-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
PENDEKATAN DIAGNOSIS BANGKITAN ABSANS DAN BERBAGAI SINDROM
EPILEPSI DENGAN GEJALA BANGKITAN
ABSANS
DIAGNOSTIC APPROACH IN ABSENCE SEIZURE AND VARIOUS EPILEPTIC
SYNDROMES WITH ABSENCE SEIZURE
Andira Larasari*, Donny H. Hamid**
ABSTRACT
Introduction: Absence that is identical to the laymen’s term of
a blank stare is the main symptom in many epileptic syndromes. In
daily practice, the symptom of a blank stare can be seen in many
types of focal epilepsy such as frontal lobe and temporal lobe
epilepsy (known as pseudo absences) and other non-epileptic
diseases such as Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
and autism. These conditions can cause misdiagnosis and also
therapeutic errors which may worsen the patient’s clinical
condition and prognosis. In this article, an appropriate diagnostic
approach in many epileptic syndromes with absence seizure and their
differentials will be further elucidated. Keywords: Absence,
epilepsy, epileptic syndrome with absence seizure. ABSTRAK
Pendahuluan: Absans yang identik dengan pengertian awam bengong
(pandangan kosong) merupakan gejala utama pada berbagai sindrom
epilepsi absans. Dalam praktek sehari-hari gejala bengong juga
dapat dijumpai pada jenis epilepsi fokal lain, seperti epilepsi
lobus frontal, epilepsi lobus temporal (disebut pseudo absences)
dan penyakit non epilepsi lain seperti Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Autisme. Keadaan ini dapat
mengakibatkan kesalahan diagnosis dan kesalahan terapi yang
selanjutnya dapat memperburuk klinis dan prognosis pasien. Pada
makalah ini akan dibahas tentang pendekatan diagnosis berbagai
sindrom epilepsi dengan gejala bangkitan absans serta diagnosis
bandingnya. Kata Kunci: Absans, epilepsi, sindrom epilepsi
absans.
*Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, **SMF Neurologi RSUD Pasar Rebo, Jakarta. Korespondensi:
[email protected] PENDAHULUAN
Bangkitan absans adalah bangkitan umum yang memiliki gejala yang
sangat berbeda dengan persepsi umum mengenai bangkitan epilepsi.
Bangkitan tersebut secara neurofisiologis dan farmakologis sangat
unik dan terapinya membutuhkan perhatian khusus.1 Bangkitan absans
umum didefinisikan sebagai hilangnya kesadaran tiba-tiba dan
kembalinya kesadaran juga tiba-tiba yang berhubungan dengan
aktivitas gelombang paku ombak bilateral sinkron pada pemeriksaan
EEG.2
Bangkitan absans dapat berupa absan tipikal dan absans atipikal.
Absans tipikal biasanya memberikan respons yang baik terhadap
terapi dan tidak disertai dengan gangguan kognitif. Sebaliknya
absans atipikal respons terhadap terapi sangat buruk dan biasanya
disertai dengan gangguan neurologik yang berat.2 Tipikal dan
atipikal absans perlu dibedakan karena dapat dipakai sebagai
prediktor untuk menentukan prognosis pada anak dengan epilepsi
absans.2
Insidens rerata bangkitan absans diperkirakan 1/10.000 tiap
tahun. Dari penelitian oleh Cavazzuti3 didapatkan bangkitan absans
meliputi 8% epilepsi anak, lebih sering ditemukan pada anak
perempuan.
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
Metrakos dan metrakos4 pertama kali mengemukakan bahwa faktor
keturunan berperan pada timbulnya bangkitan absans. Riwayat
epilepsi pada keluarga ditemukan pada 15%-44% pasien dengan
bangkitan absans.5 Faktor genetik memiliki peran terutama pada
epilepsi umum idiopatik dengan bangkitan absans tipikal. Faktor
bawaan juga diperkirakan berperan.2
Diagnosis bangkitan absans ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
gambaran EEG Iktal dan interiktal. Pengetahuan mengenai gejala
klinis dan gambaran EEG bangkitan absans sangat diperlukan, karena
diagnosis yang tidak tepat dapat mengakibatkan pemberian terapi
yang tidak tepat. Kenyataan menunjukkan bahwa 40% penderita
mendapatkan obat yang dikontraindikasikan, yang tidak hanya tidak
efektif tetapi juga memperburuk gejala bangkitan absans, misalnya
carbamazepine dan vigabatrin.1
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai pedoman untuk
diagnosis bangkitan absans secara tepat sehingga dapat dilakukan
tatalaksana yang tepat.
