1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan suatu keniscayaan hidup sekaligus khazanah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk 1 dengan berbagai macam tradisi berbeda. Tradisi ini telah tumbuh dan berkembang menjadi kebudayaan, sebagai warisan luhur yang masih dipraktikkan dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini. 2 Namun jika pluralitas budaya, agama, dan tradisi tidak dipahami dengan sikap toleran dan saling menghormati maka akan memicu kekerasan (violence) atau konflik. 3 Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Andi Faisal Bakti yang menjelaskan bahwa setidaknya dalam rentang waktu 1997-2000, kondisi Indonesia mengalami gelombang konflik yang dikarenakan perbedaan etnis, suku, agama, dan atas golongan. Ada enam konflik yang diteliti, yaitu antara muslim dan non-muslim, suku Jawa dan suku non Jawa, militer/birokrasi/keturunan Cina dan warga sipil, pribumi dan non-pribumi, Muslim sekuler dan Muslim nasionalis religius, dan Muslim modernis dan Muslim tradisionalis. 4 Bakti melanjutkan, bahwa kerentanan konflik yang ada di Indonesia membutuhkan pemahaman baru terhadap budaya. Dan hal tersebut, menurutnya dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu cooptation, coercion, seduction dan negotiation, consensus, democracy. 5 Pendapat di atas, setidaknya memiliki kesesuaian dengan pendapat dari Geertz, dengan mengikuti pendapat Max Weber, yang mendefenisikan budaya sebagai sebuah jaringan yang terbentuk dari hubungan antar manusia. Geertz mengistilahkan budaya dengan super organic yang merupakan realitas yang memiliki kekuatan dan tujuan. 6 Artinya, pemahaman terhadap budaya harus pula 1 Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok yang tinggal bersama dalam suatu wilayah tapi terpisah menurut budaya masing-masing. Lihat Nungki Astriani, Olahan Dan Negosiasi Identitas Etnik Dalam Komunikasi Antar Budaya (Ciputat: Cinta Buku Media, 2015), 1. 2 Sumaatmadja Nurshid, Pengantar Studi Sosial (Jakarta: Alumni, 1998), 1. 3 M Jandra, ‚Islam dalam Konteks Budaya dan Tradisi Plural‛ dalam Zakiyuddin Baidhawy dan Mutohharun Jinan, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal (Surakarta: PSBPS-UMS, 2003), 71. 4 Andi Faisal Bakti, ‚Major Conflict in Indonesia: How Can Communication Contribute to a Solution?‛ Jurnal Human Factor Studies, Vol. 6, No. 2, (Desember 2000): 35-44. 5 Andi Faisal Bakti, ‚Major Conflict in Indonesia: How Can Communication Contribute to a Solution?‛ 44-52. 6 Clifford Geertz, Interpretation of Cultures (New York: Basic Books. Inc, 1973), 2 dan 11.
127
Embed
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47882/1/Femalia Valentine...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum, pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan suatu
keniscayaan hidup sekaligus khazanah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Hal
tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
majemuk1 dengan berbagai macam tradisi berbeda. Tradisi ini telah tumbuh dan
berkembang menjadi kebudayaan, sebagai warisan luhur yang masih
dipraktikkan dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini.2
Namun jika pluralitas budaya, agama, dan tradisi tidak dipahami dengan sikap
toleran dan saling menghormati maka akan memicu kekerasan (violence) atau
konflik.3
Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Andi Faisal Bakti yang
menjelaskan bahwa setidaknya dalam rentang waktu 1997-2000, kondisi
Indonesia mengalami gelombang konflik yang dikarenakan perbedaan etnis,
suku, agama, dan atas golongan. Ada enam konflik yang diteliti, yaitu antara
muslim dan non-muslim, suku Jawa dan suku non Jawa,
militer/birokrasi/keturunan Cina dan warga sipil, pribumi dan non-pribumi,
Muslim sekuler dan Muslim nasionalis religius, dan Muslim modernis dan
Muslim tradisionalis.4 Bakti melanjutkan, bahwa kerentanan konflik yang ada di
Indonesia membutuhkan pemahaman baru terhadap budaya. Dan hal tersebut,
menurutnya dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu cooptation, coercion, seduction dan negotiation, consensus, democracy.
5
Pendapat di atas, setidaknya memiliki kesesuaian dengan pendapat dari
Geertz, dengan mengikuti pendapat Max Weber, yang mendefenisikan budaya
sebagai sebuah jaringan yang terbentuk dari hubungan antar manusia. Geertz
mengistilahkan budaya dengan super organic yang merupakan realitas yang
memiliki kekuatan dan tujuan.6 Artinya, pemahaman terhadap budaya harus pula
1Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok
yang tinggal bersama dalam suatu wilayah tapi terpisah menurut budaya masing-masing.
Lihat Nungki Astriani, Olahan Dan Negosiasi Identitas Etnik Dalam Komunikasi Antar Budaya (Ciputat: Cinta Buku Media, 2015), 1.
2Sumaatmadja Nurshid, Pengantar Studi Sosial (Jakarta: Alumni, 1998), 1.
3M Jandra, ‚Islam dalam Konteks Budaya dan Tradisi Plural‛ dalam
Zakiyuddin Baidhawy dan Mutohharun Jinan, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal (Surakarta: PSBPS-UMS, 2003), 71.
4Andi Faisal Bakti, ‚Major Conflict in Indonesia: How Can Communication
Contribute to a Solution?‛ Jurnal Human Factor Studies, Vol. 6, No. 2, (Desember
2000): 35-44. 5Andi Faisal Bakti, ‚Major Conflict in Indonesia: How Can Communication
Contribute to a Solution?‛ 44-52. 6Clifford Geertz, Interpretation of Cultures (New York: Basic Books. Inc,
1973), 2 dan 11.
2
menyertakan pemahaman atas hubungan antar manusia dalam memaknai
budayanya.
Seperti telah diketahui, bahwa dalam perjalanan sejarah Indonesia,
berbagai unsur kebudayaan ikut berinteraksi melalui paham keagamaan yang
masuk. Salah satu yang paling menonjol dan sering menimbulkan banyak
perdebatan adalah tradisi masyarakat di Indonesia dalam sejarah Islam awal di
Nusantara. Dari sini dapat dilihat bahwa kehadiran agama bagi masyarakat
tentunya mengarah kepada pembibitan dasar asas-asas kehidupan mereka
melalui nilai luhur ketuhanan.
Pada kenyataannya, tradisi yang berkaitan dengan ritual keagamaan
dalam masyarakat telah mendarah daging dalam semua sejarah kehidupan umat
manusia. Meskipun asumsi kemunculan ritual keagamaan bisa diakui bersumber
pada satu nilai keilahian, namun tetap tidak dapat disatukan dalam wadah yang
sama. Hal tersebut dikarenakan semua tradisi akan bergerak seiring dengan
tujuan dan misi para pemeluk agama di dalamnya. Masing-masing pemeluk
agama memiliki hak sekaligus cara tersendiri untuk mempertahankan tradisi dan
identitasnya melalui keberadaan pengikut, pemaknaan, dan praktikalitasnya
sehingga mampu mempertahankan eksistensi suatu tradisi.
Seperti yang dijelaskan oleh Emile Durkheim, bahwa masyarakat
memerlukan tradisi dan ritual-ritual tertentu tetap eksis, maka konsekuensinya
adalah tidak akan ada satu masyarakat yang tidak memiliki sebuah agama atau
sesuatu yang berfungsi sama dengan agama.7 Menurutnya, fenomena agama
terbagi menjadi dua kategori dasar yaitu kepercayaan (ide-ide keagamaan)
dalam bentuk representasi dan ritual sebagai aksinya. Jadi, selama ide-ide
keagamaan masih dipercaya, meskipun dianggap absurd dan diperdebatkan oleh
sebagian kalangan, perilaku keagamaan akan selalu ada dalam setiap
masyarakat, karena memberikan kekuatan kepada mereka. Karena akan selalu
ada jarak antara ide-ide keagamaan dan ritual.8
Islam dengan tujuan kemaslahatan, sejatinya memiliki suatu konsep
alamiah untuk memupuk kebersamaan umat manusia dalam susunannya yang
heterogen dan majemuk (plural).9 Munawar Rachman menjelaskan hakikat dari
kemaslahatan adalah bersifat non-sektarian, non-rasial, non-doktrinal, dan
bersifat universal.10
Di Indonesia, isu sektarian antara Sunni sebagai kelompok atau mazhab
mayoritas dan Syi’ah sebagai kelompok minoritas masih menimbulkan polemik.
Hal tersebut disebabkan karena keberadaan Syi’ah di Indonesia selalu
7Tahir Sapsuha, Pendidikan Pascakonflik: Pendidikan Multikultural Berbasis
Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara (Yogyakarta: LkiS, 2003), 37. 8Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life (New York:
Dover Publication. Inc, 2008), 36. 9Tahir Sapsuha, Pendidikan Pascakonflik, 30.
10Budhy Munawar-Rachman, ‚Kata Pengantar‛ dalam Mohamed Fathi Osman,
Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan: Pandangan al-Qur’an, Kemanusiaan, Sejarah dan Peradaban, terj. Irfan Abubakar (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2006), xiiii.
3
mendapatkan pertentangan dari Islam mayoritas.11
Hal tersebut semakin
menujukkan kebenaran dari upaya untuk memperkuat status quo Sunni. Reaksi
itu, pada satu sisi, dapat dimaklumi karena mereka khawatir upaya itu akan
menimbulkan goncangan dalam masyarakat. Pada sisi lain, fraksi teologi yang
sering dianggap menyimpang dari konsep pemikiran teologi sehingga dikatakan
menyeleweng dari teologi Sunni. Kondisi ini telah menimbulkan konflik internal
umat Islam baik di Indonesia maupun di dunia internasional.12
Namun demikian,
Syi’ah di Indonesia tetap dapat mempertahankan eksistensinya melalui ritual,
sekalipun tidak dikenal umum sebagai Syiah. Salah satunya adalah ritual Tabut.
Ritual Tabut13
di Kota Bengkulu misalnya, dikatakan sebagai tradisi
yang terpengaruh oleh ritual Syi’ah Irak. Di negara tersebut tradisi ini dikenal
dengan sebutan hari Asyura yang merupakan kebiasaan penganut paham Syi’ah.
Tradisi ini kemudian tersebar ke seluruh dunia seiring dengan tersebarnya
paham Syi’ah tersebut, terutama negara-negara di Asia Selatan. Orang-orang
Bengali yang membawa tradisi ini ke Bengkulu juga merupakan orang-orang
Syi’ah. Tradisi berkabung yang mengalami akulturasi dengan budaya Bengkulu
ini terus berjalan dengan perkembangan yang cukup panjang. Pada masa
perkembangannya, tradisi ini bersentuhan dengan budaya-budaya lokal dan
kemudian diwariskan serta dilembagakan sehingga menjadi apa yang dikenal
dengan sebutan tradisi Tabut yang dilaksanakan pada tanggal 1-10 Muharam
setiap tahun baru Hijriah.14
Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sosio-historis
wilayah Sumatera yang bersentuhan dengan tradisi-tradisi luar seperti India,
Persia, Cina, dan Eropa. Meski begitu, tradisi yang berbentuk upacara
tradisional keagamaan ini merupakan pranata sosial religius sebagai usaha untuk
memenuhi kewajiban terhadap warisan leluhur. Tradisi Tabut merupakan tradisi
yang paling populer pada masyarakat Kota Bengkulu dan merupakan ciri khas
dari masyarakat Bengkulu.
11
Mohammad Takdir Ilahi, ‚Syiah: Antara Kontestasi Teologi dan Politik.‛
Abdul Rozak, Teologi Kebatinan Sunda: Kajian Antropologi Agama tentang Aliran Kebatinan Perjalanan (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2005), 12-13. Lihat juga
Andi Faisal Bakti, ‚Major Conflict in Indonesia: How Can Communication Contribute
to a Solution?‛ 44-46. 13
Ada perebutan aksen dalam penggunaan kata ‚Tabut‛ antara Keluarga
Kerukunan Tabut (KKT) yang mengklaim sebagai penerus tradisi Tabut dengan
pemerintah daerah yang menyebut ‚Tabot.‛ Bahkan beberapa peneliti juga lebih sering
menggunakan aksen ‚Tabot‛ ketimbang ‚Tabut.‛ Entah sejak kapan kata ‚Tabut‛
berubah menjadi ‚Tabot,‛ namun sejarah mencatat bahwa pada tanggal 06 November
tahun 1916 Masehi sebutannya masih Tabut, dibuktikan dari tulisan pada foto yang
diliput oleh warga keturunan Cina Bencoolen pada perayaan budaya Tabut. Lihat A.
Syiafril Sy, Tabut Karbala Bencoolen dari Punjab Symbol Melawan Kebiadaban
(Jakarta Timur: PT Walaw Bengkulen, 2012), 28. Peneliti memilih menggunakan kata
‚Tabut‛ dalam penulisan tesis ini. 14
Antony Zacky, Menguak Tabir Misteri Tabot, 33-34.
4
Tradisi Tabut telah diyakini sejak dahulu, dijadikan ritual terus menerus
dan bersifat kontinu dari generasi ke generasi, terutama oleh para keturunan
pelaku Tabut yang membentuk Keluarga Kerukunan Tabut (KKT).15
Selain
tradisi Tabut, tradisi lain yang serupa, di antaranya adalah tradisi perayaan hari
Asyura, peringatan syahidnya Imam Husain di Padang Karbala pada 10
Muharram 61 H, di Aceh di peringati sebagai bulan Asan Usen/Kasan Kusen, di
Sumatera Barat (Pariaman) dikenal sebagai Tabuik.16
Hari Arbain di Pagelangan
Jawa Barat dan Tradisi Suro pada masyarakat Suku Jawa. Namun demikian,
tradisi Tabut berbeda dengan yang lainnya dan masih terus mempertahankan
keasliannya, sedangkan di tempat lain sudah mulai ditinggalkan oleh
masyarakat, kecuali tradisi Suro yang masih banyak dilakukan oleh orang-orang
suku Jawa, akan tetapi tujuannya sudah berubah, bukan lagi merupakan tradisi
berkabung melainkan tradisi menyambut tahun Hijriah. Juga dari literatur-
literatur sejarah seperti Hikayat Muhammad Hanafiyyah, Hikayat Tabut, Hikayat Hasan Husein, Hikayat Perinta Negeri Benggala, Hikayat Hasan Husein Tatkala Akan Mati dan Hikayat Hasan Husein Tatkala Kanak-kanak, Baginda Ali, Zainal Abidin.
17
Sejarah kemunculan ritual Tabut diwarnai oleh dua pendapat, pendapat
pertama, menurut keturunan dari Imam Senggolo,18
ritual Tabut di Bengkulu
dibawa oleh ulama yang berasal dari Punjab (Pakistan). Karena ada beberapa
kata-kata yang lazim di gunakan oleh masyarakat Bengkulu yang merupakan
15
Keluarga Kerukunan Tabut dibentuk pada tahun 1993 oleh para tokoh-tokoh
Tabut. Ide itu sudah muncul sejak awal tahun 1991, ketika para perwakian dari Provinsi
Bengkulu diundang ke Jakarta untuk menampilkan seni budaya yang dimiliki, saat itu
Bengkulu menampilkan Tabut dengan alat musik Dol. Lihat Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu (Jakarta: Penerbit Citra, 2009), 101.
16Dicky Sofjan (ed.), Sejarah & Budaya Syi’ah di Asia Tenggara (Yogyakarta:
Sekolah Pascasarjana UGM, 2012), 18-19. Tabuik di Padang Pariaman, Pengumuman
kembali atas penderitaan Hussein di Karbala menjadi sebuah acara budaya tahunan yang
dirayakan pada hari kelahirannya, hari ke sepuluh Muharram, Bulan pertama kalender
Islam. Acara ini mempromosikan kepaduan sosial dan identitas regional dan juga
perdagangan dan pariwisata. Walaupun penduduk Pariaman dan daerah sekitar sebagian
besar adalah muslim Sunni, akan tetapi mereka telah menganut interpretasi dari tradisi
Syi’ah ini. Lihat Paul H. Mason, ‚Fight Dancing and The Festival, Tabuik in Pariaman,
Indonesia and Iemanjá In Salvador da Bahia, Brazil.‛ Jurnal Martial Art Studies 2,
(2016): 71-72. (diakses 03 November 2016) 17
Majid Daneshgar, Faisal Ahmad Shah, Arnold Yasin Mol, ‚Ashura in the
Malay-Indonesian World: The Ten Days of Muharram in Sumatra as Depicted by
Daniel Susilo, ‚Etnometodologi sebagai Pendekatan Baru dalam Kajian Ilmu
Komunikasi.‛ 63-65. 67
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perceptions of a Global Development Program
(Jakarta: INIS, 2004), 209-219.
18
Seperti dikutip Bakti, Garfinkel menjelaskan bahwa metode
etnometodologi dapat diaplikasikan untuk menganalisa aktivitas sehari-hari
sebagai pengetahuan dasar dari struktur sosial maupun sociological reasoning68
sehingga dapat menjelaskan perspektif, kepercayaan, ataupun pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang. Metode etnometodologi pada saat ini menjadi dasar
epistemologi dalam penelitian lapangan (field research).69
Studi etnometodologi
merupakan ini adalah studi tentang penalaran praktis dan tindakan praktis,
menahan diri untuk tidak melakukan penilaian yang berefek mendukung atau
menolak.70
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perbedaan pemaknaan
dari kelompok sosial dalam memaknai ritual Tabut yang berada di Bengkulu
sebagai suatu budaya yang berdampingan dengan nilai-nilai religius. Penelitian
ini berasumsi bahwa keragaman pemaknaan dalam ritual Tabut dipengaruhi oleh
pandangan atau pemikiran setiap kelompok sosial yang pada akhirnya
menentukan pemaknaan dari ritual tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut,
dengan menggunakan pendekatan etnometodologi, memunculkan tiga kelompok
sosial yaitu pengikut Tabut, pemerintah, dan masyarakat. Selanjutnya, masing-
masing kelompok sosial memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap ritual
Tabut yang disebabkan oleh perbedaan interpretasi. Seharusnya hal tersebut
dimaknai sebagai khazanah ataupun keragaman pemikiran.
