1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan salah satu fase kehidupan yang akan dilalui dan dinantikan oleh rata-rata wanita, sebagai rasa perwujudan diri dan identitasnya sebagai seorang wanita. Kehamilan juga menjadi salah satu fase yang mencemaskan dalam kehidupan seorang wanita. Wanita yang mengalami kehamilan pada awalnya merupakan sumber kebahagiaan terkadang bisa saja berubah menjadi suatu kecemasan seperti cemas mengenai hal-hal buruk yang dapat menimpa dirinya dan janin, terutama pada saat proses persalinan. Salah satunya penyebab hal itu terjadi adalah kondisi kehamilan yang berisiko tinggi (Fourianalistyawati , Caninsti, 2017). Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dan janin (Wahyutri, Hasnidar & Hilda, 2015). Sedangkan menurut shella , dkk (2017) kehamilan resiko tinggi suatu proses kehamilan yang memiliki risiko lebih tinggi dari kehamilan normal, baik bagi ibu maupun janin yang di kandung ibu, selama kehamilan, melahirkan ataupun nifas. Kehamilan pada ibu usia diatas 35 tahun termasuk salah satu faktor kehamilan resiko tinggi. Kondisi rahim wanita yang berusia diatas 35 tahun fungsi organ tubuh semakin menurun begitu juga kondisi rahimnya berbeda dengan usia yg lebih muda dimana rahim masih berfungsi dengan baik. Kualitas sel telur tidak sebaik pada saat usia sebelumnya sehingga berpeluang terjadinya perkembangan janin yang tidak normal dan tingginya kasus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan salah satu fase kehidupan yang akan dilalui
dan dinantikan oleh rata-rata wanita, sebagai rasa perwujudan diri dan
identitasnya sebagai seorang wanita. Kehamilan juga menjadi salah satu fase
yang mencemaskan dalam kehidupan seorang wanita. Wanita yang
mengalami kehamilan pada awalnya merupakan sumber kebahagiaan
terkadang bisa saja berubah menjadi suatu kecemasan seperti cemas
mengenai hal-hal buruk yang dapat menimpa dirinya dan janin, terutama pada
saat proses persalinan. Salah satunya penyebab hal itu terjadi adalah kondisi
kehamilan yang berisiko tinggi (Fourianalistyawati, Caninsti, 2017).
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat
mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dan janin (Wahyutri, Hasnidar &
Hilda, 2015). Sedangkan menurut shella , dkk (2017) kehamilan resiko tinggi
suatu proses kehamilan yang memiliki risiko lebih tinggi dari kehamilan
normal, baik bagi ibu maupun janin yang di kandung ibu, selama
kehamilan, melahirkan ataupun nifas.
Kehamilan pada ibu usia diatas 35 tahun termasuk salah satu faktor
kehamilan resiko tinggi. Kondisi rahim wanita yang berusia diatas 35 tahun
fungsi organ tubuh semakin menurun begitu juga kondisi rahimnya berbeda
dengan usia yg lebih muda dimana rahim masih berfungsi dengan baik.
Kualitas sel telur tidak sebaik pada saat usia sebelumnya sehingga berpeluang
terjadinya perkembangan janin yang tidak normal dan tingginya kasus
2
kelainan bawaan pada janin/bayi. Selain itu wanita yang hamil dengan usia
diatas 35 tahun beresiko terjadi perdarahan, hipertensi, keguguran, plasenta
previa, dan sebagainya (Rizki & Yazid, 2013).
Kehamilan resiko tinggi bila tidak diawasi atau diberikan perawatan
yang tepat bisa terjadi komplikasi pada saat kehamilan, persalinan maupun
pada masa nifas (Post partum) yang mengakibatkan kematian ibu dan bayi.
Penyebab kematian ibu tidak lepas dari faktor 4T yaitu Terlalu Muda, Terlalu
Tua, Terlalu Dekat dan Terlalu banyak anak. Selain itu tiga terlambat juga
mengakibatkan kematian ibu yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat
mengantar ke tempat persalinan dan terlambat mendapat penanganan
persalinan (Suwarno, 2013).
Kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah kesehatan yang
menjadi perhatian utama dunia termasuk Indonesia sehingga diadakan United
Nations Millinium Declaration pada bulan September Tahun 2000, yang kita
kenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan
MDGs adalah meningkatkan kesehatan ibu, yang memiliki target
mengurangi tiga perempat Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun
2015 (WHO MDGs, 2014).
