AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus 2015 55 PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES; STUDI INTERTEKSTUALITAS DALAM KITAB SIRĀJ AL-ṬĀLIBĪN Moch. Arifin STAI Al Anwar Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang Email: [email protected]Moh. Asif STAI Al Anwar Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang Email: [email protected]Abstrak Kiai Ihsan dikenal spesialis ulama di bidang tasawuf, namun selama ini tidak ada yang menyangka bahwa dirinya juga merupakan mufasir yang kompeten. Hal itu dapat dibuktikan dalam karya serialnya yang berjudul Sirāj al-Ṭālibīn, sebuah kitab tasawuf yang mengomentari kitab Minhāj al-‘Ābidīn karya al-Ghazālī. Penafsiran seringkali dilakukan oleh Kiai Ihsan melalui penggalan ayat-ayat al-Qur`an yang disitir dari Minhāj al-‘Ābidīn. Penggalan ayat-ayat itu secara keseluruhan berjumlah 259, dengan rincian 79 di jilid pertama, dan 180 di jilid kedua. Kemudian penggalan ayat-ayat al- Qur`an dari Minhāj al-‘Ābidīn ia tarik ke dalam Sirāj al-Ṭālibīn untuk ditafsirkan. Di dalam Sirāj al-Ṭālibīn banyak ditemukan penafsiran-penafsiran yang sangat khas. Tulisan ini akan berpijak pada pendekatan teori intertekstual yang biasa diterapkan dalam dunia sastra. Interteks dianggap menjadi landasan analisis yang tepat terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh khazanah literatur ulama terdahulu. Berdasarkan temuan penulis ada sembilan belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan potongan ayat-ayat al- Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn, yang terdiri dari 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 mu’jam, 1 kitab Ulum al-Qur’an serta 3 kitab yang belum diketahui secara pasti. Tafsīr al-Khāzin menempati urutan terbanyak, dirujuk dirujuk 113 kali. Yang menarik, Tafsīr al-Jalālayn yang dianggap merupakan kitab tafsir paling populer di dunia pesantren justru menempati urutan ketiga. Key Words: Kiai Ihsan, Sumber-Sumber, Intertektualitas Penafsiran, dan Sirāj al- Ṭālibīn. A. Pendahuluan Geliat aktivitas penulisan tafsir di Indonesia sudah bergulir lama sejak ditemukannya naskah tafsir al-Qur`an Sūrah al-Kahfi pada abad ke-16 M. Masa selanjutnya, panggung penafsiran di Indonesia semakin berkembang pesat dengan ditandai beberapa hasil karya tafsir yang tercipta, yaitu di antaranya seperti Tarjumān al-Mustafīd karya ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkīlī, Kitāb Farāid al-Qur`an yang tidak diketahui penulisnya, Fayd al-Raḥman fī Tarjamah Tafsīr
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus 2015 55
PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES; STUDI INTERTEKSTUALITAS
Kiai Ihsan dikenal spesialis ulama di bidang tasawuf, namun selama ini tidak ada yangmenyangka bahwa dirinya juga merupakan mufasir yang kompeten. Hal itu dapatdibuktikan dalam karya serialnya yang berjudul Sirāj al-Ṭālibīn, sebuah kitab tasawufyang mengomentari kitab Minhāj al-‘Ābidīn karya al-Ghazālī. Penafsiran seringkalidilakukan oleh Kiai Ihsan melalui penggalan ayat-ayat al-Qur`an yang disitir dariMinhāj al-‘Ābidīn. Penggalan ayat-ayat itu secara keseluruhan berjumlah 259, denganrincian 79 di jilid pertama, dan 180 di jilid kedua. Kemudian penggalan ayat-ayat al-Qur`an dari Minhāj al-‘Ābidīn ia tarik ke dalam Sirāj al-Ṭālibīn untuk ditafsirkan. Didalam Sirāj al-Ṭālibīn banyak ditemukan penafsiran-penafsiran yang sangat khas.Tulisan ini akan berpijak pada pendekatan teori intertekstual yang biasa diterapkandalam dunia sastra. Interteks dianggap menjadi landasan analisis yang tepat terhadapsebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh khazanahliteratur ulama terdahulu. Berdasarkan temuan penulis ada sembilan belas sumberrujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan potongan ayat-ayat al-Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn, yang terdiri dari 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2mu’jam, 1 kitab Ulum al-Qur’an serta 3 kitab yang belum diketahui secara pasti. Tafsīral-Khāzin menempati urutan terbanyak, dirujuk dirujuk 113 kali. Yang menarik, Tafsīral-Jalālayn yang dianggap merupakan kitab tafsir paling populer di dunia pesantrenjustru menempati urutan ketiga.
Key Words: Kiai Ihsan, Sumber-Sumber, Intertektualitas Penafsiran, dan Sirāj al-Ṭālibīn.
A. Pendahuluan
Geliat aktivitas penulisan tafsir di Indonesia sudah bergulir lama sejak ditemukannya
naskah tafsir al-Qur`an Sūrah al-Kahfi pada abad ke-16 M. Masa selanjutnya, panggung
penafsiran di Indonesia semakin berkembang pesat dengan ditandai beberapa hasil karya tafsir
yang tercipta, yaitu di antaranya seperti Tarjumān al-Mustafīd karya ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkīlī,
Kitāb Farāid al-Qur`an yang tidak diketahui penulisnya, Fayd al-Raḥman fī Tarjamah Tafsīr
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus56
Penafsiran al
Moch. Arifin
Kalām Mālik al-Dayyān karya
Toejoean dan Maksoednja karya H. Ilyas dan
memiliki karakteristik tersendiri sesu
penulisnya.
Pada dasawarsa 1930-an, muncul karya kitab yang berjudul
Ihsan, sebuah kitab tasawuf sebagai komentar terhadap kitab
Ghazālī. Tasawuf adalah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al
Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat
yang terdapat dalam redaksi Minhāj al
penafsiran yang dilakukan oleh kiai Ihsan cenderung terkesan berbeda
berbentuk ringkas dan bahkan panjang
sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melek
pada penafsiran kiai Ihsan di dalam
Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada
sebuah kitab yang secara totalitas membahas tafsir al
adalah upaya mufassir untuk m
dalam teks al-Qur`an, meskipun mufa
dari surat al-Fātiḥah hingga surat al
berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi
bisa jadi berbentuk suatu komentar lepas yang dimuat dalam kitab
penafsiran-penafsiran yang terdapat dalam kitab
Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas
penafsiran al-Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi
ayat-ayat al-Qur`an di dalam Sirāj al
Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah
kajiannya untuk mengungkap sumber
secara lebih sistematis dan komprehensif. Selain itu, data
dalam penelitian ini adalah
‘Ilmiyyah, terbitan tahun 2014 edisi ke
1 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer
2 Asep Nahrul Musadad, “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran alKonstruksi Hermeneutis”, dalam Jurnal Farabi
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
karya kiai Saleh Darat Semarang, dan Al qoerannoel Hakim Beserta
karya H. Ilyas dan Abdul Jalil. Semua karya tafsir
memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tujuan awal yang telah digagas oleh para
an, muncul karya kitab yang berjudul Sirāj al
Ihsan, sebuah kitab tasawuf sebagai komentar terhadap kitab Minhāj al
ah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al
Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat
Minhāj al-‘Ābidīn, ia sering kali menafsirkannya. Karakteristik
siran yang dilakukan oleh kiai Ihsan cenderung terkesan berbeda-
berbentuk ringkas dan bahkan panjang-lebar. Di sisi yang lain terkadang disebutkan asal
sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melek
pada penafsiran kiai Ihsan di dalam Sirāj al-Ṭālibīn.
Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada
sebuah kitab yang secara totalitas membahas tafsir al-Qur`an lengkap 30 juz, karena tafsir
sir untuk menjelaskan firman Allah Subḥānahu wa Ta’ālā
Qur`an, meskipun mufassir tersebut tidak menafsirkannya secara keseluruhan
ah hingga surat al-Nās.1 Bahkan tidak hanya itu, bahwa tafsir tidak melulu
berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi
bisa jadi berbentuk suatu komentar lepas yang dimuat dalam kitab-kitab non tafsir.
penafsiran yang terdapat dalam kitab Sirāj al-Ṭālibīn karya kiai Ihsan tersebut.
Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas
Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi
Sirāj al-Ṭālibīn tetap dinyatakan sebagai penafsiran yang sah.
Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah
kajiannya untuk mengungkap sumber-sumber dan bentuk interteks penafsiran kiai Ihsan
secara lebih sistematis dan komprehensif. Selain itu, data primer yang akan dijadikan acuan
Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran al-Qur`an: Sejarah Perkembangan danJurnal Farabi, Vol. 12, No. 1, Juni 2015, 115.
qoerannoel Hakim Beserta
Abdul Jalil. Semua karya tafsir tersebut
ai dengan tujuan awal yang telah digagas oleh para
Sirāj al-Ṭālibīn karya kiai
Minhāj al-‘Ābidīn karya al-
ah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al-
Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat-ayat al-Qur`an
, ia sering kali menafsirkannya. Karakteristik
-beda. Di satu sisi
lebar. Di sisi yang lain terkadang disebutkan asal
sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melekat
Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada
Qur`an lengkap 30 juz, karena tafsir
ānahu wa Ta’ālā yang termuat
sir tersebut tidak menafsirkannya secara keseluruhan
Bahkan tidak hanya itu, bahwa tafsir tidak melulu
berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi
kitab non tafsir.2 Semisal
kiai Ihsan tersebut.
Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas
Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi
kan sebagai penafsiran yang sah.
Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah
sumber dan bentuk interteks penafsiran kiai Ihsan
primer yang akan dijadikan acuan
yang dipublikasikan oleh Dār al-Kutub al-
Qur`an: Sejarah Perkembangan dan
Penafsiran al
Moch. Arifin
B. Konteks Intelektual Kiai Ihsan
1. Potret Latar Belakang Kehidupan Kiai Ihsan
Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan
Artimah4 sedang dianugerahi putra yang diberi nama Bakri
belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada
masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.
yang sebelumnya pernah musnah akibat persengketaan tanah dengan warg
Tidak lama kemudian, p
harus kandas di tengah jalan, yaitu tepat
orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, me
posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh
misteri. Aktivitas kesehariannya banyak dicurahkan pada hal
seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain
semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan
oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra
sorang kiai, nyai Isti’anah tetap sangat cemas terhadap masa depan
dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai
Isti’anah menuturkan hajatnya sebagai berikut:
Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangbernama Bakri ini untuk kamiCucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan
3 Menurut sumber yang ada nasab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenRahmad, Sunan Ampel Surabaya. Lihat. Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “1901-1952”, dalam Kitab Kopi dan Rokok
4 Nasab ibunya jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung JatiCirebon. Lihat. Ibid,.
5 Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnyaBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.Lihat, M. Solahudin, Napak Tilas Masyayikh:(Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), 98.
6 Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlanmendirikan pesantren yang diberi nama “Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim SejarahBPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo,
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Konteks Intelektual Kiai Ihsan
Potret Latar Belakang Kehidupan Kiai Ihsan
Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan
sedang dianugerahi putra yang diberi nama Bakri5. Bakri lahir di Jampes
belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada
masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.
yang sebelumnya pernah musnah akibat persengketaan tanah dengan warga setempat.
Tidak lama kemudian, pernikahan KH. Muhammad Dahlan dengan nyai Artimah
harus kandas di tengah jalan, yaitu tepat ketika Bakri baru memasuki usia enam tahun. Setelah
orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, me
posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh
misteri. Aktivitas kesehariannya banyak dicurahkan pada hal-hal yang bernuansa negatif,
seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain
semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan
oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra
sorang kiai, nyai Isti’anah tetap sangat cemas terhadap masa depan Bakri.
dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai
Isti’anah menuturkan hajatnya sebagai berikut:
Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangBakri ini untuk kami serahkan kepada Allah melalui lantaran engkau.
Cucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan
asab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenRahmad, Sunan Ampel Surabaya. Lihat. Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan J
Kitab Kopi dan Rokok, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012), xvi.
jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati
Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnyaBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.
Napak Tilas Masyayikh: Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa(Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), 98.
Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlan
diberi nama “Jam’iyyah Pesantren” atau di singkat dengan istilah “Jampes”.Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim SejarahBPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo, 3 Tokoh Lirboyo, (Lirboyo: BPK P2L, 2011), 34.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 57
Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan3 dengan nyai
kri lahir di Jampes6 dari latar
belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada
masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.
a setempat.
KH. Muhammad Dahlan dengan nyai Artimah
Bakri baru memasuki usia enam tahun. Setelah
orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, menggantikan
posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh
hal yang bernuansa negatif,
seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain judi. Walaupun
semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan
oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra
Hal ini mendorong
dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai
Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangserahkan kepada Allah melalui lantaran engkau.
Cucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan
asab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenSekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes:
jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati
Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnya kiaiBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.
Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura: Buku Kedua,
Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlan
” atau di singkat dengan istilah “Jampes”.Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim Sejarah
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus58
Penafsiran al
Moch. Arifin
segala kenakalannya, maka kami meminta kepada Allahmengambilnya dan jangan diberi ia umur panjang.
Beberapa hari setelah nyai Isti’
Bakri bermimpi didatangi sosok orang tua yang menjelma seperti kakeknya. Dalam mimpi
itu, kakek tersebut membawa sebongkah batu besar seraya meminta kepada Bakri untuk
menghentikan kebiasaan negatifnya. Bakr
kakek denganku?, mau berhenti atau tidak itu bukan urusan kakek!
tegas dengan mengutarakan sebuah pernyataan:
menghentikan kebiasaan burukmu itu, ma
ke kepalamu”. Bakri tetap bersikap apatis dan akhirnya batu besar itu melayang dan
memporak-porandakan kepala Bakri menjadi hancur berkeping
langsung terbangun dari tidurnya seraya be
mengulangi perbuatan negatifnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Bakri akhirnya menunaikan ibadah haji. Dan dari
sinilah nama Bakri kemudian diganti menjadi Ihsan
meninggal dunia. Setelah kepergian ayahnya tersebut, kiai Ihsan bergegas mengakhiri masa
lajangnya dengan menikahi gadis asal desa Sumberejo Poncokusumo Malang. Riwayat
pernikahan kiai Ihsan tidak selalu bertahan lama, hingga ia menikah (berganti istri) sampai 5
kali, dan terakhir dengan Surati (nyai Zaenab).
Pernah suatu ketika istri kiai Ihsan merasa kurang mendapat perhatian kasih sayang,
hingga terjadi sebuah sandiw
memberitahukan kepada badal
luar, sehingga tidak bisa mengimami shalat berjamaah. Seketika itu shalat dimulai dengan
dipimpin oleh badal tersebut. Tidak lama kemudian, kiai Ihsan datang dan hendak
mengimami, namun rupanya shalat sudah berlangsung. Kiai Ihsan pun kemudian
berkesimpulan dan mengetahui bahwa sebenarnya
skenario yang dibuat-buat oleh istrin
7 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri: Pengarang Sirāj alIhsan, 2012), 28-29.
