BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai landasan hukum Indonesia merupakan hal pokok sebagai wujud pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku hingga saat ini. Namun, apakah wujud dari pelaksanaan tersebut telah dihasilkan oleh pemerintah? Dengan latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk mengamati undang-undang pelaksana dari UUD tahun 1945. B. Tujuan Penelitian bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Keuangan Negara, mencari undang-undang pelaksana UUD tahun 1945, dan memahami pentingnya undang- undang tersebut sebagai aturan formal yang wajib ditaati oleh setiap warga Negara Indonesia. C. Ruang lingkup 1
ini adalah hasi penelaahan undang-undang berdasarkan pemikiran kelompok kami. masih banyak yang belum tercantum dan karena waktu pengerjaannya yang minim, sangat banyak kesalahan yang masih terjadi... mohon maklum..
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai
landasan hukum Indonesia merupakan hal pokok sebagai wujud pelaksanaan
peraturan-peraturan yang berlaku hingga saat ini. Namun, apakah wujud dari
pelaksanaan tersebut telah dihasilkan oleh pemerintah? Dengan latar
belakang tersebut, penulis mencoba untuk mengamati undang-undang
pelaksana dari UUD tahun 1945.
B. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum
Keuangan Negara, mencari undang-undang pelaksana UUD tahun 1945, dan
memahami pentingnya undang-undang tersebut sebagai aturan formal yang
wajib ditaati oleh setiap warga Negara Indonesia.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan karya ilmiah ini adalah aturan-aturan
hukum Negara Republik Indonesia.
D. Metode dan Teknik Penelitian
Metode dan teknik yang digunakan penulis dalam pengumpulan sumber
data karya ilmiah ini antara lain:
1
i. Studi pustaka
E. Hipotesis
Penulis berasumsi bahwa masih terdapat hukum-hukum yang belum
dibuat oleh pemerintah, dikarenakan pemerintah yang masih mencari formula
yang tepat dengan keadaan saat ini serta pembahasan yang belum mencapai
kesepakatan dengan DPR.
F. Kesistematikaan Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan
C. Ruang Lingkup Masalah
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
E. Hipotesis
BAB II SUMBER DATA
BAB III ANALISIS DATA
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
2
BAB II
SUMBER DATA
Bab ini berisi sumber-sumber data yang digunakan penulis dalam
mencari undang-undang pelaksana UUD tahun 1945. Sumber-sumber data yang
digunakan dalam mencari undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:
a. www.dpr.go.id
b. www.google.co.id
3
BAB III
ANALISA UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-
UNDANG DASAR TAHUN 1945
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar. ***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.***)
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-
undang.****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima
tahun di Ibu Kota Negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.
Dalam ayat ini, undang – undang yang di maksud adalah Undang –
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perakilan
Rakyat Daerah sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
4
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebelumnya
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.***/ ****)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar.***/****)
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Undang – undang yang dimaksud adalah UU no 42 tahun 2008 tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang terdiri atas 21 Bab dan 262 pasal
(termasuk ketentuan peralihan dan ketentuan penutup)
UU no 42 th 2008 ini sendiri merupakan perubahan dari UU no 23 tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sehingga Undang-Undang tersebut perlu diganti.
Syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Bab III pasal 5) :
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kemuannya sendiri
c. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya
5
d. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan keajiban
sebagai Presiden dan Wakil Presiden
e. Bertempat tinggal di wilayah NKRI
f. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang
memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara
g. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara
h. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
i. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
j. Terdaftar sebagai pemilih
k. Memiliki NPWP dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak
selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan
Wajib Pajak Orang Pribadi.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.*)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih
lanjut dengan undang-undang.***
Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
6
Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan
tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang
memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya
yang merugikan keuangan negara;
tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
terdaftar sebagai Pemilih;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun
terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945;
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
tahun atau lebih;
berusia sekurang-kurangnya 35 tahun;
berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat;
7
bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang
terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan
pemerintahan negara Republik Indonesia.
Pejabat negara yang dicalonkan oleh harus mengundurkan diri
dari jabatannya. Jika yang dicalonkan adalah gubernur, wakil
gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, atau wakil walikota, ia
harus meminta izin kepada Presiden.
Bakal Pasangan Calon didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh
lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelumnya.
Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam satu pasangan
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat. ***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum.***)
(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden.***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung
dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih
lanjut diatur dalam undang-undang.***)
8
Undang – undang yang dimaksud dalam pasal 6A(5) tersebut merupakan
UU no 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Berdasarkan UU ini dapat disimpulkan:
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pemilihan umum untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Penyelenggara pemilu ini adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum)
merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri
Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya di
hadapan MPR tepat pada berakirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu
kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***)
9
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat.***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama
sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu
diterima oleh Mahkamah Konstitusi.***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan
sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.*** )
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga
puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul
tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari
jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat.***)
10
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat.*** )
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh
Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.*** )
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya
dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon
yang diusulkan oleh Presiden.*** )
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, pelaksanaan tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-
sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan
wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”
11
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik – baiknya dan seadil – adilnya, memegang teguh Undang-Undang
Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”.*)
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan
oleh Pimpinan Mahkamah Agung.*)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut dan Angkatan Udara.
