Gambaran Prilaku Masyarakat Akan Pencegahan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue dalam Lingkungan Keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran DISUSUN OLEH: 1. Andri Wahyunar Firdaus (03.37473.00129.09) 2. Anggia Mayangsari Wardhana (03.37477.00133.09) PEMBIMBING: dr. Hj. Syarifah Rahimah, M.Kes dr. Sri Asih dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Gambaran Prilaku Masyarakat Akan Pencegahan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue dalam Lingkungan Keluarga
di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran
DISUSUN OLEH:
1. Andri Wahyunar Firdaus (03.37473.00129.09)
2. Anggia Mayangsari Wardhana (03.37477.00133.09)
PEMBIMBING:
dr. Hj. Syarifah Rahimah, M.Kes
dr. Sri Asih
dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes
Dipresentasikan pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2010
Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Puskesmas Palaran
Samarinda
2010
ABSTRAK
Wahyunar Firdaus, Andri. Mayangsari Wardhana, Anggia. 2010. Gambaran Prilaku Masyarakat Akan Pencegahan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue dalam Lingkungan Keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran. Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Pembimbing: (1) dr. Syarifah Rahimah, M.Kes, (2) dr. Sri Asih, (3) dr. Khairul Nuryanto, M.Kes
Latar Belakang: Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk di suatu tempat, akan semakin tinggi pula resiko terjadinya DBD di tempat tersebut. RT 12 adalah RT yang paling padat di Kelurahan Rawa Makmur. Pada tahun 2009, RT 12 termasuk RT dengan jumlah penderita DBD terbanyak di Kelurahan Rawa Makmur. Pengetahuan, sikap dan tindakan 3M+ masyarakat sangat mempengaruhi pencegahan terjadinya DBD di suatu wilayah. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat akan pencegahan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran. Metode: metode kuantitatif dengan membagi kuisioner pada 64 kepala keluarga beserta isteri di RT 12 dan dilakukan observasi lingkungan di dalam dan luar rumah. Hasil: Pengetahuan kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase 48% dan 52%. Sikap kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase adalah 92% dan 95%. Tindakan kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase masing-masing adalah 53% dan 56%. Observasi lingkungan dalam dan luar rumah beresiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan maupun tempat bersarangnya nyamuk Aedes aegypti.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia DBD merupakan salah
satu penyakit yang endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung
meningkat dan menjadi kejadian luar biasa (KLB) yang masih terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar
luasnya virus dengue dan nyamuk penularannya diberbagai wilayah di
Indonesia.1,2
Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya
terkendali, tetapi semakin mewabah. Pada tahun 2005, KLB DBD di Indonesia
telah menyerang 95.279 orang dengan angka kematian 1,36% dan incidence rate
nasional sebesar 43,42 kasus per 100.000 penduduk. Meskipun kalau
dibandingkan dengan KLB 1968 angka kematiannya jauh telah menurun,
sebenarnya angka kematian masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
Singapura (0,1%), India (0,2%), Vietnam (0,3%), Thailand (0,3%), Malaysia
(0,9%), dan Filipina (1%).2-6
Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi dengan
jumlah kabupaten/kota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330
kabupaten/kota (75% dari seluruh kabupaten/kota). Kalimantan Timur sendiri
menempati urutan ke-2 untuk angka kasus DBD terbanyak di Indonesia dengan
3
incidence rate sebesar 121,74 per 100.000 penduduk di tahun 2005.2,7,8,9 Pada
tahun 2007, kasus DBD di kota Samarinda dapat dikatakan sebagai KLB karena
angka kejadiannya sangat tinggi jika dibandingkan dengan angka kasus DBD
selama 5 tahun terakhir, yaitu 2009-2004. Tercatat jumlah penderita sebanyak
1451 orang dan 25 orang meninggal pada tahun 2007.2,8 Dari enam kecamatan
yang terdapat di Samarinda, Kecamatan Palaran adalah salah satu daerah endemik
DBD dimana pada tahun 2007 terjadi outbreak dengan incidence rate 4,8 per
1000 penduduk.7,9
Untuk Kecamatan Palaran, kasus DBD terbanyak selama tahun 2007
terdapat di Kelurahan Rawa Makmur di antara 5 kelurahan yang ada, yaitu
sebanyak 94 kasus dengan incidence rate sebesar 668,183 per 100.000 penduduk.
