PENDAHULUANTrauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami cedera oleh salah satu sebab. Penyebab utama adalah
kecelakaan lalu lintas, industry, olahraga dan rumah tangga. Setiap
tahun 60 juta penduduk di Amerika Serikat mengalami trauma dan 50%
memerlukan tindakan medis, 3.6 juta (12% dari 30 juta) membutuhkan
perawatan di rumah sakit dan menghabiskan biaya sebesar 100 milyar
dollar (40%) dari biaya kesehatan di AmerikaSerikat. Didapatkan 300
ribu orang diantaranya menderita kecacatan yang berifat menetap
(1%) dan 8,7 juta orang menderita kecacatan sementara (30%).
Keadaan ini dapat menyebabkan kematian sebnyak 145 ribu per orang
per tahun (0,5%).Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu
12.000 orang per tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma
dapat menyebabkan:1. Dibutuhkan biaya perawatan yang sangat besar2.
Angka kematian yang tinggi3. Hilangnya waktu kerja yang banyak4.
Kecacatan sementara dan permanenBerdasarkan data diatas maka deskan
untuk memperbaiki/meningkatkan cara dan sistem penanggulangan
penderita gawat darurat sekarang sangat dirasakan. Untuk
meningkatkan kemampan penanggulangan trauma di rumah sakit, di
Indonesia saat ini diadakan kursus Advanced Trauma Life Support
(ATLS) yang diikuti terutama oleh para dokter yang berkecimpung
dibidang trauma.Pertolongan penderita trauma perlu dimasyarakatkan
dan dokter yang bertugas di Puskesmas perlu mengetahui dasar-dasar
penaggulangan trauma untuk melakukan penaggulangan awal dan rujukan
ke rumah sakit terdekat.
KEMATIAN PENDERITAKematian penderita dibagi dalam tiga periode
waktu:1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya
(50%)Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak,
kerusakan sum-sum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung,
aorta serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan penderita
tidak dapat ditolong dan meninggal ditempat.2. Kematian dalam menit
pertama sampai beberapa jam (35%)Kematian disebabkan oleh
perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan
limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta praktur multiple yang
menyebabkan perdarahan yang massif. Sebagian penderita pada tahap
ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan penaggulangan trauma
yang memadai.3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah trauma (15%). Kematian biasanya disebabkan oleh
kegagalan beberapa organ atau sepsis.Penanggulangan penderita
trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak
semuanya dapat dilakukan oleh dokter umum atau ahli bedah,
berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki serta
peralatan yang tersedia kurang memadai.TRAUMA DAN PENANGANANNYA
SECARA UMUMBeberapa prinsip yang perlu diketahui: Melakukan survey
awal dan survey lanjutan Menentukan prioritas penaggulangan kasus
trauma Melakukan resusitasi dan pengobatan defentif dalam 1-2 jam
pertama setelah trauma Mengidentifikasi penderita yang harus
dirujuk segera Mengetahui protokol penaggulangan bencana Mengerti
dan dapat melakukan beberapa tindakan seperti: intubasi,
torakosintesis, water sealed drainage (WSD), perikardiosentesis,
peritoneal lavase, serta memasang Central Venous Catheter dan Vena
Seksi Mengidentifikasi cedera vertebra servikal dan vertebra
lainnya serta mengetahui cara imobilisasinya Mengidentifikasi
trauma toraks baik dengan pemeriksaan fisik maupun dengan
pemeriksaan rontgen Mengetahui adanya fraktur dan dapat melakukan
imobilisasi sementara
URUTAN-URUTAN TINDAKAN DALAM PENANGGULANGAN TRAUMA1. Persiapan
awalPersiapan untuk penderita trauma dibedakan dalam dua hal,
yaitu: Fase sebelum masuk rumah sakitPersiapan ini terutama untuk
mengkoordinasikan antara dokter rumah sakit yang akan menerima dan
selama transportasi berupa tindakan yang akan dilakukan yaitu
kontrol jalan nafas, pernafasan penanggulan perdarahan eksterna dan
syok serta imobilisasi penderita. Fase rumah sakitRumah sakit
sebaiknya sudah menyiapkan suatu rancang bangun, penyediaan
personil terlatih, obat-obatan dan alat-alat lainnya pada satu
instalasi rawat darurat (IRD).2. TriaseTriase adalah satu sistem
sortase penderita serta ketersediaan sumber daya untuk memberikan
pengobatan disesuaikan dengan prioritas ABC, A (Airway dengan
memperhatikan vertebra servikalis), B (Breathing), C (Circultion
dengan mengontrol perdarahan).Dilakukan dua jenis triase yaitu:
Jumlah penderita tidak melebihi kapasitas rumah sakitPenderita yang
mempunyai problem sehingga dapat menyebakan gangguan kehidupan sert
penderita yang mengalami cedera multipl didahulukan
penanggulangannya. Jumlah penderita melebihi kapasitas rumah sakit
baik fasilitas maupun stafnya. Pada keadaan ini penderita yang
mempunyai kemungkinan hidup lebih baik didahulukan.PRIMARY
SURVEYPrimary survey bertujuan untuk menilai dan memberikan
pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami.
