1 | Pendidikan Islam dalam Bingkai Nusantara STIT SIFA BOGOR PENDIDIKAN ISLAM DALAM BINGKAI NUSANTARA Disampaikan oleh : EDY Pada kuliah umum di STIT SIFA Bogor tanggal 26 September 2015 A. Pendahuluan Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang “islam nusantara” yang jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, pada 1 – 5 Agustus yang lalu. Sebagian pakar setuju dengan konsep tersebut, namun tidak sedikit yang meragukan dengan gagasan tersebut karena dianggap bagian dari rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid. Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga berpotensi besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, sehingga akan muncul istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Australia, dan sebagainya. Gagasan Islam nusantara disinyalir akan memicu sikap saling menonjolkan kedaerahannya didalam eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Qur’an dengan langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh, Palembang. Bagi pengusung ide “islam nusantara”, – sebagaimana dikatakan oleh Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
PENDIDIKAN ISLAM DALAM BINGKAI NUSANTARA
Disampaikan oleh : EDY
Pada kuliah umum di STIT SIFA Bogor tanggal 26 September 2015
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang “islam nusantara” yang
jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur,
pada 1 – 5 Agustus yang lalu. Sebagian pakar setuju dengan konsep tersebut,
namun tidak sedikit yang meragukan dengan gagasan tersebut karena dianggap
bagian dari rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah
digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid.
Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga berpotensi
besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, sehingga akan muncul
istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Australia, dan sebagainya.
Gagasan Islam nusantara disinyalir akan memicu sikap saling menonjolkan
kedaerahannya didalam eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Qur’an
dengan langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang
bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh,
Palembang.
Bagi pengusung ide “islam nusantara”, – sebagaimana dikatakan oleh
Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin
Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks
budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya
sinkretisme yang memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan
kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh
pendahulu kita walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena
2 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
bagaimanapun juga dasar-dasar islam dan semua referensi pokok dalam ber-
islam berbahasa Arab.
Terlepas dari pro dan kontra yang berkaitan dengan “tema” Islam
nusantara, Bagaimanakah posisi pendidikan Islam dalam bingkai nusantara ini?
B.Pembahasan
Indonesia adalah bangsa yang besar sebelum nama “Indonesia” ini
terbentuk kebesaran Indonesia itu bisa terbentuk karena keragaman budaya yang
ada di dalamnya, karena dari segi sejarah ada beberapa peradaban yang yang
berbasiskan keagamaan yang menguasai nusantara ini mulai dari masa pra
sejarah, pra colonial dengan berpengaruh besarnya kerajaan hindu budha kutai,
tarumanegara, kalingga, sriwijaya, sailendra, medang, kahuripan, sunda, Kediri,
dharmasraya, singasari, majapahit, dan malayapura, setelah kerajann hindu
budha padam dan meninggalkan peninggalan yang berharaga, k masuklah islam
di Indonesia dan berdiri kerajaan –kerjaan besar pada masanya seperti
kesultanan samudra pasai, ternate, pagaruyung, malaka, indrapura, demak dan
Aceh, dan pada tahun 1600-1904 muncul juga kerajaan- kerajaan Kristen di
Indonesia yakni kerajaan larantuka yang berada di pulau Naga sekarang
disebut sebagai pulau plores.1
Berbagai kekuatan dunia pernah menguasai Nusantara dalam perjalanan
panjangnya Islamlah yang paling memiliki peran dan mampu bertahan sampai
saat ini sehingga berkat perjuangan umat Islamlah Indonesia ini terwujud.2
1 Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia , Jogjakarta: Diva Press,20`14, h. 207
2 Sebelumnya kata Indonesia belum dikenal penjajah mengenalnya denga nama Nederlandsch_ Indie,
pemerintah jepang menggunakan Istilah To-Indo (hindia Timur) Nama Indonesia baru- benar-benar digunakan
setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang bernama Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) orang
Indonesia yang tercatat pertamakali menggunakan kata Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Kihajar
Dewantara) tahun 1913 karena ia mendirikan sebuah biro press denagn nama indonesische persbureau, Adi
Sudirman, Ibid, 12-13
3 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
Keberadaan madrasah pada saat ini tidak bisa dipisahkan dari keberadaan
pesantren dan perkembangannya di tanah air, keberadaan pesantren sangat
strategis sejak awal perkembangan islam di Indonesia, merebut, dan mengisi
kemerdekaan bahkan sampai saat ini tidak bisa diabaikan pesantren seolah
mengawal keberadaan madrasah.
Berbicara tentang pendidikan Islam tentu tidak dapat dipisahkan dengan
madrasah. Dalam perjalannya Sejak awal diterapkannya sistem madrasah di
Indonesia pada sekitar awal abad ke-20, madrasah telah menampilkan
identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Identitas itu tetap dipertahankan
meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang tidak kecil,
dalam sejarah pendidikan di Indonesia paling tidak ada beberapa perubahan
kurikulum dalam sistem pendidikan nasional yakni: pertama kurikulum 1947
yang disebut dengan rencana pelajaran, kedua, kurikulum 1952 yang disebut
dengan rencana pelajaran terurai 1952, ketiga kurikulum 1964 yang disebut
dengan rencana pendidikan 1964 yang menekankan kepada pancawardana yang
meliputi daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral, keempat kurikulum 1968
yang diistilahkan dengan pancawardana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
kelima, kurikulum 1975 adanya CBSA, keenam, kurikulum 1984 pemantapan
CBSA, Ketujuh, kurikulum 1994 adanya pembagian waktu dari semester ke
caturwulan, kedelapan, kurikulum 2004 Kurikulum berbasis Kompetensi
(KBK) dan Kesembilan kurikulum 2006 kurikulum tingkat satuan Pendidikan
(KTSP). Kesepuluh, kurikulum 2013 walaupun pernah diterapkan disekolah dan
dikembalikan kembali ke kurikulum 2006 namun beberapa madrasah tetap
menjalankan kurikulum 2013 tersebut.
Pada masa Orde baru di bawah pimpinan Soeharto yang telah berkuasa
hamper tiga puluh dua tahun pada awal kepemimpinan terlihat kontraproduktif
dengan umat Islam idenya tentang asas tunggal misalnya bertahan cukup lama
dan pada gilirannya sangat memperngaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara
4 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
umat Islam harus berjuang keras agar diakuinya madrasah sebagai salah satu
sistem pendidikan nasinal.
Sebelum dikeluarkannya SK tiga menteri dalam dekade 1970-an
madrasah terus dikembangkan, untuk memperkuat keberadaannya, namun yang
terjadi pada awal tahun 1970an justru pemerintah terkesan mengisolasi
madrasah sehingga tidak menjadi bagian dari sisitem pendidikan nasional
sebagaimana Keputusan presiden (kepres) no 34 tanggal 18 April tahun 1972
tentang “Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan”dimana
keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal: pertama, Menteri pendidikan dan
kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum
dan kejuruan, kedua, menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja dan pegawai negeri.
Ketiga, Ketua lembaga administrasi negara bertugas dan bertanggung jawab
atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.3
Selanjutnya kepres nomor 34 Tahun 1972 dipertegas oleh Inpres Nomor
15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII
tahun 1966 menjelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam
pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan diatur dikelola oleh
Departeman Agama sedangkan Madrasah dalam TAP MPRS nomor 2 tahun
1960 adalah lembaga pendidikan otonom dibawah menteri agama. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum
namun juga bersifat kejuruan. Sementara kepres nomor 34 tahun 1972 dan
Inpres No.15 tahun 1974 menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan
umum dan kejuruan sepenuhnya sepenuhnya berada dibawah tanggung jawab
mendikbud, secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya
penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum
3 Samsul Nizar, Sejarah Pemdidikan Islam,….. ibid 362
5 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
nasional kepada mendikbud. kebijakan pemerintah ini dinilai tidak
menguntungkan umat Islam yang akhirnya menimbulkan respon yang cukup
keras yang berdatangan dari para ulama dan madrasah swasta.
Ketegangan ini wajar saja muncul dan dirasakan oleh umat Islam. Betapa
tidak, pertama, sejak diberlakunya UU No. 4 tahun 1950 jo UU No. 12 tahun
1954, masalah madrasah dan pesantren tidak dimasukkan dan bahkan tidak
disinggung sama sekali, yang ada hanya masalah pendidikan agama di sekolah
(umum). Dampaknya madrasah dan pesantren dianggap berada di luar sistem.
Kedua, umat Islam pun “curiga” bahwa mulai muncul sikap diskriminatif
pemerintah terhadap madrasah dan pesantren. Dan kecurigaan itu pun diperkuat
dengan dikeluarkannya Keppres 34/1972 yang kemudian diperkuat dengan
Inpres 15/1974 yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan madrasah
dari pendidikan nasional.
Munculnya reaksi dari umat Islam ini disadari oleh pemerintah Orde
Baru. Berkaitan dengan Keppres 34/1972 dan Inpres 15/1974, kemudian
pemerintah mengambil kebijakan yang lebih operasional dalam kaitan dengan
madrasah, Melalui desakan yang terus menerus terutama respon yang ditujukan
oleh Majlis pertimbangan pendidikan dan Pengajaran agama (MP3A) yang
menegaskan bahwa madrasah telah memberikan kontribusi yang cukup besar
dalam proses pembangunan.
Karena desakan yang kuat kemudian pemerintah secara aktip menyikapi
tuntutan umat Islam tersebut kemudian pemerintah mengadakan sidang kabinet
terbatas pada tanggal 26 November 1974 yang salah satu hasilnya adalah
kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kementerian dalam negeri
mengenai peningkatan mutu madrasah.4
4 Samsul Nizar, Sejarah Pemdidikan Islam… ibid 363
6 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
Sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan madrasah inilah,
pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan kebijakan berupa Surat Keputusan
Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama (Prof. Dr.
Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif
Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Machmud).
Diantara ketentuan yang dikeluarkan oleh SKB tiga menteri tersebut
adalah menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
diberikan sekurang-kurangnya tiga puluh persen disamping mata pelajaran
umum.
Beberapa permasalahan yang muncul setelah diberlakukannya SKB tiga
menteri antara lain:
1. Berkurangnya muatan materi pendidikan agama. Hal ini dilihat sebagai
upayapendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum
agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati,
apalagi kemudian dikurangi.
2. Tamatan Madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak
mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
3. Diakui bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-undangan
negara, memunculkan dualisme sistem Pendidikan di Indonesia.
Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang belum
dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya berkenaan
dengan sistem pengajarannya tetapi juga menjurus pada keilmuannya.
Pola pikir yang sempit cenderung membuka gap antara ilmu-ilmu agama
Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu
bukan Islam (kafir).5
5 Muhammad Isnaini, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang) Madrasah Sebagai
The Centre Of Excellence. Makalah yang tidak diterbitkan, tt.
7 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
Sebagai warisan (legacy) Islam yang sangat penting, pendidikan Islam
Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan dalam pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Dewasa ini pendidikan Islam (al-tarbiyah al-islamiyah) ¬–
khususnya dalam kewenangan Kementerian agama-- telah berkembang dalam
jenis dan ragam yang dapat dikategori dalam dua kelompok besar. Pertama,
pendidikan Islam sebagai lembaga atau program. Dalam praktiknya, pendidikan
Islam kategori ini mencakup setidaknya 6 (enam) jenis lembaga/program, yaitu:
1. Pondok Pesantren dan Diniyah (Ula, Wustha, ’Ulya) dan Ma’had ’Aly
(Pesantren Luhur) dengan segala variasi dan kualitasnya.
Lembaga/program ini telah memperoleh kedudukan yang semakin kokoh
melalui UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 dan PP
55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan;
2. Madrasah (MI, MTs, MA) yang disebut sebagai ‘pendidikan umum berciri
khas Islam’ yang dalam praktiknya ‘sama tapi tak sebangun’ dengan
sekolah;
3. Perguruan tinggi Islam dengan keragamannya seperti Sekolah Tinggi,
Institut (negeri dan swasta) dan Universitas (UIN) yang memperoleh
kedudukan khusus dalam UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi;
4. Pendidikan usia dini/TK/RA/BA yang diselenggarakan oleh dan/atau
berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam;
5. Pelajaran agama Islam (PAI) di Sekolah/Madrasah/Perguruan Tinggi
sebagai suatu mata pelajaran, mata kuliah, dan/atau sebagai program
studi;
6. Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, forum-
forum kajian keislaman, majelis ta’lim, dan institusi-institusi lainnya
8 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R
yang digalakkan masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur
pendidikan non formal dan informal.
Saat ini semenjak diberlakukannya Undang-undang sisdiknas no 20 tahun
2003 secara teori sudah tidak ada lagi perbedaan antara madrasah dan sekolah,
namun dualisme pendidikan antara kemenag dan depdiknas menjadi
permasalahan yang sampai sekarang tidak dapat terselesaikan hal ini dapat
dimaklumi karena sekolah dan madrasah di Indonesia memiliki latar belakang
yang panjang dan dua lisme ini bisa saja disebut menjadi ciri khas dari
pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan data statistik madrasah pada tahun 2007/2008 Pendataan
RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008
encakup 33 propinsi. Jumlah lembaga yang berhasil didata sebanyak 18.759