Page 1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
TRIGGER FINGER DENGAN MODALITAS INFRA RED,
TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION
DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD Ir. SOEKARNO
SUKOHARJO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
SATRIO BAYU KURNIANSYAH
J100150017
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
Page 2
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
TRIGGER FINGER DENGAN MODALITAS INFRA RED,
TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION
DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD Ir. SOEKARNO
SUKOHARJO
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
SATRIO BAYU KURNIANSYAH
J100150017
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Arin Supriyadi, SSt.FT., M.Fis
NIP/NIK: 400.1804
Page 3
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
TRIGGER FINGER DENGAN MODALITAS INFRA RED,
TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION
DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD Ir. SOEKARNO
SUKOHARJO
Oleh
SATRIO BAYU KURNIANSYAH
J100150017
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Sabtu, 07 Juli 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Arin Supriyadi, SSt.FT., M.Fis ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Wijianto S.St., M.Or ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Farid Rahman, SSt.FT.,M.Or ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr.Mutalazimah.SKM.,M.Kes
NIK/NIDN: 786/06-1711-7301
Page 4
iii
PERNYATAAN
Dengan ini sayamenyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah untuk mendapatkan gelar di suatu perguruan tinggi
dan sepajang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sercara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelah terbukti ada ketidak benaran dalam pernyataan saya di
atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 11 Juli 2018
Penulis
SATRIO BAYU KURNIANSYAH
J100150017
Page 5
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TRIGGER FINGER
DENGAN MODALITAS INFRA RED, TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL
NERVE STIMULATION DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD Ir.
SOEKARNO SUKOHARJO
Abstrak
Trigger finger terjadi karena ada peradangan pada tendon di tangan menyebabkan
nyeri tekan dan kelainan bentuk. Kondisi ini membatasi gerak jari dan tidak bisa
meluruskan kembali. Karya tulis ilmiah ini untuk mengetahui manfaat pemberian
infra red, transcutaneous electrical nerve stimulation dan terapi latihan. Setelah
mendapatkan tindakan terapi sebanyak 6 kali, adanya penurunan nyeri tekan T1 :
1 menjadi T6 : 0, nyeri gerak T1 : 4 menjadi T6 : 1, adanya peningkatan lingkup
gerak sendi MCP T1 : 20 - 0- 30 menjadi T6 : 35 - 0 - 42, PIP T1 : 0 – 0 - 20
menjadi T6 : 0 - 0 - 38, DIP T1: 0 - 0 - 20 menjadi T6: 0 - 0 – 40, adanya
peningkatan kekutan otot otot fleksor phalang T1 : 4 menjadi T6 : 5, otot
ekstensor phalang T1 : 2 menjadi T6 : 3. Adanya penurunan nyeri tekan dan
gerak, adanya peningkatan lingkup gerak sendi pada gerakan fleksi dan ekstensi,
adanya peningkatan kekuatan otot fleksor phalang dan ekstensor phalang.
Kata kunci: Trigger finger, infra red (IR), transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), terapi latihan (TL).
Abstract
Trigger finger accurs because there is inflammation of the tendon in the hands
causing tenderness and deformity. This condition limits the motion of the finger
and can not straighten again. This scrientific paper to know the benefits of infra
red, transcutaneous electrical nerve stimulation and exercise therapy. After getting
therapy in 6 times, T1 : 1 to T6 : 0, T1 : 4 to T6 : 1, incrased MCP T1 : 20 - 0 - 30
to T6 : 35 - 0 - 42, PIP T1 : 0 - 0 - 20 to T6 : 0 - 0 - 38, DIP T1 : 0 - 0 - 20 to T6 :
0 - 0 - 40, there is increase in muscle strength of fleksor muscle phalang T1 : 4 to
T6 : 5, extensor phalang T1 : 2 to T6 : 3. There is decrase of tenderness and
motion, increasing of joint motion in flexion and extension movement, also
incrase of flexor strength of phalang and phalang extensor.
Keywords: Trigger finger, infra red (IR), transcutaneous electrical nerve
stimulation TENS and exercise therapy.
1. PENDAHULUAN
Jari-jari tangan merupakan bagian organ tubuh manusia yang penting untuk
melakukan aktifitas sehari-hari. Region ini paling aktif dan rawan mengalami
cedera. Banyak kasus yang mengenai pada pergelangan tangan seperti trigger
finger,de quervain syndrome, carpal tunel syndrome, rheumatoid arthritis,
dupuytren contracture.
Page 6
2
Disini penulis akan membahas kasus tentang trigger finger. Pada
kasus trigger finger apabila jari tangan ditekuk akan mengalami kesulitan
saat akan diluruskan kembali dan akan berbunyi klik pada saat diluruskan.
Menurut (Sondang, 2011) biasanya trigger finger terjadi dikarenakan
proses penuaan pada manusia. Dengan jumlah manula di indonesia sekitar
20 persen dari jumlah penduduk keseluruhan, 10 persenya mengalami
trigger finger. Resiko terken sekitar 2% sampai 3%, dengan wanita lebih
sering terkena dari pada pria. Resiko tertinggi 10% diantaranya penderita
diabetes melitus. Jari manis dan ibu jari yang sering terganggu (Ballard &
Kozlow, 2016). Gejala yang dirasakan rasa sakit (nyeri), berbuyi klik dan
hilangnya gerakan jari. Fungsional limitation dapat mencakup
keterbatasan gerak jari tangan, seperti memasak, mencuci, menjahit,
memotong dan dapat menyebabkan jari tangan terkunci pada posisi fleksi
(Valdes, 2012).
Dalam kasus Trigger Finger, fisioterapi berperan dalam
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional yang di
dapatkan pada kasus Trigger Finger dengan modalitas : Infra Red (IR),
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan Terapi Latihan.
Modalitas tersebut diharap dapat mengurangi keluhan pada pasien Trigger
Finger. Tujuan pemberian modalitas diatas adalah mengurangi nyeri,
meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot agar
pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasanya. Berdasarkan
latar belakang tersebut dan ingin mengetahui seberapa efektifnya
modalitas yang di berikan pada kasus trigger finger sehingga penulis
tertarik mengambil kasus tersebut sebagai bahan penelitian dengan judul
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Trigger Finger dengan modalitas
Infra Red (IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan
Terapi Latihan.
Page 7
3
2. METODE
2.1 Teknologi Intervensi Fisioterapi
2.1.1 Infra Red
Infra red bentuk energi elektromagnetik yang tak terlihat. Radiasi infra
red dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang
gelombang, yaitu infra red dekat (NIR, 0.8–1.5 µm), infra red tengah
(NIR, 1.5–5.6 µm), dan infra red jauh (NIR, 5.6–1000 µm). Radiasi
infra red dapat memungkinkan beberapa bentuk energi untuk
dihantarkan ke jaringan subkutan sekitar 2-3 cm tanpa pemanasan yang
berlebih. Mekanisme infra red sinar yang di hasilkan oleh infra red
dapat memberikan efek menurunya ketegangan otot, kekakuan sendi,
meningkatkan aliran darah dan merileksasikan sistem saraf. Penurunan
nyeri dipengaruhi oleh keluarnya endorphin, peningkatan serotonim
dan efek anti inflamasi (Widowati et al, 2017).
2.1.2 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation adalah intervensi
nonfarmakologi dengan mengaktifkan jaringan saraf komplek untuk
menghambat sistem saraf pusat untuk mengurangi hiperalgesia dan rasa
nyeri. Pada frekuensi dan intensitas tertentu TENS mengaktifkan serat
afferent ke sistem saraf pusat untuk mengaktifkan sistem inhibitory
untuk mengurangi hiperalgesia. Blokade aktivitas neuro di
periaqueductal gray (PAG), rostral ventromedial mendulla (RVM) dan
sumsum belakang menghambat efek analgesic (Vance et al, 2014).
Mekanisme TENS aliran listrik yang dihasilkan menutup gerbang
transmisi nyeri ke serabut saraf kecil dan menstimulasi serabut saraf
besar, kemudian serabut saraf besar akan menutup informasi nyeri
menuju otak dan meningkatkan aliran darah ke tempat yang nyeri dan
TENS menstimulasi menghasilkan anti nyeri alamiah tubuh yaitu
endorfin (Nuach et al, 2010).