Dalam pasal diatas dijelaskan bahwa presiden merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam militer indonesia. Dan sebagai implementasi atas
pasal diatas maka dibuatlah sebuah undang-undang yang mengatur lebih lanjut
mengenai hal tersebut yang terwujud sebagai Undang-Undang No.3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara.
Dengan jelas di sebutkan dalam pasal 13 bahwa Presiden berwenang
dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan negara. Dan
yang menjadi bagian dari pertahanan negara adalah TNI (pasal 10 ayat (1)) dan
kemudian lebih lanjut disebutkan bagian dari Tentara Nasional Indonesia adalah
angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara (pasal 10 ayat (2)).
Bukti bahwa presiden memegang kekuasaan tertinggi atas militer
indonesia juga tertera pada pasal 14, 15, dan 17. Yang menyatakan bahwa
presiden bertanggung jawab atas pertahanan nasional, memiliki hak untuk
mengerahkan Tentara Nasional Indonesia dan berhak mengangkat panglima dan
kepala staf angkatan TNI atas persetujuan DPR.
12
Pasal 11
1. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang.
Undang undang yang dimaksud dalam pasal 3 sebagai ketentuan lebih
lanjut adalah Undang-undang No. 24 tahun 2000 yang mengatur tentang
perjanjian internasional. Didalam undang-undang ini tertulis dengan jelas tentang
pengertian dan tata cara melakukan perjanjian dan berbagai macam perjanjian
yang bisa dilakukan secara internasional oleh pemerintah negara Indonesia.
Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan,
perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan.
Seseorang yang mewakili Indonesia dengan tujuan menerima atau
menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada suatu
perjanjian internasional diberikan Surat Kuasa, kecuali Presiden dan Menteri.
Sedangkan orang atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan,
dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional memerlukan Surat
Kepercayaan. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan UU apabila
berkenaan dengan:
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara RI
c. kedaulatan atau hak berdaulat Negara
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup
e. pembentukan kaidah hukum baru
13
f. pinjaman/hibah luar negeri
Menteri bertanggungjawab menyimpan dan memelihara naskah asli
perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia serta
menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam himpunan penjanjian
internasional. Salinan naskah resmi setiap perjanjian internasional disampaikan
kepada lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non
departemen pemrakarsa. Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan
naskah resmi suatu perjanjianinternasional yang telah dibuat oleh Pemerintah
Republik Indonesia kepada sekretariat organisasi internasional yang di dalamnya
Pemerintah Republik Indonesiamenjadi anggota.
Pengakhiran perjanjian Internasional :
a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
perjanjjian
b. tujuan perjanjian tersebut telah tercapai
c. terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan
perjanjian
e. dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama
f. muncul norma-norma baru dalam hukum internasional
g. objek perjanjian hilang
h. terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional
Dan juga pada Undang-undang No. 37 tahun 1999, yang berisikan
tentang hubungan internasional. Terutama pada pasal 13, 14 dan 15 tentang
pembuatan dan pengesahan Perjanjian internasional dan pengertian perjanjian
internasional (pasal 1 ayat (3)). Dan juga pada UU nomor 22 tahun 2003 tentang
tugas DPR.
Sedangkan dalam hal pembuatan pernyataan yang mengenai keamanan
dan pertahanan nasional seperti yang disebutkan dalam pasal (1) diatas, maka
diperlukan persetujuan dari DPR seperti yang disebutkan dalam Undang-undang
no. 24 tahun 2000 yang berbunyi : “Pemerintah Republik Indonesia
menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang mengesahkan suatu
perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi”
(Pasal 11 ayat (2)) dan untuk membuat pernyataan yang berkenaan dengan
14
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara, maka
dipengesahannya di lakukan dengan undang-undang (pasal 10).
Dan sebagai penjelasan ayat (2) pasal 11 ini, disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2003 yang secara tegas mengatakan bahwa DPR
memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian
internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
pembentukan undang-undang (pasal 26 pasal (1) huruf (n))
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan
bahaya ditetapkan dengan undang-undang
Dalam keadaan tertentu yang cukup mendesak dan menghawatirkan,
seorang presiden memiliki hak untuk menyatakan suatu keadaan adalah
keadaan yang berbahaya dengan menggunakan syarat-syarat yang menjadikan
suatu keadaan itu bisa disebut berbahaya. Dan akibat dari kejadian tersebut bagi
negara. Dan kesemuanya itu berada pada Undang-undang no. 6 tahun 1946
tentang keadaan bahaya yang secara khusus menjelaskan tentang pasal 12
UUD 45 ini.
Dalam UU tersebut secara jelas disebutkan bahwa Presiden dapat
menyatakan seluruh atau sebagian dari daerah Negara Republik Indonesia
berada dalam keadaan bahaya (pasal 1 ayat (1)) dan yang dimaksud keadaan
berbahaya adalah diantaranya serangan, bahaya serangan, pemberontakan atau
perusuhan, hingga dikhawatirkan pemerintah sipil tidak sanggup menjalankan
pekerjaannya, dan bencana alam (Pasal 1 ayat (2)) dan disahkan dengan
undang-undang (pasal 2 ayat (1)) dan harus mendapatkan pengesahan oleh
Dewan perwakilan rakyat (pasal 2 ayat (2)).
Dan dalam undang-undang ini ada satu pasal yang jarang kita temukan di
dalam undang-undang lain, yaitu adanya pasal yang menyatakan bahwa
undang-undang itu disebut "Undang-undang keadaan bahaya" (pasal 28 ayat (1))
dan mulai berlaku sejak tanggal pengumumannya (pasal 28 ayat (2)) yang
15
berlaku sejak tanggal 6 Juni 1946 dan disahkan oleh presiden pertama kita, Ir.
Soekarno. Sebuah undang-undang yang cukup tua dan hingga kini masih
berlaku di Indonesia tidak seperti yang lainnya yang sudah diganti dan diubah
sekian kalinya.
Pasal 13
1. Presiden mengangkat duta dan konsul
2. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Di dalam ayat (1) diatas yang menyebutkan bahwa presiden mengangkat
duta dan konsul, dapat kita temukan juga di dalam Undang-Undang nomor 37
tahun 1999 pasal 29 ayat (1) disebutkan juga bahwa dapat presiden dapat
mengangkat dan memberhentikan duta. Dan pada ayat (2) dan ayat (3)
disebutkan beberapa hal tentang duta dan konsul secara garis besar, yaitu masa
kerja dan fungsi duta.
Untuk keterlibatan DPR dalam pengangkatan Duta juga kembali
ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 27 tahun 2009 pasal 71 (l) yang
berbunyi, “memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat
duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain”
Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah agung
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang
diberikan oleh Presiden sebagai mana disebutkan dalam pasal 1 ayat (1)
16
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang grasi. Dan mahkamah agung
sebagai pemberi pertimbangan tercantum dalam pasal 4 ayat (1) dan pasal 11
ayat (2) dan tentang bagaimana grasi dapat diberikan atau di minta oleh dan
kepada presiden, diatur juga didalam undang-undang nomor 22 tahun 2002 ini.
Kemudian tentang amnesti dan abolisi, lebih lanjut dijelaskan dengan
undang-undang darurat nomor 11 tahun 1954, tentang pemberian amnesti dan
abolisi akan tetapi undang-undang ini bersifat mendesak dan darurat sehingga isi
dan keterangan yang tersedia hanya lah sebatas tentang syarat dan cara
melakukan dan memberikan abolisi maupun amnesti. Sedangkan keterlibatan
DPR dalam pemberian amnesti dan abolisi, kembali ditegaskan dalam tugas dan
wewenang DPR pada Undang-Undang nomor 27 tahun 2009 pasal 71 (k) yaitu
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan
abolisi.
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan undang-undang
Dalam hal pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan, secara
khusus telah diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2009. Sedangkan
yang dinamakan Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden
kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan,
pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara
(pasal 1 ayat (1)), Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan
Presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam
mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar
bagi bangsa dan negara (pasal 1 ayat (2)) dan juga pengertian-pengertian lain
yang berhubungan dalam hal ini dijelaskan dalam pasal 1.
Kemudian untuk bisa diberikan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan
haruslah memenuhi syarat umum dan khusus (pasal 24) baru kemudian setelah
syaratnya terpenuhi, bisa diberikan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan.
17
Setelah mendapatkan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan,
seseorang kemudian dianugerahi hak dan dibebani kewajiban khusus (pasal 33)
yang harus dipenuhi. Dan apabila terjadi hal-hal tertentu yang menyebabkan
gelar tersebut untuk dicabut semisal usulan dari seseorang atau badan dan
lainnya (pasal 36) bisa dilakukan pencabutan (pasal 35)
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
undang-undang
Dewan pertimbangan presiden diatur lebih lanjut dalam undang-undang
nomor 19 tahun 2006. Dewan Pertimbangan Presiden adalah lembaga
pemerintah yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada
Presiden (pasal 1 ayat (1)), berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden (pasal 2) dengan cara memberikan nasihat dan
pertimbangan yang terkait dengan pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara
(pasal 5).
Presiden adalah pihak yang berwenang mengangkat 8 anggota dewan
perwakilan(pasal 7) yang telah memenuhi syarat sebagaimana telah disebutkan
pada pasal 8 dan masa jabatannya berakhir sesuai dengan masa jabatan
presiden (Pasal 10) dan didalamnya juga disebutkan bahwa dewan
pertimbangan dilarang merangkap jabatan dalam negara maupun partai politik
tertentu sesuai yang disebutkan dalam pasal 12.
18
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara
diatur dalam undang-undang.***)
Undang-Undang Kementerian Negara (secara resmi bernama Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara) adalah undang-
undang yang mengatur tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan