Pendidikan Sains Harapan Penulis: Semoga Blog Pendidikan Sains
ini membuka cakrawala baru mengenai dunia Pendidikan Sains umumnya
dan Pendidikan Fisika khususnya. "Ilmu tanpa nurani adalah
kehampaan,nurani tanpa ilmu adalah keniscayaan yang tak akan
terwujud". "Kecerdasan seseorang bukan diukur hanya dari seberapa
hebat dia menguasai ilmu, melainkan lebih pada bagaimana seseorang
tersebut dapat memanfaatkan ilmunya"Selasa, 01 April 2008BIO OPTIK
DALAM KEPERAWATAN By Arwin Lim
A. PENDAHULUANSampai abad ke-4 sebelum masehi orang masih
berrpendapat bahwa benda-benda di sekitar dapat dilihat oleh karena
mata mengeluarkan sinar-sinar penglihatan. Anggapan ini didukung
oleh Plato (429 348 ) dan Euclides (287 212 SM) oleh karena pada
mata binatang di malam hari tampak bersinar.Pendapat di atas di
tentang oleh Aristoteles (384 322 SM) karena pada kenyataan kita
tidak dapat melihat benda-benda di dalam ruang gelap. Namun
demikian Aristoteles tidak dapat memberi penjelasan mengapa mata
dapat melihat benda.Pada abad pertengahan Alhazan (965 1038)
seorang Mesir di Iskandria berpendapat bahwa benda di sekitar itu
dapat dilihat oleh karena benda-benda tersebut memantulkan cahaya
atau memancarkan cahaya yang masuk ke dalam mata . teori ini
akhirnya di terima sampai abad ke 20 ini.
B. OPTIK GEOMETRI DAN OPTIK FISIKA
1. OPTIK GEOMETRIBerpangkal pada perjalanan cahaya dalam medium
secara garis lurus, berkas-berkas cahaya di sebut garis cahaya dan
gambar secara garis lurus. Dengan cara pendekatan ini dapatlah
melukiskan ciri-ciri cermin dan lensa dalam bentuk matematika.
Misalnya untuk rumus cermin dan lensa :
f = focus = titik apib = jarak bendav = jarak bayangan
Hukum Willebrord Snelius (1581 -1626) :
n = indeks biasi = sudut datangr = sudut bias (refraksi)
2. OPTIK FISIKGejala cahaya seperti dispersi, interferensi dan
polasisasi tidak dapat di jelaskan malui metode optika geometri.
Gejala-gejala ini hanya dapat dijelaskan dengan menghitung
ciri-ciri fisik dari cahaya tersebut.Sir Isaac Newton (1642-1727),
cahaya itu menggambarkan peristiwa cahaya sebagai sebuah aliran
dari butir-butir kecil (teori korpuskuler). Sedangkan dengan
menggunakan teori kwantum yang dipelopori Plank (1858-1947), cahaya
itu terdiri atas kwanta atau foton-foton, tampaknya agak mirip
dengan teori Newton yang lama itu. Dengan menggunakan teori Max
Plank dapat menjelaskan mengapa benda itu panas apabila terkena
sinar.Thomas Young (1773-1829) dan August Fresnel (1788-1827),
dapat menjelaskan bahwa cahaya dapat melentur berinterferensi.
James Clark Mexwell (1831-1879) berkebangsaan Skotlandia, dari
hasil percobaannya dapat menjelaskan bahwa cepat rambat cahaya (3 X
10 m/detik) sehingga berkesimpulan bahwa cahaya adalah gelombang
elektromagnetik.Huygens ( 1690) menganggap cahaya itu sebagai
gejala gelombang dari sebuah sumber cahaya menjalarkan
getaran-getaran ke semua jurusan. Setiap titik dari ruangan yang
bergetar olehnya dapat dianggap sebagai sebuah pusat gelombang
baru. Inilah prinsip dari Huygens yang belum bisa menjelaskan
perjalanan cahaya dari satu medium ke medium lainnya.Dari hasil
percobaan Einstein (1879-1955) dimana logam di sinari dengan cahaya
akan memancarkan electron (gejala foto listrik). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat fartikel dan gelombang
magnetic.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cahaya
mempunyai sifat materi (partikel) dan sifat gelombang.
C. HUBUNGAN ANTARA ENDEKS BIAS DAN KECEPATAN RAMBATIndeks bias
dari suatu benda didefinisikan sebagai :ni = sudut datangr = sudut
biasini dapat pula didefinisikan sebagai berikut : kecepatan rambat
cahaya dalam ruang hampa dibandingkan dengan kecepatan rambat
cahaya dalam medium. Dengan demikian bila cepat rambat cahaya di
dalam ruang hampa C dan di dalam medium C maka :
D. LENSABerdasarkan bentuk permukaan lensa maka lensa dapat
dibagi menjadi dua : Lensa yang mempunyai permukaan sferis Lensa
yang mempunyai permukaan silindris.Permukaan sferis ada dua macam
pula yaitu : Lensa konvergen / konveksYaitu sinar sejajar yang
menembus lensa akan berkumpul menjadi bayangan nyata, juga di sebut
lensa positif atau lensa cembung. Lensa divergen / konkafYaitu
sinar yang sejajar yang menembus lensa akan menyebar , lensa ini
disebut lensa negatif atau lensa cekung.Lensa yang mempunyai
permukaan silindris disebut lensa silindris. Lensa ini mempunyai
focus yang positif dan ada pula mempunyai focus negatif.
KESESATAN LENSABerdasarkan persamaan yang berkaitan dengan jarak
benda, jarak bayangan , jarak focus, radius kelengkungan lensa
seerta sinar-sinar yang dating paraksial akan kemungkinan adanya
kesesatan lensa (aberasi lensa). Aberasi ini ada bermacam-macam :a.
Aberasi sferis ( disebabkan oleh kecembungan lensa).Sinar-sinar
paraksial / sinar-sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P.
aberasi ini dapat dihilangkan dengan mempergunakan diafragma yang
diletakkan di depan lensa atau dengan lensa gabungan aplanatis yang
terdiri dari dua lensa yang jenis kacanya berlainan.b. KomaAberasi
ini terjadi akibat tidak sanggupnya lensa membentuk bayangan dari
sinar di tengah-tengah dan sinar tepi. Berbeda dengan aberasi
sferis pada aberasi koma sebuah titik benda akan terbentuk bayangan
seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak dapat diperbaiki
dengan diafragma.c. AstigmatismaMerupakan suatu sesatan lensa yang
disebabkan oleh titik benda membentuk sudut besar dengan sumbu
sehingga bayangan yang terbentuk ada dua yaitu primer dan sekunder.
Apabila sudut antara sumbu dengan titik benda relatif kecil maka
kemungkinan besar akan berbentuk koma.d. Kelengkungan medanBayangan
yang dibentuk oleh lensa pada layer letaknya tidak dalam satu
bidang datar melainkan pada bidang lengkung. Peristiwa ini disebut
lengkungan medan atau lengkungan bidang bayangan.e.
DistorsiDistorsi atau gejala terbentuknya bayangan palsu.
Terjadinya bayangan palsu ini oleh karena di depan atau di belakang
lensa diletakkan diafragma atau cela. Benda berbentuk kisi akan
tampak bayangan berbentuk tong atau berbentuk bantal. Gejala
distorsi ini dapat dihilangkan dengan memasang sebuah cela di
antara dua buah lensa.f. Aberasi kromatisPrinsip dasar terjadinya
aberasi kromatis oleh karena focus lensa berbeda-beda untuk
tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk akan tampak
berbagai jarak dari lensa.Ada dua macam aberasi kromatis yaitu :
Aberasi kromatis aksial/longitudinal : perubahan jarak bayangan
sesuai dengan indeks bias. Aberasi kromatis lateral : perubahan
aberasi dalam ukuran bayangan.Untuk menghilangkan terjadinya
aberasi kromatis dipakai lensa flinta dan kaca krown; lensa kembar
ini disebut Achromatic double lens.
E. MATABanyak pengetahuan yang kita peroleh melalui suatu
penglihatan. Untuk membedakan gelap atau terang tergantung atas
penglihatan seseorang.Ada tiga komponen pada penginderaan
penglihatan : Mata memfokuskan bayangan pada retina System syaraf
mata yang memberi informasi ke otak Korteks penglihatan salah satu
bagian yang menganalisa penglihatan tersebut.
1. ALAT OPTIK MATABagian-bagian pada mata terdiri dari :
RetinaTerdapat ros batang dank ones/kerucut, fungsi rod untuk
melihat pada malam hari sedangkan kone untuk melihat siang hari.
Dari retina ini akan dilanjutkan ke saraf optikus. Fovea
sentralisDaerah cekung yang berukuran 0,25 mm di tengah-tengahnya
terdapat macula lutea (bintik kuning). Kornea dan lensaKornea
merupakan lapisan mata paling depan dan berfungsi memfokuskan benda
dengan cara refraksi, tebalnya 0,5 mm sedangkan lensa terdiri dari
kristal mempunyai dua permukaan dengan jari-jari kelengkungan 7,8 m
fungsinya adalah memfokuskan objek pada berbagai jarak. PupilDi
tengah-tengah iris terdapat pupil yang fungsinya mengatur cahaya
yang masuk. Apabila cahaya terang pupil menguncup demikian
sebaliknya.
