KODE : LAPORAN AKHIR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING IKLIM KERING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS >20% Tahun Anggaran 2011 BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011
31
Embed
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lapakhir2011... · DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah Tahun ... pendampingan aplikasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KODE :
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING IKLIM
KERING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS >20%
Tahun Anggaran 2011
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING IKLIM
KERING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS >20%
Tahun Anggaran 2011
Oleh
Dr. Ai Dariah Dr. Neneng L. Nurida
Jubaedah, SP, MS. Ir. Nurjaya, MS.
Satker
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan (RPTP) : Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Iklim Kering untuk Meningkatkan Produktivitas >20% 2. Penanggungjawab RPTP/RDHP : a. Nama : Dr. Ai Dariah b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa c. Jabatan c1. Fungsional : Peneliti Madya c2. Struktural : Ka Kelti Konservasi, Rehabilitasi dan Reklamasi
Lahan 3. Lokasi Kegiatan : Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat 4. Biaya Penelitian : Rp. 170.000.000- (Seratus tujuh puluh juta
rupiah) 5. Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker. Balai Penelitian Tanah
Tahun Anggaran 2011
Menyetujui, Penanggungjawab Kepala Balai Penelitian Tanah RPTP Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc. Ai Dariah NIP. 19570616 198603 2001 NIP. 19620210 198703 2001
i
KATA PENGANTAR
Kegiatan berjudul “Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Iklim Kering
untuk Meningkatkan Produktivitas >20%”, merupakan kegiatan penelitian yang didanai
DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011. Kegiatan ini
dilakukan untuk mendukung “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan
Kering Iklim Kering”, yang dilaksanakan dan dibiayai bersama oleh beberapa satker
terkait.
Selain melakukan pendampingan dalam hal teknik pengelolaan tanah meliputi
teknik konservasi dan pemupukan, dilakukan pula kegiatan dalam bentuk superimphose
trial. Pada TA-2011 kegiatan dilakukan di dua lokasi yaitu di NTT yang merupakan
kelanjutan kegiatan TA-2010 dan NTB. Laporan akhit ini merupakan hasil kegiatan
selama TA-2011.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan
membantu demi kelancaran pelaksanaan penelitan ini.
Bogor, Juli 2011
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Sri Rochayati
NIP. NIP. 19570616 198603 2001
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. iii RINGKASAN........................................................................................................ i v SUMMARY ...................................................................................................... iv I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1 1.2. Dasar Pertimbangan ..................................................................... 3 1.3. Tujuan ............................................................................................ 3 1.4. Luaran yang Diharapkan .............................................................. 3 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari kegiatan yang dirancang..... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 8
3.1. Pendekatan ................................................................................. 8 3.2. Ruang Lingkup kegiatan ............................................................ 8 3.3. Bahan dan Metode Penelitian .................................................... 8 3.4. Analisis Resiko ......................................................................... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 12
4.1. Karakterisasi lahan di lokasi penelitian dan kegiatan pendampingan aplikasi teknik pengelolaan tanah........................ 12
4.2. Kegiatan superimphose trial ...................................................... 15
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 22 4.1. Kesimpulan sementara .......................................................................... 22 4.2. Saran ................................................................................................... 22
VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN .......................................... 23
VII. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 18
iii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
Dosis pupuk dasar dan pembenah tanah yang digunakan pada masing-masing perlakuan.................................................................... Perlakuan dan pupuk dasar yang digunakan pada plot superimphose konservasi di NTB............................................................................... Perlakuan pada superimphose pemupukan di NTB............................ Hasil Pengujian status kesuburan tanah pada Demplot SPTLKIK di NTB..................................................................................................... Pengaruh penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman jagung di Desa Oebola, NTT ................................................................. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB (MST=minggu setelah tanam)............................................................ Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap produksi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB............. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap sifat fisik tanah pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB ............. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Desa Puncah Jringo NTB.............. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung di Desa Puncak Jringo NTB.................................. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah di Desa Puncah Jringo NTB....................................................
