PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM KELUARGA BEDA AGAMA (Studi Kasus pada Tiga Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Disusun oleh: LILIS HANDAYANI 11111149 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
103
Embed
PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM KELUARGA BEDA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/717/1/penanaman nilai-nilai... · menanamkan nilai-nilai moral pada anak adalah perbedaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL
DALAM KELUARGA BEDA AGAMA
(Studi Kasus pada Tiga Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Disusun oleh:
LILIS HANDAYANI
11111149
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Lilis Handayani
NIM : 11111149
Judul : PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM
KELUARGA BEDA AGAMA (Studi Kasus pada Tiga
Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang)
dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.
Demikian persetujuan pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 11 Januari 2016
Pembimbing
Dr. Mukti Ali, M.Hum.
NIP. 19750905 200112 1001
iii
SKRIPSI
PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM KELUARGA BEDA AGAMA
(Studi Kasus pada Tiga Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang)
DISUSUN OLEH
LILIS HANDAYANI
NIM : 11111149
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga, pada tanggal 27 Januari 2016 dan telah dinyatakan memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd. _________________
Sekretaris Penguji : Dr. Mukti Ali, M.Hum. _________________
Penguji I : Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. _________________
Penguji II : Rovi’in, M.Ag. _________________
Salatiga, 02 Februari 2016
Dekan
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Lilis Handayani
` NIM : 11111149
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul : PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM
KELUARGA BEDA AGAMA (Studi Kasus pada Tiga
Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan
jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Bawen, 09 Januari 2016
Yang menyatakan,
Lilis Handayani
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sesuatu yang belum dikerjakan, sering kali mustahil. Kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
Berdoa dan berusaha adalah kunci dari keberhasilan.
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku yang selalu mendo’akanku
Untuk Kakek dan Nenekku yang saya hormati
Untuk Adekku yang aku sayang
Untuk saudara-saudaraku tercinta
Untuk teman terbaikku yang memberikan semangat dan do’a
Untuk dosen-dosen IAIN Salatiga yang telah membagi ilmunya
Untuk teman-teman seperjuanganku yang telah berbagi Semangat
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Asslamualaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
junjungan kita baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafa’atnya.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan,
pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui
dalam situasi tertentu.
b) Kebiasaan
Kebiasaan dibagi dua macam yaitu pertama kebiasaan
tradisional berupa kebiasaan menghormati dan memberi salam
kepada orang tua baik di rumah, di perjalanan, di sekolah,
maupun tempat sosial kegiatan lainnya. Kedua kebiasan modern
seperti kebiasaan bangun pagi, sikat gigi, mandi, berganti
pakaian, kebiasaan berdoa sebelum tidur, membaca buku,
menonton TV. Kebiasaan diatas perlu diperhatikan sebagai
unsur penting dalam membentuk kedisiplinan.
c) Hukuman
Hukuman berarti suatu bentuk kerugian dan kesakitan
yang dijatuhkan pada seseorang yang berbuat kesalahan,
perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran maupun
pembalasan. Hukuman mempunyai tiga unsur penting dalam
28
pekembangan anak diantaranya: Pertama hukuman mempunyai
fungsi menghalangi, yaitu hukuman diharapkan dapat
menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh
masyarakat. Kedua hukuman mempunyai fungsi mendidik, yaitu
mereka belajar bahwa perilaku tertentu benar dan yang lainnya
salah dengan mendapat hukuman bila mereka berperilaku salah
dan tidak mendapat hukuman bila mereka berperilaku sesuai
standar sosial kelompoknya. Selain itu hukuman juga
seharusnya dapat memberikan pelajaran pada anak membedakan
besar kecilnya kesalahan yang mereka buat. Oleh karena itu
orang tua perlu mengukur berat ringannya kesalahan anak dan
menyesuaikannya dengan hukuman yang diberikan pada anak
atas kesalahan tersebut. Ketiga hukuman berfungsi memberi
motivasi pada anak untuk menghindari perilaku yang tidak
diterima oleh masyrakat. Pengetahuan tentang berbagai
alternatif perilaku serta akibat masing-masing alternatif dapat
memacu motivasi untuk menghindari perilaku yang salah. Salah
satu contoh diatas misalnya, memberi tangapan positif, memuji
setiap anak melakukan hal yang benar.
d) Penghargaan
Maslow dalam buku karangan Maria J. Wantah yang
berjudul pengajaran disiplin dan pembetukan moral (2005:163)
mengatakan bahwa penghargaan adalah salah satu dari kebtuhan
29
pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan
dirinya. Seseorang akan terus berupaya akan meningkatkan dan
mempertahankan disiplin apa bila disiplin itu menghasilkan
prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan
penghargaan. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat
penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku anak.
Penghargaan yang diberikan kepada anak tidak hanya berbentuk
materi tetapi dapat berupa kata-kata pujian maupun senyuman
pada anak.
e) Konsistensi
Konsistensi menunjukkan kesamaan dalam isi dan
penerapan dalam sebuah autran. Konsistensi digunakan bila
orang tua ingin menerapkan pemberian hukuman untuk
mengendalikan perilaku anak, atau memberikan penghargaan
untuk memperkuat perilaku yang baik. meski anak memiliki
perbedaan latar belakang sosial budaya, etnis, ekonomi maupun
kondisi perkembangan usia.
3) Bentuk Penanaman disiplin pada anak
Penanaman disiplin yang digunakan orang tua dalam upaya
membimbing dan membentuk disiplin anak, supaya mereka
berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat dan menghindari
perilaku yang tidak diinginkan, orang tua biasanya menerapkan
berbagai cara yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat
30
setempat, atau cara-cara baru yang mereka pelajari dari
lingkunganya. Maria J. Wantah (2005:170) mengatakan bahwa ada
dua pendekatan yang digunakan dalam membentuk disiplin anak
yaitu pendekatan disiplin secara negatif dan pendekatan disiplin
secara positif.
a) Pendekatan disiplin secara negatif
Pendekatan disiplin negatif yaitu cara pembentukan yang
diakukan dengan memahami tingkah laku anak yang tidak
sesuai dengan standar-standar yang ditentukan sekolah, keluarga
maupun masyarakat. Agar anak dapat bertingkah laku sesuai
yang diharapkan, pendidik mengajarkan anak tentang perilaku
moral dengan membuat suatu perjanjian pada anak yang baik itu
benar dan yang buruk itu salah. Namun banyak pendidik yang
tidak menyadari mengajarkan anak didik mereka dengan cara
disiplin yang negatif, berupa hukuman fisik dan kata-kata yang
dapat merugikan anak.
b) Pembentukan disiplin secara positif
Pembentukan disiplin positif adalah cara pembentukan
disiplin yang dilakukan orang dewasa dalam memperlakukan
anak dengan respek dan harga diri. Hal Ini merupakan tindakan
yang berpusat pada anak dan tidak egois, berpusat pada apa
yang dibutuhkan anak, dan tidak menekankan pada apa yang
dibutuhkan dan diinginkan orang dewasa. Dapat dikatakan
31
bahwa disiplin positif adalah berpusat pada pengajaran bukan
pada hukuman. Dengan disiplin positif anak diberikan informasi
yang benar dan dibutuhkan agar mereka dapat belajar dan
mempraktekkan tingkah laku yang benar. Selain itu, juga
diajarkan pada anak bagaimana membina hubungan baik seperti
saling menghargai, kerjasama, melibatkan ketegasan,
kewibawaan, dan rasa hormat pada sesama dan pada orang lebih
tua.
4) Cara menanamkan disiplin pada anak
Upaya dalam menanamkan disiplin kepada anak bertujuan
untuk membantu anak membangun pengendalian diri mereka.
Hurlock (1978:93) mengatakan bahwa ada beberapa cara yang
digunakan dalam menanamkan perilaku disiplin anak, diantaranya:
disiplin otoriter atau keras, disiplin permisif dan disiplin secara
demokratis.
a) Disiplin otoriter dan keras
Disiplin otoriter berarti pengendalian tingkah laku
berdasakan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri
seseorang. Hukuman kerap kali dipakai untuk memaksa,
menekan, mendorong untuk mematuhi dan mentaati peraturan.
Disiplin otoriter cenderung tidak memberi kesempatan untuk
bertanya tentang aturan yang diterapkan. Kalau sedikitpun anak
tidak mengindahkannya, ia akan mendapatkan hukuman fisik
32
maupun kata-kata yan menyakitkan. Hal ini menyebabkan anak
tidak mendapat kesempatan dan tidak didorong untuk mandiri
dalam mengambil keputusan-keputussan dalam mengendalikan
perilaku sendiri.
b) Disiplin permisif
Disiplin permisif berarti sedikit disiplin atau tidak
ditanamkan disiplin. Anak tidak diberi rambu-rambu atau batas-
batas yang mengatur perilakunya, mereka tidak diberika apa
yang boleh diakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Anak
dibiarkan berbuat berbuat sekehendak hatinnya, boleh
mengambil keputusan sendiri apapun bentuknya.
c) Disiplin demokratis
Disiplin demokratis adalah penggabungan ciri yang baik
dari cara pendisiplinan yang bersifat otoriter dan permisif.