Sistem optic mata serupa dengan kamera TV bahkan lebih mahal
oleh karena :a. Mata bisa mengamati objek dengan sudut yang sangat
besarb. Tiap mata mempunyai kelopak mata dan ada cairan lubrikasic.
Dalam satu detik dapat memfokuskan objek berjarak 20 cmd. Mata
sangat efektif pada intensitas cahaya 10 : 1e. Diafragma mata di
atur secara otomatis oleh irisf. Kornea terdiri dari sel-sel hidup
namun tidak mendapat vaskularisasig. Tekanan bola mata diatur
secara otomatis sehingga mencapai 20 mmHgh. Tiap mata dilindungi
oleh tulangi. Bayangan yang terbentuk oleh mata akan diteruskan ke
otakj. Bola mata dilengkapi dengan otot-otot mata yang mengatur
gerakan bola mata (m=muskulus = otot). M. rektus medialis = menarik
bola mata ke dalam M. rektus lateralis = menarik bola mata ke
samping M. rektus superior = menarik bola mata ke atas M. rektus
inferior = menarik bola mata ke bawah M. obligus inferior = memutar
ke samping atas M. obligus superior = memutar ke samping
dalam.Kelumpuhan salah satu otot mata akan timbul gejala yang
disebut strabismus (mata juling). Ada tiga macam strabismus yaitu
strabismus horizontal, vertical dan torsional.
2. DAYA AKOMODASIDalam hal memfokuskan objek pada retina, lensa
mata memegang peranan penting. Kornea mempunyai fungsi memfokuskan
objek secara tetap demikian pula bola mata (diameter bola mata 20
23 mm). kemampuan lensa mata untuk memfokuskan objek di sebut daya
akomodasi. Selama mata melihat jauh, tidak terjadi akomodasi. Makin
dekat benda yang dilihat semakin kuat mata / lensa berakomodasi.
Daya akomodasi ini tergantung kepada umur. Usia makin tua daya
akomodasi semakin menurun. Hal ini disebabkan kekenyalan
lensa/elastisitas lensa semakin berkurang.
Jarak terdekat dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dikatakan benda terletak pada titik dekat punktum proksimum. Jarak
punktum proksimum terhadap mata dinyatakan P (dalam meter) maka
disebut Ap (akisal proksimum); pada saat ini mata berakomodasi
sekuat-kuatnya (mata berakomodasi maksimum). Jarak terjauh bagi
benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dikatakan benda
terletak pada titik jauh/punktum remotum. Jarak punktum remotum
terhadap mata dinyatakan r (dalam meter) maka disebut Ar (Aksial
Proksimum); pada saat ini mata tidak berakomodasi/lepas
akomodasi.Selisih A dengan Ar disebut lebar akomodasi, dapat
dinyatakan :A = lebar akomodasi yaitu perbedaan antara akomodasi
maksimal dengan lepas akomodasi maksimal.Secara empiris A = 0,0028
(80 th L) dioptriL = umur dalam tahunBertambah jauhnya titik dekat
akibat umur disebut mata presbiop. Presbyop ini bukan merupakan
cacat penglihatan. Ada satu dari sekian jumlah orang tidak
mempunyai lensa mata . Mata demikian disebut mata afasia.
3. PENYIMPANGAN PENGLIHATANMata yang mempunyai titik
jauh/punktum remotum terhingga akan memberi bayangan benda secara
tajam pada selaput retina. Dikatakan mata emetropia. Sedangkan mata
yang mempunyai titik jauh yang bukan tak terhingga , mata demikian
disebut mata ametropia.Mata emetropia mempunyai punktum proksimum
sekitar 25 cm, disebut mata normal. Sedangkan mata emetropia yang
mempunyai punktum proksimum lebih dari 25 cm di sebut mata
presbiopia.Mata ametropia mempunyai dua bentuk : Myopia
(penglihatan dekat) Hipermetropia(penglihatan jauh)
MIOPIAMata ametropia yang mempunyai P dan r terlalu kecil di
sebut mata myopia. Mata myopia ini bentuk mata terlalu lonjong maka
benda berjauhan tak terhingga akan tergambar tajam di depan retina.
Mata seperti ini dapat melihat tajam benda pada titik dekat tanpa
akomodasi. Dengan akomodasi kuat akan terlihat benda yang lebih
dekat lagi.
HIPERMETROPIAMata ametropia yang mempunyai P dan r terlalu besar
dikatakan hipermetropia. Kalau diperhatikan bola mata hipermetropia
maka akan terlihat bola mata yang agak gepeng dari normal. Mata
yang demikian itu tanpa akomodasi bayangan tak terhingga akan
terletak di belakang retina, tetapi kadang kala dengan akomodasi
akan terlihat benda-benda yang jauh tak terhingga secara tajam
bahkan dapat melihat benda-benda berada dekat di depan mata.Baik
myopia maupun hipermetropia kelainannya terletak pada poros yang di
sebut ametropia poros.Selain myopia dan hipermetropia, ada salah
satu kelainan pada lensa mata yaitu astigmatisma. Astigmatisma
terjadi apabila salah satu komponen system lensa menjadi bentuk
telur daripada sferis. Tambahan pula kornea atau lensa kristaline
menjadi memanjang ke salah satu arah. Dengan demikian radius
kurvatura menjadi lebih besar pada arah memanjang. Sebagai
konsekwensi berkas cahaya yang masuk lewat kurvatura yang panjang
akan difokuskan dibelakang retina sedangkan berkas cahaya yang
masuk lewat kurvatura yang pendek difokuskan di depan retina.
Dengan perkataan lain mata tersebut mempunyai pandangan jauh
terhadap beberapa berkas cahaya dan berpandangan dekat terhadap
sisa cahaya. Dengan demikian mata seseorang yang menderita
astigmatisma tidak dapat memfokuskan setiap objek dengan jelas.
4. TEHNIK KOREKSISetelah melalui pemeriksaan dokter mata dengan
seksama maka ditentukan apakah penderita menderita presbiopia,
hipermetropia, myopia, astigmatisma atau campuran (presbiopia dan
myopia).a. Mata presbiopiaPada mata presbiopia tidak ada masalah
untuk melihat jauh. Yang menjadi masalah adalah melihat dekat,
untuk itu penderita dianjurkan memakai kacamata positif.b. Mata
hipermetropiaMata demikian kemampuan melihat jauh dan dekat
terganggu dimana punktum proksimum dan punktum remotum yang terlalu
jauh sehingga dianjurkan memakai kacamata positif.c. Mata
myopiaPada mata myopia , kemampuan melihat dekat dan jauh
tergganggu oleh karena letak punktum proksimum dan punktum remotum
yang terlalu dekat sehingga dianjurkan memakai kacamata negatif.d.
Mata astigmatismaPenderita yang mengalami mata astigmatisma akan
terganggu penglihatannya tidak dalam segala arah, sehingga
penderita ini dianjurkan memakai kacamata silindris atau kaca mata
toroidal. Penderita astigmatisma dengan satu mata akan melihat
garis dalam satu arah lebih jelas daripada kea rah yang
berlawanan.e. Campuan Ada penderita yang matanya sekaligus
mangalami presbipoi dan myopia, maka mempunyai punktum proksimum
yang letaknya terlalu jauh dan punktum remotum terlalu kecil,
penderita demikian memakai kacamata rangkap yaitu kacamata bifocal
(negatif diatas, positif di bawah) Ada penderita yang hanya
menderita presbiopia, myopia atau hipermetropia tanpa astigmatisma
hanya memakai kacamata berlensa sferis.
Contoh 1:Dokter dalam memeriksa penderita yang titik dekat
matanya 0,5 meter dan penderita ingin membaca pada jarak 0,25
meter.Pertanyaan :a. Berapakah daya akomodasinya ?b. Berapakah
kekuatan lensa agar pemderita dapat membaca pada jarak 0,25 m ?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui bahwa objek yang
terjadi pada retina dibentuk oleh kornea dan lensa mata yang
merupakan lensa gabung dan jarak kornea retina secara pendekatan
adalah 2 cm = 0,02 meter. Daya akomodasi mata dihitung dalam
dioptri (D) dimana selisih antara kekuatan lensa mata untuk melihat
pada titik/jarak tertentu dengan daya kekuatan lensa mata pada
waktu melihat benda pada jarak jauh tak terduga. Maka penyelesaian
soal di atas sebagai berikut :a. Kekuatan focus mata normal :
Kalau mata orang tersebut difokuskan pada jarak 0,5 meter maka
focus matanya
Daya akomodasi sebesar
b. Untuk melihat benda pada jarak 0,25 meter maka kekuatan
matanya :
Penderita tersebut harus memakai kacamata dengan kekuatan :54 D
52 D = 2 D
Contoh 2 :Penderita dengan titik dekat 2,0 meter. Berapa
dioptrikah apabila penderita membaca pada jarak 0, 25 meter ?Focus
mata yang normal pada jarak 0,25 meter :
Focus mata pada jarak 2 meter :
Mata penderita ini perlu dikoreksi dengan lensa :54 D 50,5 D =
3,5 DPada penulisan resep bagi penderita yang memerlukan lensa
kacamata dapat di lihat sebagai berikut :Sferis Silinder Aksis
PenambahanOD - 1,25 - 1,25 180 + 1,25OS - 1,75 - 1,75 103 +
1,25Penambahan 1,25 kacamata bertujuan untuk koreksi kacamata
silinder tersebut.