Fungsi-fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan
efesien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang
cepat serta resusitasi fungsi vital, penanganan trauma dan
identifikasi keadaan yang dapat menyebabkan kematian.A: AIRWAY
(Jalan Nafas)Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama kali
harus dinilai adalah jalan nafas. Penilaian ini untuk mengetahui
adanya obstruksi saluran nafas seperti adanya benda asing, adanya
fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings yang dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Harus diperhatikan pula secara
cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra
servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan
yang berlebihan pada tempat ini dan dapat dberikan alat bantu
seperti kolar leher untuk penyangga.Padabeberapa keadaan
kemungkinan terdapat kesulitan untuk membedakan adanya benda asing
dalam jalan nafas, fraktur mandibula dan maksila, robekan trakea
atau larings dan trauma vertebra servikalis.Pemeriksaan yang perlu
dilakukan: Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan foto rontgen vertebra
servikalPenilaian jalan nafas dilakukan dengan cara look, listen
and feel. Look (Lihat): 1. Lihat adanya retraksi dan pengunaan
otot-otot nafas tambahan, pernafasan cuping hidung, retraksi
trakea, retraksi thorax,2. Lihat gerakan dada atau perut, apakah
mengembang atau tidak.3. Dilihat apakah penderita mengalami agitasi
sehingga lidah jatuh ke belakang atau penurunan kesadaran.Listen
(Dengar):1. Dengarkan bunyi pernafasan.2. Dengarkan adanya bunyi
atau suara tambahan seperti mendengkur (snoring), berkumur
(gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor)Feel (Rasa):1.
Rasakan apakah ada hembusan udara ekspirasi atau tidak, dengan
menggunakan pipi.2. Ada tidaknya geteran di leher sewakti
bernafas.
Gambar 1Look listen and feel
Pengelolaan Airway tanpa alat:1. Triple airway manuver (head
tilt-chin lift, jaw-thrust)2. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)3.
Back Blow4. Chest Thrust\
Gambar 2Gambar 3Head tilt and chin lift manuver Jaw-Thrust
manuver
Gambar 4Manuver Heimlich/ Abdominal Thurst
Gambar 5Back Blow
Gambar 6Chest ThrusPengelolaan Airway dengan alat:1.
Oropharingeal airway 2. Nasopharingeal airway3. Laryngeal mask
airway4. Multilumen esophageal ariway5. Laringeal tube airway6.
Intubasi endotrakeal7. Krikotiroidotomi
Gambar 7Oropharingeal airway dan Nasopharingeal airwayGambar
8Laringeal mask airway dan Endotracheal tube
Gambar 9CricotiroidotomyB: BREATHING (Pernafasan)Perlu
diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah toraks untuk
menilai ventilasi. Jalan nafas yang bebas bukan berarti ventilasi
cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respiasi
atau gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan
bantuan alat pernafasan berupa kantong yang disambung dengan masker
atau pipa endotrakeal.Beberapa kelainan yang dapat memberikan
gangguan pernafasan yaitu: Pneumotoraks tekanan Kontusio pulmoner
dengan flail chest Pneumotoraks terbuka Hemotoraks massifPenilaian
breathingLook (Lihat) : 1. Adanya takipnea, terjadi hipoksemia atau
penurunan kesadaran, 2. Gerakan nafas, simetris dada, sianosis,
distensi vena leher, dan adanya jejas di dada, retraksi 3.
Penggunaan otot-otot nafas tambahan.Listen (Dengar) : 1. Menilai
apakah penderita tersebut sesak atau tidak dan 2. Menilai suara
napas.
Feel (Rasa) : 1. Rasakan apakah ada udara ekspirasi atau tidak.
