Top Banner

of 23

Pendekatan Vertikal Dimensi

Jan 08, 2016

Download

Documents

fevriandi

penentuan vertikal dimensi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENDEKATAN TERHADAP DIMENSI VERTIKAL

Abstrak: dimensi vertikal adalah topik yang menjadi perdebatan dalam ilmu kedokteran gigi. Perbedaan pendapat mengenai dimensi vertikal harus ditetapkan, apakah dimensi vertikal dapat dimodifikasi, dan apakah hasil dari modifikasi tersebut akan dapat membingungkan dokter gigi untuk mencari rencana perawatan yang tepat untuk pasien mereka. Faktanya adalah bahwa terdapat banyak pendekatan yang berbeda karena terdapat banyak pula cara yang benar untuk mengubah dimensi vertikal. Artikel ini akan membahas alasan paling umum bagi dokter gigi untuk mempertimbangkan mengubah dimensi vertikal, lima area penting yang harus menjadi perhatian, dan metode dimensi vertikal yang dapat digunakan.

Tujuan Pembelajaran Setelah membaca artikel ini adalah pembaca harus dapat: Menjelaskan bagaimana dimensi vertikal terbentuk selama proses pertumbuhan dan perkembangan. Membahas lima kekhawatiran umum bagi praktisi ketika mempertimbangkan perubahan dimensi vertikal. Menggambarkan keyakinan yang berbeda tentang bagaimana dimensi vertikal harus ditetapkan.

Dalam ilmu kedokteran gigi ada bidang minat yang memancing perdebatan sengit antara kelompok praktisi. Dimensi vertikal merupakan salah satu dari topik tersebut. Ada praktisi yang keras mempertahankan posisi mereka mengenai pembentukan dimensi vertikal, apakah dimensi vertikal dapat dimodifikasi, dan bagaimanakah hasil yang didapat jika modifikasinya kurang tepat. Praktisi lainnya berkeyakinan berlawanan dengan intensitas yang sama. Perbedaan pendapat ini dapat membingungkan, karena sebagian besar dokter mencari jawaban yang benar tentang bagaimana cara merawat pasien yang benar. Sebagai aturan umum, jika terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam jangka waktu yang lama dalam ilmu kedokteran gigi, itu mungkin karena terdapat jawaban yang benar atas masalah yang sama. Seperti yang kita lihat, kasus seperti itulah yang terjadi pada dimensi vertikal.

Pengertian Dimensi Vertikal OklusalDalam kamus pemahaman Prostodonsia definisi "dimensi vertikal oklusal" adalah jarak antara setiap titik pada rahang atas dan setiap titik pada mandibula di mana gigi dalam keadaan maksimal intercuspation. Umumnya, nasion dan menton digunakan untuk titik-titik ini.

Dimensi Vertikal selama Pertumbuhan dan Perkembangan Tiga faktor yang mempengaruhi dimensi vertikal oklusal selama pertumbuhan dan Perkembangan: pertumbuhan ramus tersebut, sudut gonial mandibula, dan erupsi gigi. Selama pertumbuhan ramus, gigi terus erupsi dan mempertahankan oklusi. Dapat saja terjadi perbedaan yang signifikan dalam panjang ramus, yang memiliki dampak signifikan pada ketinggian wajah anterior atau "dimensi vertikal". Anggapan perkembangan ramus yang normal atau ideal, area wajah bagian tengah diukur dari glabella ke dasar hidung, kurang lebih sama dibandingkan dengan pengukuran wajah bagian bawah yang diukur dari dasar hidung ke bagian bawah dagu saat akhir pertumbuhan. Ketika terjadi variasi dari panjang ramus dapat mempengaruhi ketinggian wajah anterior dan tampilan gigi. perbedaan panjang ramus terutama dipengaruhi oleh variasi genetik.1-11 Seorang pasien yang memiliki ramus pendek dengan erupsi gigi posterior normal akan mengalami peningkatan ketinggian wajah anterior dan open bite anterior. Seringkali, bagaimanapun, gigi anterior pada pasien tersebut erupsi berlebih untuk mempertahankan oklusi, yang akhirnya menciptakan penampakan gigi dan gingiva yang eksesif. Umumnya, pasien dengan ramus yang pendek menunjukkan ketinggian wajah bagian bawah yang rendah bila dibandingkan dengan ketinggian wajah bagian tengah. Pasien ini memiliki penampakan gingiva yang berlebihan dan sering diobati dengan impaksi rahang atas untuk menurunkan dimensi vertikalnya (Gambar 1 dan 2).12-16 Seorang pasien yang memiliki ramus panjang dengan erupsi gigi posterior yang normal akan memiliki penampilan wajah yang berlawanan dengan orang yang memiliki ramus pendek. Umumnya, pasien ini akan memiliki wajah bagian bawah yang sangat pendek dibandingkan dengan wajah bagian tengah mereka dan mungkin memiliki tampilan gigi rahang atas yang kurang adekuat. Berbeda dengan wajah ramping dan panjang pada pasien yang memiliki ramus pendek, pasien dengan ramus panjang mungkin memiliki wajah yang sangat persegi (Gambar 3 dan 4). Perawatan dimensi vertikal pada pasien dengan ramus yang panjang sering melibatkan operasi rahang ganda untuk memutar dagu inferior serta rahang atas untuk meningkatkan ketinggian wajah bagian bawah dan meningkatkan tampilan gigi rahang atas. Operasi ini memiliki dampak pemanjangan wajah secara keseluruhan dan meningkatkan dimensi vertikal pasien sementara pada saat yang sama menjaga panjang ramus atau keseluruhan dimensi vertikal posterior.17-22 Sudut gonial pada pasien juga memiliki dampak pada dimensi vertikal anterior. Seorang pasien dengan sudut gonial yang akut memiliki kecenderungan untuk meniru gambaran wajah dari pasien dengan ramus panjang, dengan wajah persegi dan wajah bagian bawah pendek dibandingkan dengan wajah bagian tengah mereka. Pasien-pasien ini umumnya disebut memiliki sudut bidang mandibula yang datar. Pasien yang memiliki sudut gonial lebih tumpul menyerupai penampilan pasien dengan ramus pendek, dengan wajah panjang sempit, penampakan gigi dan gingival yang eksesif, dan wajah bagian bawah yang lebih panjang bila dibandingkan dengan wajah bagian tengah mereka. Pasien dengan sudut gonial tumpul sering disebut memiliki sudut bidang mandibula yang curam. Tampaknya ada beberapa bukti bahwa pembentukan sudut gonial mungkin dipengaruhi oleh kekuatan otot masseter. Semakin kuat dan berkembang otot masseter, semakin jelas atau semakin akut sudut gonial (Gambar 5).22,23 Selain panjang ramus dan sudut gonial, erupsi gigi memainkan peran penting dalam perkembangan dimensi vertikal pada pasien. Dalam pertumbuhan dan perkembangan normal, erupsi gigi rahang atas dan bawah bertujuan untuk mempertahankan kontak oklusal pada saat pertumbuhan wajah. Dapat terjadi variasi, namun, saat terjadinya erupsi gigi dapat mengakibatkan perubahan dalam dimensi vertikal wajah. Setelah pertumbuhan selesai, erupsi gigi diperlukan untuk mempertahankan dimensi vertikal jika terjadi keausan gigi (wear). Jika erupsi terjadi pada tingkat yang sama seperti keausan gigi, dimensi vertikal pasien akan tidak berubah. Namun, jika erupsi tidak dapat mengimbangi keausan gigi maka dimensi vertikal dapat menurun seiring bertambahnya waktu. Pertanyaan apakah erupsi dapat mengimbangi tingkat keausan gigi untuk mempertahankan dimensi vertikal adalah salah satu yang perdebatan sengit yang terjadi dalam bidang kedokteran gigi.24-27