5. KETAJAMAN PENGLIHATANKetajaman penglihatan dipergunakan untuk
menentukan penggunaan kacamata , di klinik dikenal dengan nama
visus. Tapi bagi seorang ajli fisika ketajaman penglihatan ini
disebut resolusi mata.Visus penderita bukan saja memberi pengertian
tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas
yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata
keseluruhannya. Oleh karena itu definisi visus adalah : nilai
kebalikan sudut (dalam menit) terkecil dimana sebuah benda masih
kelihatan dan dapat dibedakan.Pada penentuan visus, para ahli
mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak
yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa
diperoleh 20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft
sedangkan bagi mata normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft =
4 meter).
Dengan demikian dapat di tulis dengan rumus :
Keterangan :d = Jarak yang di lihat oleh penderitaD = Jarak yang
dapat di lihat oleh mata normal.Penggunaan kartu snellen ini,
kualitasnya kadang-kadang meragukan oleh karena huruf yang sama
besarnya mempunyai derajat kesukaran yang berbeda, demikian pula
huruf dengan ukuran berbeda kadang-kadang tidak sama bentuknya.
Untuk menghindari kelemahan-kelemahan itu telah diciptakan kartu
cincin Landolt.Kartu ini mempunyai sejumlah cincin berlubang,
diatur berderet yang sama besar, dengan lubang yang arahnya ke
atas, ke bawah, ke kiri dank e kanan.Dari atas ke bawah cincin itu
di atur agar lubangnya mengecil secara berangsur-angsur. Penderita
di suruh menunjukkan deretan cincin tersebut hingga cincin terkecil
tanpa salah. Angka visus ini didapat dengan menghitung sudut dimana
cincin Landolt itu diamati. Misalnya penderita menunjukkan cincin
landolt tanpa salah pada 0,8 mm jarak 4 meter.Pemeriksaan visus
seseorang selain disebut di atas dapat pula dengan cara menghitung
jari, gerakan tangan dan sebagainya.Berarti penderita dapat
menghitung jari tangan pada jarak 1 meter.Hanya dapat melihat
gerakan tangan pada jarak 1 meter= Hanya bisa membedakan gelap
terangKalau seseorang penderita terjadi penurunan visus tanpa
kelainan organis disebut Amblyopia.
6. MEDAN PENGLIHATANUntuk mengetahui besar kecilnya medan
penglihatan seseorang dipergunakan alat perimeter.Dengan alat ini
diperoleh medan penglihatan vertical 130; sedangkan medan
penglihatan horizontal 155.
7. TANGGAP CAHAYABagian mata yang tanggap cahaya adalah retina.
Ada dua tipe fotoreseptor pada retina yaitu Rod (batang) dan
Cone(kerucut).Rod dan Kone tidak terletak pada permukaan retina
melainkan beberapa lapis di belakang jaringan syaraf.Distribusi Rod
dan Kone pada retinaa. Kone (kerucut)Tiap mata mempunyai 6,5 juta
cone yang berfungsi untuk melihat siang hari disebut
fotopik.Melalui kone kita dapat mengenal berbagai warna, tetapi
kone tidak sensitive terhadap semua warna, ia hanya sensitive
terhadap warna kuning, hijau (panjang gelombang 550 nm). Kone
terdapat terutama pada fovea sentralis.b. Rod (batang).Dipergunakan
pada waktu malam atau disebut penglihatan Skotopik. Dan merupakan
ketajaman penglihatan dan dipergunakan untuk melihat ke samping.
Setiap mata ada 120 juta batang. Distribusi pada retina tidak
merata, pada sudut 20 terdapat kepadatan yang maksimal. Batang ini
sangat peka terhadap cahaya biru, hijau (510 nm).Tetapi Rod dan
Kone sama-sama peka terhadap cahaya merah (650 700 nm), tetapi
penglihatan kone lebih baik terhadap cahaya merah jika dibandingkan
dengan Rod.
8. PENYESUAIAN TERHADAP TERANG DAN GELAPDari ruangan gelap masuk
ke dalam ruangan terang kurang mengalami kesulitan dalam
penglihatan. Tetapi apabila dari ruangan terang masuk ke dalam
ruangan gelap akan tampak kesulitan dalam penglihatan dan
diperlukan waktu tertentu agar memperoleh penyesuaian. Pendapat ini
telah lama diketahui orang.Apabila kepekaan retina cukup besar,
seluruh objek/benda akan merangsang rod secara maksimum sehingga
setiap benda bahkan yang gelap pun akan terlihat terang putih.
Tetapi apabila kepekaan retina sangat lemah, ketika masuk ke dalam
ruangan gelap tidak ada bayangan yang benderang yang merangsang rod
dengan akibat tidak ada suatu objekpun yang terlihat. Perubahan
sensitifitas retina secara automatis ini dikenal sebagai fenomena
penyesuaian terang dan gelap.
a. Mekanisme penyesuaian terang (cahaya)Pada kerucut dan batang
terjadi perubahan di bawah pengaruh energi sinar yang disebut foto
kimia. Di bawah pengaruh foto kimia ini rhodopsin akan pecah, masuk
ke dalam retine dan skotopsine. Retine akan tereduksi menjadi
vitamin A di bawah pengaruh enzyme alcohol dehydrogenase dan
koenzym DPN H + H (=DNA) dan terjadi proses timbal balik (visa
versa)Rushton (1955) telah membuktikan adanya rhodopsin dalam
retina mata manusia, ternyata konsentrasi rhodopsin sesuai dengan
distribusi rod.Penyinaran dengan energi cahaya yang besar dan
dilakukan secara terus menerus konsentrasi rhodopsin di dalam rod
akan sangat menurun sehingga kepekaan retina terhadap cahaya akan
menurun.
b. Mekanisme penyesuaian gelapSeseorang masuk ke dalam ruangan
gelap yang tadinya beradadi ruangan terang, jumlah rhodopsin di
dalam rod sangat sedikit sebagai akibat orang tersebut tidak dapat
melihat apa-apa di dalam ruangan gelap. Selama berada di ruangan
gelap, pembentukan rhodopsin di dalam rod sangatlah perlahan-lahan,
konsentrasi rhodopsin akan mencapai kadar yang cukup dalam beberapa
menit berikutnya sehingga akhirnya rod akan terangsang oleh cahaya
dalam waktu singkat.Selama penyesuaian gelap kepekaan retina akan
meningkat mencapai nilai 1.000 hanya dalam waktu beberapa menit
saja, kepekaan retina mencapai nilai 100.000 waktu yang diperlukan
1 jam.Sedangkan kepekaan retina akan menurun dari nilai 100.000
apabila seseorang dari ruangan gelap ke ruangan terang. Proses
penurunanan kepekaan retina hanya diperlukan waktu 1 sampai 10
menit.Penyesuaian gelap ini ternyata kone lebih cepat daripada rod.
Dalam waktu kira-kira 5 menit fovea sentralis telah mencapai
tingkat kepekaan. Kemudian dilanjutkan penyesuaian gelap oleh rod
sekitar 30 60 menit, rata-rata terjadi pada 15 menit pertama.
Sebelum masuk ke kamar gelap (misalnya ruang Rontgen) biasanya
dianjurkan memakai kacamata merah atau salah satu mata dipejamkan
dalam beberapa saat ( 15 menit).
9. TANGGAP WARNASalah satu kemampuan mata adalah tanggap warna,
namun mekanisme tanggap warna tersebut belum diketahui secara
jelas. Denganvmenggunakan pengamatan skotopik pada intensitas
cahaya yang lemah, tidak ada respon terhadap warna. Tetapi dengan
menggunakan pengamatan fotopik dapat melihata warna namun tidak
bisa membedakan warna pada objek yang letaknya jauh dari pusat
medan penglihatan.
a. Teori tanggap warnaKone berbeda dengan rod dalam beberapa hal
yaitu kone memberi jawaban yang selektif terhadap warna, kurang
sensitive terhadap cahaya dan mempunyai hubungan dengan otak dalam
kaitan ketajaman penglihatan dibandingkan dengan rod. Ahli faal
Lamonov, Young Helmholpz berpendapat ada 3 tipe kone yang tanggap
terhadap tiga warna poko yaitu biru, hijau dan merah. Kone
biruMempunyai kemampuan tanggap gelombang frekwensi cahaya antara
400 dan 500 milimikron. Berarti konne biru dapat menerima cahaya ,
ungu, biru dan hijau. Kone hijauBerkemampuan menerima gelombang
cahaya dengan frekwensi antara 450 dan 675 milimikron. Ini berarti
kone hijau dapat mendeteksi warna biru, hijau, kuning, orange dan
merah. Kone merahDapat mendeteksi seluruh panjang gelombang cahaya
tetapi respon terhadap cahaya orange kemerahan sangat kuat daripada
warna-warna lainnya.Ketiga warna pokok disebut trikhromatik. Teori
yang diajukan oleh Lamonov, Young Helmholpz mengenai trikhromatik
sukar untuk dimengerti bagaimana kone dapat mendeteksi warna
menengah (warna intermediate) dari tiga warna pokok. Oleh sebab itu
timbul teori tiga tipe dikromat yaitu suatu warna menengah
terpraoduksi oleh karena dua tipe kone yang terangsang. Sebagai
contoh, kone hijau dan merah terangsang bersamaan tetapi kone hijau
terangsang lebih kuat daripada kone merah maka warna yang
terproduksi adalah kuning kehijauan. Apabila kone hijau dank one
biru terangsang, warna yang ditampilkan sebagai warna biru hijau.