Disiplin demokratis ini dilakukan dengan menggunakan
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak
mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan dan yang lain
tidak. Misalnya, untuk menjelaskan pada anak bahwa ia tidak
boleh bermain api atau bahwa kompor panas, oleh karena itu
tidak boleh memegangnya, orang tua dapat mendekatkatkan
tangan anak pada kompor.
33
c. Akhlak
1) Pengertian Akhlak
Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam
dan tanpa pemikiran. Namun perbuatan itu telah mendarah daging
dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak
lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran (Nata, 1997:5)
Akhlak juga menjelaskan tentang arti baik dan buruk,
menerangkan segala tingkah laku yang harus dilaksanakan oleh
sebagian manusia kepada manusia lainnya, kepada Tuhannya,
kepada lingkungan sekitar serta menjelaskan tujuan yang hendak
dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukkan jalan yang
harus dibuat.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah
suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram
dalam jiwa berlandaskan al-Qur’an dan al Hadits, yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan secara mudah tanpa
memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. Bila kehendak jiwa itu
menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan jelek, maka
disebut akhlak yang tercela begitu pula sebaliknya.
2) Tujuan Penanaman Akhlak
Menurut Barmawie Umary (1995:2) tujuan penanaman
akhlak adalah menjadikan seseorang agar terbiasa melakukan
34
perbuatan yang baik, indah, mulia, terpuji, serta menghindari
perbuatan yang buruk, jelek, hina dan tercela Sedangkan menurut
Ibn Maskawaih dalam buku karangan Suwito yang berjudul filsafat
pendidikan akhlaq (2004:16) tujuan penanaman akhlak adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan
untuk melahirkan semua perbuatan bernilai baik sehingga mencapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Karena tujuan penanaman akhlak itu menjalin hubungan
antara kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk,
sehingga selalu dapat terpelihara dengan baik dan harmonis (Umary,
1995:2). Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak supaya dapat memahami tentang perbuatan amal yang baik,
sehingga dapat mengamalkan ajaran Islam yang telah diterimanya.
3) Materi Penanaman Akhlak
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh penanaman
akhlak untuk anak. Anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak
yang memadai. Sebelum dikenalkan kepada anak-anak sebaiknya
pendidikan menerapkan akhlak bukan hanya pengenalan tentang
teori-teori tata krama atau akhlak saja tetapi juga praktek-praktek
tata krama yang mereka tiru dan teladani dari para guru. Samsyu
Yusuf, menyatakan bahwa anak-anak perlu diajarkan atau dilatih
tentang kebiasaan-kebiasaan melaksanakan akhlak madzmumah
seperti mengucapkan salam, membaca hamdalah pada saat mendapat
35
kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu, menghormati orang
lain, memberi sedekah, memelihara kebersihan baik diri sendiri
maupun lingkungan (seperti mandi, menggosok gigi dan membuang
sampah pada tempatnya) (Yusuf, 2002:7). Sedangkan pandangan
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Jilid I terjemahan
Muhammad zuhri (1990:149) tentang pendidikan akhlak anak
meliputi:
a) Kesopanan dan kesederhanaan
Al-Ghazali sangat menganjurkan kesopanan dan
kesederhanaan dalam hal makan, berpakaian dan tidur. Salah
satu hal yang biasa terjadi terhadap diri anak-anak ialah
mempunyai sifat rakus makan, maka ini perlu di didik pula.
Misalnya pada waktu makan itu senantiasa menggunakan tangan
kanannya dan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim (Al-
Ghazaly, 1990:149).
b) Kesopanan dan Kedisiplinan
Al-Ghazali sangat mengutamakan kedisiplinan anak
untuk menghindarkan perbuatan yang tidak pantas di pandang
umum dan membiasakan anak untuk berbuat hal-hal yang patut
sesuai dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dalam
hal ini al-Ghazali melatih kesopanan dan kedisiplinan anak
dalam tata cara duduk, berbicara, dan meludah (Al-Ghazaly,
1990:149).
36
c) Pembiasaan dan latihan bagi anak untuk menjauhkan perbuatan
yang tercela
Al-Ghazali menganjurkan agar mendidik anak dengan
pembiasaan dan latihan untuk menghindarkan dari perbuatan
yang tercela serta tidak sesuai dengan norma masyarakat
maupun ajaran agama (Islam) (Al-Ghazaly, 1990:149).
B. Keluarga Beda Agama
1. Pengertian Pernikahan Beda Agama
Pernikahan beda agama pada dasarnya berarti pernikahan yang
dilangsungkan antara pasangan yang beda agama satu sama lain. Pernikahan
bernuansa keragaman ini banyak terjadi dan masih dijumpai di dalam
kehidupan bermasyarakat. Mungkin contoh yang banyak terekspos ke
masyarakat luas hanyalah pernikahan atau perkawinan dari pasangan para
selebritis saja. Beberapa contoh dari pasangan suami istri, Nurul Arifin dan
Mayong, Ira Wibowo dan Katon Bagaskara, Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale.
Perkawinan yang dilakukan oleh mereka tidak lagi didasarkan pada suatu
akidah agama, melainkan hanya pada cinta. Seolah cinta semata yang menjadi
dasar suatu pernikahan. Masalah agama dalam beberapa argumen pasangan-
pasangan seperti itu kira-kira dapat dirumuskan seperti ini. Berdasarkan
hukum munakahat yang diajarkan Islam kepada penganutnya ialah
pernikahan yang dibenarkan oleh Allah SWT adalah suatu pernikahan yang
didasarkan pada satu akidah, di samping cinta dan ketulusan hati dari
keduanya. Dengan landasan dan naungan keterpaduan itu, kehidupan suami-
37
istri akan tenteram, penuh rasa sinta dan kasih sayang. Keluarga mereka akan
bahagia dan kelak memperoleh keturunan yang sejahtera lahir batin.
Jadi yang dimaksud dengan pernikahan beda agama adalah pernikahan
orang Islam (pria atau wanita) dengan orang bukan Islam (pria dan wanita)
(Zuhdi, 1996:4).
2. Pernikahan Antara Orang yang Berlainan Agama Menurut Hukum Islam
Mengenai masalah perkawinan beda agama ini Islam membedakan
hukumnya menjadi tiga macam yaitu:
a. Perkawinan antara Perempuan Muslimah dengan Laki-Laki Non Muslim
Semua ulama telah sepakat bahwa perempuan muslimah tidak
diperbolehkan (haram) kawin dengan laki-laki non muslim, baik Ahli
Kitab maupun musyrik. Baik calon suaminya itu termasuk pemeluk
agama yang mempunyai kitab suci, seperti Kristen dan Yahudi ataupun
pemeluk agama yang mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti
Budhisme dan Hinduisme, maupun pemeluk agama dan kepercayaan
yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab suci.
Termasuk pula di sini penganut Animisme, Ateisme, Politeisme, dan
sebagainya (Zuhdi, 1996:6).
Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin
antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, ialah: Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
38
ن م نؤمنك م يي را ا ن نن نؤررا و ول عجبتكحام ول ول ي ى ؤ امنني ى و ن كحوا ا الهاررا حي ى ؤ امنكا ا ولعتدم نؤمننم يي را ا ن نن نؤرركو ول عجبتحام عاولئك ؤدجا ناكحوا ا الهارراني ح
اي ى إل ام ؤ ك لعني ى لنكي ى اؤن ا وؤ ات ني ن ر ب كي ى واله واهللا ؤدجا ا إل ا .راو الكي ى
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
dengan wanita-wanita yang mukmin sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang
beriman) sebelu mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-
laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka
mengambil pelajaran”.
Hikmah dilarangnya perkawinan antara seorang wanita Islam
dengan pria Kristen atau Yahudi karena dikhawatirkan wanita Islam itu
kehilangan kebebasan beragama dalam menjalankan ajaran-ajaran
agamanya, kemudian terseret kepada agama suaminya. Demikian pula
anak-anak yang lahir dari hasil perkawinannya dikhawatirkan pula
mereka akan mengikuti agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala
keluarga terhadap anak-anak melebihi ibunya (Zuhdi, 1996:6-7).
b. Perkawinan antara Laki-laki Muslim dengan Perempuan Musyrik
Para ulama sepakat bahwa laki-laki muslim tidak halal kawin
dengan perempuan penyembah berhala, perempuan zindiq, perempuan
keluar dari Islam, menyembah sapi, perempuan beragam politeisme
(Zuhdi, 1996:4).
