PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI KABUPATEN KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR ESTHER AFANIA ATAUPAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
95
Embed
PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI KABUPATEN … · sedangkan uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui ... (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI
KABUPATEN KUPANG PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
ESTHER AFANIA ATAUPAH
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus
sp.) di Sekitar Pulau Timor adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Esther Afania Ataupah
ABSTRAK
ESTHER AFANIA ATAUPAH, C44062910. Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus
sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA dan ROZA YUSFIANDAYANI .
Informasi tentang perikanan tangkap secara menyeluruh masih sangat minim
karena terbatas pada statistik perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
seperti di pulau Timor. Kegiatan penangkapan ikan di Pulau Timor masih
menerapkan sistem yang sederhana, terutama jika dilihat dari spesifikasi unit
penangkapan ikan yang belum menggunakan peralatan yang rumit dalam
pengoperasiannya dan kemampuan nelayan. Secara umum, kegiatan penangkapan
ikan tidak hanya ditentukan oleh unit penangkapan ikan saja, akan tetapi sangat
dipengaruhi juga oleh faktor alam yang bersifat musiman. Perubahan pada kondisi
oseanografi menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat
akibat migrasi ikan, tingkah laku ikan dan sebagainya. Hal ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya perubahan daerah penangkapan ikan karena aktivitas
nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin sehingga daerah
penangkapan ikan tidak selalu tetap sepanjang tahun. Tujuan dari kegiatan
penelitian ini adalah: 1). Mengetahui spesifikasi unit penangkapan ikan yang
digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang, 2). Mengetahui
daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, dan 3)
Menganalisis hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap
yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten. Penelitian dilakukan
pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama
bulan Februari 2010 dengan mengambil lokasi di Pelabuhan Perikanan Pantai
Tenau-Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Data mengenai daerah
penangkapan ikan dan unit penangkapan yang diperoleh, diklasifikasi dan
dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabulasi dan gambar peta,
sedangkan uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk
mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan kakap. Jenis alat tangkap utama yang digunakan untuk
menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai
dasar, pancing ulur, dan bubu. Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang
berpangkalan di PPP Tenau, Kabupaten Kupang umumnya beroperasi di perairan
yang berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauh dari
pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta
kawasan yang cukup dari pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil),
Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) dan Kecamatan Lole (60
mil).Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan
kakap yang tertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan bulanan
ikan kakap terbanyak diperoleh dari operasi rawai dasar, yaitu 57% dari seluruh
ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan bubu masing-
masing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6%.
Kata kunci : Unit penangkapan, daerah penangkapan ikan, ikan kakap (Lutjanus sp.)
koperasi nelayan, sedangkan untuk pangkalan pendaratan ikan yang terdapat di
Kabupaten Kupang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang terdapat pada PPP
Tenau. Fasilitas yang terdapat pada PPI antara lain hanya berupa TPI, akan tetapi
tidak dimanfaatkan oleh nelayan karena kapasitas yang tidak mendukung kegiatan
penjualan hasil tangkapan.
Pengelolaan yang belum optimal mengakibatkan jalur-jalur pemanfaatan
oleh kapal-kapal ikan tidak teratur dengan baik sehingga ukuran kapal yang
seharusnya beroperasi sesuai ketentuan yang ada tidak berjalan dengan baik.
Kapal ukuran > 10 GT dapat beroperasi pada jalur I, dan hal ini akan
menimbulkan konflik pada nelayan kecil. Penentuan fishing ground yang belum
optimal berdampak pada hasil tangkapan yang sangat rendah. Kondisi
pengelolaan armada yang terdapat di Kabupaten Kupang secara umum belum
optimal, baik dari pengaturan jalur penangkapan, ukuran kapal, izin penangkapan
sampai pada pendaratan hasil maupun penarikan pajak daerah.
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Unit Penangkapan Ikan Kakap di Kabupaten Kupang
5.1.1 Unit penangkapan rawai dasar
5.1.1.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan rawai dasar
Rawai dasar yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang terdiri
dari beberapa komponen untuk dapat menghasilkan satu rangkaian rawai dasar.
Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mata pancing (hook)
Mata pancing yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan kakap
adalah mata pancing yang bernomor 7. Jumlah mata pancing yang akan digunakan
dalam satu rangkaian rawai dasar biasanya sebanyak 300-350 buah. Kanstruksi
mata pancing yang digunakan dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7 Konstruksi mata pancing rawai dasar.
Mata pancing yang digunakan ini memiliki kait pada ujung mata pancingnya
(barb hook). Hal ini ditujukan agar ikan hasil tangkapan tidak terlepas lagi setelah
memakan umpan yang ada pada mata pancing. Jika rawai dasar menggunakan
pancing tanpa kait (barbless hook), maka ikan hasil tangkapan dapat terlepas
walaupun sudah terjerat mata pancing.
b. Tali cabang
Tali cabang yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
mempunyai panjang berkisar antara 1-1,5 meter dengan bahan tali monofilament.
a
b
c
d
e f
g
Keterangan : a. Eye
b. Shank (P=3,8 cm)
c. Wire (ø=0,3 cm)
d. Gap (L=1,2 cm)
e. Barb
f. Throat (Pthroat= 1,5 cm)
g. Bend
Jumlah tali cabang yang digunakan sesuai dengan banyaknya mata pancing yang
akan dipasang, dalam hal ini jumlah mata pancing yang sering digunakan oleh
nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang berkisar 300-350 buah. Tali cabang ini
dipasang secara menetap pada tali utama.
c. Tali utama
Tali utama yang digunakan terbuat dari bahan nylon multifilament dengan
panjang kurang lebih 1000 meter. Ukuran tali yang biasa digunakan oleh nelayan
adalah tali nomor 3. Tali utama berfungsi sebagai tempat menggantungkan tali
cabang. Warna tali yang biasa digunakan oleh nelayan adalah warna hijau dan
biru tua, warna tali dipilih berdasarkan warna perairan, dengan harapan tidak
terlihat oleh ikan.