Jika intensitas rangsangan terhadap kone hijau lebih besar daripada
kone biru, warna yang ditampilkan lebih hijau dan biru.Pada suatu
percobaan dimana mata disinari dengan spectrum cahaya kemudian
dibuat kurva respon dari pigmen peka cahaya akan tampak tiga warna
pigmen peka cahaya yang serupa dengan kurva sensitive untuk ketiga
tipe kone.
b. Buta warnaJika seseorang tidak mempunyai kone merah ia masih
dapat melihat warna hijau, kuning, orange dan warna merah dengan
menggunakan kone hijau tetapi tidak dapat membedakan secra tepat
antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak mempunyai
kone merah untuk kontras / membandingkan dengan kone hijau.
Demikian pula jika seseorang kekurangan kone hijau, ia masih dapat
melihata seluruh warna tetapi tidak dapat membedakan antara warna
hijau, kuning, orange dan merah. Hal ini disebabkan kone hijau yang
sedikit itdak mampu mengkontraskan dengan kone merah. Jadi tidak
adanya kone merah atau hijau akan timbul kesukaran atau
ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini di sebut
buta warna merah hijau kasus yang jarang sekali, tetapi bisa
terjadi seseorang kekurangan kone biru, maka orang tersebut sukar
membedakan warna ungu, biru dan hijau. Tipe buta warna ini disebut
kelemahan biru ( blue weakness). Pada suatu penelitian diperoleh 8%
laki-laki buta warna, sedangkan 0,5 % terdapat pada wanita dan
dikatakan buta warna ini diturunkan oleh wanita. Adapula orang buta
terhadap warna merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau
disebut deuteranopia dan buta terhadap warna biru disebut
tritanopia.
10. PERALATAN DALAM PEMERIKSAAN MATADari sekian banyak peralatan
mata, hanya beberapa peralatan yang akan dibahas dalam kaitan
pemeriksaan mata. Ada tiga prinsip dalam pemeriksaan mata yaitu :
pemeriksaaan mata bagian dalam, pengukuran daya focus mata,
penmgukuran kelengkungan kornea. Peralatan dalam pemeriksaan mata
dan lensa ada 6 macam yaitu : Opthalmoskop Retinoskop Keratometer
Tonometer dari schiotz Pupilometer Lensometer
OPTHALMOSKOPAlat ini mula-mula dipakai oleh Helmholtz (1851).
Prinsip pemeriksaan dengan opthalmoskop untuk mengetahui keadaan
fundus okuli ( = retina mata dan pembuluh darah khoroidea
keseluruhannya). Ada dua prinsip kerja opthalmoskop yaitu :
Pencerminan mata secara langsungFundus okuli penderita disinari
dengan lampu, apabila mata penderita emetropia dan tidak melakukan
akomodasi maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan keluar dari
lensa mata penderita dalam keadaan sejajar dan terkumpul menjadi
gambar tajam pada selaput jaringan mata pemeriksa (dokter) yang
juga tidak terakomodasi. Pada jaringan mata dokter terbentuk gambar
terbalik dan sama besar dengan fundus penderita. Pencerminan mata
secara tak langsungCahaya melalui lensa condenser diproyeksi ke
dalam mata penderita dengan bantuan cermin datar kemudian melalui
retina mata penderita dipantulkan keluar dan difokuskan pada mata
sipemeriksa (dokter). Dengan mempergunakan opthalmoskop dapat
mengamati permasalahan mata yang berkaitan dengan tumor otak.
RETINOSKOPAlat ini dipakai untuk menentukan reset lensa demi
koreksi mata penderita tanpa aktivitas penderita, meskipun demikian
mata penderita perlu terbuka dan dalam posisi nyaman bagi si
pemeriksa. Cahaya lampu diproyeksi ke dalam mata penderita dimana
mata penderita tanpa akomodasi. Cahaya tersebut kemudian
dipantulkan dari retina dan berfungsi sebagai sumber cahaya bagi
sipemeriksa.Fungsi retinoskop dianggap normal, apabila suatu objek
(cahaya) berada di titik jauh mata akan difokuskan pada retina.
Cahaya yang dipantulkan retina akan menghasilkan bayanagan focus
pada titik jauh pula. Oleh karena itu pada waktu pemeriksa
mengamati mata penderita melalui retionoskop ,lensa posistif atau
negatif diletakkan di depan mata penderita sesuai dengan keperluan
agar bayangan (cahaya) yang dibentuk oleg retina penderita
difokuskan pada mata pemeriksa. Lensa posistif atau negatif yang
dipakai itu perlu ditambah atau dikurangi agar pengfokusan bayangan
dari retina penderita terhadap pemeriksa tepat adanya. Suatu
contoh, jarak pemeriksa 67 cm lensa yang diperlukan 1, 5 D.
KERATOMETERAlat ini untuk mengukur kelengkungan kornea.
Pengukuran ini diperuntukkan pemakaian lensa kontak; lensa kontak
ini dipakai langsung yaitu dengan cara menempel pada kornea yang
mengalami gangguan kelengkungan. Ada dua lensa kontak yaitu :a.
Hard contact lensDibuat dari plastic yang keras, tebal 1 mm dengan
diameter 1 cm. sangat efektif bila dilepaskan dan mudah terlepas
oleh air mata tetapi dapat mengoreksi astigmatisma.
b. Soft contact lensAdalah kebalikan dari hard contact lens.
Sangat nyaman tetapi tidak dapat mengoreksi astigmatisma.
Dasar kerja keratometer :Benda dengan ukuran tertentu diletakkan
didepan cermin cembung dengan jarak diketahui akan membentuk
bayangan di belakang cermin cembung berjarak r. dengan demikian
dapat ditentukan permukaan cermin cembung.Berlandaskan kerja cermin
cembung maka dibuat keratometer. Pada keratometer ,kornea bertindak
sebagai cermin cembung, sumber cahaya sebagai objek. Pemeriksa
mengatur focus agar memperoleh jarak dari kornea.Pemeriksa
menentukan ukuran bayangan yang direfleksi dengan mengatur sudut
prisma agar menghasilkan dua bayangan. Posisi prisma setelah diatur
akan dikaliberasi dengan daya focus kornea ( dalam dioptri). Nilai
rata-rata 44 dioptri dengan rata-rata radius kelengkungan kornea
7,7 mm. penderita dengan astigmastisma , biasanya dalam pengukuran
bayangan dibuat arah vertical dan horizontal.
TONOMETERPada tahun 1900, Schiotz (Jerman) memperkenalkan alat
untuk mengukur tekanan intraocular yang dikenal dengan nama Tono
meter dari Schiotz.Tehnik dasar :Penderita ditelentangkan dengan
mata menatap ke atas, kemudian kornea mata dibius. Tengah-tengah
alat ( Plug) diletakkan di atas kornea menyebabkan suatu tekanan
ringan terhadap kornea. Plug dari tonometer berhubungan dengan
skala sehingga dapat terbaca nilai skala tersebut. Tonometer
dilengkapi dengan alat pemberat 5 5, 7 5 1 0, 0 dan 15,0 gram.
Apabila pada pengukur tekanan intraocular dimana menggunakan alat
pemberat 5, 5 gmaka berat total tonometer == Berat plug + alat
pemberat= 11 gram + 5,5 gram= 16,5 gram.16,5 gram ini menunjukkan
tekanan intraokuler sebesar 17 mm Hg. Pemeriksaan tekanan di dalam
bola mata (intraokuli) untuk mengetahui apakah penderita menderita
glaucoma atau tidak. Pada penderita glaucoma tekanan intraokuli
mencapai 80 mmHg. Dalam keadaan normal tekanan intraokuli berkisar
antara 20 25 mmHg dengan rata-rata produksi dan pengeluaran cairan
humor aqueous 5 ml/hari.Tahun 1950 Tonometer Schiotz dimadifikasi
dengan kemudahan dalam pembacaan secara elektronik dan dapat
direkam di sebut tonograf. Goldmann (1955) mengembangkan tonometer
yang disebut tono meter Goldmann Aplanation ; pengukuran dengan
memakai alat ini penderita dalam posisi duduk.
PUPILOMETER DARI EINDHOVENDiameter pupil dapat diukur dengan
menggunakan pupilometer dari eindhoven. Yaitu lempengan kertas
terdiri dari sejumlah lubang kecil dengan jarak tertentu. Apabila
melihat melalui lubang-lubang ini dengan latar belakang dan tanpa
akomodasi maka diperoleh perjalanan sinar sebagai berikut
:Lingkaran yang terproyeksi pada jaringan retina saling menyentuh
berarti garis 1 dan 2 adalah sejajar. Garis 1 dan 2 inilah garis
terluar yang masih dapat masuk melalui pupil, sehingga deperoleh
jarak d, jarak ini adalah diameter pupil. Pada penentuan besar
pupil, jarak antara lubang dan mata tidak menjadi masalah.