39
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria muslim
boleh kawin dengan wanita Ahli Kitab (Yahudi atau Kristen) (Zuhdi,
1996:5). Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5:
ؤن ااون ا االحكب حل لي ىحام وطع ناحام حل لي ىام الي م ااحلي ى لنحاما الطي ىي نتتا وطعما الي ىا ان يكاها هاني ى والهاوصكتا نن ؤن ااون ا ا الحكب نن ق تنحام ا الهامنكت والهاوصكتا نن الي ى
ار ب ل ي ف قد حتط ي ايدا و ونن ؤي ىح ااجا هاني ى ماصكني غي ر ناس فوني ولناكي ىخا وها ىف ال ير نن السرؤن. جهنا
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan
makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu
menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar
maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dngan maksud
berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.
Barang siapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal
mereka dan di akhirat dia masuk orang-orang yang rugi”.
3. Pernikahan Beda Agama Menurut Agama-agama Di Indonesia
a. Pandangan Agama Kristen Protestan
Dalam Al-Kitab di jelaskan bahwa pernikahan adalah suatu
“peraturan Allah” yang bersifat sacramental (suci), yakni ia diciptakan
dalam rangka seluruh maksud karya penciptaannya atas alam semesta
(Monib dan Kholis, 2008:110).
Perkawinan adalah persekutuan hidup meliputi keseluruhan
hidup, yang menghendaki laki-laki dan perempuan menjadi satu. Satu
dalam kasih tuhan, satu dalam mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu
40
dalam menghayati kemanusiaan, dan satu dalam memikul beban
pernikahan (Ichtiyanto, 2003:132).
Demi kesejahteraan perkawinan, gereja Kristen menganjurkan
kepada ummatnya mencari pasangan hidup yang seagama dengan
mereka. Tetapi karena menyadari bahwa ummatnya hidup bersama-
bersama dengan pemeluk agama lain, gereja tidak melarang umatnya
menikah dengan orang-orang yang bukan beragama Kristen. Perkawinan
campuran antara pemeluk agama yang berbeda dapat dilangsungkan di
gereja menurut hukum gereja Kristen apabila yang bukan Kristen
bersedia membuat pernyataan bahwa dia tidak berkeberatan
perkawinannya di laksanakan di gereja (Ichtiyanto, 2003:133)
Akibatnya dalam gereja Kristen ada tiga macam perkawinan
campuran yaitu: perkawinan campuran antar sesama agama Kristen yang
lain gereja, perkawinan campuran antara orang Kristen dengan orang
Katolik, perkawinan campuran antara orang Kristen dengan penganut
agama lain.
b. Pandangan Agama Kristen Katolik
Secara umum Gereja Katolik memandang bahwa pernikahan
antara seorang penganut Katolik dengan seorang non Katolik bukanlah
bentuk pernikahan yang ideal, sebab pernikahan dianggap sebuah
sakraman (sesuatu yang kudus atau suci).
Untuk menyelamatkan iman kristiani & perkawinan, agama
Katolik menempuh sikap sebagai berikut:
41
1) pada dasarnya perkawinan campuran antar agama adalah tidak
menurut hukum dan tidak sah.
2) perkawinan campuran antar orang Katolik dan penganut agama lain
adalah sah kalau mendapat dispensasi dari gereja (Monib dan Kholis,
2008:111)
Dispensasi atau pengecualian ini menurut baru diberikan apabila
ada harapan dapat terbinanya suatu keluarga yang baik dan utuh setelah
pernikahan. Juga untuk kepentingan pemeriksaan guna memastikan tidak
adanya halangan untuk menikah. Yang paling penting soal pernikahan
dalam Katolik adalah bahwa setiap pernikahan, baik sesama Katolik
ataupun dengan non Katolik, hanya dianggap sah apabila dilakukan
dihadapan uskup, pastor paroki atau imam. Jadi jika ada pernikahan
antara penganut agama lain dan penganut Katolik dan tidak dilakukan
menurut agama Katolik, maka pernikahan tersebut dianggap belum sah
(Monib dan Kholis, 2008:115-116).
c. Pandangan Agama Hindu
Agama Hindu secara tegar memberikan ketentuan syarat-syarat
perkawinan dan menentukan larangan perkawinan orang Hindu dengan
pemeluk agama lain. Menurut agama Hindu, perkawinan hanya sah jika
dilaksanakan upacara suci pernikahan oleh pedande. Pedande hanya mau
melaksanakan upacara pernikahan kalau kedua calon pengantin beragama
Hindu. Perkawinan orang Hindu yang tidak memenuhi syarat dapat
dibatalkan. Pedande tidak mungkin memberkati atau menyelenggarakan
42
upacara perkawinan antara mereka yang berbeda agama. Azaz
perkawinan harus disahkan menurut agama, yaitu dengan cara melakukan
wiwahasan skara atau wiwahahoma, dikedepankan di dalam sistem
perkawinan Hindu yang menyatakan bahwa suatu perkawinan yang tidak
disahkan menurut agama dengan melakukan upacara suci, menyebabkan
ia jatuh hina. Yaitu harus anaknya tidak diakui sah sebagai pewaris yang
sederajat dengan orang tua. Atau dengan kata lain akibat dari perkawinan
itu tidak diakui sah menurut hukum agama (Ichtiyanto, 2003:135).
Apabila di antara calon pengantin dan dapat perbedaan agama,
pendade tidak dapat memberkati kecuali pihak yang bukan Hindu
tersebut telah disudhikan sebagai pemeluk agama Hindu dan
menandatangani sudi vadani (surat pernyataan masuk agama Hindu)
(Ichtiyanto, 2003:135).
d. Pandangan Agama Budha
Menurut Sanga Agung Indonesia, perkawinan beda agama yang
melibatkan penganut agama Budha dan penganut non Budha
diperbolehkan, asalkan pengesahannya dilakukan menurut tata cara
agama Budha meski calon mempelai yang bukan Budha tidak diharuskan
untuk masuk agama Budha dulu tapi dalam ritualnya kedua mempelai
wajib mengucapkan atas nama Sang Budha, Dharma, dan Sangka (Monib
dan Kholis, 2008:117)
43
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Profil Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang
1. Letak dan Keadaan Geografis
Desa Doplang adalah sebuah desa di Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kelurahan Bawen serta
berbatasan dengan Kecamatan Ambarawa di sebelah barat dan selatan.
2. Keadaan Penduduk
Adapun keadaan penduduk Desa Doplang Kecamatan Bawen
Kabupaten Semarang dapat di lihat dari data Monografi pada bulan
November 2015 di bawah ini yang sudah dapat di pahami dengan tabel-tabel
klasifikasi berikut ini:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk menurut Usia
No. Kelompok Umur
(Tahun)
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 0-1 107 83 190
2. 2-5 146 137 283
3. 6-10 159 137 296
4. 11-15 221 206 427
5. 16-20 184 187 371
44
6. 21-25 168 173 341
7. 26-30 171 178 349
8. 31-40 322 322 644
9. 41-50 346 319 665
10. 51-60 309 323 632
11. 60 ke atas 140 156 296
Jumlah 2273 2221 4494
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan November 2015 Desa Doplang)
Berdasarkan data pada tabel 3.1 dapat diketahui bahwa, dari total
penduduk 4494 jiwa terdapat 2273 berjenis kelamin laki-laki. Jumlah
penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu 665
jiwa.
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk menurut Agama
No. Kelompok Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Islam 2260 2205 4465
2. Kristen 3 4 7
3. Khatholik 10 12 22
4. Hindu - - -
5. Budha - - -
6. Konghucu - - -
Jumlah 2273 2221 4494
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan November 2015 Desa Doplang)
45
Mayoritas penduduk di Desa Doplang beragama Islam yaitu 4465
jiwa. Khatolik dan Kristen menempati diurutan kedua dan ketiga dengan
jumlah 18 jiwa.
Walaupun terjadi perbedaan keyakinan atau agama, dalam kehidupan
sehari-hari penduduk Desa Doplang Kecamatan Bawen tidak
menggambarkan adanya perpecahan ataupun konflik akibat perbedaan
keyakinan. Bagi pemeluk agama Islam sebagi pemeluk mayoritas sangat
menghormati pemeluk agama Kristen dan Katolik meskipun pemeluknya
hanya sebagian kecil dari masyarakat Desa Doplang Kecamatan Bawen
begitu juga sebaliknya. Dengan sikap masyarakat Desa Dopalng Kecamatan
Bawen tersebut menjadikan pemeluk agama terkesan lebih toleran dan tidak
membedakan-bedakan satu dengan yang lain.
