Pendekatan Pembelajaran (Konstruktivisme,Kontekstual,Problem
Solving,PMRI) 1. A. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME1. Pengertian
Pendekatan KonstruktivismePendekatan konstruktivisme merupakan
proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun
dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh
pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang
disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil
dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru
kepada pelajar. Hal tersebut berarti siswa tidak lagi berpegang
pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru
hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya
usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri.Di dalam kelas
konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang
berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian,
debat antara satu dengan lainnya, berpikir secara kritis tentang
cara terbaik menyelesaikan setiap masalah. Dalam kelas
konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anaknya
bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah
dan mendorong (encourage) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat siswa memberikan
jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar
atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau
tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide
sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa
(dalam Suherman, 2003)Merrill mengemukakan asumsi-asumsi
konstruktivisme adalah sebagai berikut:1. Pengetahuan dikonstruksi
dari pengalaman;2. Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal
terhadap dunia;3. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di
dalamnya makna dikembangkan atas dasar pengalaman;4. Pertumbuhan
konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian perspektif ganda,
dan perubahan bagi representasi internal kita melalui pembelajaran
kolaboratif;5. Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang
realistis; pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan
sebuah aktivitas yang terpisah.Steffe dan Kieren (1995)
mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas
serta pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan
petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, dan untuk cara-cara
dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.2. Ciri Ciri
dan Karakteristik Pendekatan KonstruktivismeDalam konstruktivisme
proses pembelajaran senantiasa problem centered approach dimana
guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang mempunyai makna
matematika. Ciri-ciri tersebutlah yang akan mendasari pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme. (dalam Suherman, 2003).Menurut
Hudojo (dalam Hermayani, 2008), ada tiga ciri yang harus
dimunculkan dalam proses pembelajaran matematika menurut pandangan
konstruktivisme yaitu sebagai berikut:1. Pembelajar harus terlibat
secara aktif dalam belajarnya.2. Pembelajar belajar materi
matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir;3. Informasi
baru harus diikutsertakan dengan informasi lama sehingga menyatu
dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh pembelajar;4. Orientasi
pembelajarannya berdasarkan pemecahan masalah.3. Prinsip Pendekatan
Konstruktivisme Prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan
dalam pembelajaran. Menurut Mohammad (2004:4) prinsip utama dalam
pembelajaran konstrutivisme adalah:1) Penekanan pada hakikat sosial
dari pembelajaran, yaitu peserta didik belajar melalui interaksi
dengan guru atau teman,2) Zona perkembangan terdekat, yaitu belajar
konsep yang baik adalah jika konsep itu berada dekat dengan peserta
didik,3) Pemagangan kognitif, yaitu peserta didik memperoleh ilmu
secara bertahap dalam berinteraksi dengan pakar, dan4) Mediated
learning, yaitu diberikan tugas komplek, sulit, dan realita
kemudian baru diberi bantuan.Pendapat di atas dapat dijelaskan
bahwa pendekatan konstruktivisme lebih menekankan keaktifan dan
peran serta peserta didik dalam pembelajaran, sedangkan guru hanya
sebagai fasilitator sebagaimana yang dituntut oleh
kurikulum.4.Pembelajaran Matematika Dalam Paradigma Konstruktivisme
Menurut Hudojo (1998:6) pembelajaran matematika dalam pandangan
konstruktivisme adalah membantu siswa membangun konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui
proses internalisasi dan transformasi dari konsep-konsep dan
prinsip-prinsip itu sehingga terbangun kembali menjadi
konsep/prinsip baru. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
merupakan suatu proses aktif dalam upaya membantu siswa membangun
pemahaman.Alexander & Murphy (dalam Kauchack, 1998:9)
mengajukan 5 pertanyaan umum tentang belajar dan mengajar yang
sejalan dengan pendapat Good & Grophy, yaitu:- Pengetahuan awal
siswa mempengaruhi belajarnya- Siswa perlu memikirkan strategi
belajarnya- Motivasi berpengaruh kuat pada belajar- Perkembangan
dan perbedaan individual mempengaruhi belajar- Kontek sosial di
dalam kelas mempengaruhi belajarBerdasarkan karakteristik
konstruktivisme dan pernyataan umum tentang belajar mengajar yang
disebutkan itu, terdapat kesesuaian yang khas dalam belajar
matematika untuk mengorganisasikan dan menstrukturkan pengetahuan.