Angka kematian Ibu (AKI) di ASEAN rata-rata sebesar 40-60 per
100.000 kelahiran hidup. Bahkan di singapura Angka kematian Ibu (AKI)
sebesar 2-3 per 100.000 kelahiran hidup (Sali Susiana, 2019). Sementara di
Indonesia angka kematian ibu jauh lebih tinggi yaitu 305 per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2019). Angka ini sangat jauh dari target
MDGs yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
3
Indikator dari tujuan pembangunan MDGs yang paling penting adalah
penurunan kematian ibu dengan upaya peningkatan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2019).
Sementara itu, di kota padang kasus kematian ibu tahun 2017 naik
menjadi 17 orang bila dibandingkan tahun 2016 yang berkisar 16 orang..
Adapun rincian kematian ibu ini terdiri dari kematian ibu nifas 10 orang,
kematian ibu bersalin 5 orang, dan kematian ibu hamil 2 orang. Penyebab
kematian ibu tersebut yaitu perdarahan 5 orang, Infeksi 5 orang, gangguan
peredaran darah 3 orang, gangguan metabolik 3 orang, Hipertensi dalam
kehamilan 2 orang, dan lain-lain 2 orang (Dinas Kesehatan, 2018).
Kematian ibu meningkat merupakan salah satu kendala dalam
pencapaian MDGs, salah satu penyebab kematian ibu adalah meningkatnya
faktor resiko tinggi kehamilan yang akan mengakibatkan banyaknya
komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan. Salah satu program yang di
lakukan pemerintah untuk mencegah komplikasi yang terjadi pada masa
kehamilan dan persalinan adalah dengan melakukan pemeriksaan kehamilan
atau yang biasa kita sebut antenatal care (Hikmah, Idyawati & Ulya, 2019).
Antenatal merupakan perawatan yang diberikan kepada ibu hamil
sebelum kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan
positif bagi ibu hamil maupun bayinya dengan cara membina hubungan serta
kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa,
mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu (Depkes RI, 2009). ANC merupakan
pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil yang bertujuan mengantarkan ibu
4
hamil supaya dapat melahirkan dengan sehat, selamat dan memperoleh bayi
yang sehat, juga untuk melakukakan deteksii dan mengantisipasi dini kelainan
kehamilan serta kelainan janin (Fitrayeni, dkk, 2015)
Menurut Mekonnen (2018) Tujuan utama ANC adalah untuk
membantu wanita mempertahankan kehamilan normal melalui: Promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit, sejak dini deteksi dini dan pengobatan
komplikasi terkait kehamilan dan persalinan serta persiapan kelahiran.
Sedangkan menurut penelitian Mekonen (2018) dengan melakukan Antenatal
Care secara rutin dan teratur ibu hamil diharapkan mampu mendeteksi dini
dan mencegah komplikasi yang sering kali terjadi pada ibu hamil, tindakan ini
penting untuk mendapatkan proses kehamilannya berjalan dengan normal
sehingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Pemeriksaan kehamilan atau ANC dilakukan minimal 4 kali selama
kehamilan yaitu satu kali pada trimester I (K1) , satu kali pada trimester II
(K2) dan dua kali pada trimester III (K3 K4). Pelayanan yang yang didapatkan
ibu hamil pada saat kunjungan ANC dengan standar 10 T adalah T imbang
berat badan dan ukur tinggi badan, Ukur Tekanan Darah, Skrinning status
imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bila diperlukan,
Ukur tinggi fundus uteri, Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet
selama kehamilan, Test Laboratorium (rutin dan Khusus), Temu wicara
(konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan, Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas),
Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) serta Tata laksana
kasus (Fitrayeni, dkk, 2015).
5
Kunjungan ANC yang dilakukan ibu hamil masih rendah, Menurut
nurmawati & indrawati (2018) rendahnya kunjungan ibu hamil dalam
perawatan kehamilan atau Antenatal Care dipengaruhi oleh faktor umur, jarak
kehamilan, pengetahuan, media informasi, dukungan suami serta dukungan
tenaga keehatan. Faktor yang mempengaruhi kunjungan Antenatal care adalah
karena dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, peran/dukungan suami
dan keluarga. Disamping itu rendahnya kunjungan ibu hamil disebabkan oleh
faktor sosial, budaya, psikologi, budaya, ekonomi (Fitrayeni, dkk, 2015).
Faktor sosial dan budaya juga sanagat mempengaruhi kunjungan ANC
ibu hamil untuk datang ke pelayanan kesehatan. Sebagian masyarakat masih
percaya untuk melakukan perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan
yang dilakukan oleh dukun beranak. Hal ini karena ibu hamil masih
melaksanakan tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan secara turun
temurun (Juriah 2018). budaya dan kepercayaan yang ada di masyarakat yang
mengharuskan mereka untuk mematuhi perawatan tradisional seperti
memeriksakan kehamilan awal ke dukun bayi ataupun pada kehamilan
trimester III mereka percaya untuk memperbaiki posisi anak supaya