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk menurut Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Tidak Sekolah 254 239 493
2. Belum Tamat SD 321 317 638
3. Tidak Tamat SD 209 204 413
4. Tamat SD 736 735 1471
5. Tamat SLTP 485 487 972
6. Tamat SLTA 227 218 445
7. Tamat Diploma 22 15 37
46
8. Sarjana ke atas 12 13 25
Jumlah 2266 2228 4494
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan November 2015 Desa Doplang)
Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk
4494 jiwa hanya 62 jiwa yang menempuh pendidikan diatas SLTA.
Mayoritas tingkat pendidikan penduduk di Desa Doplang hanya tamat SD
yaitu 1471 jiwa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Desa
Dopang masih sangat kurang, penduduk Desa Doplang harus diberitahu
kesadaran pentingnya sebuah pendidikan.
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. PNS 12 14 26
2. TNI 1 - 1
3. Polri 1 - 1
4. Pegawai Swasta 87 53 140
4. Pensiunan 8 16 24
6. Pengusaha 1 3 4
7. Buruh Bangunan 296 21 317
8. Buruh Industri 139 249 388
9. Buruh Tani 623 262 885
10. Petani 631 305 936
47
11. Peternak 106 53 159
12. Nelayan - - 0
13. Lain-lain 279 138 417
Jumlah 2184 1114 3298
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan November 2015 Desa Doplang)
Dikarenakan Pendidikan di Desa Doplang sangat kurang, Mayoritas
masyarakat di Desa Doplang berprofesi sebagai petani yaitu 936 jiwa serta
sebagai buruh tani sebanyak 885 jiwa. Sedangkan diurutan ketiga sebanyak
388 bekerja sebagai buruh industri.
Tabel 3.5
Jumlah Kepala Keluarga
No. Uraian Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Jumlah Kepala
Keluarga
1174 85 1259
2. Kelurga yang sudah
mempunyai KK
1017 63 1080
3. Keluarga yang
belum mempunyai
KK
148 20 168
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan November 2015 Desa Doplang)
Dari keseluruhan kepala keluarga yang berjumlah 1259 masih ada
yang belum mempunyai Kartu Keluarga yaitu sebanyak 168 kepala keluarga.
48
3. Data Responden
Tabel 3.6
Daftar Responden Keluarga Pasangan Beda Agama
No. Suami Istri Usia
1. JK (Islam) SM (Islam) 45/39 tahun
2. DC (Kristen Protestan) IT (Islam) 50/40 tahun
3. JN (Islam) ST (Kristen Protestan) 46/43 tahun
Berdasarkan data pada tabel 3.6 dapat diketahui bahwa terdapat tiga
responden keluarga pasangan beda agama. Pasangan Bapak JK dan Ibu SM
dilihat dari tabel di atas mempunyai agama yang sama yaitu Islam. Tetapi
dalam kenyataanya pasangan tersebut berbeda agama, Bapak JK beragama
Islam dilakukan hanya untuk menikah dengan Ibu SM. Setelah dua tahun
pernikahannya dengan Ibu SM, akhirnya Bapak JK kembali lagi menjalankan
ajaran agama Kristen Protestan tetapi tanpa mengubah agama yang tertera
dalam kartu identitasnya.
B. Profil Subjek Penelitian
1. Profil Keluarga Bapak JK
Bapak JK lahir di Klaten 45 tahun yang lalu. Beliau memiliki istri
yang bernama Ibu SM yang kini berumur 39 tahun. Keluarga ini dikaruniai
satu anak perempuan bernama MR yang berusia 16 tahun dan satu anak laki-
laki berusia 9 tahun bernama AS.
Pendidikan terakhir Bapak JK adalah SLTP, sedangkan Ibu SM hanya
lulusan SD. Anak pertama mereka kini duduk di bangku SLTA kelas dua di
49
Jakarta dan anak kedua yang bernama AS berada di tingkat tiga sekolah
dasar.
Setiap harinya Bapak JK bekerja sebagai karyawan salah satu pabrik
di Ungaran, sedangkan Ibu SM membuka toko kecil di rumahnya. Dalam
keluarga ini, agama yang dicantumkan dalam kartu keluarga semuanya Islam
untuk masing-masing anggota keluarga. Tetapi untuk Bapak JK, Islam
hanyalah sebatas agama identitas. Beliau tidak menjalankan segala bentuk
ibadah maupun ajaran agama Islam, tetapi beliau aktif dalam semua kegiatan
dan peribadatan agama Kristen Protestan. Sebelum menikah dengan Ibu SM,
agama Bapak JK adalah Kristen Protestan namun demi memperoleh restu dari
keluarga Ibu SM dan demi memperlancar kepengurusan surat-surat
perkawinan beliau pindah ke agama Islam. Setelah dua tahun pernikahan,
akhirnya Bapak JK memutuskan kembali lagi ke agama sebelumnya tetapi
tidak mengganti agama dalam kartu identitasnya.
2. Profil Keluarga Bapak DC
Bapak DC berasal dari Semarang sedangkan Ibu IT dari Klaten.
Mereka saling kenal karena keduanya bekerja di tempat yang sama di salah
satu pabrik di Semarang. Setelah lama saling mengenal dan menjalin suatu
hubungan, akhirnya mereka memutuskan menikah dan kemudian pindah ke
Desa Doplang.
Usia Bapak DC kini sudah mencapai umur 50 tahun sedangkan Ibu IT
berusia 40 tahun. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama RL
yang kini berusia 17 tahun.
50
Bapak DC adalah seorang lulusan SMA sedangkan istrinya hanya
lulusan SD. Anak mereka kini sudah mencapai tingkat SLTA kelas dua di
salah satu sekolah swasta di Ambarawa. Saat ini Bapak DC dan Ibu IT sama-
sama bekerja sebagai buruh pabrik di Ungaran. Agama Bapak DC adalah
Kristen sedangkan Ibu IT beragama Islam. Bapak DC sebenarnya pada waktu
menikah pernah pindah ke agama Islam untuk memperlancar dalam proses
pernikahannya. Namun Bapak DC langsung kembali pindah ke Agama
Kristen setelah selesai pernikahannya.
3. Profil Keluarga Bapak JN
Klaten merupakan daerah asal Bapak JN, beliau lahir 46 tahun yang
lalu. Istrinya bernama Ibu ST yang berusia 43 tahun berasal dari daerah
Ungaran. Keduanya dikaruniai seorang anak laki-laki berusia 17 tahun
bernama YD.
Bapak JN dan Ibu ST bisa sampai ke tahap pernikahan dikarenakan
dulu tempat kerja Bapak JN berdekatan dengan tempat tinggal Ibu ST.
Setelah beberapa tahun pernikahan, akhirnya mereka memutuskan untuk
pindah ke Desa Doplang dikarenakan Ibu ST dipindah tugaskan di Desa
Doplang.
Bapak JN merupakan seorang pegawai dinas perhutani di Semarang
sedangkan Ibu ST seorang bidan desa yang ditugaskan di Desa Doplang.
Agama Bapak JN adalah Islam dan Ibu ST beragama Kristen. Untuk
mempermudah proses pernikahan Ibu ST pernah pindah ke Agama Islam.
51
Setelah Menikah beberapa tahun Ibu ST memutuskan untuk kembali ke
Agama semula yaitu Agama Kristen.
C. Temuan Penelitian
Setelah dilakukan observasi dan wawancara terhadap keluarga beda agama
di Desa Doplang Kecamatan Bawen ditemukan penanaman nilai-nilai moral
dalam keluarga beda agama sebagai berikut:
1. Cara orang tua menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga beda
agama
Dalam setiap keluarga mempunyai cara yang beragam dalam
menanamkan nilai-nilai moral pada anak, hal itu juga terjadi pada keluarga
beda agama. Perbedaan agama antara suami dan istri menjadi faktor yang
berpengaruh dalam menanamkan nilai-nilai moral terhadap anak. Di bawah
ini penulis paparkan cara penanaman nilai-nilai moral pada anak dalam
pasangan beda agama berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan
oleh penulis.
a. Keluarga Bapak JK
Bapak JK awalnya beragama Kristen Protestan, tapi untuk bisa
menikah dengan Ibu SM akhirnya Bapak JK bersedia untuk pindah ke
agama Islam. Setelah dua tahun pernikahannya dengan Ibu SM, akhirnya
Bapak JK kembali lagi menjalankan ajaran agama Kristen Protestan
tetapi tanpa mengubah agama yang tertera dalam kartu identitasnya. Ibu
SM dan Bapak JK membuat suatu kesepakatan mengenai agama anak-
52
anak mereka kelak harus ikut dengan agama Ibu SM yaitu Islam. Hal
tersebut sebagaimana diutarakan oleh Ibu SM di bawah ini:
“Untuk masalah anak-anak terutama tentang agamanya
saya sudah bilang ke suami kalau anak-anak harus ikut dengan
saya bagaimanapun keadaannya karena telah menjadi
kesepakatan”.
