1 PENDIDIKAN PERDAMAIAN DALAM KELUARGA (Peranan Orang Tua dalam Penerapan Nilai-nilai Perdamaian dalam Keluarga di GKMI Siloam) RENDRA ANDI CHRISTIANTO Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah lembaga sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan aktif dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Di bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. 1 Segala sesuatu yang diajarkan di dalam keluarga baik hal positif maupun negatif, sangat berpengaruh pada anak, daripada bila diajarkan di lembaga-lembaga lain. Di dalam keluargalah dimulai pendidikan anak- anak. 2 Pada umumnya setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing- masing. Khususnya bagi keluarga Kristen, apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga, yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian juga pengendalian emosi tiap anggota keluarga, sehingga terwujudlah kebahagiaan dan keharmonisan. Keluarga Kristen di sini adalah ―gereja mini‖, yang menjadi pendidik para orang tua Kristen sesungguhnya adalah gereja. Dengan demikian gereja mempunyai peran yang sangat penting untuk fokus pada pemberdayaan keluarga melalui pengajarannya. Dalam konteks ini keluarga merupakan sarana yang istimewa bagi penerusan nilai-nilai agama. 3 Anak adalah karunia Tuhan, yang diberikan kepada orang tua tetapi anak tetap milikNya yang harus dididik bagi kemuliaan nama Tuhan. Karena keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dari Pendidikan Agama Kristen. 4 Anak perlu dididik tentang nilai-nilai perdamaian sejak dini supaya dapat mencegah timbulnya hal-hal negatif misalnya: kekerasan 1 Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 1. 2 R.I. Sarumpaet, Pedoman Berumahtangga, ed. E.E. Saerang (Bandung: Indonesia Publishing House, 1995), 125. 3 Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 11. 4 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, Pendidikan Agama Kristen,(Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 57.
31
Embed
Pendidikan Perdamaian Dalam Keluarga (Peranan Orang Tua ...€¦ · Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana . I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang . Keluarga . yan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENDIDIKAN PERDAMAIAN DALAM KELUARGA
(Peranan Orang Tua dalam Penerapan Nilai-nilai Perdamaian dalam Keluarga
di GKMI Siloam)
RENDRA ANDI CHRISTIANTO
Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah lembaga sosial terkecil dalam
masyarakat yang berperan aktif dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan
perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Di bidang pendidikan, keluarga merupakan
sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia
diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri.1 Segala sesuatu yang
diajarkan di dalam keluarga baik hal positif maupun negatif, sangat berpengaruh pada anak,
daripada bila diajarkan di lembaga-lembaga lain. Di dalam keluargalah dimulai pendidikan anak-
anak.2
Pada umumnya setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-
masing. Khususnya bagi keluarga Kristen, apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat
maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga, yaitu menyadari dan
mengerti perasaan, kepribadian juga pengendalian emosi tiap anggota keluarga, sehingga
terwujudlah kebahagiaan dan keharmonisan. Keluarga Kristen di sini adalah ―gereja mini‖, yang
menjadi pendidik para orang tua Kristen sesungguhnya adalah gereja. Dengan demikian gereja
mempunyai peran yang sangat penting untuk fokus pada pemberdayaan keluarga melalui
pengajarannya. Dalam konteks ini keluarga merupakan sarana yang istimewa bagi penerusan
nilai-nilai agama.3 Anak adalah karunia Tuhan, yang diberikan kepada orang tua tetapi anak tetap
milikNya yang harus dididik bagi kemuliaan nama Tuhan. Karena keluarga merupakan tempat
yang pertama dan utama dari Pendidikan Agama Kristen.4 Anak perlu dididik tentang nilai-nilai
perdamaian sejak dini supaya dapat mencegah timbulnya hal-hal negatif misalnya: kekerasan
1Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga(Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003), 1. 2R.I. Sarumpaet, Pedoman Berumahtangga, ed. E.E. Saerang (Bandung: Indonesia Publishing
4 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, Pendidikan Agama Kristen,(Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 57.
2
dalam keluarga, tawuran antar pelajar, romantis tapi sadis dalam hal berpacaran, dan permusuhan
antara kelompok-kelompok pelajar maupun orang dewasa yang dilakukan oleh generasi muda,
termasuk pemuda-pemudi Kristen sebagai penerus bangsa.
Keluarga Kristen di GKMI Siloam sebagai keluarga Kristen yang tidak lepas dari
keluarga-keluarga Kristen yang lain, yang seharusnya wajib menerapkan nilai-nilai perdamaian
dalam keluarganya. Penerapan nilai perdamaian dalam keluarga di GKMI Siloam perlu
dideskripsikan, oleh karena itu diadakan penelitian secara khusus di GKMI Siloam berkaitan
dengan peranan orang tua dalam penerapan nilai-nilai perdamaian dalam keluarganya.