Gambar 1. Gelombang paku ombak 3 spd saat serangan absans dengan
aksentuasi pada regio
frontal.2
Gejala Klinis dan Gambaran EEG
Secara klinis, bangkitan absans memiliki ciri khas gangguan
kesadaran tiba-tiba, biasanya disertai oleh tatapan kosong dan
berhentinya aktivitas yang sedang dilakukan. Awal dan akhir
bangkitan berlangsung tiba-tiba tanpa aura dan tanpa gejala post
iktal dan dapat disertai oleh gejala motorik ringan atau
automatisme. Adanya serangan (iktal) dapat dideteksi dengan
pemeriksaan kognitif saat serangan. Frekuensi serangan bervariasi
dari harian ke mingguan.2
Bangkitan absans tipikal atau atipikal dapat dibedakaan menurut
gambaran klinis dan EEG. Bangkitan absans tipikal lebih sering
terjadi daripada bangkitan absans atipikal. Walaupun profil
farmakologis dari kedua tipe absans relatif sama, ada empat hal
yang digunakan untuk membedakan tipikal dan atipikal absans,
yaitu:2
1. Sirkuit neural yang berperan. Pada bangkitan absans tipikal,
aktivitas epileptiform terbatas pada sirkuit thalamus. Pada
bangkitan absans atipikal, baik sirkuit thalamokortikal maupun
sirkuit limbik, juga berperan.
2. Frekuensi gelombang paku ombak. Pada bangkitan absans tipikal
frekuensi gelombang 3Hz, sedangkan pada absans atipikal
frekuensinya 1-2Hz dan latar belakang lambat dibandingkan dengan
usia penderita.
3. Onset serangan. Pada absans tipikal perubahan perilaku
memiliki onset yang mendadak, dan terjadinya bersamaan dengan
adanya gelombang paku ombak. Pada absans atipikal gerakan volunter
dan kesadaran dapat tetap terjaga saat serangan, yang kemudian
akan
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
terjadi gangguan secara gradual, dan tidak selalu bersamaan
dengan timbulnya gelombang paku ombak.
4. Perbedaan prognosis. Anak dengan absans tipikal memiliki
prognosis yang baik dan tidak mengalami gangguan kognitif. Hal ini
berhubungan dengan terbatasnya cetusan di sirkuit thalamokortikal.
Pada absans atipikal berhubungan dengan gangguan kognitif berat dan
gangguan perkembangan.
Tabel 1. Perbedaan klinis dan gambaran EEG antara bangkitan
Absans Tipikal dan Atipikal.6
Klinis dan gambaran EEG Absans Atipikal Absans Tipikal Awal dan
akhir serangan Biasanya perlahan Mendadak Kesadaran/respons
Berkurang, namun tidak menghilang Bervariasi dari ringan hingga
sedang Perubahan tonus Biasanya jelas Biasanya ringan Durasi
Biasanya lebih panjang (kadang
dalam hitungan menit) Biasanya singkat, sangat jarang >30-40
detik
Post iktal Gangguan kognitif tetap ada Langsung respons EEG
inter iktal Latar belakang abnormal disertai
cetusan epileptiform yang beragam Latar belakang normal, kadang
disertai cetusan epileptiform tipikal IGE
EEG iktal Gelombang paku ombak lambat (2,5Hz)
Fungsi neurologis normal Sangat jarang Syarat utama Tipe
bangkitan lain Paling sering bangkitan tonik dan
atonik Tergantung sindrom IGE
Prognosis Umumnya buruk Umumnya baik
Absans Tipikal
Gejala klinis dan gambaran EEG absans tipikal beragam dan
berhubungan dengan berbagai sindrom epilepsi.6 Gejala klasik
bangkitan absans tipikal adalah gangguan kesadaran dengan onset
yang mendadak dan durasinya cepat, sehingga pasien tidak respons
dan terjadi interupsi aktivitas yang sedang dikerjakan. Serangan
berhenti tiba-tiba, dimana fungsi mental mengalami perbaikan segera
setelah bangkitan berhenti dan pasien dapat langsung melakukan
aktivitas yang terhenti sebelum serangan.1,2
Gangguan kesadaran saat serangan dapat sangat ringan (sehingga
membutuhkan pemeriksaan kognitif untuk mendeteksinya) atau berat.