LENSOMETERSuatu alat yang dipakai untuk emngukur kekuatan lensa
baik dipakai si penderita atau sekedar untuk mengetahui dioptri
lensa tersebut. Prinsip dasar :Menentukan focus lensa positif
sangat mudah , dapat dengan cara : Memfokuskan bayangan dari suatu
objek tak terhingga misalnya (matahari) Memfokuskan bayangan dari
suatu objek yang telah diketahui jaraknya.
Tehnik di atas ini tidak dapat diterapkan pada lensa negatif
namun dapat dilakukan sedikit modifikasi yaitu : mengkombinasikan
lensa negatif dengan lensa positif kuat yang telah ditentukan
dioptrinya, dengan demikian dapat ditulis rumus sebagai berikut
:
Dengan memakai lensometer, benda penyinaran digerakkan sehingga
diperoleh bayangan tajam melalui pengamatan lensa.
DAFTAR PUSTAKA1. J.F. Gabriel,2003, Fisika Kedokteran, EGC,
Jakarta2. Ganong, W.F, 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
17, EGC, Jakarta.sumber:
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/bio-optik-dalam-keperawatan.html
TUGAS MINGGU KETIGA,15 NOVEMBER 2007
Chinese Medical Journal, 2007, Vol. 120 No. 10 : 882-885
Original Article LogIn/LogOutFulltext PDF(628K) FreeAbstract
downloadTXT | XMLArticles in CMJ byZHENG Guang-yingDU JunArticles
in PubMed byZHENG GYDU JPut into my bookshelfEmail to FriendEmail
to authorVisit:876Download:449Advanced SearchRelated ArticlesChange
font size:Cannot read some characters
Contrast sensitivity and higher-order aberrations in patients
with astigmatismZHENG Guang-ying, DU Jun, ZHANG Jin-song, LIU
Su-bing, NIE Xiao-li, ZHU Xiao-hong, TANG Xiu-xia, XIN Bao-li, MAI
Zhi-bin, ZHANG Wei-xiaZHENG Guang-ying Department of Ophthalmology,
First Affiliated Hospital, Zhengzhou University, Zhengzhou 450052,
China; DU Jun ; ZHANG Jin-song Department of Ophthalmology, First
Affiliated Hospital, Zhengzhou University, Zhengzhou 450052, China;
LIU Su-bing Department of Ophthalmology, Henan Armed Hospital,
Zhengzhou 450052, China; NIE Xiao-li Department of Ophthalmology,
Henan Armed Hospital, Zhengzhou 450052, China; ZHU Xiao-hong
Department of Ophthalmology, Henan Armed Hospital, Zhengzhou
450052, China; TANG Xiu-xia Department of Ophthalmology, Henan
Armed Hospital, Zhengzhou 450052, China; XIN Bao-li Department of
Ophthalmology, Henan Armed Hospital, Zhengzhou 450052, China; MAI
Zhi-bin Department of Ophthalmology, Henan Armed Hospital,
Zhengzhou 450052, China; ZHANG Wei-xia Department of Ophthalmology,
Henan Armed Hospital, Zhengzhou 450052, China
Correspondence to: ZHENG Guang-Ying Department of Ophthalmology,
First Affiliated Hospital, Zhengzhou University, Zhengzhou 450052,
China (Email:[email protected] )Keywords: astigmatismcontrast
sensitivityhigher order aberrationAbstract:Background Astigmatism
is one of the most significant obstacles for achieving satisfactory
visual function. This study was to evaluate the influence of
astigmatism on contrast sensitivity (CS) and higher-order
aberrations.Methods CS, accommodation response and wavefront
aberration were measured in 113 patients with astigmatism, aged
1836 years. Both single and binocular visual performance were
examined under four lighting conditions: photopia, photopia with
glare, scotopia and scotopia with glare respectively. Accommodation
response was classified as normal, abnormal and low. The
contribution of the power and axis of astigmatism to CS,
accommodation response and wavefront aberration was
analyzed.Results As the dioptric power of astigmatism increased,
the loss of CS spatial frequency changed from high to intermediate,
and then to low frequency. CS scores varied at different
illuminance levels, descending in the following sequence: photopia,
photopia with glare, scotopia, and scotopia with glare. However,
the normal accommodation group showed better CS values under
photopia with glare than without glare. The range of influenced
direction of sine-wave gratings remained mostly at the meridian
line of high dioptric power, which would be expanded when optical
accommadation attenuated. The patients with symmetrical astigmatism
got higher CS scores with binoculus vision than with dominant eye
vision, while the patients with asymmetrical astigmatism did this
only at scotopia with glare. Among higher-order aberrations, coma
aberration, secondary coma aberration and the total higher order
aberration were influenced by astigmatism, all of which rising with
the power of astigmatism increased.Conclusions Reducing astigmatism
might improve the performance of visual function. Not only the
power of astigmatism should be cut down, but also the binocular
axes should be made symmetrically.Astigmatism is one of the common
types of human ocular optical disorders, which brings problems such
as ophthalmalgia, dacryorrhea, diplopia, instability of visual
acuity, cephalalgia, and so on.1 The above difficulties are real
challenges faced by ophthalmologists. Many studies have been
carried out in recent years. Some improvements have been achieved
in applying keratotomy or suture to the cornea,2-7 and utilizing
excimer laser or rigid contact lens to correct cornea astigmatism,8
there is still lack of criteria before operation, and visual
function after operation remains unpredictable.9-11 The purpose of
this study was to evaluate the influence of astigmatism on contrast
sensitivity (CS) and wavefront aberration.
METHODS
PatientsA total of 226 eyes of 113 patients with myopia and
astigmatism were collected from the out-patient clinic of the First
Affiliated Hospital of Zhengzhou University and Henan Armed
Hospital between November 2005 and June 2006. Among whom 61 were
men and 52 women, aged from 18 to 36 years (24.395.27 years), with
spherical lens 0.2512.75 D (5.742.58 D), cylin- drical lens:
0.254.00 D (1.160.75 D). All the patients corresponded to the
following criteria: both single and binocular corrected visual
acuity 0.8 (20/25), anterior and posterior segment of the eyes are
normal except for the special changes of eyeground of myopia, no
other oculopathies were found.
CS measurementBoth single and binocular visual performance were
examined by Optec 6500 Vision Tester (Stereo Optical Co., USA)
under four lighting conditions: photopia, photopia with glare,
scotopia and scotopia with glare respectively. All patients were
examined with corrected spherical lens according to subjective
optometry. Cylindrical lens were left uncorrected. In this way, the
sine wave grating directions which could not be identified by the
examinees at certain spatial frequencies can be considered as the
result of astigmatism. The frequencies and directions of missing
gratings were recorded.
Accommodation measurementAccommodation Analyzer (AA, Nidek Co.,
Japan) was used which is characterized by the unique function of
measuring high frequency component (HFC) of cry- stalline lens
jittering when it is in tension. First, the refraction (called Home
value) was performed using ARK-730A autorefractor (Nidek Co.,
Japan), then accom- modation response was checked by AA. A visual
target pushed-up per 12 seconds one time would appeared at 8
different positions, the amplitude of accommodation was +0.5 D3.0
D, began with the Home value, and shifted by steps of 0.5 D.
Subjects were classified into three groups: (1) Normal
accommodation group: quantity of accommodation and color of HFC
added up relatively associated with the increasing quantity of
accommodative stimulus and the lasting of stimulation. (2) Abnormal
accommodation group, including tense and spasm of accommodation.
Lens kept on contracting continuously regardless of the distance of
target. The former had an increased quantity of accommodation in
compensation, while the latter was out of compensation. (3) Low
accommodation group: consisting of temporal duration and weak of
accommodation. Lens could not contract during a long period of time
in the former, and the latter had no response of accommodation.
Wavefront aberration measurementZywave aberration apparatus
(Bausch & Lomb, USA) was used based on Hartmann-Shake
principle. Patients were dilated with metaoxedrine until pupil
diameter 6.5 mm. The root mean square (RMS) of the higher order
aberrations from third to fifth and the total higher order
aberration were analysed.
Dominant eye identifiedThe patients were examined with a
stereoplasm rectangle card which had a hole in the middle.
Statistical analysisSPSS 13.0 was used in statistical analyses.
Wilcoxon Signed Rank Test was applied to compare the spatial
frequency. Differences in aberration data between groups were
analyzed using analysis of variance (ANOVA), Student-Newman-Keuls
post-test was used if the result of ANOVA was significant. A P
value less than 0.05 was considered statistically significant.