Pada tali utama diberi tanda untuk meletakkan tali cabang, sehingga panjang
tali utama antar tali cabang sama. Tanda ini berupa dua simpul mati yang dibuat
berdekatan. Selain itu simpul tanda pada tali utama adalah agar tali cabang tidak
bergeser dari tempatnya.
d. Tali pelampung
Tali pelampung yang digunakan memiliki panjang 100 meter. Dalam satu
rangkaian rawai terdapat dua tali pelampung dipasang pada masing-masing ujung.
Tali yang dipakai adalah nylon multifilament nomor 4 atau nomor 5. Tali inilah
yang akan digulung pada penggulung tali (roller) saat proses penarikan rawai.
Tali ini disambungkan pada tali utama pada saat rawai akan diturunkan. Pada tali
ini diikatkan pelampung tanda dan jangkar.
e. Jangkar
Jangkar yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
merupakan tipe jangkar kayu batu dengan plat besi, dimana jangkar tersebut
terbuat dari kayu yang bengkok atau yang dibengkokkan yang diperkuat dengan
besi, serta diberi batu sebagai pemberatnya. Untuk memperkuat kedudukan batu
tersebut diikatkan juga ke kayu dan besi, dan dipastikan batu tersebut tidak akan
lepas, biasanya nelayan membuat sendiri jenis jangkar ini.
f. Pelampung
Pelampung yang digunakan hanya berjumlah 2 buah dan bahkan ada yang
memakai hanya satu buah. Pelampung yang digunakan terbuat dari styrofoam
yang dipotong persegi atau bulat. Styrofoam itu ditumpuk dua hingga tiga lapis
yang kemudian dibungkus jaring supaya tidak terlepas. Kemudian, styrofoam itu
dilubangi pada bagian tengah untuk tempat meletakan bambu. Bambu berfungsi
sebagai tempat menalikan tali pelampung. Ujung bawah tali diberi jangkar kayu
batu dengan plat besi. Ujung atas bambu pelampung dipasang bendera kecil yang
berfungsi sebagai tanda.
Pelampung hanya ditempatkan pada masing-masing ujung tali pelampung.
Rawai dasar yang berada di Kabupaten Kupang pada umumnya tidak dilengkapi
dengan radio buoyanci atau lampu tanda. Hal ini berpengaruh terhadap pencarian
pelampung tanda, yang akhirnya hanya didasarkan pada kemampuan penglihatan
nelayan terhadap pelampung yang berwarna putih dan berbendera kecil yang ada
di atasnya.
Kapal yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang
rata-rata berukuran 5-27 GT, dengan dimensi panjang 12-21 meter, lebar 1,80-
5,30 meter, dan tinggi kapal 1,10-1,61 meter. Bahan yang biasa digunakan untuk
membuat kapal rawai dasar di Kabupaten Kupang adalah kayu jati. Bahan ini
merupakan kualitas nomor satu karena memiliki daya tahan atau umur teknis yang
lebih lama dari jenis kayu yang lain seperti jenis kayu biru dan kayu ulin yaitu
kurang lebih 17 tahun sedangkan kayu biru dan kayu ulin umur teknisnya antara
12-15 tahun.
Di atas kapal juga terdapat palkah yang digunakan sebagai tempat
menyimpan hasil tangkapan yang telah di beri es. Ukuran palkah kurang lebih
lebar 1,50 meter, tinggi 1,45 meter, dan panjang 2,0 meter sebanyak kurang lebih
dua buah palkah untuk setiap kapalnya. Selain itu juga terdapat roller yang
diletakkan di daerah pinggir kapal, ada yang disebelah kanan dan ada juga yang
disebelah kiri kapal. Perbedaan peletakan roller ini terjadi karena perbedaan
kebiasaan nelayan. Ada nelayan yang terbiasa menurunkan rawai dari sebelah
kanan kapal, dan ada juga yang menurunkan rawai dari sebelah kiri kapal.
Perbedaan penempatan roller ini tidak menjadi masalah selama roller tetap
diletakkan dipinggir. Penempatan ini dilakukan untuk mempermudah penarikan
tali pelampung pada saat pengangkutan rawai.
Mesin yang digunakan oleh kapal rawai dasar mempunyai tenaga antara
18-90 HP. Ada dua merek mesin yang banyak digunakan, yaitu Hino yang
berbahan bakar solar dan juga Jiandong yang berbahan bakar bensin. Umur teknis
mesin antara 2-5 tahun. Panjang umur teknis mesin dipengaruhi oleh perlakuan
dan perawatan yang dilakukan olen nelayan.
Desain dan konstruksi kapal yang digunakan untuk pengoperasian rawai
dasar termasuk unik, karena dilengkapi dengan rumah untuk nelayan yang berada
dibagian tengah kapal. Kondisi rumah yang demikian disebabkan karena nelayan
ingin meminimalkan air yang masuk ke dek, selain itu juga karena waktu operasi
penangkapan mereka yang lama, antara 1 minggu sampai dengan 6 bulan,
sehingga membuat nelayan merasa perlu memiliki tempat berlindung yang
nyaman. Selain itu juga fungsi dari rumah tersebut sebagai tempat untuk
berlindung, istirahat, dan menyimpan berbagai perlengkapan nelayan.
Alat tangkap rawai dasar di Kabupaten Kupang dioperasikan oleh 3-10
orang nelayan tergantung dari ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan.
Pembagian tugas diantara nelayan adalah satu sebagai juru mudi dan lainnya
sebagai anak buah kapal (ABK) yang bertugas untuk mengoperasikan alat
tangkap.
5.1.1.2 Metode pengoperasian rawai dasar
Pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang secara umum
berlangsung selama 5 hari sampai 6 bulan. Waktu yang diperlukan cukup lama
karena daerah penangkapannya yang terletak cukup jauh dari tempat
pemberangkatan (fishing base). Waktu yang diperlukan untuk mencapai daerah
penangkapan berkisar antara 5-48 jam.
Secara teknis urutan metode pengoperasian yang dilakukan oleh nelayan
rawai dasar di Kabupaten Kupang, adalah:
1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan terdiri dari persiapan perbekalan melaut,
persiapan umpan dan memeriksa seluruh peralatan. Perbekalan yang disiapkan
antara lain pembelian bahan bakar, oli, es balok, air tawar, garam, dan
makanan (beras). Pengecekan peralatan yang dilakukan untuk memperlancar
jalannya pengoperasian antara lain mempersiapkan dan memeriksa alat
tangkap, mesin, kapal, palkah ikan, lampu petromaks, dan penggulung tali.
