metanol, etanol, dan isopropanol (isopropil alkohol). Cara yang
banyak digunakan untuk menghasilkan karagenan yang bermutu tinggi
adalah pemisahan karagenan dengan isopropil alkohol (Peranginangin
dan Yunizl, 1999). Namun menurut Siswanti (2008), pada percobaan
yang dilakukannya menggunakan alkohol jenis etanol dengan
konsentrasi 95 %.1.5.4. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat
dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa
(Fardiaz, 1987). Menurut Winarno (1991), Natrium karboxymethyl
selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh
industri makanan.Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari
selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk
mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting,
yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai
pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran
antibiotik (Winarno, 1985).
Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental,
pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan
khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI,
diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai
pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air
terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Manifie,
1989).CMC merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan
berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam
air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH
sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 10, bereaksi
dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air,
transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik.
Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang
diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat,
dengan katalis berupa senyawa alkali. CMC juga dapat digunakan
sebagai plasticizer dalam pembuatan edible film.Plasticizer
didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi jika
ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat
material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan
intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan
sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer
yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan
hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer
ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan,
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika
disimpan pada suhu rendah (Teknopangan dan Agroindustri, 2008).
1.5.5. Faktor faktor yang mempengaruhi proses pembuatan edible
filmProses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH,
suhu dan waktu lama ekstraksi (Tambunan dkk ., 1987). Menurut hasil
penelitian Sudarto (1987), suhu ekstraksi sangat mempengaruhi
sedikit atau banyaknya polimer karagenan yang keluar dari dinding
sel rumput laut, serta mempengaruhi sifat fungsional karagenan yang
dihasilkan. Dikatakan juga bahwa peningkatan suhu ekstraksi
menyebabkan peningkatan kekuatan gel karagenan. Menurut Sudaryi
(1987) suhu ekstraksi juga mempengaruhi kadar sulfat karagenan,
penggunaan suhu ekstraksi 85 C menghsilkan karagenan yang
mengandung sulfat lebih tinggi, yaitu 30,5%, dibandingkan dengan
suhu ekstraksi 75 C dan 95 C.Ekstraksi karagenan dilakukan untuk
mendapatkaa polimer karagenan dari rumput laut dengan cara
penambahan air pengekstrak sebanyak 30-40 kali berat rumput kering
pada suhu 90-95 C selama 1-24 jam (Towle, 1973). Menurut Istini
dkk. (1986) air pengekstrak yang digunakan sebanyk 20-40 kali berat
tepung rumput laut kering, sedangkan menurut Peraningangin dan
Yurizal (1999) menggunakan air pengekstrak sebanyak 40-50 kali
berat rumput laut kering. Selama proses ekstraksi dibutuhkan
suasana alkalis dengan cara menambahkan larutan basa seperti NAOH,
CA(OH)2, KOH sehingga PH larutan mencapai 9-9,6 (Istini dkk.
1986)Untuk menghindarkan terjadinya degradasi karagenan akibat
pemanasan, maka diusahakan agar polimer hidrokoloid lebih stabil,
yaitu dengan cara pengaturan pH. Menurut Towle (1973), karagenan
akan stabil pada pH sekitar 9. Lama ekstraksi akan menyebabkan
perubahan kekuatan gel karagenan, yaitu semakin lama waktu
ekstraksi, maka kekuatan gel akan mnurun (Sudarto, 1987). Serta ada
yang mengatakan bahwa peningkatan waktu ekstraksi akan mendegradasi
karagenan sehingga menurunkan kekuatan gel (Luthfy, 1998).
Berdasarkan hasil penelitian Tambunan dkk. (1987) bahwa kondisi
optimum yang baik untuk mengisolasi kappa karagenan dari rumput
laut Eucheuma cottonii adalah pada suhu ekstraksi 80 C, waktu
ekstraksi 0,5 jam dan pH 9.1.6 LANDASAN TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka, pembuatan edible film menggunakan
bahan baku karagenan yang berasal dari rumput laut. Ekstraksi
karagenan merujuk pada metode Peranginangin dan Yurizal yaitu bahwa
karagenan dihasilkan dari pengolahan rumput laut secara ekstraksi
panas dalam suasana basa yang terdiri atas beberapa tahap proses
pengolahan, yaitu pencucian, perebusan, penyaringan, pengendapan
filtrat dengan isopropil alkohol, pengeringan, dan penepungan. Pada
proses ekstraksi mula mula mencampurkan 30 g rumput laut kering
yang sebelumnya sudah di jemur hingga kering dan di blender sampai
menjadi bubuk dengan air sebagai pelarutnya. Kemudian menggunakan
larutan NaOH hingga pH menjadi 8 pada suhu antara 80C sampai 90C
dengan variasi waktu. Setelah itu endapan yang tersaring direndam
dalam larutan isopropil alkohol. Proses ini dilakukan dengan tujuan
agar didapat serat karagenan yang dihasilkan lebih kaku. Kemudian
selanjutnya masih dilakukan proses pengeringan dengan oven, dan
diayak. Sedangkan pada proses pembuatan edible film mula-mula
dilakukan dengan pencampuran bubuk karagenan berat tertentu dengan
aquadest. Kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnet
agar tercampur seluruhnya dengan ditambahkan plasticizer nya CMC.
