IMPLIKASI BADAN USAHA MILIK DESA TIRTA MANDIRI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Penelitian di Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Konsentrasi Pemerintahan Daerah Disusun Oleh: JEFRI BABU HAHANG 17610018 PROGRAM MAGISTER SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA 2018
100
Embed
Penelitian di Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten …repo.apmd.ac.id/753/1/JEFRI BABU HAHANG 17610018.pdf · 2019-05-21 · Biaya Umroh melalui Undian, Biaya lauk pauk untuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMPLIKASI BADAN USAHA MILIK DESA TIRTA MANDIRIBAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Penelitian di Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai DerajatMagister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Disusun Oleh:
JEFRI BABU HAHANG17610018
PROGRAM MAGISTERSEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA2018
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama : JEFRI BABU HAHANGNIM : 17610018
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul IMPLIKASI BADAN
USAHA MILIK DESA TIRTA MANDIRI, Penelitian di Desa Ponggok Kecamatan
Polanharjo Kabupaten Klaten adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam tesis tersebut telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Yogyakarta, 12 Juli 2018
Yang membuat pernyataan
Jefri Babu Hahang
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis telah dapat menyusun tesis ini.
Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai
derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Konsentrasi Pemerintah
Daerah di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD”
Yogyakarta.
Terselesaikannya penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan doa, bimbingan maupun saran-saran yang
berguna dalam penyusunan tesis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. R. Widodo Triputro, selaku Direktur Program Magister Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “AMPD” Yogyakarta.
2. Bapak DR. E.W. Tri Nugroho, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sampai
selesainya tesis ini.
3. Bapak Drs. Suharyanto, MM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sampai
selesainya tesis ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa (STPMD) “AMPD” Yogyakarta, yang telah membekali
banyak ilmu pengetahuan.
5. Saudara-saudari yang telah memberikan dukungan dan menjadi motivator
untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa (STPMD) “AMPD” Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam usaha penyusunan tesis ini tidak luput dari
kekurangan, kesulitan, hambatan maupun rintangan, sehingga tesis ini masih jauh
dari kata sempurna.
v
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan dan melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada Bapak dan Ibu Dosen dan semua pihak atas segala bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi semua pihak yang berminat
pada penelitian dibidang ini.
Yogyakarta, 12 Juli 2018
Penulis
Jefri Babu Hahang
vi
MOTTO
Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidakada rencana-Mu yang gagal.
(Ayub 42:2)
Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan dalam hidupku, tetapirancangan damai sejahtera untuk memberikan kepada ku hari depan yang
penuh harapan.(Yeremia 29:11)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan sukacita tesis ini ku persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus sang Juruselamat ku yang memberikan napas kehidupan
hingga sampai detik ini.
2. Ayah tercinta Papa Matius Renggi Tay dan Ibunda tercinta Mama Lohu Jejul
yang memberikan dukungan doa setiap saat maupun dukungan lewat waktu,
tenaga dan materi yang teristimewa telah membesarkan saya.
3. Rambu Arnesta Tinggi Nalu yang selalu memberikan dukungan doa, motivasi
bahkan waktu, tenaga dan materi.
4. Almamater ku tercinta Program Magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa (STPMD) “AMPD” Yogyakarta, serta keluarga dan sahabat-
sahabat ku.
Terima kasih atas segalanya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus Memberkati kita
semua. AMIN
viii
DAFTAR ISI
halaman
JUDUL....................................................................................................... …. i
PENGESAHAN ......................................................................................... …. ii
PERNYATAAN ........................................................................................ …. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. .... …. iv
MOTTO ..................................................................................................... …. vi
PERSEMBAHAN...................................................................................... …. vii
DAFTAR ISI.............................................................................................. …. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... …. xi
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK........................................................ … xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. … xiii
INTISARI................................................................................................... … xiv
ABSTRACT ................................................................................................. … xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... … 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... … 1
B. Fokus Penelitian ....................................................................... … 12
C. Rumusan Masalah .................................................................... … 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ ... 12
1. Tujuan Penelitian ............................................................... … 12
Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besarmodalnya dimilliki oleh desa mulai penyertaan secara langsung yang berasal darikekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usahalainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa, dalam mengatasiketertinggalan desa, pengangguran, dan kemiskinan. Dari latar belakang masalahmaka fokus penelitiannya pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, pengembanganekonomi masyarakat desa, popularitas desa, kendala yang dihadapi, dan perumusanmasalahnya adalah “Bagaimana Implikasi Badan Usaha Milik Desa bagiKesejahteraan Masyarakat?”. Dan tujuannya untuk mendeskripsikan Implikasi BadanUsaha Milik Desa bagi Kesejahteraan Masyarakat.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukanwawancara dengan metode penelitian adalah deskriptif kualitatif guna menjelaskanfokus, permasalahan, dan tujuan. Setelah melakukan observasi, wawancara,dokumentasi selanjutnya mendiskripsikan hasil penelitian dengan menggunakanteknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan danverifikasi.
Sehingga diperoleh dari hasil pengamatan dan dokumentasi bahwa BadanUsaha Milik Desa Tirta Mandiri memiliki unit-unit usaha yang dikelola dandikembangkan dan berpenghasilan miliaran setiap tahun, unit usaha yang dikeloladan dikembangkan, yaitu: 1) Obyek Wisata Umbul Ponggok; 2) Toko Desa “SumberPanguripan”; 3) Ponggok Ciblon; 4) Kios Kuliner. Program Prioritas Badan UsahaMilik Desa Tirta Mandiri, yaitu: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Gratis,Beasiswa Mahasiswa, Tunjangan Lanjut Usia, Bantuan/Donasi ke Taman PengajianAnak, Bak Sampah, Biaya Umroh melalui Undian, Biaya lauk pauk untuk KeluargaMiskin, dan Kompensasi atau Bagi Hasil. Bukti dari keberhasilan Badan Usaha MilikDesa Tirta Mandiri Ponggok, akhirnya membuahkan hasil dan penghargaan awarddari Pemerintah pada tahun 2017. Penghargaan berupa piala, piagam penghargaan,dan uang pembinaan Rp. 9.000.000 (Sembilan Juta Rupiah). Kendala utama yangdihadapi sekarang adalah kurangnya transparan dalam pengelolaan Badan UsahaMilik Desa Tirta Mandiri, dan persinofikasi kemudian membentuk patronklien dalamproses pemanfataan Badan Usaha Milik Desa.
Dapat disimpulkan bahwa Implikasi Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiridalam perkembangannya hingga sampai sekarang sudah memiliki perkembanganyang sangat baik, dan yang menjadi permasalahan bagi masyarakat sejak belumadanya Badan Usaha Milik Desa seperti ketertinggalan, kemiskinan danpengangguran, sekarang sudah mulai terjawab dengan adanya Badan Usaha MilikDesa dengan dikelola unit-unit usaha dan sekarang juga sementara memprogramkanunit-unit usaha baru seperti pariwisata air, karena Desa Ponggok sendiri memilikisumber air yang melimpah.
Kata-kata kunci: Implikasi, Badan Usaha Milik Desa, Kesejahteraan
xv
ABSTRACTA Village-Owned Enterprise is a business entity that is wholly or partly
capitalized by a village beginning direct participation of derived village wealth tomanage assets, services and other businesses for the greatest welfare of villagecommunities, in overcoming the backwardness of villages, unemployment , andpoverty. From the background of the problem then the focus of his research on themanagement of the Village Owned Enterprise, the economic development of thevillage community, the popularity of the village, the constraints faced, and theformulation of the problem is "How Implications of Village-Owned Enterprises forPeople's Welfare?". And the goal is to describe the Implications of Village OwnedEnterprises for the Prosperity of Society.
The data obtained in this research is conducted by interviewing with researchmethod is descriptive qualitative to explain focus, problem, and purpose. Aftermaking observations, interviews, further documentation describes the results ofresearch by using data analysis techniques namely data reduction, data presentation,conclusion and verification.
So obtained from the results of observation and documentation that the TirtaMandiri Village Ownership Enterprises have business units managed and developedand earn billions each year, business units are managed and developed, namely: 1)Tourism Object Umbul Ponggok; 2) Village Shop "Sumber Panguripan"; 3) PonggokCiblon; 4) Culinary Kiosk. Priority Program of Tirta Mandiri Village OwnedEnterprises, namely: Free Social Security Administering Board (BPJS), StudentScholarship, Elderly Benefit, Help/Donation to Child Welfare Park, Trash Can,Umroh Cost through Lottery, Paid Cost for Poor Family, and Compensation or ProfitSharing. Evidence from the success of the Tirta Mandiri Ponggok Village OwnedEnterprise, finally resulted in the award and award from the Government in 2017.Awards in the form of trophies, awards charter, and coaching money Rp. 9,000,000(Nine Million Rupiah). The main obstacle faced today is the lack of transparency inthe management of the Tirta Mandiri Village Owned Enterprise, and persinofikasithen establish patronklien in the process of utilization of Village Owned Enterprises.
It can be concluded that the implications of the Tirta Mandiri Village OwnershipEnterprises in its development up to now already have a very good development, andwhich became a problem for the community since the absence of Village OwnedEnterprises such as backwardness, poverty and unemployment, now has begun to beanswered by the existence of Business Entity Village Owned by managed businessunits and now also temporary programming new business units such as watertourism, because Ponggok Village itself has an abundant water source.
Key Words: Implications, Village Owned Enterprises, Community Welfare
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program pemberdayaan ekonomi dan peningkatan jaminan sosial
masyarakat desa sudah semenjak lama dijalankan oleh pemerintah melalui
berbagai program. Program seperti itu sekurang-kurangnya perlu memperhatikan
tiga hal penting, yaitu (1) bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh
pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar; (2) aspirasi masyarakat
daerah sendiri, terutama yang terefleksi pada prioritas program-program
pembangunan daerah; dan (3) keterkaitan antar daerah dalam tata perekonomian
dan politik (Sunyoto, 2006:12).
Hal ini lebih disebabkan karena lembaga-lembaga tersebut dibentuk melalui
intervensi pemerintah. Akibatnya justru menghambat daya kreativitas dan inovasi
masyarakat desa dalam mengelola dan menjalankan mesin ekonomi di pedesaan.
Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif
dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan pemerintah sehingga
mematikan semangat kemandirian.
Belajar dari kurang efektifnya pelaksanaan program yang sudah ada, salah
satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menstimuli dan menggerakkan
roda perekonomian di pedesaan adalah melalui penyatuan pengelolaan
kelembagaan ekonomi yang ada. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola
sepenuhnya oleh masyarakat desa. Bentuk kelembagaan sebagaimana disebutkan
di atas dinamakan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Untuk pembangunan perekonomian di desa, dilakukan penetapan kegiatan
dan komunitas terpilih, sinkronisasi dengan pemerintah pusat, provinsi dan
2
kabupaten/kota. Dilaksanakan penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa),
penyiapan masyarakat, lokasi sentra manajemen (Bungaran, 2013:162).
Pengertian BUM Desa atau Badan Usaha Milik Desa menurut Permendagri
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimilliki oleh desa mulai penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat
desa. Menurut (Berlian, dkk 2013:168) BUM Desa dapat digunakan sebagai salah
satu langkah yang strategis untuk merangkum potensi ekonomi yang ada di desa
menjadi satu badan usaha yang profesional di kelola secara mandiri.
Nawakerja Kementrian Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah
tertinggal yaitu berupaya untuk membentuk dan mengembangkan BUM Desa
untuk lebih memajukan perekonomian masyarakat sehingga desa menjadi lebih
mandiri. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Alas Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang secara
tegas memandu jenis-jenis kewenangan desa untuk pegembangan ekonomi lokal
Desa. Upaya mewujudkan konsep pendirian BUM Desa, dirintis dengan jalan
mengoptimalkan kapasitas dengan kegiatan ekonomi yang sudah berjalan dan
dikelola desa (Wijarnako, 2012:7).
Selanjutnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini dijelaskan
secara eksplisit dalam pasal 87 ayat 2 dan 3, tentang Badan Usaha Milik Desa,
disebutkan bahwa “BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
3
kegotongroyongan, BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan” dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pendirian BUM Desa, kemudian
berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa BUM Desa harus berpedoman
pada peraturan perundang-undangan dan berbadan hukum.
Tujuan utama berdirinya badan usaha tersebut adalah untuk meningkatkan
pendapatan asli desa dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kemudian Keseriusan pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi
masyarakat desa melalui BUM Desa dibuktikan dengan lahirnya Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Bab VIII Pasal 132 ayat 3 tentang
Badan Usaha Milik Desa, juga menunjukkan BUM Desa secara spesifik, bahwa
organisasi BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintah Desa, BUM Desa
sebenarnya merupakan suatu badan usaha bercirikan desa yang dalam aktivitasnya
disamping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa juga untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat desa dengan berbagai layanan jasa, perdagangan
dan aktifitas ekonomi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku di Negara Republik Indonesia.
Berbagai kebijakan tersebut menandakan keseriusan pemerintah dalam
pengembangan BUM Desa. Kepemilikan lembaga BUM Desa ini dikontrol
bersama dimana tujuan utamanya untuk meningkatkan standar hidup ekonomi
masyarakat. BUM Desa yang dibentuk harus bertujuan memberikan keadilan
4
sosial dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pengelolaan
dilaksanakan secara otonom oleh masyarakat (Cahyanto, 2012:1).
Cara kerja BUM Desa adalah dengan jalan menampung kegiatan-kegiatan
ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk kelembagaan atau badan usaha yang
dikelola secara profesional, namun tetap bersandar pada potensi asli desa. Hal ini
dapat menjadikan usaha masyarakat lebih produktif dan efektif. Kedepan BUM
Desa akan berfungsi sebagai pilar kemandirian bangsa yang sekaligus menjadi
lembaga yang menampung kegiatan ekonomi masyarakat yang berkembang
menurut ciri khas desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa.
Penyusunan tata ruang desa menjadi prasyarat utama dalam memulai suatu
upaya pembangunan desa. Dalam proses penyusunan tata ruang desa, dirumuskan
berbagai potensi yang ada, keunikan, kultur yang melandasi, dan harapan-harapan
yang ingin dicapai, sehingga wujud desa nantinya menjadi khas, seperti desa
wisata, desa tambang, desa kebun, desa peternakan, desa nelayan, desa agribisnis,
desa industri dan desa tradisional (Bungaran, 2013:162). Sehingga yang berkaitan
tata ruang dengan adanya Badan Usaha Milik Desa, sudah seharusnya untuk
mengembangkan segala potensi dan sumber daya yang tersedia di daerah maupun
di pedesaan.
Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten merupakan salah
satu Desa yang sudah mempunyai Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Awal
terbentuknya BUM Desa usaha yang dikelola hanya toko pakan ikan dan
pinjaman modal bagi masyarakat serta merintis kegiatan pariwisata Umbul
Ponggok sebagai wahana rekreasi. Hingga saat ini semua pengangguran terserap
5
di Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Tirta mandiri dan para ibu rumah tangga
turut di berdayakan dengan usaha olahan perikanan. Mulai dari pembangunan
infrastruktur, jalan poros desa, jalan kampung, jalan usaha tani dan jalan yang
menghubungkan obyek wisata Desa Ponggok, jembatan, saluran irigasi pertanian,
fasilitas sosial pendidikan, fasilitas sosial kesehatan dan fasilitas ekonomi dengan
membangun kios kuliner, ponggok ciblon, toko desa di area wisata Umbul
Ponggok bagi masyarakat. Pemerintah Desa Ponggok juga mengembangkan
kegiatan sosial, memberikan santunan, pelatihan ketrampilan dan pelatihan
motivasional serta pengajian rutin tingkat Desa (http://bumdestirtamandiri.co.id).
Dari berbagai landasan hukum kelembagaan BUM Desa sebenarnya sudah
mampu untuk mendorong optimalisasi peran BUM Desa untuk terus berkiprah
sebagai salah satu komponen pendukung bahkan mampu menjadi komponen
utama dalam menggerakkan sektor perekonomian desa berbasis potensi wilayah
yang strategis, dengan adanya landasan hukum tersebut juga dapat menambah
keyakinan BUM Desa akan kemauan Pemerintah Pusat dan Daerah akan
berkomitmen penuh terhadap kemajuan BUM Desa, baik melalui itikad politik
yang terwujud dalam kebijakan anggaran maupun program yang sudah tersirat
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Bahwa kemandirian desa dapat mengoptimalkan penyelenggaraan
pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa
dan pemberdayaan masyarakat desa, serta pengelolaan anggaran desa baik dari
APBN maupun anggaran desa yang dituangkan dalam APBD Desa (Sugianto
2017:75). Selanjutnya pembangunan daerah juga bukan hanya merupakan bentuk
yang lebih kecil dari rencana pembangunan nasional. Pembangunan mempunyai
6
watak atau ciri tersendiri, serta memiliki pola dan spirit yang sesuai dengan
kondisi dan potensi yang dimiliki (Sunyoto, 2006:12).
Atas dasar tersebut kesenjangan yang terjadi di daerah maupun di pedesaan
sangat mempengaruhi kemajuan negara sehingga Bambang Sudibyo (dalam
Amien Rais, 1999:11) mengatakan ada dua substansi permasalahan atau
kesenjangan yang perlu untuk diperhatikan; yaitu: pertama, kemiskinan adalah
kondisi deprevasi terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang
berupa sandang, pangan, papan dan pendidikan dasar. Masalah kemiskinan adalah
masalah pemenuhan kebutuhan dasar. Kedua kesenjangan adalah ketidakmerataan
akses terhadap sumber daya ekonomis. Masalah kesenjangan adalah masalah
keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial. Masalah kesenjangan mempunyai
kaitan erat dengan masalah kemiskinan.
Tabel I.1Angka Kemiskinan Makro Kabupaten Klaten 2009-2015
TahunGaris
Kemiskinan(Rupiah)
Jumlah(Orang)
Persentase(%)
(1) (2) (3) (4)2015201420132012201120102009
340 484327 231315 566296 530275 002258 854241 608
172 300168 180179 480191 300203 052197 400220 180
14.8914.5615.6016.7117.9517.4719.68
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten 2017
Dalam proses pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat yang
didorong oleh pemerintah dengan berbagai bantuan dana namun masih terjadi
turun naiknya angka kemiskinan di Indonesia; yaitu: provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan bahkan pedesaan.
7
Tabel I.2Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pedesaan dan Perkotaan
Tahun Pedesaan(%)
Perkotaan(%)
2017 4.00 6.502016 4.35 6.53
Sumber: Badan Pusat Statistik RI 2017.
Keterbatasan lapangan pekerjaan di pedesaan maupun perkotaan terbukti
bahwa persentase masih tinggi, dan pemerintah tentunya masih memiliki kendala
untuk menurunkan tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia.
Tabel I.3Jumlah Desa Tertinggal Berdasarkan Wilayah Pulau besar
No. WilayahPulau
JumlahDesa(1)
JumlahDesa
Tertinggal(2)%
JumlahDesa
SangatTertinggal
%
1 Sumatera 22.056 12.482 56.59% 8.241 37.36%2 Jawa 22.458 15.087 67.18% 806 3.59%3 Kalimantan 6.382 3.063 47.99% 1.702 26.67%4 Sulawesi 8.233 4.398 53.42% 1.213 14.73%
Hubungan tabel-tabel di atas dalam tesis ini menunjukan kepada
pentingnya Badan Usaha Milik Desa dan peranan pemerintah dalam pengelolaan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat dimana saat ini masih mengalami
beberapa masalah, yakni: angka kemiskinan yang masih tinggi di perkotaan
maupun pedesaan dapat dilihat pada tabel I.1, terbatasnya peluang kerja yang
tersedia di pedesaan dapat dilihat pada tabel I.2 tentang tingkat pengangguran, dan
potensi desa yang belum optimal dimanfaatkan atau belum di kelola secara
profesional dapat dilihat pada tabel I.3 bahwa banyak desa tertinggal di Indonesia,
dan di Desa Ponggok hingga 2017 masih terdapat Kepala Keluarga yang
mengalami kemiskinan sekitar 59 KK dari 653 KK atau 9.03% dan yang
belum/tidak bekerja sekitar 340 orang laki-laki dan perempuan atau 27.73%, dan
Desa Ponggok sebelum adanya BUM Desa Tirta Mandiri, merupakan Desa yang
sangat tertinggal/keterbelakangan di Kabupaten Klaten karena itu menjadi
permasalahan utama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tabel I.4Rekapitulasi Penduduk Miskin (KK) dan Pengangguran Desa Ponggok 2018
No Penduduk 2015 2016 20171 Miskin (KK) 15.3% 11.1% 9.03%2 Pengangguran 33.23% 30.4% 27.73%
Sumber: Laporan Rekapitulasi Penduduk Desa Ponggok 2018.
9
Dengan semakin besarnya tanggungjawab desa, maka diperlukan
perubahan-perubahan dalam pengelolaannya untuk mengoptimalkan
pemberdayaan masyarakat sesuai aturan maupun undang-undang, agar BUM Desa
dapat berjalan sebagaimana mestinya perlu upaya serius untuk menjadikan
pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan secara efektif, efisien, profesional
dan mandiri.
Penelitian ini bukan satu-satunya yang meneliti tentang Badan Usaha Milik
Desa Tirta Mandiri namun masih ada peneliti-peneliti lain, yaitu:
Pertama penelitian yang ditulis oleh Rian Indra Prabowo pada tahun 2017
yang berjudul Kinerja Badan Usaha Milik Desa dalam Pengelolaan Usaha
Pariwisata (Studi pada Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri di Desa
Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten). Dipublikasikan
sebagai tesis pada Jurusan Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD”
Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dan
teknik pengumpulan datanya adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Hasil penelitiannya adalah, kinerja Bum Desa Tirta Mandiri
dalam pengelolaan usaha pariwisata di Desa Ponggok telah berhasil
mengembangkan Umbul Ponggok dan Ponggok Ciblon serta unit usaha
pendukung yaitu Kios Kuliner dan Toko Desa. Konsep yang dikembangkan
adalah mengandalkan partisipasi aktif warga masyarakat, baik dalam hal
permodalan maupun tenaga kerja dengan prinsip “dari warga untuk warga”.
Melalui upaya yang kerja keras maka desa ponggok akhirnya pada tahun
2017 memperoleh award dari Pemerintah Pusat sebagai “Desa Wisata
Pemberdayaan Masyarakat”.
10
Kedua penelitian yang ditulis oleh Sri Astuti Apriyani pada tahun 2016 yang
berjudul Strategi Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri dalam Pengelolaan
Obyek Wisata Umbul Ponggok di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten.
Dipublikasikan sebagai skripsi pada FIS UNY. Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif, dan teknik pengumpulan datanya
adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitiannya adalah,
menunjukkan bahwa strategi BUMDes Tirta Mandiri dalam pengelolaan
objek wisata Umbul Ponggok adalah BUMDes membuka UKM di lokasi
objek wisata Umbul Ponggok, membuka parkir kendaraan di lahan milik
warga, mengadakan pelatihan untuk karyawan BUMDes Tirta Mandiri,
penambahan tenaga untuk Tim SAR dan petugas Polsek Polanharjo,
pemasangan CCTV di lokasi objek wisata Umbul Ponggok, menambah
fasilitas yang menarik di objek wisata Umbul Ponggok untuk menarik
perhatian wisatawan, dan BUMDes Tirta Mandiri mendaftarkan Umbul
Ponggok ke jasa asuransi. Strategi tersebut telah dilaksanakan dengan
program kerja yang telah ditentukan, anggaran yang berasal dari BUMDes
Tirta Mandiri dan prosedur kerja yang telah ditentukan. Sedangkan
hambatan dalam pelaksanaan strategi tersebut yaitu lahan objek wisata yang
tidak dapat diperluas lagi dan sumber daya manusia yang kurang berpotensi.