Page 8
4
2.1.3 Active Exercise
Active Exercise suatu gerakan yang dihasilkan oleh diri sendiri tanpa
bantuan dari luar. Gerakan yang terjadi karena adanya kontraksi otot
dan mampu melawan gravitasi. Dengan gerakan aktif maupun pasif
akan merangsang propiceptif dengan adanya perubahan panjang otot,
darah bergerak ke jaringan sehingga terjadinya penambahan nutrisi.
Perlengketan jaringan dapat dicegah dan LGS bertambah (Kurniasari,
2010).
2.1.4 Hold Relax Exercise
Hold Relax Exercise gerakan yang dihasilkan dari gerakan diri sendiri
da nada tahanan dari orang lain tetapi di pertengahan gerakan diberikan
kontraksi. Pengulangan berulang- ualang dari hold relax terdapat
jaringan lunak yang memendek sehingga menyebabkan jaringan
kontraktil yang memendek akan terulur secara progresif. Dengan
adanya kontraksi isometric kelompok otot antagonis yang kuat diselingi
rileksasi tiba-tiba otot antagonis memfasilitasi serabut saraf afferent
pada otot antagonis dan menyebabkan relaksasi pada komponen otot
agonis dan antagonis dan menghambat aktifitas noxe sehingga spasme
otot menurun, tetapi mekanisme otot dan absorbs “p” substance
semakin membaik, lingkup gerak sendi bertambah (Hendrik, 2012).
2.1.5 Active resisted exercise
Active resisted exercise suatu gerakan yang dihasilkan dari diri sendiri
dan melawan tahan, baik tahanan dari kekuatan alat ataupun dari
pemberian tahanan dengan gerakan aktif. Pemberian tahan dapat
diberikan oleh terapis, keluarga, orang sekitar. Gerakan melawan tahan
juga dapat dari diri sendiri. Latihan isotonik, latihan memendeknya otot
agar menghasilkan kontraksi otot dengan pengerakan aktif. Latihan
isotonik menghasilkan kontraksi otot, terjadinya perubahan panjang
otot dan merangsang osteoblastik (sel pembentuk otot). Latihan ini
untuk meningkatkan tonus otot, dan kekuatan otot (Mudrikhah, 2012).
Page 9
5
2.2 Proses Fisioterapi
2.2.1 Pengkajian Fisioterapi
1) Anamesis
2) Pemeriksaan Obyektif
2.2.2 Problematika Fisioterapi
Problematika atau diagnosa fisioterap pada kasus Trigger Finger
akan ditemukan masalah antara lain :
1) Impairment
a) Body Structure: Kerusakan pada tenosynovitis tendon fleksor,
Nyeri pada sendi MCP, Penyempitan saluran tendon.
b) Body Function: Kerterbatasan mobilitas gerak pada tendon
fleksor. Penurunan kekuatan tendon fleksor.
2) Functional Limitions
Pasien mengalami kerterbatasan pada saat aktifitas sehari-hari
seperti: mengengam benda, berkendara, menulis, memotong.
3) Disability
Terdapat permasalahan yang berhubungan sebagai ibu rumah tangga
seperti: memasak, mencuci, menjahit.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Setelah dilakukan terapi sebanyak 6x terapi hasil peningkatan dapat dilihat
dari hasil pemeriksaan sebagai berikut:
3.1 Evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS (visual descriptive scale)
Gambar 1. Grafik hasil pemeriksaan nyeri dengan menggunakan VDS
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
T1
T3
T5
Chart Title
Gerak Tekan Diam
Page 10
6
Setelah melaksanakan terapi sebanyak 6 kali dan dilakukan elavuasi.
Terapi menggunakan Infra Red (IR) dan Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation (TENS) dapat dilihat bahwa terdapat penurunan nyeri
dari T1 sampai T6 yang dapat dilihat pada grafik diatas. Berdasarkan
hasil pemeriksaan nyeri terdapat penurunan nyeri terutama pada nyeri
tekan awalnya T1 : 1 menjadi T6 : 0 dan nyeri gerak awalnya T1 : 4
menjadi T6 : 1.