Kemudian setelah dipanaskan hingga tercampur sempurna, dilakukan
pencetakan larutan dan di oven.Edible film yang dihasilkan diuji
daya ketahanannya untuk menghambat buah buahan mengalami oksidasi
agar tidak mudah busuk dibandingkan tidak diberi edible film serta
perubahan berat yang dialami buah.
Dalam penelitian ini digunakan buah apel sebagai sampel untuk
menguji ketahanan dari edible film. Mula mula buah apel dikupas dan
dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian dibungkus dengan
edible film dan didiamkan selama 5 hari. Sehingga dapat diambil
kesimpulan mana edible yang lebih memiliki daya tahan melindungi
buah paling baik berdasarkan variasi konsetrasi
plasticizernya.Dalam proses pembuatan edible film terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu suhu, konsentrasi
karagenan, jenis serta konsentrasi plasticizer, penambahan aditif,
waktu ekstraksi karagenan, dan ph ketika proses ekstraksi karagenan
berlangsung. Pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap waktu
ekstraksi karagenan dan konsentrasi plasticizer untuk dianalisis.
1.7 HIPOTESISHipotesis dalam penelitian ini adalah semakin lama
waktu ekstraksi karagenan, maka kekuatan dari edible film yang
dihasilkan akan menurun. Serta semakin besar konsentrasi
plasticizer yang digunakan, maka edible film yang dihasilkan akan
semakin baik (dapat memperkecil terjadinya oksidasi pada buah).
BAB IIMETODE PENELITIAN2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
1. pH meter
2. Wadah
3. Blender
4. Oven
5. Grinder
6. Ayakan 80mesh
7. Timbangan analitik
8. Cetakan9. Mangkuk alumunium2.1.2. Bahan1. Etanol 95%2.
Air
3. NaOH 0,1 N
4. Aquades
5. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)6. Buah apel7. Silika gel
8. Rumput laut Eucheuma cottonii
2.2. Rangkaian Alat2.2.1. Proses ekstraksi karagenan dan
pembuatan edible film Keterangan :1. Termometer
2. Gelas Beker
3. Pengaduk magnet
4. Plat pemanas
2.2.2. Tahap aplikasi edible film pada buah apel
Keterangan :
1. Toples
2. Buah3. Edible film
4. Cawan2.3. Diagram Alir Penelitian
2.3.1. Proses ekstraksi karagenan
2.3.2. Proses pembuatan edible film
2.3.3. Tahap aplikasi edible film pada buah apel
2.4. Cara kerja2.4.1. Proses ekstraksi karagenan
Rumput laut kering yang telah dibersihkan kemudian di blender
menjadi tepung rumput laut ( mesh). Tepung rumput laut kering
sebanyak 30 g dimasukan ke dalam wadah dan ditambah air sebanyak 30
kali berat tepung (Liter). Ditambah larutan NaOH 0,1N sampai pH nya
mencapai 9. Direbus (diekstraksi) selama 0,5 jam ; 1 jam; 1,5 jam;
2 jam pada suhu 80-90 C. Untuk diendapkan diaduk selama 15mnt,
kemudian setelah endapan berbentuk serat karagenan disaring dengan
kain saring. Endapan itu direndam lagi dalam etanol 95 % sampai
terendam semua selama 15mnt agar diperoleh serat karagenan yang
lebih kaku. Kemudian disaring kembali endapan dengan kain saring.
Serat karagenan yang diperoleh dibentuk tipis - tipis (agar mudah
kering) dan diletakkan dalam wadah tahan panas untuk dikeringkan
dalam oven pada suhu 50C sampai kering. Serat karagenan kering di
blender kemudian diayak menjadi berukuran 80 mesh.2.4.2. Proses
pembuatan edible filmKaragenan sebanyak 0,8 g dicampurkan dengan
aquades dalam gelas ukur sampai volume 100 mL. Kemudian dimasukkan
dalam gelas beker, lalu diaduk dengan pengaduk magnet dan
dipanaskan dengan plat pemanas (hot plate) sampai suhu 60 C.