Nelayan biasanya berangkat dari fishing base pada waktu siang menjelang
sore hari. Umpan tidak dibawah dari darat, melainkan dicari di laut saat
perjalanan menuju daerah penangkapan, dengan demikian nelayan
menyiapkan bulu ayam sebagai umpan buatan untuk memancing ikan yang
akan digunakan untuk umpan pengoperasian rawai dasar, pemancingan umpan
menggunakan pancing ulur.
Urutan kerja untuk memancing ikan yang akan digunakan sebagai umpan
dalam operasi rawai dasar adalah :
a. Memasang lampu di pinggir kapal (pada malam hari)
b. Setelah ikan muncul dipancing menggunakan pancing dengan umpan bulu
ayam.
Setelah mendapat ikan untuk umpan, ikan tersebut dipotong-potong
dengan ukuran yang lebih besar dari mata pancing. Hal ini bertujuan agar mata
pancing tidak terlihat oleh ikan.
Pemasangan umpan pada mata pancing dilakukan pada saat perjalanan
menuju ke daerah penangkapan. Umpan yang dikaitkan pada mata pancing
minimal separuh dari mata pancing yang akan dipasang. Ketika daerah
penangkapan ditemukan, maka umpan akan segera dipasang pada mata
pancing sisanya.
2. Pencarian daerah penangkapan ikan (fishing ground)
Daerah penangkapan ikan biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman
nelayan. Nelayan akan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan dan karang-
karangnya. Kemudian ditentukan alat dapat dioperasikan di daerah tersebut
atau tidak. Kedalaman perairan yang biasa dilakukan operasi rawai dasar ini
adalah 70-180 meter. Setelah diketahui kedalamannya, maka pancing yang
telah disiapkan akan diturunkan.
3. Setting
Penurunan pancing ke perairan dilakukan setelah diketahui kedalaman dan
kondisi dasar perairan, serta potensi ikannya. Penurunan rawai diawali dengan
menurunkan jangkar dan pelampung tanda. Setelah itu rangkaian tali cabang
yang sudah dipasang umpan dilepaskan satu per satu. Saat penurunan
dilakukan, nelayan yang lain bertugas mengaitkan umpan pada mata pancing
sisanya.
Dalam satu malam nelayan dapat melakukan dua sampai tiga kali
penurunan pancing yang di mulai dari jam 18.00 sampai jam 08.00 WITA. Hal
ini tergantung dari lama waktu perendaman yang dilakukan oleh nelayan, serta
keahlian nelayan dalam menarik rawai. Biasanya jika dalam satu kali
penurunan tertangkap banyak ikan, maka dalam satu malam hanya dilakukan
dua kali setting. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikan yang tertangkap
maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan penarikan (hauling)
rawai, serta melepas dan membersihkan ikan-ikan yang tertangkap.
4. Soaking
Setelah alat tangkap dilepaskan ke perairan, maka rawai didiamkan atau
direndam kurang lebih 2 sampai 4 jam. Pada saat perendaman, salah satu
ujung tali selambar dikaitkan pada roller yang ada pada sisi kapal, dan mesin
berada dalam keadaan mati. Perendaman pancing ini dilakukan untuk
memberikan waktu pada ikan agar dapat mendeteksi keberadaan umpan dan
kemudian memakannya. Nelayan berharap dengan adanya waktu perendaman,
maka ikan yang tertangkap lebih banyak. Waktu perendaman tidak boleh
terlalu lama, karena dapat dikhawatirkan ikan yang sudah tertangkap dapat
terlepas. Walaupun kemungkinan ini sudah diantisipasi dengan menggunakan
mata pancing yang memiliki kait, tidak menutup kemungkinan ikan masih
dapat terlepas.
5. Hauling
Setelah pancing rawai direndam selama kurang lebih 2-4 jam, maka
nelayan mulai melakukan pengangkatan rawai. Hauling dilakukan dengan
menggunakan alat bantu roller. Roller berfungsi untuk menggulung tali
pelampung. Tali utama ditarik secara manual dan diletakkan kembali ke dalam
keranjang sesuai dengan urutan tali cabang. Hauling dimulai dari ujung tali
pelampung yang telah diikatkan pada roller. Roller ini masih sangat
sederhana, terbuat dari bahan kayu yang menyerupai katrol dan digerakkan
oleh tenaga manusia.
Saat pengangkatan rawai, jika ada ikan yang tertangkap maka ikan tersebut
akan dilepaskan dari mata pancing. Penanganan ikan di atas kapal dilakukan
dengan membersihkan organ dalam ikan dengan membuangnya. Kemudian
setelah bersih dan dicuci dengan air laut, maka ikan dimasukan ke dalam
palkah ikan yang diberi es yang dihancurkan dan ditaburkan garam diatasnya.
Penaburan garam ini berfungsi untuk mempertahankan es agar tidak cepat
mencair. Metode pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang dapat
dilihat pada Gambar 8, sedangkan desain dan konstruksi rawai dasar di
Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 9.
Tidak
Ya
Persiapan
- Mencari umpan
- Pemotongan umpan
- Pemasangan umpan pada
mata pancing
Pencarian daerah penangkapn ikan
berdasarkan:
1. Dasar perairan
2. Musim penangkapan
3. Pengalaman nelayan 4.
Ditemukan?
Penurunan rawai
dasar (setting)
Perendaman alat
tangkap (soaking)
Pengangkatan alat
tangkap (hauling)
Gambar 8 Diagram alir operasi rawai dasar oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
Gambar 9 Desain dan konstruksi rawai dasar.
a b
a
e
a
h
a
d
a
g
a
f
a
c
a
Keterangan: a. Pelampung (1-2 buah)
b. Tiang bendera dan bendera (1-2 buah) c. Tali pelampung (P= 90 m) d. Tali utama (P= 1000 m) e. Pemberat kecil (40-50 buah) f. Tali cabang (1-1,5 m) g. Jangkar (1 buah) h. pancing (300-350 buah) i. Jarak antar tali cabang (2,5-3 m)
i
5.1.2 Unit Penangkapan pancing ulur
5.1.2.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan pancing ulur
Konstruksi alat tangkap pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Kupang untuk menangkap ikan karang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Konstruksi pancing ulur yang digunakan untuk menangkap ikan
karang dan ikan demersal di Kabupaten Kupang.