Walaupun di dalam keluarga ini terdapat perbedaan agama,
namun keluarga ini sangat terlihat kompak dan harmonis. Dalam masalah
penanaman nilai-nilai moral Bapak JK dan Ibu SM menerapkan:
1) Religiusitas
Bapak JK dan Ibu SM dikaruniai dua anak. Dengan adanya
kesepakatan yang dibuat oleh Bapak JK dan Ibu SM akhirnya kedua
anaknya mengikuti agama Ibu SM yaitu Islam. Mengenai pendidikan
religiusitas, Ibu SM sudah mulai mengenalkan Islam kepada anak-
anaknya sejak mereka masih kecil. Hal ini berdasarkan penuturan
dari Ibu SM di bawah ini:
“Sejak kecil, sebelum sekolah sudah saya latih shalat
walaupun hanya sekedar menirukan gerakannya saja”.
Menurut Ibu SM, pendidikan religiusitas yang lebih utama
diajarkan yaitu mengenai shalat, mengaji, puasa, sikap toleransi dan
menghormati terhadap pemeluk agama lain. Berikut pernyataan Ibu
SM:
“Yang penting anak-anak mau shalat dan ngaji tapi
yang penting juga harus menghormati bapaknya walaupun
belum bisa sama dengan kita”.
53
Pertanyaan Ibu SM juga diutarakan oleh MR (anak dari
Bapak JK dan Ibu SM) sebagai berikut ini:
“Saya setiap hari disuruh Ibu untuk mengaji ke TPA
dan sejak kecil saya sudah diajarkan pelajaran agama seperti
sholat, mengaji, puasa dan zakat”.
2) Disiplin
Memberikan pujian atau hadiah dilakukan keluarga bapak JK
apabila anak berperilaku disiplin atau patuh kepada orang tua.
Keluarga Bapak JK berpikiran apabila anak diperlakukan dengan
baik maka anak akan patuh dan disiplin dengan sendirinya. Berikut
ini penuturan Ibu ST:
“Saya selalu memberikan anak saya pujian atau
hadiah kalau anak saya disiplin dan patuh terhadap perintah
saya. anak itu kalau kita bersikap baik atau tidak galak pasti
anak akan patuh dan disiplin dengan sendirinya”.
3) Akhlaq
Keluarga Bapak JK dalam menanamkan nilai-nilai moral
kepada anaknya tidak berbeda dengan keluarga pada umumnya.
Keluarga Bapak JK mengajarkan anaknya untuk sopan,
menghormati orang yang lebih tua dan bersikap baik dengan orang
lain. Berikut ini penuturan Ibu ST:
“Anak saya selalu saya ajarkan untuk sopan,
menghormati dengan orang yang lebih tua dan yang paling
penting anak saya harus selalu berbuat baik kepada orang
lain”.
Dan di keluarga Bapak JK setelah penulis melakukan
observasi, anaknya ketika mau masuk kedalam rumah selalu
54
mengucapkan salam bahkan anakya dalam berbicara kepada yang
lebih tua selalu mengunakan bahasa krama.
Bapak JK walaupun beragama Kristen mempunyai sikap
toleransi kepada keluarga yang lain seperti ditunjukkanya pada bulan
puasa, Bapak JK tidak terlihat makan pada waktu siang ketika Ibu
ST dan anaknya berpuasa. Pernyataan ini di utarakan oleh MR (anak
dari Bapak JK dan Ibu SM):
“Pada saat bulan Ramadhan bapak tidak pernah
terlihat makan siang karena bapak menghormati saya dan ibu
yang sedang berpuasa”.
b. Keluarga Bapak DC
Di keluarga Bapak DC dan Ibu IT agama merupakan suatu hal
yang tidak perlu dipermasalahkan dan diperebutkan. Mengenai
penentuan agama bagi anak, Bapak DC menyerahkan sepenuhnya kepada
Ibu IT. Bapak DC tidak terlalu mempermasalahkan agama apa yang akan
dipilih anaknya, yang terpenting tetap konsekuen terhadap ajaran agama
yang dipeluknya. Dengan begitu, anak mereka ikut ke agama Ibu IT yaitu
Islam, sebagaimana diutarakan oleh Ibu IT:
“Untuk agama anak, suami saya menyerahkan semuanya
ke saya. Jadi ya anak ikut agama saya. Suami saya tu gak terlalu
mempermasalahkan agama apa yang kelak dipilih anak-anak yang
terpenting itu tetap konsekuen dengan ajaran agama yang
dipeluk”.
Begitu juga dengan menanamkan nilai-nilai moral Bapak DC
menyerahkan sepenuhnya kepada Ibu IT. Ibu IT menanamkan nilai-nilai
moral pada anak sebagai berikut:
55
1) Religiusitas
Pernikahan Bapak DC dengan Ibu IT dikaruniai seorang anak
perempuan yang bernama RL. Karena Bapak DC menyerahkan
sepenuhnya kepada Ibu IT mengenai pendidikan religiusitas
anaknya, maka Ibu IT yang memberikan pendidikan religiusitas
kepada RL sehingga RL ikut ke agama Islam. Menurut Ibu IT,
pengenalan tentang Islam lebih baik diberikan sejak kecil. Nilai-nilai
yang diajarkan meliputi pengenalan tentang Tuhan, rukun iman dan
rukun islam. Berikut ungkapan Ibu IT:
“Yang terpenting itu pengenalan tentang Tuhan serta
rukun iman, shalat dan ajaran-ajaran yang lain meliputi
puasa, zakat dan lainnya. Patuh dan menghormati kepada
bapaknya walaupun tidak seagama. Mungkin seputar hal-hal
yang mendasar yang bisa saya ajarkan kepada anak saya”.
2) Disiplin
Keluarga Bapak DC dalam menanamkan nilai-nilai disiplin
kepada anaknya, hukuman selalu diberikan ketika anak melakukan
kesalahan. Seperti penuturan Ibu IT berikut ini:
“Anak saya kalau tidak disiplin selalu saya berikan
hukuman. soale kalau gak digituin anak tidak mungkin bisa
disiplin”.
Unikya dalam keluarga Bapak DC, Bapak DC yang beragama
Kristen tidak lupa mengingatkan anaknya apabila tidak menjalankan
sholat bahkan Bapak DC memarahi anaknya apabila tidak segera
menjalakan sholat. Berikut ini penuturan RL (anak Bapak DC dan
Ibu ST):
56
“Bapak itu walaupun beragama kristen selalu
memarahi saya apabila saya tidak menjalankan sholat. Bapak
mengatakan kalau menjalankan ibadah itu mbok jangan di
tunda-tunda lhek segera dijalankan”.
3) Akhlak
Dalam menanamkan nilai-nilai akhlak kepada anakya,
keluarga Bapak DC lebih mementingkan anaknya untuk patuh
kepada orang tua dan menghormati orang lain. Berikut ini penuturan
Ibu ST:
“Yang paling penting anak saya harus patuh kepada
orang tua dan menghormati orang lain itu sudah cukup”.
c. Keluarga Bapak JN
Mengenai penentuan agama anak, dalam keluarga Bapak JN dan
Ibu ST memberikan kebebasan kepada anak mereka. Saat anak-anak
mereka masih kecil, Bapak JN yang lebih intens dalam memberikan
pendidikan keagamaan, sampai suatu saat Ibu ST merasa cemburu dan
berniat untuk memberikan pendidikan agama juga ke anak-anak mereka.
Akhirnya Bapak JN dan Ibu ST sepakat untuk saling memberikan
pengajaran keagamaan sesuai dengan agama masing-masing kepada
anaknya. Namun YD (anak Bapak JN dan Ibu ST) hanya mau menerima
pendidikan keagamaan yang diberikan oleh Bapak JN saja. Hal ini
berdasarkan penuturan Bapak JN:
“Saat anak saya masih kecil saya yang lebih intens dalam
memberikan pendidikan keagamaan kepada mereka agar mereka
mempunyai pedoman dan pondasi yang kuat. Namun istri saya
protes karena saya yang lebih dominan dalam memberikan
pengajaran kepada anak-anak, akhirnya saya dan istri sepakat
untuk saling memberikan pengajaran tentang agama kepada
57
mereka. Setelah anak-anak dewasa kita juga memberikan
kebebasan kepada mereka untuk memilih agama, apakah akan
memilih Islam ataupun Kristen tetapi anak saya hanya menerima
pendidikan dari saya dan memilih agama Islam”.
Dan berikut ini penanaman nilai-nilai moral yang di berikan
bapak kepada anaknya:
1) Religiusitas
Menurut Bapak JN, nilai religiusitas yang harus diberikan
kepada anak yaitu masalah tauhid, shalat wajib dan puasa. Seperti
yang telah diungkapkan Bapak JN berikut ini:
“Kalau menurut saya semua nilai itu penting untuk
diajarkan kepada anak, tapi hal yang paling anak ketahui dan
kuasai adalah mengenai tauhid yaitu tentang keimanan
kepada Allah, kemudian shalat juga sangat penting karena
kita sebagai umat Islam wajib untuk melaksanakan shalat 5
waktu dan puasa. Yang penting itu hidup harmonis dengan
lingkungan kita”.