Penelitan dengan menggunakan video EEG menunjukkan bahwa pada 94%
serangan, selain gangguan kognitif, juga terjadi perubahan ekspresi
wajah dan pandangan kosong. Menurut penelitian pada 339 serangan
yang dialami 47 anak, didapatkan rerata durasi serangan adalah
9,4±7 detik (rentang 1–44 detik). Serangan sebagian besar timbul
secara spontan, namun pada 90% pasien yang tidak diobati serangan
dipresipitasi oleh hiperventilasi.2,6,7,8
Bangkitan absans dapat memiliki gejala gangguan kesadaran saja,
namun dapat juga memiliki gejala lain, yaitu:1
• Gerakan klonik ringan dari kelopak mata, ujung bibir, atau
otot lainnya • Gejala atonik yang menyebabkan kepala menunduk,
batang tubuh terjatuh. • Kontraksi tonik otot yang menyebabkan
retropulsi kepala dan batang tubuh kaku
membengkok ke arah belakang. • Automatisme, misalnya gerakan
membasahi bibir, mengecap, menelan, berjalan tidak
tentu arah. • Ganggan otonom, misalnya kulit memucat, keringat
dingin, kemerahan pada kulit,
dilatasi pupil, inkontinensia urin. Bangkitan absans tipikal
memiliki gambaran EEG iktal yang khas yang timbul pada lebih
dari 90% penderita, yaitu gelombang paku ombak 3-4 spd,
simetris, dan bilateral sinkron dengan predominan frontal. Cetusan
EEG dapat berdurasi pendek (30 detik),
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
kontinyu atau terputus-putus.1,2,6,7 Gambaran EEG dipengaruhi
oleh usia penderita, jenis sindrom epilepsi, kesadaran, stimulasi
yang dilakukan, dan faktor intrinsik lain.9 Pada fase awal (1 detik
pertama) serangan, frekuensi gelombang paku ombak lebih cepat dan
tidak stabil. Pada fase inisial (3 detik pertama), frekuensi lebih
regular dan stabil pada fase inisial (3 detik pertama), dan
frekuensi melambat saat fase akhir (3 detik terakhir).3 Manifestasi
klinis timbul jika gelombang paku ombak timbul lebih dari 3 detik,
namun gangguan fungsi kognitif dapat terjadi pada durasi yang lebih
pendek.2
Latar belakang pada gambaran EEG interiktal biasanya normal,
namun dapat ditemukan gelombang paroksisimal paku bilateral
independen fokal di regio frontal, yang dapat disebabkan oleh
proyeksi pada sistem thalamokortikal atau karena onset fokal di
frontal, misalnya pada regio frontobasal atau mesial. Cetusan fokal
tersebut tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti adanya
epilepsi fokal dengan penyebaran umum sekunder, karena akan
menyebabkan kesalahan diagnosis dan terapi.1,2,6
Gambaran EEG postiktal biasanya normal, kadang terlihat cetusan
paku ombak bilateral singkat, terutama pada keadaan tidur
nonREM.2
Absans Atipikal
Dibandingkan dengan absans tipikal, bangkitan absans atipikal
memiliki awal dan akhir yang kurang mendadak, durasi yang lebih
lama, gangguan kesadaran yang lebih ringan dan gangguan tonus yang
lebih signifikan. Serangan sering terjadi saat mengantuk dan kurang
dicetuskan oleh hiperventilasi atau stimulasi fotik.8
Gambaran Interiktal EEG pada absans atipikal menunjukkan latar
belakang yang lambat, gelombang paku ombak yang iregular,
asimetris, dan amplitudo rendah, dengan frekuensi dibawah 2,5Hz
atau di atas 3,5Hz. Penyebab dari gelombang yang lambat masih belum
diketahui, namun diketahui bahwa pada bangkitan absans atipikal
aktivitas epileptiform tidak terbatas pada sirkuit talamokortikal
saja, tetapi meliputi seluruh sirkuit hipokampal-talamokortikal.2,8
Pemeriksaan EEG iktal pada bangkitan absans atipikal menunjukkan
gelombang paku ombak difus, iregular dengan frekuensi yang lebih
rendah yaitu 2,5-3Hz, yang biasanya timbul kurang dari 10
menit.2,8
Absans atipikal timbul terutama pada epilepsi simptomatik atau
kriptogenik berat pada anak dengan gangguan belajar yang juga
mengalami bangkitan lain. Sering terjadi pada sindrom
Lennox-Gastaut, ensefalopati epileptik dengan gelombang paku ombak
kontinyu saat tidur (continous spike and wave during sleep), dan
epilepsi dengan bangkitan mioklonik-astatik.6 Sindrom Epilepsi
dengan Bangkitan Absans
Istilah absans merujuk pada bangkitan, bukan epilepsi. Namun,
beberapa epilepsi atau sindrom epilepsi memiliki gejala klinis
utama bangkitan absans, sehingga disebut sebagai epilepsi absans.2
Epilepsi absans memiliki semiologi, genetik, dan farmakologi yang
tidak homogen. International League Against Epilepsy (ILAE) telah
membuat klasifikasi sindrom epilepsi yang memiliki gejala absans
tipikal, meliputi Childhood Absence Epilepsy (CAE), Juvenile
Absence Epilepsy (JAE), Juvenile Myoclonic Epilepsy (JME), dan
Myoclonic Absence Epilepsy (MAE). Empat sindrom tersebut merupakan
bagian dari epilepsi umum idiopatik (Idiopathic Generalized
Epilepsies/IGE).2,7
Pada klasifikasi revisi ILAE 2010 ditambahkan dua tipe bangkitan
absans dengan klinis tertentu, yaitu Perioral mioklonus dengan
bangkitan absans (Perioral myoclonia with absences/PMA) dan