Keterangan dari alat tangkap pancing ulur yang digunakan, sebagai berikut:
a. Tali pancing
Merupakan tali yang terbuat dari bahan monofilament yang terdiri atas tali
utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali utama merupakan tali
yang digulung pada reel dan berujung pada swivel yang pertama. Tali utama
dan tali cabang terbuat dari bahan nylon monofilament yang berwarna putih
transparan. Tali utama yang digunakan bernomor 1000 dengan diameter 1
mm, sedangkan tali cabang ukurannya lebih kecil yaitu yang bernomor 500.
Panjang tali utama berkisar 100-200 meter, sedangkan tali cabang 1-5 meter.
a
b
d
c
f
e
Keterangan:
a. Penggulung (Reel)
b. Tali utama (P= 100-200 m)
c. Swivel
d. Tali cabang (P= 1-5 m)
e. Pancing (no.7)
f. Pemberat (1-1,5 kg)
b. Pemberat (sinker)
Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah atau besi (linggis) yang
berfungsi untuk memberikan gaya berat pada tali pancing agar dapat tenggelam
pada kedalaman yang diinginkan. Pemberat diikatkan pada tali untang atau
kawat barlen yang terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dengan
berat 1-1,5 kg disesuaikan dengan arus yang terjadi.
c. Mata pancing (hook)
Mata pancing berfungsi sebagai tempat mengait umpan. Jika ingin menangkap
ikan yang berukuran ’sedang’ nelayan menggunakan mata pancing yang
berukuran nomor 8 dan 9, sedangkan untuk menangkap ikan yang berukuran
’besar’ biasanya nelayan menggunakan mata pancing yang berukuran nomor 6
dan 7 (Lampiran 2). Mata pancing yang digunakan oleh nelayan terbuat dari
baja tahan karat sehingga nelayan tidak perlu terlalu sering mengganti mata
pancing karena bahan tersebuat mempunyai daya tahan yang lama.
d. Swivel (kili-kili)
Merupakan alat yang berfungsi agar tali pancing tidak terpelintir dan menjadi
kaku, dengan tujuan agar tali pancing lentur mengikuti gerak ikan yang
memakan umpan pada mata pancing ataupun karena pengaruh arus di dalam
air. Umumnya dalam satu unit pancing terdapat dua buah swivel yang terletak
pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang. Swivel terbuat dari bahan
baku baja berwarna putih.
e. Tali untang atau kawat barlen
Terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dan juga dipasang antara tali
cabang dengan mata pancing. Fungsi dari tali untang atau kawat barlen adalah
agar tali cabang tidak membelit pada tali utama sewaktu menurunkan tali
pancing ke dalam air ataupun pada saat berada di dalam air. Kawat ini
diikatkan pada swivel pertama dengan menggunakan tali yang sama ukurannya
dengan tali utama sepanjang 20-30 cm. Tali ini juga merupakan tempat
dikaitkannya pemberat, untuk bagian tali cabang dan mata pancing dipasang
tali untang sepanjang 10-20 cm.
f. Penggulung (reel)
Penggulung berfungsi untuk mempermudah pengoperasian pancing ulur.
Penggulung yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang umumnya
terbuat dari plastik yang berbentuk seperti roda dengan diameter yang
bervariasi tergantung dari panjang pendeknya tali yang digulung.
Pada pengoperasian pancing ulur kapal yang digunakan yaitu kapal motor
tempel, dengan rata-rata dimensi kapal adalah panjang 11,87-21,30 meter, lebar
1,47-4,00 meter, dan tinggi 0,70-1,10 meter dengan volume kapal 3-24 GT,
sedangkan mesin yang digunakan merupakan mesin diesel bermerek jiandong
yang berkekuatan 32 PK serta menggunakan bahan bakar bensin.
Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini untuk setiap kapal pancing
ulur rata-rata 4-5 orang, hal ini disesuaikan dengan ukuran kapal yang ada.
5.1.2.2 Metode pengoperasian pancing ulur
Pengoperasian pancing ulur dimulai dari tahap persiapan yang dilakukan
oleh nelayan pancing. Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan
pancing yang akan digunakan, perbekalan bagi nelayan, dan mesin kapal yang
akan digunakan. Para nelayan pancing ulur di Kabupaten Kupang biasanya tidak
hanya membawa satu jenis mata pancing, biasanya membawa 4 jenis mata
pancing untuk digunakan. Selain itu nelayan juga membawa cadangan dari setiap
jenis pancing yang digunakan, sehingga pada saat pancing yang digunakan ada
yang putus maka nelayan dapat menggantinya.
Pengoperasian pancing ulur ini biasanya dilakukan 5 hari dalam seminggu.
Setelah semua persiapan selesai maka nelayan langsung menuju fishing ground
yang berada di sekitar Pulau Rote. Jarak dari fishing base ke fishing ground yaitu
sekitar 5-60 mil dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang.
Nelayan segera memulai untuk memancing setelah tiba di fishing ground.
Nelayan menurunkan pancing sesuai dengan tujuan penangkapan ikan, misalnya
jika ingin memancing ikan yang berukuran ’sedang’ maka menggunakan mata
pancing bernomor 8 dan 9, sedangkan jika ingin memancing ikan dengan ukuran
’besar’ maka bisanya nelayan menggunakan mata pancing yang bernomor 6 dan
7, dengan jenis ikan yang ingin ditangkap yaitu ikan demersal dan ikan karang.
Cara pengoperasian pancing, yaitu dengan menurunkan pemberatnya terlebih
dahulu yang berada di bagian bawah dari pancing, kemudian diikuti dengan mata
pancingnya. Setelah semua mata pancing turun dan kedalaman senar yang
dikehendaki, maka pada senar yang dipegang oleh nelayan diberi kejutan-kejutan
kecil dengan cara menarik ulur pancing tersebut supaya ikan tertarik dengan
gerakan umpan yang diberikan. Diagram alir metode pengoperasian pancing ulur
oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 11.
