PENATALAKSANAAN KERACUNAN MAKANAN
PENATALAKSANAAN KERACUNAN MAKANAN
Oleh :
Abdul Rahim bin Abdul Rauf
100100283
Nabilah binti Saroni
100100287
Nurul Erma Susanti binti Soekarno
100100295
Khamisah binti Ghazali
100100386
Muhibbuddin Muhammad Isa
100100393
Pembimbing :
dr. Murniati Manik, MSc., SpKK, SpGK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN KERACUNAN MAKANAN
Oleh :
Abdul Rahim bin Abdul Rauf
100100283
Nabilah binti Saroni
100100287
Nurul Erma Susanti binti Soekarno
100100295
Khamisah binti Ghazali
100100386
Muhibbuddin Muhammad Isa
100100393
PEMBIMBING
dr. Murniati Manik, MSc., SpKK, SpGK
NIP. 195307191980032001
Penilaian makalah :
Struktur :
Penilaian topik pembahasan :
Kedalaman isi :
Nilai total :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan anugerah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penulisan makalah dengan judul Penatalaksanaan Keracunan
Makanan.
Di dalam penulisan makalah ini, ternyata penulis mendapat banyak
bantuan baik dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan, kepada :
dr. Murniati Manik, MSc., SpKK, SpGK selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada
penulis selama menyelesaikan penulisan makalah ini.
Seluruh Konsulen di Departemen Ilmu Gizi FK USU yang telah
memberi saran dan masukan di dalam penyusunan makalah ini.
Seluruh Staf Departemen Ilmu Gizi FK USU yang telah mendukung
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan dari
penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
Medan, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN.........................................................................................i
KATA
PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR
ISI...............................................................................................................iii
BAB 1
PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar
Belakang.................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA..................................................................................3
2.1. Keracunan
Makanan.......................................................................................3
2.1.1.
Definisi...................................................................................................
2.1.2.
Etiologi..................................................................................................
2.1.3. Faktor
Risiko.......................................................................................
2.1.4.
Diagnosis..............................................................................................
2.1.4.1 Anamnesis
2.1.4.2 Pemeriksaan Fisik
2.1.4.3 Pemeriksaan Laboratorium
2.1.4.4 Pemeriksaan Penunjang
2.1.5.
Penatalaksanaan..................................................................................
2.1.6.
Pencegahan.........................................................................................
BAB 3
KESIMPULAN............................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Arisman (2009), keracunan makanan berarti penyakit yang
terjadi setelah menyantap makanan mengandung racun yang dapat
berasal dari jamur, kerang, pestisida, susu, bahan beracun yang
terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri.
Sekretaris Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Depkes dan Kesos, dr. I Nyoman Kandun MPH, mengungkapkan
dalam harian Kompas bahwa selama kurun waktu tahun 1989-2000,
terdapat 400 laporan kejadian penyakit akibat makanan dengan 25.908
korban meliputi keracunan bongkrek pada tahun 1990, biskuit beracun
tahun 1995, mi instan beracun tahun 1996, kasus keracunan pemberian
makanan tambahan pada anak sekolah di Lampung, keracunan makanan di
Bali tahun 1997. Selain itu, diberitakan pula bahwa keracunan yang
disebabkan oleh makanan dari jasa boga sebanyak 33,8%, keluarga
29,2%, jajanan 18,5%, industri 4,6%, dan tak diketahui 13,9%. Dari
berbagai kasus keracunan tersebut, ternyata yang menjadi
penyebabnya adalah rendahnya kebersihan individu maupun sanitasi
lingkungan (Yuliarti, 2007).
Pada dasarnya, racun ini mampu merusak semua organ tubuh manusia
tapi yang paling sering terganggu adalah saluran cerna dan sistem
saraf. Gangguan saluran cerna bermanifestasi sebagai sakit perut,
rasa mual, muntah dan terkadang disertai diare. Sementara itu,
gangguan sistem saraf timbul sebagai rasa lemah, gatal, kesemutan
(parestesi) dan kelumpuhan (paresis) otot pernafasan (Arisman,
2009).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keracunan Makanan
2.1.1. Definisi
Keracunan makanan merupakan satu penyakit gastroenteritis akut.
Penyakit ini terjadi karena kontaminasi bakteri hidup atau toksin
yang dihasilkannya pada makanan atau karena kontaminasi zat-zat
anorganik dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang
(Chandra, 2007).