Mioklonia kelopak mata disertai absans (Eyelid myoclonia with
absence/EMA). Selain yang telah disebutkan, ada beberapa sindrom
IGE dengan gejala klinis bangkitan absans yang sedang diteliti
lebih lanjut dan belum diakui secara resmi oleh ILAE.10
Sulit untuk membedakan antara masing-masing sindrom tanpa
perbandingan EEG dan rekaman saat serangan. EMA paling mudah
dibedakan karena durasinya sangat singkat, gejala
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
utamanya adalah mioklonia kelopak mata dan gangguan kesadaran
minimal, cetusan EEG terutama polyspikes, dan fotosensitif. MAE dan
mioklonia perioral yang disertai dengan bangkitan absans gejala
utamanya adalah sentakan mioklonia dan cetusan EEG memperlihatkan
gambaran polyspikes. Yang paling sulit adalah membedakan JAE dan
JME yang bila diawali oleh gejala absans jauh sebelum timbulnya
sentakan mioklonik.7
Gambar 2. Gambaran EEG dari berbagai sindrom epilepsi yang
memiliki gejala absans.7
• Childhood Absence Epilepsy (CAE)
CAE (pyknolepsy) adalah epilepsi pada anak yang paling sering
timbul, mencakup 10-17% epilepsi anak. Definisi CAE menurut ILAE
tahun 1989 adalah: pyknolepsy timbul pada anak usia sekolah dengan
predisposisi genetik yang kuat. Lebih sering timbul pada anak
perempuan dibandingkan laki-laki. Ditandai dengan serangan yang
sangat sering. Pada EEG didapatkan gambaran paku ombak bilateral
sinkron simetris 3Hz, dengan latar belakang normal. Saat remaja
dapat timbul bangkitan umum tonik klonik (30-40% kasus), atau dapat
mengalami remisi, atau (lebih jarang) tetap timbul dengan bangkitan
absans saja.7,8
Pada tahun 2005 ILAE menambahkan kriteria CAE, yaitu usia onset
antara 4-10 tahun, dengan puncak antara 5-7 tahun. Loiseau and
Panayiotopoulos membuat kriteria inklusi dan eksklusi untuk
membantu penegakkan diagnosis CAE (Tabel 2), di mana kriteria yang
digunakan tidak jauh berbeda dengan kriteria CAE menurut ILAE
(1989).2,8
Dengan diagnosis yang tepat, prognosis CAE sangat baik. CAE
berespons, baik dengan pemberian ethosuximide maupun sodium
valproate (monoterapi mengontrol 80% serangan), serta mengalami
remisi antara 2-5 tahun setelah onset.1,6 Tabel 2. Kriteria Inklusi
dan Eksklusi CAE6 Kriteria Inklusi CAE
• Onset usia antara 4-10 tahun dengan puncak 5-7 tahun • Fungsi
neurologis dan tumbuh kembang normal
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
• Durasi singkat (4-20 detik, jarang lebih lama) dan frekuensi
sering (±10 kali per hari). Serangan mendadak dan gangguan
kesadaran berat. Automatisme sering timbul, namun tidak signifikan
terhadap diagnosis
• Gambaran EEG iktal menunjukkan gelombang paku ombak umum,
ritmik dengan frekuensi 3Hz. Durasi antara 4-20 detik.
Kriteria Eksklusi CAE • Timbulnya bangkitan lain, misalnya
bangkitan umum atau sentakan mioklonik sebelum atau saat
serangan absans timbul. • Mioklonia kelopak mata, mioklonia
perioral, sentakan ekstremitas ritmik, dan sentakan mioklonik
pada kepala, batang tubuh, atau ekstremitas. Mioklonik ringan
pada mata, alis, dan kelopak mata dapat timbul, terutama pada 3
detik pertama serangan.
• Gangguan kesadaran ringan atau tidak ada selama timbulnya
cetusan 3-4Hz. • Gelombang paku ombak 3-4Hz singkat 4 detik, yang
berhubungan dengan gangguan kesadaran dan kadang terdapat
automatisme. Gambaran EEG normal dapat ditemukan pada pasien yang
telah diobati.
Kriteria Eksklusi JAE • Disertai dengan mioklonia kelopak mata,
atau mioklonia perioral, atau sentakan mioklonik ritmik
tungkai atau batang tubuh • Gangguan kesadaran ringan atau tidak
ada selama timbulnya cetusan 3-4Hz. • Gelombang paku ombak 3-4Hz
aritmik dan iregular. • Gejala klinis secara konsisten dibangkitkan
oleh stimulasi visual (fotik) atau stimlasi sensorik lain.
Namun, pada pemeriksaan EEG stimulasi fotik intermiten dapat
menimbulkan serangan absans. • Juvenile Myoclonic Eplepsy (JME)
Bangkitan absans timbul pada 1/3 pasien JME, biasanya timbul
beberapa tahun sebelum sentakan mioklonik dan atau bangkitan umum
tonik klonik.2 • Absence Epilepsy of Early Childhood
Sindrom ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960, yaitu
bangkitan absans dengan onset awal kurang dari usia 5 tahun, dengan
kemungkinan timbulnya bangkitan umum atau
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
myoclonic-astatic, gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak
2-3 Hz yang irregular, dengan prognosis yang buruk.7 • Myoclonic
Absence Epilepsy (MAE)
MAE adalah tipe bangkitan yang jarang terjadi, dan lebih sering
terjadi pada laki-laki dengan rentang usia 9 bulan hingga 12 tahun
(usia puncak 7 tahun).2 Sindrom ini pertama kali dideskripsikan
sebagai bangkitan absans yang disertai sentakan mioklonik ritmik
dari bahu, lengan, tungkai dan kontraksi tonik sekitar bahu.
