Top Banner
Rencana Disertasi : PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI DADA PENDEKATAN TEORITIS PENYUSUNAN MODEL MATEMATIK UNTUK OSILASI REGANGAN DINDING DADA AKIBAT AKTIVITAS JANTUNG KARYA ILMIAH 4 Oleh : NURIDA FINAHARI NIM. 0730703012 PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN KEKHUSUSAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PROGRAM PASCA SARJANA M A L A N G 2 0 0 8
45

PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

Dec 08, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

Rencana Disertasi :

PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI DADA

PENDEKATAN TEORITIS PENYUSUNAN MODEL MATEMATIK UNTUK OSILASI REGANGAN DINDING DADA AKIBAT AKTIVITAS JANTUNG

KARYA ILMIAH 4

Oleh :

NURIDA FINAHARI NIM. 0730703012

PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN KEKHUSUSAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA PROGRAM PASCA SARJANA

M A L A N G 2 0 0 8

Page 2: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

LEMBAR PENGESAHAN

PENDEKATAN TEORITIS PENYUSUNAN MODEL MATEMATIK UNTUK OSILASI REGANGAN DINDING DADA AKIBAT AKTIVITAS JANTUNG

KARYA ILMIAH 4

Oleh :

NURIDA FINAHARI NIM. 0730703012

Menyetujui, Pembimbing Akademik

Dr. dr. M. Rasjad Indra, MS NIP. 130 809 092

Page 3: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

2

KERANGKA RENCANA DISERTASI Rencana Judul Disertasi : Pemodelan kardiorespiratometer berbasis vibrasi dada

Kualitas Udara

Aktifitas

Pernafasan

Tekanan Rongga

Dada

Denyut Jantung

Regangan Elastis

Dinding Dada

Getaran Dinding

Dada

Superposisi

Getaran

a. Kerangka Konseptual

Listrik JantungDepolarisasi/

Repolarisasi

Detak Jantung/

Gerak Katup/

Aliran Darah Aorta

Ekshalasi/Inhalasi

Pernafasan

Regangan Elastis

Dinding Dada

Bunyi dan

Getaran

Superposisi/

Transmisibilitas

Getaran

Model MatematisSensor,

Pengukuran

Analisis Akurasi/

Kalibrasi

Data ECG dan

Spirometry

Analisis Sinkronisasi

(Statistik)

Transformasi Kuantitas

Verifikasi

b. Aliran Proses dan Latar Belakang Teori

Rencana Judul Karya Ilmiah :

1. Fisioanatomi dan sinkronisasi sistem kardiorespirasi

2. Telaah alat ukur struktur dan fungsi sistem kardiorespirasi

3. Kajian model matematis sistem kardiorespirasi

4. Pendekatan teoritis penyusunan model matematik untuk osilasi regangan dinding dada akibat aktivitas jantung

5. Peranan gerak dinamis paru dan variabel sinkronisasi kardiorespirasi dalam

pemodelan osilasi regangan dinding dada

6. Metode pengukuran dan validasi data osilasi regangan dinding dada sebagai parameter fisiologis sistem kardiorespirasi

Page 4: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

3

ABSTRAK Nurida Finahari; Program Pascasarjana Universitas Brawijaya; Pendekatan teoritis penyusunan model matematik untuk osilasi regangan dinding dada akibat aktivitas jantung; Pembimbing Akademik : M. Rasjad Indra. Sinkronisasi kardiorespirasi merupakan fenomena nyata meskipun bukan merupakan variabel utama interaksi kardiorespirasi. Penelitian tentang sinkronisasi kardiorespirasi ditujukan untuk memahami mekanisme patofisiologis. Penelitian-penelitian tersebut umumnya masih dilakukan dengan memanfaatkan data-data hasil rekaman terpisah dari alat ukur jantung dan paru-paru, yang dikuantifikasi menjadi variabel baru. Mengingat sistem kardiorespirasi merupakan osilator biologis, maka pemanfaatan vibrasi yang ditimbulkannya sebagai sinyal data pengukuran fisiologis menawarkan alternatif baru pada bidang pengembangan alat ukur. Untuk dapat mengembangkan peralatan baru tersebut diperlukan pemodelan matematis efek vibrasi dinamika jantung dan paru-paru dalam bentuk osilasi regangan dinding dada. Pemodelan osilasi regangan dinding dada dapat dilakukan secara matematik dengan mengacu pada beberapa referensi. Referensi-referensi acuan tersebut menggunakan dasar dan metode penyusunan yang berbeda yaitu analitis dan eksperimental. Penetapan konstanta dan nilai-nilai variabel juga didasarkan pada kondisi yang berbeda-beda, bisa dari pengadopsian hasil penelitian lain, pendekatan geometris dari hasil foto radiologi atau dari pengukuran fisioanatomi in vivo. Penetapan konstanta dan nilai variabel berdasarkan kondisi in vivo mengalami banyak kesulitan pada level molekuler. Hal ini memerlukan

pertimbangan dalam pemilihan peralatan dan metode pengukuran yang tepat untuk meminimasi terjadinya kesalahan. Model matematik osilasi regangan dinding dada merupakan fungsi persamaan dari perubahan volume rongga torak akibat gerak jantung (x1), gerak diafragma (x2) dan gerak otot intercostal (x3). Pemodelan perubahan volume rongga torak akibat aktivitas jantung

dimulai dengan menyusun persamaan yang menggambarkan efek total interaksi potensial aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih memiliki beberapa kekurangan khususnya karena persamaan-persamaan tersebut masih disusun pada level sel tunggal. Jadi masih diperlukan analisis level organ untuk menunjukkan hubungan persamaan berurutan dari pemodelan potensial aksi sel otot jantung, dinamika kontraksi-relaksasi otot, perubahan volume jantung, perubahan volume dan tekanan rongga intratorak dan model akhir osilasi regangan dinding dada. Masih diperlukan keterlibatan dinamika sistem pernafasan dan variabel sinkronisasi untuk dapat mewujudkan vibrasi sebagai parameter fisilogis sistem kardiorespirasi. Kata kunci: potensial aksi, volume rongga intratorak, tekanan rongga intratorak, osilasi