Gambar 1. Pasien dengan ramus pendek menyebabkan ketinggian wajah anterior yang panjang, gigi yang eksesif dan penampakan gingiva, dan wajah bagian bawah yang lebih signifikan dibandingkan wajah bagian tengah.

Gambar 2. Gambar sebelum dan sesudah pasien dilakukan impaksi rahang atas untuk mengurangi gigi yang eksesif dan penampakan gingiva serta mengurangi dimensi vertikal.

Gambar 3. Pasien dengan ramus yang panjang. Perhatikan berkurangnya ketinggian wajah anterior dan penampakan wajah yang persegi.

Gambar 4. Gambar sebelum dan sesudah pasien dilakukan bedah rahang ganda untuk merotasi mandibula dan menurunkan maksila. Penampakan gigi dan wajah yang meninggi.

Gambar 5. Pengaruh jarak ramus dan sudut gonial terhadap ketinggian wajah bagian bawah dan sudut bidang mandibula. Perhatikan berkurangnya ketinggian wajah-bawah pada contoh gambar ramus panjang dan sudut yang rata, dan ketinggian wajah bagian bawah yang berlebihan akibat ramus pendek dan sudut yang curam.

Perubahan Klinis Dimensi Vertikal Setelah menggambarkan bagaimana dimensi vertikal terbentuk selama proses pertumbuhan dan perkembangan, sekarang penting untuk membahas mengapa dimensi vertikal dapat diubah secara klinis. Alasan paling umum bagi dokter gigi untuk mempertimbangkan mengubah dimensi vertikal adalah: untuk meningkatkan estetika dengan mengubah bentuk wajah dan/atau gigi dan tampilan gingiva. untuk meningkatkan hubungan oklusal, seperti mengoreksi gigitan terbuka anterior. untuk mendapatkan ruang untuk restorasi gigi yang pendek atau aus. Praktisi sering menyebutkan lima bidang kekhawatiran saat mengubah dimensi vertikal. Akankah perubahan vertikal memiliki efek negatif pada sendi temporo mandibula? Apakah nyeri otot menjadi salah satu dampak dari perubahan dimensi vertikal? Apakah dimensi vertikal dapat stabil di posisi baru? Akankah terjadi perubahan tingkat aktivitas otot, peningkatan kekuatan gigitan dan meningkatnya potensi kegagalan restorasi? akankah cara bicara akan terpengaruh dengan cara yang negatif?

Efek pada Sendi Temporo Mandibula Untuk mengatasi masalah ini, akan sangat membantu untuk membaca literatur mengenai perubahan dimensi vertikal dan dampaknya terhadap lima wilayah. Berkenaan dengan nyeri di sendi temporo mandibular, dalam literatur jelas bahwa jika sendi sudah nyaman pada posisi dimensi vertikal, sangat mungkin bahwa sendi akan mengalami rasa tidak nyaman saat dimensi vertikal diubah. Namun, dalam hal perpindahan diskus anterior, perubahan dimensi vertikal dapat mengubah hubungan bagaimana kondilus menekan jaringan retrodiscal posterior terhadap diskus yang sudah berubah posisi (Gambar 6). Dalam beberapa contoh, meningkatkan dimensi vertikal mungkin bermanfaat bagi hubungan kondilus ke diskus, sedangkan pada keadaan lain adalah mungkin bahwa perubahan dalam dimensi vertikal menyebabkan efek negatif. Jika pasien mengalami gejala sendi yang signifikan, maka akan diperlukan perubahan vertikal dalam sebuah alat untuk memprediksi dampak dimensi vertikal pada gejala yang terjadi pada pasien. Sangat penting ketika dimensi vertikal diubah, terjadi kestabilan kontak oklusi posterior, karena kurangnya oklusi posterior dapat secara signifikan meningkatkan beban pada sendi. Perubahan dalam dimensi vertikal tidak memiliki dampak negatif pada sendi mandibular kecuali sendi menderita dari kerusakan internal. Bahkan kemudian ada kemungkinan besar bahwa perubahan vertikal tidak berdampak negatif terhadap sendi.28-31