Tidak
Ya
Ya
Persiapan
- Menyiapkan pancing
- Menyiapkan umpan
- Pemasangan umpan pada
mata pancing
Pencarian daerah penangkapan ikan
berdasarkan:
- Jenis dasar perairan
- Pengalaman nelayan
Ditemukan?
Melakukan
pemancingan
Pancing dibiarkan selama beberapa
detik atau menit tergantung reaksi
dari ikan terhadap umpan yang
terdapat pada pancing
Penarikan pancing
Gambar 11 Diagram alir operasi pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.1.3 Unit penangkapan bubu
5.1.3.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan bubu
Alat tangkap bubu yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang
termasuk dalam klasifikasi bubu dasar. Dalam satu unit penangkapan bubu
nelayan mengoperasikan 4-8 unit bubu. Bubu yang digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Kupang termasuk sederhana, terdiri atas badan bubu, mulut, dan
rangka. Bubu yang digunakan untuk menangkap ikan karang oleh nelayan di
Kabupaten Kupang pada umumnya mempunyai ukuran panjang 78 cm, lebar 65
cm dan tinggi 43,9 cm. Mulut bubu berbentuk celah dengan panjang mulut 58 cm,
yang mempunyai rangka terbuat dari besi dengan penutup jaring yang terbuat dari
bahan polyethylene (PE) dengan mesh size 30 mm. Bentuk dan dimensi bubu
dapat dilihat pada Gambar 12.
Kapal yang digunakan dalam pengoperasian bubu dasar di Kabupaten
Kupang adalah kapal yang menggunakan tenaga penggerak motor tempel yang
berkekuatan 5,5 PK dengan jenis bahan bakar bensin. Rata-rata dimensi perahu
yang digunakan oleh nelayan bubu di Kabupaten Kupang adalah panjang antara 6-
9 meter, lebar 0.8-2 meter, dan tinggi 2-5 meter.
Jumlah nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan bubu dasar yaitu
1-2 orang. Nelayan mempunyai tugas masing-masing, nelayan pertama bertugas
sebagai pencari dan penentu daerah penangkapan serta memasang bubu dasar
yang dioperasikan, sedangkan nelayan yang kedua bertugas sebagai juru mudi dan
juru mesin, serta membantu dalam pemasangan bubu dasar yang dioperasikan.
Gambar 12 Bentuk dan dimensi bubu.
t= 43,9 cm
cmcm m
P= 78 cm
L= 65 cm
cm
g
P= 16 cm
L= 11 cm
Keterangan:
a. Mulut bubu
b. Engsel
c. Frame/ Rangka
d. Penutup rangka/ Jaring
e. pengait umpan
f. Kantong umpan
g. Lebar bukaan mulut bubu (L= 58 cm)
5.1.3.2 Metode pengoperasian bubu
Pengoperasian unit penangkapan bubu bersifat pasif berada di dasar
perairan. Pengoperasian bubu dilakukan dengan sistem longline traps dimana
bubu dirangkaikan pada tali utama dengan jarak 8,2 meter. Bubu dipasang
pada dasar perairan dengan kisaran 10-25 m. Sistem pemasangan bubu di dasar
perairan diperlihatkan pada Lampiran 3. Secara umum pengoperasian bubu
dibagi menjadi empat tahap, yaitu persiapan, setting, soaking, dan hauling.
Tahap pertama yaitu persiapan perlengkapan alat dan perbekalan.
Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan bubu yang akan
digunakan, perbekalan bagi nelayan, mesin kapal yang akan digunakan, serta
kotak tempat penyimpanan hasil tangkapan. Setelah semua persiapan selesai, lalu
nelayan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan. Selama perjalanan
dari fishing base ke fishing ground nelayan melakukan pemasangan umpan.
Setelah tiba di fishing ground maka mulai melakukan penurunan alat atau
setting bubu. Setting dilakukan dengan cara melakukan penurunan pelampung
tanda dan pemberat serta setelah beberapa detik kemudian satu per satu bubu
diturunkan. Setelah setting selama masa soaking selama kurang lebih 4-5 jam
nelayan menggunakan alat tangkap pancing untuk memancing. Setelah proses
soaking kurang lebih 4-5 jam maka nelayan akan melakukan proses hauling atau
penarikan bubu ke atas kapal. Biasanya setelah proses pengangkatan (hauling),
hasil tangkapan langsung dikeluarkan dari bubu dan dimasukan ke dalam kotak
yang telah disiapkan tanpa menggunakan garam atau es dan langsung kembali ke
fishing base. Proses pengoperasian akan dilanjutkan pada hari berikutnya, untuk
nelayan di Kabupaten Kupang pengoperasian bubu dalam seminggu biasanya
melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu kurang
lebih 4-5 hari tergantung tingkat kerusakan alat tangkap dan cuaca. Secara rinci
diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada
Gambar 13.
Alat Rusak Tidak ada HT
Gambar 13 Diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.2 Daerah Penangkapan Ikan
Nelayan melakukan pencarian daerah penangkapan ikan berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman sebelumnya maupun informasi dari nelayan-nelayan
lainnya. Keberhasilan dalam melakukan operasi penangkapan ikan di suatu lokasi
akan diulang dengan melakukan operasi di lokasi yang sama pada trip berikutnya.
Daerah penangkapan ikan oleh nelayan di sekitar Kabupaten Kupang
tersebar di beberapa perairan yang meliputi Laut Timor, Laut Flores, dan Laut
Sawu. Dari ketiga perairan tersebut nelayan yang asalnya asli dari Propinsi Nusa
Tenggara Timur lebih banyak menangkap ikan di sekitar Laut Timor karena
disesuaikan dengan ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan-nelayan tersebut.