regangan dinding dada

Page 5: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

4

ABSTRACT

Nurida Finahari; Postgraduate program Brawijaya University; Theoritical approach on mathematical model development for chest wall stretch oscillation due to heart activity; Supervisor : M. Rasjad Indra. Cardiorespiratory system synchronization is a real phenomenon eventhough not a major variable in cardiorespiratory interaction. The researches on cardiorespiratory is done to understand the pathophysiological phenomenon. These researches usually use separate data record from different equipment for cardiovascular and respiratory system that quantifies to be a new variable. Being biological oscillators, vibration of cardiorespiratory system can be used as physiological measurement data signals that offer new alternative for the development of measuring devices. So, it is needed to develop mathematical model for cardiorespiratory vibration effect as chest wall stretch oscillation. The modelling of chest wall stretch oscillation can be done mathematically by referring to some references. These references are made according on difference basic and methods, that is analytical or experimentally. Constants and variabel values determination are based on difference conditions, it could be adoption of another experimental results, geometrical approach from radiologic pictures or by in vivo physioanatomy measuring. This in vivo measuring find some difficulties in molecular level. That is way it is needed some consideration on equiptment and measuring method selection to minimize errors. Mathematical model of chest wall stretch oscillation is a function of volume changes of intra-thorax cavity due to heart dynamic (x1), diaphragma dynamic (x2) and intercostal muscles dynamic (x3). The modelling of volume changes of intra-thorax cavity due to heart

activity starts from the function development that ilustrated the total effects of interaction action potential from heart conductive cell, atrium cell and ventricle cell, as an organ dynamic activity. The refference equation has some disadvantages especially due to its basic approach on single cell level. So, organ level analysis is needed in order to reach the sequential relationship start from heart cell action potential, muscles contraction-relaxation dynamic, heart volume changes, volume and pressure changes of thoracic cavity and final model of chest wall stretch oscillation. The dynamic roles of respiratory system and synchronization variabel must be added to gain vibration as physiological parameter for cardiorespiratory system. Keyword: action potensial, voume of intra-thoracic cavity, pressure of intra-thoracic cavity,

chest wall stretch oscillation

Page 6: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

5

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN 1

KERANGKA RENCANA DISERTASI 2

ABSTRAKS 3

DAFTAR ISI 5

DAFTAR GAMBAR 6

I. PENDAHULUAN 7

1.1. Latar Belakang 7

1.2. Permasalahan 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1. Potensial Aksi Pacemaker Jantung 10

2.2. Potensial Aksi Sel Otot 14

2.3. Perubahan Panjang Otot Akibat Osilasi Kontraksi-Relaksasi 18

2.4. Perubahan Volume Rongga Intratorak 22

2.5. Perubahan Tekanan Rongga Intratorak 25

2.6. Osilasi Regangan Dinding Dada 26

III. PEMBAHASAN 28

IV. PENUTUP 33

4.1. Kesimpulan 33

4.2. Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

Page 7: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka konsep penyusunan model matematik vibrasi kardiorespirasi 8

Gambar 2. Pembangkitan listrik jantung 10

Gambar 3. Mekanisme kanal ion pacemaker 11

Gambar 4. Diagram skematik sel pacemaker primer 12

Gambar 5. Karakteristik model yang menunjukkan potensial aksi pacemaker spontan 13

Gambar 6. Mekanisme kanal ion membran sel otot jantung 15

Gambar 7. Model skematis otot jantung dalam bentuk benang silindris 3 dimensi 15

Gambar 8. Profil potensial aksi sel otot 17

Gambar 9. Struktur otot rangka 19

Gambar 10. Mekanisme kontraksi otot rangka 20

Gambar 11. Model jantung 21

Gambar 12. Bola bertekanan 21

Gambar 13. Pemodelan Ansys 22

Gambar 14. Model dinding dada 23

Gambar 15. Ilustrasi skematik pengukuran volume paru-paru 25

Gambar 16. Pengaruh perubahan elastansi paru (El) dan dinding dada (Ecw) 26

Gambar 17. Model sistem respirasi dibawah pembebanan percepatan aksial 27

Gambar 18. Hubungan fungsional vibrasi kardiorespirasi 28

Gambar 19: Sist. sumbu aktivitas elektrik jantung yang mendasari segitiga Einthoven 29

Gambar 20: Alur modifikasi persamaan acuan osilasi regangan dinding dada 32

Page 8: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

7

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kajian fisioanatomi sistem kardiorespirasi pada karya ilmiah 1 menunjukkan

bahwa keselarasan antara detak jantung dan laju respirasi (sinkronisasi kardiorespirasi)

merupakan fenomena nyata meskipun bukan merupakan variabel utama interaksi

kardiorespirasi (Toledo, et.al; 2002). Dari hasil simulasi matematik diketahui bahwa

peningkatan volume paru-paru akibat peningkatan tekanan alveolar, menyebabkan

perubahan tekanan intratorak. Perubahan ini berpengaruh pada perfusi paru-paru, aliran

vena dan keluaran jantung (Darowski; 2000). Penelitian tentang efek paparan polusi

dalam jangka panjang terhadap kesehatan kardiovaskular menyebutkan bahwa wanita di

daerah polusi udara yang memiliki nilai FEV1 (forced expiratory volume) kurang dari 80%,

diprediksi meninggal akibat penyakit kardiovaskular dengan rasio resiko RR = 3,79 (95%

CI: 1,64 – 8,74) untuk masa pantauan 5 tahun (Shcikowski, et.al; 2007). Untuk masa

pantauan 12 tahun, nilai RR = 1,35 (95% CI: 0,66 – 2,77). Dalam hal ini tampak bahwa

kesehatan respirasi merupakan prediktor bagi mortalitas kardiovaskular.

Penelitian-penelitian tentang sinkronisasi kardiorespirasi ditujukan untuk

memahami mekanisme patofisiologis (Mrowka, et.al; 2003). Penelitian-penelitian tersebut

pada umumnya masih dilakukan dengan memanfaatkan data-data hasil rekaman terpisah

dari alat ukur jantung dan paru-paru, yang dikuantifikasi menjadi variabel baru. Kajian

terhadap alat-alat ukur standar yang umum digunakan pada pemantauan dan diagnosa

sistem kardiorespirasi menunjukkan bahwa secara individual peralatan-peralatan tersebut

belum menunjukkan kinerja yang optimum yang memudahkan proses analisis data dan

diagnosa klinis yang bersesuaian. Hal tersebut mendorong pengembangan peralatan-

peralatan baru sebagai perbaikan kinerja yang menawarkan akurasi, kepresisian,

kepraktisan, biaya murah dan kenyamanan (Mack; 2003).