Intensitas sentakan lebih kuat dari yang dapat dilihat pada
bangkitan absans tipikal. Durasi serangan bervariasi antara 10-60
detik. Kesadaran terhadap timbulnya sentakan dapat masih
terjaga.2,7
Pemeriksaan EEG iktal menunjukkan gelombang paku ombak, seperti
pada absans tipikal, namun dapat diselingi oleh gelombang
polyspike, dan aktivitas EMG saat serangan berkorelasi dengan
gelombang tersebut.2 Prognosis MAE kurang baik, karena resisten
terhadap terap dan dapat berevolusi menjadi epilepsi tipe lain,
misalnya sindrom Lennox-Gastaut.7
• Mioklonus pada kelopak mata yang disertai bangkitan absans
(eyelid myoclonia with
absence /EMA/Jeavons Syndrome)
Manifestasi klinis ini pertama kali dikemukakan oleh Jeavons
pada tahun 1970 sebagai bagian dari epilepsi fotosensitif. Definisi
sindrom ini menurut Panyiotopoulos adalah: sindrom epilepsi
idiopatik dengan manifestasi klinis mioklonia kelopak bola mata
yang kadang disertai dengan bangkitan absans. Onset timbul antara
2-14 tahun (puncak 6-8 tahun).2,6,7
Ciri khas dari sindrom ini adalah serangan terutama timbul
setelah menutup mata dengan durasi singkat (3-6 detik). Serangan
berupa getaran singkat pada kelopak mata (sering berupa deviasi ke
atas bola mata dan retropulsi kepala) yang timbul selama serangan,
dengan atau tanpa absans.2,7
Gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak 3-6 Hz yang sering
timbul setelah menutup mata di ruangan dengan cahaya cukup,
serangan diinhibisi oleh kegelapan total. Respons fotoparoksismal
dapat timbul pada pasien muda yang belum diobati.2,7
Seluruh penderita sangat fotosensitif pada usia muda, namun
berkurang dengan bertambahnya usia. Mioklonia kelopak mata tampa
absans sering terjadi, terutama pada pasien dewasa dan telah
diobati, kadang tanpa disertai abnormalitas EEG.7
Prognosis serangan pada sindrom ini buruk dan memerlukan terapi
jangka panjang, namun serangan absans akan berkurang dengan
bertambahnya usia. Bangkitan umum tonik klonik jarang timbul,
biasanya timbul karena kurang tidur atau kelelahan.7 • Perioral
Mioklonus yang disertai dengan bangkitan absans (Perioral Myoclonia
with
absences/PMA)
Definisi sindrom ini menurut Panayiotopulous adalah: epilepsi
umum idiopatik dengan onset usia anak dan remaja, dengan gejala
serangan absans tipikal disertai gejala iktal mioklonus ritmik dari
otot perioral (mioklonik bibir) atau otot pengunyah (mioklonik
rahang). Serangan absans tipikal biasanya singkat (2-10 detik).
Pada gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak umum dan
polyspikes 3-5Hz. Tidak berhubungan dengan menutup mata dan
fotosensitivitas. Bangkitan umum dapat terjadi beberapa tahun
setelah onset, yang biasanya diawali oleh serangan absans berulang.
Sindrom ini memerlukan pengobatan jangka panjang dan kemungkinan
resisten terhadap terapi.2 • Phantom Absences
Phantom absans (disebut juga absans subklinis) adalah istilah
untuk gejala absans tipikal yang sangat ringan, sehingga tidak
terdeteksi oleh pasien maupun orang di sekitar pasien. Gelaja
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
hanya berupa gangguan kesadaran, kadang disertai kedipan mata.
Sering terjadi pada pasien IGE. Karena gejalanya yang sangat
ringan, penderita biasanya baru berobat setelah timbul bangkitan
umum, jauh setelah awal onset bangkitan absans.1,7
Pada pemeriksaan EEG dengan hiperventilasi disertai menghitung
angka, dapat gelombang paku ombak 3Hz singkat (3-4 detik) yang
disertai gejala gangguan kongitif ringan dan berhentinya menghitung
hitungan angka.7 Prognosis jangka panjang tergantung dari sindrom
IGE yang dialami pasien. Biasanya penderita tetap bisa menjalani
aktivitas sehari-hari dengan normal dan fungsi intelegensi terjaga.
Status absans terjadi pada 50% penderita. Bila pasien dicurigai
mengalami status absans, dapat diberikan benzodiazepin
rektal.6,7
• Bangkitan Absans Simptomatik
Kelainan penyebab absans yang pernah dilaporkan adalah
malformasi arteri vena, autisme, gangguan biokimia, tumor otak,
absess serebri, mikrosefali kongenital, kraniostenosis, sindrom
down, ketergantungan obat, ensefalitis, gangguan endokrin, trauma
kepala, hidrosefalus, lesi hipotalamus, penyakit Batten,
ensefalopati mitokondrial, perdarahan intrakranial pada neonatus,
pubertas prekoksia, sindrom sturge weber, meningitis tuberkulosis,
tuberous sklerosis. Penderita umumnya berusia tua dan tidak cocok
dengan karakteristik CAE.2
Penyebab diperkirakan adalah lesi subtentorial, karena dapat
merusak saluran osilatori kortikotalamik. Prognosis tergantung dari
penyakit penyebab.2
Patofisiologi
Bangkitan absans diprovokasi oleh sirkuit thalamokortikal yang
abnormal dapat mengaktivasi irama osilatori yang abnormal, sehingga
mencetuskan gelombang paku ombak 3 Hz khas bangkitan absans.