Dan untuk tahun 2008 di Kecamatan Palaran tercatat 67 kasus DBD tanpa ada
korban meninggal, 18 diantaranya berasal dari Kelurahan Rawa Makmur. Pada
tahun 2009 terdapat 58 kasus di kecamatan Palaran, tanpa ada korban meninggal,
jumlah tertinggi sebanyak 34 kasus berasal dari daerah Rawa Makmur.7,9
Obat untuk membasmi virus dan vaksin mencegah DBD hingga saat ini
belum tersedia. Nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) hingga saat ini masih
tersebar luas hampir di seluruh pelosok Indonesia, sehingga cara yang efektif
dalam memberantas penyakit ini adalah dengan melakukan pemberantasan sarang
nyamuk DBD (PSN DBD) oleh seluruh lapisan masyarakat di rumah-rumah dan
tempat-tempat umum (TTU) serta lingkungannya masing-masing secara terus
menerus. PSN-DBD dapat dilakukan dengan cara menguras, menutup rapat
tempat penampungan air dan mengubur barang-barang yang dapat menjadi tempat
tertampungnya air dan biasa dikenal sebagai tindakan 3M.11,12 Tercapainya tujuan
4
gerakan 3M perlu persiapan dan koordinasi antara beberapa pihak, antara lain
lurah, pejabat Pemkot dan pimpinan Puskesmas serta masyarakat sendiri.10,11,12
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di 9
kota besar di Indonesia tahun 1986-1987 menunjukkan pengetahuan, sikap, dan
tindakan masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD ini masih sangat kurang
yang nantinya berpengaruh terhadap tindakan 3M.13 Kepadatan penduduk
menjadikan produksi sampah meningkat, sehingga menambah tempat bagi
nyamuk untuk bersarang. Hal ini mengakibatkan semakin tinggi tingkat kepadatan
penduduk di suatu tempat, akan semakin tinggi pula resiko terjadinya DBD di
tempat tersebut.1 Hal tersebut di ataslah yang membuat kami memilih RT 12
menjadi tempat penelitian kami, sebab di samping jumlah penderita DBD di RT
tersebut merupakan salah satu yang paling tinggi di Kelurahan Rawa Makmur, RT
tersebut juga memiliki kepadatan yang paling tinggi di Kelurahan Rawa Makmur.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran prilaku masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat akan pencegahan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam
lingkungan keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat akan pencegahan
kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di
RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran .
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan terkait dalam penanggulangan
Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Dapat menambah wawasan bagi peneliti, masyarakat dan instansi
kesehatan yang terkait mengenai pelaksanaan program kegiatan 3M demam
Keterangan :Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-30Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 31-60 Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 61-90
35
Diagram 9 Gambaran Sikap Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 9 dan diagram 9 menunjukkan bahwa pada kelompok suami yang
memiliki sikap baik terhadap pencegahan DBD sebanyak 59 responden (92%),
yang memiliki sikap kurang sebanyak 5 responden (8%), dan yang memiliki sikap
buruk sebanyak 0 responden (0%). Pada kelompok isteri yang memiliki sikap baik
terhadap pencegahan DBD sebanyak 60 repsonden (94%), yang memiliki sikap
kurang 4 responden (6%), dan yang memiliki sikap buruk tidak ada (0%).
10. Tindakan
Tabel 10 Gambaran Tindakan Responden Terhadap Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Total 64 64 100% 100%Keterangan :Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-4Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 5-9 Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 10-13
36
Diagram 10 Gambaran Tindakan Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 10 dan diagram 10 menunjukkan bahwa responden suami yang
memiliki tindakan baik tentang pencegahan DBD sebanyak 34 responden (53%),
yang memiliki sikap kurang sebanyak 29 responden (45%), dan yang memiliki
sikap buruk sebanyak 1 responden (2%). Pada responden isteri yang memiliki
tindakan baik tentang pencegahan terhadap penyakit DBD sebanyak 36 responden
(56%), responden yang memiliki sikap kurang sebanyak 28 responden (44%), dan
yang memiliki sikap buruk sebanyak 0 responden (0%).
