Top Banner
73 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan tanda dan gejala melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang akibat terinfeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tubuh pengidap HIV kemudian melemah dan mudah terserang oleh infeksi lainnya. Proses perjalanan HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu 8-10 tahun. Cara penularan HIV AIDS meliputi berbagai cara, yaitu melalui hubungan seks, mendapatkan darah donor dan produknya yang tercemar oleh HIV, transplantasi organ, melalui suntikan yang digunakan bersama-sama dan dari ibu hamil pengidap HIV ke bayi (A.A. Gde Muninjaya, 1999). Dampak timbulnya masalah AIDS di masyarakat akan menyangkut berbagai aspek kehidupan meliputi aspek sosial, ekonomi, kultural, etika dan politis. Pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengekang
97

PENELITIAN TENTANG HIV/AIDS

Nov 24, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan tanda dan gejala melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang akibat terinfeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tubuh pengidap HIV kemudian melemah dan mudah terserang oleh infeksi lainnya. Proses perjalanan HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu 8-10 tahun. Cara penularan HIV AIDS meliputi berbagai cara, yaitu melalui hubungan seks, mendapatkan darah donor dan produknya yang tercemar oleh HIV, transplantasi organ, melalui suntikan yang digunakan bersama-sama dan dari ibu hamil pengidap HIV ke bayi (A.A. Gde Muninjaya, 1999). Dampak timbulnya masalah AIDS di masyarakat akan menyangkut berbagai aspek kehidupan meliputi aspek sosial, ekonomi, kultural, etika dan politis. Pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengekang penyakit ini di masyarakat karena obat dan vaksin untuk menyembuhkan dan mencegah penularan penyakit ini belum ditemukan (Satoto, 1995). Kasus AIDS pertama di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April 1987. Penderitanya adalah seorang Wisatawan Belanda, yang meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Awalnya, peningkatan kasus HIV/AIDS nampaknya masih dianggap belum mengkhawatirkan oleh banyak pihak, tetapi sejak awal tahun 1991, waktu yang dibutuhkan untuk peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (doubling time) sudah kurang dari setahun. Bahkan selama triwulan pertama tahun 1993 sudah terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS secara eksponensial. Sampai dengan akhir 1996, kasus HIV/AIDS tercatat di Depkes Pusat berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382 HIV+, yang dilaporkan dari 19 provinsi. Itulah gambaran umum puncak gunung es, kasus HIV/AIDS yang direkam di Depkes pusat (A.A. Gde Muninjaya, 1999).