Gambar 6. Ilustrasi diatas menggambarkan bagaimana kondilus menekan jaringan retrodiskal setelah pergeseran diskus anterior.

Nyeri Otot Daerah berikutnya yang menjadi perhatian dalam mengubah dimensi vertikal adalah dampak mengenai nyeri otot. Ketika mengevaluasi literatur merupakan hal yang bijaksana untuk memeriksa bagaimana penelitian itu dilakukan. Ada beberapa makalah yang telah menyimpulkan bahwa mengubah dimensi vertikal menghasilkan gejala seperti sakit kepala, otot pegal-pegal, dan kelelahan otot.32-34 Masalah yang terjadi pada penelitian ini adalah bahwa mereka mengubah dimensi vertikal dengan hanya meninggikan gigi posterior tanpa adanya kontak atau guidance pada anterior. Pada akhir penelitian, beberapa pasien melaporkan adanya gejala otot dan hal tersebut dapat disimpulkan sebagai hasil dari perubahan dimensi vertikal. Bahkan, pasien ditinggalkan dengan skema oklusal yang tidak dapat terbentuk secara klinis. Jika artikel mengenai dampak perubahan dimensi vertikal pada otot hanya terbatas pada orang-orang yang menciptakan skema oklusal ideal hanya dengan perbedaan dimensi vertikal, jelas bahwa mengubah dimensi vertikal tidak menghasilkan nyeri otot. Bahkan, kurang dari 5% dari pasien punya masalah pada ototnya dalam jangka pendek, yang menghilang 2 minggu setelah perubahan vertikal.35-40

Stabilitas dari Perubahan Dimensi Vertikal Bidang lain yang menjadi perhatian yang menghasilkan perdebatan sengit adalah stabilitas dimensi vertikal setelah adanya perubahan. Dua pemikiran dasar muncul. Kelompok pertama percaya bahwa setiap perubahan dimensi vertikal akan kembali ke posisi dimensi vertikal sebelumnya melalui intrusi gigi atau erupsi gigi. Kelompok ini percaya bahwa panjang dari otot masseter dan medial pterygoideus tetap dan, oleh karena itu, setiap perubahan dalam dimensi vertikal oklusi akan kembali ke posisi dimensi vertikal sebelumnya karena sifat menetap dari otot (Gambar 7). Kelompok kedua percaya bahwa Dimensi Vertikal dapat beradaptasi dan bahwa perubahan dalam oklusi dimensi vertikal dipertahankan karena adanya perubahan panjang otot. Fakta bahwa argumen diantara dua kelompok telah berlangsung selama puluhan tahun dapat memberikan kita beberapa petunjuk mengenai kebingungan dalam stabilitas.

Gambar 7. Ilustrasi ini menggambarkan bagaimana otot masseter berhubungan dengan dimensi vertikal anterior melalui titik insersi pada maksila dan mandibula.

Mungkin kedua kelompok tersebut sudah benar dalam beberapa waktu. Literatur jelas menunjukkan contoh relapsnya dimensi vertikal setelah terjadi perubahan. Relaps terjadi bisa saja karena adanya peningkatan dimensi vertikal setelah penutupan signifikan dimensi vertikal, yang mungkin terjadi setelah operasi impaksi maksila. Namun, relaps dalam keadaan ini mungkin hanya sebagian kecil dari perubahan yang sebenarnya terjadi.41 - 43 Sebaliknya, prosedur klinis tertentu dapat dikaitkan dengan terjadinya relaps yang signifikan, seperti fraktur-bawah maksila untuk meningkatkan tampilan gigi dan tinggi wajah pada pasien dengan ramus yang panjang dan wajah persegi. Setelah dilakukan operasi, perubahan vertikal mungkin terlihat baik, tapi secara statistik pasien mengalami relaps yang signifikan.44-46 Hal inilah yang menyebabkan saat ini pasien dirawat dengan operasi rahang berganda, karena bagian posterior mandibula, termasuk otot masseter dan otot pterygoideus medial, tidak diubah selama operasi. Sebaliknya, badan mandibula dan maksila diputar kearah inferior untuk meningkatkan penampilan gigi dan tinggi wajah dengan tetap menjaga panjang otot (Gambar 8). Pendekatan bedah ini telah terbukti sangat stabil.

Gambar 8. Superimpose sebelum dan sesudah dari gambar radiografi sephalometri dari pasien pada gambar 3 dan 4. Tidak terjadi perubahan posisi pada gigi molar tapi pergerakan 5mm dagu kearah inferior telah meningkatkan dimensi vertikal anterior tanpa meubah dimensi vertikal posterior.