2.1.2. Etiologi
Sedangkan menurut Yuliarti (2007), keracunan makanan dapat
terjadi karena beberapa hal :
Mikroorganisme. Keracunan akibat mikroorganisme ini dapat
dibedakan menjadi food intoxification dan food infection. Food
intoxification adalah keracunan yang terjadi karena tercemarinya
makanan oleh toksin yang ada dalam makanan. Kasus ini bisa
disebabkan oleh tercemarnya makanan tersebut oleh eksotoksin yang
dihasilkan Clostridium botulinum maupun enterotoksin yang
dihasilkan Staphylococci. Food infection terjadi karena makanan
terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen seperti
Salmonella, Proteus, Escherichia dan Pseudomonas yang ada dalam
makanan tersebut.
Bahan kimia. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua bahan
kimia adalah beracun. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia, zat
kimia ini akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis
dan jumlah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Contoh zat kimia
beracun ini adalah senyawa merkuri yang dapat menimbulkan kelainan
genetik atau keracunan. Bahan kimia yang sering kita kenal sebagai
bahan tambahan makanan seperti pengawet, pewarna, pengental dan
penyedap rasa pun dapat menjadi racun bagi tubuh kita apabila
dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.
2.1.3.Faktor Risiko
Menurut Yuliarti (2007), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keracunan makanan :
Sumber racun yang mencemari makanan dapat berasal dari
mikroorganisme yang sangat mudah tumbuh di negara tropis seperti
Indonesia.
Kewaspadaan kita sebagai konsumen tampaknya sangat kurang.
Pola hidup masyarakat yang suka jajan di pinggir jalan yang
ramai oleh kenderaan selain juga dikepong debu berterbangan.
Pedagang makanan yang tidak higenis.
Pencemaran makanan oleh zat kimia misalnya penyedap rasa, vetsin
(MSG) yang tinggi, pewarna misalnya pewarna tekstil, pemanis buatan
atau pengawet buatan yang berlebihan.
2.1.4.Diagnosis
Keracunan makanan dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang.
2.1.4.1. Anamnesis
Informasi yang harus diperoleh meliputi masa inkubasi, dan
durasi penyakit, jenis makanan yang disantap, tempat makan,
karakteristik dan frekuensi muntah atau diare, serta keterkaitan
dengan gejala sistemik lain (Arisman,2007).
Antara karakteristik keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri adalah penderita menyantap jenis makanan yang sama,
penyakit menyerang pada banyak orang dalam waktu bersamaan, sumber
penyebab sama, dan gejala-gejala penyakitnya mirip satu dengan yang
lain (Chandra, 2007).
Tabel berikut menjelaskan penyebab dari keracunan makanan
berdasarkan onset (masa awitan) dan gejala utama (Arisman,
2009):
2.1.4.2. Pemeriksaan Fisik
Tanda dan gejala klinis keracunan makanan meliputi (Arisman,
2009 & Victoria,2007):
Nausea dan muntah
Diare berdarah (bloody diarrhea) maupun berair (profuse watery
diarrhea)
Nyeri perut dan kram yang hebat
Demam
Tanda-tanda keterlibatan sistem saraf, seperti parestesi,
kelemahan sistem motorik, gangguan penglihatan, kelemahan saraf
kranial, sakit kepala, pusing, urtikaria, dan gagal napas ,
gangguan saraf otonom tercermin sebagai flushing (merah di daerah
leher dan muka), hipotensi, dan reaksi anafilaksis.
Mialgia
Limfadenopati
Gambaran yang mirip apendisitis (appendicitis like
presentation)
Oliguria
Kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningeal.
2.1.4.3.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah, air seni,
dan tinja. Kultur tinja diindikasikan terutama bila pasien
mengalami diare berdara, nyeri perut yang hebat atau dalam keadaan
immunocompromised (Arisman, 2009).
Pengambilan spesimen sangat bergantung pada situasi, yaitu dapat
diperoleh dari penderita, makanan sisa, dan pengolahan makanan.
Spesimen yang harus dikumpulkan meliputi tinja, urin, darah
muntahan penderita, dan spesimen kontrol (orang yang menyantap
makanan yang sama, tetapi tidak jatuh sakit) (Arisman, 2009).