Jumlah kasus AIDS di Indonesia dilaporkan sebanyak 22.726 kasus tersebar di 32 provinsi. Kasus tertinggi didominasi usia 20-29 tahun sebanyak (47,8%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Dari jumlah itu, 4.250 kasus atau 18,7% diantaranya meninggal dunia (Tjandra Y.A, 2010).Menurut UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS), HIV banyak menjangkiti remaja putri. Diperkirakan diseluruh dunia yang terjangkit penyakit HIV/AIDS 7,3 juta wanita muda dan 4,5 juta pria muda. Kalangan remaja dunia dewasa ini ibarat hidup dalam era HIV/AIDS. Laporan itu juga menyebutkan bahwa sebagian kasus baru HIV/AIDS telah menyerang remaja usia 15 24 tahun. Dilaporkan bahwa setiap 14 detik, satu orang remaja terinfeksi virus HIV/AIDS. Setiap hari sekitar 6000 orang berusia 15 24 tahun tercatat sebagai penderita baru HIV (http://www.tempointeraktif.com ).Sebanyak 87 % pengidap HIV/AIDS hidup dinegara miskin dan berkembang. Banyak kalangan remaja tidak mempunyai informasi mengenai kesehatan, pencegahan kehamilan, HIV/AIDS serta infeksi yang ditimbulkan akibat hubungan seks. Terancamnya generasi muda dunia oleh penyakit HIV/AIDS, juga tidak terluput mengancam generasi muda indonesia. Pendidikan tentang AIDS seharusnya ditujukan kepada kelompok-kelompok penduduk atau individu yang berperilaku risiko tinggi. Perilaku yang diidentifikasi berisiko tinggi adalah sering berganti pasangan seks, sering menggunakan obat bius dengan suntikan (pecandu narkoba), dan penderita yang memerlukan tranfusi darah. Remaja sebagai generasi penerus bangsa yang jumlahnya cukup potensial di Indonesia yaitu 31,75% dari jumlah penduduk seluruhnya. Kelompok remaja pada umumnya suka bereksperimen khususnya di bidang seks tapi sayangnya mereka belum mendapatkan informasi yang cukup tentang semua akibat yang mungkin timbul dari perilaku mereka tersebut seperti kehamilan, penyakit menular seksual (PMS) dan AIDS (Satoto,1995).Studi yang dilakukan oleh Sarwono terhadap 117 remaja di Jakarta, dapat diketahui bahwa 4,1% remaja yang ditelitinya sudah pernah melakukan hubungan seks, sedangkan studi yang dilakukan oleh Eko tahun 1983 malaporkan bahwa dari 461 siswa yang diteliti, 8,43% sudah pernah melakukan hubungan seks dan 10.34% beranggapan bahwa hubungan seks pra nikah adalah aktifitas yang wajar. Meskipun secara kuantitatif angka temuan tersebut masih kecil tetapi secara kualitatif permasalahan hubungan seks pra nikah di kalangan remaja sudah memprihatinkan apalagi saat ini sudah muncul masalah AIDS (Satoto, 1995).Berdasarkan hasil penelitian survei DKT Indonesia, sebanyak 51% remaja di Jabotabek,dan sebanyak 47% remaja di Bandung, pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Rata-rata usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah itu antara 13 sampai 18 tahun (Sugiri Syarif, 2010).Dari hasil pra survey yang telah penulis lakukan dengan mengajukan 5 pertanyaan tertulis tentang HIV/AIDS, dari 15 orang siswa/i yang diajukan pertanyaan, 60% dari mereka menjawab pertanyaan dengan benar dan 40%nya tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Alasan mereka tidak tahu karena mereka tidak pernah mendapatkan informasi dari sumber yang benar dan kurangnya tempat atau layanan khusus remaja dimana mereka bisa menanyakan tentang hal-hal seperti itu. Karena pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS yang masih kurang, penulis ingin mengetahui bagaimana perubahan pengetahuan siswa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan. Adanya perubahan pengetahuan, akan membuat perubahan dalam cara bersikap siswa terhadap suatu objek.Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa di SMK Negeri 2 Tuban.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang maka dapat di rumuskan masalah Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa di SMK Negeri 2 Tuban?1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa di SMK Negeri 2 Tuban.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan siswa sebelum mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS di SMK Negeri 2 Tuban. 2. Mengidentifikasi pengetahuan siswa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS di SMK Negeri 2 Tuban.3. Mengidentifikasi sikap siswa sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS di SMK Negeri 2 Tuban.4. Mengidentifikasi sikap siswa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS di SMK Negeri 2 Tuban.5. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa di SMK Negeri 2 Tuban.1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penerapan ilmu kesehatan terutama yang berhubungan dengan pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa di SMK Negeri 2 Tuban.1.4.2 Bagi ProfesiMemberi masukan tentang kesehatan dalam peningkatan pengetahuan dan sikap tentang HIV AIDS yang lebih ditekankan pada pencapaian penurunan kematian penderita HIV/AIDS.1.4.3 Bagi Institusi

Meningkatkan mutu dan kualitas proses belajar sehingga menghasilkan perawat yang professional. Hasil penelitian ini digunakan sebagai kajian baru di bidang kesehatan guna penelitian lebih lanjut, sebagai masukkan dan perbaikan dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.1.1 Definisi Pendidikan KesehatanPendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu, konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2003).Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dan tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, dan lain sebagainya. Berangkat dari konsep pendidikan kesehatan tersebut, pendidikan kesehatan didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilaku) mereka, untuk mencapai kesehatan mereka secara optimal (Notoatmodjo, 2003).Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut, para ahli pendidikan kesehatan juga telah mencoba membuat batasan tentang pendidikan kesehatan yang berbeda-beda, sesuai dengan konsep mereka masing-masing tentang pendidikan. Batasan-batasan yang sering dijadikan acuan antara lain dari : Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO dan lain sebagainya.2.1.2 Proses Pendidikan Kesehatan

Prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses dan persoalan keluaran (output). Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada siri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Proses kegiatan belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Input

Output(Subjek Belajar ) (Hasil Belajar)Gambar 2.1 Proses Belajar

2.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan KesehatanRuang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu.2. Pendidikan kesehatan kelompok, dengan sasaran kelompok.3. Pendidikan kesehatan masyarakat, dengan sasaran masyarakat luas.Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya :

1. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.2. Pendidikan kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah sakit-rumah sakit dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di Puskesmas dan sebagainya.3. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention ) dari Leavel and Clark, sebagai berikut :1. Promosi Kesehatan ( Health Promotion)Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, hygiene perorangan dan sebagainya.

2. Perlindungan Khusus (Spesific Protection)Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anaknya masih rendah.

3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis dan Prompt Treatment)Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam tahap ini.4. Pembatasan cacat (Disability Limitation)Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, menyebabkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengkibatkan orang yang bersangkutan cacad atau berketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.5. Rehabilitasi (rehabilitation)Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacad. Untuk memulihkan cacadnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran dari orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacad setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang cacad tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2003). 2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok dan individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Ircham Machfoeda, 2005).Pendidikan kesehatan juga sebagai suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya dan alat-alat bantu/alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan individual, kelompok dan massa (public).