Dua contoh sebelumnya melibatkan bedah ortognatik dan perubahan dimensi vertikal yang signifikan. Pencarian dalam literatur mengenai metode yang lebih tradisional untuk mengubah dimensi vertikal, seperti penggunaan tehnik kedokteran gigi restoratif, tidak menunjukkan kesimpulan yang jelas yang berkaitan dengan stabilitas. Beberapa artikel menunjukkan kejadian relaps yang sangat sedikit atau bahkan tidak terjadi sama sekali, sedangkan yang lain menunjukkan terjadinya relaps yang signifikan. Pada beberapa contoh, pasien dengan persentase relaps tertinggi adalah mereka yang mengalami perubahan dimensi vertikal paling sedikit.47 52 Alasan begitu banyak terjadinya kebingungan mengenai stabilitas mungkin sebenarnya berhubungan dengan geometri dari sendi temporal mandibula, otot masseter, otot pterygoideus medial, dan gigi anterior. Sebagian besar perubahan dimensi vertikal diukur pada gigi anterior, dengan perubahan dimensi vertikal 3 mm pada gigi anterior menghasilkan perubahan sebesar 1 mm dari panjang otot masseter. Selain itu, jika kondilus berada di fossa sendi temporal mandibula selama perawatan, untuk setiap perubahan milimeter dari kedudukan kondilus, panjang otot masseter berkurang hampir 1 mm. Oleh karena itu, jika kondilus tetap dan terjadi peningkatan dimensi vertikal anterior, maka akan terjadi perubahan masseter atau panjang otot pterygoideus medial, dan tidak akan ada harapan relaps (Gambar 9). Namun, jika tidak ada perubahan posisi vertikal dari kondilus saat dimensi vertikal anterior meningkat, akan terjadi perubahan panjang otot, dan hal ini mungkin bertanggung jawab untuk setiap relaps.

Gambar 9. Ilustrasi ini menunjukkan geometri yang berhubungan dengan dimensi vertikal anterior terhadap penurunan dimensi vertikal posterior dari dudukan kondilus.

Karena tidak ada studi47-52 yang menilai perubahan posisi kondilus dan kaitannya terhadap perubahan dalam dimensi vertikal anterior, maka mustahil untuk membuat kesimpulan tersebut. Pertanyaan nyata tentang stabilitas adalah apa dampak klinis dari relaps yang akan terjadi pada pasien. Bahkan dalam studi di mana telah terjadi relaps, pasien yang mengalami relaps tersebut pada dasarnya tidak menyadari relaps dan tidak mengalami gejala. Kecuali seorang operator sedang mengevaluasi dimensi vertikal menggunakan radiografi, klinisi tidak akan melihat perubahan setelah perawatan (Gambar 10). Kesimpulan tentang stabilitas adalah bahwa tidak diketahui ciri atau tanda khasnya; pasien mungkin saja atau tidak mengalami relaps, akan tetapi perawatan akan tetap berhasil.

Gambar 10. Tiga tahap perawatan dari pasien yang mengalami peningkatan dimensi vertikal. Dimana gambar paling kiri sebelum perawatan dimensi vertikal. Bagian tengah menunjukkan perbaikan restorasi setelah 6 bulan insersi. Bagian kanan menunjukkan 5 tahun setelah pemasangan restorasi akhir. Tampaknya bahwa selama 4,5 tahun diantara gambar tengah dan kanan tidak terdapat perubahan dalam hal relaps vertikal. Namun demikian, sangat mungkin bila pasien ini dimonitor dengan foto sephalometri untuk menemukan relaps yang terjdi antara maksila dan mandibula yang tanpa disadari oleh klinisi atau pasien, dengan oklusi yang tidak berubah.

Dampak terhadap Tingkat Aktivitas OtotWilayah keempat yang menjadi perhatian ketika mengubah dimensi vertikal adalah dampak pada tingkat aktivitas otot. Ada dua komponen pada tingkat aktivitas otot: yang pertama adalah tingkat aktivitas otot ketika mandibula saat posisi istirahat dan tingkat aktivitas otot ketika pasien clenching. Ketika terjadi peningkatan dimensi vertikal, tingkat aktivitas otot istirahat benar-benar menurun. Semakin terbuka dimensi vertikal, semakin sedikit aktivitas yang terjadi dalam otot istirahat. Penurunan aktivitas otot terjadi sampai ada sekitar 10 mm sampai 12 mm dari pembukaan vertikal anterior. Pembukaan lebih dari 10 mm sampai 12 mm mulai meningkatkan aktivitas otot elevator. Yang cukup menarik adalah jika perubahan vertikal dipertahankan selama 3 sampai 4 bulan, aktivitas otot istirahat kembali ke tingkat yang paling dekat saat sebelum dilakukan perawatan, meskipun dimensi vertikal belum dikurangi.53-56 Dampak peningkatan vertikal dimensi saat aktivitas otot clenching adalah sebaliknya, ketika dimensi vertikal meningkat, tingkat aktivitas listrik pada otot elevator meningkat selama clenching lebih besar dari saat sebelum dilakukan perawatan. Sekali lagi, jika dimensi vertikal dipertahankan selama 3 sampai 4 bulan, aktivitas listrik saat clenching menjadi berkurang ke tingkat yang sama saat sebelum dilakukan perawatan.57-60 Singkatnya, meskipun ada perubahan dalam posisi istirahat dan tingkat aktivitas clenching, setelah 3 sampai 4 bulan pada posisi dimensi vertikal baru, tingkat aktivitas otot menjadi sama saat sebelum dilakukan perawatan. hal Ini merupakan temuan penting karena upaya untuk mengubah tingkat aktivitas otot dengan mengubah dimensi vertikal hanya dapat menjadi sukses secara jangka pendek karena adaptasi neuromuskuler alami tubuh.