37
11. Pengetahuan Berdasarkan Umur
Tabel 11a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Kelompok Umur
JumlahTotal
PersentaseTotal
Buruk Kurang Baik Buruk Kurang Baik20-44 tahun 1 16 22 39 3% 41% 56% 100%45-54 tahun 1 5 7 13 8% 38% 54% 100%55-59 tahun 3 2 2 7 43% 29% 29% 100%≥ 60 tahun 1 4 0 5 20% 80% 0% 100%
Total 6 27 31 64 9% 42% 48% 100%
Diagram 11a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 11a dan diagram 11a, pada responden suami dengan
kelompok umur 20-44 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 22 responden (56%), kurang sebanyak 16 responden
(41%), buruk sebanyak 1 responden (3%). Pada kelompok umur 45-54 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 7 responden
(54%), kurang sebanyak 5 responden (38%), buruk sebanyak 1 responden (8%).
Pada kelompok umur 55-59 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 2 responden (29%), kurang sebanyak 2 responden
38
(29%), buruk sebanyak 3 responden (43%). Pada kelompok umur ≥ 60 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 0 responden
(0%), kurang sebanyak 4 responden (80%), buruk sebanyak 1 responden (20%).
Tabel 11b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Kelompok Umur
JumlahTotal
PersentaseTotal
Buruk Cukup Baik Buruk Cukup Baik20-44 tahun 2 15 25 42 5% 36% 60% 100%45-54 tahun 2 4 6 12 17% 33% 50% 100%55-59 tahun 1 3 2 6 17% 50% 33% 100%≥ 60 tahun 1 3 0 4 25% 75% 0% 100%
Total 6 25 33 64 9% 39% 52% 100%
Diagram 11b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 11b dan diagram 11b, pada responden isteri dengan
kelompok umur 20-44 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 25 responden (60%), kurang sebanyak 15 responden
(36%), buruk sebanyak 2 responden (5%). Pada kelompok umur 45-54 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 6 responden
39
(50%), kurang sebanyak 4 responden (33%), buruk sebanyak 2 responden (17%).
Pada kelompok umur 55-59 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 2 responden (33%), kurang sebanyak 3 responden
(50%), buruk sebanyak 1 responden (17%). Pada kelompok umur ≥ 60 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 0 responden
(0%), kurang sebanyak 3 responden (75%), buruk sebanyak 1 responden (25%).
12. Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 12a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Diagram 12b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 12b dan diagram 12b, pada responden isteri dengan
pekerjaan karyawan pabrik memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden
(33%), kurang 2 responden (67%), buruk 0 responden (56%). Pada pedagang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 5 responden (83%), kurang 1 responden
(17%), buruk 0 responden (0%). Pada tani yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 1 responden (14%), kurang 3 responden (43%), buruk 3 responden
(43%). Pada IRT yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 24 orang (55%),
kurang 17 responden (39%), dan buruk 3 responden (7%). Pada PNS yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 responden (50%), kurang 2 responden
(50%), buruk 0 responden (0%).
42
13. Cek List Observasi Lingkungan Rumah Responden
Cek List
PernyataanIya Tidak
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1Menguras Bak mandi minimal 1 kali seminggu
44 69% 20 31%
2Semua penampungan air yang tidak diberi abate ditutup
8 13% 56 88%
3
Terdapat kaleng bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air hujan
55 86% 9 14%
4
Terdapat vas bunga ataupun tempat minuman burung/ayam/binatang peliharaan lainnya yang berisi air
4 6% 60 94%
5Terdapat jendela dan pintu yang memungkinkan cahaya matahari masuk
56 88% 8 13%
6Terdapat ventilasi di atas jendela dan pintu
53 83% 11 17%
7Terdapat kelambu di kamar tidur
38 59% 26 41%
8Gantung pakaian kotor di dalam kamar (dibalik pintu/dinding kamar)
62 97% 2 3%
9Menggunakan lotion anti nyamuk pagi jam 08.00-10.00 dan sore jam 15.00-17.00
4 6% 60 94%
10Menggunakan obat nyamuk pagi jam 08.00-10.00 dan sore jam 15.00-17.00
3 5% 61 95%
11Menggunakan ikan pemakan jentik
12 19% 52 81%
12Terdapat jentik minimal pada salah satu tempat penampungan air
11 17% 53 83%
13 Ibu sebagai pelaksana 3M 51 80% 13 20%
43
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 64 rumah, masih banyak
responden yang belum melaksanakan 3M dengan baik dalam usaha pencegahan
penyakit DBD. Menutup tempat penampungan air yang tidak diberi abate hanya
dilakukan oleh 8 rumah (13%). Terdapatnya jentik minimal pada satu tempat
penampungan air didapatkan pada 11 rumah (17%). Kalenga-kaleng bekas,
tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air bersih masih
banyak ditemukan di rumah responden, yaitu sebanyak 55 rumah (86%). Vas
bunga atau tempat minum ayam atau burung yang jarang dibersihkan masih
terdapat pada 4 rumah (6%). Kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
masih banyak dilakukan oleh responden, sebanyak 62 rumah (97%) yang
didapatkan di dalam kamarnya menggantung pakaian. Jendela dan pintu yang
memungkinkan cahaya matahari masuk didapatkan pada 56 rumah (88%).