Pertama, adalah karakteristik yang mengatakan bahwa belajar yang
baru bergantung pada pemahaman sebelumnya. Hal ini berkenan dengan
pengetahuan prasyarat untuk belajar yang terlepas dari sifat
struktur matematika itu sendiri.Di dalam belajar matematika,
seseorang yang mempelajari konsep B sebelum memahami konsep A atau
suatu konsep yang lebih tinggi tingkatannya (higher-order concept)
hanya dapat dipahami melalui konsep yang lebih rendah tingkatannya
(lower-order concept) (Hudojo, 1990:4). Kedua, adalah pernyataan
tentang perkembangan dan perbedaan individual. Siswa pada tahap
berpikir konkrit akan kesulitan apabila matematika disajikan dalam
bentuk abstrak. Karena itu, memerlukan penyesuaian pembelajaran
yang menyajikan sebagai bentuk representasi konsep matematika untuk
membantu siswa agar dapat memudahkan belajarnya. Sebagai contoh,
konsep tentang perkalian bilangan cacah akan sulit atau mungkin
tidak dapat dipahami oleh siswa yang belum memahami penjumlahan,
fakta dasar bilangan, fakta dasar penjumlahan, fakta dasar
perkalian dan yang lainnya. Sebaliknya, konsep perkalian dapat
direprestasikan dari bentuk abstrak-simbolik ke bentuk konkret
sebagai penjumlahan berulang untuk memudahkan siswa
memahaminya.Kauchack & Eggen (1998:192-193) mengemukakan bahwa
pembelajaran untuk memfasilitasi konstruksi pengetahuan memuat 4
aspek penting sebagai berikut.- Pembelajaran berfokus pada
penjelasan dan jawaban siswa atas masalah atau pertanyaan.-
Penjelasan dan jawaban datang dari siswa- Penjelasan dan jawaban
bersumber dari representasi konsep- Guru membantu siswa
mengkonstruk pengetahuan dengan mengarahkan interaksi sosial dan
menyediakan representasi konsep.Karakteristik lingkungan belajar
yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme,dikemukakan oleh
Indrawati (1999), sebagai berikut:- Siswa tidak dipandang sebagai
sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan serta dapat merespon
situasi pembelajaran dengan membawa konsepsi awal sebelumnya.-
Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin melibatkan proses aktif
siswa dalarnmengkonstruksi pengetahuan yang sering kali melibatkan
negosiasi interpersonal.- Pengetahuan bukan sesuatu yang datang
dari luar melainkan dikonstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang
datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal dan
sosial.- Seperti siswa, guru juga membawa konsepsi awal ke dalam
situasi pembelajaran, baik mengenai materi pelajaran, dan pandangan
mereka tentang pembelajaran.- Pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas serta
tatanan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpikir secara
ilmiah.-Kurikulum bukanlah sesuatu yang sekedar dipelajari
melainkan seperangkat program pembelajaran, materi, sumber, serta
pembahasan yang merupakan titik tolak siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan.5. Keuntungan Dan Kelemahan Pembelajaran Dengan
Pendekatan KonstruktivismePembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme ini akan memberikan keuntungan kepada siswa, yaitu
dapat membiasakan siswa belajar mandiri dalam memecahkan masalah,
menciptakan kreativitas untuk belajar sehingga tercipta suasana
kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerja sama sesama
siswa, dan siswa terlibat langsung dalam melakukan kegiatan, dan
dapat menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna karena
timbulnya kebanggaan siswa menemukan sendiri konsep yang sedang
dipelajari dan siswa akan bangga dengan hasil temuannya, serta
melatih siswa berpikir kritis dan kreatif. Sedangkan kelemahannya
adalah siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, tidak jarang
bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi
para ahli matematika, hal ini dapat mengakibatkan salah pengertian
(miskonsepsi). 1. B. PENDEKATAN KONTEKSTUAL 1. 1. Pengertian
Pendekatan KontekstualPembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan
dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi,
2003:13).Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning
/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya.Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru
harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan
ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai
penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang
pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik
(dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kontekstual yaitu:1. Pembelajaran harus
memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta
didik;2. Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh peserta didik;3. Pembelajaran harus memperhatikan,
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik;4. Pembelajaran
dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus;5.