8 Nadzirin, Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia
9 Nama “Ihsan/kiai Ihsan” akan digunakan dalam deskripsi teks selanjutnya.
10 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes
11 Murtadho Hadi, Jejak Spiritual Kiai Jampes
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
segala kenakalannya, maka kami meminta kepada Allah untuk segeramengambilnya dan jangan diberi ia umur panjang.7
Beberapa hari setelah nyai Isti’anah pulang ziarah makam kakeknya, malam harinya
Bakri bermimpi didatangi sosok orang tua yang menjelma seperti kakeknya. Dalam mimpi
itu, kakek tersebut membawa sebongkah batu besar seraya meminta kepada Bakri untuk
menghentikan kebiasaan negatifnya. Bakri pun protes kepada kakek tersebut:
kakek denganku?, mau berhenti atau tidak itu bukan urusan kakek!. Kakek tersebut bersikap
tegas dengan mengutarakan sebuah pernyataan: “Wahai cucuku! Jika engkau tidak
menghentikan kebiasaan burukmu itu, maka aku akan segera menghantamkan batu besar ini
. Bakri tetap bersikap apatis dan akhirnya batu besar itu melayang dan
porandakan kepala Bakri menjadi hancur berkeping-keping. Seketika itu, ia
langsung terbangun dari tidurnya seraya beristighfār dengan penuh penyesalan dan tidak akan
mengulangi perbuatan negatifnya.8
Seiring dengan berjalannya waktu, Bakri akhirnya menunaikan ibadah haji. Dan dari
sinilah nama Bakri kemudian diganti menjadi Ihsan9. Jeda 2 tahun, ayahanda kiai Ihsan
ia. Setelah kepergian ayahnya tersebut, kiai Ihsan bergegas mengakhiri masa
lajangnya dengan menikahi gadis asal desa Sumberejo Poncokusumo Malang. Riwayat
pernikahan kiai Ihsan tidak selalu bertahan lama, hingga ia menikah (berganti istri) sampai 5
dan terakhir dengan Surati (nyai Zaenab).10
Pernah suatu ketika istri kiai Ihsan merasa kurang mendapat perhatian kasih sayang,
hingga terjadi sebuah sandiwara dimana istrinya mengutus salah satu santri untuk
badal (pengganti) kiai Ihsan bahwa kiai Ihsan sedang ada kegiatan di
luar, sehingga tidak bisa mengimami shalat berjamaah. Seketika itu shalat dimulai dengan
sebut. Tidak lama kemudian, kiai Ihsan datang dan hendak
mengimami, namun rupanya shalat sudah berlangsung. Kiai Ihsan pun kemudian
berkesimpulan dan mengetahui bahwa sebenarnya kejadian yang terjadi tersebut merupakan
buat oleh istrinya lantaran ingin mencari perhatian.11
Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri: Pengarang Sirāj al-Ṭ
Ulama Kitab Kuning Indonesia, (Kediri: Mitra Gayatri, t.th), 30-31.
Nama “Ihsan/kiai Ihsan” akan digunakan dalam deskripsi teks selanjutnya.
Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes (Kediri: Pengarang Sirāj al-Ṭ
Seorang hamba manakala menikah dan terselamat dari bencana, maka akanbanyak tuntutannya. Dan apabila telah hadir seorang anak, maka gejolakpermusuhan akan terealisasi dan arus bencana
2. Rihlah Pergulatan Intelektual Kiai Ihsan
Sejarah awal pembentukan intelektual kiai Ihsan di mulai dari pangkuan sang ayah dan
neneknya di pesantren Jampes. Kemudian ia mengembara ke beberapa pesantren yang ada di
Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk lebih intensif mendalami ilmu agama. Beberapa
pesantren yang pernah disinggahi Bakri di antaranya adalah pesantren milik pamannya (KH.
Khozin) yang berada di kawasan Bendo Pare Kediri; pesantren Jamsaren Solo; pesantren KH.
Gondanglegi Nganjuk; dan pesantren Bangkalan Madura.
Di dunia santri ketika
yang relevan untuk dijadikan landasan adalah kitab
terdapat sebuah syair mengenai fase rintangan yang harus ditempuh oleh para pencari ilmu.
Adapun bunyi syairnya adalah sebagai berikut:
���������� ������������ ��
������� �������� ����� ���� �����������١٤
Ketahuilah! Kalian tidak akan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan melaluienam tahapan. Saya akan memberi wawasan kepadamu mengenai isi dari enamtahapan tersebut dengan penjelasan secara deskrip
12 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al
13 M. Solahudin, 5 Ulama Internasional dari Pesantren
14 Burhanuddin al-Zarnūjī, Ta‘līm al
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
kiai Ihsan tidak begitu memprioritaskan masalah duniawi, termasuk
kaitannya dengan menjalin kasih sayang bersama istri. Ia lebih mementingkan hal
bersifat sosial kemasyarakatan, seperti mengajar, dakwah untuk masyarakat, dan mengarang
kitab. Bahkan dengan tegas ia mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan dalam
sebuah hubungan pernikahan. Ungkapan itu ia nukil dari pendapatnya Abū Sulaymān al
Seorang hamba manakala menikah dan terselamat dari bencana, maka akanbanyak tuntutannya. Dan apabila telah hadir seorang anak, maka gejolakpermusuhan akan terealisasi dan arus bencana akan semakin tumpang
Rihlah Pergulatan Intelektual Kiai Ihsan
Sejarah awal pembentukan intelektual kiai Ihsan di mulai dari pangkuan sang ayah dan
neneknya di pesantren Jampes. Kemudian ia mengembara ke beberapa pesantren yang ada di
dan Jawa Tengah untuk lebih intensif mendalami ilmu agama. Beberapa
pesantren yang pernah disinggahi Bakri di antaranya adalah pesantren milik pamannya (KH.
Khozin) yang berada di kawasan Bendo Pare Kediri; pesantren Jamsaren Solo; pesantren KH.
Ketahuilah! Kalian tidak akan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan melaluienam tahapan. Saya akan memberi wawasan kepadamu mengenai isi dari enamtahapan tersebut dengan penjelasan secara deskriptif: (1) Cerdas; (2) mempunyai
mber 1952 M. kiai Ihsan menghembuskan nafas terakhirnya di usia
51 tahun dengan di iringi deraian air mata dari keluarga dan sejumlah santri yang masih
sangat membutuhkan bimbingan spiritualnya. Kemudian pada sore hari jenazahnya langsung
ampingan dengan makam ayah dan neneknya yang berada di belakang
yaitu sebuah pemakaman khusus di desa Putih dengan jarak 1 KM dari
setiap kali tanggal 25 Dzul Hijjah, maka ditetapkan sebagai hari haul kiai
Ihsan. Peringatan haul tersebut pertama kali dirintis oleh KH. Muhammad yang merupakan
Menurut berbagai sumber informasi yang ada deretan nama karya-karya kiai Ihsan
Manāhīj al-Imdād,
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus62
Penafsiran al
Moch. Arifin
Irshād al-Ikhwān fī Bayān Ḥ
Tafsīr al-Qur`an.21 Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan
dapat dipelajari sampai sekarang ini adalah
Ikhwān fī Bayān Ḥukm Shurb al
Nūr al-Iḥsān fī Tafsīr al-Qur`an
Taṣrīḥ al-‘Ibārāt merupakan syarah terhadap
Dahlan Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah
diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.
kemudian hari penulis mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi
sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,
nama kitab itu tidak ditemukan dalam daftar penerbitan.
Sirāj al-Ṭālibīn adalah syarah
mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini
telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon
Irshād al-‘Ibād karya Zainuddin al
tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren
“Al-Ihsan” sendiri dengan jumlah
ini di dalamnya juga terdapat celah penafsiran sebagaimana yang ada pada
Adapun Irshād al-Ikhwān fī Bayān
syarah terhadap bait-bait syair
Ikhwān fī Bayān al-Qahwah wa al
rokok. Ketebalan kitab ini sama seperti halnya kitab
oleh percetakan pondok pesant
Tafsīr al-Qur`an ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.