3.2 Evaluasi kekuatan otot dengan menggunakan MMT (manual muscle
testing)
Gambar 2. Grafik hasil pemeriksaan kekuatan otot dengan
menggunakan MMT
Setelah melaksanakan terapi selama 6 kali dan dilakukan evaluasi.
Terapi mengunakan terapi latihan Active Exercise, Active Resisted
Exercise dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot dari
T1 sampai T6 yang dapat dilihat pada grafik diatas. Berdasarkan hasil
pemeriksaan kekuatan otot terdapat peningkatan kekuatan otot fleksor
dari T1 : 4 menjadi T6 : 5 dan ekstensor T1 : 2 menjadi T6 : 3.
3.3 Evaluasi lingkup gerak sendi dengan menggunakan goniometer
Tabel 1. hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi dengan
menggunakan goniometer
TAHAPAN
TERAPI
SENDI
MCP PIP DIP
T1 S : 20 - 0 – 30 S : 0 - 0 - 20 S : 0 - 0 – 20
T2 S : 20 - 0 – 30 S : 0 - 0 - 20 S : 0 - 0 – 20
T3 S : 23 - 0 – 30 S : 0 - 0 - 26 S : 0 - 0 – 33
T4 S : 23 - 0 – 34 S : 0 - 0 - 28 S : 0 - 0 – 35
T5 S : 28 - 0 – 37 S : 0 - 0 - 33 S : 0 - 0 – 38
T6 S : 35 - 0 – 42 S : 0 - 0 - 38 S : 0 - 0 – 40
0
2
4
6
T1 T2 T3 T4 T5 T6
AX
IS T
ITLE
AXIS TITLE
Chart Title
Fleksor Phalang 1
Ekstensor Phalang 1
Fleksor Phalang 2
Ekstensor Phalang 2
Fleksor Phalang 3
Page 11
7
Setelah melaksanakan terapi selama 6 kali dan dilakukan evaluasi.
Terapi menggunakan Hold Relax Exercise dapat dilihat bahwa terdapat
peningkatan lingkup gerak sendi dari T1 sampai T6 yang dapat dilihat
di tabel diatas. Berdasarkan hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi
terdapat peningkatan dari MCP T1 : S : 20 - 0 - 30 menjadi T6 : S : 35 -
0 - 42, PIP T1 : S : 0 - 0 - 20 menjadi T6 : S : 0 - 0 - 38, DIP T1 : S : 0
- 0 - 20 menjadi T6 : S : 0 - 0 – 40.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Infra Red
Suatu jenis modalitas terapi yang menggunakan gelombang
elektromagnetik dengan kriteria panjang gelombang 770nm-106nm
yang berapa pada spectrum gelombang cahaya yang hanya dapat dilihat
dengan gelombang microwave, dengan tujuan sebagai pemanas struktur
musculoskeletal yang terdapat di superfisial dengan daya penetrasi 0,8-
1mm (Ii, Pustaka, & Dasar, 2015). Paparan sinar infra red
menghasilkan strimulus termoreseptor pada area nyeri sehingga
mengakibatkan vasomotor dilatator kapiler teraktivasi dan diikuti oleh
vasodilatasi pembuluh darah kapirel. Vasodilatasi kapiler akan
memberikan respon ke kapiler regional pada otot, sehingga
meningkatnya vaskularisasi otot. Termoreseptor akan memberikan efek
sedative pada sensor nerve ending di kulit bermanfaat untuk
meningkatkan rileksasi otot sehingga rasa nyeri berkurang (Ayu &
Yuspita, 2016).
3.2.2 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS merupakan modalitas fisioterapi yang sering digunakan untuk
mengurangi nyeri, seperti pada kasus-kasus trauma, inflamasi, cidera.