Ketiga penelitian yang ditulis oleh Adelia Shinta Dewi pada tahun 2015
yang berjudul Dampak Pengembangan Obyek Wisata Umbul Ponggok
terhadap Perekonomian Masyarakat Desa Ponggok. Dipublikasikan sebagai
skripsi pada Jurusan Ilmu Sosiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dan teknik
11
pengumpulan datanya adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
penelitiannya adalah, dampak yang dapat terlihat jelas dengan
perkembangan obyek wisata ini ialah, lebih mendorong masyarakat yang
tinggal disekitar obyek wisata untuk lebih aktif dan kreatif berpartisipasi
dalam kegiatan pariwisata dan kegiatan bermasyarakat. Dengan adanya
kekreatifan masyarakat ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Dengan adanya peluang pekerjaan baru bertujuan untuk mendorong
berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat desa dan meningkatkan
peluang usaha (berwira usaha).Munculnya lapangan pekerjaan baru bagi
warga masyarakat tentu dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta
dapat membantu biaya pembangunan sarana dan prasarana yang ada di area
obyek wisata Umbul Ponggok.
Yang menjadi perbedaan dengan hasil penelitian terdahulu, sekalipun
meneliti ditempat yang sama, dalam penelitian ini lebih fokus kepada Implikasi
Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri bagi Kesejahteraan Masyarakat tentunya
teori-teori yang digunakan akan berbeda dengan teori-teori peneliti lain/terdahulu.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merasa perlu untuk
mengangkat isu ini sebagai sebuah tema dalam penulisan karya ilmiah yang
berjudul: “Implikasi Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri bagi Kesejahteraan
Masyarakat, Penelitian ini akan dilakukan di Desa Ponggok Kecamatan
Polanharjo Kabupaten Klaten”.
12
B. Fokus Penelitian
Yang menjadi titik atau fokus perhatian dalam penelitian ini adalah:
1. Implikasi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
a. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri;
b. Implikasi Ekonomi (sandang/pangan), Sosial, Pendidikan, dan Kesehatan
dari Pengembangan BUM Desa;
c. Popularitas Desa Ponggok.
2. Kendala dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Tirta
Mandiri.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian dalam latar belakang masalah, maka perumusan
masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Bagaimana Implikasi Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri bagi
Kesejahteraan Masyarakat Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo, Kabupaten
Klaten?
2. Apa kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Tirta
Mandiri?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka yang
menjadi tujuan penelitian dalam penelitian ini, yaitu:
13
a. Untuk mendeskripsikan Implikasi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
bagi Kesejahteraan Masyarakat.
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa (BUM Desa).
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi peneliti lain
mengenai Implikasi BUM Desa bagi Kesejahteraan Masyarakat.
b. Manfaat praktis
1) Bagi Peneliti, penelitian ini sebagai sarana aktualisasi diri untuk
mengaplikasikan teori yang telah diperoleh yaitu tentang Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Desa.
2) Bagi Pemerintah Desa, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan referensi dan evaluasi bagi Pemerintah Desa untuk
memperbaiki hal yang dirasa kurang dalam kebijakan Badan Usaha
Milik Desa (BUM Desa).
3) Bagi pihak Akademisi, dapat dijadikan tambahan pengetahuan serta
bahan rujukan penelitian yang akan datang yang mengangkat tema
penelitian di bidang yang sama.
E. Kerangka Konseptual
1. Pembangunan dan Pemberdayaaan Masyarakat
Banyak pendekatan pembangunan yang telah diterapkan, yakni dari
pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan dasar hingga yang paling mutakhir yakni
14
pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai sentral
(objek dan subjek) pembangunan. Pengalaman menunjukan bahwa pendekatan
pembangunan yang dilaksanakan selama ini lebih menekankan pada
pembangunan fisik, bukan pada pembangunan karakter masyarakat. Dengan
demikian pendekatan pembangunan yang relevan adalah masyarakat mampu
melaksanakan pembangunan secara mandiri, terdesentralisasi dan tepat
sasaran.
Konsep pembangunan yang berpusat pada manusia memandang inisiatif
kreatif masyarakat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan
memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan
pembangunan. Visi ini menjadikan pembangunan dianggap sebagai gerakan
rakyat dari pada hanya sekedar sebagai proyek pemerintah.
Visi pembangunan yang mengutamakan manusia sangat relevan karena
adanya pergeseran peranan pemerintah dalam konteks pembangunan, yang
pada hakekatnya dilaksanakan oleh masyarakat. Sejak perencanan hingga
implementasi dan pemanfaatannya, peranan masyarakat yang menonjol. Peran
itu lebih efektif apabila masyarakat juga berperan dalam penggunaan alokasi
anggaran. Selanjutnya Korten (dalam Dantika dan Yanuardi, 2013:42-45):
Pembangunan itu sendiri haruslah merupakan suatu prosesbelajar, yaitu maksudnya peningkatan kemampuan masyarakat baiksecara individual maupun secara kolektif yang tidak hanyamenyesuaikan diri pada perubahan, juga untuk mengarahkanperubahan itu sehingga sesuai dengan tujuannya sendiri.
Untuk dapat menerapkan pendekatan proses belajar itu, Korten (dalam Dantika
dan Yanuardi, 2013:47):
Mengemukakan dua cara, yaitu: “Pertama, dengan membangunsebuah program dan organisasi yang sama sekali baru dari bawah.
15
Kedua, dengan ‘mencangkok’ proses tersebut pada organisasi yangada, sehingga mempunyai kemampuan baru untuk bekerja dipedesaan”.
Tantangan kedepan pembangunan sebagai proses belajar adalah pemaduan
antara pelaksanaan kerja, pendidikan dan kelembagaan ke dalam sebuah
proses belajar yang koheren. Pengalaman selama ini telah memberi dasar bagi
perumusan kerangka kerja dan metode pembangunan penyusunan yang lebih
sesuai proses belajar diantara masyarakat desa dan outsider stakeholder, sebab
tingkat pengetahuan outsider stakeholder dan kemampuan kelembagaan sangat
terbatas untuk memahami tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan
masyarakat.
Muara seluruh pembangunan adalah desa, sehingga desain pembangunan
harus mengakomodir seluruh aspek yang berkembang dinamis dan berorientasi
membangun desa beserta masyarakatnya. Pembangunan desa memegang
peranan penting yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan pada
hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional. Dengan
kata lain, sesungguhnya makna pembangunan negara dan bangsa adalah
pembangunan desa sebagai wajah yang nyata, bersifat lokalitas dan patut
dikedepankan.
a. Pembangunan Sosial (Social Development)
Pembangunan sosial sebagai salah satu strategi pendekatan dalam
pembangunan, pada awal perkembangannya, sering kali dipertentangkan
dengan pembangunan ekonomi. Dalam kaitan dengan strategi
pembangunan sosial yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan
16
taraf kehidupan masyarakat, Midgley (dalam Rukminto, 2008:54)
mengemukakan ada tiga strategi besar, yaitu:
1) Pembangunan sosial melalui individu (social development by
individuals), dimana individu-individu dalam masyarakat secara
swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat guna
memperdayakan masyarakat. Pendekatan ini lebih mengarah pada
pendekatan individualis atau perusahaan (individualist or enterprise
approach);
2) Pembangunan sosial melalui komunitas (social development by
communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama
berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan nama pendekatan Komunitarian (communitarian
approach);
3) Pembangunan sosial melalui pemerintah (social development by
government), dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-
lembaga di dalam organisasi pemerintah (government agencies).
Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist
approach).
b. Pembangunan Desa
Wujud pembangunan desa adalah adanya berbagai program dan
proyek pembangunan yang bertujuan menciptakan kemajuan desa.
Program dan proyek itu tidak hanya untuk mencapai kemajuan fisik saja,
tetapi juga meningkatkan kemampuan masyarakat. Dengan demikian,
makna pembangunan tidak semata-mata mengadakan suatu yang baru
17
dalam arti fisik, akan tetapi lebih luas. Sasaran pembangunan desa meliputi
perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa, pengarahan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa serta penumbuhan
kemampuan untuk berkembang secara mandiri yang mengandung makna
kemampuan masyarakat (empowerment) untuk dapat mengidentifikasi
berbagai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi serta dapat menyusun
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah,
sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Makna pembangunan desa adalah partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat. Partisipasi itu diartikan tidak saja sebagai keikutsertaan dalam
pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pihak luar desa
(outsider stakeholder) atau keterlibatan dalam upaya menyukseskan
program pembangunan yang masuk ke desanya, akan tetapi lebih dari
sekedar itu.
Dalam pertisipasi yang terpenting adalah bagaimana pembangunan
desa itu berjalan atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat setempat
(lokal) sehingga dalam pelaksanaannya dapat menggunakan kekuatan
sumber daya dan pengetahuan yang mereka miliki. Sejalan dengan itu,
segala potensi lokal betapapun kecilnya tidak dapat diabaikan, karena ia
akan menjadi sumber dari sebuah pembangunan benar.
Menurut Sunyoto (2006:3-8) mengemukakan ada beberapa aspek
dalam pembangunan desa, diantaranya mementingkan proses dan adanya
intervensi. Dua hal tersebut perlu disoroti karena terkait dengan konsep
pemberdayaan. Suatu program pembangunan yang hanya mementingkan
18
hasilnya untuk dipersembahkan pada masyarakat justru mengingkari
martabat masyarakat, karena hal tersebut menghambat masyarakat untuk
berperan serta dalam proses. Sedangkan intervensi dimaksudkan bahwa
dalam pencapaian perubahan sosial dengan pemerataan kesejahteraan bagi
semua penduduk tidak terlepas dari campur tangan pemerintah, karena
pemerintah yang menguasai berbagai sumber daya (Strategies for Social
Development by Governments). Hal tersebut juga berkaitan dengan
penumbuhan keberdayaan mereka dalam program-program pembangunan,
apalagi yang memang berskala lokal dan menyangkut kebutuhan dasar
masyarakat sudah sewajarnya didesentralisasikan kepada masyarakat
setempat untuk direncanakan dan dilaksanakan. Peran pemerintah terbatas
dalam hal penyediaan dan stimulan dan memfasilitasnya.
Banyak pembahasan yang dinamis tentang pembangunan desa, dan
diantaranya berbagai tema yang dimunculkan, (Sunyoto, 2006:40-46)
menyebutkan empat hal penting dalam strategi pembangunan, yakni:
1) Pembangunan pertanian (agricultural development) bahwa tujuan yang
hendak dicapai oleh pembangunan pertanian adalah memperbaiki
kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan output
dan pendapatan mereka. Fokusnya terutama terarah pada usaha
menjawab kelangkaan atau keterbatasan pangan di pedesaan.
Peningkatan produksi pertanian dianggap sangat strategis, karena tidak
hanya diperlukan untuk mencukupi kebutuhan pangan (baik di
pedesaan maupun di perkotaan), tetapi sekaligus juga untuk memenuhi
kebutuhan dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk
19
menghasilkan produk pertanian ekspor yang dibutuhkan oleh negara
maju.
