BAB 1 Pendahuluan Pada tahun 2007, The Tokyo Guidelines (TG 07) untuk pengelolaan kolangitis akut dan kolesistitis pertama kali diterbitkan dalam the Journal of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery. Kebijakan fundamental dari TG07 adalah tercapainya tujuan TG 07 melalui pengembangan konsensus di antara para ahli di bidang ini di seluruh dunia. Mengingat situasi seperti, validasi dan umpan balik dari sudut pandang yang didapat dari para dokter ahli tersebut sangat diperlukan. Apa yang telah ditunjukkan dari praktek klinis adalah rendahnya sensitivitas diagnostik TG 07 untuk kolangitis akut dan adanya perbedaan antara penilaian grade dan penilaian klinis untuk kolangitis akut. Pada bulan Juni 2010, terbentuk suatu komite Revisi The Tokyo Guidelines untuk merevisi TG 07 (TGRC) dan mulai memvalidasi TG 07. Komite juga menyiapkan kriteria diagnostik dan kriteria penilaian grade baru dengan menganalisis kasus kolangitis dan kolesistitis akut, termasuk kasus penyakit bilier non inflammatory yang dikumpulkan dari beberapa lembaga yang terkait. TGRC mengadakan pertemuan sebanyak 35 kali serta pertukaran email internasional dengan co-penulis di luar negeri. Pada tanggal 9 Juni dan 6 September 2011, dan pada 11 April, 2012, kami mengadakan tiga Rapat Internasional Pengkajian klinis dan Revisi The Tokyo Guidelines. Melalui pertemuan ini, draft final The Tokyo Guidelines (TG 13) diperbarui dan dibuat atas dasar bukti dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
Pendahuluan
Pada tahun 2007, The Tokyo Guidelines (TG 07) untuk pengelolaan kolangitis akut dan
kolesistitis pertama kali diterbitkan dalam the Journal of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery.
Kebijakan fundamental dari TG07 adalah tercapainya tujuan TG 07 melalui pengembangan
konsensus di antara para ahli di bidang ini di seluruh dunia. Mengingat situasi seperti, validasi
dan umpan balik dari sudut pandang yang didapat dari para dokter ahli tersebut sangat
diperlukan. Apa yang telah ditunjukkan dari praktek klinis adalah rendahnya sensitivitas
diagnostik TG 07 untuk kolangitis akut dan adanya perbedaan antara penilaian grade dan
penilaian klinis untuk kolangitis akut.
Pada bulan Juni 2010, terbentuk suatu komite Revisi The Tokyo Guidelines untuk
merevisi TG 07 (TGRC) dan mulai memvalidasi TG 07. Komite juga menyiapkan kriteria
diagnostik dan kriteria penilaian grade baru dengan menganalisis kasus kolangitis dan
kolesistitis akut, termasuk kasus penyakit bilier non inflammatory yang dikumpulkan dari
beberapa lembaga yang terkait.
TGRC mengadakan pertemuan sebanyak 35 kali serta pertukaran email internasional
dengan co-penulis di luar negeri. Pada tanggal 9 Juni dan 6 September 2011, dan pada 11 April,
2012, kami mengadakan tiga Rapat Internasional Pengkajian klinis dan Revisi The Tokyo
Guidelines. Melalui pertemuan ini, draft final The Tokyo Guidelines (TG 13) diperbarui dan
dibuat atas dasar bukti dari analisis retrospektif multi-center. Untuk lebih spesifik, diskusi
berlangsung melibatkan revisi kriteria diagnostik baru, dan kriteria penilaian grade baru,
flowchart baru pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut, perawatan medis direkomendasikan
untuk yang baru terdiagnosis telah ditambahkan, rekomendasi baru untuk drainase kandung
empedu dan terapi antimikroba, dan tentunya peran intervensi bedah.