Mengingat sistem kardiorespirasi merupakan osilator biologis, maka pemanfaatan

vibrasi yang ditimbulkannya sebagai sinyal data pengukuran fisiologis menawarkan

alternatif baru pada bidang pengembangan alat ukur. Posisi jantung dan paru-paru yang

berdekatan memungkinkan munculnya gelombang interferensi dari gelombang vibrasi

yang dihasilkan keduanya. Karakteristik gelombang interferensi tersebut merupakan

gambaran karakteristik masing-masing gelombang sumbernya (Finahari; 2008a).

Pemanfaatan 2 buah sensor vibrasi untuk mengukur kinerja sistem kardiorespirasi

telah dilakukan dengan akurasi pencatatan yang tinggi (Mack, et.al; 2003). Dari sisi

pengukuran detak jantung, alat ini berfungsi pada rentang variasi yang lebar (49-84 BPM)

sehingga potensi munculnya variabilitas hasil pengukuran cukup tinggi. Dalam hal ini

masih diperlukan pembuktian kepresisian peralatan. Karakteristik vibrasi juga

dimanfaatkan secara khusus untuk mengembangkan peralatan pencitra distribusi suara

Page 9: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

8

paru-paru (Dellinger, et.al; 2008). Alat ini disebut vibration response imaging (VRI) yang

mampu mencatat dan menampilkan gambar dinamis suara pernafasan pada monitor

komputer. VRI memiliki software yang mampu mengkonversikan suara pernafasan pada

rentang frekuensi 150-250 Hz menjadi gambar dinamis dan data kuantitatif dari distribusi

suara pernafasan. Belum dilakukan analisis reliabilitas dan validasi sensitivitas peralatan

terhadap variasi patologis pada sistem pernafasan. Pengembangan peralatan diarahkan

pada penambahan aspek analisis time series dan kuantifikasi distribusi suara berdasarkan

metode-metode baku.

Untuk dapat melakukan proses perbaikan maupun pengembangan peralatan

pengukuran fisiologi sistem kardiorespirasi berbasis vibrasi, analisis berdasarkan

pemodelan matematik perlu dilakukan sehingga variabel-variabel yang berpengaruh

dapat ditentukan. Model matematik yang divisualisasikan secara terkomputerisasi dapat

mengurangi konsekuensi-konsekuensi negatif proses desain yang tidak diinginkan

(Finahari; 2008b). Meskipun demikian, proses penyusunan model matematik untuk vibrasi

sistem kardiorespirasi mempersyaratkan adanya pertimbangan tentang aspek interaksi

antar organ-organ penyusunnya (Finahari; 2008c). Hal ini membutuhkan ketelitian dan

ketepatan dalam menyusun skema mekanik, menentukan asumsi-asumsi fisiologis,

memilih variabel dan hukum-hukum mekanika yang menjadi landasan analisis. Kerangka

konsep penyusunan model matematik vibrasi sistem kardiorespirasi dapat dilihat pada

Gambar 1. Dalam hal ini vibrasi kardiorespirasi dinyatakan sebagai osilasi regangan

dinding dada.

Diagram Kinematis

Otot Pernafasan

Dinamika Gaya

Kontraksi-Relaksasi

Gaya Eksitasi

Getaran

Tekanan Intratorak

Gelombang Tekanan

Diagram Kinematis

Otot Jantung

Dinamika Gaya

Konstraksi-Relaksasi

Gaya Eksitasi

Getaran

Siklus dan Numerisasi

Regangan Dinding Dada

Potensial Aksi Sel

Sinkronisasi Fase

Fisiologis

Gambar 1: Kerangka konsep penyusunan model matematik vibrasi kardiorespirasi (Finahari; 2008c)

Page 10: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

9

1.2. Permasalahan

Mengingat luasnya pembahasan untuk penyusunan model matematik vibrasi

kardiorespirasi maka karya ilmiah ini hanya akan membahas pendekatan teoritis

penyusunan model matematik vibrasi kardiorespirasi yang disebabkan oleh jantung dalam

kondisi fisiologi normal.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jantung merupakan sebuah pompa ganda dimana bagian kiri dan kanan

memompa darah secara terpisah, tetapi simultan, menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar

(Widmaier et.al., 2006). Proses pemompaan darah tersebut memerlukan kontraksi atrium

yang diikuti hampir seketika oleh ventrikel sehingga dapat berjalan secara efisien.

Kontraksi dari otot jantung dipicu oleh depolarisasi membran plasma yang menghasilkan

potensial aksi. Gap junction yang menghubungkan sel-sel miokardial memungkinkan

potensial aksi tersebut untuk menyebar dari satu sel ke sel yang lainnya. Eksitasi yang

diawali oleh satu sel akan menghasilkan eksitasi dari seluruh sel jantung.

Selama masa perkembangan embrionik, sekitar 1% dari serat otot jantung

berubah menjadi sel-sel otoritmik, yaitu sel-sel yang secara berulang dan berirama

membangkitkan potensial aksi (Tortora, 2005). Sel-sel otoritmik tersebut bertindak

sebagai pacemaker, yang mengatur irama kontraksi dari seluruh jantung dan membentuk

sistem konduksi berupa jalur hantaran potensial aksi melalui otot-otot jantung. Sistem

konduksi tersebut menjamin terjadinya stimulasi bagi otot-otot jantung untuk berkontraksi

secara terkoordinasi. Sekelompok sel otoritmik yang menjadi pemicu potensial aksi awal

disebut node sinoatrial (node SA) yang terletak pada atrium kanan dekat pintu masuk

superior vena cava (Widmaier et.al., 2006). Node SA merupakan pacemaker normal bagi

seluruh jantung.