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: menyusun
konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan
tanggapan dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep;6.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung
apa-apa yang dipelajari;7. Adanya refleksi terhadap strategi
pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang
dipelajari.Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar
yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara
alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung
apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual mendorong
siswa untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga
memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa
belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud,
ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk
hidup, dan bagaimana cara untuk menggapainya.2. Komponen Pendekatan
Kontekstual Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen,
yakni:1. a. Kontruktivisme (Constuctivism)Kontruktivisme
(contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.1. b. Bertanya
(Questioning)Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang
digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan
mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama
pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai keterampilan berpikir siswa.1. c. Menemukan
(Inquiri)Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat sepesrangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri
terdiri atas siklus yang mempunyai langkah-langkah antara lain:1.
Merumuskan masalah,2. Mengumpulkan data melalui observasi, 1.
Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya,2. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil
karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.3. d.
Masyarakat belajar (Learning Community)Masyarakat belajar (learning
community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan
orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman,
antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum
tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat
dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh
teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari
teman bicaranya.1. e. Permodelan (Modeling)Pemodelan (modeling)
yaitu dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya
membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaiman
guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa
yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat
berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau
aktivitas belajar.1. f. Refleksi (Reflection)Refleksi (reflection)
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau
pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah,
bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa
yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.1. g.
Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)Penilaian yang
sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur penilaian
pada pembelajaran kontekstual yang memberikan gambaran perkembangan
belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan berbagai
data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar
bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar.1. 3. Elemen-elemen dalam pengajaran kontekstualDalam
pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar
yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami
(experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating)
dan mentransfer (transferring).1. 1. Mengaitkan adalah strategi
yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan
sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan
apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.2. 2.
Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika
siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.3. 3. Menerapkan. Siswa
menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang
realistic dan relevan.4. 4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara
individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman
kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi
konsisten dengan dunia nyata.5. 5. Mentransfer. Peran guru membuat
bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan
hapalan.1. 4. Penyusunan Rencana Pembelajaran Berbasis
KontekstualDalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran
lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang
berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya.
Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai
tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan
dikerjakannya bersama siswanya.Secara umum tidak ada perbedaan
mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan
program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya
hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih
menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan
operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual
lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu,
saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.Pertama, nyatakan
kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan
siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi
dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. Kedua, nyatakan
tujuan umum pembelajarannya. Ketiga, rincilah media untuk mendukung
kegiatan itu. Keempat, buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan
siswa. Kelima, nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data
apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.1. 5.
Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Pembelajaran Kontekstual
dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya
sebagai berikut ini.Pertama, kembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Kedua,
laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
Ketiga, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Keempat,
ciptakan masyarakat belajar. Kelima, hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran. Kelima, lakukan refleksi di akhir pertemuan. Keenam,
lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.1. C.
PROBLEM SOLVING 1. 1. Pengertian Problem SolvingProblem
solvingadalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan
masalah dan memecahkan berdasarkan data daninformasiyang akurat,
sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik,
1994:151).Menurut Hunsaker Pemecahan masalah (problem solving)
didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau
ketidak sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil
hasil yang diinginkan. Sementara menurut MuQodin mengatakan
bahwaproblem solvingmerupakan suatu keterampilan yang meliputi
kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut
sehubungan dengan hasil yang dicapai dan pada akhirnya melaksanakan
rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.. Berdasarkan
dari beberapa definisiproblem solvingyang dikemukakan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwaproblem solvingmerupakan suatu keterampilan
yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi dan mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan
keputusan untuk mencapai sasaran. Terkait dengan pengertian problem
solving tadi bila dikaitkan dengan pembelajaran maka mempunyai
pengertian sebagai proses pendekatan pembelajaran yang menuntut
siswa untuk menyelesaikan masalah, dimana problem yang harus
diselesaikan tersebut bisa dibuat-buat sendiri oleh pendidik dan
ada kalanya fakta nyata yang ada dilingkungan kemudian dipecahkan
dalam pembelajaran dikelas dengan berbagai cara dan
teknik.IstilahProblemSolvingsering digunakan dalam berbagai bidang
ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula.
