169 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017 Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti (Triticum aestivum L.) Halaman 169-176 PENDUGAAN HETEROSIS PADA HASIL DAN KOMPONEN HASIL GANDUM ROTI (Triticum aestivum L.) Estimation of Heterosis for Yield and Yield Components of Bread Wheat (Triticum aestivum L.) Nurwanita Ekasari Putri 1* , Yudiwanti Wahyu 2 , Surjono H. Sutjahjo 2 , Trikoesoemaningtyas 2 , Amin Nur 3 1 Mahasiswa Pascasarjana, Departemen AGH, Faperta IPB 2 Staf Pengajar, Departemen AGH, Faperta IPB. Telp (0251) 8629354/ 8629350 Fax (0251) 8629352 3 Peneliti Balitserealia, Maros *Penulis untuk korespondensi: [email protected]ABSTRACT Wheat is a subtropical plant that can still grow in several parts of Indonesia. Introduced wheat adaptation tests have been carried out by previous researchers. In the framework of developing tropical wheat, it is necessary to create national wheat varieties through breeding programs, one of which is through hybridization. The right choice of parents will support the production of varieties with high yield potential. Heterosis is very helpful in knowing crossing pairs that have the potential to be developed further. This study aims to determine the heterosis value in F1 wheat population. The genetic material used was 11 genotypes (five F1 populations and six parents) which were planted using Randomized Complete Block Design with 2 replications. Each experimental unit was planted in a plot of 1 m x 2 m with a spacing of 25 cm x 20 cm, the F1 population planted in the middle of the plot flanked by both parents. Observations are made on the yield characters and yield components. The results showed that positive heterosis on panicle length was shown by F1 HP1744 / Selayar and F1 VEE / Selayar. The number of seeds per panicle, seed weight per panicle, and number of seeds per plant had positive heterosis values in all F1 except F1 Guri 3 / Selayar while the number of spikelet per panicle had a negative heterosis for all F1 genotypes. Keywords: dominance degree, F1 population, Indonesia, tropic ABSTRAK Gandum merupakan tanaman subtropis yang masih bisa tumbuh di beberapa wilayah Indonesia. Uji adaptasi gandum introduksi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dalam rangka pengembangan gandum tropis maka perlu dilakukan perakitan varietas gandum nasional melalui program pemuliaan, salah satunya melalui hibridisasi. Pemilihan tetua yang tepat akan mendukung dihasilkannya varietas dengan potensi hasil yang tinggi. Heterosis sangat membantu dalam mengetahui pasangan persilangan yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai heterosis pada populasi F1 gandum. Materi genetic yang digunakan adalah 11 genotipe (lima populasi F1 dan enam tetua) yang ditanam dengan menggunakan
8
Embed
PENDUGAAN HETEROSIS PADA HASIL DAN KOMPONEN …peripi.org/wp-content/uploads/2019/02/makalah-19-halaman-157-176-OK.pdfPeningkatan produksi tanaman biasanya ditembuh salah satunya dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
169
Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti
(Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
PENDUGAAN HETEROSIS PADA HASIL DAN KOMPONEN HASIL
GANDUM ROTI (Triticum aestivum L.)
Estimation of Heterosis for Yield and Yield Components of Bread Wheat (Triticum aestivum L.)
Wheat is a subtropical plant that can still grow in several parts of Indonesia. Introduced wheat adaptation tests have been carried out by previous
researchers. In the framework of developing tropical wheat, it is necessary to create national wheat varieties through breeding programs, one of which is through hybridization. The right choice of parents will support the production of
varieties with high yield potential. Heterosis is very helpful in knowing crossing pairs that have the potential to be developed further. This study aims to
determine the heterosis value in F1 wheat population. The genetic material used was 11 genotypes (five F1 populations and six parents) which were planted using Randomized Complete Block Design with 2 replications. Each experimental unit
was planted in a plot of 1 m x 2 m with a spacing of 25 cm x 20 cm, the F1 population planted in the middle of the plot flanked by both parents.
Observations are made on the yield characters and yield components. The results showed that positive heterosis on panicle length was shown by F1 HP1744 / Selayar and F1 VEE / Selayar. The number of seeds per panicle, seed weight per
panicle, and number of seeds per plant had positive heterosis values in all F1 except F1 Guri 3 / Selayar while the number of spikelet per panicle had a negative heterosis for all F1 genotypes.