Ditambahkan CMC sebagai plasticizer sebanyak 0,25 % ; 0,5% ; 0,75%
dan 1,0% (v/v larutan karagenan) sambil diaduk terus menerus.
Kemudian dipanaskan sampai suhu 80 C dan dipertahankan selama 5
menit. Larutan film dituangkan ke dalam cetakan dan dikeringkan
dengan oven pada suhu 50 C selama 12 jam. Film didinginkan sebentar
pada suhu ruangan. Setelah dingin, edible film dipisahkan dari
cetakannya dan dianalisis.2.4.3. Tahap aplikasi edible film pada
buah
Buah apel segar dikupas lalu diambil deging buahnya dan dipotong
potong menjadi ukuran tertentu kemudian dicuci sampai bersih.
Selanjutnya setiap potong buah apel masing masing diberi perlakuan
dikemas dengan lembaran edible film, dan tanpa pengemasan. Buah
yang dikemas dengan edible film dan yang tidak dikemas masing
masing diletakkan dalam toples yang berisi 20 gram silika gel.
Toples disimpan pada suhu ruang 27 C selama 5 hari. Pengamatan
perubahan warna buah apel dan susut berat dilakukan setiap 1 hari.
2.5. Analisis Hasil
Parameter pengujian daya tahan edible film dengan bahan baku
rumput laut yaitu terhadap berapa lama daya tahan film melindungi
buah apel sehingga tidak mudah rusak dibandingkan dengan buah apel
yang tidak sama sekali dilapisi oleh edible film. Rusaknya buah
apel ditandai dengan berubahnya warna dan terjadi susut berat pada
buah apel.2.6. Model Rancangan Penelitian2.6.1. Pengaruh waktu
ekstraksi terhadap berat karagenan yang dihasilkan.Pada percobaan
dilakukan dengan kondisi :
Berat rumput laut kering: 30 g
Suhu ekstraksi
: 80 C
PH
: 8NoWaktu EkstraksiBerat karagenan dihasilkan
10,5 jam g
21 jamg
31,5 jamg
42 jamg
2.6.2. Pengaruh Konsentrasi CMC dan waktu ekstraksi karagenan
terhadap daya ketahanan edible film Pada percobaan dilakukan dengan
kondisi :Berat karagenan
: 0,8 g
Suhu Pemanasan
: 80 C
2.6.2.1. Karagenan dengan waktu ekstraksi 0,5 jamNoKonsentrasi
CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-
1234512345
10,25 ml
20,5 ml
30,75 ml
41,0 ml
2.6.2.2. Karagenan dengan waktu ekstraksi 1 jamNoKonsentrasi
CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-
1234512345
10,25 ml
20,5 ml
30,75 ml
41,0 ml
2.6.2.3. Karagenan dengan waktu ekstraksi 1,5 jamNoKonsentrasi
CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-
1234512345
10,25 ml
20,5 ml
30,75 ml
41,0 ml
2.6.2.4. Karagenan dengan waktu ekstraksi 2 jamNoKonsentrasi
CMCKondisi buah pada hari ke-Berat buah pada hari ke-
1234512345
10,25 ml
20,5 ml
30,75 ml
41,0 ml
2.7. Jadwal Penelitian
KegiatanMinggu ke-
Pembuatan Proposal :12345678910111213141516
a. Studi Pustaka
b. Pembuatan
c. Revisi
Pelaksanaan Penelitian
Olah data
Pembuatan laporan
Seminar
Revisi Laporan
3
4
2
1
1
3
2
5
4
6
Silika gel
Penyangga
Analisa kadar :
Air
Abu
Rumput laut kering
30 g
Memblender sampai menjadi tepung ( 80 mesh)
Mengekstraksi pada suhu 80 C - 90 C, PH 9 dengan penambahan NaOH
0,1 N
Air
Menyaring
Filtrat
Endapan direndam dengan etanol 95 %
Menyaring
Filtrat
Analisa % karagenan
Membentuk dan meletakkan karagenan dalam wadah
Mengeringkan serat karagenan di oven selama 12 jam
Memblender serat karagenan
Mengayak serbuk karagenan (80 mesh)
Mencampurkan 0,8 g karagenan dengan aquades sampai volume
campuran 100 ml lalu dipanaskan pada suhu 60 C dan diaduk sampai
homogen
Menambahkan CMC dengan konsentrasi tertentu dan dipanaskan
sampai suhu 80 C
Dicetak dan dikeringkan di oven pada suhu 50 C selama 12 jam
Mendinginkan film pada suhu ruangan, lalu memisahkannya dari
cetakan.
Mengupas dan memotong buah apel menjadi ukuran tertentu
Buah dibungkus dengan edible film
Memasukkan buah apel dan disimpan selama 5 hari dalam toples
Melakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan perubahan
susut berat buah apel.
2