20 Lihat dalam buku sebagai berikut: Busrol Karim A. Mughni,Pengarang Sirāj al-Ṭālibīn, (Jampes: PP. Al Ihsan, 2012); Murtadho Hadi,(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008); Nadzirin,Gayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901Kopi dan Rokok, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012);Penulis Pesantren Mulai Abad 14 hingga 21 Masehi
21 Muhammad Yasin bin Isa al-Fādānī,137.
22 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Ḥukm Shurb al-Qahwah wa al-Dukhān,20 dan
Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan
dapat dipelajari sampai sekarang ini adalah Sirāj al-Ṭālibīn, Manāhīj al-Imdād
ukm Shurb al-Qahwah wa al-Dukhān. Sedangkan Ta
Qur`an tidak diketahui keberadaannya.
merupakan syarah terhadap Natījah al-Mīqaāt
Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah
diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.
mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi
sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,
nama kitab itu tidak ditemukan dalam daftar penerbitan.
adalah syarah Minhāj al-‘Ābidīn karya terakhir al
mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini
telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al
‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon. Sedangkan Manāhīj al-Imdād
karya Zainuddin al-Malaybārī yang mengkaji tentang akhlak. Kitab ini
tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren
Ihsan” sendiri dengan jumlah sangat terbatas. Kitab dengan ketebalan 1000 halaman lebih
ini di dalamnya juga terdapat celah penafsiran sebagaimana yang ada pada
Ikhwān fī Bayān Ḥukm Shurb al-Qahwah wa al
bait syair kiai Ahmad Dahlan Semarang dengan judul
Qahwah wa al-Dukhān yang membicarakan seputar hukum kopi dan
rokok. Ketebalan kitab ini sama seperti halnya kitab Taṣrīḥ al-‘Ibārāt dan hanya diterbitkan
oleh percetakan pondok pesantren “Al-Ihsan”. Sedangkan untuk kitab tafsir
ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.
berikut: Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri:, (Jampes: PP. Al Ihsan, 2012); Murtadho Hadi, Jejak Spiritual Kiai Jampes
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008); Nadzirin, Ulama-Ulama Kitab Kuning IndonesiGayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901
, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012); Ensiklopedi Penulis Pesantren: Biografi SingkatPenulis Pesantren Mulai Abad 14 hingga 21 Masehi, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2009).
Fādānī, al-‘Iqd al-Farīd min Jawāhir al-Asānid, (Surabaya: Dār al
Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri, 39-40.
dan Nūr al-Iḥsān fī
Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan
Imdād, dan Irshād al-
Taṣrīḥ al-‘Ibārāt dan
karya KH. Ahmad
Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah
diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.22 Namun, di
mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi
sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,
karya terakhir al-Ghazālī yang
mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini
telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al-Fikr dan
Imdād merupakan syarah
Malaybārī yang mengkaji tentang akhlak. Kitab ini
tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren
sangat terbatas. Kitab dengan ketebalan 1000 halaman lebih
Sirāj al-Ṭālibīn.
Qahwah wa al-Dukhān adalah
kiai Ahmad Dahlan Semarang dengan judul Tadhkīrah al-
yang membicarakan seputar hukum kopi dan
dan hanya diterbitkan
Ihsan”. Sedangkan untuk kitab tafsir Nūr al-Iḥsān fī
ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.
Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri:Jejak Spiritual Kiai Jampes,
Ulama Kitab Kuning Indonesia, (Kediri: MitraGayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901-1952”, dalam Kitab
Ensiklopedi Penulis Pesantren: Biografi Singkat, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2009).
ya: Dār al-Saqqāf, t.th),
Penafsiran al
Moch. Arifin
Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin
ketika menyebutkan sanad Sirāj al
C. Teori Interteks: Suatu Pengenalan
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
lain yang memungkinkan seorang peneliti untuk menemukan
sendiri secara etimologis (textus
susunan, dan jalinan.24 Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain
disebut sebagai intertekstualitas. Semua teks pada da
saling terkait dengan teks-teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (
ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang
sedang dihadapi, atau dengan t
juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang
pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita
katakan di masa mendatang.25
Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail
Bakhtin (1895-1975) pada tahun 1926, de
kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya
yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.
kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan
mengganti istilah dialogis menjadi intert
mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.
Menurut Kristeva, setiap teks me
yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini
semata-mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya
dalam menunjukkan semesta kebudaya
23 Lihat. Muhammad Yasin bin Isa al
24 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra173.
26 Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad,Iḥsān”, dalam Jurnal Usuluddin, Januari
27 Ibid,.
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin
Sirāj al-Ṭālibīn23.
Teori Interteks: Suatu Pengenalan
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
lain yang memungkinkan seorang peneliti untuk menemukan hypogram
textus, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabunga
Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain
disebut sebagai intertekstualitas. Semua teks pada dasarnya tidak berdiri sendiri, melainkan
teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (
ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang
sedang dihadapi, atau dengan teks-teks lain yang sudah ada sebelumnya. Teks pada dasarnya
juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang
pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita
Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail
1975) pada tahun 1926, dengan tujuan untuk mempermudah dalam memahami
kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya
yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.
kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan
mengganti istilah dialogis menjadi interteks. Julia Kristeva adalah orang pertama yang
mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.
Menurut Kristeva, setiap teks merupakan mozaik kutipan yang berasal dari semestaan
yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini
mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya
dalam menunjukkan semesta kebudayaan tertentu. Interteks yang demikian ini merupakan
Lihat. Muhammad Yasin bin Isa al-Fādānī, al-‘Iqd al-Farīd min Jawāhir al-Asānid, 137.
Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t.th), 172
Analisis Naratif: Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media
Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad, “Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam, Januari-Juni 2013, 36.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 63
Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
hypogram (teks asal). Teks
, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan,
Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain
sarnya tidak berdiri sendiri, melainkan
teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (interpreter)
ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang
teks lain yang sudah ada sebelumnya. Teks pada dasarnya
juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang
pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita
Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail
ngan tujuan untuk mempermudah dalam memahami
kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya
yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.26 Teori dialogis
kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan
eks. Julia Kristeva adalah orang pertama yang
mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.27
rupakan mozaik kutipan yang berasal dari semestaan
yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini
mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya
an tertentu. Interteks yang demikian ini merupakan
, 137.
, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t.th), 172-
Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, (Jakarta:
“Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam Tafsīr Nūr al-
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus64
Penafsiran al
Moch. Arifin
jumlah pengetahuan yang memungkinkan teks itu bermakna.
dibaca berdasarkan latar belakang teks
yang mandiri. Dengan kata lain,
adanya teks-teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks
baru hanya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa
dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan
yang begitu penting.29
Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda
dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.
Sebuah karya ilmiah justru juga harus ditempatkan dalam kerangk
konkret, sehingga teks memiliki hubungan dengan teks
dan mozaik dari kutipan-kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling
menetralisasikan satu dengan yang lain, sehingga
sesungguhnya.30
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas
pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Dalam teo
teori-teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.
Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks
merujuk kembali secara berbeda
sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,
yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya
membaca sebuah teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks
sebelumnya.31 Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,
yaitu: oposisi, permutasi, dan
hubungan bermakna di antara dua makna atau lebih. Teks
28 Sebagaimana yang dikutip Nyoman Kutha Ratna,
29 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra
30 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra
31 Ibid, 174.
32 Oposisi adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,dianalisis, dan diberi masukan secara konstruktif.dalam urutan yang berbeda dari urutan semula. Sedangkanmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupunadaptasi. Lihat. Akhmad Arif Junaidi,Ortodoksi, (Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2012), 24.
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
jumlah pengetahuan yang memungkinkan teks itu bermakna.28 Selain itu, setiap teks harus
tar belakang teks-teks lain, karena sesungguhnya tidak ada sebuah teks
yang mandiri. Dengan kata lain, penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa
teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks
nya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa
dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan
Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda
dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.
Sebuah karya ilmiah justru juga harus ditempatkan dalam kerangka ruang dan waktu secara
konkret, sehingga teks memiliki hubungan dengan teks-teks yang lain, teks sebagai permainan
kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling
menetralisasikan satu dengan yang lain, sehingga masing-masing menampilkan makna yang
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas
karya terdahulu. Dalam teori interteks, sesuai dengan hakikat
teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.
Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks
merujuk kembali secara berbeda-beda kapada lautan karya yang telah ditulis dan tanpa batas,
sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,
yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya
teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks lain yang sudah pernah dibaca
Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,
, dan transformasi32. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan
hubungan bermakna di antara dua makna atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai
Sebagaimana yang dikutip Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra
Sastra dan Ilmu Sastra, (Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2015), 113.
Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, 181.
adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,dianalisis, dan diberi masukan secara konstruktif. Permutasi adalah penyusunan kembali suatu kumpulan obyekdalam urutan yang berbeda dari urutan semula. Sedangkan transformasi adalah perubahan bentuk teks, yangmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupunadaptasi. Lihat. Akhmad Arif Junaidi, Penafsiran al-Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan
(Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2012), 24.
Selain itu, setiap teks harus
teks lain, karena sesungguhnya tidak ada sebuah teks
penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa
teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks
nya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa
dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan
Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda
dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.
a ruang dan waktu secara
teks yang lain, teks sebagai permainan
kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling
masing menampilkan makna yang
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas
ri interteks, sesuai dengan hakikat
teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.
Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks
pada lautan karya yang telah ditulis dan tanpa batas,
sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,
yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya
teks lain yang sudah pernah dibaca
Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,
. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan
teks yang dikerangkakan sebagai
Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, 178.
adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,adalah penyusunan kembali suatu kumpulan obyek
adalah perubahan bentuk teks, yangmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupun
Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan
Penafsiran al
Moch. Arifin
interteks tidak terbatas sebagai persamaan
sebebas-bebasnya kepada peneliti untuk menemukan
antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab
seterusnya. Hubungan seperti ini tidak semata
sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.
D. Sumber-Sumber Penafsiran Kiai Ihsan
Seorang mufasir dalam menafsirkan al
atau berpijak pada literatur k
sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara
totalitas. Ada saatnya di sela-sela menafsirkan al
penafsiran ulama terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini
menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan
karya-karya tafsir sebelumnya.
Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Bur
bahwa dalam sejarah penafsiran al
sedang melingkupi proses aktivitas interpretasi al
intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yan
mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin
mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang
pun yang mampu berijtihad, sehingga doktrin ini menimbulkan
pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al
Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya
Indonesia terhadap sumber-sumber berbahasa Arab; (4
tokoh ulama terhadap ilmu tasawuf.
Faktor-faktor tersebut ru
dilakukan oleh kiai Ihsan. Di dalam kitab
penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya
sebelumya, baik karya dalam berntuk kitab tafsir maupun non
penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan
33 Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika alKH. Nawawi Banten, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 6
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan
bebasnya kepada peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan
antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab
seterusnya. Hubungan seperti ini tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga
sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.
Sumber Penafsiran Kiai Ihsan
Seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur`an pasti sedikit banyak akan terpengaruh
atau berpijak pada literatur khazanah keilmuan yang pernah dibaca atau dihafal, karena
sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara
sela menafsirkan al-Qur`an ia mengutip atau memodifikasi hasil
a terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini
menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan
karya tafsir sebelumnya.
Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Bur
bahwa dalam sejarah penafsiran al-Qur`an di Indonesia juga terdapat karakteristik yang
sedang melingkupi proses aktivitas interpretasi al-Qur`an. Sampai awal abad ke
intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yan
mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin
mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang
pun yang mampu berijtihad, sehingga doktrin ini menimbulkan keyakinan adanya otoritas
pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al
Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya
sumber berbahasa Arab; (4) masih tingginya penghargaan para
tokoh ulama terhadap ilmu tasawuf.33
faktor tersebut rupanya juga dapat dirasakan dalam penafsiran
dilakukan oleh kiai Ihsan. Di dalam kitab Sirāj al-Ṭālibīn misalnya, di situ terdapat beberapa
penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya
rya dalam berntuk kitab tafsir maupun non-tafsir. Berdasarkan temuan
penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan
Hermeneutika al-Qur‘an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir Marā, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 6-7.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 65
, interteks memberikan kemungkinan
. Interteks dapat dilakukan
antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab tārikh, dan
ta sebagai persamaan, melainkan juga
Qur`an pasti sedikit banyak akan terpengaruh
hazanah keilmuan yang pernah dibaca atau dihafal, karena
sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara
Qur`an ia mengutip atau memodifikasi hasil
a terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini
menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan
Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Burhanuddin
Qur`an di Indonesia juga terdapat karakteristik yang
Qur`an. Sampai awal abad ke-20 atmosfer
intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yang sedikit banyak
mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin taqlīd masih
mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang
keyakinan adanya otoritas
pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al-
Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya-karya umat Islam
) masih tingginya penghargaan para
panya juga dapat dirasakan dalam penafsiran-penafsiran yang
misalnya, di situ terdapat beberapa
penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya-karya ulama
tafsir. Berdasarkan temuan
penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan
Qur‘an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir Marāḥ Labīd Karya
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus66
Penafsiran al
Moch. Arifin
potongan ayat-ayat al-Qur`an di dalam
tersebut meliputi: 10 kitab tafsir (
al-Maḥallī dan Jalāluddin ‘Abdurra
al-Ta‘wīl karya ‘Abdullah bin ‘Umar bin Mu
al-Tanzīl karya ‘Alī bin Muḥammad bin Ibrāhīm al
Ta‘wīl karya ‘Abdullah bin A
‘Abbās karya Abī Ṭāhir bin Ya’qūb al
Ma’rifah Ba’ḍi Ma’ānī Kalāmi Rabbinā al
al-Khaṭīb al-Sharbīnī, Irshād al
Muḥammad bin Muḥammad al
Muḥammad bin Aḥmad al-Qur
al-Tamīmī al-Rāzī, dan al-Futū
Khafiyyah karya Sulaymān bin ‘Amr al
Asbāb al-Nuzūl (?) karya Jalāluddin ‘Abdurra
(Iḥyā‘ ‘Ulūm al-Dīn karya Mu
sayyid Muḥammad bin Muḥammad al
karya Abū al-Qāsim ‘Abdul Karīm bin Hawāzin
al-Munīr fī Gharīb al-Sharḥ al
Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ karya Mu
umum yang belum teridentifikasi identitasnya (
Muḥammad Sa’īd Bābaṣīl (?), dan
tabel:
Tabel 1: Sumber-Sumber Penafsiran Kiai Ihsan di dalam
Kategorisasi Judul Kitab
Kitab-kitabTafsir
Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī alTanzīl (Tafsīr al
Anwār al-Tanzīl wa Asrār alTa‘wīl (Tafsīr al
Tafsīr al-Jalālayn
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn. Sembilan belas sumber rujukan
eliputi: 10 kitab tafsir (Tafsīr al-Jalālayn karya Jalāluddin Muḥ
allī dan Jalāluddin ‘Abdurraḥman bin Abū Bakr al-Suyūṭī, Anwār al
karya ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī, Lubāb al
ammad bin Ibrāhīm al-Khāzin, Madārik al-Tanzīl wa
karya ‘Abdullah bin Aḥmad bin Maḥmūd al-Nasafī, Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn
āhir bin Ya’qūb al-Fayrūz Ābādī, Sirāj al-Munīr fī al
i Ma’ānī Kalāmi Rabbinā al-Ḥakīm al-Khabīr karya Muḥammad bin A
Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al-Karīm karya Abī al
ammad al-‘Īmādī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an
Qurṭubī, Mafātīḥ al-Gayb karya Fakhruddin Mu
Futūḥāt al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ Tafsīr al-Jalālayn li al
Sulaymān bin ‘Amr al-‘Ujaylī); 1 kitab ‘Ulūm al-Qur`an
karya Jalāluddin ‘Abdurraḥman bin Abū Bakr al-Suyū
karya Muḥammad bin Muḥammad al-Ghazālī, Ittiḥ
ammad al-Ḥusaynī al-Zabīdī, dan al-Risālah al
Qāsim ‘Abdul Karīm bin Hawāzin al-Qushayrī); 2 kitab kamus Arab (
al-Kabīr karya Aḥmad bin Muḥammad bin ‘Alī al
karya Muḥammad bin Abī Bakr bin ‘Abd al-Qādir al
umum yang belum teridentifikasi identitasnya (‘Uyūn al-Majālis (?) karya al
(?), dan ‘Abdul Ḥaq (?). Berikut ini adalah ilustrasi dalam bentuk
Sumber Penafsiran Kiai Ihsan di dalam Sirāj al
Judul Kitab Pengarang
Ta‘wīl fī Ma’ānī al-Tafsīr al-Khāzin)
‘Alī bin Muḥammad binIbrāhīm al-Khāzin
Tanzīl wa Asrār al-Tafsīr al-Bayḍāwī)
‘Abdullah bin ‘Umar binMuḥammad al-Bayḍāwī
Jalālayn
Jalāluddin Muḥammad binAḥmad al-Maḥallī danJalāluddin ‘Abdurrabin Abū Bakr al-Suyū
. Sembilan belas sumber rujukan
ḥammad bin Aḥmad
Anwār al-Tanzīl wa Asrār
Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī
Tanzīl wa Ḥaqāiq al-
Miqbās min Tafsīr Ibn
Munīr fī al-I’ānah ‘alā
ammad bin Aḥmad
karya Abī al-Su’ūd
Qur`an karya ‘Abdullah
karya Fakhruddin Muḥammad bin ‘Amr
Jalālayn li al-Daqāiq al-
(Lubāb al-Nuqūl fī
Suyūṭī); 3 kitab tasawuf
ḥāf al-Sādah karya
Risālah al-Qushayriyyah
); 2 kitab kamus Arab (Miṣbāḥ
ammad bin ‘Alī al-Fayyūmī dan
Qādir al-Rāzī); 3 literatur
(?) karya al-Ḥaddādī,
(?). Berikut ini adalah ilustrasi dalam bentuk
Sirāj al-Ṭālibīn
Jumlah
ammad bin
10
‘Abdullah bin ‘Umar bināwī
ammad binallī dan
Jalāluddin ‘AbdurraḥmanSuyūṭī
Penafsiran al
Moch. Arifin
Madārik al-Tanzīl waTa‘wīl (Tafsīr al
Tanwīr al-Miqbā‘Abbās
al-Futūḥāt alTafsīr al-Jalālayn li alKhafiyyah
Sirāj al-Munīr fī alMa’rifah Ba’Rabbinā al-Ḥ
al-Jāmi’ li Aḥ
Mafātīḥ al-Gayb
Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā alQur`an al-Karīm
Kitab-kitabTasawuf
Ittiḥāf al-Sādah
Iḥyā‘ ‘Ulūm al
al-Risālah al
KamusArab
Miṣbāḥ al-Munīr
Mukhtār al-Ṣ
Kitab ‘Ulūmal-Qur`an
Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al(?)
(?)
(?)
(?)
‘Uyūn al-Majālis
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Tafsīr al-Nasafī)
‘Abdullah bin Aḥmad binMaḥmūd al-Nasafī
Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abī Ṭāhir bin Ya’qūb alFayrūz Ābādī
āt al-Ilahiyyah bi TawḍīḥJalālayn li al-Daqāiq al-
Sumber-sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali
Jalālayn dan Iḥyā‘ ‘Ulūm al-
dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memp
menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab
Ṭālibīn.
E. Karakteristik Intertekstualitas Penafsiran Kiai Ihsan
Kerangka metodologis yang dibangun untuk mengidentifikasi penafsiran yang
dilakukan oleh seorang mufasir, tidak cukup hanya dipusatkan pada metode
muqārin, dan muwḍū’ī yang lazim diterapkan dalam menelaah kerangka berpikir seorang
mufasir dalam menafsirkan al
mengcover substansi metodologis dalam sebuah penafsiran itu sendiri. Tanpa
mengesampingkan keempat metode tersebut, metode interteks menjadi satu
analisis terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh
khazanah literatur ulama terdahulu. Salah satu dari beberapa contoh yang ada misalnya kitab
tafsir lengkap 30 juz yang berjudul
1693 M), telah diklaim merupakan hasil terjemahan dari kitab tafsir
informasi tersebut, tafsir Tarjumān al
metodologis manakala ditelisik melalui perspektif empat metode tersebut. Oleh karena itu,
cara untuk dapat mengukur sekaligus membuktikan keterpengaruhan atau kutipan yan
terdapat dalam sebuah karya tafsir adalah melalui persepektif intertekstual. Dalam kasus
al-Ṭālibīn, tampaknya persepektif intertekstual
Hal tersebut sesuai pengakuan kiai Ihsan sendiri dalam mukadimah
sebagai berikut:
٣٤
“Sirāj al-Ṭālibīn ‘alā Minhāj albagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan jugadari tokoh-tokoh normatif yang telah mencapai derajat makrifat.
34 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali
-Dīn) bisa dikatakan jarang beredar di semenanjung nusantara
dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memp
menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab
ālibīn ‘alā Minhāj al-‘Ābidīn ilā Jannah Rab al-‘Ālamīnbagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan juga
tokoh normatif yang telah mencapai derajat makrifat.
Sirāj al-Ṭālibīn, 1:3.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 71
sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali al-
) bisa dikatakan jarang beredar di semenanjung nusantara
dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memperoleh dan
menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab Sirāj al-
Kerangka metodologis yang dibangun untuk mengidentifikasi penafsiran yang
g mufasir, tidak cukup hanya dipusatkan pada metode taḥlīlī, ijmālī,
yang lazim diterapkan dalam menelaah kerangka berpikir seorang
Qur`an, karena metode tersebut pada dasarnya belum dapat
si metodologis dalam sebuah penafsiran itu sendiri. Tanpa
mengesampingkan keempat metode tersebut, metode interteks menjadi satu-satunya landasan
analisis terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh
ama terdahulu. Salah satu dari beberapa contoh yang ada misalnya kitab
karya Abdurrauf al-Sinkīlī (1615-
Jalālayn. Atas dasar
tidak akan ditemukan relevansinya secara
metodologis manakala ditelisik melalui perspektif empat metode tersebut. Oleh karena itu,
cara untuk dapat mengukur sekaligus membuktikan keterpengaruhan atau kutipan yang
terdapat dalam sebuah karya tafsir adalah melalui persepektif intertekstual. Dalam kasus Sirāj
Hal tersebut sesuai pengakuan kiai Ihsan sendiri dalam mukadimah Sirāj al-Ṭālibīn
‘Ālamīn”. Tidak adabagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan juga
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus72
Penafsiran al
Moch. Arifin
Pernyataan eksplisit tersebut menunjukkan bahwa redaksi teks
tercipta merupakan hasil proses pengolahan dari beberapa data literatur klasik yang kemudian
ditempatkan pada porsinya masing
dipahami bahwa Sirāj al-Ṭālibīn
aspek lain juga terdapat hasil ijtihad kiai Ihsan yang turut ikut serta berbaur dengan kutipan
kutipan lain. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi bentuk a
kutipan penafsiran ayat-ayat al
berdasarkan kaidah-kaidah yang terdapat dalam pendekatan intertekstual. Dan selanjutnya,
proses identifikasi produksi makna yang terja
ditinjau melalui tiga pola, yaitu:
Selain itu praktik aktivitas interteks juga terjadi melalui dua opsi, yaitu: (a) membaca
dua teks atau lebih secara berdampingan pada saa
teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks
karena itu, untuk mengkomparasikan bentuk atau model interteks penafsiran kiai Ihsan di
dalam Sirāj al-Ṭālibīn, maka disini ak
Sembilan belas sumber
direproduksi oleh kiai Ihsan dalam bentuk ragam pengutipan yang berbeda
yang berbentuk kutipan secara langsung (baik disebut
hasil modifikasi teks, kutipan ringkasan, hingga kutipan yang tidak sesuai teks
Berikut ini adalah eksposisi mengenai bentuk intertekstualitas penafsiran kiai Ihsan:
1. Kutipan Langsung Tanpa Menyebutkan Sumb
Bentuk kutipan penafsiran secara langsung dengan tanpa menyebutkan sumber
asalnya, seringkali dilakukan oleh kiai Ihsan dalam beberapa penafsirannya di dalam
Ṭālibīn. Baik dalam proses penafsiran ayat, ia merujuk satu sumber rujukan, ataupun le
Berikut adalah salah satu contoh model kutipan langsung dengan tanpa menyebutkan sumber
mad bin Maḥmūd al-Nasafī, Madārik al-Tanzīl Wa Ḥaqāiq al-
Sirāj al-Ṭālibīn yang
tercipta merupakan hasil proses pengolahan dari beberapa data literatur klasik yang kemudian
masing sesuai kebutuhan. Namun hal itu tidak serta-merta
adalah hasil karya kutipan 100 %, melainkan di sela-sela
aspek lain juga terdapat hasil ijtihad kiai Ihsan yang turut ikut serta berbaur dengan kutipan-
tau model kutipan maupun non
, maka disini akan dianalisa
kaidah yang terdapat dalam pendekatan intertekstual. Dan selanjutnya,
di dalam interteks penafsiran kiai Ihsan akan
Selain itu praktik aktivitas interteks juga terjadi melalui dua opsi, yaitu: (a) membaca
t yang sama; (b) hanya membaca sebuah
teks lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya. Oleh
karena itu, untuk mengkomparasikan bentuk atau model interteks penafsiran kiai Ihsan di
Sirāj al-Ṭālibīn telah
direproduksi oleh kiai Ihsan dalam bentuk ragam pengutipan yang berbeda-beda, mulai dari
kan sumber rujukannya ataupun tidak),
hasil modifikasi teks, kutipan ringkasan, hingga kutipan yang tidak sesuai teks hypogram.
Berikut ini adalah eksposisi mengenai bentuk intertekstualitas penafsiran kiai Ihsan:
Bentuk kutipan penafsiran secara langsung dengan tanpa menyebutkan sumber
asalnya, seringkali dilakukan oleh kiai Ihsan dalam beberapa penafsirannya di dalam Sirāj al-
. Baik dalam proses penafsiran ayat, ia merujuk satu sumber rujukan, ataupun lebih.
Berikut adalah salah satu contoh model kutipan langsung dengan tanpa menyebutkan sumber
) ��������� ����� ��������
��� ������� ��� ����� ���� ��
-Ta‘wīl, (Beirut: Dār al-
Penafsiran al
Moch. Arifin
“����� ��� �����” (maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): merekamenjadikan gua itu sebagai tempat berlindung. “akan melimpahkan sebagian rahmatmelimpahkan rizki-Nya untuk kalian semua. “dunia dan akhirat.
Pernafsiran terhadap potongan ayat QS. al
penafsiran yang diambil dari Madārik al
Asrār al-Ta‘wīl. Namun secara eksplisit t
2. Kutipan Langsung Disertai Penyebutan Sumber
Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama
seringkali digunakan oleh kiai Ihsan pada penafsirannya di dalam
salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:
٣٨.٣٩
“Sesungguhnya nafsu itu banyak menyerukan berbuat buruk”karakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energidan anggota tubuh dalam mengoptimalkan kinerjanya.
Penafsiran Kyai Ihsan terhadap QS.
ditafsirkan oleh al-Bayḍāwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk
berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya
yang cenderung diperankan oleh syahw
tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk
redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang
dikutip (al-Bayḍāwī).
36 Lihat. ‘Abdullah bin ‘Umar bin MuIḥyā‘ al-Turāth al-‘Arabī, t.th), 3:275.
37 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al
38 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj alBayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al
39 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
(maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): merekamenjadikan gua itu sebagai tempat berlindung. “���� ��� ����” (niscaya Tuhanmuakan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu): maka Tuhan akan
Nya untuk kalian semua. “����� ��” (sebagian rahmat
Pernafsiran terhadap potongan ayat QS. al-Kahfi: 16 tersebut merupakan kombinasi
Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta‘wīl dan Anwār al
. Namun secara eksplisit tidak disebutkan asal sumber pengambilannya.
Kutipan Langsung Disertai Penyebutan Sumber
Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama
seringkali digunakan oleh kiai Ihsan pada penafsirannya di dalam Sirāj al
salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:
“Sesungguhnya nafsu itu banyak menyerukan berbuat buruk” karena secarakarakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energidan anggota tubuh dalam mengoptimalkan kinerjanya.
Ihsan terhadap QS. Yūsuf: 53 ini redaksinya sama persis seperti yang
āwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk
berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya
yang cenderung diperankan oleh syahwat yang tidak terkendali. Penafsiran al
tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk
redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang
Lihat. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al‘Arabī, t.th), 3:275.
Sirāj al-Ṭālibīn, 2:13. Lihat juga, ‘Abdullah bin ‘Umar bin MuTanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, ٣:١٧٦.
Sirāj al-Ṭālibīn, 2:13.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 73
(maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): mereka” (niscaya Tuhanmu
Nya kepadamu): maka Tuhan akansebagian rahmat-Nya): di
Kahfi: 16 tersebut merupakan kombinasi
Anwār al-Tanzīl wa
idak disebutkan asal sumber pengambilannya.
Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama-sama
Sirāj al-Ṭālibīn. Adapun
salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:
) ��������� �������� �� ��������� ����
������ �� ������ � ������� ������
karena secarakarakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energi
uf: 53 ini redaksinya sama persis seperti yang
āwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk
berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya
at yang tidak terkendali. Penafsiran al-Bayḍāwī
tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk
redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang
Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl, (Beirut: Dār
‘Ilmiyyah, 2014), 2:٤٤٣.
Lihat juga, ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus74
Penafsiran al
Moch. Arifin
3. Kutipan Ikhtisar
Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit
konstruksi penafsirannya:
������ ���� ������ ������� ���� ����� (
��� ���� ��� ������� ������ ����� ����� ��
perumpamaan kesesatan orang :(demikianlah) ”كذلك“memperdebatkan ayat-ayat Allah. “”متكبر جبار (hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau nonmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiranoleh sebagian para mufasir.
Penafsiran terhadap QS.
Tafsīr al-Jalālayn, namun kiai Ihsan
Jalālayn, setelah kata وبالعكس
mempengaruhi pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak
secara eksplisit menyebutkan penafsirannya bersumber dari
mengekspresikan dengan pernyataan ”
sebagian ulama ahli tafsir).
Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam
Jalālayn adalah sebagai berikut:
������ ���� ������ ������� ���� ����� (
������� ������ ����� ����� . �������� ��� ���
perumpamaan kesesatan orang :(demikianlah) ”كذلك“memperdebatkan ayat-ayat Allah. “”متكبر جبار (hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau nonmaka orangnya juga ikut s
40 Ibid, 1:398.
41 Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit
” (demikianlah): perumpamaan kesesatan orang-orang yangayat Allah. “����” (Allah mengunci): mengecap. “
(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau non-tanwin lafal ,Manakala hati bersombong .قلبmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiranoleh sebagian para mufasir.
adap QS. Ghāfir: 35 ini, redaksinya sama seperti yang terdapat dalam
, namun kiai Ihsan tampak meringkasnya. Sebenarnya di dalam
وبالعكس masih ada penjelasan mengenai varian qiraat yang dapat
pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak
secara eksplisit menyebutkan penafsirannya bersumber dari Tafsīr al-
mengekspresikan dengan pernyataan ”�������� ��� ���� ���” (seperti halnya penafsiran
Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam
(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau non-tanwin lafal ,Manakala hati bersombong .قلبmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Lafal كل bisa dibaca dua versi
allī dan Jalāluddīn al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn, 576.
Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit
) �������� (����� ��� ��
����� ��� ������
�������.٤٠
orang yang” (Allah mengunci): mengecap. “ على كل
(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang):. Manakala hati bersombong,
maka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiran
Ghāfir: 35 ini, redaksinya sama seperti yang terdapat dalam
meringkasnya. Sebenarnya di dalam Tafsīr al-
masih ada penjelasan mengenai varian qiraat yang dapat
pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak
-Jalālayn, tetapi ia
” (seperti halnya penafsiran
Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam Tafsīr al-
) �������� (����� ��� ��
����� ��� ������
����� ������ � ������ ��� ����� �����
orang yang” (Allah mengunci): mengecap. “ على كل
(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang):. Manakala hati bersombong,
bisa dibaca dua versi
Penafsiran al
Moch. Arifin
bacaan (tanwin atau nonkesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandungkesesatan.
Redaksi yang bergaris bawah tersebut
bin Aḥmad al-Maḥallī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di
������� �����: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”: dari perkarahak yang tidak mereka pahami.tidak dapat melihat hingga dirinya tidak beriman kepada ayat�� ������ �� ���: “seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (alQur‘an)”: melalui ayat�������: “dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”: melampaui batasdengan berbuat kekufuranKami beri petunjuk, atau terbiarkan dalam kondisi terombanghatinya tergugah dan penglihatannya dapat melihat, atau hatinya terguncangakibat terealisasinya sebuah keselamatan, takut binasa,dari berbagai arah, dan kemudian di datangkan buku catatan amalnya.Demikian penafsiran al
������-����- طغى . Kata “
42 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj albin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī,
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
tanwin atau non-tanwin), sebab lafal كل menunjukkan makna kebanyakankesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandung
Redaksi yang bergaris bawah tersebut merupakan penafsiran Jalāluddin Mu
allī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”: dari perkarahak yang tidak mereka pahami. ��������: “dan penglihatan mereka”: merekatidak dapat melihat hingga dirinya tidak beriman kepada ayat-ayat al
: “seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (alQur‘an)”: melalui ayat-ayat al-Qur`an yang telah diturunkan. �� ������ ��� ���
: “dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”: melampaui batasdengan berbuat kekufuran, “������”: Kami biarkan mereka bingung, tidak akanKami beri petunjuk, atau terbiarkan dalam kondisi terombang-ambing hinggahatinya tergugah dan penglihatannya dapat melihat, atau hatinya terguncangakibat terealisasinya sebuah keselamatan, takut binasa, penglihatannya diambildari berbagai arah, dan kemudian di datangkan buku catatan amalnya.Demikian penafsiran al-Bayḍāwī. Kata “�����” merupakan masdar dari lafal
Kata “�����” dibaca kasrah dan ḍammah huruf ṭa`
Sirāj al-Ṭālibīn, 1:360-361. Kemudian lihat dan komparasikan dalam ‘Abdullahḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, 2:178, dan juga ‘Abdullah binAnwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, 4:109.
Volume 1, No. 2, Agustus 2015 75
menunjukkan makna kebanyakankesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandung
merupakan penafsiran Jalāluddin Muḥammad
allī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di Sirāj al-
�������� ������� �����:redaksi ayat ini menggikut pada lafal ayat sebelumnya, yaituartinya: dan apa yang kalianmereka dari perkara hak sehingga mereka tidak memahaminya,hatinya tidak dapat melihat (tidak peka) sehingga mereka tidak beriman.�� ������: seperti halnya mereka tidak beriman kepada ayattelah diturunkan. ������� �� ������ ��� ���beriman kepadanya (alyakni berbuat melampaui batas hingga pada level kufur.kebingungan”: Kami terlantarkan mereka dalam kondisi bingung, tidak akanKami beri petunjuk seperti halnya petunjuk bagiLafal ���� dan �����(subyeknya masih bersifat abstrak). Lafalmaf’ūl (subyeknya tidak diketahui), dan bersandar ke lafal
Komparasi terhadap penafsiran QS.
atas menunjukkan bahwa di sana terdapat unsur modifikasi teks yang
dilakukan oleh kiai Ihsan.
poin bawah ini:
1) Penafsiran frase
Tafsīr al-Jalālayn
2) Penafsiran “ ���� ���� �� ���� ���� � ��
yaitu ayat “ ���� ���� �� ���� ���� � �� ��
43 ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al
44 Lihat. Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al2011), 216.
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
Dikatakan bahwa lam-nya lafal طغى adalah yā‘dan .Dan asal maknanya adalah melampaui batas .طغوت
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”:redaksi ayat ini menggikut pada lafal ayat sebelumnya, yaitu ������ �artinya: dan apa yang kalian rasakan ketika Kami membolak-mereka dari perkara hak sehingga mereka tidak memahaminya,hatinya tidak dapat melihat (tidak peka) sehingga mereka tidak beriman.
: seperti halnya mereka tidak beriman kepada ayat-ayat al������� �� ������ ��� ���: “seperti pertama kali mereka tidak
kepadanya (al-Qur‘an) dan Kami biarkan mereka dalam kesesatan”:yakni berbuat melampaui batas hingga pada level kufur. ������
Kami terlantarkan mereka dalam kondisi bingung, tidak akanKami beri petunjuk seperti halnya petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
����� dibaca dengan menggunakan konstruksi(subyeknya masih bersifat abstrak). Lafal تقلب tersusun dengan bentuk
(subyeknya tidak diketahui), dan bersandar ke lafal .أفئدة
terhadap penafsiran QS. al-An’ām: 110 dari dua contoh di
atas menunjukkan bahwa di sana terdapat unsur modifikasi teks yang
dilakukan oleh kiai Ihsan. Adapun uraian secara rincinya tertera pada poin
“ ������ ونقلب أفئد ” dan “ ���� ��� ������ ��”, cenderung seperti gaya penafsiran
Jalālayn, yaitu singkat dan padat;44
���� ���� ك �� ���� ���� � �� ” diambil sama persis dari redaksi
"������ ������ � ���"menjelaskan keutamaanbersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkanmenjadi hancur, sebagaimana hancurnya timah terhadap panasnya api”.ungkapan al-Suyūṭī di dalSallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkanAllah memerintahkan sekretaris malaikat untuk mencatat empat kebaikan didalam buku arsipnya”.
F. Kesimpulan
Berdasarkan ulasan pembahasan dan deskripsi data di atas, maka beberapa hal yang
dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1. Secara keseluruhan sumber penafsiran yang digunakan oleh kiai Ihsan di dalam
Ṭālibīn tercatat sebanyak 19 belas sumber penafsiran. 19 belas sumber rujukan ini
meliputi 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 kamus Arab, 1 kitab
sumber penafsiran yang belum terungkap identitasnya. 19 belas sumber rujukan ini
hampir selalu digunakan sesuai kebutuhan kiai Ihsan untuk menafsirkan ayat
Qur`an yang disitir dari Minhāj al
sumber rujukan, yaitu Tafsīr al
Nasafī, Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās
Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al
Adapun yang paling mendominasi di
45 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al
Agustus 2015
Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��
Moch. Arifin & Moh. Asif
hanya dirujuk satu kali oleh kiai Ihsan, yaitu untuk
mengungkap tabir dibalik redaksi basmalah. Berikut ini adalah cuplikan data
" telah banyak Hadis dan ungkapan ulama salaf yangmenjelaskan keutamaan basmalah. Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallambersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan basmalah kecuali setanmenjadi hancur, sebagaimana hancurnya timah terhadap panasnya api”.
ī di dalam kitab al-Lubāb. Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wabersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan basmalah
Allah memerintahkan sekretaris malaikat untuk mencatat empat kebaikan didalam buku arsipnya”. Ini juga ungkapan al-Suyūṭī di dalam kitab
Berdasarkan ulasan pembahasan dan deskripsi data di atas, maka beberapa hal yang
dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
Secara keseluruhan sumber penafsiran yang digunakan oleh kiai Ihsan di dalam
tercatat sebanyak 19 belas sumber penafsiran. 19 belas sumber rujukan ini
meliputi 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 kamus Arab, 1 kitab ‘Ulūm al
sumber penafsiran yang belum terungkap identitasnya. 19 belas sumber rujukan ini
digunakan sesuai kebutuhan kiai Ihsan untuk menafsirkan ayat
Minhāj al-‘Ābidīn. Di jilid I Sirāj al-Ṭālibīn
Tafsīr al-Jalālayn, Tafsīr al-Bayḍāwī, Tafsīr al
Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās, al-Futūḥāt al-Ilahiyyah
‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al-Karīm, Ittiḥāf al-Sādah, dan ‘Abdul
Adapun yang paling mendominasi di Sirāj al-Ṭālibīn jilid I ini adalah
Sirāj al-Ṭālibīn, ٢:302-303.
hanya dirujuk satu kali oleh kiai Ihsan, yaitu untuk