2) Industrialisasi pedesaan untuk mengembangkan industri kecil dan
kerajinan. Industrialisasi pedesaan merupakan alternatif yang sangat
strategis bagi upaya menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata
pemilikan dan penguasaan lahan di pedesaan serta keterbatasan
elastisitas tenaga kerja. Prospek program ini diyakini cukup cerah
antara lain karena alasan-alasan sebagai berikut: (a) persyaratan dan
keterampilan yang dibutuhkan tidaklah terlalu sukar sehingga mudah
mengajak anggota masyarakat untuk berpartisipasi aktif, (b) kebutuhan
investasinya terjangkau oleh sebagian besar anggota masyarakat desa
sehingga bisa merata ke segenap lapisan masyarakat, (c) bahan baku
produksi mudah didapat atau tersedia di desa sendiri sehingga biaya
produksi dapat ditekan, dan (d) dapat dikerjakan secara komplementer
dengan kegiatan produktif lainnya (sambil bertani).
3) Pembangunan masyarakat desa terpadu (integrated rural development)
untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas hidup
penduduk pedesaan serta memperkuat kemandirian. Menurut
Waterston, ada elemen dasar yang melekat dalam program
pembangunan semacam ini, yaitu: (a) pembangunan pertanian dengan
menguatkan padat karya (labour intensive), (b) memperluas
kesempatan kerja, (c) intensifikasi tenaga kerja skala kecil, dengan cara
mengembangkan industri kecil di pedesaan, (d) mandiri dan
meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, (e)
20
mengembangkan daerah perkotaan yang mampu memberi dukungan
pada pembangunan pedesaan, dan (f) membangun kelembagaan yang
mampu melakukan koordinasi proyek multisector.
4) Strategi pusat pertumbuhan (growth centre strategy) sebuah alternatif
yang diharapkan memecahkan masalah ini. Cara yang ditempuh adalah
membangun atau mengembangkan sebuah pasar di dekat desa. Pasar
ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi desa,
sekaligus sebagai pusat informasi tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kehendak konsumen dan kemampuan produsen, atau lazim
disebut dengan the centres of ‘demonstration effect’ of consumer
goods. Informasi semacam itu besar sekali maknanya bagi
pertumbuhan ekonomi karena akan mengurangi gambling dalam
mengembangkan usaha.
Pembangunan sosial menurut Midgley (dalam Rukminto, 2008:50),
adalah suatu proses perubahan sosial yang terencana dan dirancang untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai keutuhan, dimana
pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika
proses pembangunan ekonomi.
c. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi
Pemberdayaan masyarakat adalah konsep yang berkembang dari
masyarakat budaya barat sejak lahirnya Eropa modern pada pertengahan
abad 18. Dalam perjalanannya sampai kini telah mengalami proses
dialektika dan akhirnya menemukan konsep ke masa kini-an, yang telah
umum digunakan. Secara umum pemberdayaan dalam pembangunan
21
meliputi proses pemberian kekuasaan untuk meningkatkan posisi sosial,
ekonomi, budaya dan politik dari masyarakat yang bersifat lokal, sehingga
masyarakat mampu memainkan peranan yang signifikan dalam
pembangunan.
Perspektif partisipasi seringkali dianggap sebagai bagian yang tidak
terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Istilah partisipasi dan
partisipatoris, menurut Mikkelsen (dalam Rukminto, 2008:106-107)
biasanya digunakan masyarakat dalam berbagai makna umum, seperti
berikut:
1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu
proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses
pengambilan keputusan.
2) Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka
dalam rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan.
3) Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang
ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan
mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.
4) Partisipasi adalah proses menjembatani dialog komunitas lokal dan
pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan,
pengimplementasian, pemantauan, dan pengevaluasian staf agar dapat
memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial
proyek terhadap masyarakat.
5) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam
perubahan yang ditemukan sendiri oleh masyarakat.
22
6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan
lingkungan, kehidupan, dan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, beberapa pengertian partisipasi diatas menurut
Mikkelsen kadangkala lebih merupakan kata-kata popular yang sering
digunakan dan belum bermakna sebagai partisipasi yang sesungguhnya.
Karena partisipasi yang sesungguhnya berasal dari masyarakat dan
dikelola oleh masyarakat sendiri, ia adalah tujuan dalam proses sistem
demokrasi.
Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat “terbatas” pada
implementasi atau penerapan program masyarakat tidak dikembangkan
dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan
yang sudah diambil. Makna partisipasi menjadi pasif. Jika partisipasi yang
ada ternyata berasal dari atas, maka ia akan menjadi mobilisasi, yakni
sekedar alat untuk mencapai apa yang diinginkan. Akan tetapi jika
partisipasi sungguh-sungguh berasal dari bawah, maka akan mengarah
pada distribusi kekuasaan atau pemberdayaan yang akan memampukan
masyarakat memperoleh buah pembangunan yang lebih besar. Dari
pemahaman tentang pentingnya mengedepankan proses pembangunan
yang memperdayakan masyarakat, maka partisipasi masyarakat menjadi
penting guna kelangsungan proses pembangunan itu sendiri, sebagaimana
(Anwas, 2014:49) menyatakan:
Bahwa pemberdayaan (empowerment) menekankan padaaspek pendelegasian kekuasaan, memberi wewenang, ataupengalihan kekuasaan kepada individu atau masyarakatsehingga mampu mengatur diri dan lingkungannya sesuaidengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang dimilikinya.
23
Partisipasi hendaknya diletakkan pada posisi yang proporsional dan
sesuai dengan hakikatnya pada masyarakat dalam suasana keberdayaan
yang aktif, bukan secara pasif, apalagi sampai dimobilisasi oleh outsider
stakeholder. Lebih jelasnya dapat disimak dari pernyataan (Zubaedi,
2014:157) mengatakan “melalui program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk menyempurnakan
keterbatasan dan kekurangan dari model pembangunan pro pertumbuhan
yang ditawarkan pemerintah pusat dan daerah”. Hal ini dalam wacana yang
digunakan pendukung atau promotor yang direkrut, dilatih dan
ditempatkan di lapangan dari pusat untuk bekerja dengan penduduk
pedesaan dan mengembangkan kapasitas organisasi diantara mereka.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah partisipasi aktif, nyata dan
mengutamakan potensi-potensi masyarakat yang dinamis dan hasilnya
benar-benar terukur, sehingga pemberdayaan menjadi upaya korektif
terhadap konsep pemberdayaan yang pasif itu. Pemberdayaan bertujuan
menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dengan mengandalkan daya
yang ada padanya. Dengan demikian makna partisipasi sebagaimana
dinyatakan diatas, akan mengacu pada proses aktif, dimana masyarakat
menerima (beneficiaries) mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek
pembangunan daripada hanya sekedar menerima manfaatnya saja.
Kemudian (Sumodiningrat, 2000:165) menyatakan, pemberdayaan
masyarakat bertalian erat dengan upaya penanggulangan masalah-masalah
pembangunan, seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan. Upaya
24
pemberdayaan masyarakat tersebut harus dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa
setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya
itu dengan mendorong atau memberikan motivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkan.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih
positif dan nyata, penyedian berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat
masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3) Memberdayakan juga berarti melindungi. Dalam proses pemberdayaan
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Jadi
pemberdayaan memerlukan cara-cara atau langkah-langkah konkrit
untuk mewujudkannya. Tanpa langkah-langkah yang tepat, upaya
pemberdayaan akan mengalami banyak kendala.
Pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya
akan memunculkan keberanian pada individu ataupun kelompok. Kondisi
semula yang cenderung hanya menerima keadaan akan lebih berani
bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk keberanian itu juga dapat
berupaya untuk menghadapi kekuasaan formal guna menghapus
25
ketergantungannya pada kekuatan itu. Yang terlibat dalam pemberdayaan,
yaitu sebagai upaya untuk memberikan kekuatan dan kemampuan, berarti
didalam pemberdayaan mengandung dua pihak yang perlu ditinjau dengan
seksama yaitu pihak yang diperdayakan dan pihak yang memberdayakan.
Agar dapat diperoleh hasil yang memuaskan diperlukan komitmen yang
tinggi dari kedua pihak.
Dari pihak pemberdayaan harus beranjak dari pendekatan bahwa
masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai program dan proyek
pembangunan, akan tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunan
sendiri. Untuk itu, maka dalam pemberdayaan masyarakat harus mengikuti
pendekatan yang terarah, dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi
kelompok sasaran dan menggunakan pedekatan kelompok.
Sebagai sesuatu yang baru dalam pembangunan, pemberdayaan
masyarakat tidak luput dari berbagai bias, seperti:
1) Bahwa pemberdayaan masyarakat banyak dilakukan ditingkatbawah yang lebih memerlukan bantuan material daripadaketerampilan teknis dan manajerial. Akibatnya sering terjadipemborosan sumber daya dan dana karena kurang kesiapanketerampilan teknis dan manajerial dalam pembangunan sumberdaya manusia.
2) Anggapan bahwa teknologi yang diperkenalkan jauh lebih ampuhdaripada teknologi masyarakat itu sendiri.
3) Anggapan bahwa lembaga-lembaga yang telah berkembangdikalangan masyarakat cenderung tidak efisien dan kurangbahkan menghambat proses pembangunan. Akibatnya lembaga-lembaga tersebut kurang dimanfaatkan dan kurang ada ikhtiaruntuk memperbaharui, memperkuat serta memperdayakannyaKartasasmita (dalam Agung, 2015:55-57).
Berkenaan dengan hal tersebut, Schumacher (dalam Lasito, 2002:28)
menyarankan sebagai berikut: bantuan yang terbaik yang dapat diberikan
pada masyarakat adalah bantuan intelektual yaitu berupa pemberian
26
pengetahuan yang berguna. Bantuan ini jelas lebih baik daripada bantuan
dalam bentuk barang. Karena sesuatu yang tidak diperoleh dengan usaha
atau pengorbanan yang sungguh-sungguh tidak akan menjadi “milik
sendiri”. Bantuan barang dapat diterima oleh penerima tanpa usaha dan
pengorbanan. Karena jarang menjadi “milik sendiri”.
Memang disadari bahwa saat ini bantuan berupa pengetahuan itu
sudah ada yang diberikan. Namun hal itu didasarkan pada anggapan bahwa
“apa yang baik untuk si kaya pasti baik pula untuk si miskin”. Anggapan
inilah yang ditentang Schumacher (dalam Lasito, 2002:30) sebagai sesuatu
yang salah. “Selama kita mengaku tahu, padahal sesungguhnya tidak tahu,
maka kita akan terus datang ke negara miskin dan memperagakan pada
mereka segala yang indah yang dapat mereka lakukan kalau mereka sudah
kaya”.
Pemberdayaan masyarakat juga dipandang sebagai proses yang lebih
bernuansa humanis, sebagaimana yang dinyatakan oleh Kusnaka (dalam
Hikmat, 2001:ix) sebagai berikut:
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi
ekonomi rakyat, tetapi juga harkat martabat, rasa percaya diri dan harga
diri serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan
sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan
yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkembangkan nilai tambah
ekonomi tetapi juga nilai tambah sosial budaya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, bahwa hakekat pemberdayaan
masyarakat adalah upaya dan proses yang dilakukan supaya masyarakat
27
memiliki keleluasan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam hidupnya
yang lebih khas dan lokal itu. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan pembangunan desa. Mereka dapat menggerakan segala
potensi yang dimilikinya untuk dapat turut mewarnai hasil pembangunan
yang diharapkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Namun yang terpenting adalah bagaimana mengakomodir domain
ekonomi, sosial, kultural dalam proses pemberdayaan masyarakat,
disamping domain politik. Berbicara tentang pemberdayaan masyarakat,
akan lebih efektif kalau menyentuh domain-domain tersebut.