10
11
11
12
16
.17
18
18
19
20
20
iv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 1 2 3 4
Kondisi Topografi pada Demplot SPT-LKIK di NTB.................... Kondisi batuan di permukan pada Demplot SPT-LKIK di NTB........ Plot super imphose pada areal Demplot SPT-LKIK di NTB............. Pengaruh perlakuan (DP=dosis petani, DR=dosis rekomendasi, DR+POH= dosis rekomendasi+pupuk hayati) terhadap parameter kemampuan tanah memegang air......................................................
13
14
15 .
19
v
RINGKASAN
Perbaikan kualitas tanah yang berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan input usahatani khususnya penggunaan air dan pupuk, merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani lahan kering. Kegiatan ini merupakan bagian dari “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, dan bertujuan untuk: (1) melakukan pendampingan teknologi di bidang pengelolaan tanah (pemupukam, pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam upaya mendukung Konsorsium Pengembangan “Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, (2) menguji beberapa teknik pengelolan tanah (pemupukan, pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam bentuk penelitian superimposed trial untuk meningkatkan produktivitas tanaman >20%. Penelitian dilakukan di KP Naibonat, Kupang, NTT dan Desa Persiapan Puncak Jringo, Kecamatan Suela, Lombok Timur, NTB. Karakterisasi kondisi lahan untuk menentukan rekomendasi pengelolaan tanah dilakukan pada lokasi kegiatan di NTB. Kegiatan super imphose trial di NTT merupakan lanjutan kegiatan 2011, yakni pengujian penggunaan pembenah tanah berbahan dasar biochar yang telah diperkaya pupuk hayati dan senyawa humat, serta pemanfaatan mulsa baik dalam bentuk mulsa permukaan maupun vertikal. Kegiatan yang sama dilakukan pula di lokasi demplot NTB. Kegiatan superimphose trial pemupukan hanya dilakukan di demplot NTB, yakni menguji dosis pupuk, yaitu dosis rekomendasi penuh, ¾, dan ½ dosis rekomendasi. Hasil sementara kegiatan ini menunjukkan bahwa kesuburan tanah pada demplot di NTB tergolong baik, yang menjadi pembatas utama usahatani adalah adanya batuan di permukaan yang sangat tinggi (>50%), dan topografi yang rata-rata curam. Konservasi bahan organik pada lahan kering iklim kering harus menjadi prioritas, karena ada indikasi penurunan kadar bahan organik yang drastis pada lahan yang telah diusahakan secara intensif. Hasil kegiatan super impose trial di NTT menunjukan perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical (slot mulsa), baik dengan maupun tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis rekomendasi tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan tanaman. Hasil kegiatan superimpose di NTB menunjukan penurunan dosis pupuk NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan berat basah dan berat kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai dengan penambahan pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha. Aplikasi mulsa dan pembenah tanah dapat meningkatkan pertumbuha tanaman secara nyata, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol dan mulsa permukaan tanpa pembenah tanah
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luas wilayah lahan kering beriklim kering yang berpotensi untuk pengembangan
pertanian adalah sekitar 6,7 juta ha. Sekitar 2,73 juta ha dinyatakan berpotensi untuk
pengembangan tanaman semusim, 3,44 juta ha untuk tanaman tahunan, dan 0,5 juta ha
untuk peternakan (Puslitbangtanak, 2002).
Lahan kering di daerah beriklim kering merupakan pendukung utama
terwujudnya kemandirian pangan di kawasan ini. Namun demikian, dalam
pemanfaatannya masih ditemukan berbagai kendala, sehingga tingkat produktivitas
aktual masih lebih rendah dari potensinya. Perbaikan kualitas tanah yang berdampak
pada peningkatan efisiensi penggunaan input usahatani khususnya penggunaan air dan
pupuk merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani
lahan kering.