Potensial aksi pada sel jantung secara normal dimulai dari munculnya impuls listrik

pada node SA yang mengakibatkan kontraksi atrium, darah mengalir ke ventrikel

(Despopoulos, Silbernagl; 2003). Aliran konduksi listrik dari SA melemah pada saat

mencapai node atrioventrikular (AV) untuk memberikan kesempatan atrium

mengosongkan ruangan. Impuls listrik yang mencapai AV mengaktifkan bundel His,

cabang His kanan dan kiri lalu menyebar ke jaringan serat Purkinje. Aktivasi ini

mengakibatkan kontraksi ventrikel kiri dan kanan sehingga darah terpompa ke paru-paru

dan seluruh tubuh. Fase ini diikuti proses relaksasi dimana impuls listrik menghilang,

ventrikel mengembang sehingga tekanan menurun, darah mulai mengalir dari atrium.

Proses aliran potensial aksi yang membangkitkan aliran listrik jantung diilustrasikan pada

Gambar 2.

Page 11: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

10

Gambar 2: Pembangkitan listrik jantung (Despopoulos, Silbernagl; 2003)

2.1. Potensial Aksi Pacemaker Jantung

Potensial aksi sel sistem konduksi memiliki karakteristik yang berbeda dengan

potensial aksi sel otot jantung (Widmaier et.al., 2006). Sel node SA tidak memiliki ambang

batas tetap sebagaimana sel otot jantung. Node SA melakukan depolarisasi lambat yang

disebut potensial pacemaker hingga tercapai titik batas potensial membran yang memicu

munculnya potensial aksi. Terdapat tiga mekanisme kanal ion yang berperan dalam

potensial pacemaker (Gambar 3). Mekanisme pertama adalah terjadinya penurunan

permeabilitas potasium. Kanal potasium yang terbuka selama fase repolarisasi pada

siklus sebelumnya secara bertahap menutup akibat perubahan potensial membran

menjadi negatif. Mekanisme kedua mengacu pada keunikan kanal-kanal ion sel

pacemaker yang berbeda dengan kanal-kanal gerbang voltage pada umumnya dimana

kanal-kanal ion sel pacemaker justru terbuka dalam kondisi potensial negatif. Kanal-kanal

tersebut mengakibatkan konduksi ke dalam dalam bentuk arus depolarisasi sodium.

Perilaku ini disebut kanal sodium tipe F (F = funny). Mekanisme ketiga berbentuk kanal

kalsium yang meskipun hanya terbuka sebentar namun berperan dalam memasukkan

arus kalsium ke dalam sel. Aliran arus kalsium ini merupakan pemicu penting terakhir

dalam proses depolarisasi potensial pacemaker. Kanal ketiga ini disebut kanal kalsium

tipe T (T = transient). Pada saat mekanisme pacemaker sel nodal mencapai ambang

batas, maka potensial aksi terjadi. Fase depolarisasi disebabkan oleh masuknya arus

kalsium melalui kanal kalsium tipe L (L = long-lasting) selama beberapa waktu,

selanjutnya diikuti oleh pembukaan kanal potasium yang mengawali proses repolarisasi.

Dengan demikian siklus berulang kembali.

Page 12: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

11

Gambar 3: Mekanisme kanal ion pacemaker, a) potensial membran sel nodal jantung, b) pengukuran simultan permeabilitas empat kanal ion yang berbeda selama proses pembangkitan potensial aksi yang ditunjukkan kurva a. (Widmaier et.al., 2006).

Aktivitas pacemaker node sinoatrial (SA) telah dikembangkan dalam bentuk model

matematis yang umumnya diturunkan untuk kondisi sel tunggal dengan obyek jantung

kelinci (Yasutaka et.al.; 2002). Nilai parameter yang dibutuhkan untuk simulasi numerik

diambil dari obyek yang distabilkan pada suhu 37oC dengan asumsi berada dalam kondisi

fisiologis normal. Model matematis Yasutaka et.al. (2002) merupakan model matematis

aktivitas sel pacemaker yang telah melibatkan berbagai variabel kelistrikan sel sehingga

dapat dipandang sebagai model representatif.

Page 13: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

12

Sel pacemaker dimodelkan dalam bentuk silinder dengan panjang 70 m,

diameter 8 m, yang merupakan pendekatan bentuk sel spindle (Gambar 4). Diameter

yang diambil merupakan asumsi diameter rata-rata sel spindle tersebut. Volume sel

diasumsikan 35 pl (10-12 liter) dengan kapasitansi membran sel sebesar 32 pF (10-12

Farad). Ukuran ini digunakan berdasarkan pemikiran bahwa sel pacemaker pusat lebih

kecil dari sel pacemaker perifer (Zhang et.al.; 2000). Volume sel yang berperan dalam

pembangkitan arus listrik (gerak difusi Ca2+) diasumsikan 46% dari total volume untuk

mengakomodasi keberadaan organel-organel sel.

Model matematis yang dikembangkan Yasutaka et.al. (2002) mengakomodasi

adanya hambatan arus pada ruang sarkolemal. Ruang sarkolemal ini diset pada nilai 1%

total volume. Konstanta waktu arus dalam menempuh jarak dari ruang sarkolemal ke

mioplasma ditetapkan 40 s untuk koefisien difusi sebesar 1 x 10-9 cm2/ms. Model

lengkap untuk aktivitas normal pacemaker meliputi 13 variabel arus, dimana persamaan

diferensial potensial membran dinyatakan sebagai:

Gambar 4: Diagram skematik sel pacemaker primer. A) diagram lintang sel model, B) ruang-ruang intraseluler untuk arus Ca

2+. R dan L menyatakan diameter sel dan kedalaman ruang

sarkolemal. JSR adalah Sarcoplasmic Reticulum Junction, NSR adalah Sarcoplasmic Reticulum Network. Gerak arus Ca

2+ ditunjukkan arah panah (Yasutaka et.al.; 2002).

m

NaCaNaKAChKNabNasthsustoKsKrTCaLCa

C

IIIIIIIIIIIII

dt

dV

,,,, (1)

(Yasutaka et.al.; 2002)

Aktivitas gerbang arus dalam kondisi stabil (steady state) dinyatakan dalam

variabel gerbang x dan merupakan penyelesaian dari persamaan 2). Variabel x ini

merupakan fungsi V.

x

xxdtdx

/ (2)

Persamaan-persamaan di atas, lengkap dengan persamaan untuk masing-masing

variabel arus, membentuk 27 persamaan dinamis diferensial orde satu simultan non-linier.