Manajemen terpadu untuk kolangitis dan kolesistitis akut diperkenalkan agar efektifitas
penyebaran dengan tingkat bukti dan rekomendasi. Sistem grade dimanfaatkan untuk
memberikan rekomendasi tingkat evidence dan grade. TG 13 meningkatkan sensitivitas
diagnostik untuk kolangitis dan kolesistitis akut, dan disajikan dengan kriteria tingkat positif
palsu sangat rendah untuk diadaptasi pada praktek klinis. Selanjutnya, kriteria penilaian Grade
diadaptasi untuk penggunaan klinis, flowchart, dan banyak
modalitas diagnostik dan terapi baru diperkenalkan. Panduan untuk pengelolaan kolangitis dan
kolesistitis akut disajikan dalam bagian terpisah pada TG 13.
BAB 2.
Definisi, Etiologi Dan Epidemiologi Terbaru Tentang
Kolangitis Dan Kolesistitis Akut
Definisi, patofisiologi, dan epidemiologi kolangitis akut disajikan dalam The Tokyo
Guidelines untuk pengelolaan dan kolesistitis akut tahun 2007, sedangkan revisi The Tokyo
Guidelines (TG13) memberikan data yang lebih subjektif dalam menggantikan TG 07. Adapun
data uji klinis saat ini khususnya mengenai data frekuensi kasus, grade, angka kematian, dan
tingkat kekambuhan diperkenalkan secara bersama dengan data epidemiologi.
2.1 Kolangitis Akut
2.1.1 Definisi
Kolangitis akut adalah kondisi yang tidak wajar dengan peradangan akut dan infeksi pada
saluran empedu.
2.1.2 Etiologi
Etiologi cholangitis akut adalah: Cholelithiasis Biliary stricture faktor bawaan Faktor pasca operasi (rusak saluran empedu, striktur choledojejunostomy, dll) Faktor inflamasi (kolangitis oriental, dll) Oklusi karena tumor ( malignansi)
o Tumor Saluran empedu o Tumor kandung empedu tumoro Tumor ampullaryo Tumor pankreaso Tumor duodenumo Pankreatitis
Masuknya parasit ke dalam saluran empedu Tekanan eksternal Fibrosis papilla Divertikulum duodenum
Bekuan darah faktor iatrogenik
2.1.3 Patofisiologi
Timbulnya kolangitis akut melibatkan dua faktor:
1. Peningkatan bakteri di saluran empedu
2. Peningkatan tekanan intraductal di saluran empedu yang memungkinkan translokasi bakteri
atau endotoksin ke dalam pembuluh darah dan sistem limfatik (cholangio-venous/lymphatic
reflux).
Karena karakteristik anatomi, sistem empedu mungkin akan terpengaruh oleh karena tekanan
intraductal yang tinggi. Bila sudah terjadi kolangitis akut, ductus-duktus empedu cenderung
menjadi lebih permeabel dan akan memudahkan terhadap translokasi bakteri dan toxin dengan
efek dapat meningkatkan tekanan bilier intraductal. Proses infeksi ini akan lebih serius dan fatal
seperti pada penyakit abses hati dan sepsis.
2.1.4 Aspek Historis Terminologi
Demam hepatik adalah istilah yang digunakan untuk pertama kali oleh Charcot dalam
laporannya yang diterbitkan pada tahun 1887. Demam intermiten disertai dengan menggigil,
nyeri perut kuadran kanan atas, dan penyakit kuning telah ditetapkan sebagai trias Charcot.
Kolangitis obstruktif akut didefinisikan oleh Reynolds dan Dargan pada tahun 1959
sebagai sindrom yang terdiri dari kelesuan atau kebingungan mental dan shock, serta demam,
sakit kuning, dan nyeri perut kuadran kanan atas disebabkan oleh obstruksi bilier. Ini
menunjukkan suatu keadaan darurat yang memerlukan intervensi bedah dan dekompresi bilier
adalah satu-satunya cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit ini. Lima Gejala yang
demikian ini disebut Pentad Reynold’s
Klasifikasi Longmire adalah klasifikasi terhadap pasien dengan tiga karakteristik utama
yaitu demam yang naik turun disertai dengan menggigil dan gemetar, nyeri kuadran kanan atas
perut, dan penyakit kuning sebagai kolangitis supuratif akut, dan bila bersama disertai dengan
letargi atau kebingungan mental serta pasien mengalami shock di definisikan sebagai kolangitis
supuratif akut obstruktif. Longmire juga melaporkan bahwa kolangitis supuratif akut obstruktif
ini berhubungan dengan morbiditas dari kolangitis obstruktif akut seperti yang didefinisikan oleh
Reynolds.