TetapiProblemSolvingdalam matematika memiliki kekhasan tersendiri.
Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi. Istilah
ProblemSolvingdalam pembelajaran matematika, yaitu:(1)
ProblemSolvingsebagai tujuan (as a goal),(2) ProblemSolvingsebagai
proses (as a process), dan(3) ProblemSolvingsebagai keterampilan
dasar (as a basic skill).1. a. ProblemSolvingsebagai tujuanPara
pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada
pendidikan matematika seringkali menetapkanProblemSolvingsebagai
salah satu tujuan pembelajaran matematika.
BilaProblemSolvingditetapkan atau dianggap sebagai tujuan
pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang
khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan
yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang
bagaimana menyelesaikan masalah (solveProblems) merupakan alasan
utama (primary reason) belajar matematika.1. b.
ProblemSolvingsebagai prosesPengertian lain
tentangProblemSolvingadalah sebagai sebuah proses yang dinamis.
Dalam aspek ini,ProblemSolvingdapat diartikan sebagai proses
mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang
baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu
diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang
digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses
ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini
sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. Sebenarnya,
bagaimana seseorang melakukan prosesProblemSolvingdan bagaimana
seseorang mengajarkannya tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi
usaha untuk membuat dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan
informasi atau prosesProblemSolvingtelah banyak dilakukan. Dan
semua ini memberikan beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam
belajarProblemSolving dan aplikasi dalam pengajaran.1. c.
ProblemSolvingsebagai keterampilan dasarProblemSolvingsebagai
keterampilan dasar (basic skill). Pengertian ProblemSolvingsebagai
keterampilan dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan:
apa ituProblemSolving? Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan
dasar dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain
keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan
logika, keterampilan matematika, dan lainnya. Satu lagi yang baik
secara implisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah
keterampilan ProblemSolving. Beberapa prinsip penting
dalamProblemSolvingberkenaan dengan keterampilan ini haruslah
dipelajari oleh semua siswa, seperti yang dikemukakan oleh George
Polya tahun 1945.1. 2. Karakteristik Problem SolvingKarakteristik
khusus pendekatan pemecahan masalah menurut Taplin adalah sebagai
berikut:1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi antara guru
dan siswa.2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.3.
Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa
mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi
penyelesaiannya.4. Guru menerima jawaban ya atau tidak dan bukan
untuk mengevaluasi.5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan
dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses
pemecahan masalah.6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan
dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.7.
Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatanproblem solvingdapat
menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep,
sebuah proses sentral dalam matematika.1. 3. Perangkat Pembelajaran
Problem SolvingUntuk menerapkan pembelajaran problem solving
diperlukan beberapa perangkat terutama1. a. Software (Metode)Setiap
pembelajaan seorang guru tidak dilepaskan dari peranan metode, akan
tetapi tak semua metode yang guru pakai dapat menghasilkan output
yang baik, Dan guru mengajar dengan metode dapat menemukan dan
membimbing anak ke arah pemecahan masalah tapi tak semua metode
bisa digunakan sebagi prosesproblem solvingpaling tidak metode
tersebut mempunyai nilai-nilai sebagai berikut: Keaktifan terhadap
peserta didikKarena keaktifan siswa dalam pembelajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengexplorasi pengetahuannya untuk
memecahkan masalah serta membangun konsep-konsep yang akan
dipelajarinya. Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan
ketrampilan kepada siswa bagaimana sesungguhnya belajar yang dapat
menjadi bekal untuk menjadi pembelajar seumur hidup dan memecahkan
masalah dalam proses pembelajaran. KreativitasDengan kekreatisan
seorang siswa baik individual maupun kelompok, dituntut untuk