Hasil kegiatan penelitian pada TA.2010 menunjukkan bahwa status bahan organik
tanah pada lahan kering beriklim kering di KP Naibonat, Nusa Tenggara Timur rata-rata
sangat rendah (Dariah et al., 2010). Beberapa hasil penelitian lainnya juga menunjukkan
buruknya status bahan organik pada lahan kering beriklim kering, terutama yang telah
diusahakan untuk tanaman semusim (Dariah et al., 2006; Dariah et al., 1999). Tingkat
dekomposisi bahan organik yang relatif cepat, dengan tingkat pengembalian yang tidak
memadai merupakan penyebab buruknya status bahan organik tanah pada lahan kering
beriklim kering, dan hal ini berdampak terhadap kemerosotan kualitas tanah. Erosi pada
lahan kering beriklim kering juga merupakan masalah yang tidak bisa diabaikan, karena
meskipun total curah hujan relatif kecil namun karena terjadi dalam waktu yang relatif
pendek, maka intensitas hujan menjadi tinggi, sehingga menyebabkan tingkat
erosivitasnya juga menjadi tinggi.
Optimalisasi pemanfaatan sumber bahan organik yang bersifat insitu merupakan
cara yang paling efisien untuk mendukung perbaikan kualitas tanah di areal lahan kering.
Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang terbuang (zero waste)
bermakna melestarikan perputaran unsur hara dari tanah-tanaman-ternak kembali ke
tanah. Selain melestarikan perputaran unsur hara, pengembalian bahan organik ke dalam
2
tanah juga akan menjaga status bahan organik tanah dari ancaman degradasi, sehingga
sifat fisik dan lingkungan biologi tanah tetap terjaga dengan baik.
Konservasi dan pemanfaatan air merupakan aspek lainnya yang menjadi kunci
keberhasilan pengelolaan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian pada lahan
kering beriklim kering. Namun demikian manfaat dari penerapan teknologi konservasi
tanah dan air yang tidak secara cepat dapat dirasakan petani, merupakan faktor penyebab
rendahnya partisipasi petani dalam menerapkan teknologi konservasi tanah dan air. Oleh
karena itu pembangunan suatu pilot project dapat dijadikan suatu sarana dalam
mendiseminasikan teknologi yang akan dikembangkan, termasuk di dalamnya teknologi
konservasi, pengelolaan hara, dan lain sebagainya, sehingga petani dapat melihat secara
langsung manfaat dari teknologi yang akan dikembangkan.
Kegiatan ”Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan
Kering Beriklim Kering untuk Meningkatkan Produktivitas >20%” merupakan bagian
dari kegiatan “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim
Kering”. Sesuai mandat Balai Penelitian Tanah, fokus utama pengkajian yang akan
dilakukan adalah dalam aspek sumberdaya tanah dengan mengintegrasikan aspek
agronomi, iklim, sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Aspek tersebut juga akan menjadi
titik berat kajian anggota konsorsium lainnya.
Badan Litbang Pertanian membentuk “Konsorsium Model/Sistem Pertanian
Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, yang dilaksanakan dan dibiayai bersama oleh
beberapa satker terkait. Tujuan kegiatan konsorsium tersebut adalah: (1) membangun
- Resiko kekeringan, karena musim hujan di lokasi penelitian terbatas dan
ketidakpastian musim yang sering terjadi belakangan ini, oleh karena ini perlu
disediakan fasilitas untuk irigasi suplemen.
- Keterbatasan bahan mulsa yang bersumber dari bahan organik sisa panen karena
adanya persaingan penggunaan dengan pakan ternak, alternatif pengganti mulsa
adalah tanaman legum seperyi glyriciceau atau rumput yang banyak tumbuh di
sekitar lokasi penelitian.
- Perubahan parameter sifat fisik dan status bahan organik sulit teridentifikasi dalam
jangka pendek, oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan dalam jangka
panjang.
12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi lahan di lokasi penelitian dan kegiatan pendampingan aplikasi teknik pengelolaan tanah
Karakterisasi kondisi lahan dilakukan di lokasi penelitian yang baru yaitu di Desa
Persiapan Puncak Jringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur. Lokasi
penelitian merupakan areal Transmigrasi Lokal, dengan areal penguasaan lahan per
petani meliputi 0,75 ha lahan usaha (LU) dan 0,25 ha lahan pekarangan (LP).
4.1.1. Status kesuburan tanah.
Penetapan status kesuburan tanah dilakukan dengan menggunakan PUTK,
pengambilan sample dilakukan di Lahan Usaha dan Lahan Pekarangan, dengan membuat
transek dengan titik pengambilan sample tanah pada lereng atas, tengah dan bawah.