Mekanisme selular yang mendasari aktivitas ini melibatkan channel
kalsium T voltase rendah.1
GABAb merupakan neurotransmitter yang berperan penting, dengan
aktivitas mencetuskan hiperpolarisasi yang diperlukan untuk
mengaktifkan channel kalsium voltase rendah untuk dalam
menginisiasi cetusan. Serangan terutama ditimbulkan oleh aktivitas
inhibisi (terutama GABAb), berbeda dengan bangkitan umum lain atau
bangkitan fokal di mana terjadi aktifitas eksitasi yang berlebihan.
GABAb agonis (misalnya baclofen) mencetuskan serangan absans,
sedangkan GABAb antagonis mencegah kejang. Vigabatrin dan tiagabin
adalah obat dengan aktivitas GABA-ergik yang mempengaruhi degradasi
atau re-uptake GABA sehingga mencetuskan serangan absans.1,6
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
Gambar 3. Teori penyebab timbulnya cetusan umum yang berhubungan
dengan bangkitan absans dan bangkitan umum tonik klonik.6
Hingga kini masih terjadi kontroversi apakah penyebab terjadinya
gelombang
epileptiform pada bangkitan absans adalah korteks, thalamus,
atau keduanya. Terdapat juga hipotesis bahwa cetusan epileptiform
dari bangkitan absans disebabkan oleh hubungan respirokal neuron di
thalamus dan korteks. Penelitian pada pasien bangkitan absans
dengan menggunakan EEG-fMRI menunjukkan gambaran aktivitas pada
korteks frontal dan parietal, serta thalamus, dimana peningkatan
dan penurunan signal bervariasi di setiap tempat.8,11
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis bangkitan absans dengan tepat, harus
didapatkan deskripsi bangkitan secara tepat. Deskripsi meliputi ada
atau tidaknya aura, peristiwa yang terjadi saat serangan, ada
tidaknya gejala postiktal, dan durasi serta frekuensi serangan. Hal
lain yang penting didapatkan adalah riwayat keluarga dengan
epilepsi dan riwayat tumbuh kembang pasien.2 Bila dari EEG rutin
tidak didapatkan gelombang paku ombak, maka perlu dilakukan
deprivasi tidur, hiperventilasi, dan stimulasi fotik. Pemeriksaan
neurologis dan imaging biasanya normal.2 Pada absans mioklonik,
diagnosis ditegakkan dengan obervasi klinis dan pemeriksaan EEG
dengan rekaman video yang disertai pemeriksaan elektromielografi
(EMG) pada otot bahu dan lengan.2
Diferensial Diagnosis
Istilah absans sendiri hanya merupakan deskripsi singkat dari
gejala klinis yang dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme
fisiologi. Gejala bangkitan absans cukup khas, sehingga sebenarnya
cukup mudah didiagnosis, karena itu riwayat lengkap dari kejadian
sangatlah penting. Bangkitan absans harus dibedakan dengan kondisi
nonepilepsi (gangguan atensi dan gangguan perilaku), seperti pada
ADHD, dan autisme atau dengan epilepsi fokal.2 Kondisi nonepilepsi
yang menyerupai gejala absans biasanya berupa pandangan kosong. Hal
tersebut dapat dibedakan dengan mengamati waktu terjadinya serangan
dan kesadaran saat serangan. Kondisi nonepilepsi biasanya timbul
pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat menonton televisi atau
sedang makan, sedangkan serangan epilepsi dapat terjadi kapan saja.
Pada kondisi nonepileptik bila penderita disentuh, ia akan langsung
bereaksi, sedangkan pada serangan epilepsi tidak.12
Pada bangkitan parsial kompleks, seperti pada epilepsi lobus
temporal mesial (dahulu disebut “pseudoabsences” atau “temporal
lobe absences.”), dapat memiliki gejala yang menyerupai bangkitan
absans, yaitu pandangan kosong dan automatisme (Tabel 4).
Automatisme merupakan gejala yang sering terjadi pada epilepsi dan
tidak dapat dijadikan patokan diagnosis epilepsi fokal. Epilepsi
lobus temporal biasanya diawali oleh aura dengan durasi lebih dari
1 menit dan diikuti oleh gejala postiktal.6,7
Bangkitan yang berasal dari lobus frontal (dahulu disebut
typical absence seizures) kadangkala sulit dibedakan dengan
bangkitan absans, karena kadang tidak menunjukkan gejala fokal.