68
Harold Garfinkel, Studies in Ethnomethodology (New Jersey: Prentice-Hall.
Inc, 1967), viii. 69
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perceptions of a Global Development Program, 217-
225. 70
Daniel Susilo, ‚Etnometodologi sebagai Pendekatan Baru dalam Kajian Ilmu
Komunikasi.‛ 65.
19
Bagan 1.1 Bagan Konseptual Penelitian
2. Analisis Data
Analisis data71
dalam penelitian ini diarahkan pada proses kategorisasi
dan reduksi data, pengelompokan dan penyusunan data, interpretasi data,
pengambilan kesimpulan, serta verifikasi hasil analisis data.72
Adapun langkah-langkah analisis yang diolah melalui teori meaning
(pemaknaan) dari Gill Branston dan Roy Stafford, antara lain:
1. Inventarisir data yaitu dengan cara mengumpulkan semua data, baik
yang diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi ataupun
kepustakaan.
2. Kategorisasi dan klasifikasi data-data dengan pendekatan
etnometodologi yang akan dianalisis dengan teori meaning (pemaknaan)
yang terdiri dari analisis semiotik, struktural, denotasi dan konotasi.
71
Analisis data adalah pengorganisasian dan pengategorian data dengan cara
mengelompokkannya kedalam tema-tema tertentu, untuk menemukan pola serta yang
memberikan penjelasan tentang makna data tersebut. Lihat, Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif Aplikasi Untuk Penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi, Manajemen, Sosial dan Humaniora, Politik, Agama, dan Filsafat (Jakarta: GP Press,
2009), 226. 72
Ellys Lestari Pambayun, Qualitative Research Methodology in Communication Konsep Panduan dan Aplikasi, 120.
20
3. Teori semiotik digunakan untuk menentukan intepretant,
representament, object dari setiap ritual Tabut.
4. Teori struktural untuk menemukan susunan ritual dan oposisi biner yang
menyebabkan keragamaan makna dalam ritual Tabut
5. Teori denotasi dan konotasi, menganalisis perkembangan pemaknaan
ritual Tabut
6. Mendapatkan penilaian terhadap data-data yang telah dianalisis
sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan penelitian.
2. Laporan
Metode pelaporan disusun dari kesimpulan analisis tersebut kemudian
ditulis dalam bentuk narasi, sehingga didapatkan data-data untuk mengetahui
bentuk dari kajian komunikasi dalam pemaknaan ritual Tabut.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan pemahaman dan gambaran yang utuh maka
penelitian ini akan disusun menjadi lima bab, di mana masing-masing bab saling
terkait satu sama lain dan merupakan sebuah kesatuan. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
Peneliti memulai dengan bab pertama, yaitu pendahuluan yang di
dalamnya menggambarkan latar belakang permasalahan, identifikasi,
perumusan, serta pembatasan masalah. Dilanjutkan dengan pembahasan
mengenai penelitian terdahulu yang relevan, tujuan serta manfaat penelitian,
metodologi penelitian yang digunakan, sumber data, serta pendekatan dan
teknik analisis data. Terakhir, sistematika penyusunan penelitian.
Selanjutnya, yang pada bab kedua, peneliti membahas bagaimana
budaya dalam perspektif komunikasi, dilanjutkan dengan memaparkan diskursus
komunikasi dalam budaya yang di dalamnya menjelaskan teori semiotik,
struktural, denotasi dan konotasi yang menyebabkan perbedaan persepsi makna
budaya. Bab ini juga menjelaskan bagaimana pola komunikasi dapat
menghasilkan makna budaya melalui teori pemaknaan.
Dalam bab ketiga menjelaskan secara detail sejarah perkembangan
budaya Tabut di Bengkulu. Dilanjutkan dengan menjelaskan bagaimana
masyarakat Bengkulu menerima budaya tersebut. Kemudian menjelaskan
bagaimana masyarakat memandang Tabut dalam perspektif komunikasi.
Untuk landasan teoritis, pada bab keempat menjelaskan tentang
pemaknaan yang didasari oleh perbedaan persepsi dalam memaknai ritual Tabut.
Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai keragaman pemaknaan yang terjadi
dalam ritual ini. Kemudian bagaimana makna komunikasi diartikan sebagai
pemersatu persepsi makna pada ritual ini.
Akhirnya, bab penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang
bersifat membangun bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
21
BAB II
RAGAM PEMAKNAAN DALAM KOMUNIKASI DAN BUDAYA
A. Budaya sebagai Sistem Komunikasi
Menurut Freilich, kata budaya berasal dari bahasa Latin cultura atau
cultus yang juga memiliki makna yang sama dalam kata agri cultura yang berarti
mengolah tanah. Selanjutnya makna kata budaya mengalami perkembangan,
yang awalnya menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas (pelatihan, perhiasaan,
pembinaan, dan ibadah) berkembang menjadi keadaan atau kondisi yang
dibudidayakan.73
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kata kebudayaan berasal
dari bahasa Sansakerta Budha yah, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sesuatu yang
berkaitan dengan akal. Walaupun dalam istilah antropologi budaya, perbedaan
itu ditiadakan. Kata budaya digunakan sebagai suatu singkatan saja dari
kebudayaan dengan arti yang sama.74
De Certeau berpendapat budaya merupakan nilai yang dibentuk secara
normatif oleh kelompok sosial tertentu tanpa adanya paksaan, di dalamnya
terdapat warisan yang harus dijaga dan dilestarikan, sebagai simbol dari
identitas sosial yang disepakati dan digunakan oleh kelompok sosial untuk
membedakan dengan kelompok sosial lainnya. Selain itu, juga sebagai media
komunikasi. Budaya sebagai bagian dari atribut manusia, terdiri dari praktek
yang bersifat kognitif ataupun pragmatis, kreasi yang dapat dikembangkan, dan
makna yang memiliki tujuan.75
Hal ini sejalan dengan pengertian budaya
menurut Elena Basarab yaitu budaya adalah kumpulan tingkah laku dan simbol
yang membawa makna, warisan, dan transmisi sosial melalui bermacam-macam
perilaku, sistem dari gambaran, dan sistem di mana orang berkomunikasi dan
mengembangkan pengetahuan dan sikap dalam hidup.76
Untuk itu, menurut
Thayer seperti dikutip Bakti dalam memahami komunikasi harus pula
73
Stella Ting-Toomey, Communicating Across Culture (London: The Guilford
Press, 1999), 9. 74
Muhammad Arifin, ‚Islam dan Akulturasi Budaya Lokal di Aceh (Studi
Terhadap Ritual Rah Ulei di Kuburan dalam Masyarakat Pidie Aceh).‛ Jurnal Ilmiah
Islam Futura, Vol. 15. No. 2, (Februari 2016): 262. 75
Guy Poitevin, ‚From the Popular to the People‛ dalam Bernard Bel, Jan
Brouwer, Biswajit Das, Vibodh Parthasarathi dan Guy Poitevin, Communication Processes Vol. 3; Communication, Culture and Confrontation (New Delhi: Sage
Publications India, 2010), 32-33. 76
Elena Basarab, ‚Education, Cultural and Intercultural Relation,‛ makalah
dalam ‚Konferensi Internasional Edu World 2014, VI,‛ University of Craiova, Romania
07-09 November 2014, 38.
22
memahami nilai-nilai serta kepercayaan yang ada pada kelompok sosial. Karena
budaya dan peradaban manusia merupakan produk dari komunikasi.77
Berdasarkan definisi di atas, budaya mengarah pada tiga poin utama.
Pertama, istilah budaya merujuk pada macam-macam kelompok pengetahuan,
realita bersama dan kelompok norma yang merupakan sistem makna dalam
kelompok masyarakat tertentu. Kedua, sistem makna ini dibagi dan ditularkan
melalui interaksi sehari-hari antara anggota kelompok budaya dan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Ketiga, budaya memfasilitasi kemampuan
anggota untuk bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan eksternal mereka.
Ketiga poin tersebut sejalan dengan gambaran dari konsep budaya D'Andrade
yang mendefinisikan budaya sebagai kerangka kompleks dari referensi yang
terdiri dari pola-pola tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, simbol, dan
makna yang dibagi dalam berbagai tingkatan melalui interaksi anggota dari
suatu komunitas.78
Karena tanpa budaya, manusia akan mengalami kesulitan
dalam mempertahankan identitas sosialnya.79
Menurut Malinowski, pada awalnya fungsi budaya dipahami sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan psiko-biologis manusia yang bersifat
conditioning. Artinya, melalui budaya, manusia dapat membentuk pola perilaku
yang menjadi tingkah laku kebudayaan (cultural behavior) sehingga dapat
memberikan batasan terhadap kegiatan manusia. Tingkah laku kebudayaan
tersebut dapat berupa nilai, adat, ide, kepercayaan atau penerapan aturan
organisasi sosial.80
Dengan demikian, menurutnya, kajian budaya harus
menyertakan fakta sosiologis karena budaya memiliki unsur-unsur penting
berupa sistem politik, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, dan sistem
kekerabatan. Semua unsur tersebut penting untuk dikaji agar mendapatkan
pemahaman terhadap peranan seluruh unsur dalam menjaga sistem masyarakat
dan sistem kebudayaan sebagai satu kesatuan yang terintegrasi. Selain itu, hal
tersebut dilakukan untuk menetapkan perbedaan antara budaya sebagai warisan
biologis dan budaya sebagai warisan sosiologis. Karena warisan sosial memiliki
kekuatan berupa kepercayaan, adat, struktur sosial sehingga dapat memengaruhi
dan membentuk pribadi individu.81
Menurut Geertz, kebudayaan merupakan pola dari pengertian-
pengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol
yang ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi
yang diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut
77
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perceptions of a Global Development Program
(Jakarta: INIS, 2004), 217. 78
Stella Ting-Toomey, Communicating Across Culture, 9. 79
Marcel Danesi, Messages Signs and Meanings A Basic Text Book In Semiotics and Communication Theory, (Toronto: Canadian Scholars Press, 2004), 35.
80Amri Marzali, ‚Struktural-Fungsionalisme.‛ Jurnal Antropologi Indonesia,
Vol. 30, No. 2, (2006): 132. 81
Amri Marzali, ‚Struktural-Fungsionalisme,‛ 134.
23
manusia berkomunikasi, melestarikan, mengambangkan pengetahuan, dan sikap
mereka terhadap kehidupan.82
Menurut Liliweri, kebudayaan merupakan
pandangan hidup kelompok sosial yang berbentuk perilaku, kepercayaan, nilai,
dan simbol-simbol yang diterima secara tidak sadar, melalui proses komunikasi,
hal tersebut secara terus menerus pada setiap generasi. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa kebudayaan juga merupakan komunikasi simbolik, yang
nantinya makna dari simbol-simbol (tanda) tersebut dipelajari dan
disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi.83
Tanpa memperhatikan
tanda, sistem tanda, makna, dan konvensi tandanya struktur budaya tidak dapat
dimengerti secara optimal karena tanda merupakan sarana komunikasi yang
bersifat estetis.84
Kebudayaan merupakan totalitas produk-produk manusia yang
mencakup aspek material dan non-material. Yang terpenting dari aspek
kebudayaan non-material ini adalah masyarakat, karena melalui mereka
terbentuk hubungan-hubungan berkelanjutan antar manusia. Karena masyarakat
merupakan unsur dari kebudayaan yang bersifat sebagai produk manusia sama
seperti kebudayaan non-material. Atas dasar itu, dapat dipahami bahwa
masyarakat tentunya tidak hanya merupakan hasil dari kebudayaan, tetapi
merupakan kondisi yang diharuskan bagi kebudayaan.85
Menurut Bernard Berelson dan Gary A Steiner, komunikasi merupakan
transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan
menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya.
Tindakan atau proses transmisi tersebut yang disebut komunikasi.86
Sementara
menurut James W Carey, manusia hidup dalam sebuah komunitas berdasarkan
hal-hal yang dimiliki bersama, baik berupa tujuan, keyakinan, maupun
pengetahuan-pengetahuan umum, dan komunikasi adalah cara agar kesamaan
tersebut dapat dimiliki.87
Simbol memiliki peran penting dalam interaksi manusia karena dalam
konteks komunikasi, simbol merupakan ekspresi yang digunakan untuk
mewakili sesuatu yang lain, yang membawa makna tertentu dan diakui oleh
82
Rasid Yunus, ‚Transformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai upaya
pembangunan karakter bangsa.‛ Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13, No. 1, (2016): 67. 83
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta:
Lkis, 2002), 8. 84
Sri Nur Aeni, Chairil Effendy, A Totok Priyadi, ‚Makna Priyayi dalam Novel
Para Priyayi dan Jalan Menikung Analisis Struktural Semiotik.‛ Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 4, No. 2, (2015): 2.
85Irfan Noor, Agama sebagai Universum Simbolik; Kajian Filosofis Pemikiran
Peter L. Berger (Yogyakarta: Pustaka Prisma, 2010), 68-69. 86
Ahmad Sultra Rustan dan Nurhakki Hakki, Pengantar Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Deepublish, 2017, Cetakan I), 29.
87James W Carey, Communication as Culture: Essays on Media and Society
(New York dan London: Routledge, 2009), 18.
24
kelompok sosial yang menggunakannya. Untuk itu, pemahaman tentang simbol
dan makna pun ikut memengaruhi pola perilaku dalam budaya.88
Menurut Philipsen, fungsi komunikasi dalam budaya adalah untuk
menjaga keseimbangan identitas serta martabat ataupun kreatifitas baik dari
individu maupun masyarakat. Karena bagaimanapun, komunikasi merupakan hal
penting dari fungsi budaya dalam kehidupan individu dan masyarakat.89
Dari pembahasan di atas, hubungan antara budaya dan komunikasi dapat
dijelaskan melalui unsur-unsur kebudayaan. Menurut Bronislaw Malinowski,
unsur-unsur kebudayaan terdiri dari sistem norma yang memungkinkan
kerjasama antara anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam
sekelilingnya, organisasi ekonomi, alat-alat lembaga, dan organisasi kekuatan.90
Kebudayaan setiap masyarakat atau suku bangsa terdiri atas unsur-unsur
besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan
yang bersifat sebagai kesatuan. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam
kebudayaan, di mana kita sebut sebagai cultural universals, yang meliputi:
peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian hidup dan sistem-
sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa (lisan dan tulisan), kesenian,
sistem pengetahuan, religi (sistem kepercayaan).91
Agar unsur-unsur tersebut dapat dipahami dan dimaknai maka
dibutuhkan komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyana yang
menjelaskan bahwa budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, karena
komunikasi ikut serta dalam menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.92
Juga dikuatkan dengan pendapat Fiske yang mengatakan
bahwa perhatian dalam studi komunikasi bukan pada komunikasi sebagai proses
semata, melainkan komunikasi sebagai pembangkit makna (the generation of meanings).
93
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui
sistem makna, manusia dapat beradaptasi dengan lingkungan dan struktur
kegiatan interpersonal suatu kelompok sosial. Sistem makna budaya dapat
dianggap sebagai kelompok pengetahuan yang bermacam-macam, atau yang
secara terpisah membagi kelompok-kelompok norma yang secara simbolis
menciptakan realitas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat D'Andrade yang
88
Larry A Samovar, Richard E Porter, Edwin R McDaniel dan Carolyn S Roy,
Communication Between Culture, Edisi 8 (Boston: Wadsworth, 2013), 33 dan 53. 89
William B. Gudykunst (ed), Theorizing About Intercultural Communication,
(California: Sage Publications.Inc, 2005), 7. 90
Pangulu Abdul Karim, ‚Interelasi Agama dan Budaya.‛ Jurnal Nizhamiyah,
Vol. VI, No. 2, (Juli-Desember 2016): 102. 91
Deni Mihardja, ‚Persentuhan Agama Islam dengan Kebudayaan Indonesia.‛
John Fiske, Introduction to Communication Studies (Routledge: Taylor and
Francis Group, 2002), 39.