1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja memperoleh/ mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor yang lestari atau ibu hamil tersebut segera minta imunisasi, maka harus didekati perorangan. Perorangan disini tidak hanya berarti kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga dari ibu tersebut. Dasar digunakannya pendekatan individual ini disebabkan setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang bebeda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat, serta membantunya maka perlu menggunakan metode ini.Bentuk dari pendekatan ini, antara lain :

a. Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance dan Counseling)

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek, dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

b. Interview (wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum, maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Ircham Machfoeda, 2005).2. Metode Pendidikan KelompokDalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. a. Kelompok Besar

Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain :

1) Ceramah : metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. 2) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat (Ircham Machfoeda, 2005).b. Kelompok KecilApabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :

1) Diskusi Kelompok

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi/ penyuluh juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Tepatnya mereka dalam taraf yang sama, sehingga tiap anggota kelompok ada kebebasan/ keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan berupa pertanyaan-pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta.2) Curah Pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok .Bedanya pada permulaannya pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (cara pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun. Baru setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan akhirnya terjadilah diskusi.3) Bola Salju (Snow Balling)Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mancari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.4) Kelompok kecil-kecil (Bruzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil kemudian dilontarkan suatu permasalahan-permasalahan sama/tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.5) Role Play (Memainkan Peranan)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memeragakan misalnya bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.6) Permainan Simulasi (Simulation Game)Metode ini merupakan gambaran antara roleplay dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehtaan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco, selain beberan atau papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber (Ircham Machfoeda, 2005)3. Metode Pendidikan Massa (Public)Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi, belum begitu diharapkan sampai dengan perubahan perilaku. Namun demikian bila sudah sampai berpengaruh terhadap perubahan perilaku adalah wajar.Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode ini, antara lain :

a. Ceramah umum (Public Speaking)

Pada acara-acara tertentu,misalnya pada Hari Kesehatan Nasional Menteri Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato di hadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendekatan pendidikan kesehatan massa. d. Sinetron Dokter Sartika di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan pendidikan kesehatan massa.e. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab/konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendekatan pendidikan kesehatan massa.

f. Bill Board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa (Ircham Machfoeda, 2005).2.1.5 Alat Bantu dan Media Pendidikan Kesehatan1. Alat Bantu (Peraga)

a. Pengertian

Yang dimaksud alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu objek, sehingga mempermudah persepsi. Seseorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoeh pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam membantu persepsi seseorang (Notoatmodjo, 2003).Dalam rangka pendidikan kesehatan masyarakat sebagai konsumer juga dapat dilibatkan dalam pembuatan alat peraga (alat bantu pendidikan). Untuk ini, petugas kesehatan berperan untuk membimbing dan membina, bukan hanya dalam hal kesehatan mereka sendiri, tetapi juga memotivasi mereka sehingga meneruskan informasi kesehatan kepada anggota masyarakat yang lain.

Alat peraga akan membantu dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan orang tersebut dengan jelas dan tetap pula. Dengan alat peraga orang dapat lebih mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit, sehingga mereka dapat menghargai betapa bernilainya kesehatan itu bagi kehidupan.

b. Faedah alat bantu pendidikanSecara terperinci, faedah alat peraga antara lain sebagai berikut :

1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.

5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.

7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.

8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.

9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiannya (Notoatmodjo,2003).2. Media Pendidikan Kesehatan

Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA). Disebut media pendidikan kerena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3, yakni :a. Media cetak

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain :

1) Booklet : ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

2) Leaflet : ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.

3) Flyer (selebaran) : Ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flip chart (lembar balik): ialah media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.

6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan yang bisanya di tempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum atau di kendaraan umum.

7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.b. Media elektronik Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan jenisnya berbeda-beda, antara lain :

1) Televisi : penyampaian pesan atau informais-informasi kesehatan melalui media televisi dapat dalam bentuk : sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah) dan sebagainya.

2) Radio : Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga dapat berbentuk macam-macam antara lain: obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah dan sebagainya.

3) Video : Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video.

4) Slide : Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi-informasi kesehatan.

5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

c. Media Papan (bill board)Papan (bill board) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum (bus dan taksi) (Notoatmodjo, 2003).2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Definisi

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan manusia terjadi melalui panca indra, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Bloom yang dikutip dari Notoadmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkat:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2.3 Kriteria Pengetahuan

Kriteria pengetahuan menurut Nursalam (2003):

1. Baik, bila didapatkan hasil: 76-100%

2. Cukup, bila didapatkan hasil: 56-75%3. Kurang, bila didapatkan hasil: 13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4+ dan tiga kategori klinis, yaitu:

1. Kategori klinis A : 500 sel/(l2. Kategori klinis B : 200-499 sel/(l3. Kategori klinis C :