Bancaurd dkk menyatakan bahwa stimulasi ringan pada korteks frontal
menyebabkan bangkitan yang menyerupai absans, dan stimulasi yang
lebih kuat menyebabkan bangkitan tonik klonik. Bangkitan absans
diperkirakan sebagai gejala minimal dari epileptogenesitas lobus
frontal. Bangkitan dari lobus frontal menyebar sangat cepat,
sehingga seringkali dianggap sebagai bangkitan umum. Bangkitan dari
lobus frontal memiliki durasi pendek, awal, dan akhir bangkitan
berlangsung tiba-tiba yang mirip dengan bangkitan absans umum.2
Gambaran EEG dapat membantu membedakan bangkitan absans dengan
bangkitan lainnya bila hasilnya tidak normal. Bila hasil EEG normal
sedangkan kecurigaan diagnosis epilepsi tinggi perlu dilakukan EEG
monitoring disertai perekaman video sebagai baku emas untuk
diagnosis epilepsi untuk menentukan tipe bangkitan.2
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
Gambaran EEG pada bangkitan absans menunjukkan gelombang paku
ombak bilateral sinkron 3Hz. Bangkitan parsial kompleks menunjukkan
gambaran EEG gelombang paku fokal, sedangkan pada bangkitan dari
lobus frontal dapat menunjukkan gambaran perlambatan bilateral di
lobus frontal, cetusan iktal asimetrik, fokus interiktal di frontal
pada gambaran EEG. Pada epilepsi fokal dapat didapatkan
abnormalitas pada pemeriksaan MRI.2,4 Pada pada bangkitan absans
mioklonik dapat ditemukan kontraksi tonik pada lengan. Bila gejala
motorik asimetris, perlu dipikirkan bangkitan fokal.2
Tabel 4. Perbedaan klinis dan gambaran EEG bangkitan absans dan
bangkitan parsial kompleks. Perbedaan utama diberi garis
bawah.6
Absans Tipikal Parsial Kompleks Klinis Durasi >30 detik
Syarat utama Sangat jarang Durasi >1 menit Sangat jarang Syarat
utama Status epileptikus non-konvulsivus Sering Jarang Frekuensi
harian Syarat utama Jarang Automatisme sederhana Sering Sering
Automatisme kompleks Sangat jarang Sering Halusinasi atau ilusi
sederhana dan kompleks Sangat jarang Sering Mioklonik bilateral di
wajah atau kelopak mata Sering Sangat jarang Berubah menjadi
bangkitan fokal lain Tidak pernah Sering Awal dan akhir serangan
yang mendadak Syarat utama Sering Gejala post iktal Tidak pernah
Sering Dipresipitasi oleh hiperventilasi Syarat utama Sangat jarang
Ditimbulkan oleh stimulasi fotik Sering Sangat jarang Gambaran EEG
Gelombang paku ombak 3-4 Hz saat iktal Selalu Tidak pernah Cetusan
umum saat inter iktal Sering Sangat jarang Gelombang lambat fokal
saat inter iktal Sangat jarang Sering Normal EEG bila pasien tidak
mengkonsumsi obat
Sangat jarang Sering
Terapi
Obat pilihan pada absans tipikal adalah ethosuximide, valproat,
atau lamotrigin. Penelitian pada penderita CAE tahun 2010
menyebutkan bahwa ethosuximide dan valproat secara signifikan
meningkatkan angka bebas kejang dibandingkan lamotrigin. Pengguna
ethosuximide lebih sedikit yang mengalami gangguan atensi
dibandingkan pengguna asam valproat.2,8
Ethosuximide berhasil mengontrol serangan pada 70% pasien yang
belum pernah mengonsumsi obat sebelumnya. Dosis inisial adalah
15mg/kgbb/hari dan dapat ditingkatkan hingga dosis pemeliharaan
20-40mg/kgbb/hari.2
Bila pasien tetapi mengalami serangan setelah pengobatan,
memgalami bangkitan absans atipikal, atau juga disertai oleh
bangkitan umum tonik klonik, maka harus dipertimbangkan untuk
memberikan asam valproat atau lamotrigin. Kedua obat tersebut
merupakan obat antiepilepsi (OAE) spektrum luas dan efektif untuk
mengobati bangkitan absans maupun bangkitan umum lainnya.2
Dosis pemeliharaan asam valproat untuk anak-anak adalah
20-40mg/kgbb/hari dengan 2 dosis terbagi, diberikan tiap 12 jam.
Untuk menghindari efek samping pada anak, dosis inisal biasanya 1/3
dari dosis pemeliharaan, ditingkatkan 1/3 tiap 4-5 hari hingga
dosis pemeliharaan
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
tercapai. Untuk pasien dewasa yang belum pernah diobati, dosis
15-20mg/kgbb/hari biasanya cukup untuk mengontrol kejang, dan dapat
diberikan satu kali sehari tiap sore hari.2
Lamotrigin dapat menjadi pilihan terutama untuk pasien wanita.
Dosis inisial untuk anak dibawah 12 tahun adalah 0,6mg/kgbb/hari
dengan dua dosis terbagi untuk 2 minggu pertama, dan untuk 2 minggu
berikutnya 1,2mg/kgbb/hari. Dosis tersebut dititrasi 1,2mg/kgbb
tiap 1-2 minggu hingga tercapai dosis pemeliharaan 5-15mg/kgbb/hari
atau maksimum 400mg per hari. Bila pasien juga mengonsumsi asam
valproat, dosis titrasi 50% dari dosis yang disebutkan di atas,
dosis pemeliharaan 1-5mg/kgbb/hari dengan maksimal dosis 200mg.
Dosis lamotrigin pada anak lebih dari 12 tahun dan dewasa 25mg/hari
selama 2 minggu pertama dan 50mg/hari selama 2 minggu berikutnya.
Dosis dinaikkan 50mg tiap satu atau dua minggu hingga dosis
pemeliharaan 200-400mg/hari.2
Bila monoterapi ethosuximide atau asam valproat telah mencapai
dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan tetap tidak respons,
terapi kombinasi asam valproat dan lamotrigin dapat
dipertimbangkan.2 Selain itu, jika terapi dengan kombinasi obat
tersebut juga tidak memberikan hasil yang diharapkan, dapat
dipertimbangkan pemberian OAE lain, misalnya topiramat, clobazam,
zonesamide. Clonazepam dapat dipertimbangkan sebagai terapi
tambahan pada pasien dengan gejala mioklonik.1,2
Carbamazepin, vigabatrin, dan tiagabin dikontraindikasikan pada
pasien dengan bangkitan absans karena dapat mengiduksi terjadinya
serangan absans. Phenytoin, phenobarbital, dan gabapentin tidak
efektif untuk pengobatan bangkitan absans.1
Penghentian terapi tergantung dari sindrom yang dialami. Pada
CAE murni pengobatan dapat diturunkan bertahap tiap 3-6 bulan
setelah 2-3 tahun bebas kejang. Pada sindrom lain, pengobatan
dilakukan dalam jangka waktu panjang.1
KESIMPULAN
Bangkitan absans merupakan jenis bangkitan yang cukup sering
terjadi dan berhubungan dengan berbagai jenis sindrom epilepsi.
Gejalanya sangat berbeda dengan persepsi umum mengenai bangkitan
epilepsi, namun karena gejalanya yang khas sebenarnya cukup mudah
didiagnosis, dan absans tipikal, khususnya CAE, memiliki prognosis
yang baik dengan pengobatan yang tepat. Selain gambaran EEGnya yang
khas, anamnesis yang lengkap dan pengetahuan mengenai gejala
bangkitan absans, serta diagnosis bandingnya sangat diperlukan oleh
klinisi untuk menegakkan diagnosis dengan tepat, karena
ketidaktepatan diagnosis akan menyebabkan ketidaktepatan
tatalaksana, serta akan memperburuk serangan dan prognosis
pasien.
-
Tinjauan Pustaka
Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014
DAFTAR PUSTAKA
1. Panayiotopulous CP. Typical absence seizures and their
treatment. Arch Dis Child. 1999;81:351-355. 2. Stefan H, Snead OC,
Eeg-Olofsson O. Typical and atypical absence seizures, myoclonic
absences and
eyelid myoclonia. Dalam: Engel J, Pedley TA, editor. Epilepsy: a
comprehensive textbook. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2008.
3. Cavazzuti GB. Epidemiology of different types of epilepsy in
school age children of Modena, Italy. Epilepsia. 1980;21:57–62.
4. Metrakos JD, Metrakos K. Childhood epilepsy of subcortical
(“centrencephalic”) origin. Clin Pediatr. 1966;5:536–542.
5. Lennox WG, Davis JP. Clinical correlates of the fast and slow
spike wave electroencephalogram. Pediatrics. 1950;5:626–644.
6. Panayiotopulous CP. A clinical guide to epileptic syndromes
and their treatment. Edisi ke-2. London: Springer; 2007.
7. Hirsch E, Thomas P, Panayiotopulous CP. Childhood and
juvenile absence epilepsies. Dalam: Engel J, Pedley TA, editor.
Epilepsy: a comprehensive textbook. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott Williams&Wilkins; 2008.
8. Tenney JR, Glauser TA. The current state of absence epilepsy:
can we have your attention?. Epilepsy Curr. 2013;13(3):135–140.
9. Sadleir LG, Scheffer IE, Smith S, Carstensen B, Farrell K,
Connolly MB. EEG features of absence seizures ini idiopathic
generalized epilepsy: impact of syndrome, age, and state.
Epilepsia. 2009;50(6):1572-1578.
10. Panayiotopulous CP. The new ILAE report on terminology and
concept for organization of epileptic seizures: a clinician’s
critical view and contribution. Epilepsia.
2011;52(12):2155–2160.
11. Berman R, Negishi M, Vestal M, Spann M, Chung MH, Bai X,
dkk. Simultaneous EEG, fMRI, and behavior in typical absence
seizures. Epilepsia. 2010;51(10):2011-2022.
12. Gilbert DL. Staring off: is it boredom or a seizure?. AAP
News. 2010;31:1.