Efek pada Cara BicaraDaerah perhatian terakhir ketika mengubah dimensi vertikal adalah kekhawatiran fonetik, terutama bunyi berdesis atau suara "S". Sebagai aturan umum, ada tingkat kemampuan beradaptasi oleh sebagian besar pasien berkaitan dengan cara bicara. Dalam waktu singkat, biasanya 1 sampai 4 minggu, sebagian besar pasien akan belajar untuk memprogram ulang pola bicara mereka untuk setiap perubahan yang telah dibuat. Namun demikian, pada beberapa pasien adaptasi ini tidak terjadi. Untuk memahami bagaimana hal ini mungkin terkait dimensi vertikal adalah penting untuk memahami perbedaan dalam bagaimana pasien membuat suara berdesis. Sebagian besar orang membuat suara "S" dengan menggerakkan rahang bawah mereka ke depan sehingga incisal edge rahang bawah berkontak edge to edge dengan insisal gigi insisif rahang atas (Gambar 11). Untuk pasien ini, Posisi insisal gigi dapat menciptakan masalah fonetis jika terjadi peningkatan signifikan ke salah satu insisal gigi seri maksila atau mandibula. Gigi saat ini mungkin berbenturan selama mengucapkan suara "S", umumnya menghasilkan siulan atau slurring setiap suara berdesis dibuat. Hal ini dapat dievaluasi secara klinis dengan hanya meminta pasien mengatakan "66" atau "77" dan diamati untuk melihat apakah gigi anterior menyentuh selama suara berdesis. Jika iya pasien diberikan waktu 2 sampai 4 minggu untuk beradaptasi dan jika tidak, maka akan diperlukan reduksi baik gigi insisivus atas atau bawah. Jika gigi seri atas dapat dikurangi maka mungkin untuk memperbaiki fungsi fonetik dan tidak mengubah kontak oklusi sentris sama sekali. Namun, meskipun ada kemungkinan untuk mengurangi gigi insisif untuk memperbaiki cara bicara, diperlukan untuk menghilangkan kontak sentris pada lingual dari gigi insisif rahang atas. Jika kontak sentris dapat diperoleh dengan menambahkan bahan ke lingual gigi insisivus rahang atas, dimesi vertikal tidak akan terpengaruh. Namun, jika tidak mungkin untuk menambahkan material pada lingual dari gigi insisif rahang atas, maka akan diperlukan menutup dimensi vertikal untuk mendapatkan kembali kontak sentris secara restoratif atau membiarkan pasien dengan anterior open bite, mempertaruhkan risiko erupsi sekunder dan ketidakstabilan (Gambar 12).

Gambar 11. Pasien menggunakan metode berbeda-beda untuk menciptakan suara sibilant. Pada gambar kiri adalah posisi intercuspal. Ditengah, pasien menghasilkan suara menggunakan area lingual dari insisif maksila. Pada gambar paling kanan adalah pasien yang memposisikan mandibula kedepan, menghasilkan suara sibilant dariujung insisal gigi anterior gigi maksila dan mandibula.

Gambar 12. Gambar disebelah kiri adalah pasien yang ada pada gambar 10, 1 bulan setelah restorasi provisional, terjadi peningkatan dimensi vertikal. Pada gambar kanan adalah pasien ini yang menyebutkan enam-puluh enam dan lipsing saat suara sibilant. Dibutuhkan pengurangan insisif mandibula untuk mengkoreksi fonetik.

Metode kedua yang digunakan oleh pasien untuk membuat suara berdesis adalah kontak incisal edge rahang bawah dan kontur lingual gigi insisif rahang atas. Jika dimensi vertikal telah meningkat secara restoratif pada pasien ini, masalah pada fonetik terjadi diantara tepi insisal rahang bawah dan kontur lingual dari gigi insisif rahang atas. Sekali lagi, jika setelah 2 sampai 4 minggu adaptasi pasien masih mengalami kesulitan membuat suara "S", akan diperlukan ruangan supaya dapat berbicara. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi insisif bawah atau menghilangkan bahan dari lingual gigi insisivus rahang atas. pada kedua kasus tersebut, bagaimanapun, sangat mungkin bahwa kontak sentris akan hilang dan karena suara "S" sekarang dibuat pada lingual anterior gigi maksila, satu-satunya metode untuk mendapatkan kembali kontak anterior adalah menutup dimensi vertikal.61-65 Singkatnya, berkaitan dengan lima kekhawatiran besar tentang perubahan dimensi vertikal, dari tinjauan literatur bahwa perubahan dalam dimensi vertikal dapat ditoleransi dengan baik pada mayoritas pasien dan tidak ada bukti bahwa hanya ada satu dimensi vertikal yang benar.

Menentukan Dimensi Vertikal Baru Pertanyaan berikutnya yang sering ditanyakan oleh dokter adalah bagaimana cara menentukan dimensi vertikal yang baru. Secara historis, beberapa teknik telah digunakan, sebagian besar dari gigi tiruan.