Daerah penangkapan ikan kakap yang terdapat di Laut Timor meliputi
Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, dan Pulau Rote, bahkan tidak menutup
kemungkinan oleh nelayan untuk beroperasi sampai pada batas negara Australia
yaitu pada Perairan Coustum yang berjarak 103 mil dari fishing base nelayan
yang berada di Kabupaten Kupang. Daerah penangkapan ikan yang terdekat oleh
nelayan di Kabupaten Kupang adalah di sekitar Kupang, Pulau Kera dan Pulau
Persiapan :
1. Perahu
2. Alat tangkap
3. Umpan
4. Mesin
Setting
Soaking (4 – 5 jam)
Hauling
Hasil tangkapan
(HT)
Semau yang dapat di tempuh kurang lebih 20-60 menit dari fishing base yang
berjarak kurang lebih 4-12 mil dari Pantai Kupang sedangkan yang terjauh yaitu
di sekitar Pulau Rote, jarak fishing base ke fishing ground kurang lebih 60 mil
dari Pantai Kupang yang memerlukan waktu sekitar kurang lebih 3-5 jam
perjalanan untuk sampai pada daerah penangkapan tersebut.
Jika dilihat dari jalur-jalur penangkapan ikan yang diatur oleh Pemerintah
(SK menteri Pertanian No.392/Kpts/IK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan
ikan), maka nelayan di Kabupaten Kupang yang mengoperasikan alat tangkap
pancing ulur, rawai dasar, dan bubu dengan tujuan utama penangkapan ikan kakap
beroperasi pada jalur penangkapan I yang dihitung dari fishing base yang sama
yaitu Pantai Kupang. Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
terdiri dari pantai Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, Papela, Landu, dan Lole
(Tabel 9).
Tabel 9 Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
No. Daerah penangkapan
ikan
Fishing
base
Jarak dari
fishing base
(mil)
Jenis alat
tangkap
yang
beroperasi
Jalur
penangkapan
ikan
1 Kupang Pantai
Kupang
1,0 Bubu I
2 Pulau Kera Pantai
Kupang
4,0 Bubu,
pancing ulur
I
3 Pulau Semau Pantai
Kupang
12,0 Bubu,
pancing ulur
I
4 Papela Pantai
Kupang
25,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
5 Landu Pantai
Kupang
40,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
6 Lole Pantai
Kupang
60,0 Pancing
ulur, rawai
dasar
I
Sumber: Data olahan
Bagi armada penangkapan ikan milik nelayan setempat, umumnya lama
operasi penangkapan ikan adalah satu hari (one day fishing) untuk alat tangkap
seperti pancing ulur dan rawai dasar, yang menggunakan kapal yang kecil dengan
jumlah nelayan 2-3 orang dengan daerah operasi sekitar Pulau Kera dan Pulau
Semau, sedangkan untuk alat tangkap bubu lama operasi penangkapannya antara
1-2 hari tergantung waktu perendaman yang beroperasi di sekitar Pulau Kera dan
Pulau Semau dan ada juga yang hanya berada di sekitar Kabupaten Kupang.
Armada penangkapan yang mempunyai ukuran tonasse antara 5-29 GT
seperti kapal pancing ulur dan rawai dasar, lokasi pengoperasiannya di sekitar
Pulau Rote, Laut Flores, dan Laut Sawu. Lokasi penangkapan ikan yang demikian
termasuk jauh sehingga nelayan harus melaut antara 5 hari untuk nelayan yang
mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Pulau Rote, dan ada juga yang harus
melaut antara 3-6 bulan bagi nelayan yang mengoperasikan alat tangkapnya di
sekitar Laut Flores dan Laut Sawu. Daerah penangkapan ikan yang berada di
sekitar Kupang dan Pulau Rote dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan
Ikan hasil tangkapan dari jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh
nelayan di Kabupaten Kupang sangat bervariasi, hal ini sesuai dengan tujuan jenis
ikan sasarannya. Selama bulan Februari 2010, terdapat lima jenis ikan yang
tertangkap oleh alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur, serta empat jenis ikan
yang tertangkap menggunakan bubu oleh nelayan setempat (Tabel 10). Sesuai
dengan jenis alat tangkapnya maka yang menjadi sasaran utama hasil
tangkapannya adalah jenis ikan karang dan jenis ikan demersal. Jenis ikan yang
menjadi tujuan utama atau target spesies penangkapan oleh nelayan setempat
adalah jenis ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.),
sedangkan ikan swangi (Priacanthus spp.), kurisi (Nemipterus sp.), dan lobster
merupakan hasil tangkapan sampingan, berdasarkan hasil wawancara terhadap
nelayan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pelabuhan perikanan
pantai Tenau-Kupang jenis ikan yang tertangkap dari jenis alat tangkap tersebut
adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan kurisi
(Nemipterus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan lencam (Lethrinus, spp.),
ikan manyung (Arius spp.), ikan kuwe (Caranx sexfasciatus) dan lobster dengan
jumlah dan berat rata-rata setiap jenis hasil tangkapan yang berbeda.
Tabel 10 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama 4 kali trip
(20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8 kali trip (16
hari operasi) untuk bubu.
No Jenis alat
tangkap
Jumla
h trip
Lama
operasi
(hari)
Hasil tangkapan (ekor) (kg)
LUT
EPI
PRI
NEM
LOB
1 Pancing
ulur
4 20 177 ekor
(440 kg)
292 ekor
(875 kg)
1550
ekor
(930 kg)
1700
ekor
(582 kg)
40 ekor
(125 kg)
2 Rawai
dasar
4 20 260 ekor
(520 kg)
174 ekor
(435 kg)
545 ekor
(325 kg)
750 ekor
(300 kg)
12 ekor
(35 kg)
3 Bubu 8 16 85 ekor
(130 kg)
65 ekor
(100 kg)
- 180 ekor
(75 kg)
45 ekor
(25 kg)
Jumlah
16
56
522 ekor
(1090 kg)
531 ekor
(1410
kg)
2095
ekor
(1255
kg)
2630
ekor
(1057
kg)
97 ekor
(185 kg)
Sumber: Berdasarkan hasil wawancara untuk hasil tangkapan selama bulan Februari 2010
Keterangan: LUT: ikan kakap (Lutjanus sp.); EPI: ikan kerapu (Epinephelus sp.); PRI:
ikan swangi (Priancanthus sp.); NEM: ikan kurisi (Nemipterus sp.); LOB: lobster.