Keywords: dominance degree, F1 population, Indonesia, tropic
ABSTRAK
Gandum merupakan tanaman subtropis yang masih bisa tumbuh di beberapa wilayah Indonesia. Uji adaptasi gandum introduksi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dalam rangka pengembangan gandum tropis maka perlu
dilakukan perakitan varietas gandum nasional melalui program pemuliaan, salah satunya melalui hibridisasi. Pemilihan tetua yang tepat akan mendukung
dihasilkannya varietas dengan potensi hasil yang tinggi. Heterosis sangat membantu dalam mengetahui pasangan persilangan yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
heterosis pada populasi F1 gandum. Materi genetic yang digunakan adalah 11 genotipe (lima populasi F1 dan enam tetua) yang ditanam dengan menggunakan
170 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti (Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 2 ulangan. Setiap satuan
percobaan ditanam pada plot berukuran 1 m x 2 m dengan jarak tanam 25 cm x 20 cm, populasi F1 ditanam dibagian tengah plot yang diapit oleh kedua tetuanya. Pengamatan dilakukan pada karakter hasil dan komponen hasil. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa heterosis positif pada panjang malai ditunjukkan oleh F1 HP1744/Selayar dan F1 VEE/Selayar. Jumlah biji per malai, bobot biji per
malai, dan jumlah biji per tanaman memiliki nilai heterosis positif pada semua F1 kecuali F1 Guri 3/Selayar sedangkan jumlah spikelet per malai memiliki heterosis yang negatif untuk semua genotipe F1.
Kata kunci: derajat dominansi, Indonesia, populasi F1, tropis
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan gandum di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Industri makanan yang berbahan dasar tepung terigu berkembang pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut Listiyarini (2016) konsumsi
gandum pada tahun 2011-2012 sebesar 6.25 juta ton, tahun 2012-2013 mencapai 6.95 juta ton, tahun 2013-2014 menjadi 7.16 juta ton, dan tahun 2014-2015 naik menjadi 7.36 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
pemerintah melakukan impor 100% terutama dari negara Uni Eropa, Kanada, Rusia, Australia, dan Ukraina. Pada tahun 2013-2014 impor gandum sebesar 7.39
juta ton, tahun 2014-2015 mencapai 7.49 juta ton dan diproyeksikan tahun 2015-2016 naik menjadi 8.10 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor gandum peringkat kedua setelah Mesir. Ketergantungan
Indonesia dengan impor gandum dapat menyerap devisa negara. Peningkatan produksi tanaman biasanya ditembuh salah satunya dengan
membentuk hibrida yang umum terjadi pada tanaman menyerbuk silang. Briggle et al. (1963) menemukan adanya heterosis pada karakter hasil dan komponen hasil gandum. Mather dan Jinks (1982) menyatakan bahwa pemanfaatan
heterosis sangat ditentukan oleh nilai dan arah dari heterosis itu sendiri. Boland dan Balcott (1985) menegaskan heterosis sangat nyata ditemukan pada hasil per tanaman gandum. Khrisna dan Ahmad (1992) melaporkan nilai heterosis bobot
1,000 butir sebesar 14.6%, bobot per tanaman sebesar 12.52% pada gandum. Hussain et al. (2004) menyatakan bahwa nilai heterosis dan heterobeltiosis yang
positif ditemukan hampir semua persilangan F1. Kumar et al. (2011) melakukan pendugaan nilai heterosis gandum berdasarkan nilai tengah kedua tetua dan nilai tetua komersil dan hasilnya diperoleh beberapa F1 memiliki nilai heterosis yang
tinggi terhadap tetua komersil pada karakter bobot biji per tanaman. Kalhoro et al. (2015) mendapatkan 4 persilangan yang memiliki nilai heterosis yang positif
dan 2 persilangan yang memiliki nilai heterosis yang negatif,yiatu TD-1 x Moomal (-0.30%) dan SKD-1 x Moomal (-7.19%) pada jumlah biji per malai.