menghasilkan penemuan-penemuan sebagai manifestasi dari pemecahan
masalah, penting bagi siswa untuk semenjak dini menghasilkan
kreasi-kreasi atau belajar mengkreasi sesuatu.Berkreativitasnya
siswa dapat menghantarkan daya pikir kritis dalam memecahkan
masalah dan tentunya setiap metode harus didukung oleh fasilitas
tertentu yang dapat mengarah kepada tercapainya tujuan.Diantara
yang paling bermasalah ialah Metode ceramah meruapakan metode
klasik yang hanya menggunakan lisan dalam menyampaikan materi, yang
dampaknya murid menjadi pasif, tidak gairah dan daya pikir siswa
statis. Maka dari itu metode ceramah sangat tidak relevan untuk
digunanakan dalam pembelajaranproblem solving, memang setiap metode
pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari metode ceramah akan tetapi
metode ceramah hanya sebagai fasilitas daya dukung aja dari pada
metode yang diterapkan guru dalam pembelajaran.1. b. Hardware Untuk
perangkat yang kedua ialah hardware yang terkait dengan teknik
pembelajaran, teknik pembelajaran ialah jalan, alat, atau media
yang diguanakan oleh guru dalam rangka mendidik muridnya guna
mencapai tujuan pembelajaran ( Garlach dan Ely, 1980 ). Aplikasi
atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan masalah
pendidikan dan pembelajaran mempersyaratkan minimal tersedianya
hal-hal berikut:a) dukungan teknologi atau infrastruktur,b)
penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan
content,c) kesiapan Siswa pengguna atau user.Sementara itu
pemecahan masalah belajar secara empirik dapat dilakukan dengan
berbagai cara, strategi, dan prosedur (Purwanto, 2005:1718).
Aplikasi atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan
masalah pendidikan dan pembelajaran dengan cara:1) Memadukan
berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen,
psikologi, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem;2) Memecahkan
masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan
memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di
antaranya;3) Menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk
membantu memecahkan masalah belajar;4) Timbulnya daya lipat atau
efek sinergi, di mana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur
mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan.Demikian pula
pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih
daripada memecahkan masalah secara terpisah (Miarso, 2007:78).1. 4.
BentukProblem SolvingAda beberapa bentuk dalam problem solving
menurut Chang, DZurilla dan Sanna (2004), yaitu a) Rational Problem
SolvingSebuah bentuk pembelajaran problem solving yang konstruktif
yang didefinisikan seperti rasional, berunding dan aplikasi yang
sistematik dalam kemampuan menyelesaikan masalah. Model ini terdiri
dari 4 tahapan, yaitu :1) Identifikasi MasalahProblem solver
mencoba mengelompokkan dan mengerti masalah yang dihadapi dengan
mengumpulkan banyak spesifikasi dan fakta konkrit tentang
kemungkinan masalah, mengidentifikasi permintaan, rintangan dan
tujuan yang realistik dalam menyelesaikan masalah.2) Mencari Solusi
AlternatifFokus pada tujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut
dan mencoba untuk mengidentifikasi banyak solusi yang memungkinkan
termasuk yang konvensional.3) Mengambil keputusan Problem solving
mengantisipasi terhadap keputusannya dalam solusi yang berbeda,
mempertimbangkan, membandingkan dan kemudian memilih yang terbaik
atau solusi yang efektif yang paling berpotensial.4)
Mengimplementasi Solusi dan PengertianSeseorang harus berhati-hati
dalam menerima dan mengevaluasi solusi yang menjadi pilihan setelah
mencoba untuk melaksanakan solusi tersebut kedalam situasi masalah
dalam kehidupan nyata1. 5. Kelebihan dan Kekurangan Problem Solving
Salah satu tujuan pembelajaran ialah untuk menciptakan prodak siswa
yang tidak hanya memiliki keahlian koknitif dan afektif saja
melainkan seorang siswa juga dituntut untuk cakap dalam
mengembangkan psikomotorik, tujuan tersebut tidak dari proses untuk
memecahkan masalah, dan didalam memecahkan masalah tersebut
haruslah menghadirkan metode. Dan metode yang tepat ialah
metodeproblem solving, salah satu metode metode yang menekankan
untuk berpikir krisis dan kreatif guna mencapai tujuan, tapi metode
tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan.a. Kelebihan Pembelajaran
Problem Solving1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.2.
Berpikir dan bertindak kreatif.3. Memecahkan masalah yang dihadapi
secara realistis4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.5.