Persamaan detail beserta daftar istilahnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Penyelesaian

Page 14: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

13

persamaan kompleks tersebut dilakukan secara numerik dengan algoritma Runge-Kutta.

Hasil simulasi numeriknya dapat dilihat pada Gambar 5.

Dari hasil simulasi dinyatakan bahwa model yang disusun telah menunjukkan

karakteristik aktivitas potensial aksi pacemaker yang lebih realistik. Hal tersebut diperoleh

dengan mempertimbangkan semua variabel arus, termasuk aktivitas hambatannya, yang

terlibat dalam pembangkitan listrik sel pacemaker. Namun demikian masih ditemukan in-

konsistensi pada grafik karakteristik hasil simulasi jika dibandingkan dengan aktifitas sel

yang sesungguhnya. Kondisi ini disebabkan kurangnya data eksperimental fisioanatomi

jantung tikus in vivo karena sulit pengukurannya. Model ini juga belum bisa mengakomo-

dasi variabilitas jenis sel pacemaker yang memiliki karakteristik kelistrikan yang berbeda.

Karakteristik arus yang disebabkan ion-ion lain pada sel, distribusi densitas ion pada sel

dan ruang antar sel, pengaturan oleh second messengers dan modulator intraseluler, juga

belum diakomodasi. Kelemahan-kelemahan ini yang menjadi target pengembangan

penelitian berikutnya. Bagaimanapun, hasil simulasi ini dapat dimanfaatkan dalam analisis

pemblokiran arus secara farmakologis.

2.2. Potensial Aksi Sel Otot.

Mekanisme pembangkitan potensial aksi pada membran sel otot jantung pada

dasarnya mirip dengan mekanisme yang terjadi pada jaringan tereksitasi lainnya

(Widmaier et.al., 2006). Namun kombinasi kanal ion yang menunjukkan karakteristik unik

pada sel jantung menghasilkan kurva potensial aksi yang berbeda sebagaimana tampak

pada Gambar 6. Sebagaimana terjadi pada sel otot rangka dan neuron, membran sel

yang berada dalam kondisi istirahat lebih permeabel terhadap potasium daripada sodium

tetapi kondisi ini lebih ekstrem terjadi pada sel otot jantung. Perbedaan tersebut terjadi

karena adanya sub kanal potasium yang secara khusus mengalami kebocoran pada

voltage membran negatif. Hal ini menyebabkan potensial membran sel otot jantung lebih

mengarah pada nilai keseimbangan potensial potasium (-90 mV), sementara potensial

keseimbangan sodium bernilai 60 mV. Fase depolarisasi membran sel otot jantung juga

terutama disebabkan oleh pembukaan gerbang voltage kanal sodium. Pada saat yang

hampir bersamaan permeabilitas terhadap potasium menurun mengikuti tertutupnya

kebocoran kanal potasium. Proses ini memperkuat fase depolarisasi.

Jika pada jaringan tereksitasi lainnya penurunan permeabilitas sodium merupakan

gejala awal proses repolarisasi, pada sel otot jantung tidak demikian halnya. Membran sel

otot jantung tetap berada pada puncak depolarisasi yang bernilai sekitar 0 mV karena:

1. permeabilitas potasium masih tetap berada dibawah nilai istirahat (bocoran kanal

potasium masih tertutup)

2. terjadi peningkatan permeabilitas membran terhadap kalsium.

Page 15: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

14

Gambar 5: Karakteristik model yang menunjukkan potensial aksi pacemaker spontan. Kiri: aktivi-tas arus ionik transmembran, Kanan: dinamika Ca

2+ intraseluler, dalam kondisi stabil

(Yasutaka et.al.; 2002).

Page 16: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

15

Pada sel miokardial, depolarisasi awal menyebabkan gerbang voltage kanal

kalsium (tipe L) terbuka sehingga terjadi aliran arus ion kalsium masuk ke dalam sel.

Kanal ini terbuka jauh lebih lambat dari kanal sodium tetapi tetap terbuka hingga waktu

yang lama. Hal inilah yang memberikan efek dominan pada stabilitas depolarisasi pada

nilai puncak. Proses repolarisasi sel jantung baru terjadi jika kanal kalsium mulai tertutup

perlahan yang diikuti pembukaan kanal potasium dengan tipe yang berbeda dengan tipe

bocoran. Proses pembangkitan potensial aksi sel-sel atrium mirip dengan proses yang

terjadi pada sel-sel atrial kecuali bahwa durasi puncak depolarisasinya lebih pendek.

c)

Gambar 6: Mekanisme kanal ion membran sel otot jantung, a) potensial membran sel ventrikel, b)

pengukuran simultan permeabilitas empat kanal ion yang berbeda selama proses pembangkitan potensial aksi yang ditunjukkan kurva a), c) perbandingan potensial aksi sel otot rangka dan otot jantung (Widmaier et.al., 2006).

Page 17: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

16

Model matematik sel otot jantung pada mulanya dikembangkan dengan

mengasumsikan sel sebagai kabel tunggal satu dimensi, namun model tersebut

dipertanyakan akurasinya mengingat otot jantung merupakan jaringan multiseluler yang

dikelilingi ruang interstisial dan memiliki kanal interseluler (Roth; 1991). Untuk itu dibuat

pendekatan baru dimana jaringan sel jantung digambarkan sebagai benang silindris tiga

dimensi dalam lingkungan cairan garam (Gambar 7).

Gambar 7: Model skematis otot jantung dalam bentuk benang silindris 3 dimensi. Konduktivitas

cairan lingkungan dinyatakan sebagai e, , dan z adalah variabel koordinat silindris untuk menentukan posisi pada model. Cincin anoda dan katoda adalah stimulator aktivitas kelistrikan (Roth; 1991).