Penggunaan Freeway SpaceTeknik pertama dokter gigi yang berhubungan dengan dimensi vertikal adalah penggunaan freeway space. Freeway space didefinisikan sebagai jarak antara gigi rahang atas dan bawah ketika mandibula dalam posisi istirahat. Beberapa teknik yang berbeda telah digunakan untuk mereproduksi posisi istirahat ini, dari pasien mengatakan "M", meminta mereka menjilat bibir, menelan, dan rileks. Sebagian besar sekolah menyarankan bahwa freeway space 2 mm sampai 4 mm adalah normal, jadi jika ada keinginan untuk meningkatkan dimensi vertikal pada gigi tiruan maka pasien harus memiliki lebih dari 4 mm freeway space dengan gigi palsu yang ada. Freeway space kemudian menentukan berapa banyak dimensi vertikal yang dapat ditingkatkan. Metode menggunakan freeway space untuk menentukan dimensi vertikal ini telah digunakan selama beberapa dekade dalam gigi tiruan prostodontik. Hal ini penting untuk dicatat, bagaimanapun, freeway space hanya digunakan untuk mengisi model dan mengatur gigi tiruan saat uji coba. Pada proses uji coba tersebut, fonetik dan estetik digunakan untuk memperbaiki posisi tepi insisal dan dimensi vertikal. Tantangan menggunakan freeway space pada pasien yang masih memiliki gigi alami mereka adalah ketika dimensi vertikal berubah; beberapa studi telah menemukan bahwa freeway space membentuk sendiri dalam waktu 4 minggu. Karena itu, penggunaan freeway space untuk menentukan apakah dimensi vertikal dapat diubah atau tidak, didukung oleh penelitian pada pasien yang masih memiliki gigi alami.66-77

Percobaan AlatCara lain untuk menentukan dimensi vertikal adalah penggunaan trial splint atau alat. Pasien diminta untuk memakai alat akrilik, biasanya untuk 3 bulan, untuk mengevaluasi apakah dimensi vertikal yang baru dapat ditoleransi. Teori di balik ini adalah bahwa pasien akan mengalami sakit jika dimensi vertikal tidak dapat diterima, tetapi tantangan pendekatan ini adalah bahwa ada beberapa pasien dengan sendi mandibular yang bermasalah, sedangkan perubahan dimensi vertikal tidak menyebabkan rasa sakit. Meskipun alat mungkin sangat berguna untuk menentukan unsur-unsur lain dari pengobatan atau untuk membantu dalam pemrograman ulang otot, namun hal tersebut tidak memberikan informasi spesifik tentang dimensi vertikal.

Stimulasi Listrik Syaraf TranskutanMetodologi ketiga yang telah digunakan selama beberapa dekade untuk menentukan dimensi vertikal adalah penggunaan Stimulasi Saraf Listrik Transkutan (TENS). Dalam pendekatan ini, elektroda dipasang pada notch koronoideus dan kemudian putaran arus listrik ringan dihasilkan untuk merangsang kontraksi otot-otot pengunyahan dengan cara yang sama seperti saraf kranial. Permukaan aktivitas listrik dari otot temporalis, masseter, dan otot digastrik dicatat secara electromyographikal, dan pada rahang dievaluasi menggunakan perangkat pencatat untuk mengevaluasi posisi mandibula terhadap maksila. Bacaan baseline elektromiografi diambil sebelum relaksasi otot. Unit TENS ini kemudian mulai mengendurkan otot-otot pengunyahan dan aktivitas listrik otot dievaluasi. Neuromuskuler rest dicapai ketika otot berada pada level aktivitas listrik terendah tanpa adanya peningkatan aktivitas listrik digastrik. pada posisi istirahat neuromuskular diperkirakan menjadi titik awal oklusi. Operator menutup posisi baru dari freeway space ini, secara efektif menggunakan kombinasi neuromuskuler rest dan freeway space untuk menentukan dimensi vertikal oklusal yang baru. Kelemahan utama dari pendekatan ini berhubungan dengan adaptasi neuromuskuler pasien. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, aktivitas listrik otot saat istirahat, freeway space, relaps ke sebelum perawatan dari 1 bulan sampai 4 bulan setelah perawatan. Selain itu, pendekatan ini sering menghasilkan dimensi vertikal yang lebih terbuka dibandingkan dimensi vertikal sebelumnya, yang dapat menyebabkan kebutuhan sejumlah restorasi ekstensif kedokteran gigi dan gigi yang sangat besar, hanya untuk mengakomodasi dimensi vertikal yang ditentukan oleh peralatan.

Pengukuran Menggunakan Cementoenamel JunctionMetodologi lain yang dijelaskan78,79 untuk menentukan dimensi vertikal adalah pengukuran dari cementoenamel junction (CEJ), atau margin gingiva dari rahang atas gigi insisif sentral ke CEJ, atau margin gingiva dari gigi insisif sentral rahang bawah. Jarak ini kemudian dibandingkan dengan 18 mm sampai 20 mm jarak rata-rata yang terlihat pada gigi tanpa ada keausan dan oklusi kelas I. Jika jarak ini kurang dari 18 mm, mungkin menunjukkan hilangnya dimensi vertikal dan, oleh karena itu, kita memiliki alasan untuk meningkatkannya. Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah bahwa gigi anterior tidak membangun dimensi vertikal oklusi, melainkan didirikan oleh panjang ramus dan erupsi gigi posterior. Mengukur jarak antara CEJ atau margin gingiva hanya mengevaluasi jumlah erupsi gigi anterior, bukan dimensi vertikal oklusi. Sangat mungkin untuk memiliki jarak CEJ ke CEJ yang jauh di anterior tapi dimensi vertikal oklusi dalam keadaan normal. Hal ini dapat terjadi sering pada pasien dengan keausan gigi anterior yang parah dan tidak ada gigi posterior yang aus (Gambar 13). 80 Kebanyakan dokter memeriksa gigi anterior aus dan memutuskan untuk membuka gigitan untuk mendapatkan ruang untuk restorasi, padahal sebenarnya dengan mengganggu gigi anterior aus atau memperpanjang mahkota mereka untuk memperbaiki tingkat gingiva pasien bisa dirawat melalui dimensi vertikal yang ada (Gambar 14 dan 15). Sebagai aturan umum, jika gigi posterior pasien, tidak aus dan dalam oklusi, sangat tidak mungkin bahwa pasien telah kehilangan dimensi vertikal. jika ada kekurangan ruang untuk mengembalikan gigi anterior ada kemungkinan untuk perawatan ortodontik atau pemanjangan mahkota akan memungkinkan pasien untuk dirawat tanpa kebutuhan untuk mengobati gigi posterior mereka.

