Belajea: Jurnal Pendidikan Islam vol. 3 , no 02, 2018 STAIN Curup – Bengkulu | p-ISSN 2548-3390; e-ISSN 2548-3404 Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural Masnur Alam, Daflizar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci [email protected], [email protected]Abstract: Which is prone to cause conflict, thus State Islamic Institute of Kerincias one of the stateuniversities feels obliged to include multicultural courses into its curriculum.The purpose of this study was to know the implementation of "Islamic Education with Multicultural Insights" at the State Islamic Institute ofKerinci. This research was a field research study, with the qualitative type. The main instruments were observation, in- depth interviews, and documentation. The findings of the study are: That the State Islamic Institute ofKerincihas implemented Islamic education with multicultural insights through the lecture process, beginning with designing a syllabus that contains the strengthening of the theory, that God has created cultural diversity which is sunnatullah, rahmat, assets, strength, unifying tool that must be appreciated and thankful for, and that cultural diversity, peace and harmony have received a positive response from the students that they canapply in their daily life and even they are be able to be a massive pioneer in creating peace and harmony in society. Key terms: Islamic Education With Multicultural Insigths, Peace, Harmony Abstrak: Penelitian ini dilatar belakangi oleh karena masyarakat Kerinci merupakan masyarakat yang majemuk terdiri dari bermacam etnis, suku dan budaya, yang rawan menimbulkan konflik, maka IAIN Kerinci merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri merasa berkewajiban untuk memasukkan mata kuliah multikultural ke dalam kurikulum. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui “Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural: Studi Implementasi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci”. Penelitian ini merupakan penelitian field research, dengan jenis kualitatif. Instrumen utamanya adalah observasi, wawancara mendalam, serta studi dokumentasi. Temuan penelitian adalah: Bahwa IAIN Kerinci telah mengimplementasi pendidikan Islam berwawasan multikultural melalui proses perkuliahan, diawali dengan membuat Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang berisi penguatan teori, bahwa Allah telah menciptakan keragaman budaya yang merupakan sunnatullah, rahmat, asset, kekuatan, perekat yang harus dihargai dan disyukuri, serta keragaman budaya, kedamaian dan harmoni, ini mendapat
22
Embed
Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural Masnur Alam ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Belajea: Jurnal Pendidikan Islam vol. 3 , no 02, 2018 STAIN Curup – Bengkulu | p-ISSN 2548-3390; e-ISSN 2548-3404
Abstract: Which is prone to cause conflict, thus State Islamic Institute of Kerincias one of the stateuniversities feels obliged to include multicultural courses into its curriculum.The purpose of this study was to know the implementation of "Islamic Education with Multicultural Insights" at the State Islamic Institute ofKerinci. This research was a field research study, with the qualitative type. The main instruments were observation, in-depth interviews, and documentation. The findings of the study are: That the State Islamic Institute ofKerincihas implemented Islamic education with multicultural insights through the lecture process, beginning with designing a syllabus that contains the strengthening of the theory, that God has created cultural diversity which is sunnatullah, rahmat, assets, strength, unifying tool that must be appreciated and thankful for, and that cultural diversity, peace and harmony have received a positive response from the students that they canapply in their daily life and even they are be able to be a massive pioneer in creating peace and harmony in society.
Key terms: Islamic Education With Multicultural Insigths, Peace, Harmony
Abstrak: Penelitian ini dilatar belakangi oleh karena masyarakat Kerinci merupakan masyarakat yang majemuk terdiri dari bermacam etnis, suku dan budaya, yang rawan menimbulkan konflik, maka IAIN Kerinci merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri merasa berkewajiban untuk memasukkan mata kuliah multikultural ke dalam kurikulum. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui “Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural: Studi Implementasi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci”. Penelitian ini merupakan penelitian field research, dengan jenis kualitatif. Instrumen utamanya adalah observasi, wawancara mendalam, serta studi dokumentasi. Temuan penelitian adalah: Bahwa IAIN Kerinci telah mengimplementasi pendidikan Islam berwawasan multikultural melalui proses perkuliahan, diawali dengan membuat Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang berisi penguatan teori, bahwa Allah telah menciptakan keragaman budaya yang merupakan sunnatullah, rahmat, asset, kekuatan, perekat yang harus dihargai dan disyukuri, serta keragaman budaya, kedamaian dan harmoni, ini mendapat
respons positif dari mahasiswa, mereka dapat membiasakan, menerapkan bahkan mampu menjadi pelopor secara masif dalam menciptakan kedamaian dan kehermonisan dalam masyarakat.
