ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN By : Rickky_Kurniawan@2009 1 PENATALAKSANAAN KURATIF TINEA PEDIS Oleh : Rickky Kurniawan Pengobatan pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk Moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai dengan tinea unguiujm, pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan anti jamur per oral, misalnya grisofulvin, intrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik akut yang disertai selulitis memerlukan pengobatan antibiotic, misalnya penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau spiramisin dengan dosis yang adekuat. PENATALAKSANAAN SECARA UMUM DERMATOFITOSIS I. Pengobatan Topikal Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu : 1. a. Basah dengan basah Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres terbuka. Tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada dermatosis dengan peradangan hebat. b. Kering dengan kering Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering, misalnya salep. 2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai Berarti pada dermatosis yang akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat, yakni dengan konsentrasi yang
Pengobatan tinea pedis pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu..
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
By : Rickky_Kurniawan@2009 1
PENATALAKSANAAN KURATIF TINEA PEDIS
Oleh : Rickky Kurniawan
Pengobatan pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk
interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk Moccasin foot yang kronik
memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai dengan tinea unguiujm,
pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan anti jamur per
oral, misalnya grisofulvin, intrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik akut yang disertai selulitis
memerlukan pengobatan antibiotic, misalnya penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau
spiramisin dengan dosis yang adekuat.
PENATALAKSANAAN SECARA UMUM DERMATOFITOSIS
I. Pengobatan Topikal
Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu :
1. a. Basah dengan basah Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres
terbuka. Tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada dermatosis
dengan peradangan hebat.
b. Kering dengan kering Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering,
misalnya salep.
2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai Berarti pada dermatosis
yang akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat, yakni dengan konsentrasi yang
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
By : Rickky_Kurniawan@2009 2
tinggi karena akan menghebat. Menurut Hamzah (2005) prinsip obat topikal secara umum terdiri
atas dua bagian yaitu bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif dengan penjelasan sebagai berikut
: 1. Bahan dasar (vehikulum) Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah
awal dan terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai
pegangan ialah pada keadaan yang membasah dipakai bahan dasar yang cair atau basah,
misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat atau kering, misalnya
salep. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi tiga yaitu cairan, bedak dan salep.
Disamping itu ada dua campuran atau lebih bahan dasar, yaitu bedak kocok (lotion), krim, pasta
dan linimen.
a. Cairan
Cairan terdiri atas solusio (larutan dalam air) dan tinctura (larutan dalam alkohol). Solusio dibagi
dalam kompres, rendam (bath) dan mandi (full bath). Prinsip pengobatan cairan ialah
membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal
yang pernah dipakai. Disamping itu terjadi perlunakan atau pecahnya vesikel, bula dan pustula.
Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi
bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi.
Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar,
parestesi oleh bermacam-macam dermatosis. Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan
dapat menyebabkan kulit menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara
teliti. Kalau keadaan sudah mulai kering, maka pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu
dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai
daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres terdapat pendinginan dengan adanya
penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi proses maserasi. Bahan aktif yang dipakai
dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan antimikrobial. Astringen mengurangi
eksudat akibat presipitasi protein. Kompres terdiri dari dua macam, yaitu kompres terbuka dan
kompres tertutup. Kompres terbuka dasarnya adalah penguapan cairan kompres disusul oleh
absorbsi eksudat atau pus. Indikasinya meliputi dermatosis madidans, infeksi kulit dengan eritem
yang mencolok (misalnya erisipelas) dan ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta (Hamzah,
2005). Menurut Hardyanto (1990) cara kompres bekerja pada radang akut melalui :
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
By : Rickky_Kurniawan@2009 3
1) Penguapan air akan menarik kalor dari lesi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang
mengakibatkan eritem berkurang.
2) Vasokonstriksi memperbaiki permeabilitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum dan udem
berkurang.
3) Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah terangkat
bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang makanan untuk bakteri dari
cairan yang terperangkap di bawah krusta. Kompres tertutup (kompres impermeabel) dasarnya
adalah vasodilatasi, bukan untuk penguapan. Indikasinya ialah kelainan yang dalam, misalnya
limfogranuloma venereum (Hamzah, 2005).
b. Bedak
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat
sehingga penetresinya sedikit sekali. Efek bedak ialah mendinginkan, antiinflamasi ringan karena
ada sedikit efek vasokonstriksi, antipruritus lemah, mengurangi pergeseran pada kulit yang
berlipat (intertrigo) dan proteksi mekanis. Pengobatan dengan bedak yang diharapkan terutama
ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talkum venetum. Bedak biasanya dicampur dengan seng
oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorbsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan
antipruritus lemah. Indikasi pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,
mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah. Kontraindikasinya adalah dermatitis yang
basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder (Hamzah, 2005). Jika terjadi eksudat atau
pus, maka campuran bedak dengan eksudat merupakan adonan yang memudahkan terjadinya
infeksi (Djuanda, 1994).
c. Salep
Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti
mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Indikasinya adalah
dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik dan dermatosis yang
bersisik dan berkrusta. Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit
terdapat pada bagian badan yang berambut, penggunaan salep tidak dianjurkan dan salep jangan
dipakai di seluruh tubuh (Hamzah, 2005).
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
By : Rickky_Kurniawan@2009 4
d. Bedak kocok
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak yang biasanya ditambah dengan gliserin
sebagai bahan perekat, supaya bedak tidak terlalu kental dan cepat menjadi kering maka jumlah
zat padat maksimal 40 % dan jumlah gliserin 10 – 15 %. Hal ini berarti jika beberapa zat aktif
padat ditambahkan, maka prosentase tersebut jangan terlampaui. Indikasi digunakan bedak
kocok adalah dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta dermatosis pada keadaan
sub akut. Kontraindikasinya ialah dermatitis madidans dan daerah badan yang berambut
(Hamzah, 2005).
e. Krim
Krim adalah emulsi O/W (oil in water) atau W/O (water in oil). Kombinasi antara minyak
dengan air ditambah emulgator menghasilkan emulsi W/O atau O/W, bergantung pada susunan
komponen di atas. Krim W/O (cold cream) lebih cocok dipakai waktu malam karena melengket
lebih lama di kulit. Krim O/W (vanishing cream) lebih cocok dipakai waktu siang karena lebih
cair dan tidak lengket (Madani, 2000). Indikasi digunakan krim ialah indikasi kosmetik,
dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh digunakan di daerah yang berambut. Kontraindikasi
untuk krim W/O ialah dermatitis madidans (Hamzah, 2005).
f. Pasta
Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan.
Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah. Kontraindikasinya ialah dermatosis
yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan
badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat (Hamzah, 2005). Sekarang pasta jarang
dipakai karena pengolesan dan pembersihannya lebih sulit (Madani, 2000).
g. Linimen
Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak dan salep. Indikasi penggunaanya
yaitu pada dermatosis yang subakut. Kontraindikasinya yaitu dermatosis madidans (Hamzah,
2005). Menurut Hamzah (2005) ada vehikulum lain yaitu gel. Gel ialah sediaan hidrokoloid atau
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
By : Rickky_Kurniawan@2009 5
hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa organik. Zat untuk membuat gel di
antaranya ialah karbomer, metilselulosa dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air
dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat
jernih dan halus. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.
Absorbsi per kutan lebih baik daripada krim. 2. Bahan aktif Pemilihan obat topikal selain faktor
vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan ke dalam vehikulum, yang mempunyai
khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi
oleh keadaan fisiko-kimia permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk konsentrasi obat,
kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas dan efek vehikulum terhadap kulit.
Bahan-bahan aktif yang biasa digunakan pada penyakit kulit secara umum di antaranya ialah
alumunium asetat, asam asetat, asam benzoat, asam borat, asam salisilat, asam undesilenat, asam
vitamin A (tretionin, asam retinoat), benzokain, benzil benzoat, camphora, kortikosteroid topikal,