Program pemuliaan tanaman gandum di Indonesia sudah dimulai dengan
mengintroduksi gandum dari CYMMIT dan Negara lainnya, seperti India, Thailand, Slovakia. Saat ini telah dilepas beberapa varietas gandum, yaitu Timor (1981), Nias (1993), Selayar dan Dewata (2003), GURI 1, GURI 2 dan Ganesa 1
(2013), GURI 3, GURI 4, GURI 5, dan GURI 6 (2014) (Balitsereal, 2014). Varietas tersebut diperoleh melalui proses introduksi dan adaptasi sedangkan Genesa
dihasilkan melalui pemuliaan mutasi. Perakitan varietas gandum tropis di Indonesia juga dapat dilakukan melalui hibridisasi dari varietas yang ada.
171
Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti
(Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
Pendugaan nilai heterosis pada generasi F1 dapat membantu pemulia dalam
menentukan hibrida potensial yang akan dikembangkan. Kallo et al. (2006) menerangkan heterosis pada tanaman dapat dilihat dari peningkatan laju pertumbuhan, total biomassa, ketahanan terhadap cekaman, produksi dan
fitness. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heterosis dan derajat dominansi populasi F1.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 sampai Februari 2017 di KP Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas, Kab. Cianjur. Ketinggian
tempat penelitian adalah 1,100 m dpl. Materi genetik yang digunakan adalah Guri 1, Guri 3, HP1744, Jarissa,
VEE/PJN//2*TUI?/, dan Selayar. Kemudian dibentuk populasi F1 dengan menyilangkan 5 genotipe tetua sebagai betina dengan Varietas Selayar sebagai jantan. Oleh karena itu, diperoleh 5 populasi F1, yaitu Guri 1/Selayar, Guri
3/Selayar, HP1744/Selayar, Jarissa/Selayar, dan VEE/PJN//2*TUI?/Selayar. Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 2 ulangan. Setiap satuan
percobaan ditanam pada plot berukuran 1 m x 2 m dengan jarak tanam 25 cm x
20 cm, masing-masing genotype F1 ditanam dibagian tengah plot yang diapit oleh kedua tetuanya.
Pengamatan dilakukan pada karakter hasil dan komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif, tinggi tanaman (cm), umur berbunga (hari), umur panen (hari), panjang malai (cm), jumlah spikelet, persentase floret hampa (%),
jumlah biji per malai, bobot biji per malai (g), jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman (g).
Data yang diperoleh dilakukan pendugaan nilai heterosis (Mayo, 1980) dan derajat dominansi (Petr & Frey, 1966). (1) Heterosis (Mayo, 1980)
H =
Keterangan: H = nilai duga heterosis MP = nilai tengah tetua
(2) Derajat dominansi Derajat dominansi dihitung untuk menduga aksi gen yang mengendalikan
suatu karakter. Derajat dominansi dihitung berdasarkan rumus pendugaan potensi rasip (hp) yang dikemukakan oleh Petr dan Frey (1966):
hp
Keterangan: hp = potensi rasio F1 = nilai rata-rata F1
MP = nilai tengah kedua tetua HP = rata-rata nilai tetua tertinggi
Pengelompokkan aksi gen berdasarkan nilai potensi rasio: 1) Tidak ada dominansi (hp = 0)
2) Dominan penuh (hp = 1) 3) Resesif penuh (hp = - 1)
172 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti (Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
4) Dominan parsial ( 0 < hp < 1)
5) Resesif parsial ( -1 < hp < 0) 6) Over dominan (hp > 1 atau hp < -1)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampilan genotipe F1 dari masing-masing kombinasi persilangan berbeda-beda dan sangat dipegaruhi oleh tetua persilangan yang dipilih.
Kombinasi tetua yang sesuai akan menghasilkan penampilan F1 yang lebih baik dari kedua tetuanya atau tetua terbaiknya (Tabel 1).
Hasil suatu tanaman ditentukan oleh nilai dari masing-masing komponen
hasilnya. Jumlah anak produktif yang banyak pada tetua betina tidak selalu menghasilkan turunan F1 yang j memiliki jumlah anak produktif yang banyak
juga. Hal ini terlihat dari F1 Guri 3/Selayar (10) dan VEE/PJN//2*TUI?/Selayar (17). Hal yang sama juga terjadi pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, dan panjang malai (Tabel 1).