Lahan Usaha umumnya berada di lereng yang lebih atas dibanding Lahan Pekarangan.
Hasil pengujian tanah dengan menggunakan PUTK disajikan pada Tabel 4.
Hasil pengujian tanah dengan menggunakan PUTK menunjukkan pH tanah
berkisar 5-7, kandungan P sedang-tinggi dan K tergolong rendah-sedang, kondisi bahan
organik cukup bervariasi dari rendah sampai tinggi. Lahan dengan kandungan bahan
organik tinggi ditemukan pada areal yang baru dibuka. Hal ini menunjukkan bahwa
setelah lahan dibuka penurunan bahan organik berlangsung sangat cepat.
Tabel 4. Hasil pengujian status kesuburn tanah di lokasi penelitian
Lokasi pengambilan sample tanah
Parameter pH P K C-organik
LU lereng atas LU lereng tengah LU lereng bawah LP lereng atas LU lereng tengah LU lereng bawah
5-6 5-6 6-7 6-7 5-6 5-6
Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Rendah Rendang Sedang Rendah Sedang Sedang
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah
13
4.1.2. Topograpi dan ketebalan solum tanah, serta pola tanam
Desa Puncak Jringo didominasi topografi berbukit sampai bergunung. Areal LU
didominasi lahan dengan kemiringan curam (Gambar 1). Lereng atas umumnya sudah
tidak sesuai ditanami tanaman semusim secara monokultur, apalagi untuk lahan dengan
kemiringan >40%. Untuk areal dengan kemiringan 30-40% masih dapat ditanami
tanaman semusim disela tanaman tahunan, meskipun demikian sebaiknya proporsi
tanaman tahunan masih lebih tinggi dibanding tanaman semusim. Kemiringan lahan
pada areal LP juga sangat bervariasi, namun sebagian besar >15%, oleh karena ini
kombinasi tanaman tahunan dengan tanaman semusim juga perlu ditekankan untuk lahan
pekarangan.
Gambar 1. Kondisi topografi pada demplot SPT-LKIK di NTB
Tindakan konservasi umumnya belum dilakukan petani. Sebagian kecil petani
menanaman tanaman turi dalam pola alley cropping. Beberapa petani juga sudah mulai
menata lahannya dengan membuat teras batu secara bertahap, terutama pada areal lahan
pekarangan. Sebagian besar petani sangat berminat membuat teras batu, namun
keterbatasan tenaga kerja dan peralatan merupakan faktor pembatas pengembangan atau
aplikasi teras batu.
Tanaman utama semusim yang diusahakan pada areal LU adalah tanaman jagung.
Beberapa petani menanaman tanaman pisang diantara tanaman jagung dengan letak yang
tidak teratur. Tanaman jagung hanya ditanam satu musim pertahun. Sampai saat ini
14
lahan yang sudah intensif diusahakan petani adalah lahan pekarangan, karena jaringan air
sudah terpasang di areal ini. Tanaman hortikultur seperti cabe dan tanaman sayuran
lainnya ditanam petani di lahan pekarangan dengan luasan yang terbatas (<500 m2).
Tanaman tembakau juga diusahakan petani di lahan pekarangan. Tanaman hortikultur
buah-buahan seperti mangga dan pisang juga ditanam di lahan pekarangan.
Solum tanah di lokasi penelitian umumnya tergolong dalam (>100 cm), namun
persen batuan di permuaan sangat tinggi (>50%) (Gambar 2), dan menjadi faktor
pembatas utama usahatani. Kondisi ini membuat penataan lahan sangat sulit dilakukan,
sehingga petani berusaha menanam tanaman semusim maupun tahunan disela-sela batu.
Perlu inovasi teknologi untuk mengatasi hal ini, karena sulit untuk menata batuan yang
ada di permukaan tanah secara manual, umumnya batu berukuran besar. Batuan yang
berukuran kecil ditata petani mengikuti garis menyrupai kontur. Keberadaan batuan
bukan hanya di permukaan, namun juga menyebar sampai kedalaman tanah >100 cm.
Gambar 2. Kondisi batuan di permukaan pada areal SPT-LKIK di NTB
4.1.3. Pendampingan aplikasi teknik konservasi pada lahan kering iklim kering di Puncak jringo, NTB dan Desa Oebola, NTT
Potensi erosi pada lokasi pilot SPT-LKIK di Puncak Jringo sangat tinggi, dlihat
dari kemiringan lereng yang relatif curang. Berdasarkan karakteristik lahan di Desa
Puncak Jringo, alternatif teknik konservasi yang bisa diterapkan adalah dengan membuat
teras batu, seperti yang telah dilakukan beberapa petani di Desa ini. Namun demikian,
pada sebagian besar areal lahan kering di daerah ini, pembuatan teras batu sulit dilakukan
secara menual, karena batuan yang muncul di permukaan berukuran besar, dan tertanam
15
cukup dalam. Oleh karena itu, direkomendasikan jenis teknik konservasi yang
diterapkan pada lokasi ini adalah dengan menanam tanaman legum tree menurut kontur.
Pendampingan teknologi untuk menarik garis kontur telah dilakukan. Tanaman legun
yang ditanam pada garis kontur adalah glyrisidia atau turi, karena bibit tanaman ini
banyak ditemui di lokasi ini. Pangkasan dari tanaman legun juga dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak.
Pendampingan teknologi yang telah dilakukan di Desa Oebola adalah sistem
pengelolaan bahan organik, meliputi pembuatan kompos dan biochar. Bahan baku
kompos yang digunakan adalah pupuk kandang, sedangkan sisa tanam sudah
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bahan baku biochar adalah ranting pangkasan legum
tree, yang tidan dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Pendampingan aplikasi teknik
konservasi rencananya akan dilakukan pada TA-2012, bersamaan dengan aplikasi
kompos pukan dan biochar sebagai pupuk organik dan pembenah tanah.
4.2. Kegiatan superimposed trial
4.2.1. Superimposed trial Teknik Konservasi Tanah dan air di NTT
Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman jagung, ditunjukan data tinggi tanaman umur 8 minggu (Tabel 5).
Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical (slot mulsa), baik dengan maupun
tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa pengurangan dosis pupuk menjadi ¾
dosis rekomendasi tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan tanaman.
Aplikasi mulsa dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
tanaman jagung, ditunjukan data berat tongkol basah dan berat pipilan kering jagung
(Tabel 5), Namun demikian terlihat ada kecenderungan berat tongkol basah dan berat
pipilan kering tertinggi dicapai perlakuan slot mulsa tanpa dilakukan pengurangan dosis
pupuk, meski tidak dilakukan pemberian bahan pembenah tanah.
16
Tabel 5. Pengaruh penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman jagung di Desa Oebola, NTT
Perlakuan Tinggi tanaman 8 MST (cm)
Berat tongkol basah (kg/plot)
Berat Pipilan (kg/plot)
K1= Kontrol (tanpa KTA /cara petani) 148,90 ab 22,10 a 13,00 a K2= Mulsa permukaan 147,73 ab 23,93 a 13,07 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 137,40 b 22,40 a 12,67 a K4= Slot mulsa 152,53 a 27,43 a 15,33 a K5= Slot mulsa + PT, pupuk ¾ DR 152,87 a 22,77 a 12,37 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5%. PT=pembenah tanah, DR=dosis rekomendasi 4.2.2. Superimposed trial di pemupukan NPK dan Organik-hayati di NTB
Kegiatan superimphose trial di Puncak Jringo, NTB dilakukan di areal Lahan
Pekarangan, kemiringan lahan sekitar 15%. Kondisi areal yang digunakan untuk
kegiatan superimphose ditunjukan Gambar 3.