Ventilasi di atas jendela didapatkan pada 53 rumah (83%). Kelambu yang
didapatkan tergantung di kamar tidur ada pada 38 rumah (59%). Menggunakan
lotion anti nyamuk pada pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 didapatkan pada 4
rumah (6%). Menggunakan obat nyamuk (bakar, semprot, atau elektrik) pada
pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 didapatkan pada 3 rumah (5%). Menggunakan
ikan pemakan jentik hanya terdapat pada 12 rumah (19%), Ibu sesebagai
pelaksana kegiatan 3M dilakukan pada 51 rumah (80%). Menguras bak mandi
minimal seminggu sekali dilakukan oleh 44 rumah (69%).
44
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kepala keluarga dan
isterinya mengenai pencegahan penyakit demam berdarah mealalui penerapan
3M+ adalah baik, karena terdapat 64 responden (50%) yang menjawab pertanyaan
dengan baik sehingga nilainya masuk ke dalam kriteria baik. Kriteria baik ini pada
responden suami dan pada responden isteri tidak memberikan makna yang nyata
pada suami didapatkan 31 responden (48%) dan pada responden isteri sebanyak
33 responden (52%). Walaupun sebagian besar responden memiliki pengetahuan
yang baik mengenai 3M+, tetapi masih cukup banyak pula responden yang
tergolong masih kurang pengetahuannya, yakni 39% pada responden isteri, dan
42% pada responden suami. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor
yang mempengaruhi, misalnya pada penelitian ini masih cukup banyak responden
yang berpendidikan SD, yaitu sebanyak 31 responden (24%) dan berpendidikan
SMP, yaitu sebanyak 29 responden (23%). Seperti kita ketahui, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin luas pula pengetahuannya dan
lebih mudah memahami pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuisioner. Namun
bila dibandingkan antara suami dan isteri, kelompok responden isteri memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dari pada responden suami. Hal ini
mungkin dikarenakan para suami pada umumnya bekerja di luar rumah sehingga
tidak memiliki banyak waktu untuk menerima informasi tentang pencegahan
Demam Berdarah baik dari puskesmas (36%), televisi (31%), maupun sumber
45
informasi yang lainnya. Sedangkan kelompok responden isteri mayoritas bekerja
sebagai ibu rumah tangga, sehingga memiliki banyak waktu di rumah untuk
memperoleh informasi dari puskesmas dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan
puskesmas, seperti menghadiri kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Selain
itu IRT sering mengisi waktu senggangnya dengan menonton televisi, sehingga
dengan menonton televise dapat menambah pengetahuan IRT tersebut.