Gambar 13. Gambar sebelah kiri, pasien dengan usia 29 tahun dengan sedikit atau tanpa keausan gigi posterior tetapi dengan keausan gigi anterior yang parah. Gambar sebelah kanan pada pasien yang sama dalam kondisi oklusi. Pengukuran dari margin gingiva gigi anterior terlihat seperti pasien yang kehilangan dimensi vertikal, padahal itu hanyalah ilusi akibat gigi anterior yang over erupsi.

Gambar 14. Tahap initial dan tahap perawatan pasien dari gambar 13. Gigi anterior bawah telah di restorasi dan diintrusikan secara orthodontik, menciptakan ruangan untuk restorasi.

Gambar 15. Foto sebelum dan sesudah dari pasien gambar 13 dan 14. Pasien dirawat dengan orthodonti serta 4 gigi anterior atas dan 4 gigi anterior bawah dipasang full-crown. Tidak ada perubahan dimensi vertikal pada pasien tersebut.

Metode Proporsi WajahSebagaimana dibahas dalam pendahuluan, proporsi wajah adalah metode lain yang telah dijelaskan dalam literatur81,82 untuk menentukan dimensi vertikal. Pada pendekatan berdasarkan teori bahwa dimensi vertikal oklusi harus dibuat dengan cara mengoreksi proporsi wajah. Pada wajah yang ideal, wajah bagian tengah dan wajah bagian bawah harus sama tingginya. Metode proporsi wajah adalah menyesuaikan panjang wajah bagian bawah dengan panjang wajah bagian tengah dengan cara mengubah panjang gigi. Meskipun pendekatan ini mungkin sepenuhnya tepat untuk ahli bedah ortognatik yang memiliki kemampuan merubah posisi mandibula, namun bagi dokter gigi atau dokter gigi restoratif sangat sulit untuk membuat variasi besar dalam dimensi vertikal yang akan mempengaruhi proporsi wajah dan masih mempertahankan hubungan oklusal. Ketika dimensi vertikal ditambah atau dikurangi, overjet juga akan berubah secara signifikan, yaitu tiap 3 mm perubahan vertikal di gigi anterior, ada kira-kira 2 mm Perubahan horisontal dalam dimensi anteroposterior. Perubahan 2 mm ini adalah perubahan dalam overjet. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan dimensi vertikal sebanyak 6 mm akan menghasilkan peningkatan overjet 4mm, sehingga hampir mustahil untuk memiliki kontak oklusal anterior kecuali pasien mulai dengan oklusi kelas III. Selain kekurangan mengenai overjet hampir tidak mungkin bagi dokter gigi atau dokter gigi restoratif untuk memperbaiki proporsi wajah jika wajah bagian bawah pasien terlalu panjang dan dimensi vertikal perlu ditutup. Akhirnya, dalam studi evaluasi apakah dokter gigi yang mampu melihat perbedaan wajah yang disebabkan oleh perubahan dimensi vertikal 2 mm, 4 mm, 6 mm, atau 8 mm, Gross83 menemukan bahwa sampai perubahan mencapai 8 mm, dokter gigi tidak dapat menilai perbedaan dalam proporsi wajah. Hal ini cukup logis, satu-satunya saat dimensi vertikal oklusi pasien terjadi adalah ketika gigi mereka berkontak, biasanya di sebagian besar kegiatan sehari-hari gigi tidak berkontak dan karena itu tidak mempengaruhi proporsi wajah. Bahkan penulis berkeyakinan penulis bahwa perubahan tampilan gigi ketika dimensi vertikal dibuka yang secara dramatis mengubah estetika pasien, bukan perubahan wajah karena perubahan dimensi vertikal.

