BAB I PENDAHULUAN Artritis bacterial akut atau septik artritis atau artiritis infektif meruipakan kegawatdaruratan rematologis dimana terjadi pengrusakan sendi secara cepat dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Diagnosis yang tepat dapat secara khusus menjadi tantangan pada pasien dngan penyakit inflamasi sendi yang mendasarinya. (1; 2) Replikasi bakteri di dalam sendi dan proses inflamasi yang terus terjadi dapat menyebabkan kerusakan sendi lokal yang cepat, dan dapat disertai dengan infeksi sistemik. Pengenalan yang cepat dari petugas kesehatan akan sendi yang terinfeksi dan penerapan terapi yang tepat merupakan hal yang penting dan kritis untuk mencegah morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan infeksi ini. (1) Insidensi yang semakin meningkat dimungkikan akibat prosedur ortopedi yang dilakukan dan seiring bertambahnya usia dimana semakin banyak psenyakit sistemik dan sendi yang mendasarninya. Orang – orang yang berisiko terkena septik artritis diantaranya oaring dengan penyakit radang sendi. Penggunaan yang meningkat akan agen agen immunomodulator telah membuat diagnosis dan managemen menjadi semakin sulit. Melalui makalh ini akan dibahas mengenai manajemen arthrtitis infektif pada dewasa. (2)
hao perkenalkan namas aya muhadadmm dajje saya erasal dari sjsejr je r sehingga memukau cmadat mata buta butakjeot ake halo ii ro k shit fucksss
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis bacterial akut atau septik artritis atau artiritis infektif meruipakan
kegawatdaruratan rematologis dimana terjadi pengrusakan sendi secara cepat dan
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Diagnosis yang
tepat dapat secara khusus menjadi tantangan pada pasien dngan penyakit inflamasi
sendi yang mendasarinya. (1; 2)
Replikasi bakteri di dalam sendi dan proses inflamasi yang terus terjadi
dapat menyebabkan kerusakan sendi lokal yang cepat, dan dapat disertai dengan
infeksi sistemik. Pengenalan yang cepat dari petugas kesehatan akan sendi yang
terinfeksi dan penerapan terapi yang tepat merupakan hal yang penting dan kritis
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan infeksi ini. (1)
Insidensi yang semakin meningkat dimungkikan akibat prosedur ortopedi
yang dilakukan dan seiring bertambahnya usia dimana semakin banyak psenyakit
sistemik dan sendi yang mendasarninya. Orang – orang yang berisiko terkena
septik artritis diantaranya oaring dengan penyakit radang sendi. Penggunaan yang
meningkat akan agen agen immunomodulator telah membuat diagnosis dan
managemen menjadi semakin sulit. Melalui makalh ini akan dibahas mengenai
manajemen arthrtitis infektif pada dewasa. (2)
BAB II
FAKTOR – FAKTOR RISIKO ARTHRITIS INFEKTIF
Faktor Risiko
Morfologi sendi yang tidak normal merupakan faktro risiko paling penting
dari artirtis infektif sebagaimana yang ditemukan pada atritis rheumatoid (RA),
terinduksi – Kristal, dan artropati charcot. Untuk alas an yang tidak begitu jelas,
risiko septik artritis meningkat 4 hingga 15 kali lipat pada pasien tanpa terapi.