Hasil tangkapan pancing ulur merupakan spesies ikan konsumsi. Sasaran
utama tujuan penangkapan dengan menggunakan pancing ulur yaitu ikan-ikan
karang dan ikan demersal. Jenis ikan yang tertangkap selama pengoperasian alat
tangkap pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang pada bulan Februari
yaitu terdiri dari 5 jenis ikan. Ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus
sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster.
Tujuan utama atau target spesies dari pengoperasian alat tangkap ini adalah untuk
menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu (Epinephelus sp.). Jumlah
hasil tangkapan dari alat tangkap pancing ulur selama bulan Februari oleh nelayan
kurang lebih 2952 kg atau 3759 ekor ikan dengan proporsi berat hasil tangkapan
terbanyak yaitu ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak 31 % dan ikan kerapu
(Epinephelus sp) sebanyak 30 %, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.)
sebanyak 20 %, ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 15 %, dan lobster sebanyak 4
%, sedangkan untuk proporsi jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah ikan
kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.) masing-masing
sebanyak 45% dan 41%. Proporsi jumlah hasil tangkapan lainnya lainnya 8%
untuk ikan kerapu (Epinephelus sp.), 5% untuk ikan kakap (Lutjanus sp.) dan 1%
untuk lobster.
Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat ikan
yang tertangkap dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15, sedangkan
proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat hasil
tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 16
dan Gambar 17.
Jumlah ikan hasil tangkapan utama untuk berat dan jumlah lebih sedikit
dari ikan hasil tangkapan sampingan (Gambar 16 dan Gambar 17). Hal ini
disebabkan sumberdaya ikan tujuan hasil tangkapan utama telah berkurang karena
hasil tangkapan yang dilakukan terus-menerus pada tempat yang sama oleh
nelayan setempat, selain itu juga karena dipengaruhi oleh musim penangkapan,
22%
43%
29%
20%
LUT EPI NEM LOB
8%
13%
77%
2%
LUT EPI NEM LOB
65%
35%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
21%
79%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 14 Proporsi hasil tangkapan
pancing ulur berdasarkan
berat (kg) jenis ikan.
Gambar 15 Proporsi hasil tangkapan
pancing ulur berdasarkan
jumlah (ekor) jenis ikan.
Gambar 16 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan pancing ulur
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 17 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan pancing ulur
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
dimana pada bulan Januari dan bulan Februari merupakan musim barat sehingga
nelayan tidak terlalu banyak melakukan pengoperasian alat tangkap karena angin
dan arus yang kencang. Perbandingan proporsi ikan hasil tangkapan utama dan
proporsi ikan hasil tangkapan sampingan untuk beratnya yaitu 45% hasil
tangkapan utama dan 55% hasil tangkapan sampingan, sedangkan perbandingan
proporsi ikan hasil tangkapan utama dan proporsi ikan hasil tangkapan sampingan
untuk jumlahnya yaitu 12% hasil tangkapan utama dan 88% hasil tangkapan
sampingan. Proporsi yang demikian nelayan masih tetap melakukan
pengoperasian pada daerah penangkapan yang sama, karena nelayan beranggapan
bahwa meskipun hasil tangkapan utama yang diperoleh lebih sedikit dari hasil
tangkapan sampingan, namun hasil tangkapan sampingan juga tetap memberikan
keuntungan dari hasil tangkapan sampingan tersebut karena tetap dimanfaatkan,
selain itu untuk proporsi jumlah dan berat dari hasil tangkapan utama dan hasil
tangkapan sampingan yang berbeda untuk berat jenis hasil tangkapan utama
mempunyai berat yang lebih besar dari hasil tangkapan sampingan yang
menyebabkan jumlah ikan yang tertangkap sedikit, berbeda dengan hasil
tangkapan sampingan mempunyai jumlah hasil tangkapan yang banyak akan
tetapi jenis ikan tersebut mempunyai berat yang kecil dibanding jenis ikan hasil
tangkapan utama.
Pada pengoperasian unit penangkapan rawai dasar oleh nelayan di
Kabupaten Kupang selama bulan Februari 2010, hasil tangkapan yang diperoleh
kurang lebih sebanyak 1615 kg atau 1741 ekor. Jenis ikan yang menjadi tujuan
utama penangkapan dari alat tangkap ini adalah ikan karang dan ikan demersal.
Sama halnya dengan alat tangkap pancing ulur, ada 5 jenis ikan yang tertangkap
dari kegiatan pengoperasian tersebut. Jenis-jenis tersebut adalah Ikan kakap
(Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.),
ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster. Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan
untuk berat yang paling banyak adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu
(Epinephelus sp.), yaitu masing-masing sebanyak 32% dan 27%, sedangkan tiga
jenis lainnya masing-masing sebanyak 20% untuk ikan swangi (Priacanthus spp.),
19% ikan kurisi (Nemipterus sp.), dan 2 % untuk hasil tangkapan lobster (Gambar
18). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan untuk jumlah yang paling banyak
adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak
43% dan 31%, sedangkan tiga jenis ikan lain mempunyai proporsi jumlah 15%,
10% dan 1% untuk ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.),
dan lobster dari seluruh jenis ikan yang tertangkap (Gambar 19).
Pada unit penangkapan rawai dasar proporsi hasil tangkapan sasaran utama
diperoleh sebesar 59% sedangkan hasil tangkapan sampingan sebesar 41% dari
total berat seluruh hasil tangkapan ikan yang diperoleh (Gambar 20), sedangkan
proporsi hasil tangkapan utama yang diperoleh dari jumlah jenis ikan yang
tertangkap adalah 25% dan 75% untuk jumlah hasil tangkapan sampingan yang
diperoleh dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan (Gambar 21).
40%
34%
23%
3%
LUT EPI NEM LOB
22%
14%63%
1%
LUT EPI NEM LOB
74%
26%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
36%
64%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 18 Proporsi hasil tangkapan
rawai dasar berdasarkan
berat (kg) jenis ikan.
Gambar 19 Proporsi hasil tangkapan
rawai dasar berdasarkan
jumlah (ekor) jenis ikan.