2. Palpasi lokasi trakea dan cepat tentukan apakah trakea berada di
tengah mengalami deviasiPengelolaan Breathing tanpa alat:1. Bantuan
nafas mouth to mouth2. Bantuan nafas mouth to nose
Gambar 10Mouth to mouth dan Mouth to nosePengelolaan Breathing
dengan alat:1. Bantuan nafas mouth to mask2. Nasal kanul (2-4 lpm
40-60%)3. Sungkup sederhana (6-10 lpm 40-60%) 4. Sungkup
rebreathing (6-10 lpm 40-60%)5. Sungkup nonrebreathing (8-15 lpm
60-90%)6. Sungkup Venturi (4-14 lpm 30-55%)7. Bag Valve Mask
(>10 lpm 100%)
Gambar 11Mouth to maskGambar 12Oksigen therapy
Gambar 13Bag Valve Mask
C: CIRCULATION (Sirkulasi)Sirkulasi dan kontrol perdarahan
meliputi dua hal:a. Volume darah dan output jantungPerdarahan
merupakan penyebab utama kematian pada trauma. perdarahan dianggap
sebagai penyebab hipotensi pada trauma sebelum dapat dibuktikan
penyebab lain. Pada keadaan ini diperlukan penilaian secara cepat
dan akurat terhadap status hemodinamik penderita yang mengalami
trauma.Ada tiga tanda klinis yang dengan cepat dapat menunjukkan
adanya tanda-tanda hipovolemik, yaitu: KesadaranApabila terjadi
kehilangan volume darah setengah atau lebih dari volume darah total
maka terjadi gangguan perfusi otak dan akhirnya terjadi kehilangan
kesadaran. Warna KulitWarna kulit yang pucat dan kelabu bias
menandakan adanya kehilangan darah. Pada penderita ini kehilangan
darah bias sampai 30% dari volume darah total. NadiPerabaan nadi
tidak dilakukan pada pergelangan tangan tapi padaarteri
karotis/arteri femoralis dengan membandingkan kiri dan kanan,
kualitas, jumlah denyut dan regulasinya.
Gambar 14Penilaian Nadi Karotisb. PerdarahanPerdarahan luar
harus diatasi dengan balut tekan. Jangan melakukan pengikatan
dengan bahan seperti karet, varben dan sebagainya, karena dapat
menyebabkan kematian anggota gerak setelah waktu tertentu.Keadaaan
hipovolemik yang sering memberikan kesalahan diagnosis, yaitu:
Perdarahan intra-abdominal/intratorakal Fraktur femur/panggul
Trauma tembus pada arteri/vena Perdarahan keluar dari salah satu
sumberPenanganan1. Pasien sadar a. Posisi syokAngkat kedua tungkai
setinggi kurang lebih 45 derajat, hal ini bertujuan untuk
mengalirkan darah ke organ sentral (Jantung dan Otak).
Gambar 15Posisi syokb. Menghentikan perdarahan1. Tekan sumber
perdarahan 2. Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka.3.
Bebat tekan pada daerah yang luka.4. Pasang tampon sub fasia (gauza
pack). c. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan
cairan/darahd. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
2. Pasien tidak sadar Setelah melakukan pemeriksaan dan
memastikan korban tidak sadar akibat henti nafas dan henti jantung,
penanganan yang dilakukan adalah RKP (Resusitasi
Kardio-Pulmonal).
Gambar 16Resusitasi KardiopulmonalD: DISABILITY (Evaluasi
neurologis)Disability merupakan evaluasi neurologis secara cepat
setelah satu survey awal. Dengan evaluasi ini kita dapat menilai
tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Evaluasi ini menggunakan
metode AVPU, yaitu: A: Alert, Sadar V: Verbal, adanya respon
terhadap stimuli vocal P: Painful, adanya respon hanya pada
rangsang nyeri U: Unresponsive, tidak ada respon sama sekaliGCS
(Glasgow Coma Scale) adalah system skoring yang sederhana dan dapat
meramal kesudahan (outcome) pasien terutama motorik terbaiknya.
