Tinjauan Pustaka
Penatalaksanaan Extended Spectrum -lactamases (ESBL)I Gd Gupita
Dharma, Dewi Dian Sukmawati, AAA. Yuli Gayatri, I Ketut Agus Somia,
Made Susila Utama, Tuti Parwati MeratiDivisi Penyakit Tropik dan
Penyakit Infeksi Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah
DenpasarCephalosporin generasi ketiga seperti Ceftriaxone dan
Cefotaxime digunakan secara luas sejak awal tahun 1980 dan
dikembangkan karena makin meningkatnya prevalensi -lactamase yang
mampu menghidrolisis Ampicillin pada bakteri Enterobacteriaceae,
basil gram negatif yang tidak memfermentasi glukosa, dan beberapa
patogen saluran pernafasan seperti Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis. Tahun 1983, ditemukan -lactamase yang mampu
menghidrolisis extended cephalosporin oleh bakteri Klebsiella
pneumoniae di Jerman. Terdapat juga laporan serupa dari berbagai
tempat di Eropa dan Amerika Serikat. Karena aktivitasnya yang mampu
melawan oxyminocephalosporin, enzim ini lalu dikenal sebagai
Extended Spectrum -lactamases (ESBLs). 1DEFINISI
Antibiotik golongan beta lactam merupakan agen antimikroba yang
terdiri dari empat kelompok utama yaitu Penicillin, Cephalosporin,
Monobactam, dan Carbapenem (tabel 1). Keempat kelompok ini memiliki
cincin -lactam, yang dapat dihidrolisis oleh enzim -lactamase.2
Tabel 1. Kelompok dan contoh antimikroba golongan beta lactam.
2Kelompok beta lactamContoh antimikroba
Penicillin Penicillin G Penicillinase-resisten penicillin:
Methicillin, Nafcillin, Oxacillin, Cloxacillin
Aminopenicillin: Ampicillin, Amoxicillin
Carboxypenicillin: Carbenicillin, Ticarcillin
Ureidopenicillin: Mezlocillin, Piperacillin
Cephalosporin 1st generation: Cefazolin, Cephalothin,
Cephalexin, Cefadroxyl 2nd generation: Cefuroxime, Cefaclor,
Cefamandole, Cephamycins (Cefotetan, Cefoxitin)
3rd generation: Cefotaxime, Ceftriaxone, Cefpodoxime,
Ceftizoxime, Cefoperazone, Ceftazidime 4th generation: Cefepime,
Cefpirome
MonobactamsAztreonam
CarbapenemMeropenem, Ertapenem, Imipenem
Extended Spectrum -lactamase (ESBL) didefinisikan sebagai
-lactamase yang mampu menghidrolisis antimikroba kelompok
Penicillin, sebagian besar cephalosporin (namun tidak generasi
kedua Cephalosporin golongan Cefamycins), dan monobactam
(Aztreonam), namun dapat dihambat oleh -lactamase inhibitor (asam
klavulanat, sulbactam, dan tazobactam).3 Beberapa organisme yang
dapat menghasilkan ESBL antara lain Escherichia coli, Klebsiella
spp., Proteus mirabilis, Salmonella spp., Shigella spp.,
Enterobacter spp, Serratia spp., Citrobacter freundii, Morganella
morganii, Providencia spp, serta Hafnia alvei.4 ESBL merupakan
enzim yang dikode oleh plasmid. Karakteristik fenotip ini
membedakan ESBL dengan -lactamases tipe AmpC, kelompok lain yang
sering diisolasi dari bakteri Gram negatif yang resisten
extended-spectrum cephalosporin. -lactamases tipe AmpC ini tidak
mampu dihambat oleh -lactamases inhibitor atau Cephamycin dan
umumnya dikode oleh kromosom, walaupun dilaporkan dapat pula dikode
oleh plasmid.1PREVALENSI
Enterobacteriaceae, terutama Klebsiella spp. yang memproduksi
ESBL telah dikenal sebagai penyebab utama infeksi yang didapat di
RS sejak tahun 1980. Namun, sejak tahun 1990, beberapa patogen yang
didapat di komunitas yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kencing dan diare ditemukan juga mampu memproduksi enzim ESBL ini.
