1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pasal 1 menyebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak serta kewajiban tersebut, sedangkan pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelolan keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat terkait dengan pengelolaan keuangan negara tersebut, maka diperlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional agar tercipta pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme. Lembaga pemeriksa tersebut adalah auditor. Auditor sebagai ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemeriksaan semestinya didukung dengan sikap independensi dan kompetensi dalam pemeriksaan. Profesi auditor senantiasa mendapatkan kepercayaan dari klien (Lastanti, 2005). Untuk mempertahankan kepercayaan dari klien tersebut, auditor harus memperhatikan kualitas auditnya, karena dengan kualitas audit yang baik, maka auditor akan mampu menyajikan temuan dan melaporkan kondisi keuangan klien dengan sesungguhnya. Pada umumnya, audit sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis atau swasta (Bastian, 2007: 43). Audit sektor publik dilakukan pada organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba, seperti sektor pemerintahan daerah (pemda), BUMN, BUMD, dan instansi lain yang berkaitan dengan kekayaan negara. Sedangkan audit sektor bisnis dilakukan pada perusahaan milik swasta yang bersifat mencari laba (Bastian, 2007: 43). Dalam penelitian ini akan lebih menitikberatkan pada audit pada sektor publik. Salah satu unit yang melakukan audit terhadap sektor publik atau pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan
29
Embed
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2321/2/T1_232008113_Full... · bergantung pada pihak lain, jujur dalam mempertimbangkan fakta dan objektif,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan
mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan
bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pasal 1 menyebutkan bahwa
keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak serta
kewajiban tersebut, sedangkan pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan
kegiatan pejabat pengelolan keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat terkait dengan pengelolaan keuangan negara tersebut, maka
diperlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional agar
tercipta pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme.
Lembaga pemeriksa tersebut adalah auditor. Auditor sebagai ujung tombak dari
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan semestinya didukung dengan sikap
independensi dan kompetensi dalam pemeriksaan. Profesi auditor senantiasa
mendapatkan kepercayaan dari klien (Lastanti, 2005). Untuk mempertahankan
kepercayaan dari klien tersebut, auditor harus memperhatikan kualitas auditnya,
karena dengan kualitas audit yang baik, maka auditor akan mampu menyajikan
temuan dan melaporkan kondisi keuangan klien dengan sesungguhnya.
Pada umumnya, audit sektor publik berbeda dengan audit pada sektor
bisnis atau swasta (Bastian, 2007: 43). Audit sektor publik dilakukan pada
organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba, seperti sektor pemerintahan daerah
(pemda), BUMN, BUMD, dan instansi lain yang berkaitan dengan kekayaan
negara. Sedangkan audit sektor bisnis dilakukan pada perusahaan milik swasta
yang bersifat mencari laba (Bastian, 2007: 43). Dalam penelitian ini akan lebih
menitikberatkan pada audit pada sektor publik. Salah satu unit yang melakukan
audit terhadap sektor publik atau pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan
2
(BPK). Menjadi lembaga pemeriksa keuangan yang kredibel dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata
kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan merupakan visi dari BPK.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 15 Tahun 2006, bab III,
pasal 6 menyebutkan bahwa tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Auditor yang tergabung dalam
BPK tersebut lebih dikenal dengan istilah pemeriksa.
Audit harus dilaksanakan oleh auditor yang memiliki sikap independensi.
Selain sikap independensi tersebut, seorang auditor juga harus memiliki sikap
kompetensi. Kompetensi memerlukan pengetahuan dan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan formal, pengalaman dan pelatihan teknis (SPAP Seksi 210).
Pengetahuan yang dimiliki auditor tersebut mengenai teknik audit yang sesuai
dengan standar yang berlaku umum. Sikap independensi dan kompetensi auditor
menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan fungsi pemeriksaan. Jika auditor
memiliki sikap independensi dan kompetensi, maka ia mampu menghasilkan
laporan audit yang berkualitas. Semakin meningkatnya peran auditor yang
independen, maka akan sangat penting untuk meningkatkan kualitas jasa yang
diberikan seorang auditor.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Castellani (2008) mengenai
kualitas audit yang dilakukan oleh auditor pada kantor Akuntan Publik di Jakarta
menyebutkan bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Sedangkan pada penelitian ini, akan mencoba mengkaji
mengenai pengaruh independensi dan kompetensi auditor terhadap kualitas audit
pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengsh. Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah adalah untuk
melengkapi penelitian yang sebelumnya. Peneliti terdahulu lebih tertarik
melakukan penelitian pada Kantor Akuntan Publik. Selain itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui kualitas audit yang dihasilkan oleh para auditor yang
3
melakukan tugas pemeriksaan terhadap sektor publik. Penelitian ini dilakukan
pada satu divisi, yaitu BPK sehingga dapat menghilangkan bias jawaban
responden dalam mengisi kuesioner.