Sesungguhnya tidak terlalu sukar mengetahui kepentingan-
kepentingan nasional di daerah. Sebab, lazimnya sudah ada petunjuk-
petunjuk pelaksanaan yang membuat konsep-konsep dasar, tujuan (baik
jangka pendek maupun jangka panjang), sasaran yang hendak dicapai,
target groups, operasional dalam bentuk program-program, anggaran yang
dibutuhkan, dan model pengelolaannya. Tetapi dalam realitasnya,
kepentingan nasional itu masih nampak kurang terakomodasi secara utuh
dan konsekuensinya kemudian adalah munculnya konflik-konflik
kepentingan pusat dan daerah yang sebetulnya tidak perlu terjadi (Sunyoto,
2006:14).
Peningkatan produksi pertanian di pedesaan, misalnya, tidak akan
membuahkan hasil yang dapat menetes ke bawah dan menyentuh
kepentingan masyarakat miskin apabila kurang memperhatikan eksistensi
dan kemampuan pusat-pusat pasar diperkotaan.
28
2. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
a. Pengertian BUM Desa
Pengertian BUM Desa atau Badan Usaha Milik Desa menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa BUM Desa
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan pelaksaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 135 ayat 2
bahwa kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan desa yang dipisahkan
dan tidak terbagi atas saham. Dijelaskan juga dalam Peraturan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Pasal 2 bahwa
Pendirian BUM Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh
kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh
desa dan/atau kerjasama antar desa.
Menurut Herry (2016:2) mengatakan BUM Desa merupakan usaha
desa yang bercirikan kepemilikan kolektif, bukan hanya dimiliki oleh
pemerintah desa, bukan hanya dimiliki masyarakat, bukan juga hanya
dimiliki oleh individu, melainkan menjadi milik pemerintah desa dan
masyarakat. Berbeda dengan koperasi yang dimiliki dan bermanfaat hanya
untuk anggotanya, BUM Desa dimiliki dan dimanfaatkan baik oleh
29
pemerintah desa dan masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut berarti
pembentukan BUM Desa didasarkan pada kebutuhan, potensi dan
kapasitas desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Landasan Hukum
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selanjutnya
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan pelaksaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dan diatur lebih rinci
dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian,
Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
c. Tujuan BUM Desa
Pendirian BUM Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung
seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang
dikelola oleh desa dan/atau kerjasama antar desa. Pasal 3 Permendes PDTT
Nomor 4 Tahun 2015 BUM Desa didirikan dengan tujuan:
1) Meningkatkan perekonomian desa;
2) Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa;
3) Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi
desa;
4) Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau
dengan pihak ketiga;
5) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan
layanan umur masyarakat;
6) Membuka lapangan kerja;
30
7) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan
umum pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa; dan
8) Meningkatkan pendapatan masyarakat desa pendapatan asli desa.
Selanjutnya Herry (2016:19) bahwa untuk mencapai tujuan BUM
Desa tersebut, hendaklah dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan
(produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang
dan jasa yang dikelola masyarakat dan pemerintah desa. Pemenuhan
kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat
BUM Desa akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam
menggerakkan ekonomi desa. Artinya terdapat mekanisme
kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak
menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang
dijalankan oleh BUM Desa.
d. Pendirian BUM Desa
Dinyatakan dalam Undang-Undang bahwa BUM Desa dapat didirikan
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Maksud dari kebutuhan dan
potensi desa adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
2) Tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara
optimal terutama kekayaan yang terdapat permintaan dari pasar.
3) Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi Masyarakat
yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi BUM Desa
merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa.
31
Dalam Pasal 87 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa dinyatakan bahwa “Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
yang disebut BUM Desa “Frasa” dapat mendirikan BUM Desa dalam
peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa desa dalam gerakan usaha
ekonomi. Desa menghasilkan peta jalan (road map) pendirian BUM Desa.
Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa desa yang
mempertimbangkan:
1) Inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa;
2) Potensi usaha ekonomi desa;
3) Sumber daya alam di desa;
4) Sumber daya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
5) Penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan
kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari
usaha BUM Desa.
Pembentukan BUM Desa harus dilakukan berdasarkan kebutuhan
masyarakat yang dituangkan dalam musyawarah desa. Melalui
musyawarah desa yang dihadiri oleh kepala desa, Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dan masyarakat kemudian menyepakati untuk dibentuk suatu
BUM Desa.
Pendirian BUM Desa memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)
jalan raya, timur Kantor Desa Ponggok. Pabrik-pabrik gula yang berdekatan
dengan Ponggok antara lain Suikerfabriek Tjokro Toeloeng, Suikerfabriek
Karanganom dan Suikerfabriek Delanggoe.
Pada masa itu wilayah Ponggok secara Administratif merupakan wilayah
kewedanan Ponggok. Kelaurga-keluarga Belanda sudah banyak yang tinggal di
Ponggok karena sebagian besar karyawan Pabrik Gula Ponggok adalah warga
Belanda seperti administrator, manajer, juru buku, dan lain-lain. Keluarga-
keluarga tersebut tinggal di “loji-loji” yang dulu rumahnya disebelah utara
Desa Ponggok. Sekitar 1930-an karena kondisi ekonomi, sosial politik dunia
sedang krisis dan masa perjuangan Indonesia membawa dampak kemunduran
bagi Pabrik Gula Ponggok dan akhirnya operasional pabrik gula ditutup.
49
Gambar II.1Waterreservoir bij de fabriek van suikeronderneming Ponggok bij Delanggoe in
de Vorstenlanden 1920
Sumber: https://umbulponggok.co.id/, diunduh 29 Januari 2018.
Diantara peninggalan kejayaan Pabrik Gula Ponggok yang sekarang masih
ada adalah Umbul Ponggok. Dahulu Umbul Ponggok adalah mata air yang
dijadikan sebuah water reservoir yang berfungsi sebagai tampungan air untuk
kebutuhan operasional Pabrik Gula Ponggok dan Pabrik Gula Karanganom, selain
itu untuk pengairan perkebunan tebu di wilayah Polanharjo, Karanganom, Ceper.
Setelah pabrik gula tidak beroperasi lagi, keberadaan water reservoir
Ponggok masih difungsikan sebagai pengairan sawah dan perkebunan sampai
sekarang. Masyarakat lebih sering menyebutnya Umbul Ponggok (mata air
Ponggok) karena sumber airnya memang berasal dari mata air alami yang
mempunyai kualitas bagus dan untuk kebutuhan air minum warga sekitarnya.
50
Gambar II.2Fabriek van suikeronderneming Ponggok bij Delanggoe in de Vorstenlanden
1920
Sumber: http://umbulponggok.co.id/, diunduh 29 Januari 2018.
Seiring dengan perkembangan jaman, Umbul Ponggok adalah potensi
obyek yang luar biasa, selain untuk kebutuhan seperti pengairan sawah dan air
minum, dapat juga sebagai obyek wisata. Pemerintah Desa Ponggok dan
masyarakat dengan inovasi dan kreasinya “menyulap” Umbul Ponggok menjadi
obyek wisata yang unik dengan tema snorkeling, diving dan foto underwater.
Untuk menarik minat wisata maka terkenal juga julukan “Bunaken van Klaten”-
sensasi menyelam dalam air, menikmati keindahan underwater dengan rasa air
tawar yang segar dan dingin seperti snorkeling, diving, di Bunaken.
51
Gambar II.3Umbul Ponggok Sekarang
Sumber: http://umbulponggok.co.id/, diunduh 29 Januari 2018
2. Pemerintahan Desa Ponggok
a. Sejarah Desa Ponggok
Desa ponggok pada awalnya merupakan desa yang unik karena ada
sebuah mata air yang sangat jernih yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat Desa Ponggok khususnya dan masyarakat desa lain pada
umumnya. Cerita punya cerita oleh para leluhur/pinisepuh dulu mata air
yang sering kita sebut Umbul, bahwa Umbul tersebut diperkirakan akan
menjadi sebuah telaga yang sangat besar dan bisa menggenangi
pemukiman penduduk sekitarnya, karena mempercayai ada sebuah firasat
munculnya sepasang ikan yang menyerupai gereh pethek. Guna
mengantisipasi agar Umbul air tidak membesar oleh nenek moyang
kemudian menanggap ledhek yang diiringi oleh gamelan komplit dengan
noyogonya yang kemudian waranggono beserta gamelannya hilang dan
secara tiba-tiba datang seekor burung pungguk yang sangat besar hinggap
52
di plogrok/pojok pohon gayam, dengan bahasa isyarat burung pungguk
tersebut bisa menunjukan salah satu alat gamelan yang menyerupai gong
masih utuh terpelihara dengan baik. Karena jasa burung yang ada di
plogrok/pojok pohon gayam, masyarakat sekitar tertuju di plogrok untuk
melihat keberadaan burung pungguk yang terkesan ajaib itu.
Untuk mengingat peristiwa tersebut kemudian oleh para pinisepuh
desa ini dinamakan kampung Ponggok, sampai sekarangpun mata air yang
disebut Umbul Ponggok digunakan untuk mandi bahkan dipercayai oleh
masyarakat luas merupakan sumber mata air yang suci bisa membawa
berkah khususnya diwaktu menjelang puasa, ada sebuah tradisi Padusan
Umbul Ponggol masih ada sampai sekarang di era modern dan selalu
dikunjungi banyak orang. Bahkan pada masa penjajahan Belanda desa ini
dijadikan sebuah kota kewedanan karena lokasi yang sangat strategis dan
berpotensi maka dibangun sebuah pabrik gula yang dikelilingi bangunan
loji yang besar dan sangat megah menghadap timur bersebelahan dengan
Umbul yang ditandai dengan Prasasti Bunga Tanjung, yang sampai saat ini
juga masih utuh untuk hiasan di depan SDN Ponggok. Tempat kantor
telepon dan rel jalan lori pengangkut tebu melintasi areal sawah-sawah
dengan perkembangan terakhir pabrik gula di Ponggok digunakan sebagai
gudang pabriknya berada di wilayah Kecamatan Karanganom. Pemerintah
Desa Ponggok terbentuk setelah adanya ukur tanah yang meliputi dusun
Ponggok, Jeblongan, Kiringan dan Umbulsari yang dijabat oleh Kepala
Desa I bernama Amat Sumangun dan dilanjutkan Kepala Desa II bernama
R. Karto Hudoyo. Sehabis G30 S PKI Kepala Desa III dijabat Bpk. Jinu
53
Sastro Mulyono sampai tahun 1988 dilanjutkan Kepala Desa IV Bpk. H.
Sunarta dari tahun 1990 s/d 2007 yang masa berakhirnya 12 Januari 2007,
diadakan pemilihan kepala desa kembali yang akhirnya pejabat Kepala
Desa V sekarang Bpk. Junaedhi Mulyono, SH beliau akan menjabat sampai
tahun 2019.
Kegiatan Pemerintahan Desa Ponggok waktu itu dilakukan
dikediaman perangkat desanya masing-masing karena belum mempunyai
sarana-prasarana kantor Pemerintahan Desa termasuk meja, kursi, almari
dan peralatan kantor lainnya. Pemerintah Desa Ponggok diawali dengan
tidak adanya kas desa yang ada hanya mempunyai satu hektar tanah saja
yang produktif seluas 6300 m2 menghasilkan rata-rata Rp. 250.000 s/d Rp.
1.000.000 setiap tahunnya. Jadi wajar kalau Desa Ponggok dikategorikan
desa termiskin se-Kecamatan Polanharjo, namun dibalik itu Desa Ponggok
cukup berpotensi yang mana dapat menghidupi daerah-daerah lain karena
melimpahnya air. Mata air Ponggok arah selatan mengalir ke Kecamatan
Karanganom ke Timur sampai ke Kecamatan Ceper dipergunakan untuk
irigasi sawah dan air minum. Awal tahun 1990 H. Sunarta yang pada waktu
itu menjabat sebagai Kepala Desa dengan swadaya masyarakat dapat
membangun Balai Desa lengkap dengan peralatan kantornya. Dengan
banyaknya pembangunan fasilitas-fasilitas umum Desa Ponggok mendapat
Juara II Pos Kamling tingkat eks-Karesidenan dan Juara III Kepala Desa
berprestasi sehingga tahun 1999 Bpk. Sunarta terpilih kembali menjabat
sebagai Kepala Desa Ponggok untuk kedua kalinya. Sebagai Kepala Desa
dengan masa jabatan 8 tahun waktu itu.