Ungkapan Bapak JN di atas juga diutarakan oleh YD (anak
Bapak JN dan Ibu ST) berikut ini:
“Bapak setiap sore selalu menyuruh saya untuk pergi
mengaji ke TPA biar saya tau tentang ilmu-ilmu agama.
Bapak jugaselalu menyuruh saya membaca yasin ketika
malam Jum’at”.
2) Disiplin
Keluarga Bapak JN dalam menanamkan nilai disiplin kepada
anaknya dengan cara terus menerus memberikan atau mengajarkan
kedisiplinan sampai anak disiplin dengan sendirinya. Berikut ini
penuturan Bapak JN:
58
“Anak saya selalu terus menerus saya tanamkan nilai
disiplin, apabila anak ditanamkan terus-menerus pasti dalam
diri anak akan timbul rasa disiplin dengan sendirinya”.
3) Akhlak
Penanaman nilai-nilai akhlak dalam keluarga Bapak JN
adalah menanamkan anak untuk selalu bersikap toleransi dengan
orang lain, rendah hati dan menolong orang lain. Berikut ini
penuturan Bapak JN:
“Walaupun saya selalu bersikap demokratis kepada
anak. tetapi anak saya harus selalu selalu bersikap toleransi
dengan orng lain, rendah hati dan menolong orang lain”.
2. Masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam
keluarga beda agama
Dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga beda
agama akan muncul masalah dalam proses menanamkannya. Berikut ini
masalah yang mucul dalam menanmkan nilai-nilai moral pada anak:
a. Perbedaan agama di dalam keluarga
Perbedaan agama di dalam keluarga memunculkan masalah
dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak. Sebagai contoh dalam
keluarga bapak JN, Bapak JN lebih intens dalam memberikan pendidikan
religiusitas pada anak, sampai suatu saat Ibu ST merasa cemburu dan
berniat untuk memberikan pendidikan agama juga ke anak-anak mereka.
Akhirnya Bapak JN dan Ibu ST sepakat untuk saling memberikan
pengajaran keagamaan sesuai dengan agama masing-masing kepada
59
anaknya. Dengan munculnya masalah tersebut anak akan bingung dalam
menentukan pendidikan religiusitas mana yang akan dianut.
b. Kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengajarkan nilai-nilai moral
pada anak
Keterbatasan pengetahuan atau wawasan tentang nilai-nilai moral
yang diajarkan pada anak menjadi salah satu kelemahan orang tua
apalagi dalam keluarga beda agama. Sebagaimana penuturan Ibu SM
sebagai berikut:
“Saya itu sudah berusaha mengajarkan anak saya seperti
mengaji sholat dan lain-lain. tapi saya juga menyadari kalau
pengetahuan atau wawasan saya mengenai sholat, mengaji tidak
begitu tahu karena saya hanya lulusan sekolah dasar dan saya
tidak pernah mondok. Dan juga kalau mau tanya bapaknya malah
tidak tau sama sekali”.
c. Rendahnya motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai
moral yang ditanamkan orang tua
Dalam melakukan nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh orang
tua, anak memerlukan motivasi dan semangat yang tumbuh dari dirinya
sendiri maupun yang dipengaruhi dari luar dirinya. Perhatian dan contoh
langsung dari orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
semangat dan motivasi anak. Namun setelah dilakukan observasi, orang
tua tidak bisa memberikan contoh yang baik terhadap anak. Misalnya,
orang tua menyuruh anaknya rajin mengaji tetapi orang tua tidak rajin
mengaji.
60
d. Sosialisasi yang kurang dengan masyarakat sekitar
Dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak dibutuhkan
peran dari orang lain atau masyarakat sekitar. Misalnya, Dalam
mengajarkan ilmu agama orang tua pasti punya keterbatasan sehingga
dibutuhkan bantuan orang lain dengan cara menyuruh untuk belajar
agama ke TPQ atau TPA. Namun yang terjadi keluarga beda agama sulit
bersosialisai dengan masyarakat. Seperti halnya terjadi pada keluarga
Bapak DC, keluarga bapak DC kurang bersosialisasi dengan masyarakat.
e. Orang tua yang terkesan tidak perhatian terhadap perkembangan anak
Dalam perkembangan nilai-nilai moral anak, anak membutuhkan
perhatian kedua orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moral tersebut.
Namun yang terjadi dengan keluarga beda agama, apabila anak memilih
agama yang berbeda dengan salah satu orang tuanya maka orang tua
yang berbeda agama dengan anaknya terkesan tidak perhatian terhadap
perkembangan anak.
3. Cara memecahkan masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai
moral pada anak dalam keluarga beda agama
Masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai moral
membutuhkan pemecahan masalah. Berikut ini cara memecahkan masalah
yang dilakukan keluarga beda agama dalam menanamkan nilai-nilai moral
pada anak:
a. Menanamkan sikap toleransi dan hidup rukun di dalam keluarga dan
masyarakat
61
Sikap toleransi di dalam keluarga dan masyarakat akan
mewujudkan kebahagiaan yang utuh dalam keluarga. Seperti halnya yang
di lakukan keluarga Bapak JN, Bapak JN selalu menanamkan sikap
saling menghormati, toleransi dan hidup rukun di dalam keluarga dan
masyarakat.
b. Mengikutsertakan anak pada Taman Pendidikan Al qur’an dan majlis
ta’lim
Keterbatasan pengetahuan atau wawasan tentang nilai-nilai moral
yang diajarkan pada anak menjadi salah satu kelemahan orang tua
apalagi dalam keluarga beda agama. Dengan adanya keterbatasan
tersebut, keluarga beda agama mengikutsertakan anak pada Taman
Pendidikan Al qur’an dan majlis ta’lim. Hal ini juga dilakukan pada
keluarga Bapak JN dan Bapak JK
c. Meningkatkan motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai
moral yang ditanamkan orang tua
Orang tua harus memberikan motivasi dan semangat kepada anak
dikarenakan motivasi dan semangat itu tumbuh dari dirinya sendiri
maupun yang dipengaruhi dari luar dirinya. Seperti yang terjadi pada
keluar Bapak JK, Bapak JK dan Ibu ST selalu memberikan motivasi dan
semangat kepada anaknya sehingga anak bersemangat dalam melakukan
nilai-nilai moral yang ditanamkan orang tua.
62
d. Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar
Masyarakat sangat dibutuhkan dalam penanaman nilai-nilai moral
kepada anak dikarenakan di dalam masyarat anak akan memperoleh
nilai-nilai moral yang tidak ditanamkan di rumah dan sekolah. Keluarga
Bapak DC yang kurang bersosialisai dengan masyarakat sekarang mulai
untuk membuka diri dengan bersosialisasi.
e. Perhatian kedua orang tua dalam perkembangan nilai-nilai moral anak
Perkembangan nilai-nilai moral anak, anak membutuhkan
perhatian kedua orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moral. Apabila
salah satu dari orang tua kurang perhatian, maka anak terganggu
perkembangannnya. Seperti terjadi dalam keluarga Bapak JN, Kedua
orang tua berperan aktif dalam perkembangan nilai-nilai moral anak.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Cara orang tua menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga
beda agama
Anak harus ditanamkan nilai-nilai moral sejak dini dalam keluarga
berbeda agama maupun tidak berbeda agama. Nilai-nilai moral yang harus
ditanamkan orang tua terhadap anak meliputi:
1. Religiusitas
Religiusitas berasal dari bahasa Inggris religiusity dari akar kata
religion yang berarti agama. Religiusity merupakan kata bentuk dari religius
yang berarti agama (Echols dan Sadily, 1975:476). Berdasarkan arti kata
tersebut, dapat dipahami bahwa religiusitas berkaitan dengan keberagamaan
seseorang. Dalam khasanah psikologi, istilah religiusitas mempunyai makna
yang berbeda dengan religi atau agama. Religi atau agama menunjuk pada
aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban,
sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh
individu didalam hati.
2. Disiplin
Riberu dalam buku karangan Maria J. Wantah yang berjudul
pengajaran disiplin dan pembetukan moral (2005:139) menjelaskan bahwa
istilah disiplin diturunkan dari kata latin diciplina yang berlangsung dengan
dua istilah lain, yaitu discere (belajar) dan discipulus (murid) sedangkan
64
Suharsini (1997:167) mengatakan bahwa disiplin berasal dari bahasa latin
diciplina yang menunjuk kepada belajar dan mengajar. Kata ini sangat dekat
dengan istilah disceple yang berarti mengikuti orang belajar dibawah
pengawasan pimpinan. Didalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang
pengertiannya hampir sama tetapi satu sama lain berurutan. Kedua istilah itu
adalah disiplin dan ketertiban.