2.1.4.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis (foto polos abdmoen) harus dilakukan bila
pasien mengeluh perut kembung, sakit perut hebat, atau dicurigai
sudah terjadi obstruksi atau perforasi. Jika diare telah bercampur
darah, sigmoidoskopi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis penyakit lain yang bersamaan, seperti inflammatory bowel
disease, disentri amuba, atau diare yang terkait dengan penggunaan
antibiotik (Arisman, 2009).
2.1.5.Penatalaksanaan
2.1.5.1.Cairan Rehidrasi
Penanganan utama bagi keracunan makanan adalah mengatasi
dehidrasi sambil menghentikan muntah serta diare dengan pemberian
cairan rehidrasi. Pemberian ini bukan sekadar pengganti cairan yang
telah hilang tetapi juga untuk mengkompensasi deifsit elektrolit
(natrium, kalium, florida, magnesium) yang terbawa bersama muntah
dan diare (Arisman, 2009).
Pemberian cairan rehidrasi dapat mengurangkan kadar mortalitas
yang disebabkan oleh Cholera dari > 50% (kasus yang tidak
ditangani) menjadi < 1%. World Health Organization (WHO)
merekomendasikan 1 liter cairan mengandung 3.5 g sodium chloride,
2.5 g sodium bicarbonate, 1.5 g potassium chloride dan 20 g glucose
(atau 40 g sucrose). Cairan rehidrasi oral yang mengandung rice
atau cereal lebih efektif berbanding glucose-based solution. Pasien
yang mengalami dehidrasi berat atau pasien yang mengalami muntah
akibat penggunaan terapi oral, perlu menerima terapi cairan secara
intravena seperti Ringer lactate (Kasper et al.,2009).
2.1.5.2. Terapi Medikamentosa
Obat-obat yang lazim digunakan adalah antidiare, antibiotik,
antitoksin, antihistamin, kortikosteroid, adrenergik agonis,
simpatomimetik dan atropin. (Arisman, 2009)
Golongan obat antidiare yang paling efektif adalah golongan
opioid dan derivatifnya yang mempunyai efek maksimum antidiare dan
efek minimal CNS. Contohnya, diphenoxylate dan loperamide.
Difenoxin, metabolik aktif dari diphenoxylate, juga turut
dipreskripsikan berbanding loperamide yang diformulasikan sendiri
diphenoxylate diformulasikan bersama antimuskarinik seperti atrofin
untuk mengurangi penyalahgunaan obat (Katzung & Trevor, 2008).
Diphenoxylate tersedia dalam bentuk tablet dan sirup yang
mengandung 2.5 g difenoksilat dan 25 mikrogram atropin sulfat tiap
tablet atau tiap 5 mL sirop. Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan
diare pada orang dewasa 20 mg per hari dalam dosis terbagi.
Manakala loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg
per 5 mL dan digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari. Kedua obat
mempunyai efek memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus (Gunawan,
2011).
Pemilihan antibiotik selayaknya didasarkan pada tanda dan gejala
klinis, jasad renik yang terdapat dalam spesimen dan hasil uji
sensitifitas. Antimikroba berdasarkan mekanisme kerjanya,
antimikroba terbagi kepada lima kelompok :
Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba. Contoh
sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon
mempunyai efek bakteriostatik.
Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Contoh
sefalosporin, basitrasin, vankomisin mempunyai efek
bakterisidal.
Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Contoh
polimiksin, golongan polien serta antimikroba kemoterapeutik
(antiseptic surface active agent).
Antimikroba menghambat sintesis protein sel mikroba. Contoh
aminoglikosid, makrolid, tetrasiklin, kloramfenikol.
Antimikrob yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Contoh rifampisin dan quinolon (Gunawan, 2011).
Penanganan keracunan makanan akibat tertelan bahan kimia atau
jamur bergantung pada jenis bahan kimia atau toksik yang
bersangkutan. Umumnya pendekatan terapi keracunan bersifat
supportif. Contohnya bilas lambung dilakukan bila zat beracun yang
diperkirakan masih berada dalam lambung. Pada kasus keracunan
dengan masa inkubasi pendek, kecuali termakan jamur atau zat kimia,
tidak memerlukan pengobatan spesifik kecuali rehidrasi (Arisman,
2009).