Gambar 3. Plot superimphose pada areal Demplot lahan kering di NTB
Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung
(Tabel 6). Perlakuan dengan dosis yang umum digunakan petani di lokasi pilot (200 kg
urea/ha dan 200 kg ZA/ha) menghasilkan pertumbuhan yang paling buruk, berbeda nyata
dibanding perlakuan rekomendasi penuh. Berdasarkan data tinggi tanaman umur 6
minggu setalah tanah (MST) menunjukan bahwa pengurangan dosis pupuk NPK menjadi
¾ dosis rekomendasi tidak menurunkan pertumbuhan tanaman secara nyata. Namun
17
pengurangan dosis sampai dengan ½ dosis rekomendasi menurunkan pertumbuhan
tanaman menjadi tidak berbeda nyata dengan perlakuan cara petani, meskipun masih ada
kecenderungan lebih baik pada perlakuan dosis ½ rekomendasi disertai pemberian pupuk
organik dan hayati. Berdasarkan tinggi tanaman pada perlakuan P2 dan P3, pemberian
pupuk organik dengan dosis 2,5 t/ha belum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Tabel 6. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman jagung pada
percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB (MST=minggu setelah tanam)
Perlakuan
2 MST 4 MST 6 MST
--------------------cm--------------------- P1=cara petani 21,77 b* 86,37 b 149,20 b P2= dosis rekomentasi NPK 25,77 a 106,47 a 201,20 a P3= dosis rek NPK +pupuk organik hayati 23,77 ab 100,57 a 196,13 a P4= ¾ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 23,37 ab 97,57 ab 190,27 a P5= ½ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 24,87 ab 99,33 ab 177,13 ab * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5%
Perlakuan pemupukan juga berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung,
ditunjukan data jumlah tongkol; berat basah biomas dan tongkol; berat kering biomas,
tongkol, dan pipilan (Tabel 7). Perlakuan dosis petani rata-rata menghasilkan semua
komponen produksi jagung terendah. Penurunan dosis pupuk sampai dengan ½ dosis
rekomendasi tidak menyebabkan penurunan berat basah dan berat kering biomas. Lain
halnya dengan pengaruhnya terhadap patameter produksilainnya. Penurunan dosis pupuk
NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan berat basah dan berat
kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai dengan penambahan
pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha. Pada perlakuan NPK dosis rekomendasi,
pemberian pupuk organik hayati dengan dosis 2,5 t/ha tidak menghasilkan produksi
tanaman yang berbeda nyata. Untuk tanah dengan kandungan bahan organic tanah
rendah dibutuhkan dosis pupuk organic yang relative tinggi (>2,5 t/ha).
18
Tabel 7. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap produksi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB
Perlakuan
Jumlah tongkol
(biji/plot)
Berat basah Berat kering Biomas Tongkol Biomas Tongkol Pipilan
-----------------------kg/plot------------------------------------ P1= carapetani 169,0 bc* 24,33 b 21,00 c 24,33 b 14,50 b 11,23 c P2= DR NPK 198,0a 45,67 a 34,00 a 45,67 a 20,50 a 18,23 a P3= DR NPK + POH 190,3 ab 42,67 a 30,67 ab 42,67 a 19,67 a 17,33 a P4= ¾ DR NPK + POH 160,0 c 43,67 a 24,67 c 43,67 a 15,83 b 13,07 bc P5= ½ DR NPK + POH 178,0abc 40,67 a 26,00 bc 40,67 a 16,33 b 14,50 b * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, POH=pupuk organik+hayati
Perlakuan pemupukan NPK dan organic hayati tidak berpengarih nyata terhadap
persen pori drainase sepat dan air tersedia, serta stabilitas agreagat (Tabel 8). Pengaruh
nyata perlakuan terhadap ruang pori total tidak menunjukan pola yang jelas. Dilihat dari
parameter persen agregasi, pemberian pupuk sesuai rekomendasi menghasilkan persen
agregasi yang nyata lebih tinggi dibanding control jika disertai pemberian pupuk organic
hayati.
Tabel 8. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap sifat fisik tanah pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB
Perlakuan Pori drainase
cepat Pori air tersedia
Ruang pori total Agregasi
(%)
Indeks stabilitas agregat ---------%Vol----------
P1= carapetani 14,10 a 14,33 a 51,37 ab 43,60 b 48,13 a P2= DR NPK 17,87 a 14,00a 56,27 a 47,37 ab 58,07 a P3= DR NPK + POH 15,47 a 13,47 a 55,00 ab 50,33 a 58,20 a P4= ¾ DR NPK + POH 14,80 a 10,80 a 50,70 b 46,93 ab 47,73 a P5= ½ DR NPK + POH 18,77 a 13,37 a 55,27 ab 48,73 ab 58,03 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, POH=pupuk organik+hayati
Pemberian bahan organik pada lahan kering iklim kering diantaranya ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan tanah memegang air. Berdasarkan data kadar air tanah
pada beberapa tingkatan pF menunjukkan ada indikasi peningkatan kemampuan
mememgang air pada perlakuan aplikasi bahan organik (Gambar 4).
