Pendidil~anTerjangka Guru Basar {Emeritus) PSlkol UniveJsita$~n S EORANG guru besar yang meskipun bukan sarjana pendidikan te- tapi detik demi detik terlibat pemikiran dan praksis pen- didikan, menyatakan pendi- dikan itu mahal. Makin bagus, maka semakin mahal. Alasan- nya adalah, pendidik hams ter- pilih. Selain kompeten, senang, dan membanggakan pen- didikan; ia juga mesti berharga dan dihargai. Pendidikan perlu menyediakan gajijhonorarium pantas, fasilitas seperti ruang kelas dan alat praktium yang tidak hanya lengkap tetapi juga baik, dsb. Pendidikan harus memenuhi syarat minimal, karena rnenjadi tumpuan ke- manusiaan dan kebangsaan. Apalagi yang bagus, dengan berbagai predikat . Saya .setuju pendapat itu, karena pendidikan penting, mendasari kehidupan yang memerlukan usaha besar. Guru tidak bertugas rutin. Bahan kuliah tidak cukup berpegang pada SAP, susunan acara per- kuliahan, dan sasaran belajar yang resmi, melainkan harus terus di-update. Sampai di sini saya setuju pendidikan itu ma- hal: kebenaran memenuhi evi- densi apodiktis, tiada proposisi dan situasi mana pun dapat menyangkalnya. Laksana pabrik Wajar kalau pendidikan di- identikkan dengan pabrik pe- ngolah raw material menjadi barang (setengah) jadi melalui suatu proses. Di sini produk yang baik akan tergantung baiknya bahan dasar maupun tusi dsb., dari perangkat keras sampai perangkat lunak yang jauh dari kasat mata. Betulkah "pembeli" atau "konsumen" pendidikan itu (orang tua) s~ajmahasmvva? Konsumen adalah penikmat produk. Dalam hal ini terdapat kemungkinan silang pendapat. Kalau diartikan, bahwa seorang lulusan berpeluang memasuki kehidupan yang lebih mengun- tungkan dibanding mereka yang tidak mendapatkannya, bisa saja (orang tua) siswa merupakan konsumen pen- didikan itu. Apalagi kalau sete- lah mendapatkan pendidikan yang baik lantas mencari nafkah di luar negeri dengan alasan bahwa penghargaan dalam negeri terlalu rendah ba- gi kemampuannya. Namun menjadi lain kalau lulusan sebagai anak bangsa bekerja membangun dan mewujudkan cita-cita bangsa. Mereka adalah persembahan orang tua bagi bangsa, negara dan kehidupan ini. Mereka ikhlas menerima penghargaan tertinggi yang dapat diberikan bangsa atas pikiran dan usa- hanya. Dalam hal terakhir ini yang disebut konsumen pendidikan adalah masyarakat luas, selu- ruh bangsa. Bahkan akan men- jadi pribadi mulia kalau mau belajar di negara maju untuk mempelajari ilmu yang tidak atau kurang dimiliki ne- garanya, untuk mengamalkan dan mengabdikannya bagi ke- sejahteraan bangsa dan tanah airnya.· . Karena konsumennya adalah seluruh bangsa dan negara, maka biaya pendidikan menja- di tanggungan seluruh bangsa. Pada pelaksanaannya bangsa membiayai pendidikan melalui anggaran negara, dan orang tua siswa hanya membayar tambahan untuk mutu di atas baku dsb. Dalam kalangan swasta, men . biaya menjadi urusan yayasan yang menaunginya: yayasan mencari dana, sekolah menggunakan- nya, karena pen .dikan mewu- judkan visi dan melaksanakan misi yayasan. Tidak selayaknya kalau yayasan hidup karena usaha pendidikan, melainkan harus menghidupkan dan menghidupi pendidikan. Demikianlah, pada dasarnya pendidikan hams murah (yang dibayar siswa) karena dibayar seluruh bangsa dan pendukung yayasan untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi ke- hidupannya. Siswa setelah lu- Ius akan mengabdikan ilmunya . bagi nusa bangsa. Bisnis Gerakan bisnis pendidikan marak pada perempat terakhir abad yang lalu, sejak Indonesia dilanda demam ekonorni. Saya kenal pebisnis, yang menggeser bisnisnya membuka SMKdan akademi. Alasannya, bisnis membuat "deg-degan" karena mengandung risiko. Berbisnis pendidikan hampir tanpa risiko. Juga jarang disebut berdagang: ada titipan "terhor- mat" di situ, meskipun on- tologinya dagang. Selanjutnya saya temukan banyak lembaga pendidikan diselenggarakan masyarakat swasta sebagai bisnis, ialah menjadikan orang tua siswa se- bagai konsumen. Usaha ini di- payungi atau tidak dipayungi yayasan. Namun, di sini yaya- san ditunjang oleh lembaga pendidikan, bukan sebaliknya sehingga biaya menjadi tang- gungan (orang tua) peserta didik, karena menempatkan peserta didik sebagai konsu- men. Makin tinggi kualitasnya, makin tinggi bayarannya: se- perti pabrik, makin bagus pro- duk makin mahal biayanya. Belum lagi biaya prornesinya. DemikianIah kalau siswa di- anggap konsumen. lengkap dan telitinya proses. Proses meliputi setiap langkah penyelenggaraan pendidikan, dan bahan dasar, tidak sekadar human capital (mahajsiswa, Proses dan bahan dasar yang baik butuh biaya yang besar. Demikian pabrik, demikianju- ga pendidikan. Sementara un- tuk pendidikan, kita tidak dapat berkilah "asal anak usia sekolah tidak berkeliaran dijalanan sa- ja". Dengan berpikir bahwa pen- didikan identik pabrik, maka kalau kita ingin memiliki hasil didik yang baik, kita perlu menyediakan dana yang tidak sedikit. Begitulah sebagian orang menafsirkan entrepre- neur university, yang meskipun tidak tepat inti maknanya, tetapi untuk sebagian ada benarnya. Setiap peningkatan dan spesi- fikasi proses, mengubah struk- turbiaya. Pertanyaannya, siapakah "ki- ta" penanggung dananya? Haruskah pendidikan dibayar (orang tua) peserta didik yang .bersangkutan? Benarkah pen- didikan yang lebih baik hanya untuk orang yang lebih kaya? Menjual proses pendidikan kepada (orang tua) siswa, tam- pak logis, Termasuk ketika har- ganya ditampilkan dalam berbagai istilah dan konsep yang tampak masuk akal: for- mulir dan aktivitas pendaf- taran, biaya tes masuk, uang kuliah, uang SKS, sumbangan peningkatan mutu, biaya prak- tikum, uang bangunan, uang kursi, pengembangan pen- didikan, pengembangan insti- ~----~~--~~~~~--~~--~~--~------~ I{ lip i n g Hum a 5 U n pad 2012