Pemilihan Dimensi Vertikal yang Tepat Untuk PasienSetelah meninjau banyak teknik yang berbeda untuk menentukan dimensi vertikal, sangat mudah untuk melihat kekurangan dari tiap teknik tersebut, namun semua teknik tersebut telah berhasil digunakan, dan digunakan selama berdekade. Ini berarti bahwa dimensi vertikal sangat mudah beradaptasi, dan tidak ada dimensi vertikal tunggal yang benar. Selanjutnya, penggunaan dimensi vertikal sebagai alasan untuk merekonstruksi gigi tanpa dilakukan perawatan tidak dibenarkan secara ilmiah. Jika pasien tidak perlu rekonstruksi luas, beberapa teknik dimensi vertikal bisa berhasil dilakukan. Hal ini pada akhirnya membuat kita bertanya teknik manakah yang dipilih. dalam menjawab pertanyaan itu, dan karena banyak teknik dimensi vertikal yang mungkin berhasil, paling masuk akal bagi penulis adalah untuk memilih salah satu yang memenuhi tujuan estetik pasien dan tujuan fungsional klinisi. Cara ini adalah yang paling sederhana dari semua metode untuk menentukan dimensi vertikal: Langkah pertama adalah untuk memasang model gigi pasien dengan kondilus pada dudukannya. Langkah kedua adalah untuk membangun model rahang atas dengan posisi gigi insisif sentral yang ideal, baik menggunakan lilin atau komposit. Pada posisi ini evaluasi tampilan gigi insisif sentral rahang atas dengan bibir atas saat istirahat dan dalam senyum penuh. Langkah ketiga adalah untuk menentukan apakah diperlukan adanya perubahan pada kontur lingual dari insisif rahang atas, dan jika iya, lakukan perubahan tersebut menggunakan lilin atau komposit juga. Pada dasarnya, perubahan yang diinginkan pada rahang atas kini telah dipindahkan ke model .Langkah keempat adalah untuk menutup artikulator dan mengevaluasi oklusi anterior dan posterior. Pada beberapa pasien perubahan yang diinginkan pada rahang atas gigi anterior dapat dibuat tanpa perubahan signifikan terhadap oklusi anterior atau posterior. Namun, dalam kasus pasien lain jika dilakukan perubahan pada anterior rahang atas akan menghasilkan posterior open bite saat artikulator ditutup. Keputusan yang harus dibuat adalah apakah posterior open bite akan ditutup dengan meningkatkan gigi posterior dan oleh karena itu membuka dimensi vertikal, atau apakah gigitan posterior terbuka akan ditutup dengan mengubah gigi insisif rahang bawah. Pada banyak pendekatan tersebut mungkin bisa berhasil. Secara umum, evaluasi yang perlu dilakukan apakah gigi insisif bawah harus dimodifikasi atau meningkatkan ketinggian gigi posterior. Bila mungkin, menggunakan dimensi vertikal pasien yang ada mempermudah bagi pasien untuk melalui fase pengobatan dari waktu ke waktu. Langkah kelima, jika perlu, adalah untuk mengubah gigi insisif rahang bawah, memperpendeknya sampai gigi posterior bersentuhan (jika itu adalah keputusan akhir). Dalam banyak kasus keausan gigi yang parah, memperpanjang gigi insisif rahang bawah untuk menghindari kebutuhan pemasangan mahkota akan membangun dimensi vertikal baru pada gigi posterior yang ditingkatkan. Dimensi vertikal yang dipilih harus merupakan kombinasi dari estetika rahang atas dan tepi insisal insisif, kebutuhan restoratif dari gigi anterior dan posterior, dan kebutuhan fungsional dari overbite dan overjet. Hal ini bisa dilihat pada artikulator yang melalui trial and error, sambil menyeimbangkan semua faktor sebelumnya serta mencoba untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan pasien. Adaptasi dari pasien terhadap perubahan dalam dimensi vertikal yang memungkinkan kita untuk mengambil pendekatan perawatan ini, dan kepercayaan bahwa lebih dari satu dimensi vertikal dapat diterima. (Gambar 16 sampai 22).

Gambar 16. presentasi pertama dari pasien 65 tahun dengan keausan gigi berat. Pasien ini mengharapkan peningkatan estetik.

Gambar 17. Gambar sebelah kiri memperlihatkan foto senyum penuh, garis putih menunjukkan posisi insisal yang diinginkan pada gigi anterior. Pada sebelah kanan posisi bibir saat istirahat, mengilustrasikan bahwa posisi gigi saat ini berada 2,5 mm dibawah bibir atas.

Gambar 18. Gambar model pasien. Terlihat keausan gigi yang parah dan erupsi sekunder dari gigi anterior dan keausan minimal dari gigi posterior.

Gambar 19. Pada gambar sebelah kanan terlihat perubahan insisal yang diinginkan telah dibuat dari wax. Insisif mandibula dikurangi sampai gigi posterior berkontak. Gambar disebelah kiri memperlihatkan seberapa banyak gigi mandibula yang dikurangi untuk menghasilkan perubahan gigi anterior maksila tanpa adanya perubahan dimensi vertikal.

Gambar 20. Gambar sebelah kiri perubahan yang diinginkan pada insisif rahang atas menggunakan wax dan gigi rahang bawah ditambahkan wax menjadi posisi semula, artikulator belum ditutup. Pada gambar kanan, artikulator ditutup sampai kontak anterior. Pada poin tersebut dapat diputuskan untuk melihat apakah relasi anterior dapat diterima atau tidak. Jika dapat diterima maka, insisif telah menciptakan dimensi vertikal oklusal dan gigi posterior dapat berkontak.

Gambar 21. Foto sebelum dan sesudah untuk memperlihatkan perubahan yang signifikan dari dimensi vertikal, namun, pada geligi maksila telah dilakukan pemanjangan 4-5 mm, walaupun mulut pasien telah direkonstruksi sepenuhnya, dimensi vertikal hanya ditingkatkan 1,5 mm karena pasien sudah memeiliki overjet yang besar.

Gambar 22. Gambar sebelum dan sesudah memperlihatkan perubahan penampilan yang signifikan, hal ini terutama karena perubahan penampilan gigi dengan perubahan dimensi vertikal yang minimal.

SimpulanAda beberapa dimensi vertikal yang dapat diterima dalam perawatan pasien, oleh karena itu, jika hanya menggunakan dimensi vertikal sebagai satu-satunya alasan untuk perawatan tidak dibenarkan. Selain itu, jika gigi posterior pasien yang dalam kondisi baik/tidak aus dan dalam oklusi, hampir semua pasien dapat dirawat dengan dimensi vertikal yang sudah ada, jika mereka bersedia untuk mempertimbangkan pergerakan gigi anterior dengan orthodontik atau pemanjangan mahkota dan restorasi gigi anterior. Pada saat yang sama, jika pasien memerlukan semua gigi mereka direhabilitasi, peningkatkan dimensi vertikal adalah cara yang bisa diterima untuk mencapai estetika dan hasil fungsional yang diinginkan.24