Tabel 1. Keragaan tetua dan turunan F1 beserta nilai heterosisnya
Genotipe JAP Titan (cm) UB (hari) UP (hari) PM (cm)
Peningkatan atau penurunan yang terjadi pada F1 dibandingkan dengan rataan kedua tetuanya dapat dilihat dari nilai heterosis. Pada F1 Guri 1/Selayar memiliki nilai heterosis yang positif pada jumlah anakan produktif, tinggi
tanaman, umur berbunga, umur panen, dan panjang malai. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan nilai dari karakter tersebut. Tiga
kombinasi persilangan mengalami penurunan tinggi tanaman (Guri3/Selayar, HP1744/Selayar, Jarissa/Selayar). Abdullah et al. (2001) melaporkan 3 dari 10 hibrida mengalami penurunan tinggi tanaman.
Jarissa memiliki umur berbunga dan panen yang paling lama (Tabel 1). Hibrida F1 Jarissa/ Selayar memiliki nilai heterosis yang negatif pada kedua
173
Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti
(Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
karakter tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa hibrida F1 Jarissa/ Selayar
memiliki umur yang lebih genjah dari tetua Jarissa dan hanya hibrida ini yang mengalami pengurangan umur berbunga dan umur panen dibandingkan hibrida lainnya.
Jumlah anakan produktif berkorelasi dengan karakter-karakter tersebut dan ini menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah anakan produktif dan panjang
malai pada kombinasi persilangan ini. Menurut Choedhry et al. (2005) nilai duga heterosis yang negatif pada jumlah anakan produktif tidak diharapkan karena dapat menurunkan hasil. Tabel 1 menunjukkan peningkatan jumlah anakan
produktif tertinggi terdapat pada HP1744/Selayar sebesar 43%. Umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat terdapat pada F1 Jarissa/Selayar, yang
ditunjukkan oleh nilai kedua karakter tersebut negatif. Nilai heterosis yang nol pada panjang malai (F1 Guri 1/Selayar dan F1 VEE/PJN//2*TUI?/Selayar mengindikasikan bahwa tidak terjadi pengurangan atau penambahan panjang
malai (Tabel 1). Jumlah spikelet menentukan jumlah dan bobot biji per malai. Jumlah
spikelet terbanyak dimiliki oleh tetua Jarissa namun tidak demikian yang terjadi
pada F1nya (Jarissa/Selayar). Jumlah spikelet mengalami pengurangan pada semua F1 yang ditunjukkan oleh nilai heterosisnya yang negatif. Baloch et al. (2016) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara jumlah spikelet per malai dan hasil per tanaman.
Setiap spikelet gandum terdiri dari 1-5 floret (Acquaah, 2007).
Berkurangnya persentase floret yang hampa dapat meningkatkan jumlah biji per malai. Semua F1 memiliki persentase floret yang berkurang kecuali pada F1 Guri
3/Selayar. Semua F1 mengalami peningkatan pada jumlah biji per malai, bobot biji per malai, jumlah biji per tanaman dan bobot biji per tanaman yang dapat dilihat dari nilai heterosisnya yang positif, kecuali F1 Guri 3/Selayar (Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan tetua dan turunan F1 beserta nilai heterosisnya
Keterangan: JS= jumlah spikelet; % JFH= % jumlah floret hampa; JBM=jumlah biji per
malai; BBM=bobot biji per malai; JBT=jumlah biji per tanaman; BBT=bobot biji per tanaman
174 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti (Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
Bobot biji per tanaman pada semua F1 mengalami peningkatan
dibandingkan nilai tengah kedua tetuanya, kecuali F1 Guri 3/Selayar dengan nilai heterosis -68% (Tabel 2). Heterosis tertinggi pada karakter ini terdapat pada F1 Jarissa/Selayar. Hal ini diduga bahwa kedua tetua memiliki jumlah spikelet yang
banyak dan persentase jumlah floret hampa yang berkurang disbanding nilai tengah kedua tetua.
Aksi gen yang mempengaruhi suatu karakter tidak sama. Aksi gen merupakan interaksi intra dan inter alelik yang mempengaruhi fenotipe karakter (Allard, 1999). Sebagian besar karakter yang diamati dikendalikan oleh aksi gen
over dominan (Tabel 3 dan Tabel 4). Jumlah anakan produktif pada F1 HP1744/Selayar memiliki nilai heterosis tertinggi (43%) dan diikuti oleh F1 Guri
1/Selayar (33%) (Tabel 1). Karakter ini dikendalikan oleh aksi gen over dominan (Tabel 3). Akhter et al. (2003) menyatakan bahwa nilai heterosis yang signifikan pada suatu karakter maka mengindikasikan keberadaan dari aksi gen non aditif.