54
b. Kondisi Geografis Desa Ponggok
Kondisi Geografis Desa Ponggok dapat dijelaskan seperti tabel di
bawah ini.
Tabel II.1Profil Batas Desa dan Kondisi Geografis Desa Ponggok
ProfilProvinsi Jawa TengahKabupaten/Kota KlatenKecamatan PolanharjoDesa/Kelurahan Ponggok
Alamat Kantor Desa Jl. Delanggu-Ponggok, Ponggok, Polanharjo,Klaten
Nama Kepala Desa Junaedhi Mulyono, SHNo. Telepon 0812 1521 1921Alamat Email [email protected]
Luas WilayahLuas Desa 77,2255 HaBatas WilayahUtara Ds. Cokro, Kec. TulungSelatan Ds. Jeblog, Kec. KaranganomBarat Ds. Dalangan, Kec. TulungTimur Ds. Nganjat, Kec. Polanharjo
Kondisi GeografisKetinggian Tanah 225 MdplCurah Hujan 15-429 mmTopografi Wilayah DatarJarak dari Desa ke Jarak Waktu TempuhKantor Kecamatan 2,5 Km 5 menitKantorKabupaten/Kota
14 Km 25 menit
Ibukota Provinsi 90 Km 2 jamIbukota Negara 545 Km 10 jam
Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017.
c. Kondisi Demografi
1) Jumlah Dusun
Luas wilayah Desa Ponggok 77,2255 Ha, yang terbagi menjadi 4
(empat) Dusun terbagi dalam 6 RW dan 12 RT seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
55
Tabel II.2Nama Dusun dan Jumlah RT/RW Desa Ponggok
Ditabel berikut terlihat bahwa Desa Ponggok pada tahun 2017
telah berdiri beberapa kelompok kemasyarakatan, seperti: karang
taruna, seni musik, paguyuban makan, dan kelompok sinoman.
Tabel II.9Kelompok Kemasyarakatan di Desa Ponggok tahun 2017
No. Nama Alamat Jumlah1 Karang Taruna Putra Telaga Ponggok 172 Seni Musik Ponggok 13 Paguyuban Makam Ponggok 84 Kelompok Sinoman Ponggok 1
Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017
Generasi muda di Desa Ponggok telah dilibatkan dalam kegiatan
kemasyarakatan melalui Karang Taruna, Seni Musik, dan Kelompok
Sinoman. Selain itu, ada juga yang tergabung dalam Kelompok
Paguyuban Makam yang bertugas mengurus pemakaman di wilayah
Desa Ponggok dan berpartisipasi dalam mengelola BUM Desa melalui
unit-unit usaha dalam mengembangkan potensi-potensi desa. Atas
kerjasama masyarakat Desa Ponggok sehingga pengelolaan BUM Desa
makin berkembang sampai sekarang.
3) Industri dan Perdagangan
Tabel II.10Industri dan Perdagangan di Desa Ponggok Tahun 2017
No. Jenis Jumlah
1 Handycraft 17
2 Mebelair 1
3 Toko 8
4 Besi Bangunan 1
Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017.
60
Pada taun 2017, di Desa Ponggok telah berdiri beberapa industri
perdagangan, seperti: handycraft, mebelair, toko kelontong, dan toko besi
bangunan. Selain itu, dengan adanya Industri dan perdagangan tersebut
ekonomi masyarakat lebih baik dan lebih maju maupun tingkat
pendapatan meningkat. Dalam pengelolaan BUM Desa Tirta Mandiri
industri dan perdaganagan di Desa Ponggok melakukan kerjasama untuk
memajuan Desa Ponggok.
4) Koperasi Simpan Pinjam
Pada tabel di bawah ini, diketahui bahwa di Desa Ponggok pada
tahun 2017 telah berdiri beberapa koperasi, seperti: simpan pinjam RT,
kelompok diklat, paguyuban makam, dan UPK LKM.
Tabel II.11Koperasi Simpan Pinjam di Desa Ponggok Tahun 2017
No. Nama Jumlah1 Simpan Pinjam RT 122 Kelompok Diklat 123 Paguyuban Makam 14 UPK LKM 1
Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017.
Untuk mendorong ekonomi warga, di Desa Ponggok telah berdiri
12 Koperasi Simpan Pinjam RT dan satu UPK LKM. Untuk melayani
warga yang membutuhkan sewa diklit untuk keperluan hajat, di Desa
Ponggok ada 12 Diklat, dan untuk mengurus penguburan jenasah juga
telah ada paguyuban makam.
5) Jasa
Pada tahun 2017, di wilayahh desa ponggok telah berkembang
beberapa usaha jasa, seperti: dokter, dan bengkel sepeda motor.
61
6) Agama dan Adat Istiadat
Di Desa Ponggok memiliki tempat ibadah terutama untuk
mendukung kegiatan keagamaan Umat Islam, seperti 4 masjid, dan 3
mushola.
Untuk tempat ibadah seperti Gereja dan Vihara di Desa Ponggok
tidak ada, karena mayoritas penduduk di Desa Ponggok beragama Islam.
Sedangkan penduduk yang beragama selain Islam, dapat menggunakan
tempat ibadah yang berada di wilayah kecamatan yang berdekatan atau
tempat ibadah yang ada di Kota Klaten.
e. Visi dan Misi Desa Ponggok
Visi
Terwujudnya Desa Wisata Ponggok yang mandiri, mampu dalam
pengelolaan potensi desa dan pembangunan berkelanjutan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, berkualitas, berbudaya, maju, adil,
demokratis dan peduli terhadap lingkungan.
Misi
1. Mewujudkan tata kelola yang baik.
2. Meningkatkan kualitas SDM Masyarakat.
3. Meningkatkan partisipasi bagi semua lapisan masyarakat dalam
pembangunan.
4. Mengembangkan teknologi informasi.
5. Pembangunan insfrastruktur, sarana dan prasarana desa.
6. Mengembangkan seluruh potensi desa.
7. Melestarikan kearifan lokal.
62
8. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman.
9. Meningkatkan kualitas dan membangun kesadaran kesehatan
masyarakat.
10. Meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
11. Membangun kerjasama dan memitraan strategis.
12. Mengembangkan kegiatan keagamaan. (Sumber: Data Monografi Desa
Ponggok, 2017).
f. Konsep Pembangunan Pengembangan Desa Ponggok
Konsep Pembangunan
1. Pendekatan Spasial (Rencana Tata Ruang Wilayah) sebagai acuan arah
pembangunan desa.
2. Pendekatan Sektoral BUM Desa (Sektoral Rill dan Sektoral Keuangan)
untuk membangun ekonomi desa sehingga menjadi desa yang mandiri.
3. Pendekatan pembangunan SDM (Masyarakat, Pemerintah Desa dan
Lembaga Sosial Masyarakat) untuk memperkuat kapasitas pemerintah
desa dan masyarakat dalam mengelola potensi desa.
4. Pendekatan IT (Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi-
TIK) untuk meningkatakan kualitas pelayanan, transparansi dan
akuntabilitas (Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017).
Pengembangan Desa Ponggok
1. Pemerintahan Desa Ponggok yang Berbasis Good Governance:
a. Optimalisasi implementasi master plan desa wisata dengan dukungan
penuh Pemerintah Desa.
b. Optimalisasi sistem teknologi informasi dalam pelayanan warga.
63
c. Data base kependudukan, potensi wilayah, luas lahan serta pemetaan
wilayah yang detail dan lengkap.
d. Peningkatan kapasitas bagi anggota/pengurus lembaga desa dalam
rangka mendukung proses pembangunan.
2. Pembangunan dan peningkatan insfrastruktur untuk mendukung
permukiman yang tertata, akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial,
keagamaan serta mendukung pelayanan publik:
a. Perbaikan dan pembangunan sarana prasarana jalan yang baik antar
desa, antar dusun maupun jalan lingkungan.
b. Penyediaan fasilitas umum: kesehatan, pendidikan, ibadah, gudang
peralatan pengembangan.
c. Perbaikan jalur lingkar desa berikut dengan penanda wilayah
(gapura) dan fasilitas penerangan jalan.
d. Peningkatan sarana sanitasi dan perumahan warga miskin meliputi
pembangunan MCK/Jembatan, Rumah Sehat dan rehap Ruang
Terbuka Lahan Hijau.
e. Peningkatan insfrastruktur kantor desa untuk mendukung pelayanan
publik.
f. Revitalisasi Umbul Ponggok, Besuki, Sigedang dan Banyu Mili.
g. Penataan saluran air serta perbaikan bak air, saluran drainase dan
didukung dengan penghijauan.
h. Pembangunan dan perbaikan saluran limbah permukiman untuk
menciptakan lingkungan yang sehat dan tertata.
3. Bidang pertanian menuju Desa Ponggok yang mandiri beras:
64
a. Perbaikan/peningkatan kualitas saluran irigasi dan fasilitas
pendukung pertanian lainnya yang saat dibeberapa titik perlu
penanganan segera.
b. Penyediaan peralatan saprodi.
c. Ketersediaan pupuk bagi petani untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas produksi pertanian.
d. Perbaikan sistem atau pola lahan.
e. Pola tanam sistem organik.
f. Optimalisasi peran gapoktan dalam pendampingan petani.
g. Perbaikan/peningkatan kualitas jalan menuju areal pertanian untuk
memperlancar arus transportasi pengangkutan hasil pertanian.
4. Bidang ekonomi, meningkatnya pendapatan keluarga naiknya daya beli
masyarakat:
a. Tersedianya permodalan dan peluang usaha.
b. Terbentuknya peluang bagi masyrakat dalam sektor usaha kecil.
c. Investasi warga.
d. Pasar Desa/Pasar Transit Desa.
e. Terbentuknya BUM Desa sebagai penggerak ekonomi desa.
f. Usaha kecil berbasis potensi lokal.
g. Terbangunnya sentra ekonom.
5. Bertumbuh dan berkembangnya kembali modal sosial (Gotong royong,
rasa saling percaya dan kebersamaan):
a. Membangun sarana dan prasarana sosial budaya.
b. Bertumbuh dan berkembangnya kembali gotong royongan warga.
65
c. Hilangnya kesenjangan sosial.
d. Pencegahan terjadinya kenakalan remaja.
e. Membangun kebersamaan.
6. Bidang lingkungan hidup, menjaga dan meningkatkan daya dukung
lingkungan yang berkelanjutan:
a. Konservasi air berbasis kearifan lokal dan teknologi.
b. Permukiman layak huni.
c. Lingkungan hidup untuk wisata.
d. Pengelolaan limbah rumah tangga.
e. Penyediaan jalur hijau.
f. Penanaman pohon.
g. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
h. Menjaga daerah tangkapan air agar lestari.
7. Bidang pariwisata yang didukung oleh lingkungan dan sosial budaya
yang kuat dalam upaya membangun perekonomian desa:
a. Optimalisasi Umbul Ponggok sebagai destinasi wisata utama di Desa
Ponggok.
b. Membangun kemitraan dan sinergi untuk perluasan bangsa pasar.
c. Pengeloaan wisata yang profesional berbasis kapasitas warga
(Pokdarwis).
d. Menggali wisata alternatif: wisata kuliner, pendidikan, budaya,
lingkungan dll.