Dengan menggunakan asumsi kondisi simetri aksial, variabel dalam koordinat

silindris model tidak memiliki pengaruh dan diabaikan. Dalam model ini terdapat dua

ruang acuan yaitu ruang intraseluler (i) dan ruang interstisial (o) yang dipisahkan oleh

membran sel. Tujuan utama pemodelan adalah menentukan potensial aksi di dua ruang

(i, o) tersebut termasuk potensial aksi lingkungan (e). Sifat-sifat elektris dua ruangan

tersebut diasumsikan homogen dan dapat dinyatakan dengan tensor konduktivitas i~ dan

o~ . Dengan asumsi bahwa sel otot terbentang memanjang sejajar dalam benang, maka

jaringan tersebut bersifat anisotropik dimana konduktivitas ke arah radial berbeda dengan

arah memanjang. Jadi tensor konduktivitas dibedakan menjadi 4 parameter yaitu i~ ,

iz~ , o~ dan oz~ . Karakteristik makroskopik benang dipengaruhi oleh karakteristik

mikroskopik masing-masing sel dengan hubungan:

iiz f ; ooz f )1( ; oof

f

1

1; izi f 1,0 (3)

Persamaan 3) menunjukkan besaran rasio anisotropik ruang interstisial sebagai (1 + f)

dan ruang intraseluler sebesar 0,1.

Aliran arus total yang melewati membran tergantung pada densitas arus pada

membran yang dinyatakan sebagai rasio luas area per volume, . Rasio ini dipengaruhi

oleh jari-jari sel individual, b. Maka:

Page 18: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

17

b

f2 (4)

Selanjutnya aktivitas arus pada kanal ion dinyatakan sebagai:

)()( 3

NamNaLmLion VhmgVgJ (5)

dimana gL adalah kebocoran konduktansi per satuan luas, m adalah potensial

transmembran (m = i - o), VL adalah potensial listrik awal, VNa adalah potensial Nernst

sodium dan m, h adalah parameter kanal mengikuti model kinetika Ebihara-Johnson

(Ebihara, Johnson; 1980). Dengan melakukan ekspansi terhadap persamaan 3), 4) dan 5)

didapat persamaan-persamaan umum sebagai berikut:

A. Jaringan

mo

mi

ooo

iii

IJ

IJ

J

J

~

~

(6)

B. Membran

oim

ion

m

mm Jt

CI

(7)

C. Lingkungan 0

e

eee

J

J (8)

D. Kondisi Batas

0

nJ

nJnJ

i

eo

oe

(9)

dalam hal ini Ji, Jo, Je adalah densitas arus pada masing-masing ruang, t adalah waktu,

adalah gradien matrik, adalah operator divergensi dan n adalah vektor satuan normal

terhadap permukaan jaringan, mengarah keluar menuju lingkungan.

Persamaan-persamaan di atas diselesaikan secara numerik. Nilai-nilai parameter

ditentukan dari data eksperimen atau menggunakan data-data penelitian terdahulu yang

diacu. Hasil perhitungan numerik ditunjukkan pada Gambar 8. Meskipun model tiga

dimensi yang disimulasikan ini memberikan perbaikan kinerja yang lebih baik dari

penelitian-penelitian sebelumnya namun belum menunjukkan perubahan kondisi yang

diakibatkan peningkatan kecepatan konduktifitas dari sel pacemaker (Roth; 1991). Model

benang silindris berjari-jari seragam juga belum menunjukkan kondisi fisioanatomi

sesungguhnya. Kelemahan-kelemahan inilah yang masih menjadi bahan pengembangan

penelitian.

Page 19: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

18

Gambar 8: Profil potensial aksi pada t = 8 ms untuk a) transmembran, b) intraseluler dan c) ekstraseluler. Garis-garis isopotensial dinyatakan dalam milivolt (Roth; 1991).

2.3. Perubahan Panjang Otot Akibat Osilasi Kontraksi-Relaksasi.

Mekanisme gerak kontraksi-relaksasi otot jantung mirip dengan mekanisme otot

rangka. Sel otot rangka tunggal disebut sebagai serat otot (Widmaier et.al., 2006). Istilah

otot mengacu pada sejumlah serat otot yang terikat oleh jaringan penghubung

(connective tissue) dalam satu bundel. Otot biasanya terhubung pada tulang melalui

bundelan serat kolagen yang disebut tendon. Pola lurik pada otot rangka (dan jantung)

dihasilkan dari rangkaian pengaturan berseling filamen-filamen tebal dan tipis dalam

sitoplasma menjadi miofibril. Sebagian besar sitoplasma serat otot terisi oleh miofibril.

Setiap miofibril tersebut tersusun memanjang dari ujung serat otot ke ujung lainnya dan

terhubung pada tendon di ujung serat.

Satu unit ulangan pola lurik pada serat otot disebut sarcomere. Filamen tebal

pada sarcomere hampir seluruhnya tersusun dari protein kontraktil yang disebut miosin.

Filamen tipis yang diameternya sekitar setengah diameter filamen tebal terdiri atas protein

kontraktil aktin, troponin dan tropomiosin. Protein-protein filamen tipis ini berperan penting

dalam mengatur proses kontraksi otot.

Page 20: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

19

Filamen tebal terletak di tengah tiap sarcomere dan membentuk segmen gelap

yang disebut band A. Tiap sarcomere memiliki 2 set filamen tipis di tiap ujungnya. Ujung-

ujung filamen tipis terikat pada jaringan protein interkoneksi yang disebut garis Z (Z line)

sedang ujung lainnya tumpang tindih dengan filamen tebal. Bagian filamen tipis yang tidak

tumpang tindih dengan filamen tebal menghubungkan dua sarcomere yang berdekatan

dan membentuk band I. Di tengah-tengah band A terdapat daerah terang yang

menunjukkan ruang kosong di antara ujung dalam filamen tipis yang disebut zona H.

Pada band H terdapat garis tebal yang menunjukkan hubungan antara filamen tebal yang

berdekatan, disebut garis M. Sebagai tambahan, terdapat filamen yang tersusun atas

protein elastik bernama titin yang menghubungkan filamen tebal dengan garis Z. Titin dan

garis M mengatur posisi filamen tebal dalam serat otot.