Penelitian ini dilakukan karena GKMI Siloam sudah memiliki bukti tentang upaya
perdamaian. Dalam kalender gerejawi pun gereja sudah memiliki bulan-bulan pengajaran tertentu
misalnya: Bulan Keluarga, Bulan Perdamaian, dan Bulan Misi. Secara khusus dalam lagu Mars
GKMI berjudul ―GKMI Membawa Damai‖.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara-cara gereja memberdayakan orang tua untuk mendidik keluarganya
tentang nilai-nilai perdamaian?
2. Bagaimana cara-cara orang tua menerapkan nilai-nilai perdamaian dalam keluarganya?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendiskripsikan cara-cara gereja memberdayakan orang tua untuk mendidik keluarganya
tentang nilai-nilai perdamaian.
2. Mendiskripsikan cara-cara orang tua menerapkan nilai-nilai perdamaian dalam
keluarganya.
1.4 Signifikansi
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini untuk mengetahui peran yang dilakukan, baik
yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, sehingga orang tua menjadi sadar akan pentingnya
pendidikan perdamaian dalam keluarga. Khususnya untuk pembinaan warga gereja.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa masa sekarang. Penelitian
deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal secara sistematis, faktual dan
3
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu yang ada di lapangan.5 Dalam
penelitian ini akan mendiskripsikan bagaimana cara GKMI Siloam dalam membekali orang tua
berkaitan dengan nilai perdamaian dan bagaimana cara orang tua dalam menerapkan nilai-nilai
perdamaian dalam keluarganya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang mempergunakan data verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis. Data
sebagai bukti dalam menguji kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis, tidak diolah melalui
perhitungan matematik dengan berbagai rumus statistika. Pengolahan data dilakukan secara
rasional dengan mempergunakan pola berpikir tertentu menurut hukum logika.6 Peneliti akan
memakai metode penelitian ini di GKMI Siloam. Data penelitian dikumpulkan melalui beberapa
teknik dan sumber data sebagai berikut :
a. Interview/Wawancara
Teknik wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data primer. Teknik ini
bertujuan untuk mendapatkan keterangan yang lebih mendalam tentang objek yang diteliti.
Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang
terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan. Dengan memberi pertanyaan yang
terarah diharapkan data lebih mudah diolah sehingga memungkinkan analisa yang kualitatif
serta kesimpulan yang dapat dipertanggung-jawabkan. Sebagai informan dalam penelitian ini
peneliti akan mewawancarai 1 (satu) pendeta, serta 3 (tiga) majelis gereja.
b. FGD (Focus Group Discussion)
FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik
pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger7
menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan
lamanya diskusi, pengaturan posisi duduk, menentukan tempat diskusi, serta menentukan
komposisi kelompok. Dalam diskusi FGD peneliti akan dibantu 1 orang teman sebagai
pencatat proses yang berlangsung. Sedangkan peneliti sendiri sebagai moderator penghubung
dengan peserta dan pengatur logistik. FGD akan dilakukan kepada warga dewasa, dan
pemuda-remaja.
5Sumardi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), 18. 6Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1983), 32. 7 Richard A. Krueger, Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research (Newburg Park
Calif: Sage Publications, 1998)
4
c. Kepustakaan
Melalui studi kepustakaan ini, diharapkan akan memperoleh bahan-bahan yang tepat
dan sesuai dengan topik. Selain itu studi kepustakaan ini bermanfaat sebagai salah satu
narasumber, demi menyusun landasan teoritis yang akan digunakan dalam menganalisa data
dari hasil penelitian di lapangan.
d. Lokasi Penelitian
Peneliti akan meneliti di GKMI Siloam, Jl. Talangtirto No.5, Salatiga – Jawa Tengah.
II. TEORI RUJUKAN UNTUK PERDAMAIAN DALAM KELUARGA
2.1 Pendidikan Perdamaian
Di dalam konsep Pendidikan Perdamaian ada dua dasar pengertian, yaitu
―pendidikan‖ dan ―perdamaian‖.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan dilihat dari sudut etimologinya bahwa istilah ―pendidikan‖ merupakan
terjemahan dari ―education‖ dalam Bahasa Inggris. Kata ―education‖ berasal dari Bahasa
Latin: ducare yang berarti membimbing (to lead), ditambah awalan ―e‖ yang berarti keluar
(out). Jadi istilah dasar dari pendidikan adalah: suatu tindakan untuk membimbing keluar.8
Secara teoritis filosofis pendidikan adalah: pemikiran manusia terhadap masalah-masalah
kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru berdasarkan pemikiran-
pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofis, maupun historis filosofis.
Sedangkan dalam pengertian praktis, pendidikan adalah suatu proses pemindahan
pengetahuan atau pengembangan potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai
perkembangan secara optimal, serta membudayakan manusia melalui proses transformasi
nilai-nilai yang utama.9
Pengertian Perdamaian
Kata perdamaian berasal dari kata ―damai‖ yang bisa berubah konsepsi sesuai waktu
dan budaya. Sementara konsep damai dapat diartikan dalam dua perspektif, yaitu perspektif
yang tegas (positive) dan sangkalan (negative). Secara tegas (positive) damai melibatkan
pembangunan dan pengembangan masyarakat sehingga tidak terhindar dari kekerasan
8 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, pendidikan agama kristen, (Bandung: Jurnal Info Media,
2007), 57. 9 Tony Tampake, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk (Salatiga: Griya
Media, 2011), 22-23.
5
langsung dan kekerasan struktural atau ketidakadilan sosial. Dalam hal ini damai berarti
suatu kualitas kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan harkat, martabat, dan
hak-hak asasinya sebagai manusia sehingga memungkinkan mereka untuk berinteraksi
dengan adil, setara, dan rukun. Secara sangkalan (negative) damai berarti ketiadaan
kekerasan ragawi (physical violence) dalam skala besar dan ketiadaan keadaan perang
(condition of war) di dalam sebuah masyarakat.10
Makna damai dalam teks-teks Alkitab, beberapa teks dalam Perjanjian Lama juga
mengartikan damai sebagai hal yang bertentangan dengan segala jenis konflik termasuk
didalamnya adalah perang. Kremer,11
sebagai contoh, menegaskan hal ini dengan mengambil
Pengkhotbah 3:8 ―… ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk damai‖ sebagai bukti
bahwa damai bertentangan dengan perang. Damai dimaknai sebagai keadaan setelah
berakhirnya perang, yakni ketika pemenang menentukan nasib pihak yang kalah. Maka
damai menjadi diartikan sebagai pengaturan relasi legal yang ditentukan oleh pihak
pemenang terhadap wilayah-wilayah taklukan.
Dalam teks-teks Perjanjian Baru, dimensi transendental dari damai sangat kental
dalam ajaran-ajaran Tuhan Yesus. Walaupun tak dapat dipungkiri, Tuhan Yesus
menggunakan kata damai (eirene) sebagai salam perjumpaan dan salam perpisahan namun
salam tersebut memuat berkat yang tercurah karena peranan Tuhan. Disamping itu, Yesus
mengajarkan ideal damai yang terkait erat dengan ajaran utamaNya tentang Kerajaan Allah.
Secara simplistis, Kerajaan Allah digambarkan sebagai situasi ketika dan dimana Tuhan
―meraja‖. Tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah adalah ketika kedamaian, keadilan, kasih,
kerendahan hati, pengampunan, penghargaan pada martabat manusia dan kesejahteraan
menjadi nilai-nilai yang menentukan kehidupan manusia. Jadi dalam ajaran Yesus tentang
Kerajaan Allah, damai merupakan kondisi yang tak boleh tidak ada (conditio sine qua non)
dalam Kerajaan Allah. Tanpa damai, Kerajaan Allah tak dapat terhadirkan dan tanda dari
kehadiran Kerajaan Allah adalah kehadiran damai itu sendiri. Ajaran Tuhan Yesus yang
teramat konkrit tentang damai dalam bingkai konsep Kerajaan Allah termuat dalam catatan-
catatan sebagaimana yang dipreservasi oleh Injil Matius, yang terkenal sebagai Khotbah di
Bukit (Matius pasal 5-7). Tiga hal yang sangat menonjol dalam Khotbah di Bukit berkaitan
dengan konsep damai adalah penekanan solidaritas pada kaum miskin, tindakan etis yang
10
Ibid, 25. 11
Yusak B, Setyawan, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk (Salatiga:
Griya Media, 2011), 29.
6
melampaui ortodoksi/legalisme keagamaan dengan kasih radikal sebagai daya penggerak,
serta citra Tuhan Allah sebagai sosok yang sangat amat baik dan berbelas kasih. Menurut
Paulus, Yesus adalah pembawa damai yang menyebabkan relasi antara Allah dan manusia
dipulihkan. Bahkan dalam beberapa bagian tulisannya, Paulus menyebut Yesus sebagai
Dialah damai kita dan pembawa kabar baik tentang damai. Maka dalam kaitannya dengan
ide tersebut di atas, Tuhan Yesus diimani sebagai pembawa keselamatan, juruselamat.
Dengan demikian, orang-orang yang mengalami damai adalah mereka yang hidup di dalam
Kristus, begitu kata Paulus dalam Surat Roma.12
Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas, maka dapat dipahami pendidikan
perdamaian didefinisikan sebagai sebuah area edukasi interdisipliner yang tujuannya adalah
pengajaran – formal maupun informal – tentang perdamaian dan untuk perdamaian. Maksud
pendidikan perdamaian tersebut adalah untuk menolong individu dan masyarakat agar
mereka mendapatkan keterampilan dalam menyelesaikan konflik tanpa menggunakan
kekerasan dan memperkuat keterampilan mereka demi aksi yang lebih aktif dan bertanggung
jawab di dalam masyarakat ketika mereka mempromosikan nilai-nilai perdamaian. Karena
itu, tidak seperti konsep resolusi konflik yang berlaku surut (retroactive) – berupaya
menyelesaikan konflik sesudah konflik itu terjadi – pendidikan perdamaian memiliki
pendekatan yang lebih proaktif. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya konflik atau
untuk mendidik individu-individu dan masyarakat agar dapat mewujudkan eksistensi yang
damai berdasarkan sikap hidup non kekerasan, toleransi, kesetaraan, penghormatan terhadap
perbedaan, dan keadilan sosial.13
2.2 Pengertian Gereja
Gereja adalah persekutuan orang beriman.14
Dalam Perjanjian Baru, kata yang
dipakai untuk menyebutkan persekutuan orang beriman adalah Ekklesia, diartikan sebagai
umat Allah yang terpanggil keluar untuk tujuan khusus dan pasti. Gereja dalam Perjanjian
Lama ditempatkan dalam sejarah keselamatan bangsa Israel.15
Dalam Ulangan 7:8
disebutkan bahwa Tuhan Allah sendirilah yang memangil Israel untuk menjadi umatNya.16
Walaupun dalam Perjanjian Baru jelas bahwa gereja mula-mula tidak melihat keberadaannya
12
Ibid., 39-40. 13
Ibid. 14
G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
359. 15
Ibid., 12. 16
H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 363.
7
sebagai kelanjutan dari bangsa dan agama Yahudi. Namun karya keselamatan Allah yang
diwujudnyatakan dalam Gereja sudah mulai dilaksanakan dalam sejarah bangsa Israel.
Secara teologis Gereja adalah tubuh Kristus dimana Kristus adalah kepala dan Gereja adalah
anggota tubuhNya. Gereja ada karena Kristus sendiri yang memanggil.17
Gereja memiliki tiga tugas pangilan yaitu:
a. Koinonia (persekutuan)
Koinonia adalah tugas menyatakan persekutuan atau persatuan sebagai umat di dalam
Yesus Kristus. Kita harus bersekutu dengan saling melayani dan membantu satu
dengan yang lain. Persekutuan itu adalah tindakan menghadirkan kasih Kristus dalam
kehidupan kita lewat ibadah dan persekutuan lainnya.
b. Diakonia (pelayanan)
Diakonia adalah pelayanan yang dilakukan kepada sesama di dalam maupun di luar
kehidupan bergereja, karena kita tidak dapat menutup mata terhadap realitas di luar
kehidupan bergereja.
c. Marturia (kesaksian)
Marturia adalah penjelasan atas perbuatan kita yang bersekutu dan melayani. Tidak
melakukan kristenisasi dalam arti memaksa orang lain untuk mengakui Yesus sebagai
Tuhan dan Juruselamat tetapi dibalik semua tindakan itu, ada kasih Tuhan Yesus
Kristus pada manusia.18
Gereja Mennonite
Gereja Mennonite adalah cabang dari Gereja Kristen, dimulai di Swiss tahun 1525
dengan akar di sayap radikal dari abad ke-16 bagian dari Reformasi Protestan yang berupaya
memulihkan Gereja Perjanjian Baru. Di dalam kepercayaan dan pengungkapan imannya
Gereja Mennonite sungguh-sungguh mengakui ke-Tuhan-an Yesus Kristus dan terikat secara
mutlak pada Alkitab dan berupaya memajukan persaudaraan, memelihara ajaran dan
kehidupan yang bersih, dan melayani sebagai suatu kesaksian terhadap orang lain.19
Istilah Mennonite berasal dari nama Menno Simons, seorang imam dan tokoh
gerakan Anabaptis negara Belanda yang menganut garis moderat – anti kekerasan dan
17
T. Jacobs S.J. Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990),12-13. 18