Patogen ini meliputi Escherichia coli, Salmonella sp., Shigella
sp., dan Vibrio cholera.3Prevalensi organisme penghasil ESBL
bervariasi di tiap negara di dunia (Gambar 1),5 Prevalensi ESBL di
Indonesia sendiri bervariasi di berbagai tempat, dengan data yang
tidak lengkap. Gambar 1. Frekuensi isolat Escherichia coli dan
Klebsiella pneumoniae dari survei TEST (2004-2006) di berbagai
area.5 Data bulan Juli hingga Desember 2013 di RS Sanglah
didapatkan bahwa Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri yang
menduduki ranking pertama pada peringkat ESBL dengan presentasi
ESBL positif sebesar 48%, disusul oleh Klebsiella oxytoca sebesar
40%, Escherichia coli sebesar 32%, Citrobacter sp sebesar 31%,
Enterobacter sp sebesar 29%, dan Serratia sp sebesar 24%. Secara
umum, bakteri Gram negatif dengan ESBL positif di RS Sanglah
sebesar 35%.6 SIGNIFIKANSI KLINIS
Diantara bakteri Gram negatif, kelompok Enterobacteriaceae
merupakan penyebab tersering infeksi yang didapat di rumah sakit,
yang meliputi infeksi saluran kencing, pneumonia, infeksi intra
abdomen, dan sepsis. 7 Beberapa faktor risiko mendapat
Enterobacteriaceae dengan ESBL positif tercantum pada tabel 2.
Sebagian besar wabah terjadi pada pasien di RS, terutama pasien
yang dirawat di ICU. Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli
merupakan spesies yang paling sering ditemukan, namun terdapat juga
laporan akibat Enterobacter sp., Pseudomonas sp., Citrobacter sp.,
Salmonella sp., Serratia sp., dan Morganella sp. 1 Tabel 2. Faktor
risiko mendapat Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL. 1Faktor
risiko mendapat Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL
Tingkat keparahan penyakit
Lama rawat di RS
Lama rawat di ICU
Prosedur invasif Alat medis intravascular
Pemberian nutrisi parenteral total
Alat bantu nafas mekanik
Penggunaan kateter urine
Gastrotomi, jejunostomi, atau penggunaan NGT
Usia
Hemodialisis
Ulkus dekubitus
Status nutrisi yang buruk
BB lahir rendah
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional Cephalosporin generasi
ketiga Aztreonam
Fluororoquinolones
Cotrimoxazole (trimethoprim/sulfamethoxazole)
Aminoglikosida
Metronidazole
METODE DETEKSITerdapat beberapa metode deteksi ESBL yaitu the
combination disk test (CDT), the double-disk synergy test (DDST),
the E-test ESBL, dan the broth microdilutional test.2,4 Manufaktur
uji kepekaan otomatis seperti Vitex juga telah mengimplikasikan tes
deteksi berdasarkan penghambatan enzim ESBL oleh asam klavulanat.4
Di RS Sanglah sendiri, metode yang digunakan adalah the double-disk
synergy test dan Vitex.
Gambar 2. The double-disk synergy test untuk mendeteksi
organisme penghasil ESBL.2TERAPIBeberapa faktor yang menentukan
pemilihan antibiotika dan manajemen lain akibat infeksi oleh
organisme penghasil ESBL antara lain: lokasi infeksi, beratnya
infeksi, keberadaan alat bantu buatan (prosthetic device atau
implant), parameter metabolik (fungsi ginjal dan hepar), serta
faktor terkait pasien (umur, kehamilan, laktasi). 3,8 Enzim ESBL
memberikan bakteri tersebut kemampuan untuk resisten terhadap
sebagian besar antibiotika golongan beta laktam, kecuali
Cephamycins dan Carbapenem. Selain itu, plasmid yang mengandung gen
yang mengkode enzim ESBL sering pula mengandung gen yang mengkode
resistensi terhadap agen antimikroba lainnya, seperti
aminoglikosida, trimethoprim, sulphonamides, tetracyclines, dan
kloramphenikol.3 Hal inilah yang menyebabkan pilihan terapi untuk
organisme penghasil ESBL menjadi sangat terbatas dan akan
mengakibatkan hasil akhir yang buruk jika diterapi dengan
antibiotika yang tidak tepat. 1Cephalosporin tidak direkomendasikan
sebagai terapi ESBL walaupun sensitif secara in vitro. Keberhasilan
terapi ditentukan oleh jumlah organisme penghasil ESBL (inoculum).