Kontraksi otot merupakan proses aktivasi gaya otot yang membangkitkan

pergerakan cross-bridge miosin filamen tebal. Pada kondisi ini cross-bridge miosin

berikatan dengan molekul aktin filamen tipis dan bergerak dalam arah lengkung yang

menyebabkan aktin filamen yang terikatan pada garis Z tertarik ke arah pusat sarcomere.

Hasil akhir gerakan ini adalah pemendekan sarcomere. Jika aktivasi berjalan singkat

maka hanya terjadi pemendekan kecil saja dari sarcomere namun jika aktivasi berjalan

lama maka cross-bridge akan mengulang-ulang gerakannya yang menyebabkan

pemendekan sarcomere besar-besaran. Jika aktivasi gaya hilang, sarcomere kembali ke

posisi semula. Mekanisme ini disebut teori pergeseran filamen (sliding-filament

mechanism) karena pemendekan sarcomere terjadi akibat pergeseran posisi filamen

tanpa merubah panjang filamen-filamen penyusun tersebut.

Perubahan panjang otot jantung akibat proses kontraksi-relaksasi dapat

diindikasikan oleh pergerakan dinding jantung. Pemodelan gerak dinding jantung telah

dipelajari untuk menunjukkan perubahan gerak pembuluh arteri koroner (Gutterrez et.al;

2003). Pemodelan dimulai dengan mengasumsikan jantung sebagai bejana tekan 2 ruang

yang mewakili rongga atrium (atrium kiri dan kanan dijadikan satu) dan rongga ventrikel

(ventrikel kiri dan kanan dijadikan satu). Model jantung tersebut dapat dilihat pada

Gambar 11a. Permukaan luar dinding jantung yang secara alami memiliki kerumitan

perubahan kontur dimodelkan sebagai permukaan padat yang halus sebagaimana

tampak pada Gambar 11b. Model ini dikembangkan oleh The Vascular Intervention Group

of Guidant Corporation. Perumusan model matematik gerak dinding jantung didasarkan

pada Teori Analisis Tegangan Bidang untuk bola bertekanan.

Page 21: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

20

Gambar 9: Struktur otot rangka (Widmaier et.al., 2006).

Gambar 10: Mekanisme kontraksi otot rangka pada teori pergeseran filamen (Marshall, 1997).

Page 22: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

21

(a) (b) Gambar 11: Model jantung, a). Skema konseptual, b). Penyederhanaan bentuk permukaan

(Gutierrez et.al; 2003)

Dalam Teori Analisis Tegangan Bidang, ruang jantung diasumsikan sama dengan

bola yang memiliki jari-jari r dan ketebalan dinding t. Bola tersebut mengalami tekanan

dari dalam sebesar p (Gambar 12). Tegangan di sekeliling dinding bola harus merupakan

jumlah (resultan) gaya penyeimbang tekanan yang bekerja pada penampang lintang,

yaitu:

22 rptr 10)

2

rpt 11)

Gambar 12: Bola bertekanan (Gutierrez et.al; 2003)

Dari persamaan 11), perubahan ketebalan dinding jantung dapat diilustrasikan

dengan bantuan program Ansys 5.7, yaitu suatu program analisis desain mekanik

khususnya untuk pemodelan dinamis struktur 3D. Model jantung sebagaimana tampak

pada Gambar 13a terlebih dahulu digambarkan dalam bentuk diagram CAD (computer

aided design) selanjutnya ditransformasikan ke Ansys dan dilakukan analisis. Perubahan

panjang otot jantung dapat diekspansikan dari persamaan 11 menjadi :

Page 23: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

22

t

pl 12)

dimana tegangan dinding jantung, , dapat diturunkan dari persamaan aksi potensial otot

jantung dengan teori pembangkitan tegangan listrik. Tekanan ruang jantung dalam hal ini

akan merupakan fungsi tegangan dinding jantung dalam kaitannya dengan perubahan

volume ruang akibat aktivitas kontraksi-relaksasi otot jantung.

(a) (b)

Gambar 13: Pemodelan Ansys, a) transformasi file CAD menjadi jaring-jaring Ansys, b) hasil

analisis berdasarkan persamaan 2) dengan input p dan , warna menunjukkan perubahan ketebalan dinding (Gutierrez et.al; 2003)

2.4. Perubahan Volume Rongga Intratorak

Aktivitas fisiologis jantung mengakibatkan perubahan volume sebesar 2-5% dari

total volume yang diukur di antara akhir periode diastol dan akhir periode sistol (Hoffman,

Ritman, 1988). Volume total jantung diperkirakan sebesar kurang lebih 60 cm3 dengan

massa sekitar 300 gram (Tortora, 2005). Perubahan volume jantung ini memiliki peranan

sebagai pompa penambah volume bagi paru-paru (Lichtwarck-Aschoff et.al., 2004).

Dengan demikian, peranan jantung dalam perubahan volume rongga intratorak dapat

dilihat dari pengukuran perubahan volume paru-paru.

Secara eksperimental, regangan dinding dada telah dijadikan parameter

pengukuran perubahan volume rongga rusuk dengan menggunakan pletismograf

induktansi (Palmer et.al; 2004). Regangan diukur menggunakan sabuk induktansi yang

dililitkan pada lingkar dada. Hasil pengukuran dikalibrasikan terhadap hasil pengukuran

pneumotachograf sebagai alat ukur standar. Meskipun metode pengukuran ini tidak

mengganggu pola pernafasan akibat pemakaian masker sebagaimana pada

pneumotachograf, hasil pengukuran sabuk konduktansi masih dipengaruhi oleh beberapa

jenis tekanan non-gas pernafasan dalam tubuh seperti tekanan darah dan tekanan gas

abdominal. Di sisi lain pengukuran sabuk induktansi hanya dapat mencatat perubahan

pada arah radial (2 dimensi) saja. Jadi pergerakan ke arah lain tidak dapat diukur. Hal

tersebut menimbulkan beberapa kesulitan dalam analisis datanya.

Page 24: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

23

Pemodelan dinding dada yang telah dilakukan secara matematik ditemukan pada

penelitian terhadap aktivitas paru-paru dan otot perut (Cappelo, De Troyer; 2004).

Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh elastansi tulang rusuk terhadap interaksi gerak

paru-paru dan otot perut dalam perubahan volume pada proses pernafasan. Dinding dada

digambarkan secara mekanik sebagai model 2 ruang sebagaimana tampak pada Gambar

14 berikut.