Suatu hipotesis mengenai peningkatan risiko ini menyebutkan bahwa pada psien
RA terdapat suatu aktivitas bakteriosida cairan synovial yang berkutang dan
berkurangnya aktivitas fagositaosis oleh sel polymorfonuklear. Tambah lagi,
morflogi sendi yang tidak normal dapat mendukung mikoroorganisme untuk dapat
lolos dari fagositosis. Hubungan antara artirits septik dan gout kurang banyak
dilaporkan pada literature kedokteran, mungkin dikaenakan sifat episodic dari
serangan gout atau karena diagnosis yang kurang (underdiagnosis) akibat
gambaran klinis yang sama antara artitis infektif dan gout. (3; 2)
Meskipun penyakit sendi yang mendasari merupakan factor risiko utama
dari artritis infektif, obat anti – rematik termodifikasi – penyakit atau Disease –
Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) yang dapat menghambat kerusakan
sendi akibat penyakit rheumatologis tampaknya secara bersamaan juga
meningkatkan risiko infeksi sendi. Suatu penelitian retrospektif pasien dengan RA
yang diobati dengan Tumor Necrosis Factor Inhibitor (anti – TNF) dan DMARDs
non – biologis secara berturut – turut menunjukkan angka insidensi artritis septik
sebesar 4.2/ 1000 pasien per tahun dan 1.8 / 1000 pasien per tahun. Anti – TNF
yang digunakan pada RA berkatian dengan risiko ganda artritis septik
dibandingkan dengan agen DMRADs non – biologis (2)
Frekuensi tindakan yang berkatian dengan artritis infektif juga meningkat
pada tahun – tahun ini sebagai akibat semakin banyaknya prosedur intraartikuler
yang dilakukan. Intervensi ortopedis dapat mengantarkan cairan terkontaminasi
yang menyebabkan meningkatnya insidensi artritis septik. Peningkatan ini telah
ditunjukkan di Eropa, dimana suatu penelitian retrospektif mengenai artritis
infeksi menunjukkan bahwa infeksi sendi bacterial 41.8% adalah iatrogenic;
insidensi artritis infektif (AI) meningkat dari 4.2 kasus /100000 di tahun 1990
menjadi 11.0 kasus /100000 di tahun 2002. Penelitian sebelumnya telah
menyarankan bahwa injeksi steroid intraartikuler dan hyaluronat meningkatkan
risiko infeksi sendi seperti yang ditemukan pada kasus – kasus AI setelah
dilakukan injeksi pada lutut dengan steroid yang terkontaminasi. (4)
BAB III
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi
Menentukkan organisme penyebab merupakan hal yang penting dalam
pengobatan artritis Infeksi (AI) yang optimal dan tepat. Banyak bakteri dapat
menjadi pathogen pada artritis infeksi. S. aureus merupakan organisme yang
paling umum ditemui pada AI dan sering berkaitan dengan selulitis, abses,
endocarditis, osteomyelitis kronik, dan penyalahgunaan obat. Methicillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan masalah darurat terutama pada
pengguna obat intravena, orang tua, dan infeksi ortopedi. Dulunya MRSA
berkaitan dengan pelayanan kesehatan, namun saat ini infeksi MRSA di
masyarakat yang tidak berkaitan dengan pelayanan kesehatan kerap terjadi.
Infeksi ii sering menunjukkan komplikasi supuratif yang meningkat dan demam
serta perawatan rumah sakit yang semakin lama diaandingkan dengan MSSA.
Arthritis infeksi Vancomycin – intermediate S. aureus (VISA, vancomycin MIC 4
– 8 µg/nl) dan S. aureus reduced Vancomycin susceptibility (SA – RVS,
vancomycin MIC ≥ 2 µg/ml) telah dilaporkan pada pasien dengan riwayat paparan
tempat – tempat pelayanan kesehatan yang sering, riwayat terpapar vancomycin
sebelumnya, dan riwayat infeksi MRSA sebelumnya. (3; 4)
Organisme gran negatif berhasil dikultur dari kira – kira 5 – 20 % pasien
dengan AI dan dari pasien tersebut sebagia besar adalah anak – anak, orang tua,
orang immunosupresif dan pengguna obat intravena. Prevalensio resistensi
terhadap enterobacteriaceae telah meningkat selama decade terakhir dengan
munculnya organisme yang menghasilkan β – lactamase spectrum luas atau
extened – spectrum β - lactamase (ESBL) dan karbamase. Beberapa
enterobacteriaceae penghasil carbapenemase atau carbapenemase – producing
Enterobacteriaceae (CRE) resisten terhadap semua antibiotic yang ada, meskipun
untungnya hanya sedikit laporan mengenai AI yang disebabkan oleh organisme
ini di Amerika Serikat. Sementara itu, dulunya, infeksi gonococcus merupakan hal
yang biasa sebagai penyebab sindroma dermatitis – artritis pada dewsa seksual
aktif, namun data terbaru menyarankan bahwa organisme ini sekarang jarang
ditemukan sebagai penyebab artritis infeksif di Eropa dan Amarika Utara. (5)
Pada pasien denga RA, S. aureusmasih menjadi organisme yang paling
sering dilaporkan dan menjadi penyebab dari sekitar 60 – 75 % kasus infeksi
sendi. Tambahan menganai S. aureus, pasien dengan terapi anti – TNF juga
menderita infeksi akibat organisme intraseluler termasuk Listeria dan Salmonella.
Lebih lanjut, spesies gram – negative mencakupe 50 % organisme pada pasien
DMARDs non biologis dan 10 % spesies pada pasien yang menjalani terapi anti –
TNF. Mengenai pathogen spesifik lain berkaitan dengan arthritis infeksi dapat