2.2 Kolesistitis Akut
2.2.1 Definisi
Penyakit akut inflamasi kandung empedu, sering disebabkan batu empedu, tetapi banyak faktor,
seperti iskemia, gangguan motilitas, cedera kimia langsung, infeksi oleh mikroorganisme,
protozoa dan parasit, penyakit kolagen, dan reaksi alergi juga terlibat .
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari kolesistitis akut 90-95% adalah batu empedu. Diikuti oleh obstruksi duktus kistik
dan torsi dari kandung empedu. Sebaliknya, kolesistitis akut karena non batu hanya 3,7-14% dari
kolesistitis akut. Faktor risiko termasuk operasi, trauma, dalam perawatan intensif jangka
panjang, infeksi, luka bakar, dan nutrisi parenteral. ‘‘4Fs’’ (forties, female, fat, fair) and ‘‘5Fs’’
(4Fs di tambah fecund or fertile) telah terbukti berhubungan dengan lithogenesis di kantong
empedu
2.2.3 Patofisiologi
Pada sebagian besar pasien, batu empedu adalah penyebab kolesistitis akut. Proses ini
merupakan salah satu obstruksi fisik kandung empedu pada leher atau di saluran cystic oleh batu
empedu. Hasil obstruksi ini meningkatkan tekanan di dalam kandung empedu. Ada dua faktor
yang menentukan perkembangan untuk akut kolesistitis, Derajat obstruksi dan durasi obstruksi.
Jika obstruksi parsial dan durasi pendek, pasien akan mengalami kolik bilier. Jika obstruksi total
dan durasi panjang, pasien akan mengalami kolesistitis akut. Jika pasien tidak mendapatkan
pengobatan dini, penyakit ini menjadi lebih serius dan komplikasi-komplikasi dapat terjadi.
2.3 Klasifikasi patologis kolesistitis
(1) Kolesistitis Edema: tahap 1 (2-4 hari) kandung empedu memiliki cairan interstitial dengan
kapiler dan limfatik melebar. Dinding kandung empedu menjadi edema. Jaringan kandung
empedu secara histologis utuh dengan edema pada lapisan subserosa.
(2) Kolesistitis necrotizing: tahap 2 (3-5 hari) kandung empedu memiliki perubahan edema
menjadi hemorrhage dan nekrosis. Ketika dinding kandung empedu mengikuti tekanan internal
yang tinggi, aliran darah akan terhambat dengan bukti histologis trombosis pembuluh darah dan
oklusi. Ditemukan daerah nekrosis yang tersebar tetapi hanya superficial dan tidak melibatkan
ketebalan penuh dari dinding kandung empedu.
Gambar 1.
a. Kolesistitis necrotizing yang tampak pada pemeriksaan MRI,
b. Kolesistitis necrotizing yang tampak pada kandung empedu yang telah di angkat
(3) Kolesistitis supuratif: tahap 3 (7-10 hari) Dinding kandung empedu dijumpai sel darah putih
yang muncul pada daerah nekrosis dan nanah. Dalam tahap ini, proses aktif perbaikan
peradangan jelas. Kantong empedu yang membesar mulai berkontraksi dan dinding menebal
karena proliferasi fibrosa. Di tempat adanya abses, diamati dan terlihat adanya abses yang tidak
melibatkan seluruh ketebalan dinding. Abses Pericholecystic juga bisa dijumpai.