Bila pemeriksaan GCS belum dilakukan pada survey primer, harus
dilakukan pada secondary survey.E: EXPOSURE (Kontrol
lingkungan)Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian
penderita harus dilepas, selain itu perlu dihindari terjadinya
hipotermi. Setalah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti
agar pasien tidak hipotermia.RESUSITASIResusitasi yang agresif dan
pengelolaan cepat pada yang mengancam nyawa merupakan hal yang
mutlak bila ingin pasien tetap hidup AIRWAYAirway bertujuan untuk
mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dengan mengontrol atau
memfiksasi vertebra servikalis, terutama penderita dengan gangguan
ventilasi. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dengan mengangkat
mandibula kedepan, pemasangan tabung endotrakeal atau
krikotiroidektomi. PERNAPASAN/VENTILASI/OKSIGENASITension
pneumotoraks dapat menyebabkan gangguan ventilasi dan harus segera
dilakukan dekompresi serta pemberian oksigen tambahan. SIRKULASI
DAN KONTROL PERDARAHANLakukan kontrol perdarahan dengan perbaikan
volume intravaskular. Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang
sedikitnya 2 IV line dengan jarum yang berukuran besar. Segera
diambil contoh darah untuk transfusi. Pemberian cairan dengan NaCl
0,9% da koloid minimal 2-3 liter dan dilanjutkan dengan transfuse
darah apabila memungkinkan. KATETERISASI URIN DAN LAMBUNGPerlu
dipasang kateter urin yang merupakan indicator penting tentang
volume cairan tubuh. Produksi urin yang adekuat 20cc/jam pada orang
dewasa. Pemasangan kateter lambung diperlukan untuk menghindarkan
terjadinya distensi lambung dan aspirasi paru. MONITORINGPenilaian
resusitasi yang adekuat dapat dilakukan dengan penilaian
kuantitatif berupa perbaikan parameter fisiologis seperti frekuensi
pernafasan, nadi, tekanan darah, gas darah arterial, temperatur
tubuh, produksi urin. Nilai ini perlu diperoleh secepatnya setelah
dilakukan survey awal, yaitu: Frekuensi pernafasan dan nilai gas
darah arterial Pulse oksimetri Tekanan darah EKG PEMERIKSAAN
RADIOLOGIPemakaian foto rongten harus selektif, dan jangan
menghambat proses resusitasi. Foto toraks dan pelvis dapat membantu
dalam resusitasi. Foto toraks dapat mengenali kelainan yang
mengancam nyawa, dan foto pelvis mungkin menunjukkan adanya fraktur
pelvis yang kemudian membutuhkan pemberian darah. Foto servikal
lateral yang menunjukkan fraktur merupakan penemuan sangat penting,
tetapi bila tidk tampak fraktur belum menyingkirkan kemungkinan
fraktur.SECONDARY SURVEYSecondary survey baru dilakukan setelah
primary survey selesi, resusitasi dilakukan dan ABC-nya
membaik.Secondary survey adalah pemeriksaan kepala sampai kaki
(head to toe examination), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda
vital.Peluang untuk membuat kesalahan dalam penilaian pasien yang
tidak sadar atau gawat cukup besar, sehingga diperlukan pemeriksaan
teliti yang menyeluruh.Pada survey sekunder ini dilakukan
pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk mencatat skor GCS bila
belum dilakukan dalam survey primer. Pada secondary survey ini juga
dikerjakan foto ronsen, dan pemeriksaan lab.Evaluasi lengkap dari
pasien memerlukan pemeriksaan fisik berulang-ulang.ANAMNESISSetiap
pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Seringkali data seperti ini tidak bisa didapat dari
pasien sendiri, dan harus didapat dari petugas lapangan atau
keluarga.Riwayat AMPLE patut diingat:A: AlergiM: Medikasi (obat
yang diminum saat ini)P: Past illness (penyakit
penyerta/pregnancy)L: Last mealE: Event/environment (lingkungan)
yang berhubungan dengan kejadian perlukaan PEMERIKSAAN
FISISPemeriksaan kepala Kelainan kulit kepala, luka, kontusio atau
fraktu Kelainana bola mata dan cedera jaringan lunak periorbital
Telinga bagian luar dan membrana timpaniPemeriksaan maksilo-fasial
Fraktur tulang wajah Fraktur lamina cribrosaPemeriksaan leher Luka
tembus leher Emfisema subkutan Deviasi trachea Vena leher yang
mengembangPemeriksaan toraks Flail chest atau open pneumotoraks
Kontusio dan hematoma dinding dada Tamponade jantung atau tension
pneumotoraks Fraktur costa Suara napas dan jantung Pemantauan ECG
(bila tersedia)
Pemeriksaan rongga perut (abdomen) Luka tembus abdomen
memerlukan eksplorasi bedah Pasang pipa nasogastrik pada pasien
trauma tumpul abdomen kecuali bila ada trauma wajah Periksa dubur
(rectal toucher) Pasang kateter urin jika tidak ada darah di meatus
externus Temuan klinis yang meragukan dipertimbangkan diagnostic
peritoneal lavage (DPL), USG Abdomen atau bila memungkinkan
pemeriksaan CT abdomen dengan kontras.Pemeriksaan
perineum/rectum/vagina Periksa perineum untuk menilai kontusio,
hematoma, laserasi dan perdarahan urethra Colok dubur menilai darah
dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis,
keutuhan dinding rectum dan tonus m.sfingter ani Colok vagina
menilai adanya darah dalam vagina.Pemeriksaan musculoskeletal
Menilai luka dan fraktur dengan memeriksa adanya nyeri, krepitasi
atau gerakan abnormal Menilai gangguan sensasi dan atau hilangnya
kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan kerusakan saraf perifer
Penegakan diagnosis sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan
rontgen
Pemeriksaan neurologis Menilai tingkat kesadaran dengan Glasgow
Coma Scale (GCS), ukuran dan reaksi pupil Melakukan pemeriksaan
sensorik dan motorik Penilaian rasa raba/sensasi dan refleks
15