19
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
pF2 pF2,52 pF4
% volum
e
DP
DR
DR+POH
Gambar 4. Pengaruh perlakuan (DP=dosis petani, DR=dosis rekomendasi, DR+POH=
dosis rekomendasi+pupuk hayati) terhadap parameter kemampuan tanah memegang air.
4.2.2. Superimposed trial di Teknik Konservasi Tanah di NTB
Aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman jagung, ditunjukan data tinggi tanaman pada umur 6 dan 8 minggu setelah tanam
(MST). Perlakuan tanpa mulsa dan pembenah tanah menghasilkan rata-rata tinggi
tanaman paling rendah (Tabel 9). Pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis
rekomendasi pada perlakuan pembenah tanah tidak menyebabkan terjadinya penurunan
pertumbuhan tanaman. Tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan mulsa yang
diaplikasikan dengan cara disebar dengan dimasukan ke dalam slot (lubang), kecuali pada
perlakuan slot mulsa yang tidak disertai dengan pemberian pembenah tanah, ditunjukan
data tinggi tanaman umur 8 minggu setelah tanam.
Tabel 9. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Desa Puncak Jringo NTB
Perlakuan
Tinggi tanaman pada umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
-----------------------cm------------------- K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 21,93 a* 93,33 a 172,57 b 217,63 b K2= Mulsa permukaan 23,40 a 100,79 a 191,23 ab 264,97 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 23,23 a 98,63 a 205,90 a 263,20 a K4= Slot mulsa 23,20 a 95,50 a 173,30 b 257,13 a K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 22,77 a 95,25 a 180,57 ab 248,07 a *angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah, MST=minggu setelah tanam
20
Data produksi tanaman jagung yang disajikan dalam laporan ini adalah data
produksi tanaman sample, karena menjelang panen, plot penelitian diserang monyet.
Berdasarkan data panen tanaman sample, perlakuan aplikasi mulsa dan pemberian
pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung (Tabel 10).
Ada kecenderungan perlakuan mulsa permukaan menghasilkan rata-rata produksi jagung
lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Pengurangan dosis pupuk NPK pada perlakuan
pemberian pembenah tanah tidak menyababkan penurunan produksi tanaman jagung
secara nyata.
Tabel 10. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung di Desa Puncah Jringo NTB
K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 1713,30 a* 1093,30 a 843,30 a K2= Mulsa permukaan 1963,30 a 1203,30 a 940,00 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 1913,30 a 1156,70 a 900,00 a K4= Slot mulsa 1816,70 a 1136,70 a 906,70 a K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 1713,30 a 1050,00 a 806,70 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah.
Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen
pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol dan
mulsa permukaan tanpa pembenah tanah (Tabel 11). Indeks stabilitas agregat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa permukaan ditambah pembenah tanah.
Tabel 11. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah di Desa Puncah Jringo NTB
Perlakuan PDC PAT Permeabi-
litas cm/jam
Agregasi (%)
Indeks stab.
agregat --------%vol--------- K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 15,27 ab* 15,20 a 10,00 b 41,80 a 76,63 ab K2= Mulsa permukaan 13,63 b 14,37 a 10,13 b 44,13 a 77,37 ab K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 14,43 ab 12,53 a 17,07 a 43,23 a 100,03 a K4= Slot mulsa 16,80 a 13,27 a 18,53 a 45,60 a 73,53 b K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 18,57 a 13,93 a 16,23 ab 39,80 a 77,80 ab * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah.
21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pendampingan aplikasi teknologi pengelolaan tanah
1. Potensi erosi pada lokasi pilot SPT-LKIK di Puncak Jringo, NTB tergolong tinggi.
Aplikasi teknik konservasi yang direkomendasikan adalah penanaman tanaman legum
menurut garis kontur, karena pemanfaatan batuan untuk aplikasi teknik konservasi
sulit dilakukan secara manual.