RESULTSAccommodation measurementNormal accommodation group
consisted of 40.7% of the eyes (92 eyes), abnormal accommodation
group 28.8% (65 eyes), low accommodation group 30.5% (69
eyes).Contribution of cylindrical power to CSCS was not affected by
astigmatism in the range of 0.251.0 D. The stronger the dioptric
power was, the lower the influenced spatial frequency was. In the
same power range, effect on CS spatial frequency changes with the
decline of accommodation, from hardly any inter- ferences to high,
middle, and then to low frequency. The relationship between
cylindrical power and CS was affected by accommodation
Contribution of cylindrical axisEffect of cylindrical axis on
monoblepsiaSince the angles formed by sine wave gratings and
horizon are 115 (left, L), 90 (up, U), and 75 (right, R),
directions of axes were divided into four types: I: 18015; II:
9015; III: 1575; IV: 105165. Type I represents astigmatism with the
rule, Type II represents astigmatism against the rule, Types III
and IV represent oblique astigmatism. Type I mainly affected the
directions of R and L. Type III mainly affected L, and Type IV
mainly affected R. Along with the accommodative power reduced, the
influence of astigmatism on U increased. Different axis groups
affected different orientation of sine wave gratings
Effects of cylindrical axis on binocular visionPatients were
divided into two groups based on symmetrical astigmatism and
asymmetrical astigmatism.1 The five spatial frequencies of CS (1.5,
3, 6, 12, 18 cycles per degree) were ranked as 15, and the
unaffected as 6. Of all the four illuminations, difference between
binocu- lar vision and the dominant vision in symmetrical astig-
matism group was statistically significant (P=0.000); however, in
asymmetrical astigmatism group, the difference was not
statistically significant except for scotopia with glare (regarding
the differences of spherical equivalent between binoculus 2.50 D as
anisometropia, excluding 11 patients with anisometropia)
Astigmatism and higher order aberrationsAll the patients were
divided into three groups based on dioptric power of astigmatism.
Group A: 0.25 D1.0 D, Group B: >1.0 D2.0 D, Group C: above 2.0
D. RMS values of Group C were bigger than that of Group A and B at
the third order and total high-order aberrations. At the fifth
order, comparing Group A with Group C, the RMS values increased
significantly, but no differences were between Groups B and C.
Comparisons of RMS values of different groups are as follows
DISCUSSIONAstigmatism and CSThe performance of CS reveals one's
visual quality.12 Traditionally, examinees are required wearing a
pair of corrected sphero-cylindrical glasses when measuring CS,
however, in this study, spherical lenses were collected but with no
cylindrical lenses. Almost all the patients with astigmatism
wrongly identified one or more grating directions, however, the
subsequent gratings with low contrast threshold were identified
accurately, because the light rays on cylindrical axis can not form
a clear focus. Inadequate prescription and wrong cylindrical axis
for high astigmatism correction may cause abnormal head position,
which reveals that the power and axis of astigmatism play an
important role in quality of vision. 13
Interference of astigmatism power with CS influenced by
accommodationThe influenced frequencies of CS decreasing associated
with increasing of astigmatism, probably because the power of light
rays in Sturm conoid descended accom- panied with astigmatism
increased.14 Good accommo- dative response could compensate for the
drop of CS scores caused by astigmatism.15 Generally, influences of
astigmatism on CS added in the following sequence: photopia,
photopia with glare, scotopia and scotopia with glare, except that
CS in normal accommodation group under photopia with glare was
influenced more tenderly than under photopia. Firstly, as the light
rays turn down, the stimulant cell of retina changed from cone to
rod, and the resolving ability of retina with image cut down,
together with the influenced spatial frequency changed from high to
low. Secondly, retina received excessive light which cut down the
contrast of the scenery,12 and lowers the influenced spatial
frequency when glaring. In normal accommodation group, under
photopia with glare condition, well matched pupil constriction and
promi- nence of lens stopped peripheral rays from entering eyes,
besides, rays of central visual field were more convergent.
Meanwhile, the contrast of image on retina increased, and the
exciting cone perceived the alteration discernment.
Influence of astigmatism axis on spatial frequency of CSThe
sinus grating directions identified difficultly mainly concentrate
on the meridians with large dioptric power, and the range extends
when accommodation power descends. In addition, the effect of type
I on U is much smaller than on R and L in normal accommodation
group, which shows that the perception of a normal eye is more
sensitive to vertical lines than to other lines. It is inferred
that during the period of evolutionary process which from climbing
simian to walking man, capability of perceiving upright world
preferentially gradually comes into being. It is essential to point
out that during the process of one test some patients had many a
sinus grating direction influenced, perhaps it is the result of
dynamic astig- matism when eyes accommodates.1 On the whole, of all
the four astigmatism types, type I takes a biggest ratio, next,
type III and IV, type II is the smallest one. With rule astigmatism
is the most in young and middle-aged people, and against rule
astigmatism is the least.
Influence of cylindrical axis on binocular visionWhatever the
illumination is, effect of symmetrical astigmatism on binocular
vision is milder than on dominant vision; so did the effect of
asymmetrical astigmatism under scotopia with glare, no differences
in other illuminations. Hence, the axis should be made
symmetrically between the suffered eye and the fellow.
Influence of astigmatism on high order aberrationsThe influences
of astigmatism on wavefront aberration had been reported, but the
effects on higher order aberration was not further demonstrated
respectively.16,17 Our results showed that as the power of
astigmatism added, the third, the fifth and the total high-order
aberration increased. The fourth order aberration kept constant
however the cylindrical power changed. Cortical cataract mainly
affected coma, and nuclear cataract affected spherical-like
aberration,18 perhaps because the uneven distributed cortical blur
created astigmatism.
In summary, not only the dioptric power of astigmatism should be
cut down, but also the binocular axes should be made symmetrically
in clinical treatment. In addition, strong accommodation power
could retrieve the influences of astigmatism on visual function,
which should be taken into account when estimating post-
operational visual function. Furthermore, a recent report has shown
that clinically manifest astigmatism is an individually variable
combination of asphericity and curvature difference in the two main
meridians,19 there- fore how to make the best combination of
asphericity and curvature of cornea needs more researches.
REFERENCES
1. Li FM ed. System of ophalmology (the last volume). 1st ed.
Beijing: People's Medical Publishing House; 1996: 2585-2593.
2. Harto MA, Maldonado MJ, Cisneros AL, Perez-Torreqrosa VT,
Menezo JL. Comparison of intersecting trapezoidal kerato- tomy and
arcuate transverse keratectomy in the correction of high
astigmatism. J Refract Surg 1996; 12: 585-594.
3. Wilkins MR, Mehta JS, Larkin DF. Standardized arcuate
keratotomy for postkeratoplasty astigmatism. J Cataract Refract
Surg 2005; 31: 297-301.
4. Van Meter WS, Gussler JR, Soloman KD, Wood TO.
Postkeratoplasty astigmatism control, Single continuous suture
adjustment versus selective interrupted suture removal.
Ophthalmology 1991; 98: 177-183.
5. Musch DC, Meyer RF, Sugar A, Soong HK. Corneal astigmatism
after penetrating keratoplasty: the role of suture technique.
Ophthalmology 1989; 96: 698-703.
6. Tehrani M, Stoffelns B, Dick HB. Implantation of a custom
intraocular lens with a 30-diopter torus for the correction of high
astigmatism after penetrating keratoplasty. J Cataract Refract Surg
2003; 29; 2444-2447.
7. Kersey JP, O'Donnell A, Illingworth CD. Cataract surgery with
Toric intraocular lenses can optimize uncorrected postoperative
visual acuity in patients with marked corneal astigmatism. Cornea
2007; 26: 133-135.
8. Visser ES, Visser R, van Lier HJ, Otten HM. Modern scleral
lenses part : patient satisfaction. Eye Contact Lens 2007; 33:
21-25.
9. Assil KK, Zarnegar SR, Schanzlin DJ. Visual outcomes after
penetrating keratoplasty with double continuous or combined
interrupted and continuous suture wound closure. Am J Ophthalmol
1992; 114: 63-71.
10. Busin M, Arffa RC. Deep suturing technique for penetrating
keatoplasty. Cornea 2002; 21: 680-684.
11. Javadi MA, Naderi M, Zare M, Jenaban A, Rabei HM, Anissian
A. Comparison of the effect of three suturing techniques on
postkeratoplasty astigmatism in keratoconus. Cornea 2006; 25:
1029-1033.
12. Fu J, Wang Nl, Wang J, Qu J. Wavefront aberrations and
contrast sensitivity, glare disability study in eyes with cataract.
Ophthalmology (Chin) 2006; 15: 32-37.
13. Castro FA, Simao ML, Abbud CM, Foschini RM, Bicas HE.
Abnormal head position caused by incorrect prescription for
astigmatism: case report. Arg Bras Oftalmol 2005; 68: 687-691.
14. Ravalico G, Parentin F, Baccara F. Effect of astigmatism on
multifocal intraocular lenses. J Cataract Refract Surg 1999; 25:
804-807.
15. Buehren T, Collins MJ. Accommodation stimulus-response
function and retinal image quality. Vision Res 2006; 46:
1633-1645.
16. Han W, Kwan W, Wang J, Yip SP, Yap M. Influence of eyelid
position on wavefront aberrations. Ophthalmic Physiol Opt 2007; 27:
66-75.
17. Oshika T. Quantitative assessment of quality of vision.
Nippon Ganka Gakkai Zasshi 2004; 108: 770-807.
18. Sachdev N, Ormonde SE, Sherwin T, McGhee CN. Higher-order
aberrations of lenticular opacities. J Cataract Refract Surg 2004;
30: 1642-1648.