2.1.5.3.Nutrisi
Selama keracunan belum usai, pasien dianjurkan mengkonsumsi air
beras untuk membantu menenangkan peradangan selain memperbanyak
minum. Lactobacillus acidophillus juga dianjurkan terutama bagi
mereka yang diresepkan antibiotik. Kalsium fosfat secara teoritis
membantu mencegah infeksi organisme tertentu dalam makanan. Kalsium
fosfat berkhasiat protektif terhadap keracunan akibat Salmonella
enteriditis.
Coumarin terbukti dapat menghentikan pertumbuhan E. coli,
meskipun belum dapat diekstrapolasikan kepada manusia. Coumarin
tersimpan rapi dalam berbagai jenis buah dan sayuran. Oleh sebab
itu, orang yang kerap berpergian dianjurkan untuk mengkonsumsi buah
dan sayur (tentu saja yang telah dicuci bersih atau dimasak
terlebih dahulu) agar terhindar dari infeksi E. coli (travelers
diarrhea).
Alpha-lipoic acid sangat dianjurkan karena sifatnya sebagai
antioksidan. Zat ini banyak terkandung dalam brokoli, bayam dan
daging sapi serta sangat berkhasiat dalam pengobatan keracunan oleh
jamur. Dosis suplementasi yang dianjurkan adalah sebesar 50 mg
(dimakan 2 kali sehari) atau 100 mg sehari sekali makan.
2.1.6. Pencegahan
Karena angka kejadian keracunan makanan yang tinggi, maka
diperlukan langkah-langkah pencegahan untuk menguranginya. Antara
sektor-sektor yang berperan dalam pencegahan keracunan makanan
adalah:
Sektor kesehatan : Sebagai pusat layanan kesehatan primer,
sektor kesehatan bertanggungjawab untuk memberikan penyuluhan
kepada penduduk pada umumnya dan kelompk berisiko tinggi pada
khususnya (pelancong, lansia, pasien dengan permasalahan kesehatan
utama, dan ibu hamil).
Sektor pendidikan : Salah satu kendala utama dalam keamanan
makanan adalah kurangnya pengetahuan atau kesadaran yang dimiliki
oleh tenaga kesehatan, sehingga mereka tidak siap untuk memberikan
informasi kepada pasien dan masyarakat luas. Sehingga mereka perlu
mendapatkan pelatihan tentang keamanan makanan serta epidemiologi
dan terus mengikuti perkembangannya.
Sektor pariwisata : Seiring perubahan gaya hidup, semakin banyak
orang yang akan makan di luar rumah seperti di restoran, di dalam
pesawat udara, di atas kapal persiar, di kantin, dan di penjaja
kaki lima. Sektor pariwisata dapat memberikan informasi kepada
wisatawan untuk membuat pilihan yang bijak tentang makanan dengan
memberikan informasi tentang unsur-unsur essensial dalam keamanan
makanan.
Media Massa : Media yang meliputi radio, televisi, suratkabar,
majalah dan jenis barang cetakan lainnya memainkan peranan yang
penting dalam menggugah kesadaran masyrakat tentang masalah
keamanan makanan. Oleh karena itu, pihak berwenang kesehatan harus
selalu berhubungan dengan media dan melakukan pengkajian yang
merata dan akurat terhadap permasalahan sehingga pesan yang tepat
dapat sampai ke masyarakat.
Tips Sederhana Mencegah Keracunan Makanan (Arisman, 2007)
Menjaga agar makanan yang panas tetap panas atau yang dingin
tetap dingin
Menyimpan makanan yang mudah membusuk dalam freezer
Menyimpan makanan sisa sesegera mungkin dalam lemari es
Memasak makanan hingga matang
Tidak menggunakan telur mentah yang telah retak kulitnya
Mencuci tangan sebelum mengolah makanan dan setelah menyentuh
bahan makanan mentah
Menggunakan dua alas pemotong: nsatu untuk daging, satu untuk
sayuran
Mencuci bersih alas pemotong minimal tiga kali seminggu dengan
hydrogen peroksida
Segera pulang setelah berbelanja terutama semasa musim panas dan
segera menyimpan belanjaan sesuai petunjuk pada label
Cuci peralatan yang telah bersentuhan dengan bahan mentah
Memanaskan ulam makanan sehingga mendidih setidaknya selama 4
menit
Mencuci lap dapur dengan larutan (1 bagian pemutih berbasis
klorin)
Buang makanan kaleng yang sudah berkarat, gelembung, pecah atau
sudah bocor
Atur suhu lemari es pada