Persoalan Penelitian
Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
audit pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Persoalan yang diteliti
dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian:
1. Apakah sikap independensi seorang auditor akan berpengaruh terhadap
kualitas audit?
2. Apakah sikap kompetensi seorang auditor akan mempengaruhi kualitas audit?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh sikap independensi auditor terhadap kualitas audit serta untuk
mengetahui pengaruh kompetensi auditor terhadap kualitas audit. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba untuk mengkaji mengenai “Pengaruh Independensi dan
Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit”.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil
penelitian dan dapat menambah referensi serta mendorong untuk dilakukannya
penelitian pada akutansi sektor publik.
2. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penelitian ini dapat memberikan
saran untuk meningkatkan sikap independensi dan kompetensi auditor dalam
upaya untuk meningkatkan kualitas audit
4
TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kualitas Audit
Penelitian tentang adanya tuntutan atas kualitas audit telah digambarkan
dengan menggunakan literature agency dan contacting. Argumennya bahwa
semakin tinggi kos agensi (kos konflik) maka akan semakin besar tuntutan
terhadap kualitas audit yang lebih tinggi, baik itu oleh manajer maupun oleh
pemegang saham (Watts dan Zimmermamn, 1986).
De Angelo (1981) dalam Castellani (2008) menyatakan kualitas audit
merupakan probalilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan
pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Kualitas audit ditentukan oleh dua hal,
yaitu kompetensi dan independensi (SFAC, 2000), sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Sutton (1993) dalam Castellani (2008:124) mengenai pengukuran
kualitas audit menyebutkan bahwa pengukuran kualitas audit memerlukan
kombinasi antara proses dan hasil. Kualitas proses audit dimulai dari tahap
perencaan penugasan, tahap pelaksanaan dan tahap administrasi akhir.
Independensi Auditor
Independensi berarti sikap mental yang tidak dikendalikan dan tidak
bergantung pada pihak lain, jujur dalam mempertimbangkan fakta dan objektif,
serta tidak memihak (Noviyanti dan Intiyas, 2004:26).
Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN adalah: “Dalam semua hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan
pernyataan standar umum kedua tersebut, organisasi pemeriksa dan para
pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya
sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi
dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tudak
memihak oleh pihak manapun. Menurut SPKN, pemeriksa perlu
mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan
pribadi, ekstern, dan/atau organisasi.
5
Gangguan pribadi dari pemeriksa meliputi;
a. Memiliki hubungan pertalian darah dengan pejabat atau pegawai entitas yang
dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap entitas yang diperiksa
b. Memiliki kepentingan keuangan pada entitas atau program yang diperiksa
c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang
diperiksa
d. Terlibat dalam kegiatan obyek pemeriksaan, seperti asistensi, jasa konsultasi,
pengembangan sistem, dan menyusun laporan keuangan
e. Adanya kecenderungan untuk memihak pada pejabat atau pegawai entitas
f. Mencari pekerjaan ada entitas yang dipeiriksa selama pelaksanaan
pemeriksaan.
Gangguan ektern dari pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau
mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Independensi dan obyektivitas suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila
terdapat:
a. Campur tangan pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup
pemeriksaan.
b. Pembatasan waktu pemeriksaan yang tidak wajar untuk menyelesaikan
pemeriksaan.
c. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa,
yang berdampak negatif terhadap pelaksanaan pemeriksaan.
d. Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidak setujuan dengan isi
laporan hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksaan, atau penerapan kriteria
lainnya.
e. Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai,
berhubungan dengan kecakapan pemeriksa.
Selain itu, independensi organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh
kedudukan, fungsi dan struktur organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi. Pemeriksa dapat
dipandang bebas dari gangguan terhadap independensi secara organisasi, apabila
melakukan pemeriksaan di luar entitas tempatnya bekerja.