25
menyatakan bahwa budaya merupakan sesuatu yang mempelajari sistem makna,
dikomunikasikan oleh makna dari bahasa alami dan sistem simbol lain yang
mampu menciptakan entitas budaya dan indra tertentu dari realitas.94
Artinya,
budaya adalah realitas yang memproduksi dan mengembangkan nilai-nilai,
kepercayaan, cara berperilaku, cara berpikir, seni, hukum, agama, serta
komunikasi.95
Dalam komunikasi, permasalahan utama yang kerap hadir adalah
penyampaian ide yang bukan hanya melibatkan pengirim dan penerima pesan,
namun juga realitas sosial.96
Menurut Richard, karena sangat sulit menemukan
ide dari makna maka yang dapat dilakukan hanya menghadapkan makna
tersebut pada realitas.97
Realitas adalah semua yang telah dikonsepkan sebagai
sesuatu yang memiliki wujud. Sementara menurut Berger dan Luckmann adalah
kualitas yang diakui memiliki keberadaan yang tergantung pada kehendak diri
sendiri. Kemudian realitas terbagi menjadi realitas objektif, simbolik, dan
subjektif.98
Menurut Gudykunts, agar kaitan antara komunikasi dengan budaya
dapat dipahami maka diperlukan sistem informasi dan konstruksi budaya yang
spesifik. Karena dalam konteks komunikasi, kehadiran budaya memungkinkan
kelompok sosial berinteraksi dan mengekspresikan budaya mereka. Sedangkan
menurut Andi Faisal Bakti, karena budaya merupakan seperangkat aturan yang
digunakan untuk mereproduksi atau meneruskan nilai-nilai masa lalu maka
didalamnya dibutuhkan komunikasi. Menurutnya, budaya dikonstruk
berdasarkan hubungan historis, sementara komunikasi dikonstruk berdasarkan
hubungan geografi.99
Keterkaitan antara komunikasi dan budaya menurut Gudykunts dapat
dipahami melalui pemahaman budaya secara umum sebagai sistem informasi
dan konstruksi budaya yang lebih spesifik.100
Karena budaya dalam konteks
komunikasi memungkinkan kelompok sosial yang berada di dalamnya untuk
94
Stella Ting-Toomey, Communicating Across Culture, 9. 95
Joseph A deVito, Human Communication the Basic Course, edisi XIII (New
York: Pearson, 2015), 28. 96
Ferruccio Rossi-Landi, Between Signs and Non-Signs (Philadelphia: John
Benjamins Publishing Company, 1992), 7-8. 97
Thomas Albert Sebeok dan Marcel Danesi, The Forms of Meaning: Modeling Systems Theory and Semiotic Analysis (Berlin: Walter de Gruyter GmbH & Co, 2000),
8. 98
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
186. 99
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program
(Leidein-Jakarta: INIS, 2004), 20. 100
Beverly Rising dan Amparo García-Carbonell, Culture and Communication
(Georgia: College of Management Georgia Institute of Technology, 2006), 4.
26
berinteraksi serta mengekspresikan budaya mereka.101
Sebagai bentuk interaksi
komunikasi pada akhirnya ikut pula memengaruhi budaya. Untuk itu perlu
dipahami sejauh mana pengaruh komunikasi dalam budaya.102
Budaya dan komunikasi dalam kelompok sosial merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara
dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, tetapi juga
makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim,
memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan
perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan.
Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka
ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.103
Koentjaraningrat mengatakan komunikasi merupakan satu unsur penting
dalam peradaban manusia. Karena secara simbolik, hakikat manusia
menggunakan komunikasi sebagai simbol bahasa dalam bertukar pikiran,
perasaan, dan pengalaman. Selain itu, terwujudnya komunikasi efektif
tergantung pada kemampuan manusia dalam menggunakan bahasa sebagai
simbol dalam berkomunikasi, sehingga kita bisa mengambil makna dari apa
yang kita ucapkan.104
Hasil dari proses komunikasi adalah budaya yang berakar dalam diri
individu. Budaya dan komunikasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Edward T. Hall mengatakan culture is communication and communication is culture, maka hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sangatlah
berkaitan.105
Karena keduanya membahas tentang bagaimana makna dan pola-
pola perilaku yang dibangun dalam kelompok sosial ataupun kelompok
budaya,106
sehingga terjadi pemeliharaan representasi dari pola perilaku tersebut
menjadi suatu keyakinan tertentu dalam kelompok sosial.107
Artinya budaya
sebagai komunikasi merupakan bentuk komunikasi efektif yang memiliki
kemampuan untuk menampilkan sekaligus menjelaskan realitas sosial dan
101
Marcel Danesi, Messages Signs and Meanings A Basic Text Book In Semiotics and Communication Theory, 14.
102Joseph A DeVito, Human Communication the Basic Course, edisi XIII, 31.
103Suranto Aw, Implementasi Teori Komunikasi Sosial Budaya dalam
Pembangunan Integrasi Bangsa.‛ Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi, Vol. 45, No. 1, (Juni
2015): 69-70. 104
Nur Ahmad, ‚Komunikasi sebagai Proses Interaksi dan Perubahan Sosial
Wahidah Suryani, ‚Komunikasi Antarbudaya: Berbagi Budaya Berbagi
Makna,‛ 2. 106
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, 12. 107
James W Carey, Communication as Culture (New York: Routledge, 2008),
15.
27
membentuk komunitas.108
Selanjutnya, komunitas itu dikatakan memiliki
kemampuan untuk mengkonstruksi budaya sebagai realitas109
sehingga bentuk
budaya tidak hanya membawa informasi namun juga dapat dimaknai.
Alquran menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Untuk
mengetahui bagaimana manusia seharusya berkomunikasi. Alquran memberikan
kata kunci (key concept) yang berhubungan dengan hal itu. Al-Syaukani,
misalnya mengartikan kata kunci al-baya>n sebagai kemampuan
berkomunikasi.110
Tujuan komunikasi pada umumnya yaitu mengharapkan
partisipasi dari mad’u atas ide-ide atau pesan-pesan yang disampaikan.111
Komunikasi Islam dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan
dari da’i (muballigh/mu’allim) sebagai komunikator kepada mad’u sebagai
komunikan agar komunikan memiliki perubahan pikiran, sikap, dan perilaku
yang sama dengan da’i.112 Artinya, komunikasi dalam Islam lebih ditekankan
sebagai proses harmonisasi diri dalam kelompok sosial.113
Menurut Andi Faisal
Bakti, dasar komunikasi Islam adalah tabligh (informasi), taghyir (perubahan
sosial), khairu ummah (komunitas teladan), dan akhlaq al-karimah (perilaku
mulia), adapun tujuan dari komunikasi Islam adalah sebagai salah satu jalan
resolusi konflik. Dengan cara mengajarkan ajaran Islam yang relevan untuk
nilai-nilai universal, termasuk inklusivitas untuk kemanusiaan.114
Setiap individu ketika membaur dalam kelompok sosial maka pada
waktu yang bersamaan pula ia mulai mengadopsi nilai-nilai budaya di dalam
kehidupan kelompok sosial tersebut. Nilai budaya yang berkaitan dengan norma
dan nilai tersebut yang nantinya ia terapkan. Proses penyerapan yang ia peroleh
itu berasal dari proses komunikasi.115
108
‚Introduction: Remoulding the 'Cultural' as the 'Contentious',‛ dalam
Bernard Bel, Jan Brouwer, Biswajit Das, Vibodh Parthasarathi, Guy Poitevin,
Communication Processes Volume 3 Communication Culture and Confrontation (India:
Sage Publications India, 2010), 20-21. 109
Paul Biot, "Action Theatre in Belgium," dalam Bernard Bel, Jan Brouwer,
Biswajit Das, Vibodh Parthasarathi, Guy Poitevin, Communication Processes Volume 3 Communication Culture and Confrontation, (India: Sage Publications India, 2010, 299.
110Muh Syawir Dahlan, ‚Etika Komunikasi dalam Al-Qur’an dan Hadis.‛ Jurnal
Abdul Syukur, Dinamika Dakwah dalam Komunikasi dan Penyiaran Islam:
Pendekatan Historisasi, Formulasi, dan Aplikasi.‛ Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas, Vol. 9, No.2, (Juli 2014): 230. (diakses 21 Maret 2017)
113Marieke de Mooij, Human and Mediated Communication around the World a
Comprehensive Review and Analysis (London: Springer, 2014), 165. 114
Andi Faisal Bakti dan Isabelle Lecomte, ‚The Integration of Dakwah in
Badrul Munir Hamidy (editor), Upacara Tradisional Daerah Bengkulu Upacara Tabot di Kotamadya Bengkulu (Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Bengkulu, 1991/1992), 33.
53
Sedangkan yang menganut agama Budha dan Konghuchu adalah warga
keturunan Tionghoa yang mayoritas tinggal di daerah Pecinan ataupun pusat-
pusat perdagangan.262
Menurut Agus Setiyanto, kelompok masyarakat pribumi di Bengkulu terdiri atas
empat etnis, yaitu etnis Rejang263
yang merupakan etnis tertua di Bengkulu,264
etnis Lembak, etnis Serawai, dan etnis Pasemah.265
Sedangkan kelompok
masyarakat pendatang terdiri tiga etnis, yaitu etnis Melayu, etnis Bugis, dan
etnis Madura.266
Etnis Melayu di Bengkulu terdiri atas Melayu Tinggi, Bulang,
dan Lembak.267
Keberagaman etnis Melayu tersebut menurut Djamaan Nur
memiliki satu konsepsi yang sama yaitu Adat Bersendikan Syara’, Syara Bersendikan Kitabullah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam telah memberi
warna dalam berbagai aspek kehidupan, aspek bahasa, kesenian, upacara dan
perilaku kehidupan masyarakat.268
Atas dasar hal tersebut, kebudayaan di
Bengkulu dapat digolongkan ke dalam rumpun Melayu Polinesia.269
Menurut Harapandi Dahri, secara historis, awal mula penyebaraan agama Islam
di Bengkulu tidak memiliki data yang pasti, namun pada abad ke-17 dapat
diperkirakan bahwa masyarakat Bengkulu belum memeluk suatu agama,
termasuk agama Hindu ataupun Budha. Masyarakat Bengkulu cenderung pada
Mabrur Syah, ‚Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah Dakwah
Islam Di Wilayah Rejang.‛ Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 1, No. 1, (2016): 39. 269Sejarah Daerah Bengkulu, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1977-1978), 234.
54
kepercayaan animisme dan dinamisme.270
Pendapat lain mengatakan bahwa pada
abad ke-16, Islam tersebar di daerah Bengkulu. Agama ini juga sangat
berpengaruh dalam aspek keagamaan, sosial, dan kebudayaan.271
Menurut
Abdullah Sidik, pada pertengahan abad, kerajaan-kerajaan kecil272
di daerah
pantai Bengkulu mulai terpengaruh kerajaan Banten, terutama daerah pesisir,
mulai dari Kerajaan Selebar sampai batas Sungai Urai di Bengkulu Utara. Sejak
terpengaruh oleh kerajaan Banten tersebut. Pada masa ini pula agama Islam
mulai masuk ke Bengkulu.273
Penyebaran agama Islam di Bengkulu juga datang
dari daerah Aceh dan Sumatra Barat.274
Sementara menurut Salim Bela Pilli dan Hardiansyah, masuknya Islam di
Bengkulu275
ditandai dengan dua fase. Pertama, fase ini berlangsung sangat
lama, melalui masuknya dai-dai awal Islam yang berdakwah pada penduduk
yang pada akhirnya diterima oleh masyarakat Bengkulu sehingga terbangunnya
masyarakat Muslim di daerah tersebut. Kedua, fase ini dikatakan sebagai fase
perkembangan Islam, yaitu masyarakat Muslim yang telah terbentuk di
Bengkulu, membangun sistem pemerintahan yang mampu mengatur warganya
dan mampu membangun hubungan dengan pemerintah yang lain yang berada
disekitarnya.276
270
Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu (Jakarta: Penerbit
Citra, 2009), 58-59. Lihat juga Upacara Tradisional Daerah Bengkulu Upacara Tabot di
Kotamadya Bengkulu, 1991/1992, 56. 271
A B Lapian dan Soewadji Sjafei (editor), Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu
(Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, 1984), 69. 272
Kerajaan-kerajaan kecil tersebut terdiri atas Kerajaan Empat Petulai/Kerajaan Depati
Tiang Empat, Kerajaan Sungai Serut di Bengkulu, Selebar di daerah Lembak di
Bengkulu Utara, Sungai Lemau di Pondok Kelapa Bengkulu Utara, Sungai Itam di
daerah Lembak Bengkulu Utara, dan Anak Sungai di daerah Mukomuko Bengkulu
Utara. Kerajaan-kerajaan ini muncul sebelum tahun 1685, Sidik menyebutnya zaman
Swapraja. Lihat Abdullah Sidik, 1. 273
Abdullah Sidik, Sejarah Bengkulu 1500-1990 (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 1. 274
A B Lapian dan Soewadji Sjafei (editor), Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu
(Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, 1984), 69. 275
Data awal masuknya Islam di Bengkulu bisa dilacak dari ratu Agung, yang merupakan
raja pertama kerajaan Sungai Serut. Setidaknya ada dua data tentang asal raja ini.
Pertama, ia berasal dari Banten, hal ini menandakan bahwa ia telah memeluk agama
Islam, dan yang kedua ia berasal dari Gunung Bungkuk dan masuk Islam setelah seorang
dai dari Aceh bernama Malim Muhidin pada tahun 1417 M. Datang dan menyebarkan
Islam ke daerah ini selama 6 bulan. Dengan masuknya Ratu Agung yang beragama Islam
ke Sungai Serut, maka terbukalah jalan untuk masuknya Islam di Bengkulu. Hal ini juga
diperkuat dengan upacara yang diadakan saat Ratu Agung wafat yang menggunakan
cara Islam yang dihadiri oleh Qadli, Bilal dan Khatib, yang merupakan istilah pejabat
keagamaan khas Islam. Lihat Salim Bella Pilli dan Hardiansyah, Napak Tilas Muhammadiyah Bengkulu, 65-66. 276
Salim Bella Pilli dan Hardiansyah, Napak Tilas Muhammadiyah Bengkulu, 65.
55
Masuknya budaya Islam ke daerah Bengkulu jika dilihat melalui perspektif
sejarah dapat ditinjau secara umum dan khusus. Secara umum, masuknya
kebudayaan Islam ke Bengkulu tidak terlepas dari masuknya Islam ke wilayah
Nusantara. Sedangkan secara khusus, munculnya kebudayaan Islam ke Bengkulu
tidak dapat dipisahkan dari masuknya Islam ke daerah tersebut.277
Bangsa asing yang datang ke Bengkulu adalah Portugis, Inggris, Belanda,
Tionghoa, dan India. Bangsa India yang datang ke Bengkulu dibawa oleh Inggris
yang asalnya dari Benggali, mereka menganut agama Islam dari aliran Syiah.
Karena mereka telah menganut agama Islam, maka mereka dengan mudah dapat
berasimilasi dengan penduduk Sungai Lemau yang pada waktu itu juga telah
menganut agama Islam. Mereka juga diklaim sebagai yang pertama kali
memperkenalkan ritual Tabut di Bengkulu. Pada awalnya mereka sering disebut
kaum Sipai,278
namun selanjutnya mereka lebih dikenal sebagai masyarakat
Melayu Bengkulu.279
Masyarakat Sipahi dan India yang didatangkan oleh
Inggris inilah yang memperkenalkan tradisi Tabut.280
Pada zaman Belanda, Inggris, Jepang, bahkan sampai Republik Indonesia sudah
terbentuk, kebudayaan di Bengkulu tidak berkembang dengan baik. Terutama
pada zaman Jepang, penderitaan dan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat
Bengkulu membuat seni budaya mengalami kelumpuhan. Kesenian tradisional
khas Bengkulu seperti tarian kejai, sapu tangan, randai, dan sebagainya pada
zaman Jepang sama sekali tidak pernah dimunculkan. Bahkan ritual Tabut yang
sebelumnya merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun, pada zaman
ini tidak pernah diadakan.281
Kedatangan Inggris ke Bengkulu sangat berkaitan dengan permasalahan
ekonomi dan politik. Namun bukan hanya dua aspek tersebut, catatan sejarah
mengatakan bahwa kehadiran Inggris juga berpengaruh terhadap kebudayaan
yang ada di Bengkulu. Seperti dalam penggunaan bahasa yang digunakan yang
berakar dari kosakata bahasa Inggris.282
277
Bunga Rampai Melayu Bengkulu, 32 278
Menurut Syiafril, sipai bukan merupakan nama suatu suku tertentu, melainkan hanya
istilah yang berasal dari bahasa Urdu. Kata sipai memiliki memiliki arti tentara (army).
Menurutnya, kebenaran sipai sebagai salah satu suku yang ada di Bengkulu tidak dapat
dibuktikan. Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 279
Badrul Munir Hamidy (ed), Upacara Tradisional Daerah Bengkulu Upacara Tabot di Kotamadya Bengkulu (Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Bengkulu, 1991/1992), 31. 280
A B Lapian dan Soewadji Sjafei (editor), Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu
(Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, 1984), 72. 281Sejarah Daerah Bengkulu, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978, 186. 282
Kekurangan jumlah penduduk yang mendorong pemerintahan Inggris untuk membawa
orang-orang buangan dari India ke Bengkulu. Letnan Gubernur Inggris membagi orang-
orang India ini dalam tiga golongan. Lihat Sejarah Sosial Daerah Bengkulu, 91.
56
Ketika membangun benteng Marlborough, Inggris mendatangkan orang-orang
yang berasal dari India.283
Orang-orang tersebut diperkirakan mayoritas
beragama Hindu, 20 persen Muslim yang beraliran Syi’ah, dan yang lainnya
adalah Sikh, Kristen, serta Yahudi.284
Dari orang-orang inilah, yang nantinya
memperkenalkan masyarakat Bengkulu tentang tradisi ritual Tabut.285
Benteng Marlborough sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi laut yang
dikelilingi oleh saluran yang dibangun oleh batu. 72 buah meriam yang
dihadapkan ke laut sebagai pertahanan benteng tersebut.286
Pembangunan
benteng Marlborough dilaksanakan pada tahun 1714 sampai tahun 1720287
dibawah kepemimpinan wakil gubernur Inggris yang bernama Joseph Collet288
yang dikerjakan secara bertahap selama 5 tahun serta melibatkan arsitek dan
para pekerja yang sengaja didatangkan dari India (Madras). Benteng yang
dinamai Marlborough ini sebagai kenangan kepada seorang komandan militer
Inggris yang terkenal, ‚The First Duke of Marlbourough‛ (1650-1722).289
Benteng tersebut berfungsi sebagai gudang penyimpanan rempah (lada, merica,
kopra, kopi, damar, gaharu, dan emas) bagi perdagangan The East India Company (EIC) Inggris, setelah menyingkir dari Banten pada tahun 1682.
290
Pengaruh mediasi kaum imigran dan pedagang India dalam perpindahan dan
penyebaran budaya Iran dan Syiah di kawasan Asia Tenggara yang salah satunya
Indonesia dikarenakan pengaruh historis dan Tradisional India terhadap
penduduk Indonesia. Sehingga sampai saat ini masih banyak tradisi keagamaan
Syi'ah kuno. Meskipun saat ini, upacara dan tradisi tersebut di beberapa wilayah
seperti Indonesia telah bercampur dengan tradisi lokal, akan tetapi pola dan
simbol-simbol yang digunakan di dalamnya seperti Tabut, Dhul Janah, locat di
atas api, sebagian ungkapan dan syair kesedihan, cara memutar bendera dan
makanan yang sudah menjadi tradisi pada hari-hari tersebut mengingikasikan
283
Kartomi J Margaret, ‚Muslim Music in West Sumatran Culture.‛ The World of Music, Vol. 28, No. 3, (1986): 28. 284
Paul H Mason, ‚Fight-dancing and the festival: Tabuik in Pariaman, Indonesia and
Iemanjá in Salvador da Bahia, Brazil.‛ Martial Arts Studies 2, (2016): 73. 285Sejarah Daerah Bengkulu, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978, 98-99. 286
Agus Setyanto, Orang-orang Besar Bengkulu Riwayatmu Kini, 6. 287
Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bengkulu,
23. 288
Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bengkulu,
22. 289
Abdullah Siddik, Sejarah Bengkulu 1500-1990 (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 42. 290
Sejarah Melayu Bengkulu, 15. Sebelum membangun benteng Marlbourough, pada
tahun 1701, pemerintahan Inggris membangun benteng pertama yang bernama Fort
York (Pasar Bengkulu). Namun dikarenakan lokasi benteng tersebut dianggap tidak
strategis dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak sehat maka mereka memilih Tapak
Paderi sebagai lokasi pembangunan benteng Marlbourogh. Lihat Sejarah Perlawanan
Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bengkulu, 21
57
bahwa tradisi-tradisi keagamaan ini tersebar di Asia Tenggara dari perbatasan
India melalui orang-orang Syiahnya.291
Keberadaan ritual Tabut di Bengkulu dapat dikatakan suatu petunjuk adanya
pengaruh tradisi keagamaan Syi’ah di daerah ini. Meskipun tidak ada keterangan
yang cukup terperinci, namun patut diduga pula bahwa orang-orang Sipai awal
yang datang dari Madras dan Bengali ke Bengkulu pada 1336 adalah penganut
Islam Syi’ah. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa pada masa-masa itu kaum
Muslim Syi’ah banyak tersebar di wilayah Asia Selatan, Aceh dan Sumatera
Utara.292
B. Tabut dan Tradisi Keagamaan
Kata tradisi berasal dari bahasa Latin yaitu traditio yang memiliki beberapa arti
yaitu, memberi, menawarkan, menyampaikan dan memperlihatkan kemurahan
hati. Dalam pengertian teologi, tradisi dipahami sebagai semua bentuk ajaran
atau praktek yang ditransimisikan ke generasi berikutnya baik melalui lisan
maupun tulisan dalam bingkai agama. Sementara, dari aspek sosiologis, tradisi
dipandang sebagai sebutah sistem dalam struktur masyarakat yang dilaksanakan
oleh komunitasnya, lalu diwariskan ke generasi berikutnya, kebanyakan, melalui
lisan.293
Tradisi dapat dipahami sebagai revealed tradition yang kebenaran dan
prinsipnya bersumber dari divine order. Tradisi memiliki karakter yang unik dan
tidak bisa direduksi, karenanya mudah untuk diidentifikasi dengan baik. Tradisi
merupakan hasil dari manifestasi atas berbagai bentuk doktrin suci dan sakral.
sejatinya tradisi berfungsi sebagai penjaga bagi keberlangsungan kehidupan.294
Tradisi merupakan perwujudan dunia yang direpresentasikan salah satunya
dalam bentuk ritual. Selain itu, tradisi juga merupakan alat komunikasi sebagai
suatu sistem tanda yang berhubungan dengan teori semiotik.295
Maka
kebudayaan dapat dipahami sebagai sistem semiotik yang terdiri atas struktur
signifikansi yang berfungsi untuk mengontrol kehidupan sosial manusia, itu
291
Mohammad Ali Rabbani, ‚Mediasi India Dalam Perpindahan Dan Penyebaran Kultur
Dan Peradaban Persia: Islamisasi di Asia Tenggara.‛ Media Syariah, Vol. XV, No. 1,
Rifanto bin Ridwan, ‚Tabot Festival of Bengkulu and Local Wisdom.‛ Academic Journal of Islamic Studies, No. 1, Vol. 2, (2016): 150.
59
Tebota, juga diambil dari bahasa Ibrani yaitu Tebah yang berarti kotak atau
bahtera.304
Menurut Feener arti kata Tabut sendiri tidak memiliki akar yang jelas namun
banyak didefinisikan sebagai kotak, wadah ataupun peti mati. kata Tabut dapat
ditelusuri melalui beberapa wilayah budaya dalam dunia Muslim. Tabut
setidaknya disebutkan sebanyak dua kali didalam alquran yaitu pada surat al-
Baqarah, ayat 248 dan surat Thaha ayat 39.305
ل ه عدو خذ لساحل يأٱي ب لٱقه يل ي فل لٱذفيه ف قٱلتابوت ف ٱذفيه ف قٱأن ٩٣ ن عي نع على من ولتص ك مبة ليت ع قي وأل ۥله وعدو
‚Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuh-Ku dan musuhnya.‛ Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.‛ Tabut dengan arti peti merupakan pengertian umum. Namun, kata Tabut memiliki konteks tertentu yang berkaitan dengan Nabi Musa, ritual keagamaan Islam Syi’ah, dan Tabut di Sumatra. Dalam alquran surat al-Baqarah ayat 248
disebutkan yang artinya:
‚. . . sesungguhnya tanda kerajaannya ialah datangnya tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dibawa oleh malaikat . . . .‛
Sementara itu, Tabut juga ditemukan dalam tradisi Kristiani yang berisi kitab
Taurat yang memuat, ‘Sepuluh Perintah Tuhan’ (Ten Commandements). Tabut ini juga dikenal dengan Tabut Perjanjian atau Ark of Covenant, yaitu perjanjian
antara Tuhan dengan Bani Israil.306
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Tabut didefinisikan sebagai peti yang terbuat dari anyaman bambu atau burung-
burungan burak yang terbuat dari kayu yang diarak pada peringatan terbunuhnya
Hasan-Husen pada tanggal 10 Muharam.307
Menurut Kartomi, Tabut merupakan
ritual yang berada di Irak, Persia dan India Selatan yang dikenal dengan nama
Takziah. Takziah adalah tampilan tradisional bangsa Iran sebagai ungkapan
304
Paul H Mason, ‚Fight-dancing and the festival: Tabuik in Pariaman, Indonesia and
Iemanjá in Salvador da Bahia, Brazil.‛ Martial Arts Studies 2, (2016): 73. 305
Michael Feener, ‚Tabut: Muharram Observances in the History of Bengkulu.‛ Jurnal
Studia Islamika, Vol. 6, No. 2, (1999): 93. 306
Asril, ‚Perayaan Tabuik dan Tabot: Jejak Ritual Keagamaan Islam Syi'ah di Pesisir
Tabut Kebun Ros, Tabut Nala, Tabut Tengah Padang-Bajak.338
Jumlah
kelompok pengikut Tabut pada mulanya hanya empat, yaitu Tabut Imam, Tabut
Bansal, Tabut Panglima, dan Tabut Ulama atau lebih dikenal dengan nama
Tabut Kampung Batu. Selanjutnya jumlah tersebut terus berkembang sampai
saat ini berjumlah 17, tidak dapat ditambah lagi karena telah dibakukan.
Kemunculan kelompok-kelompok tersebut bermula dari apa yang diistilahkan
sebagai ‚Tabut Niat.‛ Artinya, Tabut yang pada awalnya dibuat hanya
berdasarkan niat atau nadzar namun akhirnya terus berlanjut sampai saat ini.339
Sebagai satu kesatuan ritual, Tabut dibentuk oleh bagian-bagian yang terangkai
dalam bentuk tahapan-tahapan prosesi,340
menurut Syiafril yang merupakan
pewaris Tabut sekaligus ketua KKT, sebelum prosesi-prosesi ritual Tabut yang
telah lazim diketahui oleh masyarakat, terdapat dua ritual penting yang harus
mereka lakukan yaitu pertama, doa mohon izin kepada Allah swt yang
dilaksanakan di Mushala Karbela pada tanggal 28 atau 29 Dzulhijjah, diawali
dengan shalat magrib, membaca Yassin, tahlil, dan memohon izin untuk
memulai prosesi ritual Tabut, ditutup dengan shalat Isya. Kedua, melakukan doa
mohon keselamatan kepada Allah swt yang dilaksanakan pada tanggal 29 atau
30 Dzulhijjah.341
Doa khusus yang dibacakan adalah Maqtal al-Hussain,342
berbunyi sebagai berikut:
335
Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu (Jakarta: Penerbit
Citra, 2009), 77. 336
Endang Rochmiatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 49-50. 337
Endang Rochmiatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 49-50. 338
Syiafril, Buku Putih Tabubencoolen. 339
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. 340
Tahapan-tahapan dalam ritual Tabut, salah satunya dijelaskan dalam naskah Cerita dari Tabut. 1158/PN (Perpustakaan Nasional Jakarta). Ukuran naskah 21x17 cm. 8
halaman terdiri atas 16 baris huruf Arab. 341
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. Lihat juga,
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 23.
65
Bismillahir rahmanir Rahiim Assalaamua’layka yaa Rasulillah Assalaamua’layka yaa Fatimah Az-Zahra Assalaamua’layka yaa Al-Murthada Assalaamua’layka yaa Hasan al-Mujitaba Assalamua’layka yaa Aba Abdillah al-Hussain Salam atasmu wahai Putera Rasulullah Salam atasmu wahai putera Amirul mukminin, putera penghulu para washi Salam atasmu wahai putera Fatimah penghulu wanita sedunia. Salam atasmu dan semua arwah yang bergabung di halaman kediamanmu dan di Mashad Syech Burhanuddin Imam Senggolo ini. Sepanjang hidup kami, siang dan malam, kami mendoakanmu semua semoga Allah melimpahkan kedamaian kepadamu semua. Wahai Aba’Abdillah, sungguh besar musibah yang menimpamu bagi kami seluruh kaum muslimin. Sungguh besar musibah yang menimpamu bagi langit dan seluruh penghuninya. Semoga Allah melaknat ummat yang menzhalimmimu dan menyakitmu wahai keluarga suci Nabi. Semoga Allah melaknat ummat yang menghalangimu dari kedudukan yang telah Allah tetapkan bagimu. Semoga Allah melaknat ummat yang membunuhmu. Semoga Allah melaknat ummat yan membiarkan mereka memerangimu. Kami nyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa kami berlepas diri dari mereka, dari semua pengikut mereka, dan dari semua pendukung mereka yang zhalim. Wahai Aba’Abdillah, sungguh kami nyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, dan kami nyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu sampai hari kiamat. Semoga Allah melaknat keluarga Ziyad dan keluarga Marwan. Semoga Allah melaknat Bani Ummayah yang bersikap kejam kepadamu. Semoga Allah melaknat putera Marjanah. Semoga Allah melaknat Umar bin Sa’ad. Semoga Allah melaknat Syimran. Semoga Allah melaknat ummat yang bergabung untuk memerangimu. Demi ayah dan ibu kami, sungguh besar bagi kami musibah yang telah menimpamu. Kami memohon kepad Allah yang telah memuliakan kedudukanmu dan memuliakan kami karenamu. Semoga Allah mengkaruniakan kepada kami kesempatan untuk membelamu bersama Imam dari keluarga Muhammad saw. Ya Allah, jadikanlah kami orang yang mulia di sisi-Mu bersama Amir-Hussein di dunia dan di akhirat. Wahai Aba’Abdillah, kami mendekatkan diri kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Amirul mukminin, kepada Fatimah, kepada Amir-Hasan, dan kepadamu. Kami berlepas diri dari orang yang menzalimimu dan menzhalimi para pengikutmu. Kami mendekatkan diri kepada Allah dan kepadamu dengan
342
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen, 47.
66
kecintaan kepadamu dan kepada orang-orang yang kau cintai. Kami terlepas diri dari semua musuh-musuhmu, dari semua yang menentangmu dan memerangimu, dan semua pengikut dan pendukung musuh-musuhmu. Kami memohon kepada Allah yang telah memuliakan kami dengan mengenalmu. Kami memohon kepada Allah yang telah menganugerahkan kepada kami keterlepasan dari musuh-musuhmu. Semoga Allah menjadikan kami yang senantiasa bersamamu di dunia dan di akhirat. Semoga Allah menetapkan kami di jalan yang benar di dunia dan di akhirat. Kami bermohon semoga Allah memberikan kami pada kedudukan yang mulia di sisi Allah, mengkaruniakan kehormatan untuk membelamu bersama Imam dari keturunanmu, Imam yang senantiasa berada dalam kebenaran. Dengan hakmu dan kedudukanmu di sisi-Nya dan dengan merasakan musibah yang menimpamu dan ujian yang paling besar yang pernah terjadi di bumi dan di langit dan sepanjang sejarah Islam, kami memohon kepada Allah semoga menganugerahkan kepada kami karunia yang paling agung. Ya Allah, dengan ini jadikan kami orang yang memperoleh kesejahteraan, rahmat dan pengampunan dari-Mu. Ya Allah jadikan hidup kami seperti kehidupan Muhammad saw dan keluarganya, dan mati kami seperti Muhammad saw dan keluarganya. Ya Allah, hari ini adalah hari 10 Muharram yang dianggap penuh berkah oleh Bani Umayah, putera pemakan jantung yang terlaknat, putera yang terlaknat. Mereka menganggap hari itu hari penuh berkah dengan memalsukan firman-Mu dan sabda Nabi-Mu. Ya Allah, laknatlah Abu Sufyan dan Mu’awiyah dengan laknat yang abadi dari-Mu. Hari ini adalah hari berpesta pora keluarga Ziyad dan keluarga Marwan karena telah berhasil membunuh Amir-Hussein. Ya Allah, lipat-gandakan pada mereka laknat dari-Mu dan azab yang pedih. Ya Allah, aku mendekatkan diri kepada-Mu pada hari ini dan pada hari-hari sepanjang hidup kami, dengan berlepas diri dari mereka dan melaknat mereka, dengan mencintai Nabi-Mu dan keluarga Nabi Muhammad saw. Ya Allah, laknatlah orang yang pertama kali menzhalimi hak Muhammad saw dan keluarganya, laknat juga orang yang mengikutinya. Ya Allah laknatlah mereka yang memerangi Amir Hussein dan para pengikutnya dan mereka yang berbaiat pada Yazid untuk membunuh Amir-Hussein. Ya Allah laknatlah mereka semua. Salam atasmu wahai Aba’Abdillah dan semua arwah yang bergabung di halaman kediaman mu dan di halaman Imam Senggolo ini. Kami panjatkan doa sepanjang hidup kami, siang dan malam, semoga Allah senantiasa melimpahkan kedamaian-Nya padamu. Semoga Allah tidak menjadikan ziarah kami hari ini sebagai ziarah yang terakhir kepadamu. Salam pada Amir-Hussein, salam pada Ali Zainal Abidin bin Amir-Hussein, salam pada semua putera Amir-Hussain, salam pada semua sahabat Amir-Hussein.
67
Ya Allah khususkan laknat kami kepada orang zhalim pertama. Mulailah laknat itu kepada orang yang pertama, kepada yang kedua, kepada yang ketiga, kepada yang keempat. Ya Allah laknat juga Ubaidillah bin Ziyad, putera MArjanah, Umar bin Sa’ad, Syimran, Keluarga Abu Sofyan, Keluarga Ziyad, dan keluarga Marwan sampai hari kiamat. Segala puji bagi Allah pujian orang-orang yang bersyukur kepada-Mu ketika mereka mendapat musibah. Segala puji bagi Allah yang telah memberi manfaat yang besar kepada kami. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami syafaat Amir Hussein pada hari kiamat. Kokohkan pijakan kami pada kebenaran di sisi-Mu bersama Amir Hussein dan sahabat-sahabatnya yang telah mencurahkan kesungguhannya dalam membela Amir Hussein.
Doa mohon keselamatan tersebut juga dilengkapi oleh beberapa sajian makanan
yang terdiri atas sejambar nasi kuning panggang ayam, bubur tepung merah
susu sapi murni, air cendana, dan air selasih. Doa tersebut dalam rangka
memohon kepada Allah swt agar terhindar dari malapetaka, baik yang datang
dari gunung, maupun dari laut. Setelah selesai berdoa, prosesi dilanjutkan ke
pantai Zakat dengan melepaskan sampan yang bermakna mengenang
kedatangan pembawa Tabut yang melalui jalur laut.344
Adapun tahapannya
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Mengambik Tanah
Waktu pelaksanaan prosesi mengambik (mengambil) tanah345 pada malam hari
tanggal 1 Muharram. Prosesi mengambik tanah dilakukan di dua tempat, yaitu
di Pantai Nala dan Tapak Paderi (tempat mengambik tanah untuk kelompok
Tabut Bansal). Sebelum ritual mengambik tanah dilakukan, ada beberapa
tahapan yang dilakukan oleh pengikut Tabut. Awalnya, Keluarga Kerukunan
Tabut (KKT) menjemput Gubernur dan para pejabat di balai adat atau depan
tugu Dhol yang dilanjutkan dengan tarian Rendai.346 Selanjutnya, kegiatan
343
Air serobat terbuat dari beberapa rempah-rempah yaitu serbuk kayu manis, kapulaga,
cengkeh, sepede (jahe), gula ulu (aren), dan gula pasir dimasak dengan campuran air. 344
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. Lihat juga,
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 23. 345
Prosesi mengambik tanah pertama kali dilakukan pada kamis malam, tanggal 16
Agustus 1336 M. Sedangkan pengambilan tanah mengalami pergantian tempat pada
tahun 1995. Lihat Achmad Syiafril Sy, Buku Putih the Tabubencoolen, 14. Wawancara,
Achmad Syiafril Sy, Ketua KKT, 22 Juli 2017. 346
Tari Rendai atau beladiri merupakan tarian penghormatan dan menyambut tamu
besar. Tarian yang berbentuk seni beladiri yang digunakan dalam penyambutan tamu
agung atau tamu besar dengan nuansa pencak silat atau beladiri. Tari Rendai merupakan
seni beladiri yang dipadukan dengan keindahan gerak tari yang biasanya diiringi musik
daerah.
68
Gambar 3.1 Rangkaian Prosesi Mengambik Tanah
Gambar 3.2 Bentuk genggam tanah yang
telah diambil
Tabut dibuka oleh Gubernur Bengkulu, disertai dengan pelepasan Keluarga
Kerukunan Tabut (KKT) menuju lokasi ritual Mengambik Tanah dilaksanakan.
Dalam prosesi ini terdapat beberapa benda berupa bubur merah, gula merah,
sirih tujuh subang, rokok tujuh batang, air kopi pahit, air serobat, air susu sapi
murni, air cendana dan air selasih. Selain itu juga terdapat kemenyan, bunga
melur, dan daun selasih.347
Sebelum pengambilan tanah dimulai, dilakukan
doa348
yang dipimpin oleh ketua KKT. Setelah doa selesai dilakukan, maka
diambil dua genggam tanah, yang kemudian dibungkus oleh kain berwarna
putih. Selanjutnya dimasukkan ke dalam belangga kecil yang ditutup kain putih
dan dihiasi oleh rangkaian buang melur daun selasih untuk diletakkan di Gerga
dan sekepal lainnya dibawa pulang untuk diletakkan diatas Tabut yang akan
dibuat.349
347
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. Lihat juga,
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 23. 348
Doa yang dibacakan adalah bismillahir rahmanannir rahiim, asslamu’alaika yaa Rasullah, assalamua’alaika yaa al-Murtadha, assalamua’alaiki yaa Fatimah Azzahra, assalamu’alaika ya Hasan al-Mujtaba, ashalaatu wasaalamu alay rasul Allah walbayti atthaahiriyn, assalamu’alaika yaa aba’abdillah al-Husain yaa sayyid syabaab ahlal jannah, assalamu alaika yabna Rasulullah, salam atasmu, wahai ayah Abdillah al-Hussain dan kepada arwah-arwah yang telah gugur demi membelamu dan membela rasulmu, salam dari kami selalu tercurahkan selama siang dan malam masih silih berganti, salure, mahure yaa sahure, qaluu wa qaluune, sarare tabbute benkoelene, surarahe adene, innalaaha wa malaa i’katahuu yushalluuna ‘alan nabiyyi yaa ayyuhal ladziina aamanuu shallu ‘alaihi wasallimuu tasliima (surat 33: ayat 56): Sesunggugnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam pengorbanan kepadanya, allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad. dan diakhiri
dengan pembacaan shalawat. Lihat Ahcmad Syiafril, Buku Putih Tabubencoolen, 27-28. 349
Person Pesona Renta, ‚Tabot Upacara Tradisi Masyarakat Pesisir Bengkulu.‛ Jurnal Sabda, Vol. 1, No. 6, (2011): 50.
69
Tanah yang diambil pada tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang
mengandung unsur-unsur magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di
dekat Benteng Marlborough dan Keramat Anggut, yang berada di pemakaman
umum Pasar Tebek. Tanah ini nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih
dan dibentuk seperti boneka manusia.350
Walaupun berdasarkan observasi
penelitian dan wawancara terhadap pengikut Tabut, tanah tersebut tidak
dibungkus seperti boneka manusia, kepalan tanah hanya diikat saja didalam kain
putih tersebut. Prosesi tersebut dimaknai sebagai mengenang asal mula manusia
yang diciptakan dari tanah kemudian akan kembali ke tanah.351
1. Duduk Penja Penja merupakan benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga yang
berbentuk telapak tangan manusia, lengkap dengan jari-jarinya. Penja yang
dianggap sebagai benda keramat yang mengandung unsur magis.352
Waktu
pelaksanaan prosesi duduk penja pada tanggal 4 dan 5 Muharram di sore hari
setelah waktu shalat Ashar. Tabut Imam dan Tabut Bansal melaksanakan
prosesi duduk penja pada tanggal 4 Muharram, sedangkan Tabut-Tabut lain
melaksanakannya pada tanggal 5 Muharram.353
Pada umumnya penja disimpan di atas rumah dan hanya diturunkan satu tahun
sekali. Prosesi ini dilengkapi oleh beberapa benda berupa emping, air serobat
(jahe), susu murni, air kopi pahit, nasi kebuli,354
pisang emas dan tebu. Sebelum
penja didudukkan/ditegakkan harus dicuci terlebih dahulu, selanjutnya penja-
penja tersebut disusun berpasangan. Penja yang telah tersusun tersebut
selanjutnya dibungkus dengan kain dan dihiasi dengan rangkaian bunga melur
dan daun selasih.
Prosesi duduk penja dilakukan langsung di depan Gergah, selama prosesi
berlangsung diiringi oleh Dhol. Setelah prosesi tersebut berakhir, penja disimpan
ke dalam Gergah berdampingan dengan dua genggam tanah, lalu pengikut Tabut
350
Endang Roichmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Linda Astuti, ‚Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ Jurnal Professional Fis Unived, No.
1, Vol. 3, (Juni 2016): 23. Hal tersebut diperkuat dengan pedapat Rustam yang
mengatakan prosesi Mengambik Tanah mengingatkan bahwa manusia berasal dari
tanah. Wawancara, Rustam Effendi, Pengikut Tabut, 24 Juli 2017. 352
Endang Roichmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51. 353
Penentuan tanggal untuk menjalankan prosesi duduk penja pun sempat mengalami
konflik internal dikarenakan ada yang melaksanakan mulai tanggal 5 Muharram.
Sedangkan menurut Syiafril, prosesi duduk penja harus dimulai pada tanggal 4
Muharram. Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. 354
Menurut informasi yang peneliti dapatkan, nasi kebuli tersebut tidak dapat dimasak
oleh perempuan yang sedang dalam keadaan haid.
70
mengelilingi Gergah hingga tujuh355
kali yang diikuti oleh simbol jari-jari
pedang, bendera-bendera tauhid serta makanan. Setelah prosesi tersebut
berakhir, masyarakat yang melihat prosesi tersebut mengambil nasi kebuli yang
telah disiapkan. Masyarakat berpendapat bahwa nasi tersebut membawa berkah.
Sebagian besar masyarakat memaknai penja sebagai tangan Husain. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat L F Brakel, bahwa penja memiliki representasi dari
tangan Husein yang terpotong dalam peperangan di Karbala.356
Namun, menurut
Syiafril penja sama sekali tidak ada kaitannya dengan simbol tangan Husain,
karena sebelum Husain wafat. Simbol penja sudah ada.357
Istilah duduk penja
dalam ritual Tabut merupakan simbol mengajak umat agar selalu menyucikan
diri yang di awali dari kedua tangan karena tangganlah yang dapat membuat
menjadi kotor dan tangan pulalah yang dapat membuat kita menjadi bersih baik
lahir maupun batin.358
Gambar 3.3 Rangkaian ritual Duduk Penja Gambar 3.4 Penja yang telah
didudukan/ditegakkan
355
Angka tujuh diambil dari jumlah lapisan langit yang diciptakan tujuh lapis. Lihat
Achmad Syiafril Sy, Buku Putih Tabubencoolen. 356
L F Brakel, The Hikayat Muhammad Hanafiyyah (New York: Springer Science &
Business Media, 2013), 62. 357
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 358
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017.
71
2. Malam Menjara
Waktu pelaksanaan prosesi menjara pada malam hari tanggal 5 dan 6 Muharram.
Menjara diartikan sebagai perjalanan panjang di malam hari untuk melakukan
silaturahmi atau konsolidasi. Dengan arak-arakan Dhol, bendera, dan panji-panji
kebesaran yang diibaratkan ketika akan terjadi perang kerbala.359
Pada malam
hari, pada tanggal 5 Muharram, kelompok Tabut Bansal mendatangi kelompok
Tabut Imam dan pada malam tanggal 6 Muharram, kelompok Tabut Imam
mengunjungi kelompok Tabut Bansal dengan perlengkapan Dhol360 dan Tassa.
Dalam perjalanan perlengkapan musik Dhol dan Tassa akan melagukan lagu
Semi Tsauri pada saat berjalan dan lagu-lagu Tsauri, Melalu dan Tamatam pada
tempat-tempat pemberhentian.361
Bagi pengikut Tabut, menjara sebagai
simbolisasi mengenang perjalanan Husein membawa panji-panji kebesaran dan
genderang perang dalam melawan kebiadaban.362
Dalam ritual Tabut ada tiga repertoar lagu Dhol yaitu motif Tamatam, Suwena
dan Suweri. Ketiga repertoar lagu ini berperan sebagai musik pengiring dalam
upacara Tabut khususnya upacara menjara dan melengkapi kebutuhan upacara
lainnya.363
Salah satu alat musik khas Melayu Bengkulu yang digunakan dalam
ritual Tabut adalah Dhol, yaitu alat musik yang berbentuk bulat dengan ukuran
yang relatif besar. Terbuat dari batang kepala dengan diameter 60-120 cm dan
ditutup dengan kulit sapi.364
Keistimewaan prosesi menjara adalah adanya adegan perang yang dilakukan
oleh Tabut Bansal dan Tabut Imam yang disimbolkan melalui pertandingan
Dhol. Pada malam pertama Menjara, salah satu kelompok Tabut akan
menghampiri kelompok lainnya. Dalam perjalanan, kelompok ini akan
memukulkan Dhol untuk menarik massa dari setiap kampung yang dilewati,
sehingga jumlahnya terus bertambah.
359
Linda Astuti, ‚Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ 23. 360
Pada mulanya alat musik Dhol hanya digunakan pada prosesi Tabut, karena Dhol dianggap keramat. Menurut pengikut Tabut, jika Dhol dimainkan ketika bukan pada
waktu ritual Tabut dianggap melanggar adat dan memunculkan kemarahan nenek
moyang. Namun berkat usaha pemerintah dalam mengembangkan budaya di Bengkulu,
salah satunya melalui alat musik Dhol, pada akhirnya Dhol dapat dimainkan di luar
prosesi Tabut. Wawancara, Binsar, Dikbud Provinsi Bengkulu, 18 Juli 2017. 361
Endang Roichmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51. Dalam rangkaian ritual Tabut tidak akan dapat terlepas dari irama-
irama musik khusus yang dibunyikan dalam setiap ritual, antara lain: Tassa, Semi
Tsweri, Melalu, Tsweri, Tamatam, Keneng-keneng besi yang selalu mengiringi kelima
irama di atas dengan aba-aba dari suara Tassa. Irama Tamatam merupakan irama
melepaskan lelah setelah melakukan perjalanan panjang. Lihat Achmad Syiafril Sy,
Buku Putih Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw Bengkulen) 362
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 363
Zely Marissa Haque, ‚Perkembangan Musik Dol di Kota Bengkulu.‛ Jurnal Ekspresi Seni, No. 16, Vol. 1, (2014): 159. 364
Tantawi Jauhari, dkk, Sejarah Melayu Bengkulu (Bengkulu: CV. Nala), 81-82.
72
Ketika kedua kelompok bertemu, maka dimulailah pertandaingan Dhol, antara
kedua kelompok. Setelah pertandingan berakhir, mereka mengunjungi Gergah.
Di sini, jari-jari Tabut yang dibawa pada saat menggalang massa akan
melakukan soja, atau bersambut dengan jari-jari kelompok Tabut lainnya. Hal
ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir. Keesokannya, ritual
Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok yang sebelumnya dikunjungi,
balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan berjalan kaki ke Gerga untuk
mengambil jari-jari dan menjemput massa dari kampung-kampung yang
dilewati. Sampai di tempat tujuan, perang kembali dimulai. Kedua kelompok
berperang, beradu menabuh Dhol.365
Dalam ritual Tabut dikenal dengan istilah soja. Secara harfiah, soja berarti
menyembah atau menghormati, kata tersebut berasal dari bahasa Urdu Punjab.
Dalam ritual Tabut, soja dimaksudkan untuk menghormati pemimpin, imam,
dan orang yang lebih tua. Soja mulai dilakukan pada malam menjara, malam arak penja, malam arak seroban, sampai dengan Tabut besanding dan arak gedang.
366
Gambar 3.5 Prosesi Menjara dan suasana ketika menabuh Dhol usai Menjara
Ritual Tabut dalam kaitannya dengan menjara tersebut dianggap mengandung
nilai filosofis hukum Islam yang diterjemahkan ke dalam arti pentingnya
membangun silaturrahim yang mengandung banyak manfaat, di antaranya
meluaskan rezeki dan memanjangkan umur. Nabi pemah bersabda, yang artinya:
‚Barang siapa yang ingin rizkinya mudah atau panjang umurnya, maka bangunlah hubungan dengan keluarganya.‛ (H.R. Muslim). Sebaliknya, Allah
tidak menyukai orang-orang yang memutus silaturahim sesuai dengan sabda
Nabi, yang artinya: "Tidak akan masuk Surga orang yang memutuskan diri terbadap saudaranya’ (al-Hadits).
367
3. Meradai 365
Endang Roichmatun, Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51-52. 366
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 42. 367
Sirajuddin M, ‚Urf dan Budaya Tabot Bengkulu.‛ Jurnal Millah, Vol. XI, No. 2,
(Februari 2012): 591.
73
Waktu pelaksanaan prosesi meradai selama tiga hari, yaitu pada tanggal 6, 7,
dan 8 Muharram,368
meradai atau yang juga dipahami sebagai hari
mengumpulkan dana yang dijalankan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil
dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri atas anak-anak berusia
10-12 tahun).369
Meradai juga bermakna usaha untuk membangkitkan emansipasi masyarakat
dalam bentuk: beras, gula, minuman, uang, atau lainnya agar terasa saling
memiliki ritual Tabut yang harus dilestarikan.370
Prosesi meradai berarti
pemberitahuan kepada umat bahwa Husein telah wafat di medan peperangan.
Pemberitahuan itu juga dimaksudkan untuk melihat siapa umat yang peduli dan
siapa yang tidak.371
Gambar 3. 6 Beberapa anak-anak yang ikut serta dalam prosesi meradai372
4. Arak Penja
Waktu pelaksanaan arak penja pada malam hari di tanggal 7 Muharram. Arak
penja dilaksanakan dengan meletakkan penja di atas Tabut Coki, kemudian
diarak untuk berkumpul di tanah lapang. Masyarakat pada umumnya memaknai
prosesi ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa jari-jari tangan
368
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 369
Endang Roichmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51. 370
Linda Astuti, ‚Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ 23-24. Lihat juga Achmad Syiafril
Sy, Buku Putih Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw Bengkulen, 2016). Permasalahan
yang kerap terjadi dalam prosesi Meradai karena ada pihak-pihak yang memanfaat
prosesi ini untuk memperoleh keuntungan, dengan meminta-minta dari rumah ke rumah
sebelum ritual tersebut dilaksanakan. 371
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 372
Sumber foto dari Nelly Marhayati.
74
Hussain telah ditemukan di Padang Karbala.373
Prosesi Arak penja atau juga
yang sering dikenal dengan arak jejari bertujuan untuk mengenang Husein dalam
menegakkan kalimat tauhid di padang Karbala, juga dimaknai sebagai simbol
lima huruf Sang Pencipta dan simbol shalat lima waktu.374
Gambar 3.7 Penja yang telah diarak di letakkan di pinggir jalan kota Bengkulu
6. Arak Seroban
Waktu pelaksanaan prosesi arak seroban pada tanggal 8 Muharram, arak seroban
adalah asesoris yang dipakai sebagai ikat dan penutup kepala mahkota
kehormatan Husein yang diriwatakan disita atau didalam tas oleh Akhmas bin
Mirtsad, setelah mencuri dan memakai sorban tersebut, ia menjadi gila.375
Sorban diletakkan didalam kotak kecil yang dihiasi oleh rangkaian bunga melur
dan daun selasih, serta diiringi oleh salam, shalawat, doa dan nasi kijri.376
Kemudian sorban tersebut diletakkan bersama penja di atas Tabut coki dan
dijunjung diatas kepala untuk diarak sambil berjalan kaki menuju tempat yang
telah ditentukan.377
Prosesi ini dilakukan sebagai bentuk menjunjung kesucian
dan kebesaran Husein.378
Sebagian lagi memaknai Arak seroban sebagai
simbolisasi bahwa sorban Husain telah ditemukan.
373
Linda Astuti, ‚Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ 24. 374
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih the Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 36. 375
Linda Astuti, "Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ 24. Lihat juga, Achmad Syiafril
Syahboeddin, Buku Putih The Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw Bengkulen, 2016), 37. 376
Nasi kijri adalah masakan yang dibuat dari kacang hijau, air kunyit, dan santan. Di
campur juga dengan sayur tujuh macam dan diatasnya dihiasi dengan telur dadar iris.
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 22 Juli 2017. 377
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih Tabutbencoolen, 378
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih The Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 37.
75
Gambar 3. 8 Seroban yang diletakkan di atas Tabut Coki
5. Hari Gham
Asal mula kata Gham dari kata ‚ghum‛ yang memiliki arti tertutup atau
terhalang. Dalam rangkaian ritual Tabut, waktu pelaksaanaan hari gham pada
tanggal 9 Muharam, dimulai pada pukul 06.00 WIB. Hari Gham berarti tidak
boleh ada bunyi-bunyian sama sekali sampai Tabut Naik Puncak. Tahap Gham merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun.
379
Menurut pengikut Tabut, pada malam Gham, mereka hanya berdiam di rumah
masing-masing dan tidak diperbolehkan untuk membunyikan apapun.380
Pada hari tersebut mereka mengenang tentang wafatnya Husain yang dibunuh
oleh Yazid bin Muawiyah dengan cara yang tragis381
Pengikut Tabut meratap
dan menangis untuk menunjukkan kesedihan mendalam atas pembunuhan
Hussein bin Ali bin Abi Thalib dalam pertempuran Karbala.382
Prinsip kesedihan ini menunjukkan rasa solidaritas dan rasa kebersamaan sesama
kaum Muslim. Prinsip ini sesuai dengan sabda Nabi, yang artinya: ‚Orang mukmin yang satu terhadap yang lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan‛. (H.R. Muslim).
383
6. Tabut Naik Puncak
Prosesi Tabut Naik Puncak merupakan prosesi menaikkan dan menyambungkan
bagian puncak Tabut dengan bagian bawah Tabut. Prosesi ini sebagai
simbolisasi menaikkan kejayaan gemilang Islam. Perlengkapan dalam prosesi ini
379
Endang Roichmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51-52. 380
Wawancara, Samsinar, pengikut Tabut, 04 Juli 2017. 381
Linda Astuti, ‚Pemaknaan Pesan pada Upacara Ritual Tabot (Studi pada Simbol-
Simbol Kebudayaan Tabot di Provinsi Bengkulu).‛ 24. 382
Rifanto Bin Ridwan, ‚Tabot Festival of Bengkulu and Local Wisdoms.‛ Jurnal
Chiara Formichi R dan Michael Feener, Shi'ism in Southeast Asia: 'Alid Piety and Sectarian Constructions (New York: Oxford University Press, 2015) 198-199. 441
Muhammad Harfin Zuhdi, ‚Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya.‛ Religia Vol.
15 No. 1, (April 2012): 53. 442
Muhammad Harfin Zuhdi, ‚Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya.‛ Religia Vol.
15 No. 1, (April 2012): 52-53. 443
Ridwan Tohopi, ‚Tradisi Perayaan Isra’ Mi’raj dalam Budaya Islam Lokal
Masyarakat Gorontalo.‛ Jurnal el Harakah, Vol. 14, No. 1, 2012, 139.
85
Islam merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang
menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam al-Qur’an.444
Feener menambahkan dalam Zulkifli bahwa dalam konteks ritual Tabut tidak
mengandung nilai ideologis ataupun ajaran Syi’ah.445
Hal tersebut menurut
Endang Rochmiatun disebabkan oleh desakan otonomi otonomi daerah,
pariwisata, dan otoriter pemerintahan terhadap eksistensi ritual Tabut.446
Sedangkan menurut ketua MUI Bengkulu, Rohimin menjelaskan bahwa perlu
adanya peninjauan kembali mengenai asal usul ritual Tabut, karena pengikut
Tabut sendiri tidak memahami tentang ajaran Syiah, secara historis pun belum
ditemukan sumber kuat yang menyatakan ritual tersebut berasal dari tradisi
aliran Syiah.447
Menurut Gumay ritual Tabut sebenarnya dapat berkembang menjadi sifat kultus
individu yang berlebihan yang pada prinsipnya tidak cocok dengan falsafah
Pancasila. Sedangkan dilihat dari sudut kebudayaan daerah dan kebudayaan
bangsa Indonesia pada umumnya, ritual Tabut merupakan salah satu bentuk
kesenian daerah yang memiliki tempat tersendiri dalam agenda kekayaan
budaya bangsa Indonesia.448
Sementara menurut Yulianti, secara umum, ada tiga nilai yang terkandung
dalam pelaksanaan ritual Tabut, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial.
Nilai-nilai Agama (sakral) dalam ritual Tabut salah satunya proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. Kedua, terlepas dari
adanya pandangan bahwa ritual Tabut mengandung unsur penyimpangan dalam
akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat-ayat suci dalam prosesi
mengambik tanah, namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa
keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya setempat. Dan
ketiga, pelaksanaan Upacara Tabut merupakan perayaan untuk menyambutan
tahun baru Islam.449
Menurut Linda Astuti ritual Tabut merupakan tradisi yang
turun temurun dilaksanakan dan menjadi aset daerah. Ritual ini dilakukan
dengan sembilan ritual, dimana masing-masing ritual sarat dengan pesan dan
makna yang mengandung arti dan menceritakan sebuah sejarah atau kisah.450
444
Fitri Yani, ‚Pola Komunikasi Islam terhadap Tradisi Heterodoks (Studi Kasus Tradisi
Hendra Nasution, ‚Tradisi dan Makna Simbolik Tradisi Tabot pada Masyarakat Suku
Sipai di Kota Bengkulu,‛ 22. 459
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2016. Alasan lain
ritual Tabut tetap dipertahankan eksistensinya oleh pengikut Tabut karena beberapa
hadis yang berkaitan tentang Husain. Ibnu Majah dikutib oleh Alhusaini: ‚Hussain adalah dari-ku dan aku dari Hussain, ya Allah cintailah orang yang mencintai Husain.‛Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah bersabda:‚
Hasan dan Husain adalah kembang mekarku di dunia ini.‛ Lihat Achmad Syiafril Sy,
Buku Putih the Tabubencoolen. At-Tarmizi dari Usman bin Zaid, Rasulullah bersabda:
keduanya adalah 460
Wawancara, Rohimin, Ketua MUI Bengkulu, 17 Juli 2017. 461
Wawancara, Rohimin, Ketua MUI Bengkulu, 17 Juli 2017.
89
dilakukan karena ritual tersebut sama sekali tidak mengganggu keyakinan
masyarakat terhadap agama yang dianutnya.
Sebagai ritual yang menunjukkan dramatikal dengan rangkaian skenario.
Menurut Syiafril fungsi ritual Tabut adalah untuk mengenang dan berdoa untuk
semua yang syahid di Padang Karbala, khususnya Husain. Mengenang kejayaan
Islam yang pernah terjadi pada abad ke 7 dan 8. Menyambut tahun baru Hijriyah
serta memuliakan dan menghormati Ahlul Bait.462
Menurut Amril Chanras
dalam Syiafril menjelaskan bahwa dalam ritual Tabut terdapat pesan moral agar
tidak membuang keimanannya demi kekuasaan seperti Yazid.463
Ritual diperingati secara teratur berdasarkan waktu yang telah ditentukan
karena ritual tersebut dianggap penting. Lebih lanjut, hal tersebut terjadi karena
berbagai konsepsi tentang ritual yang memiliki makna-makna khusus. Dengan
demikian, ritual dapat dipahami sebagai nilai-nilai yang secara terus menerus
dijalankan dari generasi ke generasi berikutnya. Nilai-nilai tersebut akan terus
diterima jika sesuai dengan pandangan mereka.464
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, terdapat dua ritual
penting yang harus mereka lakukan sebelum melakukan prosesi-prosesi yang
telah lazim diketahui oleh masyarakat pada umumnya, yaitu pertama, doa
mohon izin kepada Allah swt yang dilaksanakan di Mushala Kerabela pada
tanggal 28 atau 29 Dzulhijjah, diawali dengan shalat magrib, membaca Yassin,
tahlil, dan memohon izin untuk memulai prosesi ritual Tabut, ditutup dengan
shalat Isya. Kedua, melakukan doa mohon keselamatan kepada Allah swt yang
dilaksanakan pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijjah. Doa tersebut dalam rangka
memohon kepada Allah swt agar terhindar dari malapetaka, baik yang datang
dari gunung, maupun dari laut. Setelah selesai berdoa, prosesi dilanjutkan ke
pantai Zakat dengan melepaskan sampan yang bermakna mengenang
kedatangan pembawa Tabut yang datang melalui jalur laut. Melalui dua prosesi
diatas yang intinya adalah berdoa menunjukkan bahwa sebagai manusia
memiliki keterbatasan sehingga mereka melibatkan sesuatu yang lebih besar
dari dirinya yaitu Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa ritual Tabut tidak hanya
sebagai bentuk penghormatan terhadap Husain tetapi juga penghormatan
terhadap Allah swt. Adapun tahapan-tahapan selanjutnya dari ritual Tabut,
antara lain:
- Simbol Mengambik Tanah Ritual ini dilakukan pada malam satu Muharram. Ritual diawali dengan doa dan
mengirimkan shalawat yang dipimpin oleh Ketua Keluarga Kerukunan Tabut.
Dalam ritual ini juga terdapat benda-benda yang terdiri atas bubur merah dan
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih Tabutbencoolen, 3. 463
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih Tabutbencoolen, 12. 464
M Yamin Sani, ‚Erau: Ritual Politik dan Kekuasaan.‛ Jurnal Al-Qalam, Vol. 18, No.
2, (Juli-Desember 2012): 298.
90
air cendana, air selasih.465
Fungsi benda-benda yang berupa makanan atau
minuman dalam suatu ritual secara simbolik mengacu pada kebutuhan dasar
manusia.466
Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Syiafril bahwa fungsi dari
makanan dan minuman yang terdapat dalam ritual Tabut adalah untuk
dikonsumsi oleh pengikut Tabut setelah melakukan setiap prosesi dalam ritual,
bukan seperti yang dipahami selama ini sebagai sasajen untuk roh nenek
moyang.
Prosesi mengambik (mengambil) tanah dimulai dengan cara meletakkan dua
lembar kain kafan yang berbentuk persegi empat di permukaan tanah, diambilah
dua kepal tanah yang dilakukan secara bertahap, yang nantinya dibungkus dan
dimasukkan ke dalam baki yang dibalut kain berwarna kuning. Selanjutnya baki tersebut dibawah ke gergah di daerah Berkas. Ketika prosesi Tabut tebuang,
tanah tersebut dinaikkan ke dalam Tabut dan kemudian dikuburkan.467
Ritual mengambik tanah dianggap mempunyai makna magis sebagai simbol
jenazah Husain bin Ali. Tanah tersebut dibentuk dan dibungkus menggunakan
kain kafan. Tanah dalam ritual ini diambil dari tempat yang di anggap suci
ataupun sakral bukan yang dimaknai selama ini sebagai tempat yang keramat
serta mengandung unsur-unsur magis. Saat ini prosesi mengambik tanah di
lakukan di pantai Nala, di bawah Surau belakang Hotel Horizon. Pemindahan
tersebut disebabkan karena tempat yang sebelumnya dianggap sudah tidak suci
dan sakral.468
Kemudian tanah yang telah dibungkus tersebut di simpan di
Gergah.469
Secara mendasar prosesi ini dimaknai sebagai peringatan atau
mengenang kembali manusia yang pada awalnya diciptakan dari tanah dan
nantinya akan kembali menjadi tanah.470
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi mengambik tanah adalah sebagai berikut:
465
Harapandi Dahri, Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu (Jakarta: Penerbit
Citra, 2009), 89. 466
Jonathan A Draper, ‚Ritual Proces and Ritual Symbol in Didache.‛ Vigiliae Christianae, Vol. 54, No. 2, (2000): 147. 467
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih Tabutbencoolen, 27. 468
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. Sebelumnya
pengambilan tanah dilakukan di Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng
Marlborough dan Anggut, yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek Endang
Rochmatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
Dekonstruksi.‛ 51. 469
Sirajuddin M, ‚Urf dan Budaya Tabot Bengkulu.‛ Jurnal Millah, Vol. XI, No. 2,
(Februari 2012): 589-590. 470
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. Lihat juga
Person Pesona Renta, ‚Tabot Upacara Tradisi Masyarakat Pesisir Bengkulu.‛ Jurnal Sabda, No. 6, Vol. 1, (April 2011): 50.
91
Bagan 4.1 Trikotomi Peirce pada prosesi mengambik tanah.
Tanah sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati posisi
sebagai sinsign karena tanah ada secara aktual. Trikotomi kedua dalam prosesi
ini adalah dua kepal tanah sebagai object yang fungsinya sebagai symbol karena
menjadi tanda yang menggantikan representament berupa tanah dengan
berdasarkan konvensi atau kaidah serta harus dipelajari. Trikotomi ketiga yang
merupakan interpretant adalah asal mula manusia yang berasal dari tanah
kembali ke tanah, tanda tersebut muncul dengan melibatkan penafsir yang
mempunyai premis tertentu sehingga menyimpulkan pemaknaan atas tanah
maka posisinya sebagai argument. Prosesi mengambik tanah menyimbolkan kemunculan manusia yang berawal
dari tanah. Hal tersebut dapat terlihat melalui rangkaian kegiatan ritual ini yang
melibatkan kain putih dan tanah yang juga dilengkapi dengan bahan-bahan yang
telah ditentukan. Makna mengambik tanah adalah asal mula manusia yang
berasal dari tanah maka akan kembali ke tanah. Asal mula manusia merupakan
interpretant, yang menjadi representament adalah tanah, sedangkan yang
merupakan object adalah dua kepal tanah. Hubungan antara representament dan
object adalah symbol. Berdasarkan teori semiotik Peirce maka objek dalam ritual Mengambik Tanah
adalah dua kepal tanah yang ditandakan sebagai simbol asal mula manusia,
sehingga muncullah pemaknaan dalam ritual ini adalah manusia berasal dari
tanah dan akan kembali ke tanah.
- Simbol Duduk Penja Ritual Duduk Penja mulai dilaksanakan pada tanggal 4 dan 5 Muharram, ritual
ini dimulai pada sore hari pukul 16.00 WIB. Penja ialah benda yang terbuat dari
kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap
dengan jari-jarinya. Penja berarti tangan lima jari yang merupakan simbol salah
92
Bagan 4.2 Trikotomi Peirce pada prosesi duduk penja.
satu the pilar of Islam (shalat lima waktu).471
Ritual ini dimulai dengan berdoa
dan mengirimkan shalawat. Selanjutnya Penja dicuci dengan jeruk limau dan
bunga melur (melati), ritual ini juga dilengkapi oleh benda-benda yang terdiri
atas, air serobat, susu murni, air kopi pahit, nasi kebuli, pisang emas dan tebu.
Setelah dicuci, Penja yang berjumlah 13 pasang itu ditegakkan secara
berpasangan, setelah itu Penja tersebut dimasukkan ke dalam Gergah, selama
prosesi ini berlangsung juga diiringi oleh musik Dhol. Keluarga Tabut meyakini bahwa penja itu mengandung magis, maka ia harus
dicuci terlebih dahulu pada setiap tahunnya sebelum ritual Tabut dilaksanakan.
Penja dicuci dengan air bunga dan air limau.472
Penja yang dianggap sebagai
benda keramat yang mengandung unsur magis, harus dicuci dengan air limau
setiap tahunnya.473
Menurut Syiafril, proses mencuci penja yang ada pada
prosesi duduk penja menyimbolkan membersihkan/menyucikan diri. Artinya, the pilar of Islam, dalam hal ini yang dimaksud adalah menjalankan shalat lima
waktu akan dapat terlaksana jika sebelumnya manusia menyucikan diri terlebih
dahulu yang dimulai dengan tangan.
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi duduk penja
adalah sebagai berikut:
471
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017. 472
Tangan sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati posisi
sebagai sinsign karena secara aktual tangan itu ada. Trikotomi kedua dalam
prosesi ini adalah penja sebagai object yang fungsinya sebagai symbol karena
menjadi tanda yang menggantikan representament, berupa prosesi duduk penja
dengan berdasarkan konvensi atau kaidah serta harus dipelajari. Walaupun
dalam hal ini adalah tangan memiliki persamaan bentuk dengan penja.
Trikotomi ketiga yang merupakan interpretant adalah the pilar of Islam,
kehadiran tanda tersebut karena melibatkan penafsir yang mempunyai premis
tertentu sehingga menyimpulkan pemaknaan penja maka posisinya sebagai
argument. Prosesi duduk penja menyimbolkan the pilar of Islam. Hal tersebut dapat terlihat
melalui rangkaian kegiatan ritual ini yang menyusun 13 pasang penja dalam
posisi berdiri dengan dilengkapi dengan benda-benda pelengkap. Makna duduk penja adalah menegakkan the pilar of Islam. The pilar of Islam merupakan
interpretant, yang menjadi representament adalah tangan, sedangkan yang
merupakan object adalah penja. Hubungan antara representament dan object adalah icon.
- Simbol Menjara
Prosesi Menjara berlangsung pada malam hari, tanggal 5 dan 6 Muharram mulai
pukul 19.30 WIB. Pada malam tanggal 5 Muharram, kelompok Tabut Bansal
mengunjungi kelompok Tabut Imam sedangkan pada malam tanggal 6
Muharram, kelompok Tabut Imam mengunjungi kelompok Tabut Bansal.
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk bertanding
Dhol. Dhol dalam acara ini disimbolkan dengan genderang perang pasukan
Husain bin Ali ketika berperang di Padang Karbala.
Menjara disimbolkan sebagai perjalanan panjang di malam hari, untuk
melakukan silatuhrahmi atau konsolidasi.474
Mengenang perjalanan Husain dari
Madinah ke Kuffah, walaupun pada akhirnya ia tidak sampai ke Kuffah, hanya
sampai di Karbala. Dengan membawa panji-panji kebesaran, kalimat tauhid,
genderang peperangan melawan kebiadaban, genderang seni, genderang perang
melawan kebiadaban yaitu dua malam, karena itu peringatan perang.475
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi menjara adalah
sebagai berikut:
474
Person Pesona Renta, ‚Tabot Upacara Tradisi Masyarakat Pesisir Bengkulu.‛ Jurnal Sabda, No. 6, Vol. 1, (April 2011): 51. 475
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017.
94
Bagan 4.3 Trikotomi Peirce pada prosesi malam menjara
Arak-arakan sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati posisi
sebagai sinsign karena arak-arakan ada secara aktual. Trikotomi kedua dalam
prosesi ini adalah menjara sebagai object yang fungsinya sebagai symbol karena
menjadi tanda yang menggantikan representament dengan berdasarkan konvensi
atau kaidah serta harus dipelajari. Trikotomi ketiga yang merupakan
interpretant adalah mengenang perjalanan panjang Husain ke medan
peperangan, tanda tersebut muncul dengan melibatkan penafsir yang
mempunyai premis tertentu sehingga menyimpulkan pemaknaan dari menjara
maka posisinya sebagai argument. Mengenang perjalanan Husain ke medan peperangan merupakan interpretant, yang menjadi representament adalah arak-arakan, sedangkan yang merupakan
object adalah menjara. Hubungan antara representament dan object adalah
symbol.
- Simbol Meradai Prosesi meradai dilaksanakan pada tanggal 6 Muharram yang dimaknai sebagai
pemberitahuan tentang wafatnya Husain, pemberitahuan itu bertujuan untuk
mengetahui siapa saja yang berduka dengan musibah ini dan siapa saja yang
peduli.476
Saat ini ritual tersebut ditunjukkan dengan kegiatan mengumpulkan
dana oleh Jola (bahasa Melayu yang artinya orang yang bertugas mengambil
dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang biasanya terdiri atas anak-anak
berusia 10-12 tahun.
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi meradai adalah
sebagai berikut:
476
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017.
95
Bagan 4.4 Trikotomi Peirce pada prosesi meradai
Meminta-minta sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati
posisi sebagai sinsign karena kegiatan meminta-minta ada secara aktual.
Trikotomi kedua dalam prosesi ini adalah meradai sebagai object yang
fungsinya sebagai symbol karena menjadi tanda yang menggantikan
representament berupa kegiatan meminta-minta dengan berdasarkan konvensi
atau kaidah serta harus dipelajari. Trikotomi ketiga yang merupakan
interpretant adalah informasi wafatnya Husain, tanda tersebut muncul dengan
melibatkan penafsir yang mempunyai premis tertentu sehingga menyimpulkan
pemaknaan atas kegiatan meminta-minta maka posisinya sebagai argument. Prosesi meradai menyimbolkan informasi Husain wafat. Hal tersebut di
wujudkan dalam bentuk kegiatan meminta-minta yang saat ini dimaksudkan
untuk melihat siapa yang peduli terhadap eksistensi ritual Tabut dengan cara
memberi bantuan kepada pengikut Tabut. Informasi wafatnya Husain
merupakan interpretant, yang menjadi representament meminta-minta,
sedangkan yang merupakan object adalah meradai. Hubungan antara
representament dan object adalah symbol. Prosesi meradai kerap mengalami permasalahan dikarena adanya orang-orang
yang dengan sengaja menjadikan prosesi meradai sebagai alasan bagi mereka
untuk memperoleh bantuan/sumbangan dari masyarakat. Bahkan mereka
meminta-minta sebelum prosesi meradai dilaksanakan.
- Simbol Arak Penja (Jari-Jari)
Arak Penja atau yang lebih dikenal dengan sebutan arak jari-jari dilakukan pada
tanggal 7 Muharram pukul 19.30 malam. Malam arak penja dilaksanakan dengan
menempatkan Penja yang diletakkan di atas Tabut Coki, kemudian diarak dan
dikumpulkan di tempat yang telah ditentukan. Arakan tersebut melewati jalan-
96
Bagan 4.5 Trikotomi Peirce pada prosesi arak penja
jalan utama di kota Bengkulu. Setiap kelompok Tabut mengirimkan 10 hingga
15 orang untuk mengikuti kegiatan tersebut. Pada umumnya ritual tersebut
dipahami sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa tangan Husain telah
ditemukan di Padang Karbala.477
Walaupun menurut Syiafril makna yang
sebenarnya adalah mengenang Husain dalam menegakkan kalimat tauhid, juga
dimaknai sebagai simbol lima huruf Sang Pencipta dan simbol shalat lima
waktu. Yang artinya sama sekali tidak berkaitan dengan tubuh Husain.
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi arak penja
adalah sebagai berikut:
Arak-arakan sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati posisi
sebagai sinsign karena arak-arakan ada secara aktual. Trikotomi kedua dalam
prosesi ini adalah arak penja sebagai object yang fungsinya sebagai symbol karena menjadi tanda yang menggantikan representament berupa arak-arakan
dengan berdasarkan konvensi atau kaidah serta harus dipelajari. Trikotomi
ketiga yang merupakan interpretant adalah mensyiarkan the pilar of Islam, tanda
tersebut muncul dengan melibatkan penafsir yang mempunyai premis tertentu
sehingga menyimpulkan pemaknaan atas arak-arakan maka posisinya sebagai
argument. Arak penja menyimbolkan mengenang Husain. Hal tersebut di wujudkan dalam
bentuk arak-arakan. Mengenang Husain dalam mensyiarkan the pilar of Islam
merupakan interpretant, yang menjadi representament adalah arak-arakan,
sedangkan yang merupakan object adalah arak penja. Hubungan antara
representament dan object adalah symbol.
477
Person Pesona Renta, ‚Tabot Upacara Tradisi Masyarakat Pesisir Bengkulu.‛ Jurnal Sabda, No. 6, Vol. 1, (April 2011):51.
97
Bagan 4.6 Trikotomi Peirce pada prosesi arak seroban
- Simbol Arak Seroban
Arak Seroban dilaksanakan pada tanggal 8 malam ke 9 Muharram, yakni
mempersiapkan Seroban untuk diarak bersama-sama Penja (Jari-Jari) pada
malam harinya. Arak seroban (mengarak sorban) atau disebut juga malam coki bersanding merupakan acara mengarak Penja ditambah dengan serban (sorban)
putih dan diletakkan pada tabut coki (tabut kecil). Tabut coki ini dilengkapi
dengan bendera/panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama
‚Hasan dan Husain‛ dengan kaligrafi Arab yang indah. Prosesi ini dilakukan
sebagai bentuk menjunjung tinggi kehormatan, kesucian, dan kebesaran
Husein.478
Sebagian lagi memaknai Arak seroban sebagai simbolisasi bahwa
sorban Husain telah ditemukan.
Arak Seroban sarat akan simbolisasi keislaman, di antaranya sorban atau
seroban yang melambangkan ajaran Islam, bahwa setiap pengikut Tabut
hendaklah memandang bahwa ajaran Islam harus dijunjung tinggi, dipedomani
dan dipatuhi. Selain itu, bendera panji mengandung arti kemenangan, untuk itu
setiap pasukan memiliki bendera panji yang senantiasa harus selalu ditegakkan,
karena jika bendera tersebut jatuh atau direbut lawan maka berarti pasukan
tersebut dinyatakan kalah. Sedangkan bendera berwarna hitam/biru dan hijau
merupakan perlambangan dari bendera Syi’ah dan bendera berwarna putih
perlambangan dari perdamaian.479
Berdasarkan teori semiotik dari Peirce, trikotomi dalam prosesi arak seroban
adalah sebagai berikut:
478
Achmad Syiafril Syahboeddin, Buku Putih The Tabubencoolen (Bekasi: PT Walaw
Bengkulen, 2016), 37. Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli
2017. 479
Wawancara, Achmad Syiafril Syahboeddin, Ketua KKT, 13 Juli 2017.
98
Seroban sebagai representament dalam trikotomi pertama menempati posisi
sebagai sinsign karena sorban ada secara aktual. Trikotomi kedua dalam prosesi
ini adalah arak seroban sebagai object yang berfungsi sebagai symbol karena
menjadi tanda yang menggantikan representament berupa sorban dengan
berdasarkan konvensi atau kaidah serta harus dipelajari. Trikotomi ketiga yang
merupakan interpretant adalah menjunjung tinggi kehormatan Husain, tanda
tersebut muncul dengan melibatkan penafsir yang mempunyai premis tertentu
sehingga menyimpulkan pemaknaan atas tanah maka posisinya sebagai
argument. Prosesi arak seroban sebagai simbol kehormatan Husain. Hal tersebut dapat
terlihat melalui rangkaian kegiatan ritual ini yang mengarak sorban diatas tabut
kecil yang dinamai coki yang juga dihiasi dengan bermacam bunga dan lampu
berwarna-warni. Makna arak seroban adalah kehormatan Husain yang harus
terus dijunjung tinggi. Menjunjung tinggi kehormatan Husain merupakan
interpretant, yang menjadi representament adalah sorban, sedangkan yang
merupakan object adalah arak seroban. Hubungan antara representament dan
object adalah symbol.
- Simbol Hari Gham
Gham berasal dari kata ‚ghum‛ yang berarti berdiam, tertutup atau terhalang.480
Gham adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun atau disebut juga
masa tenang. Gham ini dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam pada sore hari
Dalam proesi ini dilarang membunyikan musik Dhol hingga prosesi Tabut Naik
Puncak.481
Selama masa tenang, seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
pembuatan Tabut dihentikan. Kegiatan selama masa tenang ini adalah
mengenang hari kematian Husain. Pada masa ini, keluarga Tabut menampilkan
suasana duka cita atau sedih, seolah-olah pada saat itu terjadi musibah
kematian. Prinsip kesedihan ini menunjukkan rasa solidaiitas dan rasa
kebersamaan sesama kaum Muslim.482
Dalam tradisi Syiah, secara historis ritual berkabung dalam rangka
memperingati kematian Husain diinisiasi oleh Zaynab yang merupakan saudara
perempuan Husain. Zaynab menceritakan kisah tragis Karbala melalui nyanyian
dan ratapan-ratapan kesedihan.483
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan
480
Endang Rochmiatun, ‚Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, Jilid 3 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2005),
13.
109
Syi’ah yang dikenal dengan Ta’ziyah. Hal tersebut dibuktikan melalui tradisi
yang digambarkan sebagai ritus penghormatan atas syahidnya Husein di
Karbala.
Meski begitu, dikarenakan tidak memiliki akar yang jelas, penyebutan kata
‚Tabut‛ di Bengkulu mengalami perbedaan. Masyarakat pada umumnya
menggunakan istilah Tabot sedangkan pengikut Tabut menyebutnya dengan
istilah Tabut. Karena menurut Syiafril penggunaan kata Tabot tidak relevan
untuk digunakan dalam konteks ritual karena Tabot lebih identik digunakan
untuk menyebut arca atau berhala, Tabut500
telah sejak lama digunakan. Hal
tersebut dibuktikan dengan:
Gambar 4.1 Keterangan dari foto tersebut bukti bahwa kata ‚Tabut‛ sudah digunakan sejak lama
Tingkah laku beragama selalu berkaitan dengan budaya keagamaan suatu
kelompok sosial. Seperti ritual Tabut yang dalam kenyataannya sangat jelas
unsur budayanya. Sebagai suatu ritual yang pasti dilaksanakan pada bulan
Muharram dalam kalender Hijriah. Akan tetapi dalam praktiknya ritual yang
memiliki unsur keagamaan ini menjadi bias karena lebih menunjukkan unsur
budaya.
Ritual Tabut sebagai budaya sudah dikenal lama oleh masyarakat Bengkulu.
Ritual Tabut telah diterima sebagai ekspresi kultural secara umum oleh
masyarakat di Bengkulu, bukan sebagai ekspresi keagamaan semata.501
Ritual
Tabut menurut Pemerintah secara konotasi dianggap sebagai kegiatan seni
budaya yang memiliki keuntungan ekonomis serta sebagai kekayaan khazanah
Bengkulu. Artinya, Tabut lebih dipandang dari sisi bentuknya, yaitu sebagai
identitas budaya Bengkulu daripada ritual yang bermuatan nilai-nilai religius.
Ketika melihat fakta bahwa ritual Tabut dipandang sebagai budaya. Satu hal
yang harus dipahami bahwa budaya seharusnya juga diposisikan sebagai
spiritualitas. Dengan begitu, ritual Tabut dapat diinterpretasikan sebagai
identitas kebudayaan Bengkulu.
500
Menurut Syiafril untuk membedakan ritual Tabut yang berada di Bengkulu dengan
ritual yang lain lebih baik digunakan sebutan Tabutbencoolen. 501
Wawancara, Hakwana Ishak, Masyarakat, 06 Juli 2017.
110
Jika melihat kondisi di atas, dalam pandangan Roland Barthes yang berpendapat
bahwa mitos memainkan peran penting dalam kehidupan sosial. Menurutnya
mitos dapat membangun solidaritas kelompok sosial yang bersangkutan. Dengan
adanya mitos yang mereka percayai memiliki sakralitas dan mengandung pesan
moral yang diwariskan dari leluhur-leluhur mereka, yang kemudian akan
diwariskan kepada anak-anak mereka sebagai generasi berikutnya.502
Hal
tersebut yang terjadi pada pengikut Tabut, mitos sakral yang sarat akan makna
religius yang menjadikan ritual tersebut terus mereka laksanakan,
Selain itu, ritual juga terkadang dimaknai sebagai tindakan simbolis yang
memiliki rujukan yang empiris, sekaligus merupakan aturan yang memiliki
berbagai macam sanksi, termasuk sanksi sosial. Selain itu, menurut Th. P. Van
Baaren ritual merupakan peraturan yang dapat disebut sebagai ceremony dalam
konteks keagamaan dan berisi seperangkat aturan yang berkaitan dengan
dimensi metafisik.503
Barthes menjelaskan jika segala sesuatu yang terdapat di dunia ini adalah mitos.
Seperti halnya dalam perkembangan pemaknaan ritual Tabut berdasarkan makna
konotasi dan denotasinya. Setiap kelompok sosial, baik pengikut Tabut,
pemerintah, dan masyarakat memiliki mitos masing-masing mengenai ritual
Tabut. Mitos tersebut dapat berkembang ataupun terus dipertahankan karena
mitos dalam pandangan Barthes yang dilihat adalah manfaatnya. Artinya jika
mitos tersebut memberikan manfaatnya bagi manusia maka mitos tersebut akan
terus dipertahankan atau dikembangkan menjadi mitos baru.
Ritual Tabut merupakan warisan budaya di Bengkulu yang bersifat tak benda
sekaligus sebagai potensi seni budaya bernilai jika dapat di atur secara
sistematik. Sebagai ritual yang asal mulanya dari suatu sistem kepercayaan,
ritual Tabut memiliki nilai-nilai yang terus dipercaya sehingga dapat dijadikan
modal kultural untuk menjadi kota wisata berskala global. Seperti yang
dijelaskan oleh pemerintah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Bengkulu bahwa ritual Tabut merupakan aset potensi wisata dan ciri khas
tradisi Bengkulu.504
Perkembangan ritual keagamaan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat
dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, salah satunya komoditas pariwisata
untuk meningkatkan wisatawan, baik domestik maupun internasional. Dalam
pendekatan teori kritis, dominasi ideologi memainkan peranan penting dalam
proses komodifikasi. Masyarakat merasakan terjadinya perubahan dari
komodifikasi pariwisata yang lebih menguntungkan bagi pihak-pihak yang
502
Ayatullah Humaeni, ‚Makna Kultural Mitos dalam Budaya Masyarakat Banten.‛
Jurnal Antropologi Indonesia, Vol. 33, No. 3, (2012): 168. 503
Jan Platvoet, ‚Ritual in Plural and Pluralis Societies: Instruments for Analysis,‛
dalam Jan Platvoet dan Karel Van Der Toorn (ed), Pluralism and Identity: Studies in Ritual Behaviour (Lieden: E. J. Brill, 1995), 42-44. 504
Wawancara, Binsar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, 18 Juli
2017
111
mempunyai kekuasaan. Media sebagai alat komunikasi pemasaran mempunyai
pengaruh yang kuat dalam proses komodifikasi. Melalui komunikasi pemasaran,
sebuah ideologi dominan mampu mendistorsi upacara religi dalam
masyarakat.505
Pendapat di atas apabila dikaitkan dengan pendapat Daniel Z Kadar tentang
ritual, maka ritual hanya direpresentasikan sebagai aspek formal tanpa fungsi
interaksi dan relasionalnya yang kompleks.506
Artinya, jika ritual Tabut hanya
dipahami sebagai komoditas pariwisata, maka ritual tersebut telah mengalami
deritualisation.507 Karena pemaknaan ritual yang hanya berdasarkan pada
konteks kebudayaan tanpa melibatkan nilai religius yang ada didalamnya dapat
menyebabkan hilangnya fungsi dari ritual tersebut.508
Menurut Yulianti, ritual Tabut dalam perspektif ekonomi politik media,
memiliki tiga komodifikasi. Pertama, komodifikasi isi (content commodity)
yang menunjukkan bahwa ritual Tabut lebih menonjolkan keindahan daripada
makna yang terdapat didalamnya. Kedua, komodifikasi khalayak (audience commodity) artinya eksistensi ritual Tabut menjadi bagian dari peran
masyarakat dalam mensukseskan program pemerintah dalam membina,
mengembangkan, dan mensukseskan kebudayaan daerah di Bengkulu. Ketiga,
komodifikasi pekerja (labour commodity), melibatkan pejabat-pejabat dalam
pembukaan festival Tabut, juga diadakannya pameran pembangunan (Tabut
pembangunan) dan pasar malam.509
Komodifikasi ritual Tabut tersebut dapat
dipahami karena aktifitas kebudayaan yang memiliki nilai religius pun memiliki
pengaruh terhadap aktifitas ekonomi.
Perbedaan visi dan misi serta pemaknaan antara Keluarga Kerukunan Tabut dan
Kerukunan Tabut Budaya (pemerintah) terhadap ritual Tabut menjadi salah satu
alasan dasar terciptanya keragaman pemaknaan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat David Kertzer yang berpandangan bahwa, ritual memiliki potensi
untuk menyatukan antara kesinambungan dan perubahan dari ritual tersebut.510
Sementara itu, pengikut Tabut secara berkelanjutan ingin mempertahankan
kesakralan dari ritual Tabut karena menurutnya fungsi utama dari ritual Tabut
505
Yulianti, ‚Upacara Religi dan Pemasaran Pariwisata di Provinsi Bengkulu.‛ Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 5, No, 3, (2016): 192. 506
Daniel Z Kahar, Relational Rituals and Communication: Ritual Interaction in Groups
(New York: Palgrave Macmillan, 2013), 5. 507Deritualisation adalah klaim bahwa ritual menjadi tidak signifikan dalam kehidupan
sosial. Lihat Daniel Z Kahar, Relational Rituals and Communication: Ritual Interaction in Groups (New York: Palgrave Macmillan, 2013), 6. 508
Jan Koster, ‚Ritual performance and the politics of identity: On the functions and
uses of ritual.‛ Journal of historical pragmatics, Vol. 4, No. 2, (2003): 5. 509
Yulianti, ‚Upacara Religi dan Pemasaran Pariwisata di Provinsi Bengkulu.‛ Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 5, No, 3, (2016): 191. 510
Mary Elaine Hegland, "Shi'Women's Rituals in Northwest Pakistan: The
Shortcomings and Significance of Resistance." Antropological Quarterly, summer 2003,
76, 3, 415
112
adalah nilai-nilai religiusitas yang ada didalamnya. Hal tersebut dapat dipahami
karena peran KKT dalam merancang dan menentukan makna ritual Tabut lebih
bersifat dinamis. Seperti pandangan antropolog bahwa ritus yang
mengekspresikan suatu kepercayaan harus dirancang dan ditentukan.511
Selain
itu, pesan simbolik dalam ritual keagamaan juga dapat ditransmisikan melalui
kesepakatan.512
Pandangan tersebut dapat menghilangkan fungsi ritual sebagai sarana untuk
mengekspresikan kesalingtergantungan dalam kelompok sosial, karena menurut
Daniel Z Kahar, hal terpenting dalam ritual adalah partisipasi dan keterlibatan
emosional bersama.513
Meski berbeda pandangan dengan pengikut Tabut, bahkan kerap terjadi
perbedaan persepsi antara pemimpin dalam pemerintahan dan sistem yang
ada,514
Pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bengkulu
tetap memfasilitasi dan mendukung ritual Tabut yang bersifat sakral. Karena
kesakralan dalam suatu ritual dapat berupa nilai-nilai sosial yang tidak harus
selalu berhubungan dengan nilai-nilai religius. Nilai sosial tersebut berfungsi
untuk menciptakan ikatan kepemilikan terhadap ritual yang sama.515
Hal
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah yang memiliki kepentingan politik
sesungguhnya bermaksud untuk mewujudkan perubahan dalam ritual Tabut
dalam aspek pembangunan, bukan untuk menguasai ritual tersebut.
Karena ritual Tabut merupakan suatu kebudayaan yang harus dilestarikan dan
juga merupakan bagian dari Tabut pembangunan. Untuk itu, pemerintah harus
mengalokasikan pendanaan untuk ritual tersebut, namun terkadang dana yang
diberikan tidak mencukupi untuk ritual tersebut sehingga terjadilah konflik.
Adapun pemisahan yang dilakukan antara Tabut sakral dan Tabut pembangunan
bertujuan untuk menghindari konflik yang lebih besar.516
Meski demikian, fenomena ritual Tabut sebagai komoditas pariwisata apabila
tidak diimbangi dengan pemaknaan religiusnya justru akan melemahkan peran
penting kelompok sosial dalam pemahaman tentang budaya yang bersifat
religius. Melalui pemahaman yang demikian, ritual Tabut bersifiat political rites, yakni ritual yang dikonstruksi, dipertontonkan, dan dipromosikan oleh
institusi pemerintah yang mengandung unsur politik. Karena, menurut Victor
Turner, ritual yang memiliki nilai religius lebih dari sekedar refleksi atau
511
Catherine Bell, Ritual Theory Ritual Practice (New York: Oxford University Press,
2009), 223. 512
Roy A Rappaport, Ritual and Religion in the Making of Humanity (Edinburg:
Cambridge University Press, 1999), 58. 513
Daniel Z Kahar, Relational Rituals and Communication: Ritual Interaction in Groups
(New York: Palgrave Macmillan, 2013), 7. 514
Sugeng Priyadi, ‚Orientasi Nilai Budaya Banyumas: Antara Masyarakat Tradisional
Menurut Geertz, ritual memiliki tiga pola struktural. Pertama, ritual merupakan
aktivitas simbolik. Kedua, ritual dapat mengintegerasikan dua aspek simbol,
baik secara konseptual ataupun etos. Ketiga, ritual sebagai budaya
memungkinkan integrasi konsep abstrak dan kekhasan budaya dari ritual
tersebut.532
Dalam pendekatan struktural fungsional, setiap masyarakat memiliki
sistem nilai sebagai hasil konsesus bersama (collective consciousness) karena
masyarakat selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai sehingga disediakan
seperangkat cara untuk mencapai tujuan tersebut.533
Seperti yang dikemukakan oleh Roy Stafford dan Gill Branston yang
menjelaskan bahwa strukturalisme berfungsi untuk menjelaskan semiotik bahwa
tanda (sign) dapat dipahami hanya dengan mengacu pada perbedaan dari tanda
(sign) lainnya. Selanjutnya, strukturalisme berpendapat seluruh organisasi
manusia ditentukan oleh struktur sosial atau psikologis individu dan
strukturalisme berpendapat bahwa makna suatu tanda tidak dapat dipahami
kecuali dalam struktur yang sistematis, yang memiliki ciri atau perbedaan yang
lahir secara alamiah.
Asumsi dasar epistemologi strukturalisme yang berkaitan dengan kebudayaan
adalah bahwa dalam kebudayaan terdapat langue dan parole. Langue dalam
konteks kebudayaan dipahami sebagai suatu sistem aturan yang mengatur
perilaku dan cara berpikir manusia ketika menjalani kehidupannya. Parole
adalah manifestasi dari aturan-aturan yakni berupa perilaku, tindakan dan segala
bentuk kebudayaan yang diciptakan oleh manusia. Parole bersifat empiris,
sedangkan langue bersifat abstrak.534
Struktur budaya dipandang sebagai sesuatu yang menyatukan masyarakat.
Strukturalisme adalah aliran pemikiran yang mencari struktur terdalam dari
realitas yang tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah
(objektif, ketat, dan berjarak). Pendekatan strukturalis atas kebudayaan berfokus
pada pengidentifikasian unsur-unsur yang bersesuaian dan bagaimana cara
unsur-unsur itu diorganisasi untuk menyampaikan pesan.535
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab teoritis sebelumnya mengenai
bagaimana langkah-langkah yang dilakukan pada analisis struktural. Dalam
kaitannya dengan analisis struktural ritual Tabut maka dapat diuraikan bahwa
keseluruhan rangkaian ritual Tabut yang dilaksanakan oleh pengikutnya
memiliki struktur yang saling berkaitan. Struktur tersebut menurut Lévi-Strauss
berdasarkan pada content dan form. Ritual Tabut merupakan form dari ritual
tersebut yang secara realitas dapat dilihat, baik oleh pemerintah, masyarakat,
532
Catherine Bell, Ritual Theory Ritual Practice (New York: Oxford University Press,
2009), 31. 533
Imam Turmudi, ‚Menimbang Gagasan Bryan S Turner Tentang Islam.‛ Jurnal
Teosofi, Vol. 3, No. 1, (Juni 2013): 68. 534
Galeh Prabowo, ‚Positivisme dan Strukturalisme: Sebuah Perbandingan Epistemologi
dalam Ilmu Sosial.‛ Jurnal Sosiologi Walisongo, Vol. 1, No. 1, (2017): 53. 535
Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (ed), Teori-Teori Kebudayaan (Jogjakarta:
Penetbit Kanisius, 2005), 114.
117
maupun pengikut Tabut sendiri. Melalui form tersebut juga memunculkan
content yang merupakan tata pelaksanaannya. Kehadiran content pada ritual
Tabut akan menimbulkan interpretasi dari masing-masing kelompok sosial.
Ritual Tabut dalam pandangan strukturalisme memiliki langue dan parole.
Dapat dikatakan bahwa yang termasuk langue dalam ritual Tabut adalah
komoditas budaya, hiburan semata, dan suatu yang sakral. Sedangkan yang
merupakan parole adalah ritual Tabut itu sendiri. Terdapat tiga langue dalam
ritual ini karena adanya tiga kelompok sosial berbeda dalam memahaminya.
Kemunculan perbedaan langue tersebut dikarenakan perbedaan pemahaman
mitos dalam ritual Tabut. Mitos tersebut berupa keterkaitan ritual Tabut dengan
aliran Syi’ah, ritual Tabut sebagai media dakwah, ritual Tabut merupakan
budaya asli Bengkulu, dan ritual Tabut berkaitan dengan pembangunan Benteng
Marlbourough oleh pemerintah kolonial Inggris.
Setiap rangkaian prosesi yang dilakukan oleh pengikutnya dalam ritual Tabut
menunjukkan struktur yang secara sistematis saling berkaitan, mulai dari prosesi
mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak jejari, arak seroban, hari gham, arak gedang dan Tabut besanding, Tabut tebuang, sampai dengan prosesi
cuci penja. Prosesi tersebut tidak akan dapat digantikan oleh prosesi yang
lainnya, karena di dalamnya terdapat ketertatan (order) dan keteraturan
(regularities). Menurut Lévi-Strauss, berdasarkan ketertataan dan keteraturan
tersebut yang pada akhirnya akan memunculkan oposisi-oposisi yang relevan.
Berbeda dengan pemerintah yang memiliki struktur berbeda dalam
melaksanakan ritual tersebut. Yaitu dengan mengadakan kegiatan perlombaan.
Jadwal festival Tabut yang mereka laksanakan mulai dengan upacara
pembukaan, hiburan band, festival tari kreasi daerah se-Provinsi Bengkulu,
pagelaran Seni Budaya daerah Nusantara, lomba telong-telong, dan lomba ikan-
ikan.536
yang saat ini berada pada naungan Kerukunan Tabut Budaya yang juga
memiliki struktur berbeda. Mereka hanya melaksanakan arak gedang dan Tabut besanding, serta Tabut tebuang.
537
Proses pemaknaan ritual Tabut berdasarkan struktur-struktur diatas
menunjukkan berlangsungnya proses komunikasi yang dipengaruhi oleh sistem
kepercayaan dan aktifitas religius suatu kelompok sosial sehingga memunculkan
keragamaan pemaknaan. Melalui simbol-simbol yang ditampilkan dalam ritual
Tabut merupakan media yang dapat menyatukan kontradiksi dalam kehidupan
dengan tetap merujuk pada makna religiusnya. Karena menurut Bell, ritual
merupakan dimensi persaingan antara yang ceremonial dengan pandangan hidup
masyarakat. Persaingan tersebut diciptakan dengan sadar untuk tujuan yang
eksplisit.538
Pemaknaan ritual juga harus berkaitan dengan perubahan,
536
Berdasarkan informasi pelaksanaan festival Tabut 2016 (01-11 Oktober). 537
Wawancara, Idramsyah, Ketua Kerukunan Tabut Budaya, 19 Juli 2017. 538
Catherine Bell, Ritual Theory Ritual Practice, 230.
118
ketegangan, dan asumsi praktiknya. Karena itu, sikap suatu kelompok sosial
tidak dapat dipisahkan dari pandangan dunia mereka.539
STRUKTUR RITUAL TABUT
PENGIKUT TABUT PEMERINTAH
Mengambik tanah Upacara pembukaan
Duduk penja Hiburan band
Menjara Festival tari kreasi daerah prov Bengkulu
Meradai Pagelaran seni budaya daerah nusantara
Arak Jejari Lomba telong-telong
Arak Seroban Lomba ikan-ikan
Hari gham Arak gedang dan tabut besanding
Arak gedang dan tabut besanding Tabut tebuang
Tabut tebuang
Cuci penja
Pemikiran Lévi-Strauss menekankan pentingnya penataan oposisi terhadap
sistem tanda yang disebut oposisi biner karena kualitas dapat dikelompokkan
menjadi pasangan yang bertentangan. Konsep langue, parole, serta mitos dalam
ritual Tabut pada akhirnya memunculkan oposisi binner yang berupa nilai-nilai
yang dipahami oleh setiap kelompok sosial, seperti Syiah dan Sunni, sakral dan
profan.
Tabel di atas menunjukkan struktur pelaksanaan ritual Tabut dari pengikut
Tabut dan Pemerintah. Masing-masing kelompok sosial memiliki struktur yang
sistematis walaupun adanya perbedaan. Perbedaan dari struktur tersebut
dipengaruhi oleh kelompok yang berbeda. Sedangkan masyarakat sebagai
kelompok sosial yang melihat salah satu atau keduanya akan memiliki
interpretasi yang berbeda pula. Dari struktur tersebut juga pada akhirnya
diperoleh oposisi biner sakral dan profan.
Sifat profan pada ritual Tabut juga dapat dilihat dari penggunaan alat musik
Dhol. Pada mulanya alat musik Dhol hanya digunakan pada saat melaksanakan
prosesi-prosesi dalam ritual Tabut, karena alat musik Dhol dianggap keramat
yang hanya dapat digunakan pada bulan Muharram. Menurut pengikut Tabut,
jika Dhol dimainkan ketika bukan pada waktu ritual Tabut dianggap melanggar
adat dan memunculkan kemarahan nenek moyang. Namun berkat usaha
539
Catherine Bell, Ritual Theory Ritual Practice, 252.
119
pemerintah dalam mengembangkan budaya di Bengkulu, salah satunya melalui
alat musik Dhol, pada akhirnya Dhol dapat dimainkan di luar prosesi Tabut.540
Kemunculan oposisi biner Syiah dan Sunni karena banyakanya informasi yang
masyarakat dapati tentang ritual Tabut. Menurut ketua Kerukunan Tabut
Budaya terpisahnya mereka dari KKT disebabkan oleh indikasi Syiah dalam
ritual Tabut, padahal Syiah merupakan ajaran yang sesat. Menurut Gustav
Thaiss, ritual yang berkaitan dengan kematian Husain banyak memiliki
keterkaitan dengan golongan Syiah karena kematian Husain tersebut merupakan
simbol yang diklaim oleh Syiah. Meskipun pada akhirnya ritual yang berkaitan
dengan kematian Husain selalu mengalami perubahan dan perkembangan yang
disebabkan oleh perubahan sosial dimana ritual tersebut diperingati.541
Ritual
Tabut sering dikaitkan dengan Syiah dikarenakan memiliki kesamaan sebagai
peringatan kematian Husain. Kematian Husain dalam tradisi Syiah diperingati
dalam bentuk penebusan dosa secara simbolis selama bulan Muharram. Assegaf
menyajikan kompleksitas dinamika internal komunitas Syiah di tengah
mayoritas Sunni di Indonesia dalam rangka memperoleh pengakuan sosial. Jika
sebelum reformasi gerakan Syiah dibatasi oleh tekanan dan kecurigaan politik
Orde Baru, sejak reformasi sistem demokrasi di Indonesia memberi peluang dan
sekaligus tantangan baru dalam rangka mengekspresikan identitasnya.542
Menurut Lévi-Strauss mitos berfungsi seperti sejarah, yaitu untuk mendekatkan
masa lalu dengan situasi saat ini.543
Dengan demikian, mitos bukanlah sesuatu
yang harus dipertentangkan dengan sejarah dan realitas sosial karena adanya
perbedaan makna antara konsep keduanya.544
Setiap konsep mitos mengalami
perbedaan antara satu tempat dengan tempat lainnya dan tidak selalu relevan
terhadap sejarah dan realitas.545
Karena salah satu ciri mitos adalah kebenaran
mitos tidak penting, sebab cakrawala dan zaman mitos tidak terikat pada
kemungkinan-kemungkinan dan batas-batas realitas.546
Salah satu ciri dari ritual yaitu mengacu pada sifat dan tujuan yang religius
karena agama sebagai institusi berperan dalam tindakan sosial. Selain itu,
540Wawancara, Binsar, Dikbud Provinsi Bengkulu, 18 Juli 2017. 541
Mary Elaine Hegland, ‚Shi'Women's Rituals in Northwest Pakistan: The
Shortcomings and Significance of Resistance.‛ Antropological Quarterly, Vol. 76, No.
3, (2003): 415. 542
Zulkifli, ‚Kesalehan ‘Alawi dan Islam di Asia Tenggara.‛ Studia Islamika, Vol. 23,
No. 3, (2016): 616 543
Claude Lévi-Strauss, Myth and Meaning (London dan New York: Routledge Classics,
2001), 18. 544
Naila Nilofar, ‚Perbandingan Mitos Sangkuriang dan Mitos Pangeran Butoseno