Disiplin diartikan sebagai penataan perilaku peri hidup sesuai dengan
ajaran yang dianut. Penataan peilaku yang dimaksud yaitu kesetiaan dan
kepatuhan seseorang terhadap penataan perilaku yang umumnya dibuat dalam
bentuk tata tertib atau peraturan harian. Demikan halnya seorang dikatakan
berdisiplin apabila ia setia dan patuh terhadap penataan perilaku yang disusun
dalam bentuk aturan-aturan yang berlaku dalam satu instansi tertentu.
pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang
mencerminkan rasa kepatuhan, ketaatan yang didukung oleh kesadaran untuk
menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan
disiplin tersebut berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap
bentuk-bentuk aturan dan penataan perilaku seseorang agar menjadi pribadi
yang baik sesuai dengan status sosial kelompok masyarakat.
3. Akhlak
Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa
pemikiran. Namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam
jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan
pertimbangan dan pemikiran (Nata, 1997:5)
65
Akhlak juga menjelaskan tentang arti baik dan buruk, menerangkan
segala tingkah laku yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia kepada
manusia lainnya, kepada Tuhannya, kepada lingkungan sekitar serta
menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan
menunjukkan jalan yang harus dibuat.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah suatu sikap atau
kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa berlandaskan
al-Qur’an dan al Hadits, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan atau
kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.
Bila kehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan
jelek, maka disebut akhlak yang tercela begitu pula sebaliknya.
Setelah dilakukan wawancara dan observasi terhadap keluarga beda
agama, penulis menyimpulkan cara penanaman nilai-nilai moral pada anak dalam
pasangan beda agama sebagai berikut:
1. Religiustas
Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai
kehidupan manusia. Bukan hanya sekedar melakukan ritual (peribadatan)
saja, namun juga segala aktivitas yang didorong oleh kekuatan supra natural.
Oleh karena itu keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi
atau dimensi. Sebagaimana menurut Glock & Stark dalam buku karangan
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso yang berjudul Psikologi Islami
Solusi Islami Atas Problem-Problem Psikologi (1995:76-78), yaitu:
66
a. Dimensi Keyakinan
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui
kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan
seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan akan taat.
Walaupun demikian ruang lingkup dan isi keyakinan itu bervariasi tidak
hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali antara tradisi-tradisi
dalam agama.
b. Dimensi Praktik Agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal
yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Dimensi ini dibagi menjadi dua, yakni ritual (mengacu pada
seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci
yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan, seperti
perkawinan) dan ketaatan (hal ini terwujut tatkala ritual dipenuhi).
c. Dimensi Pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-
perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang
atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (suatu masyarakat)
yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan,
yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transcendental.
67
d. Dimensi Pengetahuan Agama
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang
beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan
mengensi dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
Dimensi-simensi di atas berguna sebagai cara dalam menanamkan
nilai-nilai religiusitas terhadap anak. Keluarga beda agama dalam
menanamkan nilai-nilai moral terhadap anaknya juga mengunakan dimensi-
dimensi tersebut. seperti yang dilakukakan keluarga Bapak JK, Keluarga
Bapak JK mengenalkan nilai-nilai religiusitas kepada anaknya dari usia dini
seperti menyuruh anaknya menirukan gerakan sholat, mengajarkan ngaji dan
sholat. Pengenalan nilai-nilai religiusitas dari usia dini juga dilakukan oleh
Keluarga Bapak DC, namun Bapak DC lebih menekankan dalam pengenalan
tentang Tuhan, rukun iman dan rukun islam. Sedangkan menurut keluarga
Bapak JN semua nilai-nilai religiusitas itu penting untuk diajarkan kepada
anak, tapi hal yang paling anak harus ketahui dan kuasai adalah mengenai
tauhid yaitu tentang keimanan kepada Allah, kemudian shalat 5 waktu dan
puasa.
2. Disiplin
Penanaman disiplin terhadap anak perlu mengetahui adanya unsur-
unsur disiplin supaya orang tua mudah menerapkan dan mengambil
keputusan dalam mendisiplinkan anak. Hurlock (1978:152) mengatakan
bahwa ada beberapa unsur penting dalam disiplin yang perlu diterapkan oleh
orang tua yaitu:
68
a. Peraturan
Peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk
menata tingkah laku seseorang dalam kelompok, organisasi, institusi,atau
komunitas. Tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku
yang disetujui dalam situasi tertentu.
b. Kebiasaan
Kebiasaan dibagi dua macam yaitu pertama kebiasaan tradisional
berupa kebiasaan menghormati dan memberi salam kepada orang tua
baik di rumah, di perjalanan, di sekolah, maupun tempat sosial kegiatan
lainnya. Kedua kebiasan modern seperti kebiasaan bangun pagi, sikat
gigi, mandi, berganti pakaian, kebiasaan berdoa sebelum tidur, membaca
buku, menonton TV. Kebiasaan diatas perlu diperhatikan sebagai unsur
penting dalam membentuk kedisiplinan.
c. Hukuman
Hukuman berarti suatu bentuk kerugian dan kesakitan yang
dijatuhkan pada seseorang yang berbuat kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran sebagai ganjaran maupun pembalasan. Hukuman
mempunyai tiga unsur penting dalam pekembangan anak diantaranya:
Pertama hukuman mempunyai fungsi menghalangi, yaitu hukuman
diharapkan dapat menghalangi pengulangan tindakan yang tidak
diinginkan oleh masyarakat. Kedua hukuman mempunyai fungsi
mendidik, yaitu mereka belajar bahwa perilaku tertentu benar dan yang
lainnya salah dengan mendapat hukuman bila mereka berperilaku salah
69
dan tidak mendapat hukuman bila mereka berperilaku sesuai standar
sosial kelompoknya. Selain itu hukuman juga seharusnya dapat
memberikan pelajaran pada anak membedakan besar kecilnya kesalahan
yang mereka buat. Oleh karena itu orang tua perlu mengukur berat
ringannya kesalahan anak dan menyesuaikannya dengan hukuman yang
diberikan pada anak atas kesalahan tersebut. Ketiga hukuman berfungsi
memberi motivasi pada anak untuk menghindari perilaku yang tidak
diterima oleh masyrakat. Pengetahuan tentang berbagai alternatif
perilaku serta akibat masing-masing alternatif dapat memacu motivasi
untuk menghindari perilaku yang salah. Salah satu contoh diatas
misalnya, memberi tangapan positif, memuji setiap anak melakukan hal
yang benar.
d. Penghargaan
Maslow dalam buku karangan Maria J. Wantah yang berjudul
pengajaran disiplin dan pembetukan moral (2005:163) mengatakan
bahwa penghargaan adalah salah satu dari kebtuhan pokok yang
mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Seseorang akan
terus berupaya akan meningkatkan dan mempertahankan disiplin apa bila
disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian
mendapatkan penghargaan. Penghargaan adalah unsur disiplin yang
sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku anak.
Penghargaan yang diberikan kepada anak tidak hanya berbentuk materi
tetapi dapat berupa kata-kata pujian maupun senyuman pada anak.
70
e. Konsistensi
Konsistensi menunjukkan kesamaan dalam isi dan penerapan
dalam sebuah autran. Konsistensi digunakan bila orang tua ingin
menerapkan pemberian hukuman untuk mengendalikan perilaku anak,
atau memberikan penghargaan untuk memperkuat perilaku yang baik.
meski anak memiliki perbedaan latar belakang sosial budaya, etnis,
ekonomi maupun kondisi perkembangan usia.
Setelah dilakukan obsevasi dan wawancara unsur-unsur disiplin di
atas juga dilakukan oleh Keluarga beda agama dalam menanamkan nilai-nilai
disiplin terhadap anaknya. seperti yang dilakukan keluarga Bapak JK,
Keluarga Bapak JK Memberikan pujian atau hadiah apabila anaknya
berperilaku disiplin atau patuh kepada orang tua. Keluarga Bapak JK
berpikiran apabila anak diperlakukan dengan baik maka anak akan patuh dan
disiplin dengan sendirinya. Berbeda dengan keluarga Bapak JK, Keluarga
Bapak DC dalam menanamkan nilai-nilai disiplin kepada anaknya tergolong
bersikap otoriter, hukuman selalu diberikan ketika anak melakukan
kesalahan. Sedangkan yang dilakukan keluarga Bapak JN, keluarga Bapak JN
dalam menanamkan nilai disiplin kepada anaknya dilakukan dengan cara
terus menerus memberikan atau mengajarkan kedisiplinan sampai anak
disiplin dengan sendirinya.