19. Seiler T, Koller T. Asphericity of the cornea and
astigmatism. Klin Monatsbl Augenheilkd 2005; 222: 977-982
SUMBER
:http://www.cmj.org/Periodical/paperlist.asp?id=LW2007517397245906913&linkintype=pubmed
TUGAS MINGGU KEEMPAT,21 NOVEMBER 2007
Title:Topography-guided ablation for treatment of patients with
irregular astigmatism.Find More Like ThisAuthor(s):Toda I; Yamamoto
T; Ito M; Hori-Komai Y; Tsubota KAuthor's Address:Minamiaoyama Eye
Clinic, Minato-ku, Tokyo, Japan. [email protected]:Journal Of
Refractive Surgery (Thorofare, N.J.: 1995) J Refract Surg 2007 Feb;
Vol. 23 (2), pp. 118-25.Publication Type:Case Reports; Journal
ArticleLanguage:EnglishJournal Information:Country of Publication:
United States NLM ID: 9505927 Publication Model: Print Cited
Medium: Print ISSN: 1081-597X (Print) Subsets: MEDLINEMeSH
Terms:Corneal Topography*Laser
Coagulation*Astigmatism/*surgeryCornea/*surgeryKeratectomy,
Laser/*methodsMonitoring, Intraoperative/*methodsAdult;
Astigmatism/pathology; Cornea/pathology; Female; Follow-Up Studies;
Humans; Male; Middle Aged; Refraction, Ocular; Visual
AcuityAbstract:PURPOSE: To evaluate the customized aspheric
treatment zone (CATz) topography-guided ablation for the correction
of irregular astigmatism induced by initial corneal refractive
surgery or corneal injury. METHODS: CATz ablation was performed on
32 eyes of 28 patients. Each procedure was performed by
photorefractive keratectomy (PRK) or LASIK using a NIDEK EC-5000
excimer laser. The eyes had decentered ablations, small optical
zones, decreased best spectacle-corrected visual acuity (BSCVA),
and asymmetrical astigmatism. Subjective symptoms, uncorrected
visual acuity (UCVA), BSCVA, refraction, corneal topography, and
higher order aberrations were measured. Mean follow-up was 161.9
+/- 129.9 days (range: 90 to 492 days). RESULTS: Data obtained at
final postoperative follow-up show that UCVA and BSCVA increased by
> or = 2 lines after CATz ablation in 17 and 11 eyes and
decreased in 4 and 2 eyes, respectively. Higher order aberrations
were decreased in 16 eyes and increased in 1 eye. Topographical
maps were improved with decreased surface regularity index (20
eyes) and surface asymmetry index (22 eyes). Seven eyes required
further enhancement for residual refractive errors. Thirteen
patients (15 eyes) claimed they were satisfied with the outcome, 6
patients (7 eyes) stated that the outcome was lower than expected,
and 4 patients (4 eyes) stated they were dissatisfied. CONCLUSIONS:
CATz topographic ablation effectively improves the quality of
vision and symptoms in the majority of patients with irregular
corneal astigmatism from previous excimer laser refractive surgery.
However, residual or induced refractive errors may need to be
corrected with a second operation after CATz.Entry Date(s):Date
Created: 20070228 Date Completed: 20070327 Diposkan oleh Syam di
23.29.00 1 komentar:
JessitaDhiary mengatakan... terima kasih atas info biooptik dari
website Anda, info Anda sangat membantu, saya ada beberapa
pertanyaan untuk Anda :
1. Setelah Aristoteles menentang pendapat plato dan euclides,
apa yang terjadi pada dunia fisika ? aristoteles merupakan ilmuan
yang menemukan massa jenis kan, apa ada hubungannya mata dengan
masa jenis ? 2. pada penjelasan optik geometri, rumus pada blog
Anda hilang, dapatkah Anda tampilkan ?3. apa ciri-ciri fisik
dispersi, interferensi dan polarisasi ?4. bagaimana cara kerjanya
perimeter ?5. bagaimana cara mengetahui besarnya nilai min mata
pada seseorang ? apa nama alatnya yang terdapat di optik-optik
tempat penjualan kaca mata ?6. apakah warna mata mempengaruhi
ketajaman penglihatan ? bagaimana dengan seorang yang albino, yang
bahkan ada yang tidak memiliki warna pada matany ? apakah ia juga
melihat ?7. apa yang hilang / tidak ada pada seorang tunanetra
sehingga ia tidak dapat melihat ?8. apa yang dialami oleh seorang
yang buta warna ? buta warna adalah sesuatu yang diturunkan melalui
gen, apakah tidak akan ada kemungkinan yang menyebabkan seseorang
bisa buta warna ?9. apa saja keuntungan dari penggunaan alat alat
optik untuk kesehatan ?10. apa saja kerugian pengguanaan alat-alat
optik untuk kesehatan ?
maaf bila pertanyaan saya terlalu banyak, mohon segera dijawab,
kebetulan saya mendapatkan bagian dari dosen untuk mempresentasikan
mengenai biooptik, dan saya memprediksi begitu banyak pertanyaan
yang akan keluar, presentasi saya akan dilaksanakan 5 hari lagi,
tolong dijawab ya pa :)
terima kasih
fr. Jessi
[email protected] 19 November 2011 21.39 Poskan
Komentar Link ke posting iniBuat sebuah Link Posting Lebih Baru
Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Searching
MachineApple Google MicrosoftApple takes heat over insensitive
dictionary entry for 'gay'NBCNews.comApple's stock Dictionary app
is in the spotlight this week after a Massachusetts teen took issue
with a derogatory definition of the word "gay." But not every Mac
shows the same definition and, of course, Apple didn't write the
entry, it just ...Related ArticlesIcahn Reports Stake in Apple
Worth $2.05 BillionBloombergStock Chart for Apple Inc (AAPL). Carl
Icahn, the billionaire activist investor urging Apple Inc. (AAPL)
to buy back $150 billion of its shares, owns a stake of 3.88
million shares in the iPhone maker worth $2.05 billion, a filing
showed. The holding ...Related ArticlesApple's Schiller testifies
in case against SamsungMacworldApple's global marketing chief told
a California courtroom on Friday that Apple had a tougher time
selling the iPhone after Samsung launched its own smartphones with
a similar design. It has been much harder to create demand and
people question our...Related ArticlesApple Has The Majority Of
Smartphone Profits And Samsung More Than All The ...ForbesAn
interesting little look into the state of play in he cellphone
handset market. Despite Android having by far the majority of the
market, Apple Apple actually has the majority of the profits. And
Samsung has more than all the rest of the profits in ...Related
Articlespowered by
Pemandangan Alam
AKTIVITAS EKSTRA mif-agency Al Hidayah KLW Guslat MIPA Racana
Wijaya Unnes Semarang KWARNAS PRAMUKA NU Lebe ShoutmixSEKOLAH
PENGEMBANGAN DIRI SMP 1 Gemuh Kendal SMA 1 CEPIRING
KENDALENSIKLOPEDI Wikimapia Wikipedia Ensiklopedi BebasPendidikan
Fisika Pakar Fisika (Pak AR) fisikawanunnes.wordpress.com
basicsphysics.blogspot.com Kampus Pejuang Pendidikan (Unnes
Semarang) Cakrawala Pendidikan Fisika (www.windows.ucar.edu) Kampus
Pendidikan Pelopor (UPI Bandung)Sains Fisika Akses Journal
Internasional SAGE MIT Open Course Ware Kajian Jurnal Internasional
(JPTEO)
powered by
SELAMAT DATANG DI BLOG PENDIDIKAN SAINSSemoga Anda mendapatkan
ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat.PengikutKALENDER
Free Blog ContentLihat Jam Dulu!SIlahkan kasih komentar:
View shoutbox Snap Shots
Silahkan download files jika membutuhkan!
Get your own Box.net widget and share anywhere! Get your own
Box.net widget and share anywhere! Memahami Fisika Tanpa Rumus Yang
Pernah Berkunjung ada:
hit counterPegunjung saat ini ada:
Profil Syam
Syam Kendal, Jawa Tengah, IndonesiaRiwayat Pendidikan: * SD N
Johorejo * SLTP N 1 Gemuh * SMU N 1 Cepiring * S1 Pendidikan Fisika
FMIPA Unnes Semarang * S2 Pendidikan IPA (Pendidikan Fisika SL) SPs
UPI Bandung. Riwayat Hidup: Lahir di Ds. Johorejo RT 4 RW 1 Gemuh
Kendal Jawa Tengah Indonesia. Anak kedua dari Bapak H. Abdul Rohman
dan Ibu Hj. Nur Istiqomah. Sekarang bekerja sebagai Tenaga Pendidik
(Dosen) di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung. Karya ini
saya persembahkan untuk kedua orang tua dan keluarga pada khususnya
(Mbak Dah, Dik Mudrikah, Dik Ida, dan Dik Anis) dan teman-teman
pembaca pada umumnya. Semoga menjadi masukan dan diharapkan kritik
dan saran yang membangun. Saya merasa karya saya masih jauh dari
kata sempurna, semoga sesuatu yang belum sempurna ini dapat
memberikan tambahan wawasan walaupun sedikit saja.Lihat profil
lengkapku Arsip Blog 2011 (2) 2010 (9) 2009 (20) 2008 (50) Desember
(6) November (5) September (3) Juli (2) Juni (6) Mei (5) April (4)
ENSIKLOPEDI TOKOH SAINS (ARYABHATA) PLAYING TO LEARN SCIENCE
(Bermain untuk Belajar Sa... BIO OPTIK DALAM KEPERAWATAN Tinjauan
Mata secara Medis dan Fisis Maret (8) Februari (8) Januari (3) 2007
(1)
English Training
English Training
Komentar ArtikelSilahkan komentari dengan kritik dan saran yang
membangun, agar terciptanya suatu kajian Pendidikan Sains yang
lebih utuh dan handal. Anda bisa langsung memberikan artikel atau
komentar pada ikon komentar di bawah artikel atau anda dapat
mengirimkan komentar ke email: [email protected]
kasih atas perhatiannya.Achmad Samsudin (c) 2008
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.