Banyak laporan mengenai organisme penghasil ESBL yang masih peka
terhadap Cephamycin secara in vitro. Cephamycin (Cefoxitin,
Cefotetan) memiliki struktur kimia yang berbeda dibanding
Cephalosporin lain sehingga tidak terpengaruh oleh hidrolisis ESBL.
Namun, hanya sedikit laporan mengenai penggunaan Cephamycin untuk
terapi infeksi serius oleh organisme penghasil ESBL. Kegagalan
terapi secara klinis terjadi karena mutasi bakteri penghasil ESBL
sehingga jumlah porin yang dimiliki organisme tersebut berkurang
dan Cephamycin tidak bisa menembus dinding sel luar bakteri. Selain
itu, organisme penghasil ESBL juga memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan banyak -lactamase termasuk enzim tipe AmpC yang
memerantarai resistensi terhadap Cephamycin.1,3 Penggunaan
Cefepime, generasi keempat Cephalosporin masih kontroversi.
Walaupun uji in vitro menunjukkan kepekaan, namun terdapat laporan
mengenai kegagalan terapi dengan penggunaan antimikroba ini.
Kepekaan Cefepime menurun apabila jumlah organisme yang diuji
(incoculum) meningkat. Hal inilah yang membuat Cefepime tidak
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. 1 Walaupun aktivitas
ESBL ini dihambat oleh asam klavulanat, kombinasi
-lactam/-lactamase inhibitor ini tidak dipertimbangkan sebagai
terapi optimal untuk infeksi serius oleh organisme penghasil ESBL
karena efektivitasnya secara klinis masih kontroversial. Mayoritas
organisme penghasil ESBL memproduksi lebih dari satu jenis
-lactamase dalam jumlah yang berbeda-beda, termasuk -lactamase tipe
AmpC. Hiperproduksi -lactamase yang bukan ESBL ini atau kombinasi
antara produksi -lactamase dengan gangguan porin juga dapat
mengurangi aktivitas -lactamase inhibitor. Selain itu, kombinasi
-laktam/-lactamase inhibitor juga menunjukkan peningkatan MIC
ketika jumlah organisme (inoculum) ditingkatkan. Akibatnya, infeksi
dengan tingkat organisme yang banyak (abses intra abdomen, sepsis)
dapat berhubungan dengan peningkatan produksi -lactamase yang cukup
untuk melawan efek -lactamase inhibitor. Namun, kombinasi
-lactam/-lactamase inhibitor ini dapat berguna untuk infeksi yang
lebih ringan, seperti infeksi saluran kencing tipe simpleks dan
tidak disertai bakterimia karena tipe infeksi yang terlokalisir
serta antibiotika yang terekskresi dalam jumlah banyak di urine.
Kelompok ini juga menjadi pilihan yang bagus untuk terapi infeksi
simpleks pada pasien rawat jalan karena adanya bentuk sediaan
oral.1,3,9,10 Walaupun ESBL tidak memiliki efek intrinsik terhadap
aktivitas aminoglikosida, namun resistensi terhadap antibiotika ini
sering terjadi melalui pertukaran plasmid yang mengandung gen
penghasil ESBL. Hubungan antara ekspresi ESBL dan multi drug
resistant sangat kompleks dan dipengaruhi oleh lokasi gen resisten
pada integron yang mengandung promoter pengatur ekspresi resistance
cassettes. Hal ini yang menyebabkan aminoglikosida sering kurang
tepat untuk terapi infeksi serius oleh organisme penghasil ESBL.1
Terdapat peningkatan laporan mengenai penurunan kepekaan organisme
penghasil ESBL terhadap antibiotika Fluoroquinolone yang
diperantarai plasmid, yang sering berkaitan erat dengan resistensi
antibiotika Cephalosporin yang diperantarai plasmid.