Gambar 20 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan rawai dasar
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 21 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan rawai dasar
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap
nelayan kurang lebih sebulan selama bulan Februari 2010 diperoleh hasil
tangkapan sebanyak 330 kg ikan atau 375 ekor. Kelompok ikan yang tertangkap
sebanyak 4 jenis. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap berdasarkan berat
adalah ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 39%, dan ikan kerapu (Epinephelus sp)
sebanyak 30%, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster masing-
masing sebanyak 23% dan 8% (Gambar 22). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis
ikan berdasarkan jumlah dari alat tangkap bubu yang paling banyak adalah ikan
kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan kakap (Lutjanus sp.) sebanyak 48% dan 23%,
sedangkan jenis ikan lain mempunyai proporsi 17% untuk ikan kerapu
(Epinephelus sp.), dan 12% untuk lobster dari jumlah seluruh jenis ikan yang
tertangkap (Gambar 23).
Target utama penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu oleh
nelayan di Kabupaten Kupang adalah ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu
(Epinephelus sp.), sedangkan ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster merupakan
hasil tangkapan sampingan yang diperoleh. Perbandingan hasil tangkapan utama
dan hasil tangkapan sampingan berdasarkan berat hasil tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap bubu yaitu 70 % hasil tangkapan utama dan 30 % hasil
tangkapan sampingan dari total berat hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar
24), sedangkan perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan
sampingan berdasarkan jumlah hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap
39%
30%
23%
8%
LUT EPI NEM LOB
23%
17%48%
12%
LUT EPI NEM LOB
Gambar 22 Proporsi hasil tangkapan
bubu berdasarkan berat
(kg) jenis ikan.
Gambar 23 Proporsi hasil tangkapan
bubu berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
bubu yaitu 40% hasil tangkapan utama dan 60% hasil tangkapan sampingan dari
jumlah keseluruhan hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar 25).
Hasil tangkapan yang diperoleh dari ketiga jenis unit penangkapan yaitu
pancing ulur, rawai dasar dan bubu mempunyai berat hasil tangkapan yang
berbeda dari masing-masing alat tangkap. Jenis hasil tangkapan yang diperoleh
mempunyai berat rata-rata 2,3 kg per ekor untuk jenis ikan kerapu, 2,2 kg per ekor
untuk jenis ikan kakap, 2,2 kg per ekor untuk lobster, 0,9 kg per ekor untuk ikan
lencam dan 0,4 kg per ekor untuk jenis ikan kurisi yang diperoleh dari ketiga alat
tangkap tersebut (Tabel 11).
Tabel 11 Berat rata-rata per ekor hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama
4 kali trip (20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8
kali trip (16 hari operasi) untuk bubu pada bulan Februari 2010.
No. Alat tangkap Berat rata-rata hasil tangkapan per ekor (kg)
LUT EPI PRI NEM LOB
1 Pancing ulur 2,5 3,0 0,6 0,4 3,0
2 Rawai dasar 2,5 2,5 0,5 0,4 3,0
3 Bubu 1,5 1,5 1,5 0,4 0,5
Rata-rata 2,1 2,7 0,6 0,4 1,9 Sumber: Data olahan
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan sangat bervariasi
tergantung alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan, dan musim
penangkapan. Hasil tangkapan nelayan yang diperoleh dari hasil wawancara
selama kurang lebih untuk 5 hari melaut dari alat tangkap rawai dasar, pancing
70%
30%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
40%
60%
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Gambar 24 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan bubu
berdasarkan berat (kg)
jenis ikan.
Gambar 25 Proporsi hasil tangkapan
utama dan hasil tangkapan
sampingan bubu
berdasarkan jumlah
(ekor) jenis ikan.
ulur, dan bubu berbeda dari masing-masing nelayan. Perbedaan jumlah hasil
tangkapan yang diperoleh disebabkan karena kemampuan daya tangkap yang
berbeda dan lokasi daerah penangkapan yang berbeda pula.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kupang jumlah hasil tangkapan khusus ikan kakap (Lutjanus sp.) yang
diperoleh nelayan selama periode kurang lebih 14 bulan sejak bulan Januari 2009
sampai dengan bulan Februari 2010 sangat berbeda untuk bulan-bulan tertentu,
hal ini disesuaikan dengan musim penangkapan dan sumberdaya yang ada. Musim
puncak penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang kurang lebih selama 4
bulan yaitu sejak bulan Juli sampai pada bulan Oktober, musim sedang
berlangsung selama 3 bulan sejak bulan April sampai bulan Juni, sedangkan
musim paceklik terjadi selama 5 bulan yaitu sejak bulan November sampai bulan
Maret. Hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama musim puncak kurang
lebih sebanyak 131.053 kg atau sebanyak 50% dari seluruh hasil tangkapan ikan
kakap yang diperoleh, pada musim sedang kurang lebih 864.98 kg atau sebesar
33% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperolah, dan pada musim
paceklik kurang lebih 44.861 kg atau 17% dari seluruh tangkapan ikan kakap yang
diperoleh. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan
sejak bulan Januari 2009 sampai bulan Februari 2010 dapat dilihat pada Gambar
26 dan Gambar 27.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Musim paceklik
Musim paceklik
Musim sedang
Musim puncak
Gambar 26 Jumlah hasil tangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang selama
bulan Januari 2009-Februari 2010.
Gambar 21 menjelaskan tentang jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang
diperoleh sejak Januari 2009-Februari 2010, berdasarkan alat tangkap yang
digunakan. Dari data yang diperoleh dari DKP Kabupaten Kupang (2009), alat
tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap adalah rawai dasar,
pancing ulur, dan bubu. Hasil tangkapan terbanyak diproduksi oleh alat tangkap
rawai dasar sebesar 57%, pancing ulur sebesar 39%, dan bubu sebesar 4% dari
jumlah keseluruhan hasil tangkapan tangkapan ikan kakap yang diproduksi oleh
tiga alat tangkap tersebut selama 14 bulan (Gambar 27).
Gambar 27 Komposisi hasil tangkapan ikan kakap berdasarkan bulan dan jenis
alat tangkap.
Produksi ikan kakap (Lutjanus sp.) yang dihasilkan setiap bulan sejak
Januari 2009-Februari 2010 dari tiga alat tangkap (rawai dasar, pancing ulur, dan