8. Bidang pendidikan, terbukanya akses pendidikan bagi seluruh warga
masyarakat:
66
a. Satu KK satu Sarjana.
b. Peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan LIFE SKILL.
c. Pembangunan sarana dan prasaran Pendidikan Anak Usia Dini.
d. Beasiswa magang dan Pelatihan Kerja Praktek.
e. Pendidikan gratis untuk warga miskin.
9. Tercapainya masyarakat yang sehat:
a. Asuransi kesehatan bagi warga.
b. Pembangunan fasilitas untuk warga.
c. Penyadaran akan pola hidup sehat.
d. Perlindungan dan pelayanan kesehatan untuk kelompok rentan.
(Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017)
g. Pendapatan Desa Ponggok
Pendapatan Desa Ponggok pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel II.12Pendapatan Desa Ponggok Tahun 2017
JenisPendapatan No. Sumber Pendapatan Jumlah (Rp)
Pendapatan AsliDesa
1 Hasil Usaha Desa 581.000.0002 Hasil Aset Desa 115.300.0003 Pendapatan Asli Daerah Sah 800.000
Sub Total 697.500.000
PendapatanTransfer
1 Dana Desa 793.664.0002 Bagi Hasil Pajak/retribusi 100.663.6383 Alokasi Dana Desa 345.024.0004 Bankeu Prov. Jateng 35.000.0005 Bankeu Kab. Klaten 235.351.638
Sub Total 1.509.351.638Pendapatan lain-
lain1 Pendapatan hibah/pihak 3 1.500.000.0002 Pendapatan desa yang sah 25.000.000
Sub Total 1.525.000.000TOTAL PENDAPATAN 3.731.851.638
Sumber: Data Pemerintah Desa Ponggok, 2018.
67
Pada tahun 2017, pendapatan Desa Ponggok mencapai
Rp.3.731.851.638;- yang bersumber dari: (1) Pendapatan Asli Desa sebanyak
Rp.697.500.000;- (2) Pendapatan Transfer sebanyak Rp.1.509.351.638;- (3)
pendapatan lain-lain sebanyak Rp.1.525.000.000;.
h. Struktur Organisasi Desa Ponggok
Struktur organisasi Desa Ponggok adalah sebagai berikut:
Kepala Desa : Junaedhi Mulyono, SH.
Sekretaris Desa : Yani Setiadi, S. Sos.
Kaur Pemerintahan : Ira Hermawati, SE
Kaur Pembangunan : Sunarno
Kaur Umum : Sugeng Raharjo
Kadus I : Untoyo
Kadus II : -
Struktur organisasi Desa Ponggok tersebut dapat digambarkan seperti
pada bagan berikut ini.
Gambar II.4Bagan Struktur Desa Ponggok
Sumber: Data Monografi Desa Ponggok, 2017.
Kepala DesaJunaedhi Mulyono, SH. BPD
Sekretaris DesaYani Setiadi, S. Sos
Kadus IUntoyo
Kadus IIPelaksanaTeknis
Kaur PemerintahanIra Hermawati , SE
Kaur PembangunanSunarno
Kaur UmumSugeng Raharjo
68
Pada Struktur organisasi Desa Ponggok, untuk Kadus II sudah pension
namun belum ada penggantinya.
i. Peta Desa Ponggok
Desa Ponggok memiliki luas wilayahh 77,2255 Ha, yang terbagi
menjadi 4 (empat) dusun dan terbagi dalam 6 RW dan 12 RT. Peta Desa
Ponggok dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.
Gamabr II.5Peta Desa Ponggok
Sumber: www.klatenponggok.desa.go.id diunduh 20 Februari 2018.
f. Desa Ponggok adalah Desa Wisata Air dan Aqua
Desa Ponggok saat ini telah dikembangkan menjadi desa wisata air,
mengingat Desa Ponggok memiliki potensi air yang melimpah. Di Desa
Ponggok terdapat beberapa Umbul, seperti Umbul Besuki, Umbul Sigedang,
Umbul Ponggok, Umbul Kapilaler serta Umbul Cokro. Pada setiap Umbul
ini dapat dijumpai pemandangan alam yang indah serta air yang jernih,
69
didukung dengan suasana yang asri, maka sangat sesuai jika desa ini
dikembangkan menjadi sebuah desa wisata. Selain dikembangkan untuk
daerah wisata, sumber air yang melimpah dimanfaatkan oleh warga Desa
Ponggok untuk membudidayakan ikan, terutama ikan nila.
Desa Ponggok memiliki lahan potensial seluas 8.0 ha dan lahan yang
digunakan di sektor perikanan seluas 5 ha dengan menghasilkan produksi
0.57 ton/hari. Selain budidaya ikan nila di Desa Ponggok terdapat budidaya
udang galah, dimana budidaya ini dapat menghasilkan 1 kwintal/bulan.
Selain udang galah dan nila, warga desa juga mulai mengembangkan
budidaya ikan koi sebagai alternatif untuk mendapatkan penghasilan
(https://id.wikipedia.org/wiki/, diunduh 20 Februari 2018).
Berkat melimpahnya mata air yang ada di Desa Ponggok, maka pada
tahun 2003 perusahaan air mineral AQUA melakukan kerjasama dengan
pemerintah Desa Ponggok mendirikan pabrik AQUA, dengan
mengggunakan Umbu Sigedang sumber mata airnya.
Bentuk kerjasama Desa Ponggok dengan PT. TIV (AQUA) dengan
cara melepaskan tanah khas untuk pelindung mata air karena pabrik
membutuhkan bahan baku air yang cukup mineralnya, sedang posisi lahan
yang di beli oleh PT. TIV berdekatan dengan Umbul Sigedang maka merk
AQUA membutuhkan nama Sigedang. Dari pelepasan tanah Desa Ponggok
di beli oleh PT. TIV (AQUA) Desa Ponggok mendapat penggatian lahan
seluas 7,8150 ha.
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari kerjasama dengan PT.TIV
sebagai berikut:
70
1. Kas semula 1,1475 ha bertambah menjadi 3,955 ha.
2. Jatah tenaga kerja 40% untuk Desa Ponggok yang terserap.
3. PAD bertambah setiap bulan tidak berkurang dari Rp. 30.000.00;-
4. Membangun insfrastruktur dapat dibiayai dari kas Desa.
5. Menambah satu perangkat desa.
6. Adanya dana CSR untuk pembangunan desa.
7. Dan masih banyak keuntungan lainnya (Sumber: Data Monografi Desa
Ponggok, 2017).
B. Badan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri
1. Sejarah Berdirinya BUM Desa Tirta Mandiri
Sesuai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, sebagaimana diamatkan dalam Bab VII bagian kelima
yang menyatakan Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dengan harapan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat dan desa. Sebagai tindak lanjut dari pendirian BUM
Desa, kemudian berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan
Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 20 Tahun 2006 tentang Badan
Usaha Milik Desa.
Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan tersebut, maka muncul
gagasan dari Kepala Desa Ponggok melalui mekanisme musyawarah sebagai
wujud melembagakan demokrasi lokal dengan mempertemukan BPD,
Pemerintah Desa dan kelompok warga untuk membahas isu-isu strategis salah
71
satunya soal pendirian BUM Desa. Mendirikan BUM Desa pada dasarnya
membangun tradisi berdemokrasi di desa untuk mencapai derajat ekonomi
masyarakat desa yang lebih tinggi. Dengan berbekal daftar inventarisasi
potensi dan peta aset desa, forum Musyawarah Desa Ponggok melakukan
praktek deliberative democracy untuk menyepakati gagasan pengelolaan dan
pemanfaatan aset-aset desa melalui BUM Desa. Dengan pertimbangan yang
matang pemerintah Desa Ponggok mendirikan BUM Desa pada tanggal 15
Desember 2009 berdasarkan keputusan yang dituangkan dalam Peraturan Desa
Nomor 6 Tahun 2009 dengan nama BUM Desa Tirta Mandiri.
BUM Desa Tirta Mandiri Desa Ponggok dalam perjalanannya mengalami
banyak kendala, walaupun sudah menjadi keputusan bersama tetapi masih ada
kelompok masyarakat yang memandang sebelah mata. Sentiment negatif
berkembang sehingga masyarakat semakin pesimis BUM Desa bisa
berkembang apalagi membawa perubahan untuk kesejahteraan masyarakat.
belum lagi masalah keterbatasan SDM, sangat sulit menemukan orang yang
betul-betul mau berjuang untuk merintis dan mengelola BUM Desa, selain
BUM Desa merupakan lembaga yang baru. Tetapi bukan berarti tidak ada
orang yang mau mendukung dan berjuang walaupun hanya beberpa saja. Awal
terbentuknya BUM Desa usaha yang dikelola hanya toko pakan ikan dan
pinjaman modal bagi masyarakat serta merintis kegiatan pariwisata Umbul
Ponggok sebagai wahana rekreasi. Dengan berbekal keyakinan dan kerja keras
para pengurus BUM Desa serta motivasi yang tiada henti dari Kepala Desa
Ponggok, perlahan-lahan namum pasti BUM Desa mengalami pergerakan yang
lebih baik. Dalam jangka waktu satu tahun BUM Desa sudah menghasilkan
72
laba RP. 100.000.000;- dan disetor sebagai PAD sebesar Rp. 30.000.000;-
(30% dari laba) pada tahun 2010 (Sumber: http://bumdestirtamandiri.co.id).
Kepala Desa Ponggok yang dijabat oleh Bapak Junaedhi Mulyono, SH
merupakan sosok yang visioner, melihat masa depan. Beliau selalu
menyampaikan gagasan dengan prinsip Believing is Seeing (kalau kita percaya
pasti kita akan melihat) itu yang menjadi kekuatan yang laur biasa untuk tidak
pernah menyerah dalam mewujudkan cita-cita, karena menyadari bahwa untuk
meyakinkan masyarakat tidaklah mudah, kebanyak masyarakat berpikiran
Seeing is believing (kalau melihat baru percaya), maka perlu bukti untuk
menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat. Mulai dari pembangunan
infrastruktur, jalan poros desa, jalan kampung, jalan usaha tani dan jalan yang
menghubungkan obyek wisata Desa Ponggok, jembatan, saluran irigasi
pertanian, fasilitas sosial pendidikan, fasilitas sosial kesehatan dan fasilitas
ekonomi dengan pembangunan kion kuliner bagi masyarakat serta membangun
Kantor Desa yang megah sebagai kebanggaan dan jati diri Desa Ponggok.
Pemerintah Desa Ponggok juga mengembangkan kegiatan sosial,
memberikan santunan, pelatihan ketrampilan dan pelatihan motivasional serta
pengajian rutin tingkat desa. Dalam bidang ekonomi berupaya menumbuhkan
semangat wirausaha bagi masyarakat melalui bantuan modal, pelatihan
kewirausahaan dan pendirian lembaga ekonomi desa yaitu BUM Desa. Pada
periode kedua sektor ekonomi menjadi prioritas utama pembangunan, dengan
memperkuat BUM Desa sebagai kekuatan ekonomi lokal untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan peningkatan sumber Pendapatan Asli Desa.
BUM Desa mendapatkan dukungan yang besar dari Desa dengan dilakukan
73
revitalisasi Obyek Wisata Umbul Ponggok yang saat ini menjadi sumber
pendapatan terbesar BUM Desa.
Mulai tahun 2015 sampai tahun 2019 Ponggok akan mengembangkan
semua Obyek Wisata yang dimiliki sehingga potensi dan aset desa bisa
dimanfaatkan secara optimal untuk memperoleh pendapatan bagi masyarakat
maupun PAD dalam melangsungkan pembangunan secara berkelanjutan.
Dengan mengelola satu Obyek Wisata saja yaitu Umbul Ponggok terbukti pada
tahun 2014 PAD yang diterima dari hasil usaha BUM Desa sudah sebesar Rp.