TENS menghasilkan arus listrik yang akan disampaikan ke permukaan
kulit melalui elektroda (Ayu & Yuspita, 2016). TENS merupakan
teknik analgesic non invansif yang sederhana. TENS akan
mengaktifkan serat raba berdiameter besar (A ) tanpa mengaktifkan
serat nociceptive berdiameter kecil (A dan C), sehingga akan
Page 12
8
menghasilkan subtansi analgesic segmental yang dikeluarkan otak dan
terlokasilir pada dermatom pada system saraf pusat ke saraf perifer
untuk mengurangi nyeri (Yulifah et al, 2009).
3.2.3 Active Exercise
Active Exercise merupakan salah satu dari beberapa terapi latihan yang
dapat digunakan sebagai modalitas fisioterapi untuk meningkatkan
kekuatan otot. Latihan aktif merupakan latihan isotonik yang
menyebabkan otot berkontraksi, pajang otot berubah, merangsang
aktifitas osteoblastik (sel pembentukan otot). Kontraksi isotonik
menyebabkan menigkatnya kekuatan otot pada lingkup gerak sendi.
Peningkatan kekuatan otot dipengaruhi oleh jumlah fibril otot, semakin
banyak fibril otot berkerja maka kekuatan otot semakin besar,
peningkatan kekuatan otot juga bisa disebabkan perubahan biokimia
otot yaitu meningkatnya kosentrasi kreatin, meningkatnya kosentrasi
keratin fosfat, meningkatnya glikogen dan ATP (M. Rasyid Ridha,
2015).
3.2.4 Hold Relax Exercise
Hold Relax Exercise merupakan salah satu dari beberapa terapi latihan
yang dapat digunakan untuk modalitas fisioterapi untuk meningkatkan
lingkup gerak sendi. Penguluran dengan adanya kontraksi isometrik
otot antagonis maka otot-otot menjadi rilek tidak terjadi perubahan
panjang otot, sehingga tidak menstimulus muscle spindle organs otot
antagonis. Gerakan kearah agonis menjadi lebih mudah dilakukan dan
dapat mengulur secara optimal untuk meningkatkan lingkup gerak sendi
(Yulianto Wahyono, 2016)
3.2.5 Active Resistes Exercise
Active Resisted Exercise merupakan salah satu dari beberapa terapi
latihan yang bisa digunakan untuk modalitas fisioterapi untuk
meningkatkan kekuatan otot. Pergerakan berulang-ulang dari gerakan
resisted exercise dapat mempengaruhi efisiensi kerja dari sistem
neuromuscular untuk meningkatkan motor unit. Motor unit bisa juga
Page 13
9
disebut juga sebagai saraf motoric. Kekuatan kontraksi berkaitan
dengan serabut otot semakin besar jumah dari motor unit semakin besar
pula serabut otot yang dihasilkan dan semakin kuat kontraksi otot yang
dihasilkan. Peningkatan masa otot dikenal dengan hipertropi, hipertropi
terjadi karena meningkatnya ukuran dari serabut otot yang disebabkan
meningkatnya volume myofibrillar yang mempengaruhi terhadap
meningkatnya kekuatan otot, power dan endurance (Bagus Naibaho,
2014).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Setelah melakukan terapi selama 6x terapi pada pasien Ny. S, umur 52
tahun dengan diagnosa medis trigger finger dengan modalitas Infra Red
(IR), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Active
Exercise, Active Resisted Exercise, dan Hold Relax menunjukan hasil
sebagai berikut:
1) Infra Red (IR) dan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dapat mengurangi nyeri pada kasus trigger finger.
2) Active Exercise dan Active Resisted Exercise dapat meningkatkan
kekuatan otot pada kasus trigger finger.
3) Hold Relax dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) pada
kasus trigger finger.
4.2 Saran
1) Kepada pasien
Pasien diharapkan melakukan secara rutin agar dalam proses
penyembuhan sesuai dengan apa yang diharapkan dan sering
melakukan latihan yang sudah diajarkan terapis seperti: (1) Berhenti
melakukan aktifitas berlebih pada jari tangan (2) Melakukan gerakan
mengengam dan membuka jari tangan (3) Melatih meremas dengan
media handuk (4) Mengompres jari tangan kanan dengan air hangat.