6
Kompetensi Auditor
Dalam standar pengauditan, khususnya standar umum, disebutkan bahwa
audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor serta dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya auditor wajib menggunakan kemahiran proffesionalnya
dengan cermat dan seksama (Kusharyanti, 2003:26).
Pernyataan standar umum pertama dalam SKPN adalah: “Pemeriksa secara
kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini
semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki
pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas tersebut.
Pengaruh Indepedensi Auditor terhadap Kualitas Audit
Informasi dalam laporan keuangan yang telah diaudit akan menjadi acuan
bagi berbagai pihak ynag berkepentingan. Menurut Lastanti (2005:90), untuk
memberikan jaminan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
dapat dipercaya, tidak memihak, dan tidak menyesatkan, maka diperlukan adanya
suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor yang independen.
De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003) mengemukakan bahwa
probabilitas auditor melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan klien
adalah independensi auditor. Jika auditor tidak bisa menolak tekanan dari klien,
seperti tekanan personal, emosional dan keuangan, maka independensi auditor
telah berkurang dan bisa mempengaruhi kualitas audit. Tanpa adanya tekanan dari
klien, auditor dapat menemukan dan melaporkan salah saji yang terdapat dalam
laporan keuangan klien, sehingga opini yang dihasilkan oleh audior tidak akan
menyesatkan bagi para pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, independensi
auditor merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan audit yang
berkualitas. Jika seorang auditor kehilangan independensinya, maka laporan audit
yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga tidak dapat digunakan
7
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (Supriyono, 1988). Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dikemukakan pengembangan hipotesis sebagai berikut:
Ha1 : Independensi auditor akan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas audit.
Pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit
Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi sebagai
seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas
yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Dalam melaksanakan audit, seorang
auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing.
Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal yang akan diperoleh
melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP, 2001). Pendidikan formal
dibutuhkan oleh auditor berkaitan dengan pengetahuan mengenai bagaimana
proses audit berjalan, kode etik, standar audit serta penerapan prosedur dalam
praktek audit. Menurut Tubbs (1992), auditor yang berpengalaman memiliki
keunggulan, diantaranya dalam hal (1) mendeteksi kesalahan, (2) memahami
kesalahan secara akurat, dan (3) mencari penyebab terjadinya kesalahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti
(2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman akan mempunyai
pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas dan dari penelitian yang terdahulu dapat
disimpulkan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk melalui pengetahuan,
pengalaman dan keahlian. Ketiga hal tersebut yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kualitas audit, sehingga dapat disimpulkan hipotesis sebagai
berikut:
Ha2 : Kompetensi auditor akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit.
Dari uraian telaah teoritis dan pengembangan hipotesis tersebut, maka
untuk menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
dikemukakan suatu kerangka penelitian, yaitu mengenai pengaruh independensi
8
dan kompetensi auditor terhadap kualitas audit dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
Gambar 1
Gambar Kerangka Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah independensi,
kompetensi dan kualitas audit. Independensi dan kompetensi merupakan variabel
independen dan kualitas audit merupakan variabel dependen. Independensi akan
diukur berdasarkan tiga macam gangguan, yaitu gangguan pribadi, gangguan
ekstern dan/atau organisasi. Kompetensi akan diukur dengan pengetahuan,
pengalaman auditor dan keahlian. Sedangkan kualitas audit akan diukur melalui
proses audit dan hasil audit.
Menurut SPKN dan penelitian yang dilakukan oleh Castellani (2008),
indikator dalam setiap aspek independensi, kompetensi dan kualitas audit dapat
digambarkan dalam tabel di bawah ini:
Variabel Indikator Empiris
Independensi Auditor
(X1)
1. Gangguan pribadi dan organisasi
2. Gangguan ekstern
Kompetensi Auditor
(X2)
1. Pengetahuan
2. Pengalaman
3. Keahlian
Independensi
Kualitas Audit
Kompetensi
9
Kualitas Audit
(Y)
1. Proses (perencanaan, pelaksanaan,
dan administrasi akhir)
2. Hasil (kemampuan menemukan
kesalahan dan keberanian
melaporkan kesalahan)
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah para auditor yang tergabung dalam
BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, yaitu yang melakukan pengujian
terhadap laporan keuangan atas instansi-instansi pemerintah yang menggunakan
jasa auditor tersebut di Provinsi Jawa Tengah. Auditor di BPK RI Perwakilan
Provinsi Jawa Tengah berjumlah 133 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian
ini adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Sampel yang
dipilih dari populasi dianggap akan mewakili keberadaan populasi. Metode
pemilihan sampel yang digunakan adalah metode simple random sampling,
dimana setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 responden.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung yang bersumber dari jawaban
kuesioner dari responden yang akan dikirim secara langsung kepada auditor di
BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.
Metode Pengumpulan Data
Variabel dependen dan independen akan diukur oleh instrument penelitian
dalam bentuk kuesioner yang bersifat tertutup Kuesioner tersebut akan diisi atau
dijawab oleh responden auditor pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.
Kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi sejumlah
pertanyaan yang bersifat umum. Bagian kedua, berisi sejumlah pertanyaan yang
berhubungan dengan independensi, kompetensi dan kualitas audit dari auditor
10
tersebut. Kuesioner diberikan secara langsung kepada responden. Responden
diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut, kemudian memintanya untuk
mengembalikannya melalui peneliti yang secara langsung akan mengambil
kuesioner yang telah diisi tersebut pada BPK yang bersangkutan. Kuesioner yang
telah diisi oleh responden kemudian diseleksi terlebih dahulu agar kuesioner yang
tidak lengkap pengisiannya tidak diikutsertakan dalam analisis. Kuesioner-
kuesioner tersebut akan memenuhi persyaratan dengan skala Likert. Untuk setiap
pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat
pengukuran ordinal.
Kategori penilaiannya adalah :
Skor 1 : Tidak Pernah
Skor 2 : Hampir Tidak Pernah
Skor 3 : Pernah
Skor 4 : Sering
Skor 5 : Sangat Sering
Model dan Teknik Analisis Data
1. Pengujian Validitas dan Reabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Ghozali, 2011:52). Pengujian validitas dapat dilakukan
dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator
dengan total skor konstruk (Ghozali, 2011:54). Setelah dilakukan
pengukuran dengan menggunakan software SPSS akan dilihat tingkat
signifikansi untuk semua pertanyaan. Jika koefisien relasi (r) bernilai
positif dan lebih besar dari rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa semua
indikator sah atau valid. Begitu pula sebaliknya, jika bernilai positif atau
11
negatif, namun lebih kecil dari rtabel, maka butir pertanyaan dinyatakan
invalid dan harus dihapus.
b. Uji Reliabilitas
Reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau
handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2011:47). Jika jawaban terhadap
setiap pertanyaan tersebut acak, maka dapat dikatakan bahwa tidak
reliabel. Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah One Shot, artinya
satu kali pengukuran saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS
memberikan fasilitas untuk mengukur reabilitas dengan uji statistik
Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai Cronbach Alpha > 0.70 (Nunnally dalam Ghozali, 2011:48).
2. Analisis Data
a. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi
berganda terlebih dahulu digunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari : uji
normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011:160). Model regresi yang
baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik
dan analisis statistik.
Analisis grafik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari
distribusi normal (Ghozali, 2011:161). Distrbusi normal akan
12
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi normal, maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
Analisis statistik dapat dilakukan dengan menggunakan uji
statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Untuk uji K-S,
yaitu jika nilai hasil uji K-S lebih besar dibandingkan dengan taraf
signifikansi 0,05, maka sebaran data tidak menyimpang dari kurva
normalnya, maka itu disebut uji normalitas.
2) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Multikolonieritas dapat dilihat dengan
menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai tolerance.
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai
VIF ≥ 10.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi Heteroskesdatisitas
(Ghozali, 2011:139). Pengujian ada atau tidaknya heteroskedasititas
dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat grafik plot antara nilai
13
prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID.
Disamping menggunakan metode grafik, uji heteroskedastisitas
dilakukan dengan metode statistik berupa uji glejser. Jika probabilitas
signifikansi masing-masing variabel independen > 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung adanya
Heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:143).
b. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi). Statistik deskriptif umumnya digunakan peneliti
untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian
yang utama dan data demografi responden.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi
berganda yang bertujuan untuk memprediksi berapa besar kekuatan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresinya
adalah :
Y = a + β0 + βX1 + βX2 + e
Y = kualitas audit
β0 = intersep
β1, β2, β3 = koefisien regresi
X1 = kompetensi
X2 = independensi
a = konstanta
e = eror
14
Sementara itu, langkah-langkah untuk menguji pengaruh variabel
independen, yaitu kompetensi dan independensi dilakukan dengan uji simultan
dan uji parsial.
a. Uji Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah jika probability value (p value) < 0,05, maka Ha
diterima, jika p value > 0,05 maka Ha ditolak.
Uji F dapat pula dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan
Ftabel. Jika Fhitung > Ftabel, maka Ha diterima. Artinya, secara statistik data
yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan
X2) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Jika Fhitung < Ftabel, maka
Ha ditolak. Artinya, secara statistik data yang ada dapat membuktikan
bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen (Y).
b. Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah jika p value < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value >
0,05, maka Ha ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Responden
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan 70 kuesioner secara
langsung kepada 70 auditor yang berada di BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa
Tengah. Penelitian berlangsung kurang lebih selama 2 bulan dari sejak tanggal
pengiriman sampai dengan pengumpulan data. Dari data yang disebar sebanyak
15
70 kuesioner, kuesioner yang kembali adalah sebanyak 61 kuesioner dan kembali
tetapi tidak lengkap pengisiannya adalah 2 kuesioner. Secara terperinci dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 1
Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah
- Kuesioner yang disebarkan
- Kuesioner tidak kembali
- Kuesioner kembali tetapi data tidak lengkap
- Kuesioner yang digunakan
- Respon rate
70 kuesioner
9 kuesioner
2 kuesioner
59 kuesioner
84,27 %
Sumber : data primer yang diolah
Deskripsi identitas dari 59 responden terdiri dari jenis kelamin,
pendidikan. Identitas responden dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang
dari responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2
Jenis Kelamin Responden
jenis kelamin
23 39,0 39,0 39,0
36 61,0 61,0 100,0
59 100,0 100,0
laki-laki
perempuan
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah reponden
laki-laki sebanyak 23 atau 39% dan responden perempuan sebanyak 36 atau 61%.
16
Tabel 3
Jenjang Pendidikan
pendidikan
4 6,8 6,8 6,8
32 54,2 54,2 61,0
12 20,3 20,3 81,4
11 18,6 18,6 100,0
59 100,0 100,0
D3
S1
S2
S3
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Jenjang pendidikan paling banyak adalah S-1, yaitu sebanyak 32
responden atau 54,2 %, jenjang pendidikan D3 sebanyak 4 responden atau 6,8 %,
dan jenjang pendidikan S-2 sebanyak 12 responden atau 20,3 % dan jenjang
pendidikan S-3 sebanyak 11 responden atau 18,6 %.
Tabel 4
Pengalaman Kerja
Masa kerja
30 50,8 50,8 50,8
23 39,0 39,0 89,8
4 6,8 6,8 96,6
1 1,7 1,7 98,3
1 1,7 1,7 100,0
59 100,0 100,0
1-6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
19-23 tahun
24-29 tahun
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah
responden dengan pengalaman 1-6 tahun sebanyak 30 responden atau 50,80 %,
responden dengan pengalaman 7-12 tahun sebanyak 23 responden atau 39 %,
responden dengan pengalaman 13-18 tahun sebanyak 4 responden atau 6,8 %,
dan pengalaman 19-23 tahun sebanyak 1 responden atau 1,7 %, dan pengalaman
24-29 tahun sebanyak 1 responden atau 1,7 %.
17
Tabel 5
Pelatihan Teknis
Pelatihan
27 45,8 45,8 45,8
9 15,3 15,3 61,0
19 32,2 32,2 93,2
3 5,1 5,1 98,3
1 1,7 1,7 100,0
59 100,0 100,0
1-5 kali
6-9 kali
10-12 kali
13-16 kali
17-20 kali
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mengikuti pelatihan 1-5 kali adalah 27 orang atau 45,8%, responden yang
mengikuti pelatihan 6-9 kali adalah 9 orang atau 15,3%, responden yang
mengikuti pelatihan 10-12 kali adalah 19 orang atau 32,2%, responden yang
mengikuti pelatihan 13-16 kali adalah 3 orang atau 5,1% dan responden yang
mengikuti pelatihan 17-20 kali adalah 1 orang atau 1,7%.