Fluoroquinolone dapat digunakan untuk terapi infeksi saluran
kencing simpleks jika hasil pemeriksaan kepekaan menunjukkan
organisme tersebut masih peka terhadap quinolone, walaupun
peningkatan jumlah organisme penghasil ESBL yang resisten terhadap
quinolone secara in vitro akan membatasi penggunaan obat ini di
masa mendatang. Banyak penelitian menemukan bahwa Carbapenem lebih
superior dibanding Fluroroquinolone untuk terapi infeksi serius
akibat organisme penghasil ESBL.1,3Carbapenem (Meropenem, Imipenem,
Ertapenem) merupakan agen terapi pilihan utama untuk infeksi serius
akibat organisme penghasil ESBL. Hal ini terutama karena kelompok
ini tidak mampu diinaktivasi oleh enzim ESBL secara in vitro, dan
menunjukkan efektivitas yang baik untuk terapi penyakit infeksi
berat akibat bakteri Gram negatif di berbagai organ tubuh.11
Meningitis dan abses otak memerlukan terapi dengan agen yang
memiliki penetrasi LCS yang baik seperti Meropenem (Imipenem
walaupun manjur namun lebih baik dihindari karena bersifat lebih
epileptogenik).8 Terdapat kekhawatiran bahwa penyalahgunaan
Carbapenem pada kasus simpleks akan berakibat pada resistensi
terhadap Carbapenem. Peningkatan penggunaan Carbapenem sebagai
terapi terhadap organisme yang memproduksi ESBL juga berhubungan
dengan peningkatan organisme yang resisten Carbapenem, seperti
Acinetobacter spp., Stenotrophomonas maltophilia, atau Pseudomonas
spp. 1 Fosfomycin juga menunjukkan aktivitas antimikroba yang baik
terhadap Enterobacteriaceae sp yang memproduksi ESBL, terutama pada
infeksi saluran kencing. Walaupun terdapat kekhawatiran bahwa
peningkatan penggunaan agen ini dapat menimbulkan perkembangan
resistensi, namun banyak laporan yang menyebutkan bahwa rasio
resistensi pada isolate urine tetap rendah. Agen ini sama
efektifnya dengan Nitrofurantoin untuk infeksi saluran kencing yang
disebabkan oleh organisme penghasil ESBL.11,12Jadi, pilihan terapi
untuk infeksi serius karena organisme penghasil ESBL terbatas pada
penggunaan Carbapenem, Colistin, Polymyxin, Termocillin, dan
Tigecycline, dimana Carbapenem merupakan pilihan terapi utama.
Namun, infeksi sederhana seperti infeksi saluran kencing tanpa
bakterimia dapat ditanggulangi dengan berbagai pilihan antibiotika
seperti Trimethoprim oral, Nitrofurantoin oral, Fosfomycin oral,
Co-amoxiclav oral, Mecillinam oral, kelompok aminoglikosida
intravena (Gentamicin, Amikacin), dan kombinasi terapi, tergantung
pada hasil uji kepekaan. Tigecycline, Termocilin, Colistin, dan
Polymyxin disimpan untuk organisme yang resisten terhadap
antibiotika lain, termasuk Carbapenem. 3Data di RS Sanglah bulan
Juli-Desember 2013 untuk Klebsiella pneumoniae menunjukkan
sensitivitas 80% hanya untuk kelompok Carbapenem (Meropenem 99%,
Imipenem 87%, Ertapenem 81%), Fosfomycin (83%), dan Tigecycline
(80%), sedangkan untuk Escherichia coli sensitifitas 80% hanya
untuk kelompok Carbapenem (Meropenem 97%, Imipenem 92%, Ertapenem
92%), Fosfomycin (94%), dan Nitrofurantoin (88%).6 Pengetahuan
mengenai sifat dan kepekaan organisme penghasil ESBL ini terhadap
antibiotika, yang disesuaikan dengan pola kuman lokal akan dapat
membantu memilih terapi yang tepat untuk pasien.PENGENDALIAN
INFEKSIPenekanan pada kontrol infeksi merupakan hal yang penting
untuk mencegah penyebaran bakteri penghasil ESBL. Reservoir untuk
bakteri ini terdapat pada saluran pencernaan pasien. Reservoir
alternatif terdapat pada orofaring, luka yang terkolonisasi, dan
urine. Tangan dan stetoskop petugas kesehatan yang terkontaminasi
merupakan faktor penting penyebaran infeksi antar pasien.
Pengendalian infeksi seharusnya meliputi menghindari penggunaan
alat invasif yang tidak perlu seperti kateter urine permanen atau
IV line, teknik cuci tangan oleh petugas kesehatan, peningkatan
tindakan contact precautions, dan isolasi pasien terkolonisasi atau
terinfeksi oleh organisme penghasil ESBL. 3Pada tingkat
institusional, pengendalian penyebaran organisme ini dapat
dilakukan dengan survei klinis dan bakteriologi terhadap pasien
yang dirawat di ICU dan penggunaan antibiotika terkait, serta
penggunaan antibiotika terutama agen antibiotik spektrum luas
seperti Cephalosporin generasi ketiga dan keempat serta
Fluroroquinolone secara rasional dan bijak. 3 KESIMPULAN
Kemampuan untuk menangani infeksi dengan sukses dalam kondisi
dimana makin meningkatnya organisme yang resisten memerlukan
pendekatan multifactorial. Hal ini terdiri dari penelitian dan
pengembangan antibiotik baru, penggunaan antibiotik spektrum luas
secara bijaksana, serta peningkatan efektifitas kendali terhadap
penyebaran penyakit infeksi. 1 DAFTAR PUSTAKA1. Rupp ME, Fey PD.
Extended Spectrum -Lactamase (ESBL)-Producing Enterobacteriaceae
Considerations for Diagnosis, Prevention and Drug Treatment. Drugs
2003; 63: 353-65.2. Samaha-Kfoury JN, Araj GF. Recent developments
in -lactamases and extended spectrum -lactamases. BMJ 2003; 327:
1209-13.
3. Rawat D, Nair D. Extended-spectrum -lactamases in Gram
Negative Bacteria. J Glob Infect Dis 2010; 2: 263-74.4. European
Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease. EUCAST
guidelines for detection of resistance mechanisms and specific
resistances of clinical and/or epidemiological importance. 2013:
1-39. 5. Bochicchio GV, Baquero F, Hsueh PR, Paterson DL, Rossi F,
Snyder TA, et al. In vitro susceptibilities of Escherichia coli
isolated from patients with intra-abdominal infections worldwide in
2002-2004: results from SMART (Study for Monitoring Antimicrobial
Resistance Trends). Surg Infect (Larchmt) 2006; 7: 537-45.6.
Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik FK Unud/RSUP Sanglah. Pola Bakteri
dan Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotika di RSUP Sanglah Periode
Juli-Desember 2013. 2014: 58-61.
7. Saharman YR, Lestari DC. Phenotype Characterization of
Beta-Lactamase Producing Enterobacteriaceae in the Intensive Care
Unit (ICU) of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011. Acta Med
Indones-Indones J Intern Med 2013; 45: 1-16.8. Bhattacharya S.
Esbl- from petri dish to the patient. Indian Journal of Medical
Microbiology 2006; 24: 20-4.9. Rodrguez-Ban o J, Navarro MD,
Retamar P, Pico n E, Pascual A, and the Extended-Spectrum
Beta-LactamasesRed Espan ola de Investigacio n en Patologa
Infecciosa/Grupo de Estudio de Infeccio n Hospitalaria Groups.
b-Lactam/b-Lactam Inhibitor Combinations for the Treatment of
Bacteremia Due to Extended-Spectrum b-LactamaseProducing
Escherichia coli A Post Hoc Analysis of Prospective Cohorts. CID
2012; 54: 167-74.10. Escobar M. Non-Carbapenem Therapy for
Bacteremia Caused by Extended- Spectrum -Lactamase-Producing
Enterobacteriaceae When Can We Afford to Bench the Big Three. 2013:
1-16.
11. Falagas ME, Karageorgopoulos DE. Extended-spectrum
b-lactamase-producing organisms. Journal of Hospital Infection
2009; 73: 345-54.
12. Pullukcu H, Tasbakan N, Sipahi OR, Yamazhan T, Aydemir S,
Ulusoy S. Fosfomycin in the treatment of extended spectrum
beta-lactamase-producing Escherichia coli-related lower urinary
tract infections. International Journal of Antimicrobial Agents
2007; 29: 62-5. PAGE 1