(4) Kolesistitis kronis: Terjadi setelah terjadinya serangan berulang kolesistitis ringan, dan
ditandai oleh atrofi mukosa dan fibrosis dari dinding kandung empedu. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh iritasi kronis batu empedu yang besar dan mungkin sering menyebabkan
kolesistitis akut. Akut pada kolesistitis kronis mengacu pada infeksi akut yang terjadi di
kolesistitis kronis. Secara histologi, invasi neutrofil diamati di dinding kandung empedu dengan
kolesistitis kronis yang menyertai limfosit / infiltrasi sel plasma dan Fibros.
Gambar 2.
a. Gambaran kolesistitis supuratif yang tampak pada pemeriksaan CT-Scan kontras.
b. dan c. Gambaran batu empedu pada kolesistitis supuratif
d. Gambaran membran kandung empedu yang sudah terjadi abses pada dinding kandung empedu
Gambar 3.
a. Gambaran USG dari kandung empedu yang mengalami penebalan dinding pada infeksi akut
b. Gambaran kantong empedu terus membengkak setelah timbulnya peradangan akut dan dinding
telah lebih jauh menebal dan tampak gambaran lusen intraluminal
BAB IIIGuidelines Untuk Diagnosis Dan
Grade Kolangitis Akut
3.1. Guidelines Untuk Diagnosis kolangitis Akut
Diagnosis kolangitis akut secara tradisional telah dibuat sesuai dengan dijumpai tanda
klinis Trias Charcot. Trias Charcot memiliki spesifisitas yang tinggi tetapi sensitivitasnya
rendah. Menurut beberapa laporan, kasus kolangitis akut yang disertai semua gejala Trias
Charcot mencapai 26,4-72%. Definisi sebelumnya tentang kolangitis akut tidak jelas dan
bervariasi dalam referensi yang berbeda. Oleh karena itu, dalam analisis kasus penyakit saluran
empedu yang dikumpulkan dari beberapa fasilitas, kita mendefinisikan '' gold standard '' untuk
kolangitis akut, bahwa salah satu dari tiga kondisi berikut adalah:
(1) Dijumpai cairan empedu yang purulen.
(2) Klinis yang membaik setalah drainase saluran empedu.
(3) Klinis yang membaik setalah terapi antibakteri saja, pada pasien yang menderita infeksi
saluran empedu.
Sehingga menunjukkan sensitivitas rendah (26,4%) ketika Trias Charcot diadopsi sebagai
kriteria diagnostik untuk kolangitis akut. Di sisi lain, spesifisitas yang sangat menguntungkan
(95,9%), tapi itu positif (11,9%) untuk kolesistitis akut. Kehadiran Trias Charcot mendukung
diagnosis kolangitis akut. Namun, dilihat dari sensitivitas rendah, penggunaan Trias Charcot
sebagai kriteria diagnostik untuk kolangitis akut menjadi diragukan.
Pada TG 13 kriteria diagnostik untuk kolangitis akut telah mengalami revisi kriteria
diagnostik untuk kolangitis akut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Morbiditas dari
kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya refluks cholangiovenous dan cholangiolymphatic
bersama dengan peningkatan tekanan di dalam saluran empedu yang tinggi dan infeksi empedu
karena obstruksi saluran empedu yang disebabkan oleh batu dan tumor. Pada TG 13 kriteria
diagnostik akut kolangitis juga digunakan sebagai kriteria untuk menetapkan diagnosis kolestasis
dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah yang ada, selain gambaran
kandung empedu berdasarkan pemeriksaan radiologi
Tabel 1.Kriteria Diagnostik Untuk Kolangitis Akut
Sebuah analisis multi-pusat yang menilai TG13 menemukan bahwa sensitivitas 91,8%
dan spesifisitas 77,7% itu. TG13 menunjukkan spesifisitas mirip dengan TG07 tapi menunjukkan
peningkatan yang nyata pada sensitivitas dan perbaikan lebih lanjut dalam hal menegakkan
diagnostik seperti pada Tabel 2. Spesifisitas Trias Charcot adalah yang tertinggi. Dijumpainya
Trias Charcot sangat jelas membuktikan adanya vaskulitis akut.