2. Penurunan kandungan bahan organik tanah relatif cepat, dilihat dari kandungan bahan
organik tanah pada areal yang telah intensif diusahakan dibandingkan dengan areal
yang relatif baru dibuka.
3. Aplikasi sistem usaha tanai yang bersifat zero waste belum sepenuhnya diaplikasikan
petani pada lokasi pilot di Desa Oebola, karena masih adanya sumber bahan organik
sulit lapuk yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu diperlukan pendampingan
pemanfaatan bahan organik sulit lapuk , diantanya dalam bentuk biochar.
Super impose aplikasi mulsa dan pembenah tanah di lokasi pilot Naibonat
4. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman jagung. Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical
(slot mulsa), baik dengan maupun tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa
pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis rekomendasi tidak menyebabkan
perubahan pertumbuhan tanaman.
Superimposed trial di pemupukan NPK dan Organik-hayati di Puncak Jringo,NTB
5. Penurunan dosis pupuk NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan
berat basah dan berat kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai
dengan penambahan pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha.
Super impose aplikasi mulsa dan pembenah tanah di lokasi pilot Puncak Jringo,NTB
6. Aplikasi mulsa dan pembenah tanah dapat meningkatkan pertumbuha tanaman secara
nyata, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung.
22
7. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen
pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol
dan mulsa permukaan tanpa pembenah tanah
5.2. Saran
Perlu bantuan peralatan untuk mengurangi keberadaan batuan di permukaan,
utamanya jika lahan akan digunakan untuk pertanaman tanaman semusim. Untuk
mendukung animo petani dalam menanamn tanaman tahunan perlu bantuan bibit
tanaman hortikultur berkualitas baik dan pengembangan ketrampilan petani dalam
memperbanyak bibit tanaman tahunan.
VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL PENELITIAN
Optimalisasi pemanfaatan lahan kering iklim kering dengan faktor pembatas
ketersediaan air, topografi, dan kondisi batuan di permukaan.
23
V. DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan Teknologi Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27 (2): 43-48.
Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2005. Teknologi Hemat air dan irigasi suplemen. Hlm. 223-245 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Dariah, A. N.L. Nurida., S.H. Talaouhu. 2007. Aplikasi sistem olah tanah pada lahan kering beiklim kering di Lombok Timur. Hlm 291-300. dalam Prosiding Kongres Nasional IX HITI. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
Dariah, A., N.L. Nurida, Nurjaya. 2010. Laboran Akhir Penelitian dan Pengemabngan Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Beriklim Kering untuk Meningkatkan Productivitas Tanaman>20%. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Hlm. 1-34. Dalam Abdurachman et al. (ed.). Buku Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Irianto, G., H. Sosiawan, dan S. Karama. 1998. Stratei pmbangunan pertanian lahan kering untuk mengantisipasi persaingan global. Hlm 1-12 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Makalah utama. Bogor, 10-12 Februari 1998. Puslittanak, Bogor.
Las, I., M.B.L. De Rozari, A. Bey, J.S. Baharsyah, E. Guhardja. S.N. Darwis, dan A.S. Karama. 1995. Pengunan model iklim dan tanaman untuk pengembangan komoditas pertanian di Sikka dan Ende, NTT. Agromet Journal XI (I):1-34.
Nurida, N.L dan A. Dariah. 2007. Keunggulam komparatif aplikasi olah tanah konservasi pada pertanaman jagung di lalahn berbatu Kabupaten Lombk Timur. Hlm.27-37. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 Nopember 2008.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak. Bogor. Indonesia. 37 hal.
Pusat Penelitian Tanah dan Agrolimat. 2002. Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Unggulan Nasioanal skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S. H. Talaohu. 2004. Teknologi konservasi air pada pertanian lahan kering. Hlm. 151-188 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Wiyo, K.A., Z.M. kasumekera, and J. Feyen. 2000. Effect of tied ridgingon soil water status of maize crop under Malawi condition. Agricultural Water Management 45: 101-125.