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.6. Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan tepat. 7. Dapat membuat pendidikan sekolah
lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.b. Kelemahan
pembelajaran problem solving1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit
untuk menerapkan Pembelajaran ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta
akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.2.
Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain3. Pengembangan program membutuhkan
biaya tinggi dan waktu yang lama.4. Pengadaan dan pemeliharaan alat
mahal .1. D. PENDEKATAN PMRI 1. 1. Sejarah PMRIPendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari
Realistic Mathematics Education (RME), teori pembelajaran yang
dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans Freudenthal.
Sejarahnya PMRI dimulai dari usaha mereformasi pendidikan
matematika yang dilakukan oleh Tim PMRI (dimotori oleh Prof. RK
Sembiring dkk) sudah dilaksanakan secara resmi mulai tahun 1998,
pada saat tim memutuskan untuk mengirim sejumlah dosen pendidikan
matematika dari beberapa LPTK di Indonesia untuk mengambil program
S3 dalam bidang pendidikan matematika di Belanda.Selanjutnya
ujicoba awal PMRI sudah dimulai sejak akhir 2001 di delapan sekolah
dasar dan empat madrasah ibtidaiyah. Kemudian, PMRI mulai
diterapkan secara serentak mulai kelas satu di Surabaya, Bandung
dan Yogyakarta. Setelah berjalan delapan tahun, pada tahun 2009
terdapat 18 LPTK yang terlibat, yaitu 4 LPTK pertama ditambah UNJ
(Jakarta), FKIP Unlam Banjarmasin, FKIP Unsri Palembang, FKIP
Unsyiah (Banda Aceh), UNP (Padang), Unimed (Medan), UM (Malang),
dan UNNES (Semarang), UM (Universitas Negeri Malang), dan Undiksa
Singaraja, Bali, UNM Makassar, UIN Jakarta,Patimura Ambon, Unri
Pekan Baru, dan Unima Manado. Selain itu juga ada Unismuh,
Uiversitas Muhamadiyah Purwokerto dan STKIP PGRI Jombang. Jumlah
sekolah yang terlibat, dalam hal ini disebut sekolah mitra LPTK
tidak kurang dari 1000 sekolah.Sejarah PMRI bisa dibaca pada buku
10 tahun PMRI di Indonesia ( A decade of PMRI in Indonesia,
diterbitkan di Belanda) yang sudah beredar diseluruh dunia.1. 2.
Standar Guru PMRI (Standards for a PMRI teacher) 1. Guru memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang matematika dan
PMRI serta dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. (A teacher has a
repertoire of mathematics and PMRI didactics to develop a rich
learning environment).2. Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir,
berdiskusi, danbernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan
kreativitas siswa.(A teacher coaches students to think, discuss,
and negotiate to stimulate initiative and creativity).3. Guru
mendampingi dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan
dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri. (A
teacher guides and encourages students to express their ideas and
find own Strategies).4. Guru mengelola kelas sedemikian sehingga
mendorong siswa bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka
pengkonstruksian pengetahuan siswa. (A teacher manages class
activities in such a way to support students cooperation and
discussion for the purpose of knowledge construction).5. Guru
bersama siswa menyarikan (summarize) fakta, konsep, dan prinsip
matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi. (Teacher
together with students summarize mathematics facts, concepts,
principlesthrough a process of reflection and confirmation).1. 3.
Standar Pembelajaran Menurut PMRI (Standards for a PMRI Lesson) 1.
Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar
kompetensi dalam kurikulum. (PMRI lesson fulfill the accomplishment
of competences as mentioned in the curriculum).2. Pembelajaran
diawali dengan masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan
terbantu belajar matematika. (PMRI lesson starts with realistic
problem to motivate and help students learn mathematics).3.
Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa mengeksplorasi masalah
yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling
belajar dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan. (PMRI lesson giv
students opportunities to explore and discuss given problems so
that they can learn from each other and to promote mathematics
concept construction).4. Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep
matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk
pengetahuan yang utuh. (PMRI lesson interconnects mathematics
concepts to make a meaningful lesson and intertwining of
knowledge).5. Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi
untuk menyarikan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang telah
dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat
pemahaman. (PMRI lesson ends with a confirmation and reflection to
summarize learned mathematical facts, concepts, and principles and
is followed by exercises to strengthen students understanding).
Standar Bahan Ajar PMRI ( Standards for PMRI Teaching Materials)1.
Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
(Teaching materials are in line with curriculum).2. Bahan ajar
menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan
membantu siswa belajar matematika. (Teaching materials use
realistic problems to motivate students and to help students learn
mathematics).3. Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang
saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika
yang bermakna dan utuh. (Teaching material intertwine mathematics
concepts from different domains to give opportunities for students
to learn a meaningful and integrated mathematics).4. Bahan ajar
memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan
kemampuan berpikir siswa.(Teaching materials contain enrichment
materials to accommodate different way and levels of students
thinking).5. Bahan ajar dirumuskan/ disajikan sedemikian sehingga
mendorong/ memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif
serta berinteraksi dalam belajar. (Teaching materials are presented
in such a way to encourage students to think critically, creative,
innovative and stimulate students interaction and cooperation).
Standar Lokakarya PMRI (Standards for a PMRI Workshop)1. Kegiatan
lokakarya berorientasi pada proses yang memudahkan peserta memahami
konsep PMRI, dan pada produk yang dapat digunakan dalam
pembelajaran. (Activities in a workshop are process-oriented that
can support the participants to understand PMRI ideas and
product-oriented that can be used in school).2. Lokakarya
memfasilitasi peserta berpartisipasi aktif dalam membangun
pengetahuan dan keterampilan mereka, terkait dengan prinsip PMRI.
(A workshop facilitates participants to experience the PMRI
characteristic themselves to build their knowledge and skills).3.
Materi lokakarya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum, kondisi
internal dan eksternal sekolah, dengan tetap memperhatikan prinsip
PMRI, untuk meningkatkan adaptabilitas PMRI di sekolah. (Contents
of a workshop are in line with curriculum demand, internal and
externalcondition of school, and envision an ideal situation in
order to enhanceadaptability of PMRI in schoo)l.1. Selama lokakarya
peserta melakukan refleksi tentang kaitan antara aktivitas yang
dilakukan, konsep matematikanya dan landasan teoritik PMRI. (During
a workshop participants reflect on the relation between the
activities,mathematical concepts and PMRI theories).2. Lokakarya
memberdayakan dan menumbuhkan kepercayaan diri peserta tentang PMRI
sehingga dapat menerapkannya secara konsisten di sekolah. (A
workshop empowers and builds confidence of the participants to
sustain implementation of PMRI in schools). Model pembelajaran
PMRIUntuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori
PMRI, model tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik
pada tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Zulkardi dalam Shahnaz,
2002; 2004).1. 1. TujuanDalam mendesain, tujuan haruslah melingkupi
tiga level tujuan dalam RME : lover level, middle level, and high
level. Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif
maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan
psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi,
justifikasi, dan pembentukan sikap kristis siswa.1. 2. MateriDesain
guru open material atau materi terbuka yang didiskusikan dalam
realitas, berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan;
keterkaitan garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real
secara original seperti pecahan dan persentase; dan alat dalam
bentuk model atau gambar, diagram dan situasi atau simbol yang
dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya
terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa ke penemuan
konsep matematika suatu topik.1. 3. AktivitasAtur aktivitas siswa
sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi,
dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk
bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan
guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan
evaluator.1. EvaluasiMateri evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk
open-ended question yang memancing siswa untuk menjawab secara
bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban atau
free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat
pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau
topik.Pembelajaran matematika menggunakan PMRI di Indonesia mulai
diujicobakan pada tahun 2001 di 12 SD termasuk 4 Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN) atas permintaan Departemen Agama,
bekerjasama dengan 4 LPTK: Universitas Pendidikan Indonesia I(UPI)
Bandung, Universitas Sanata Darma (USD) Yogyakarta, Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Negeri Surabaya
(UNESA).Beberapa penelitian tentang PMRI telah dilaksanakan di
Indonesia, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Fauzan
(2002) tentang implementasi materi pembelajaran realistik untuk
topik luas dan keliling di kelas 4 sekolah dasar (SD) di Surabaya
menunjukkan bahwa para guru dan siswa menyukai materi pembelajaran
matematika dengan pendekatan PMRI, proses belajar mengajar menjadi
lebih baik, dimana siswa lebih aktif dan kreatif, guru tidak lagi
menggunakan metode chalk and talk, dan peran guru berubah dari
pusat proses belajar mengajar menjadi pembimbing dan
narasumber.Disamping itu, Penelitian Armanto (2002) tentang
pengembangan alur pembelajaran lokal topik perkalian dan pembagian
dengan pendekatan realistik di SD di dua kota yaitu Yogyakarta dan
Medan menunjukkan bahwa siswa dapat membangun pemahaman tentang
perkalian dan pembagian dengan menggunakan strategi penjumlahan dan
pembagian berulang, siswa belajar perkalian dan pembagian secara
aktif, dan mendapatkan hasil (menyelesaikan soal) baik secara
individu maupun kelompok.Temuan yang sama juga dilaporkan dalam
penelitian di Bandung, yaitu siswa-siswa SLTP di sekolah percobaan
menunjukkan perubahan sikap yang positif terhadap matematika, hal
itu dipandang sebagai permulaan yang baik dalam pengembangan
pendidikan matematika di Indonesia (Zulkardi dalam Shahnaz,
2002).Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang sangat membantu
untuk pengembangan pemahaman konsep matematika siswa, siswa mampu
menemukan sendiri konsep matematika, siswa menjadi lebih aktif dan
mampu berinteraksi dengan teman-temannya maupun dengan gurunya, dan
guru tidak lagi menjadi pusat belajar mengajar melainkan guru
sebagai fasilitator, motivator, moderator dan evaluator.
Pembelajaran PMRI diharapkan bisa dilaksanakan di seluruh wilayah
Indonesia mengingat dengan pendekatan ini proses pembelajaran
semakin bermakna, konteks pembelajarannya tergantung dari sumber
daya daerah masing-masing dan siswa tidak lagi terbebani dalam
belajar matematika. Karakteristik PMRIPMRI mempunyai lima
karakteristik yaitu :1. 1. Menggunakan masalah kontekstualMasalah
kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana
matematika yang diinginkan dapat muncul.1. 2. Menggunakan model
atau jembatan dengan instrumen vertikalPerhatian diarahkan pada
pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya
mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.1. 3.
Menggunakan kontribusi siswaKontribusi yang besar pada proses
belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang
mengarahkan mereka dari metode unformal mereka ke arah yang lebih
formal atau standar.1. 4. InteraktivitasNegosiasi secara eksplisit,
intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah
faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana
strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai
yang formal.1. 5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran
lainnyaPendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar
tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan
keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
Prinsip PMRIPrinsip-prinsip PMRI adalah sebagai berikut :1. Guided
reinvention and didactical phenomenologyKarena matematika dalam
belajar RME adalah sebagai aktivitas manusia maka guided
reinvention dapat diartikan bahwa siswa hendaknya dalam belajar
matematika harus diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri
proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat
diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya
ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan
situasi yang berupa fenomena-fenomena yang mengandung konsep
matematika dan nyata terhadap kehidupan siswa.1. Progressive
mathematizationSituasi yang beriisikan fenomena yang dijadikan
bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah
berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai
tingkat matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam
matematisasi haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat
belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara
formal. Share this: Twitter Facebook Google Memuat...Bookmark the
permalink.Tinggalkan komentar
Post navigation Previous Next Tinggalkan Balasan Top of Form
Bottom of FormPos-pos Terakhir PISA Pendekatan Pembelajaran
(Konstruktivisme,Kontekstual,Problem Solving,PMRI) Siswa dan
KesulitanBelajar Tes Objektif Manajemen Kepemimpinan Komentar
TerakhirArsip November 2013 Oktober 2013 September 2013Kategori
Uncategorized Meta Mendaftar Masuk log RSS Entri RSS Komentar
WordPress.comBuat website atau blog gratis di WordPress,com. | The
Dusk To Dawn Theme. Ikuti Follow Julifa TrianaTop of FormGet every
new post delivered to your Inbox.Bottom of FormDitenagai oleh
WordPress.com