Tabel 3. Nilai potensi rasio dan aksi gen pada karakter yang diamati
Keterangan: JS= jumlah spikelet; %JFH= % jumlah floret hampa; JBM=jumlah biji per malai; iiBBM=bobot biji per malai; JBT=jumlah biji per tanaman; BBT=bobot biji per tanaman
175
Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti
(Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
F1 Guri 3/Selayar dan Jarissa/Selayar memiliki aksi gen over dominan pada
karakter jumlah spikelet, % jumlah floret hampa, jumlah biji per malai, bobot biji per malai, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Semua F1 memiliki aksi gen over dominan pada karakter persentase jumlah floret hampa,
bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman (Tabel 4).
KESIMPULAN
Peningkatan atau penurunan ditemukan pada karakter-karakter yang diamati pada semua kombinasi persilangan kecuali F1 VEE/PJN//2*TUI?/Selayar pada karakter panjang malai dengan nilai heterosis 0%. Genotipe F1
HP1744/Selayar memiliki peningkatan jumlah anakan produktif (heterosis=43%), panjang malai (heterosis= 2%), dan bobot biji per tanaman (heterosis=94%)
sehingga berpotensi dikembangkan sebagai hibrida. Aksi gen pada ketiga karakter tersebut adalah over dominan.
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R.W. 1999. Principles of Plant Breeding. 2nd edition. John Wiley & Sons, Inc. Canada (US).
Abdullah, G.M., A.S. Khan, Z. Ali 2002. Heterosis study of certain important traits
in wheat. Int J Agri Biol. 4(3):326-327. Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell
Pertanian RI. Baloch, M., A.W. Baloch, N.A. Siyal, S.N. Baloch, A.A. Soomro, S.K. Baloch, N.
Gandahi. 2016. Heterosis analysis in F1 Hybrids of bread wheat. SindhUniv
Res Jour. (Sci Ser.). 48(2):261-264. Briggle, L.W. 1963. Heterosis in Wheat: a review. Crop Sci. (3):407-412. Boland, O.W., J.J. Walcott. 1985. Level of heterosis for yield and quality in a F1
hybrid wheat. Aust. J Agric. Res. (36):445-452. Hussain, F., M. Ashraf, S.S. Mehdi, M.T. Ahmad. 2004. Estimation of heterosis for
grain yield and its related traits in wheat (Triticum aestivum L.) under leaf rust conditions. J Biological Sciences. 4(5):637-644.
Chowdhry, M.A., N. Parveen, I. Khaliq, M. Kashif. 2005. Estimation of heterosis
for yield and yield components in bread wheat. J Agricultura & Social Sciences. 1(4):304-308.
Listiyarini, T. 2016. Naik ke peringkat dua dunia, impor gandum RI mencapai 8.1 juta ton. Artikel Ekonomi [Internet]. [diunduh 2016 Maret 10]. Tersedia pada: www. Beritasatu.com.
Kalhoro, F.A., A.A. Rajpar, S.A. Kalhoro, A. Mahar, A. Ali, S.A. Otho, R.N. Soomro, F. Ali, Z.A. Baloch. 2015. Heterosis and combining ability on F1 population of hexaploid wheat (Triticum aestivum L.). American Journal of
Plant Sciences. 6:1011-1026. Kallo, G., M. Rai, M. Singh, Kumar 2. 2006. Heterosis in Crop Plants. Researchco
Book Centre. New Delhi (IN).
176 Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2017 Bogor, 3 Oktober 2017
Pendugaan Heterosis pada Hasil dan Komponen Hasil Gandum Roti (Triticum aestivum L.) Halaman 169-176
Krishna, R., Z. Ahmad. 1992. Heterosis for yield components and developmental
traits in spring wheat. Genetika Beograd. 24:127-132. Mayo, O. 1980. The Theory of Plant Breeding. Oxfod University Press. New York
(USA).
Peter, F.C., K.J. Frey. 1966. Genotypic correlation, dominance, and heritabilityof quantitative characters in oats. Crop. Sci. 6:259-262.