6.1.2 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Umur
Berdasarkan kelompok umur, tingkat pengetahuan pada kelompok
responden suami yang paling baik ditunjukkan oleh responden suami yang berasal
dari kelompok umur 20-44 tahun (56%). Dari penelitian yang dilakukan, makin
meningkatnya umur tetapi tingkat pengetahuannya semakin rendah, bahkan
pengetahuan mereka yang berasal dari kelompok umur ≥ 60 tahun dapat dikatakan
kurang (80%). Sementara berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh
Nursalam, bahwa dengan meningkatnya umur seseorang diharapkan tingkat
pengetahuan juga meningkat apalagi didukung dari latar belakang pendidikan dan
pengalaman sehingga mampu untuk mengambil keputusan.26 Namun dari hasil
penelitian yang didapatkan bahwa responden yang berusia lanjut (≥ 60 th) ternyata
memiliki pengetahuan yang kurang terutama mengenai 3M, kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya karena faktor usia lanjut yang
menyebabkan fungsi intelektual yang memperlihatkan sifat-sifat perencanaan,
regulasi dan verifikasi, menurun secara bermakna.29 Schoenburg dan Coleangus
(1987) pun melaporkan bahwasanya proses degeneratif fungsi otak yang biasa
terjadi pada usia lanjut per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-
46
69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun
(Japardi, 2002). Seiring dengan hal tersebut, pada penelitian ini didapatkan
responden yang berusia ≥ 60 th memiliki pengetahuan yang kurang mengenai 3M
dibanding dengan kelompok usia yang lebih muda.
6.1.3 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat RT 12 baik kelompok suami maupun
isteri pada umumnya baik karena sebagian besar responden suami (47%)
pendidikan terakhirnya SMA, lalu SMP (28%), SD (17%), dan Perguruan Tinggi
(8%). Sedangkan responden isteri juga memiliki pendidikan terakhir SMA (44%),
lalu SD (31%), SMP (17%), PT (8%). Pada kelompok responden suami,
berdasarkan jenjang pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi, responden
yang tingkat pendidikannya D3 memiliki pengetahuan paling baik (67%) dan
tidak berbeda jauh dengan yang SMA yaitu 63%. Tingkat pengetahuan ini makin
berkurang seiring makin rendahnya tingkat pendidikan. Namun kelompok
responden suami berpendidikan terakhir S1 memiliki pengetahuan sebesar 50%,
angka ini sedikit lebih rendah dari responden SMA dan D3, hal ini mungkin
dikarenakan pengetahuan tentang pencegahan DBD dapat diperoleh di luar
bangku kuliah, seperti dari puskesmas, televisi, dan sebagainya.
Pada kelompok responden isteri, berdasarkan jenjang pendidikan mulai
dari SD hingga perguruan tinggi, responden yang tingkat pendidikannya SMP
memiliki pengetahuan paling baik (64%). Pola tingkat pengetahuan ini tidak
mengikuti pola makin berkurang seiring makin rendahnya tingkat pendidikan. Hal
ini terbukti dari tingkat pengetahuan kelompok SMP yang lebih tinggi dari
47
kelompok S1 dan SMA, meskipun hanya berbeda 10% saja. Hal ini semakin
memperkuat anggapan bahwa pengetahuan tentang pencegahan DBD bukan
hanya bisa diperoleh di pendidikan formal, tetapi dapat juga diperoleh di luar itu,
seperti dari puskesmas, televisi, dan sebagainya.
6.1.4 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan jenis pekerjaan, pada kelompok responden suami yang
memiliki tingkat pengetahuan paling baik mengenai 3M+ adalah responden
bekerja sebagai pedagang (60%). Kemudian bekerja karyawan pabrik adalah 56%
dan PNS sebesar 50%. Sedangkan yang sehari-harinya bekerja sebagai tani supir
masing-masing tingkat pengetahuannya bisa dikatakan cukup kurang dengan
persentase 44% dan 40%. Kurangnya pengetahuan tentang 3M+ pada supir dan
tani kemungkinan dipengaruhi oleh lamanya kewajiban mereka bekerja dalam
satu hari, berbeda dengan pekerjaan lainnya, supir dan tani bekerja sehari penuh
dari pagi hingga senja hari. Hal ini dapat mempengaruhi kesempatan mereka
untuk lebih banyak memperoleh informasi tentang pencegahan DBD. Di samping
itu, tingkat pengetahuan supir dan tani yang rendah dapat pula dipengaruhi oleh
pendidikan mereka, di mana seluruh responden tani adalah SD dan SMP, begitu
pula responden supir yang berpendidikan SD dan SMP, dan hanya satu orang
yang berpendidikan SMA. Sedangkan yang berprofesi sebagai PNS, karyawan
pabrik, dan pedagang berpendidikan mayoritas adalah SMA dan ada pula yang
lulusan sarjana, sehingga tingkat pengetahuan mereka paling baik di antar a
kelompok responden yang lainnya.