Tabel 2.Perbandingan retrospektif berbagai kriteria diagnostik
cholangitis akut pada multi-pusat studi di Jepang
Pemeriksaan radiologi seperti ultrasonografi, Computed tomography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dilakukan untuk evaluasi tempat dan penyebab obstruksi bilier dan
tingkat dilatasi bilier. Namun, CT Scan abdomen dengan kontras memiliki keterbatasan dalam
diagnosis dan evaluasi kolangitis akut. Karena heliks CT Scan secara klinis tersedia, seluruh
perut bagian atas organscan dinilai oleh CT Scan kontras. CT Scan kontras dapat
menggambarkan batu empedu, pneumobilia, saluran empedu dilatasi, penebalan saluran empedu
dinding, dan stenosis atau oklusi saluran empedu. Namun, temuan CT Scan tersebut tidak selalu
menunjukkan adanya kolangitis akut. CT Scan disarankan sebagai metode pencitraan yang
paling efektif untuk diagnosis etiologi dan MRI (MRCP) disarankan untuk diagnosis etiologi dari
kolangitis akut.
3.2 Grade Kolangitis Akut
Revisi Kriteria penilaian untuk kolangitis akut ditunjukkan pada Tabel 3. Grade
kolangitis akut diklasifikasikan sebagai berikut;
1. Grade III (berat): Dijumpai adanya disfungsi organ.
2. Grade II (sedang): Risiko peningkatan Grade tanpa awal drainase bilier.
3. Grade I (ringan).
Tabel 3.
Kriteria TG 13 dalam penilaian grade untuk cholangitis akut
Kriteria penilaian grade sangat penting untuk menentukan strategi pengobatan untuk
kolangitis akut, terutama untuk grade II dimana kasus yang dapat berkembang menjadi grade III
tanpa intervensi langsung. Pengobatan kolangitis akut membutuhkan pengobatan untuk penyebab
untuk kasus-kasus dengan grade apapun, bersama dengan pemberian obat-obat antimikroba dan
drainase dari saluran empedu. Grade III disebut sebagai suatu kondisi yang bisa menimbulkan
disfungsi organ karena itu kolangitis akut membutuhkan perawatan yang intensif. Grade II
disebut sebagai suatu kondisi dimana kolangitis membutuhkan drainase saluran empedu yang
lebih awal tanpa menunggu terjadinya suatu disfungsi organ, tetapi dengan risiko berkembang
menjadi grade III.
Kriteria grade kolangitis akut pada TG 13 lebih cocok dalam praktek klinis daripada TG
07, karena memungkinkan kita untuk mengidentifikasi lebih awal grade II yang membutuhkan
drainase bilier pada saat diagnosis awal ditegakkannya diagnosis kolangitis akut.
Dijumpai ada atau tidak adanya Trias Charcot tidak mencerminkan grade ringan-beratnya
kolangitis akut. Jadi, kasus yang memenuhi trias Charcot tidak selalu dinilai sebagai kolangitis
akut grade berat
BAB 4Kriterias Diagnostic Dan Grade Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan kondisi yang memerlukan tindakan emergensi untuk
penanganannya untuk menurunkan morbiditas seperti pada kolesistitis gangrenous, kolesistitis
emphysematous dan torsi dari kandung empedu.
Murphy’s sign menunjukkan spesifisitas yang tinggi, namun sensitivitas telah dilaporkan
rendah. Hal ini tidak berlaku dalam membuat diagnosis kolesistitis akut karena sensitivitas
rendah. Meskipun sensitivitas Murphy’s sign meningkat, kriteria diagnostik TG07 memiliki
keterbatasan dan validitas tersebut cukup untuk membuat suatu diagnosis pasti dari Kolesistitis
akut. Pada TG13, kriteria diagnostik dari kolesistitis akut memiliki sensitivitas tinggi dan
spesifisitas tinggi. Tanda klinis yang paling khas dari kolesistitis akut adalah nyeri perut. Gejala
utama dari kolesistitis yang tidak ada komplikasi adalah kolik biliar yang disebabkan oleh
obstruksi dari leher kandung empedu oleh karena adanya batu.