Kata Kunci: Pendidikan Islam Multikultural, Kedamaian, Keharmonisan
Pendahuluan
Hampir 200 bahasa dan lebih dari 13,500 pulau, serta keragaman
Masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang multikultural,
sebagaimana disebut dalam Indosiar Tv dalam acara Mata Indonesia tanggal 19
Juli 2015 yang terdiri dari lebih kurang 1.128 suku bangsa, 350 kelompok etnis,
menggunakan agama. Oleh karena itu masyarakat Indonesia dapat disebut
sebagai masyarakat yang multikultural terbesar di dunia.. Dengan kondisi
masyarakat yang multikultural tersebut, maka Indonesia merupakan negara yang
sangat rawan terjadinya konflik, baik dalam bentuk konflik horizontal dan
vertikal, baik konflik darat maupun maritin. Terjadi dari tingkatan akar rumput
rakyat biasa, sampai ke tingkatan elit. Dilakukan baik sipil maupun aparat
meliter.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui kebijakan pada lembaga
pendidikan, yaitu dengan mengimplementasikan Pendidikan Islam yang
berwawasan multikultural. Namun pemasalahannya, bila diamati pendidikan
Islam yang diberikan di perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya belum
banyak mengimplementasikan pendidikan Islam yang berwawasan
multikultural, padahal sudah terjadi perubahan atau perkembangan yang cukup
deras pada struktur masyarakat, terutama segi kultural dari kelompok homogen
ke hetrogen, dari masyarakat statis ke dinamis. Dalam menghadapi perubahan
sosial yang sangat deras tersebut, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak
menerima perbedaan apapun di negeri ini, termasuk diversitas budaya,
heterogenitas masyarakat, dan keragaman suku bangsa.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Kerinci, telah memasukkan kurikulum “pendidikan
multikultural” diantaranya pada Jurusan Bimbingan Konseling Pendidikan Islam
(BKPI), pada sementer genap, telah mencoba merespons terhadap isu-isu
Masnur Alami, Daflizar: Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural | 105
kontemporer melalui pendidikan Islam berwawasan multikultural dalam bentuk
“pendidikan hadhari” (pendidikan berperadaban dan berkemajuan) menjadikan
ilmu ke-Islam-an sebagai rahmatan lil alamin tanpa membedakan golongan, ras,
suku, bangsa maupun agama, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini
sesuai dengan apa yang diungkapkan Mastuki 1 bahwa PTAI merupakan bagian
dari institusi sosial (sosial institutions) yang saling memengaruhi satu sama lain,
merupakan bagian komunitas dunia yang terus bergerak. Globalisasi berikut
dampak iringannya (naturant effect) sedikit banyak mengguncang pertahanan
PTAI. Pada aras inilah perombakan kurikulum menemukan titik terangnya,
perlu direvisi atau diperbaiki.
Maka problema multikultural perlu dikelola secara positif yang diintegrasi
dengan pendidikan Islam, diyakini mampu memberi alternatif dengan mencari
strategi khusus untuk menemukan solusi atas persoalan multikulturalisme
tersebut. Jurusan Konseling Pendidikan Islam (BKPI) beserta dengan para
dosen pengasuh telah berupaya mengambil kebijakan dan upaya reformatif dan
rekonstruktif serta memiliki kemampuan responsif (responsive cafabaliti) terhadap
fenomina sosial yang berkembang dewasa ini, selalu meningkatkan
kemampuannya dalam menghadapi perubahan masyarakat yang sangat cepat,
serta dapat memberi kontribusi yang konstruktif positif serta merespons kondisi
masyarakat yang multikultural.
Ini diakui sebagai tantangan (challenger), namun dalam hal ini sekaligus
dapat dijadikan sebagai peluang dan kesempatan (opportunities) untuk menyadari
atas segala kelemahan yang bisa dimanfaatkan dalam mengumpulkan kekuatan
dengan melakukan perubahan agar tetap eksis dan diminati masyarakat secara
luas. Harapannya, pendidikan Islam berwawasan multikultural dapat menanam
simpati, apresiasi, dan empati terhadap penganut budaya yang berbeda. Lebih
jauh lagi penganut budaya dan agama yang berbeda dapat belajar untuk melawan
ketidaktoleranan, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik
dan uniformitas global.
1 Mastuki, Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi dan Akseptabilitas Stakeholders (Pemikiran untuk
Perombakan Kurikulum di PTAI), Disamapaikan pada Seminar Reorientasi Kurikulum dan Kerja sama Lembaga STAIN Kerinci, Rabu, 8 Januari 2014.
Pendidikan multikultural menurut Amir Rusdi2 dimaknai sebagai usaha-
usaha edukatif yang diarahkan untuk dapat menanamkan nilai-nilai kebersamaan
kepada peserta didk dalam lingkungan yang berbeda baik ras, etnik, agama,
budaya, nilai-nilai, dan edeologi sehingga memiliki kemampuan untuk dapat
hidup bersama dalam perbedaan dan memiliki kesadaran untuk hidup
berdampingan secara damai. Menurut Azyumardi Azra3 pendidikan multikultural
sebagai pengganti dari pendidikan interkultural, diharapkan dapat
menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau adanya politik pengakuan
terhadap kebudayaan kelompok manusia seperti; toleransi, perbedaan etno-
kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan
universal serta subjek-subjek lain yang relevan.
Pada buku lain Azyumardi Azra4 mengatakan pula multikulturalisme
kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa
mempedulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama.
Terhadap semua perbedaan sebagai entitas dalam masyarakat yang harus
diterima, dihargai, dilindungi serta dijamin eksistensinya. Begitu pula Dede
Rosyada5 menjelaskan bahwa pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai
pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan
sebagai pendidikan untuk membina sikap mahasiswa dan siswa agar menghargai
keragaman budaya masyarakat. Sedangkan Zakiuddin Baidhawi 6 menyimpulkan
ada tujuh asumsi paradigmatik pendidikan Islam berbasis multikultural, yaitu
mendidik mahasiswa untuk: 1) belajar hidup dalam perbedaan; 2) membangun
saling percaya; 3) memelihara saling pengertian; 4) menjunjung sikap saling
menghargai; 5) terbuka dalam berpikir; 6) apresiasi dan interdependensi; 7)
resolusi konflik dan rekonsiliasi tanpa kekerasan.
2Amir Rusdi, “Perspektif Islam tentang Keberagaman dan Penyikapannya dalam Konteks
Pengembangan Kurikulum PAI” dalam Conciencia, Vol.1 No.2, 2007. 3Azyumardi Azra, Pendidikan Agama Multikultural, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2004),
h. 89. 4 Azyumardi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia, (Yokyakarta: Institute Pluralism and Multikultarism Studies (Impulse) dan Kanisius, 2007), h. 13.
5 Dede Rosyada, “Pendidikan Multikultural melalui Pendidikan Agama Islam”, dalam Didaktika Islamika: Jurnal Kependidikan, Keislaman dan Kebudayaan, Vol. VI, Nomor 1, Januari 2005, h. 21-22.
6Zakiyuddin Baidhawi, “Multicultural Education for Stregthening Civil Values in Pesantren”, 2008, h.78-84.
Masnur Alami, Daflizar: Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural | 109
Sedangkan muatan nilai-nilai multikultural dalam pendidikan Islam
menurut Abd. Rachman Assegaf7 dapat disimpulkan: Kategori nilai-nilai utama
terdiri dari: Tauhid, mengesakan Tuhan. Ummah, hidup bersama. Rahmah, kasih
pemberian/permohonan ampunan. Sulh, perdamaian atau rekonsiliasi. Islah atau
resolusi konflik. Kategori Tujuan: Silah, salam atau perdamaian. Layyin, lemah
lembut atau budaya anti kekerasan. „Adl atau keadilan dan jujur.
Basis multikultural adalah pluralisme, yang menjadi fakta sosial yang tidak
bisa diingkari. Pluralisme harus dipelihara dan dikelola dengan baik guna
memperkuat struktur politik dan mengukuhkan sistem demokrasi bangsa
Indonesia. Pluralisme agama pada intinya adalah toleransi agama (religious
tolerance). Menurut Nurcholis Madjid8, komunitas agama harus mampu
menerima kenyataan pluralitas kehidupan modern serta tak bisa ditawar-tawar
dan suatu keharusan. Namun isu pluralisme dan multikulturalisme tersebut
selama hampir masa penguasa Orde Baru nyaris tidak tersintuh, lembaga
pendidikan tidak pernah dipercaya untuk mentransformasi serta
menginternalisasikannya kepada anak didiknya. Baru kemudian menurut Imam
Tholhkhoh dan Ahmad Barizi9 Undang-undang SISDIKNAS 2003 membuat
suatu ancangan ke arah pendidikan multikulturalisme, karena menyadari
memang negara ini diwarnai multiagama, multietnik, dan multibudaya.
Dalam kasus Islam, pluralisme kehidupan dan toleransi jelas memiliki
legitimasi keagamaan. Pluralisme menurut Budhy Munawar Rachman 10harus
7 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonetif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.313. 8Nurcholis Madjid,”Islamic Roots of Modern Pluralis; Indonesien Experiences” dalam Jurnal Studia Islamica, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1994), h. 55.
9Imam Tholhkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan Mengurai Akal Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.179.
10Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis, Wacara Kesetaraan Kaum Beriman Paramadina, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 31.