48
Berdasarkan jenis pekerjaan, pada kelompok responden isteri yang
memiliki tingkat pengetahuan paling baik mengenai 3M+ adalah responden
bekerja sebagai pedagang (83%). Kemudian bekerja IRT adalah 55% dan PNS
sebesar 50%. Sedangkan yang sehari-harinya bekerja sebagai tani dan karyawan
pabrik masing-masing tingkat pengetahuannya bisa dikatakan cukup kurang
dengan persentase 33% dan 14%. Kurangnya pengetahuan tentang 3M+ yang
paling rendah pada tani kemungkinan dipengaruhi oleh lamanya kewajiban
mereka bekerja dalam satu hari, berbeda dengan pekerjaan lainnya tani bekerja
sehari penuh dari pagi hingga senja hari. Hal ini dapat mempengaruhi kesempatan
mereka untuk lebih banyak memperoleh informasi tentang pencegahan DBD.
Tujuan kesehatan dewasa ini dititikberatkan pada preventif dan promotif
yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Ibu-ibu rumah tangga
salah satu dari kelompok perantara dalam rangka upaya promotif dan preventif
ini. Upaya pencegahan diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan
kesehatan tentang demam berdarah.31
6.2 Sikap
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pada umumnya (93%)
responden mempunyai sikap yang baik terhadap 3M+, seiring dengan tingkat
pengetahuan masyarakat yang juga tergolong baik (50%) mengenai 3M+. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmojo (1997) bahwa sikap
seseorang cenderung ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dimilikinya.26
Pada kelompok responden suami diperoleh angka 92%, sedangkan pada
kelompok responden isteri diperoleh angka yang lebih tinggi yaitu 94%. Hal ini
sesuai dengan teori karena seiring dengan tingkat pengetahuan isteri yang lebih
49
tinggi dari pada suami, maka sikap kelompok responden isteri lebih tinggi pula
dari pada kelompok responden suami.
6.3 Tindakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden
memiliki tingkat tindakan 3M+ yang cukup baik, yaitu 55%. Pada responden pria,
diperoleh angka yang 53%, sedangkan pada responden isteri diperoleh angka yang
lebih tinggi, yaitu 56%, hal ini dapat dipengaruhi oleh pekerjaan dari isteri yang
paling banyak adalah ibu rumah tangga, sehingga lebih sering di rumah. Dengan
sering di rumah, sehingga lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan
3M+ di rumah.
Tingginya angka tingkat tindakan yang baik sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap, walaupun masih banyak hal lain yang mempengaruhi
tindakan, seperti persepsi, motivasi dan emosi.27 Sesuai juga dengan pernyataan
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.26
Hasil analisa data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso, dkk., 2005, dengan sampel 606 rumah
dan 6006 responden didapatkan 48,3% pengetahuan reponden terhadap DBD
adalah rendah dan 51,7% termasuk tinggi. Untuk sikap didapatkan bahwa 49,8%
sikap responden terhadap DBD positif dan 50,2% responden mempunyai sikap
negatif terhadap DBD. Sedangkan untuk perilaku didapatkan 54,3% responden
50
telah berperilaku baik dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit demam
berdarah dan sebaliknya 45,7% responden berperilaku masih belum sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh program P2 DBD. Rendahnya pengetahuan, sikap dan
tindakan responden memiliki potensi yang legih besar dalam kaitannya dengan
kejadian penyakit DBD. Tetapi, tidak ada hubungan yang sifnifikan antara
pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap indeks larva.32
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadi, 2006 pada 96
rumah, menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
reponden dengan keberadaan jentik di rumah responden. Selain itu, ada hubungan
yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di rumah
responden. Ada hubungan yang bermakna antara praktik responden tentang
pencegahan melalui PSN abatisasi dengan keberadaan jentik di rumah
responden.33
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Devi, 2007, memiliki
kesimpulan yang berbeda dengan penelitian lainnya dimana pengetahuan (gejala
DBD, cara penularan dan perilaku nyamuk Aedes) dengan tingkat endemisitas
DBD tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku kesehatan cara
pengendalian vektor dan penanganan awal terhadap gejala DBD dengan tingkat
endemisitas DBD.34
6.4 Cheklist observasi lingkungan dalam dan luar rumah
51
Untuk melengkapi penelitian tentang tindakan, pada penelitian ini
dilakukan pula pendataan checklist terhadap variabel 3M+ yang dapat diamati
dengan memeriksa ke dalam rumah maupun lingkungan di luar rumah.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat banyak sekali
hal-hal yang ditemukan di dalam maupun di luar rumah yang dapat menjadi faktor
resiko tertular DBD.