Diagnosis kolesistitis akut di buat berdasarkan tanda-tanda dan temuan klinis yang ada.
Bila di curigai adanya kolesistitis akut dan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah, diagnosis
pasti bisa di tentukan setelah di lakukan konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang (radiologi)
Tabel 4.
Kriteria TG13 dalam diagnostic kolesistitis akut
USG harus dilakukan pada pemeriksaan awal untuk semua kasus yang dicurigai
kolesistitis akut. Ultrasonografi menunjukkan sensitivitas 50 ~ 88% dan spesifisitas 80 ~ 88%.
Diagnosis kolesistitis akut yang disebabkan oleh batu bisa dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi. Pada pemeriksaan USG dapat di temukan ; Penebalan dinding kandung empedu (5 mm
atau lebih) , pericholecystic fluid, dan defans muscular ketika probe USG di tekan kearah
kandung empedu ( ultrasonographic Murphy’s sign)
Tabel 5.
Simpthom dan insiden klinis dari kolesistitis akut
Pada CT Scan dari kolesistitis akut dapat dijumpai kandung empedu distensi, jaringan lemak pericholecystic, penebalan dinding kandung empedu, edema subserosa, peningkatan mukosa, pengumpulan cairan pericholecystic, koleksi gas abses ericholecystic dalam kandung empedu.
Gambar 4.a. Gambaran USG dari kandung empedu yang mengalami penebalan dinding kandung
empedu dengan lapisan yang hiperechoic, debris massif, dan batu empedu.b. Gambaran USG kasus ulkus duodenum dan dijumpai Murphy’s sign
Gambar 5. Gambaran CT Scan non kontras kolesistolitiasis akuta. Gambaran kandung empedu yang membesar, dinding yang menebal dan batu kandung
empedu.b. c, d, Gambaran edema kandung empedu dan penebalan dari hepar yg mengalami
peningkatan dan menempel pada kandung empedu.d. e, Gambaran penebalan dari hepar yang menghilang pada CT Scan posisi melintang
Prognosis dari kolesistitis akut jauh lebih baik dibandingkan dengan kolangitis akut namun perlu
di tangani secara menyeluruh bila dijumpai kolesistitis gangrenous, kolesistitis emphysematous
atau teorsio dari kandung empedu. Perkembangan dari kolesistitis akut dari ringan/sedang
menjadi berat adalah terjadinya mulptiple organ diysfunction syndrome (MODS). Organ
diysfunction skore seperti Marshall’s multiple organ dysfunction (MOD) dan sequential organ
failure assessment (SOFA) kadang di gunakan dalam evaluasi dari critical diysfunction organ
dari penyakit yang dialami pasien
Tabel 6.Kriteria TG13 dalam penilaian grade untuk kolesistitis akut
BAB 5Flowchart Untuk Pengelolaan Kolangitis
Dan Kolesistitis Akut
Pedoman umum untuk pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut dapat di lihat pada gambar 6.
Gambar 6. Pedoman umum untuk pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut
Dalam pengelolaan penyakit kolangitis akut dan kolesistitis akut kita juga harus
memperhatikan penyakit-penyakit abses hati, lambung dan ulkus duodenum, pankreatitis akut,
hepatitis akut, dan septikemia karena penyakit-penyakit ini menyerupai gejala dan tanda yang
menyerupai kolangitis akut dan kolesistitis akut. Pada kondisi kolangitis akut dan kolesistitis
akut yang harus dilakunan drainase empedu sebaiknya pasien harus tinggal di rumah sakit
dengan infus yang cukup, koreksi elektrolit, dan pemberian antimikroba dan analgesik serta
pasiem sementara harus di puasakan.
Ketika kolangitis akut memberat dan menjadi lebih parah, maka harus di awasi tanda-