3. Akhlaq
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh penanaman akhlak
untuk anak. Anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang memadai.
71
Sebelum dikenalkan kepada anak-anak sebaiknya penerapan pendidikan
akhlak bukan hanya pengenalan tentang teori-teori tata krama atau akhlak
saja tetapi juga praktek-praktek tata krama yang mereka tiru dan teladani.
Keluarga Bapak JK dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada
anaknya tidak berbeda dengan keluarga pada umumnya. Keluarga Bapak JK
mengajarkan anaknya untuk sopan, menghormati orang yang lebih tua dan
bersikap baik dengan orang lain. bahkan anaknya ketika mau masuk kedalam
rumah selalu mengucapkan salam dan dalam berbicara kepada yang lebih tua
selalu mengunakan bahasa krama. Sedangkan keluarga Bapak DC dan Bapak
JN menanamkan anaknya untuk selalu bersikap toleransi dengan orang lain,
rendah hati, menolong orang lain dan menyuruh untuk tidak membeda-
bedakan agama satu dengan yang lainya.
Dilihat dari hasil observsai dan wawancara diatas keluarga beda
agama dalam menanamkan nilai-nilai akhlaq terhadap anaknya juga
mementingakan aspek pendididikan akhlak yang memadai.
B. Masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak
dalam keluarga beda agama
Dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga beda
agama akan muncul masalah dalam proses menanamkannya. Berikut ini masalah
yang mucul dalam menanmkan nilai-nilai moral pada anak:
1. Perbedaan agama di dalam keluarga
Perbedaan agama di dalam keluarga memunculkan masalah dalam
menanamkan nilai-nilai moral pada anak. Orang tua yang berbeda agama
72
akan merasa iri atau cemburu apabila salah satu orang tua lebih intens dalam
menanamkan pendidikan religiusitas pada anak. Dengan munculnya masalah
tersebut anak akan bingung dalam menentukan pendidikan religiusitas mana
yang akan dianut.
2. Kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengajarkan nilai-nilai moral pada
anak
Keterbatasan pengetahuan atau wawasan tentang nilai-nilai moral
yang diajarkan pada anak menjadi salah satu kelemahan orang tua apalagi
dalam keluarga beda agama. kebanyakan orang tua hanya mengetahui ilmu
dasar saja. Pengetahuan dasar apabila ditanamkan kepada anak dirasa
sangatlah kurang dikarenakan anak membutuhkan pengetahuan sabanyak-
banyaknya untuk menjadikan anak mempunyai nilai-nilai moral yang baik
dan memadai.
3. Rendahnya motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai moral
yang ditanamkan orang tua
Dalam melakukan nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh orang tua,
anak memerlukan motivasi dan semangat yang tumbuh dari dirinya sendiri
maupun yang dipengaruhi dari luar dirinya. Perhatian dan contoh langsung
dari orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi semangat dan
motivasi anak. Namun orang tua dalam keluarga beda agama terlihat tidak
bisa memberikan contoh yang baik terhadap anak. Misalnya, orang tua
menyuruh anaknya rajin mengaji tetapi orang tua tidak rajin mengaji.
73
4. Sosialisasi yang kurang dengan masyarakat sekitar
Dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak dibutuhkan peran
dari orang lain atau masyarakat sekitar. Misalnya, Dalam mengajarkan ilmu
agama orang tua pasti punya keterbatasan sehingga dibutuhkan bantuan orang
lain dengan cara menyuruh untuk belajar agama ke TPQ atau TPA. Namun
yang terjadi keluarga beda agama sulit bersosialisai dengan masyarakat.
5. Orang tua yang terkesan tidak perhatian terhadap perkembangan anak
Dalam perkembangan nilai-nilai moral anak, anak membutuhkan
perhatian kedua orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moral tersebut.
Namun yang terjadi dengan keluarga beda agama, apabila anak memilih
agama yang berbeda dengan salah satu orang tuanya maka orang tua yang
berbeda agama dengan anaknya terkesan tidak perhatian terhadap
perkembangan anak.
C. Cara memecahkan masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai
moral pada anak dalam keluarga beda agama
Masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai moral membutuhkan
pemecahan masalah. Berikut ini cara memecahkan masalah yang dilakukan
keluarga beda agama dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak:
1. Menanamkan sikap toleransi dan hidup rukun di dalam keluarga dan
masyarakat
Sikap toleransi di dalam keluarga dan masyarakat akan mewujudkan
kebahagiaan yang utuh dalam keluarga. sikap toleransi di dalam keluarga juga
74
akan menghilangkan rasa iri dan cemburu apabila salah satu orang tua lebih
intens dalam menanamkan pendidikan religiusitas pada anak.
2. Mengikutsertakan anak pada Taman Pendidikan Al qur’an dan majlis ta’lim
Keterbatasan pengetahuan atau wawasan tentang nilai-nilai moral
yang diajarkan pada anak menjadi salah satu kelemahan orang tua apalagi
dalam keluarga beda agama. Dengan adanya keterbatasan tersebut, keluarga
beda agama harus mengikutsertakan anak pada Taman Pendidikan Al qur’an
dan majlis ta’lim.
3. Meningkatkan motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai
moral yang ditanamkan orang tua
Orang tua harus memberikan motivasi dan semangat kepada anak
dikarenakan motivasi dan semangat itu tumbuh dari dirinya sendiri maupun
yang dipengaruhi dari luar dirinya. motivasi dan semangat orang tua kepada
anak akan memunculkan rasa semangat dan motivasi anak dalam melakukan
nilai-nilai moral yang ditanamkan orang tua.
4. Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar
Masyarakat sangat dibutuhkan dalam penanaman nilai-nilai moral
kepada anak dikarenakan di dalam masyarat. Anak akan memperoleh nilai-
nilai moral yang tidak ditanamkan di rumah dan sekolah apabila bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar.
5. Perhatian kedua orang tua dalam perkembangan nilai-nilai moral anak
Anak membutuhkan perhatian kedua orang tua dalam menanamkan
nilai-nilai moral. Apabila salah satu dari orang tua kurang perhatian, maka
75
anak terganggu perkembangannnya. Kedua orang tua harus selalu berperan
aktif dalam perkembangan nilai-nilai moral anak agar perkembangan nilai-
nilai moral anak tidak tergangu.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penilitian yang mengacu pada rumusan masalah, peniliti
jabarkan dalam bab III dan peneliti analisis dalam bab IV maka bisa ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Anak harus ditanamkan nilai-nilai moral sejak dini dalam keluarga berbeda
agama maupun tidak berbeda agama. Nilai-nilai moral yang harus
ditanamkan orang tua meliputi: religiusitas, disiplin dan akhlak. Berikut ini
cara menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga beda agama:
a. Keluarga beda agama menanamkan nilai-nilai religiusitas pada anak
dengan cara menanamkan keyakinan dari usia dini, menjalankan praktik
agama dan memberikan ilmu pengetahuan agama.
b. Keluarga beda agama menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak dengan
cara menanamkan disiplin dengan memberikan hukuman, penghargaan
dan menanamkan disiplin secara konsistensi baik dengan cara
memberikan penghargaan atau hukuman.
c. Keluarga beda agama menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak dengan
cara mengajarkan kesopanan, kesederhanaan dan pembiasaan untuk
menjauhkan perbuatan yang tercela.
2. Masalah yang mucul dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak adalah:
a. Perbedaan agama di dalam keluarga.
77
b. Kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengajarkan nilai-nilai moral
pada anak.
c. Rendahnya motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai
moral yang ditanamkan orang tua.
d. Sosialisasi yang kurang dengan masyarakat sekitar.
e. Orang tua yang terkesan tidak perhatian terhadap perkembangan anak.
3. Masalah yang muncul dalam menanamkan nilai-nilai moral membutuhkan
pemecahan masalah. Berikut ini cara memecahkan masalah yang dilakukan
keluarga beda agama dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak:
a. Menanamkan sikap toleransi dan hidup rukun di dalam keluarga dan
masyarakat.
b. Mengikutsertakan anak pada Taman Pendidikan Al qur’an dan majlis
ta’lim.
c. Meningkatkan motivasi dan semangat anak dalam melakukan nilai-nilai
moral yang ditanamkan orang tua.
d. Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
e. Perhatian kedua orang tua dalam perkembangan nilai-nilai moral anak.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan menganalisa hasil yang didapatkan dari
hasil wawancar dan observasi, penulis bermaksud memberikan saran bagi objek
penelitian. Adapun beberap saran dari penulis adalah:
1. Keluarga beda agama janganlah menutup diri dari kehidupan bersosialisi di
masyarakat.
78
2. Dalam keluarga beda agama, orang tua harus lebih perhatian dalam
perkembangan nilai-nilai moral anak.
3. Pernikahan antara pasangan beda agama sebaiknya tidak terjadi.