Pada Biooptik seri kedua ini aq suguhkan materi tentang Tanggap
Cahaya dan Tanggap Warna, serta pembahasan terkait, antara lain
buta warna. silahkan dibaca, kalo ada pembahasan yang kurang kasih
komentarnya, TANGGAP CAHAYABagian mata yang tanggap cahaya adalah
retina. Ada dua tipe fotoreseptor pada retina yaitu Rod (batang)
dan kone(kerucut). Rod dan Kone tidak terletak pada permukaan
retina melainkan beberapa lapis di belakang jaringan
syaraf.Distribusi Rod dan Kone pada retina a. Kone (kerucut)Tiap
mata mempunyai 6,5 juta kone yang berfungsi untuk melihat siang
hari disebut fotopik.Melalui kone kita dapat mengenal berbagai
warna, tetapi kone tidak sensitife terhadap semua warna, ia hanya
sensitive terhadap warna kuning, hijau (panjang gelombang 550 mm).
Kone terdapat terutama pada fovea sentralis.
b. Rod (batang)Dipergunakan pada waktu malam atau disebut
penglihatan Skotopik. Dan merupakan ketajaman penglihatan dan
dipergunakan untuk melihat ke samping: Setiap mata ada 120 juta
batang. Distribusi pada retina tidak merata, pada sudut 20 terdapat
kepadatan yang maksimal. Batang ini sangat peka terhadap cahaya
biru, hijau (510 mm).Tetapi Rod dan Kone sama-sama peka terhadap
cahaya merah (650 700 nn), tetapi penglihatan kone lebih baik
terhadap cahaya merah jika dibandingkan dengan Rod.TANGGAP
WARNASalah satu kemampuan mata adalah tanggap warna, namun
mekanisme tanggap warna tersebut belum diketahui secara jelas.
Dengan menggunakan pengamatan Skotopik pada intensitas cahaya yang
lemah, tidak ada respon terhadap warna tetapi dengan menggunakan
pengamatan Fotopik dapat melihat warna namun tidak bisa membedakan
warna pada objek yang letaknya jauh dari pusat medan
penglihatan.Teori Tanggap Warnakone berbeda dengan rod dalam
beberapa hal yaitu kone memberikan jawaban vang selektif terhadap
warna, kurang sensitif terhadap cahaya dan mempunyai hubungan
dengan otak dalam kaitan ketajaman penglihatan dibandingkan dengan
rod. Ahli faal Lamanov, Young Helmholtz berpendapat ada tiga tipe
kone yang tanggap terhadap tiga warna pokok yaitu: Biru, Hijau, Dan
Merah.Kone biruMempunyai kemampuan tanggap gelombang frekuensi
cahaya antara 400 dan 500 milimikron. Ini berarti kone biru dapat
menerima cahaya, ungu, biru dan hijau.Kone hijauBerkemampuan
menerima gelombang cahaya dengan frekuensi antara 450 dan 650
milimikron. Ini berarti kone hijau dapat mendeteksi warna biru,
hijau, kuning, orange dan merah.Kone merahDapat mendeteksi seluruh
gelombang cahaya tetapi respon terhadap cahaya orange kemerahan
sangat kuat daripada warna-warna lainnya.Ketiga warna pokok disebut
Trikhromatik. Teori yangdiajukan oleh Lamonov, Young Helmholtz
mengenai Trikhromatik sukar untuk dimengerti bagaimana kone dapat
mendeteksi warna menengah dari tiga warna pokok. Oleh sebab itu
timbul teoti tiga tipe Dikromat yaitu suatu warna menengah
terproduksi oleh karena dua tipe kone yang terangsang. Sebagai
contoh kone hijau dan merah terangsang bersamaan, tetapi kone hijau
terangsang lebih kuat daripada kone merah maka warna terproduksi
adalah kuning kehijauan. Apabila kone hijau dan kone biru
terangsang warna yang ditampilkan sebagai warna biru hijau. Jika
intensitas rangsangan terhadap kone hijau lebih besar dari kone
biru warna yang ditampilakan lebih hijau dan biru. Pada suatu
percobaan di mana mata disinari denaan spektrum cahaya kemudian
dibuat kurva respon dari pigmen peka cahaya akan tampak tiga warna
pigmen peka cahaya yang serupa dengan kurva sensitif untuk ketiga
tipe kone.Buta WarnaButa warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel
retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya. sel-sel
kerucut di dalam retina mata mengalami kelemahan atau kerusakan
permanen.a. Klasifikasi Buta Warna- TrikromasiYaitu mata mengalami
perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel sel
kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami
oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi pada Trikromasi:Protanomali,
seorang buta warna lemah mengenal merah.Deuteromalin, warna hijau
akan sulit dikenali oleh penderita.Trinomali, kondisi di mana warna
biru sulit di kenali penderita.- DikromasiKeadaan ketika satu dari
tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi turunan:
Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat
kecarahan warna merah atau perpaduannya kurang. Denteranopia,
retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna
hijau.Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan. -
MonokromasiMonokromasi sebenarnya sering dianggap sebagai buta
warna oleh orang umum. Kondisi ini ditandai oelh retina mata
mengalami kerusakan total dalam respon warna. Hanya warna hitam dan
putih yang mampu diterima retina.b. Penyebab Buta WarnaButa warna
adalah kondisi yang diturunkan secara genetik di bawah oleh
kromoson X pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anak.
Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu
menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata
berfungsi dengan normal.c. Fakta-Fakta Tentang Buta WarnaButa warna
lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
dengan perempuan sebanyak 99% seorang buta warna tidak mampu
membedakan antara warna hijau dan merah. Juga ditemukan kasus
penderita yang tidak bisa mengenali perbedaan antara warna merah
dengan hij au.Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang
diturunkan oleh ayah atau ibu. Belum dapat dipastikan berkaitan
jumlah penderita, akan tetapi sebuah penelitian menyebutkan sebesar
8-12% lelaki Eropa mengidap buta warna. Sementara presentase
perempuan Eropa yang buta warna adalah 0,5-1%. Tingkat buta warna
benua lain tentu bervariasi.Tidak ada cara mengobati buta warna
karena ia bukan kelainan cacat mata. Bisa jadi seorang buta warna
akan merasa tersiksa dengan keadaan ini. Sebagian perusahaan
menetapkan syarat bahwa pekerjaan harus tidak buta warna.Untuk
mengetahui apakah seseorang menderita buta warna, dilakukan dengan
menggunakan plat bernama Tshilhara.Seringkali orang awam menganggap
penyandang buta warna hanya mampu melihat warna hitam dan putih,
seperti menonton film bisa hitam putih. Anggapan ini sebenarnya
salah besar.Banteng ternyata buta warna. Kesan yang ditimbulkan
warna merah mengakibatkan binatang tersebut melonjak emosinya,
bukan akibat warna merah itu sendiri.Pada perang dunia ke II,
serdadu yang buta warna dikirim untuk melaksanakan misi tertentu.
Ketidakmampuan mereka untuk melihat warna hijau dialihfungsikan
untuk mendeteksi adanya kemunafikan yang dilakukan pihak
lawan.Setiap orang terlahir buta warna saat pertama kali
lahir.Penyandang buta warna selalu dihantui oleh pertanyaan warna
apakah ini?.Jika seorang tidak mempunyai kone merah, ia masih dapat
melihat warna hijau. kuning, orange dan warna merah dengan
menggunakan kone hijau tetapi tidak dapat membedakan secara tepat
antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak mempunyai
kone merah untuk kontras atau membandingkan dengan kone
hijau.Demikian pula jika seseorang kekurangan kone hijau, ia masih
dapat melihat seluruh warna tetapi tidak dapat membedakan antara
warna hijau, kuning, orance dan merah. Hal ini disebabkan karena
warna hijau yang sedikit tidak mampu mengkontraskan dengan kone
merah. Jadi tidak adanya kone merah atau hijau akan timbul
kesukaaran atau ketidakmampuan untuk membedakan warna antara,
keadaan ini disebut dengan keadaan buta warna merah hijau. Kasus
yang jarang sekali tetapi bisa terjadi seseorang kekurangan kone
biru, maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu, biru dan
hijau. Tipe buta warna ini disebut kelemahan biru.(sumber :
gabriel, fisika kedokteran & handoko, fisika kesehatan)About
these ads Like this:RelatedISYA 2013 : Catatan Kecil__02In
"Astronomi ITB"Kisi Kisi Middle Test Fisika Kpn121In "Fisika
Kesehatan"Tugas Model Linier Fisika KomputasiIn "Tugas
Matakuliah"