Analisis Deskriptif
Penelitian menggunakan variabel independen, yaitu independensi dan
kompetensi dan variabel dependen, yaitu kualitas audit. Ringkasan data
mengenai statistik deskriptif dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Tabel 6
Analisis Deskriptif
Variabel Minimum Maksimum Mean Standar
Deviasi
Kisaran
teoritis
Kisaran
aktual
Independensi 27 59 49,69 5,344 12-60 27-59
Kompetensi 6 25 21,56 4,431 5-25 6-25
18
Kualitas
Audit
32 70 55,05 5,946 16-80 32-70
Sumber : data primer yang diolah
Variabel independensi mempunyai bobot jawaban antara 27 sampai
dengan 59 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 49,69 dan standar deviasi 5,344,
menunjukan tidak ada kesenjangan yang cukup besar pada karakteristik personal
responden. Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item petanyaan konstruk
independensi (49,69) di atas nilai median kisaran teoritis (3x12 = 36), sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum karakteristik personal responden memiliki
independensi yang tinggi.
Variabel kompetensi mempunyai bobot jawaban antara 6 sampai dengan
25 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 21,56 dan standar deviasi 4,431,
menunjukan tidak ada kesejangan yang cukup besar pada karakteristik personal
responden. Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item petanyaan konstruk
kompetensi (21,56) di atas nilai median kisaran teoritis (3x5 = 15), sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum karakteristik personal responden memiliki
kompetensi yang tinggi.
Variabel kualitas audit mempunyai bobot jawaban antara 32 sampai
dengan 70 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 55,05 dan standar deviasi 5,946,
menunjukan tidak ada kesejangan yang cukup besar pada karakteristik personal
responden. Nilai rata-rata jawaban responden terhadap item petanyaan konstruk
kualitas audit (55,05) di atas nilai median kisaran teoritis (3x16 = 48), sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum karakteristik personal responden memiliki
kualitas audit yang tinggi.
Hasil Pengujian Kualitas Data
1. Uji Validitas
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini akan diuji validitasnya
dengan menggunakan program SPSS. Dari tampilan output SPSS terlihat
bahwa korelasi antara masing-masing indikator (IP1 sampai IP12) terhadap
19
total konstruk (Independensi) menunjukkan hasil yang signifikan. Tampilan
output SPSS terlihat bahwa antara masing-masing indikator (KP1 sampai
KP5) terhadap total konstruk (Kompetensi) menunjukkan hasil yang
signifikan. Dan dari tampilan output SPSS terlihat bahwa korelasi antara
masing-masing indikator (KA1 sampai KA16) terhadap total konstruk
(Kualitas Audit) menunjukkan hasil yang signifikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa masing-masing indikator pertanyaan dari ketiga variabel tersebut
adalah valid.
2. Uji Reliabilitas
Kuesioner pada penelitian ini juga akan diuji reliabilitasnya dengan
program SPSS. Dapat dilihat bahwa hasil tampilan output SPSS
menunjukkan bahwa variabel dependen (Y) dalam hal ini adalah kualitas
audit memberikan nilai Alpha sebesar 0,875. Dapat dilihat bahwa hasil
tampilan output SPSS menunjukkan variabel independen (X1) dalam hal ini
adalah independensi memberikan nilai Alpha sebesar 0,849. Dan dapat dilihat
bahwa hasil tampilan output SPSS menunjukkan variabel independen (X2)
dalam hal ini adalah kompetensi memberikan nilai Alpha sebesar 0,942. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut reliabel
karena > 0,70.
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
1. Normalitas
Dari hasil tampilan output SPSS, dapat diketahui bahwa penyebaran
plot berada di sepanjang garis 45 o, sedangkan besarnya nilai Kolmogorov-
Smirnov adalah 0,827 dan signifikansi pada 0,501, maka dapat disimpulkan
bahwa data residual terdistribusi normal karena garis yang menggambarkan
data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya dan nilai signifikansinya
lebih dari 0,05.
20
2. Uji Multikolinearitas
Dari hasil tampilan output SPSS, diperoleh hasil nilai Tolerance
sebesar 0,927 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) sebesar 1,079. Dari
sini dapat dilihat bahwa hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan tidak
ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 dan
hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel
independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model
regresi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Dari hasil tampilan ouput SPSS menunjukkan bahwa titik-titik
menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu serta tersebar
baik diatas maupun dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedasitas pada model regresi, sehingga
model regresi layak dipakai untuk memprediksi kualitas audit dengan
variabel independen independensi dan kompetensi auditor (Ghozali,
2011:141).
Hasil Analisis Regresi
1. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah independensi dan
kompetensi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil
pengujian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: