Artikel - 1 Workshop Nasional : Konservasi dan Pengembangan Sapi Lokal Fakultas Peternakan Unpad, 13 Nopember 2013 PEMOTONGAN SAPI BETINA UMUR PRODUKTIF DAN KONDISI RPH DI PULAU JAWA DAN NUSA TENGGARA Oleh : Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Cecep Firmansyah Fakultas Peternakan Unpad Abstrak : Studi mengenai Pemotongan Sapi Betina Produktif dan kondisi Rumah Potong Hewan di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara, telah dilakukan di 20 RPH yang berada di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara sejak bulan Juli-Agustus 2013. Studi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar proporsi pemotongan sapi betina umur produktif, kelayakan kondisi fisik RPH, dan perlakuan pemotongan ternak lokal maupun impor serta rantai pasok sapi dan daging sapi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Kegunaan studi ini, diharapkan memberikan kontribusi pada upaya meningkatkan daya saing produk daging sapi domestik, melalui peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap jumlah pemotongan sapi betina umur produktif di RPH. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan diskusi dan pembahasan, maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : (a) Selama periode studi, terjadi pemotongan sapi lokal betina umur produktif 31,04% dari jumlah sapi lokal yang dipotong. RPH yang banyak memotong betina umur produktif berada di wilayah produsen dibandingkan di wilayah konsumen. Pemotongan sapi lokal betina umur produktif mengalami peningkatan yang cukup tinggi menjelang bulan puasa, dan pada hari raya, sedangkan pada rentang waktu yang lainnya (saat bulan puasa dan setelah hari raya) pemotongan betina produktif secara proporsional mengikuti arus fluktuasi pemotongan sapi di setiap RPH. (b) Kondisi RPH di lokasi studi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak, hanya sebesar 20 % yang termasuk kategori layak, 40 % termasuk kategori kurang layak Sedangkan 30 % yang tergolong tidak layak dan 10 % yang tergolong sangat tidak layak. (c) Prosedur teknis pemotongan sapi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak, hanya sebesar 10 % yang termasuk kategori layak, 40% termasuk kategori kurang layak. Sedangkan 10 % berada pada kategori tidak layak, dan 40 % berada pada kategori sangat tidak layak. (d) RPH di lokasi studi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak dan layak, sebesar 25% termasuk kategori kurang layak. Sedangkan 35 % berada pada kategori tidak layak dan 35 % berada pada kategori sangat tidak layak. Kata Kunci : pemotongan, umur produktif dan kondisi RPH
14
Embed
PEMOTONGAN SAPI BETINA UMUR ... - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../uploads/2013/...sapi_betina_umur_produktif.pdf · yang dipotong di RPH terdiri dari: Sapi Bali, Sapi Madura,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Artikel - 1
Workshop Nasional : Konservasi dan Pengembangan Sapi Lokal
Fakultas Peternakan Unpad, 13 Nopember 2013
PEMOTONGAN SAPI BETINA UMUR PRODUKTIF DAN KONDISI RPH DI
PULAU JAWA DAN NUSA TENGGARA
Oleh :
Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Cecep Firmansyah
Fakultas Peternakan Unpad
Abstrak :
Studi mengenai Pemotongan Sapi Betina Produktif dan kondisi Rumah Potong Hewan di
Pulau Jawa dan Nusa Tenggara, telah dilakukan di 20 RPH yang berada di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara sejak bulan Juli-Agustus 2013. Studi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar
proporsi pemotongan sapi betina umur produktif, kelayakan kondisi fisik RPH, dan perlakuan
pemotongan ternak lokal maupun impor serta rantai pasok sapi dan daging sapi di Pulau Jawa dan
Nusa Tenggara. Kegunaan studi ini, diharapkan memberikan kontribusi pada upaya meningkatkan
daya saing produk daging sapi domestik, melalui peningkatan populasi dan produktivitas sapi
potong lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap jumlah pemotongan sapi
betina umur produktif di RPH. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif.
Berdasarkan diskusi dan pembahasan, maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : (a)
Selama periode studi, terjadi pemotongan sapi lokal betina umur produktif 31,04% dari jumlah
sapi lokal yang dipotong. RPH yang banyak memotong betina umur produktif berada di wilayah
produsen dibandingkan di wilayah konsumen. Pemotongan sapi lokal betina umur produktif
mengalami peningkatan yang cukup tinggi menjelang bulan puasa, dan pada hari raya, sedangkan
pada rentang waktu yang lainnya (saat bulan puasa dan setelah hari raya) pemotongan betina
produktif secara proporsional mengikuti arus fluktuasi pemotongan sapi di setiap RPH. (b)
Kondisi RPH di lokasi studi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak, hanya
sebesar 20 % yang termasuk kategori layak, 40 % termasuk kategori kurang layak Sedangkan 30
% yang tergolong tidak layak dan 10 % yang tergolong sangat tidak layak. (c) Prosedur teknis
pemotongan sapi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak, hanya sebesar 10
% yang termasuk kategori layak, 40% termasuk kategori kurang layak. Sedangkan 10 % berada
pada kategori tidak layak, dan 40 % berada pada kategori sangat tidak layak. (d) RPH di lokasi
studi menunjukkan tidak ada yang termasuk kategori sangat layak dan layak, sebesar 25%
termasuk kategori kurang layak. Sedangkan 35 % berada pada kategori tidak layak dan 35 %
berada pada kategori sangat tidak layak.
Kata Kunci : pemotongan, umur produktif dan kondisi RPH
Artikel - 2
PRODUCTIVE COWS SLAUGHTER AND THE SLAUGHTERHOUSE
CONDITIONS IN JAVA AND NUSA TENGGARA ISLAND
by :
Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Cecep Firmansyah
Animal Husbandry Faculty Universitas Padjadjaran
abstract :
The Studies on productive cows slaughter and the slaughterhouse conditions in Java and Nusa
Tenggara Island has been held in 20 slaughterhouses located in Java and Nusa Tenggara Island
since first of July to 21st August 2013. This study aims to find out how many productive cows are
slaughtered, the physical condition of eligibility slaughterhouse, and treatment of local and
imported cattle slaughter, and beef cattle supply chains in Java and Nusa Tenggara. Usefulness of
this study, is expected to contribute to improving the competitiveness of domestic beef products,
through the increase in population and productivity of local cattle. The research method used was
a survey of the number of productive cows slaughter in the abattoir. The collected data was
analyzed by descriptively.
Based on the discussion and analysis, the research results are as follows: (a) During the study
period, there were local cows productive slaughter 31.04% of the number of local cattle
slaughtered. Abattoir that many cows slaughters in the producers region than in the consumer
area. Local cows productive slaughter has increased quite high before the month of fasting , and
the feast of Idul Fitri, while the other timescales (the fasting month and after the feast) in
proportion to the slaughter of cows productive cattle slaughter to follow fluctuations in any
slaughterhouse. (b) slaughter house conditions in the study area showed no very viable category,
only 20% were viable category, 40% are less worth while 30% were classified as not feasible, and
10% were classified as very improper. (c) the technical procedures slaughter shows no very viable
category, only 10% were viable category, 40% are less worthy. While 10% are in the category of
not feasible, and 40% were in the category of very improper. (d) the feasibility of slaughterhouses
in the study area showed no very viable category and viable category, 30 % are less worthy.
Whereas 35% is the category of not worth it and 35% are in the category of very improper.
Keywords: slaughter, productive cows, and the conditions of slaughter houses
Artikel - 3
Pendahuluan
Kebutuhan daging sapi untuk konsumsi rumah tangga maupun industri pengolahan daging
masih belum mampu sepenuhnya disediakan di dalam negeri, sehingga penyediaan daging sapi
nasional dihadapkan pada lingkungan pasar global yang sangat kompetitif. Demikian juga
teknologi pasca panen terutama aktivitas pemotongan hewan di dalam negeri masih belum
mampu memperbaiki kinerja, padahal berbagai kebijakan mengenai standarisasi RPH telah
dimiliki pemerintah, antara lain SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang RPH dan NKV (nomor
kontrol veteriner) untuk menghasilkan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
Dalam rangka menata dan memperbaiki situasi tersebut, bisnis daging sapi harus dilihat
secara holistik mulai dari keberadaan populasi bibit dan reproduksinya di daerah produksi sapi
potong, sampai dengan ketersediaan daging sapi di pusat-pusat konsumen. Fenomena terjadinya
karut marut bisnis daging sapi di Indonesia pada akhir-akhir ini, yang diikuti dengan maraknya
pemotongan sapi betina umur produktif di RPH merupakan indikator menurunnya kemampuan
penyediaan atau kesulitan memperoleh sapi siap potong. Menurut Puslitbangnak (2011) jumlah
pemotongan sapi betina produktif setiap tahun diperkirakan sekitar 150.000 – 200.000 ekor.
Sebenarnya, kebijakan tentang larangan pemotongan sapi betina produktif tersebut sudah tertuang
dalam UU No. 18/2009 pasal 18 dan 86, yang pada dasarnya ditujukan bagi upaya pengembangan
peternakan sapi potong di dalam negeri. Dalam hal ini, program penyelamatan dan atau
penjaringan betina produktif merupakan salah satu upaya pemerintah untuk tetap mencegah
terjadinya pengurasan populasi sapi di dalam negeri. Hal tersebut menjadi sangat penting,
mengingat salah satu kriteria penunjang keberhasilan program swasembada daging adalah
ketersediaan bibit sapi potong secara berkelanjutan.
Studi mengenai Pemotongan Sapi Betina Produktif dan kondisi Rumah Potong Hewan di
Pulau Jawa dan Nusa Tenggara, telah dilakukan di 20 RPH yang berada di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara sejak bulan Juli-Agustus 2013. Studi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar
proporsi pemotongan sapi betina umur produktif, kondisi fisik RPH, dan perlakuan pemotongan
ternak lokal maupun impor serta rantai pasok sapi dan daging sapi di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara. Kegunaan studi ini, diharapkan memberikan kontribusi pada upaya meningkatkan daya
saing produk daging sapi domestik, melalui peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong
lokal. Luaran studi yang diharapkan adalah : a. Mendapatkan informasi penting tentang
pemotongan sapi betina umur produktif di beberapa RPH di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. b.
Mendapatkan informasi tentang prosedur operasional pemotongan sapi potong lokal dan impor
di beberapa RPH di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. c. Mendapatkan gambaran kondisi fisik RPH
(hygienitas, fasilitas, dan persyaratannya) di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. dan d. Mendapatkan
gambaran lalu lintas ternak sapi potong dan daging antar provinsi di Pulau Jawa dan Nusa
Tenggara.
Metode Studi
Studi ini menggunakan metode survey terhadap pemotongan sapi betina umur produktif di
beberapa RPH di Pulau Jawa (meliputi enam Provinsi, yaitu: Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur), dan Nusa Tenggara (meliputi dua Provinsi, yaitu:
NTB dan NTT). Wilayah studi ditentukan secara purposive dan RPH ditetapkan yang berada di
pusat konsumen dan sekitarnya di setiap provinsi. Sementara data pemotongan diperoleh
berdasarkan sistematik sampling selang 3 hari sejak tanggal 1 Juli 2013 – 23 Agustus 2013
Artikel - 4
(sebelum puasa, puasa, lebaran dan setelah lebaran). Data yang terkumpul dilakukan analisis