Page 14
10
2) Kepada fisioterapi
Selalu teliti dalam melakukan pemeriksaan agar tidak salah dalam
memberikan terapi, memberikan edukasi yang mudah dipahami pasien
agar proses penyembuhan sesuai dengan apa yang di harapkan, dan
meningkatkan ilmu pengetahuan dan dalam kasus ini modalitas yang
efisien adalah menggunakan utrasound.
3) Kepada masyarakat
Diharapkan bila merasakan nyeri pada jari tangan atau susah untuk di
tekuk maupun di luruskan segera untuk melakukan pemeriksaan
sebelum bertambah parah dan selalu berhati-hati dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ah Lee, S., Hyun Kim, B., Kim, S.-J., Na Kim, J., Park, S.-Y., & Choi, K. (2016).
Current status of ultrasonography of the finger. Ultrasonography, 3535(22),
110–123. https://doi.org/10.14366/usg.15051
Ayu, S., & Yuspita, A. (2016). Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sebelas Maret, 6, 101–111.
Ballard, T. N. S., & Kozlow, J. H. (2016). Trigger finger in adults. Cmaj, 188(1),
61. https://doi.org/10.1503/cmaj.150225
Hendrik., M. Nurdin T., Ramba Y. (2012). Pengaruh Pemberian Interferensi dan
Ultrasound Pada Penerapan Hold RelaxTerhadap Perubahan Nyeri dan Jarak
Gerak Sendi Lutut Pasien Osteoarthritis di RSUD Prof. HM. Anwar
Makkatutu Bantaeng, 1-14.
Kurniasari, S. D. (2010). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Paska
Operasi Pertrokanter Femur Dekstra. Pena, 19(1), 48–57.
Mudrikhah., Sudaryanto., A, Kartinah., A. (2012). Pengaruh Latihan Range Of
Motion Aktif Terhadap Peningkatan Rentang Gerak Sendi Dan Kekuatan
Otot Kaki Pada Lansia Di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta, 1-15.
Naibaho, B., Wibawa, A., Indrayani , A., W. (2014). Kombinasi Resistance
Exercise Dan Stretching Lebih Meningkatkan Keseimbangan Statis
Dibandingkan Stretching Pada Lansia Di Desa Blimbingsari, Kecamatan
Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali, 1-9.
Ridha, M. Rasyid., Miko, E. P. (2015). Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom)
Aktif Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah Pada Lansia Dengan
Osteoarthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Koni Kota Jambi, 45-52.
Nuach, B. M., Widyawati, I. Y., Hidayati, L., Program, M., Pendidikan, S.,
Keperawatan, F., … Airlangga, U. (2010). Pemberian Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation ( Tens ) Menurunkan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Bedah Urologi di Ruang Rawat Inap Marwah RSU Haji Surabaya.
Sondang, 2012. Saat Rehat Untuk Jari. Diakses 18
Page 15
11
Maret 2018 dari http:/tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Umum/Saat-Rehat-
Untuk-Jari/
Valdes, K. (2012). A retrospective review to determine the long-term efficacy of
orthotic devices for trigger finger. Journal of Hand Therapy, 25(1), 89–96.
https://doi.org/10.1016/j.jht.2011.09.005
Wahyono., Y. Utomo., B. (2016). Efek Pemberian Latihan Hold Relax Dan
Penguluran Pasif Otot Kuadrisep Terhadap Peningkatan Lingkup Gerak
Fleksi Sendi Lutut Dan Penurunan Nyeri Pada Pasien Pasca Orif Karena
Fraktur Femur 1/3 Bawah Dan Tibia 1/3 ATAS, 52-57.
Widowati, R., Murti, B., & Pamungkasari, E. P. (2017). Effectiveness of
acupuncture and infrared therapies for reducing musculoskeletal pain in the
elderly. Indonesian Journal of Medicine, 2(1), 41–51.
https://doi.org/10.26911/theijmed.2017.02.01.05
Yulifah, R., Moersintowarti, B. N., & Purnomo, W. (2009). Penggunaan Stimuli
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation ( Tens ) Dapat Menurunkan
Intensitas Nyeri dan Tingkat Kecemasan pada Persalinan Kala I. The
Indonesian Journal of Public Health, 5, 119–