Dari hasil penelitian ditemukan tempat penampungan yang tidak diberi
abate yang tidak ditutup sebanyak 56 rumah (88%). Adanya jentik minimal pada
salah satu tempat penampungan air pada 11 rumah(17%). Ditemukan kaleng
bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air hujan pada
55 rumah(86%). Ditemukan adanya pakaian kotor yang digantung di dalam kamar
pada 62 rumah(97%). Responden juga mengatakan bahwa menggunakan lotion
anti nyamuk pada waktu yang kurang tepat, pada sebanyak 60 rumah atau 94%.
Dan responden yang menggunakan obat nyamuk bakar pada waktu yang kurang
tepat sebanyak 61 rumah (95%).
Masih banyak penggunaan lotion anti nyamuk dan obat nyamuk pada
waktu yang tidak tepat. Seharusnya lotion anti nyamuk dan obat nyamuk
(semprot,bakar, elektrik digunakan pada pagi (pukul 8-10) dan sore hari (pukul 3-
5. Menurut penelitian, nyamuk Aedes aegypti biasanya terbang pada waktu-waktu
tersebut.
Dari hasil pendataan observasi lingkungan dalam dan luar rumah
tersebut dapat disimpulkan bahwa resiko terkena DBD pada warga RT 12 masih
sangat tinggi, sebab masih banyak tempat penampungan yang tidak diberi abate
yang tidak ditutup, jentik minimal pada salah satu tempat penampungan air,
52
kaleng bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air
hujan, pakaian kotor yang digantung di dalam kamar. Tempat-tempat di atas
sangat berpotensi sekali menjadi tempat perkembangbiakan maupun tempat
bersarangnya nyamuk Aedes aegypti. Untuk mengurangi adanya tempat-tempat
yang bisa menampung air bersih maka sebaiknya dilakukan gotong royong secara
rutin yang melibatkan semua warga RT 12. Selain itu, setiap warga RT 12 harus
memiliki kebiasaan untuk selalu mengubur benda-benda yang berpotesi sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk. Masih banyaknya temapt penampungan air
yang tidak ditutup sangat beresiko menyebabkan tingginya angka jentik. Namun,
jentik pada wilayah RT ini hanya ditemukan sebesar 17%. Hal ini dikarenakan
warga sering menguras bak mandinya minimal 1 minggu sekali sehingga nyamuk
tidak sempat berkembang biak. Tetapi jika hal ini tidak diwaspadai maka angka
penderita DBD akan semakin meningkat karena masih banyaknya faktor-faktor
lain yang ditemukan di wilayah RT 12 ini berpotensi menyebabkan terjadinya
DBD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu, 2006, pada 82 responden
didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan antara
kebiasaan menutup tempat penampungan air, kebiasaan menguras tempat
penampungan air dan kebiasaan membuang sampah dengan kejadian penyakit
DBD. Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan
kejadian penyakit DBD. Berdasarkan penelitian tersebut perlu diakukan PSN
dengan 3M yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat
penampungan air, dan mengubur barang bekas.35
53
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fathi, dkk., 2005 pada 200
sampel disimpulkan bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air ,
baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan
faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar
Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue.13
Demikian pula penelitian yang dilakukan Devi, 2005, dengan kesimpulan
ada hubungan yang signifikan antara kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes (MI) dengan (PI) di wilayah endemis dan tidak ada hubungan yang
signifikan antara kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes (MI) dengan
indeks kepadatan nyamuk Aedes di wilayah sporadic. Ada hubungan yang kuat
antara kondisi fisik perumahan terhadap indeks kepadatan nyamuk Aedes berupa
(HI) dan (BI) di wilayah endemis; dan kualitas perumahan terhadap indeks
kepadatan nyamuk Aedes berupa (HI) dan (CI) di wilayah sporadis.34
54
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengetahuan, sikap
dan tindakan kepala keluarga beserta isteri mengenai pencegahan penyakit DBD
dan observasi lingkungan di dalam dan luar rumah, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa
Makmur Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui
kegiatan 3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 48% dan
52%.