350.000.000;- apalagi kalau Ponggok mengelola lima Obyek Wisata, pastinya
pendapatan yang diterima akan berlipat. Keberadaan BUM Desa sekarang
sudah sangat besar manfaatnya bagi masyarakat karena mampu mengurangi
angka pengangguran di Desa Ponggok melalui penyerapan tenaga kerja lokal
sebagai karyawan BUM Desa yang berjumlah 25 orang (Sumber:
http://bumdestirtamandiri.co.id).
Keberadaan BUM Desa juga mendorong tumbuhnya kegiatan produktif
masyarakat dengan dibukanya kios-kios kuliner untuk masyarakat di lokasi
obyek wisata Umbul Ponggok, serta menumbuh kembangkan iklim investasi
bagi masyarakat, karena BUM Desa sudah berhasil go publik dengan menjual
saham kepada masyarakat Ponggok untuk mendapatkan bagi hasil dari
pengelolaan usaha BUM Desa. Inilah sebuah bukti dari usaha dan kerja keras
yang dibangun oleh Pemerintah Desa Ponggok, BUM Desa dan masyarakat
sehingga BUM Desa merupakan lembaga yang berpengaruh besar dalam
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Desa Ponggok bisa membuktikan
keberhasilan ini dan akan terus berupaya untuk meningkatkan pendapatan yang
74
dihasilkan dari usahanya sendiri melalui BUM Desa sehingga Ponggok betul-
betul bisa menjadi Desa Mandiri.
Pemerintah Desa Ponggok juga tidak hanya berpikir untuk masyarakat
Desa Ponggok sendiri tetapi juga melakukan serangkaian kegiatan sharing
kepada Kepala Desa Ponggok di Kabupaten Klaten bahwa kepada desa-desa
se-Indonesia melalui studi banding agar setiap desa memiliki BUM Desa sesuai
dengan Nawakerja Kementrian Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah
Tertinggal yaitu berupaya untuk membentuk dan mengembangkan BUM Desa
untuk lebih memajukan perekonomian warga sehingga desa menjadi lebih
mandiri. Peraturan Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015
yang secara tegas memandu jenis-jenis kewenangan desa untuk
mengembangkan ekonomi lokal desa. Membangun BUM Desa juga telah
diamatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU
Desa) Pasal 87 UU Desa dan Pasal 132 PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sama-sama
memakai frasa desa dapat mendirikan BUM Desa.
2. Makna Logo BUM Desa Tirta Mandiri
Untuk mempertegas komitmen bersama tersebut BUM Desa Tirta
Mandiri kemudian memanifestasikan semangatnya ke sebuah logo sebagai
berikut ini.
Gambar II.6Logo BUM Desa Tirta Mandiri
Sumber: http://umbulponggok.co.id/, diunduh 20 Februari 2018
75
Tulisan Tm sebagai moto nilai kemandirian kemampuan dan
kemantapan, kepanjangan dari Tirta Mandiri. Tirta berarti air merupakan
kekhususan atau kekhasan dari Desa Ponggok. Mandiri berarti Berdiri Sendiri.
Tiga air yang bergelombang yang artinya bahwa BUM Desa mempunyai
tujuan utama yang tertera pada Bab IV Pasal 6 AD/ART BUM Desa Tirta
Mandiri. Tiga air yang bergelombang yang tidak sama besarnya berari
komposisi yang kompak. Titik biru merupakan asas dari managemen BUM
Desa yaitu satu asas yaitu Pancasila.
Oval hijau berarti berwawasan lingkungan Desa Ponggok. Visual warna:
warna biru tua simbolisasi dari sifat dan sikap yang teguh. Warna biru muda
mempunyai karakter yang cerah dan menggambarkan kegembiraan dan
kebanggaan dalam melayani masyarakat Desa Ponggok. Warna hijau
simbolisasi ramah lingkungan.
3. Landasan Hukum BUM Desa Tirta Mandiri
Landasan Hukum/Perundangan dalam kelembagaan dan kegiatan BUM
Desa Tirta Mandiri Desa Ponggok senantiasa mengacu pada
peraturan/perundangan yang berlaku sebagai dasar juga untuk persyaratan
legalitas awal pembentukan BUM Desa Tirta Mandiri Desa Ponggok, di mulai
dengan terbitnya peraturan Desa Nomor 6 Tahun 2009 tentang Badan Usaha
Milik Desa tertanggal 15 Desember 2009 yang dirumuskan bersama untuk
landasan awal mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui BUM Desa Tirta
Mandiri.
Seiring dengan berjalannya waktu perubahan peraturan dan perundangan
tentang Desa berjalan dengan cukup dinamis, pasca lahirnya Undang-Undang
76
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, beserta dengan peraturan
pendukungnya/Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Paraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 ahun 2014 tentang Desa kemudian
disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, hal tersebut
juga disikapi dengan dinamis oleh BUM Desa Tirta Mandiri bersama
Pemerintah Desa Ponggok dengan melakukan kajian-kajian peraturan
perundangan terbaru, sehingga perlu ada penyesuaian-penyesuaian terhadap
kinerja dan kelembagaan BUM Desa Tirta Mandiri terkait dengan landasan
hukum, terlebih setelah terbitnya Peraturan Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015
tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha
Milik Desa yang mulai diundangkan pada tanggal 18 Februari 2015
menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang
Badan Usaha Milik Desa.
Di level Pemerintahan Kabupaten Klaten sendiri juga sudah ada
Peraturan Daerah Klaten Nomor 21 Tahun 2013 tantang Pedoman Tata Cara
Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa yang mulai
diundangkan pada tanggal 20 Desember 2013. Dari berbagai landasan
kelembagaan BUM Desa tersebut sebenarnya sudah mampu untuk mendorong
optimalisasi peran BUM Desa Tirta Mandiri untuk terus berkipra sebagai salah
satu komponen pendukung bahkan mampu menjadi komponen utama dalam
menggerakkan sektor perekonomian desa berbasis potensi wilayahh yang
77
strategis, dengan adanya landasan hukum tersebut juga dapat manambah
keyakinan BUM Desa Tirta Mandiri akan kemauan Pemerintah Pusat dan
Daerah akan berkomitmen penuh terhadap kemajuan BUM Desa, baik melalui
itikat politik yang terwujud dalam kebijkan anggaran maupun program yang
sudah tersirat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Bab
X Pasal 87 tentang Badan Usaha Milik Desa, juga menunjukan bahwa BUM
Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan usaha seperti
Perseroan Terbatas, CV atau Koperasi, BUM Desa sebenarnya merupakan
suatu badan usaha bercirikan desa yang dalam aktivitasnya disamping untuk
menyelenggarakan Pemerintahan Desa juga untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat desa dengan berbagai layanan jasa, perdagangan dan aktivitas
ekonomi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di
wilayahh Republik Indonesia (http://bumdestirtamandiri.co.id, diunduh 20
Februari 2018).
4. Struktur Organisasi BUM Desa Tirta MandiriPengurus inti organiasi BUM Desa Tirta Mandiri adalah:
a. Direktur : Joko Winarno
b. Sekretaris : Nurul Huda
c. Bendahara : Arum Setyarini
Secara Visual, struktur organisasi BUM Desa Tirta Mandiri adalah sebagai
berikut.
78
Gambar II.7Struktur Organisasi BUM Desa Tirta Mandiri
Sumber: Anggaran Dasar BUM Desa Tirta Mandiri
5. Unit Usaha BUM Desa Tirta Mandiri
a. Obyek Wisata Umbul Ponggok
Obyek wisata Umbul Ponggok merupakan salah satu unggulan unit
usaha yang dikelola oleh BUM Desa Tirta Mandiri, karena dari obyek
wisata ini memberikan pemasukan yang paling besar kepada BUM Desa
Tirta Mandiri.
Umbul Ponggok merupakan salah satu obyek wisata andalan di Desa
Ponggok yang biasa dimanfaatkan sebagai pemandian, kolam renang dan
melihat keindahan pemandangan bawah air yang ada. Kolam Umbul
Ponggok berukuran panjang 70 meter dan lebar 40 meter dengan
kedalaman kolam sekitar 1,5 meter sampai 3 meter, mata air terletak pada
dasar kolam dan terus mengalirkan air sehingga kolam Umbul Ponggok
cenderung jernih. Selain itu, akhir-akhir ini Umbul Ponggok sering
KorlapPersewaan
KorlapUmbul Ponggok
DewanKomisaris
Direktur Badan Pengawas
Sekretaris
ManajerOperasional
Bendahara
ManajerPersonalia
Korlap UnitPAB
Tiket Peralatan Parkir KebersihanKeamanan
79
dijadikan lokasi untuk foto bawah air karena pada dasar kolam terdapat
ikan dan batu-batuan yang pemandangannya sangat indah.
Gambar II.8Obyek Wisata Umbul Ponggok
Sumber: http://bumdestirtamandiri.co.id, diunduh 21 Februari 2018
Setelah mengembangkan obyek wisata Umbul Ponggok, BUM Desa
Tirta Mandiri kemudian mengembangkan unit usaha lain, seperti: 1)
Ponggok Ciblon, 2) Kios Kuliner, dan 3) Toko Desa.
b. Ponggok Ciblon
Setelah mengelola unit wisata Umbul Ponggok, BUM Desa Tirta
Mandiri mulai September 2016 mengembangkan unit wisata desa baru
bernama Ponggok Ciblon. Dari wahana air yang sekarang telah ada yaitu
kolam renang anak dan dewasa, resto dan warung apung, waduk Galau
sebagai tempat pemancingan, tahun 2017 dikembangkan menjadi wahana
wisata air terpadu meliputi taman air, arena outbond¸wahana adventure.
80
Gambar II.9Ponggok Ciblon
Sumber: http://bumdestirtamandiri.co.id, diunduh 21 Februari 2018
Letak kawasan Ponggok Ciblon tepat di seberang jalan raya
Ponggok-Delanggu dan bersebrangan dengan komplek gedung Kantor
Kepala Desa Ponggok, warung kuliner, toko Desa Sumber Panguripan.
Untuk tiket masuk Ponggok Ciblon mulai September 2016 adalah Rp.
5.000;-
c. Kios Kuliner
Untuk ketersediaan sarana dan prasarana usaha wisata desa, BUM
Desa Tirta Mandiri membangun Kios Kuliner yang disewakan kepada
warga sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi warga. Kios Kuliner ini
dibangun di dua tempat yaitu di dalam kompleks Umbul Ponggok dan di
depan kompleks Ponggok Ciblon.
81
Gambar II.10Kios Kuliner
Sumber: http://bumdestirtamandiri.co.id, diunduh 21 Februari 2018
d. Toko Desa
Unit usaha ini baru dirintis sejak bulan Juli 2016 dimana usahanya
adalah penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga pada umumnya,
dengan nama Toko Desa “Sumber Panguripan”. Toko desa memberikan
pelayanan kepada warga masyarakat Desa Ponggok terutama bagi warga
yang memiliki usaha kecil (UKM).
Letaknya yang sangat strategis yaitu di pinggir jalan raya Ponggok,
berseblahan dengan Pusat Kantor Kepala Desa Ponggok dan kompleks
wisata Ponggok Ciblon, menjadi toko desa ini ramai pembeli. Di Toko
Desa ini tersedia fasilitas ATM Bank BNI’46 dan ATM Bank Mandiri.
82
Gambar II.11Toko Desa
Sumber: http://bumdestirtamandiri.co.id diunduh 21 Februari 2018
Toko Desa “Sumber Panguripan” juga menjadi agen laku pandai
Bank BNI’46 yang dapat melayani buka rekening BNI, setoran tunai
tabungan, tarik tunai tabungan. Selain itu juga melayani E-Payment yaitu
transfer (sesama BNI dan online antar Bank), pembelian (token listrik,