2. Sikap kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa Makmur
Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui kegiatan
3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 92% dan 95%.
3. Tindakan kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa
Makmur Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui
kegiatan 3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 53% dan
56%.
4. Checklist observasi lingkungan di dalam dan luar rumah menunjukkan bahwa
masih terdapat tempat-tempat beresiko yang sangat berpotensi sekali menjadi
tempat perkembangbiakan maupun tempat bersarangnya nyamuk Aedes
aegypti.
55
7.2 Saran
1. Perlu digalakkan kembali gotong royong di RT 12 Rawamakmur Kecamatan
Palaran agar lingkungan di RT 12 bersih sehingga dapat mengurangi
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
2. Perlu dilaksanankannya kegiatan pemerantasan sarang nyamuk secara
mandiri dan teratur sesuai standar.
3. Puskesmas perlu menggiatkan sosialisasi pentingnya melakukan kegiatan
3M+ di masing-masing rumah.
4. Kader jumantik perlu lebih giat dalam melaksanakan pemeriksaan jentik
berkala agar jumlah jentik di RT 12 ini tidak menjadi lebih banyak.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia: Jakarta.
2. Yudhastuti R, Vidyani A, 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-08.pdf> [Diakses tanggal 4 Agustus 2008].
3. Kompas Cyber Media, 2008. Window Screen Untuk DBD. Jakarta : Depkes RI.
4. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. 2006: 1-24, 45-84, 85-132, 169-200.
5. Rampengan TH. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Dlm: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005: 122-149.
6. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness. 2005, 5; 13: 1-34.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2007.
8. Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2008. Data Penderita DBD Per Kecamatan Tahun 2008.
11. Kep.Dirjen PPM-PLP, 1996. Menggerakkan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD); Petunjuk bagi Kader dan Tokoh Masyarakat pada Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
12. Departemen Kesehatan, 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Depkes RI: Jakarta.
13. Fathi dkk, 2005. Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/KESLING-2-1-01.pdf> [Diakses tanggal 18 Februari 2008].
14. Indrajaya T, Ghanie A. Demam Berdarah Dengue. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. PAPDI. Jakarta. 2003.
15. Hadinegoro RH, Satari HI. Demam Berdarah Dengue (Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dalam Tatalaksana kasus DBD). Jakarta: FKUI. 1998.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit DBD. Direktorat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 1992.
17. Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur. Profil Kesehatan Kaltim. Samarinda: 17 Propinsi Kaltim. 2005.
18. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, dkk. Demam Berdarah Dengue. Dlm: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000: 419-428.
19. CDC. Dengue Hemorrhagic Fever in U.S.-Mexico Border, 2005. MMWR. August 10, 2007, 56; (31): 785-789.
20. Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Data Kasus Demam Berdarah Dengue. Samarinda: Dinas Kesehatan Kota. 2007.
22. CDC, 2005. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/arbor/images/aedes.jpg> [Diakses tanggal 8 Agustus 2008].
23. Haltead, S. 1999. Arbovirus, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15. EGC: Jakarta Hal 1134,113.
24. Djunaedi D, 2006. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya. Malang : Universitas Muhammadiyah.
25. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
26. Notoadmodjo S, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
27. Sarwono S, 1997. Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
28. Slamet SJ, 1994. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
29. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
30. Japardi I, 2002. [Internet]. Penyakit Alzheimer. Bersumber dari : <http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi38.pdf> [Diakses tanggal 25 Oktober 2008].
31. Muhlisin A, Pratiwi A. Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. Warta. Volume 9. Nomor 2. September, 2006: 123-129.
32. Santoso, Anif B. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) asyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. Volume 7. Nomor 2, Agustus 2008: 732 – 739.
33. Warsito H. 2005. Hubungan Perilaku Masyarakat tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Sejati Kota Bandung.
34. Octaviana D. 2007. Faktor Resiko Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
35. Fitria AU. 2006. Beberapa Faktor Perilaku Kepala Keluarga yang Berhububgan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.