Gambar 14: Model dinding dada (Cappelo, De Troyer; 2004).

Rongga rusuk dan diafragma digambarkan sebagai piston dan pegas pada bagian

atas dan bawah silinder. Paru-paru digambarkan sebagai pegas diantara 2 piston

tersebut. Otot-otot perut digambarkan sebagai gelondong otot (muscle bundles) yang

diikatkan pada piston ketiga menggunakan puli dan tali pada sisi kiri silinder sekaligus

untuk menggambarkan dinding perut. Pada sistem ini gelondong otot menggerakkan

piston abdominal ke kanan jika berkontraksi. Gerak piston abdominal menyebabkan

peningkatan tekanan abdominal (Pab) dan menekan pegas paru-paru. Persamaan

keseimbangan statis sistem pernafasan dalam variabel tekanan pembukaan jalan nafas

(Pao) selanjutnya dinyatakan sebagai :

Pao = KR VR + KL VL (13)

Pao = KDi VDi + Pab + KL VL (14)

Sedangkan :

Pab = KA VA + PA (15)

Dimana :

VR = perubahan volume rongga rusuk KR = elastansi tulang rusuk

VL = perubahan volume paru-paru KL = elastansi paru-paru

VDi = perubahan volume akibat gerak diafragma KDi = elastansi diafragma

VA = perubahan volume abdominal KA = elastansi dinding abdominal

Page 25: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

24

Jadi perubahan volume paru-paru merupakan jumlah dari perubahan volume rongga

rusuk dan diafragma, VL = VR + VDi. (16)

Persamaan pengukuran volume paru-paru di atas masih merupakan persamaan

umum dengan cara pandang sistemik sehingga tidak mengakomodasi dinamika

perubahan dimensi organ-organ tubuh yang terlibat pada saat proses pernafasan

berlangsung. Pendekatan pengukuran volume paru-paru yang lebih detail dilakukan

dengan menganalisis beberapa hasil foto radiografis (Singh et.al; 2001). Dalam hal ini

volume paru-paru dinyatakan sebagai :

Volume paru-paru = volume dada – volume jantung – volume spinal – volume subphrenic (17)

Untuk mengukur parameter volume-volume tersebut, dilakukan pemotretan pada

beberapa kondisi pernafasan, yaitu pada posisi volume residual (RV), kapasitas residual

fungsional (FRC), FRC + ½ kapasitas inspirasi (FRC + ½ IC) dan kapasitas total paru-

paru (TLC). Setiap subyek penelitian diharapkan melakukan pernafasan perlahan dari

kondisi RV hingga TLC. Ilustrasi skematik untuk analisis hasil foto radiografis tampak

pada Gambar 15.

Dalam skema tampak acuan untuk pengukuran-pengukuran :

1. panjang diafragma, Ldi :

- bidang coronal : a-d

- bidang sagital : a’-d’

2. panjang zona apposition, Lap

- lateral kanan : a-b

- lateral kiri : c-d

- posterior : c’-d’

3. faktor bentuk diafragma, Kdome

- bidang coronal = b – c / (diameter rongga rusuk)

- bidang sagital = b’ - c’/ (jarak linier antara sudut costophrenic anterior dan posterior)

4. volume rongga diafragma (Vdome), volume frustum (Vf), dan volume subphrenic

Vsubph = Vdome + Vf

5. Perubahan volume akibat gerak diafragma (Vdi) yang dihitung dengan rumus :

Vdi = VsubphRV – VsubphEI -Vaxial + Ve + ½ Vf

Dimana : VsubphRV = Vsubph yang diukur dalam kondisi RV

VsubphEI = Vsubph yang diukur dalam kondisi EI (end inspiration)

Ve = peningkatan Vsubph pada ekspansi inspirasi akibat gerak abdominal

dan rongga rusuk

Meskipun sudah diupayakan pendefinisan secara detail, pengukuran-pengukuran di atas

masih menggunakan asumsi bahwa bentuk penampang lintang potongan tubuh hasil foto

radiografis adalah mendekati elipsoidal.

Page 26: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

25

B

Gambar 15: Ilustrasi skematik pengukuran volume paru-paru A. Skema penyesuaian hasil posteroanterior (PA) dan lateral chest radiographic (CXR). B. Skema pengukuran perubahan volume akibat gerak diafragma. (Singh et.al; 2001).

2.5. Perubahan Tekanan Rongga Intratorak

Osilasi kardiogenik akibat detak jantung diketahui mempengaruhi volume paru

secara signifikan (Lichtwarck-Aschoff et.al., 2004). Karena frekuensi osilasi kardiogenik

berubah sejalan dengan waktu, besaran perubahan volume paru tersebut juga tergantung

pada waktu. Pada akhir periode osilasi, volume paru yang dihasilkan semakin kecil, paru

dan dinding dada semakin kaku. Amplitudo osilasi yang semakin datar menunjukkan

adanya peningkatan kekakuan paru. Hal ini menunjukkan potensi penggunaan osilasi

kardiogenik sebagai alat analisis non-invasif bagi mekanika pernafasan.

Di sisi lain, perubahan volume paru berkaitan erat dengan tekanan pada jalan

pernafasan, tekanan alveoli dan tekanan selaput pleura. Tekanan selaput pleura ini

mengindikasikan interaksi antara paru dengan dinding dada yang diakibatkan oleh

perbedaan elastansi antar keduanya (Gattinoni et.al., 2004). Secara matematik hubungan

ini dirumuskan sebagai berikut:

Paw = Pl + Ppl sedangkan Etot = El + Ecw (18)

Page 27: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

26

dimana Paw adalah tekanan saluran nafas, Pl adalah tekanan transpulmonar, Ppl adalah

tekanan pleura, Etot adalah elastansi total sistem respirasi, El adalah elastansi paru dan

Ecw adalah elastansi dinding dada. Maka tekanan pleura dan paru dapat dirumuskan

sebagai:

Ppl = Paw x Ecw / Etot dan Pl = Paw x El / Etot (19)

Gambar 16: Pengaruh perubahan elastansi paru (El) dan dinding dada (Ecw) pada elastansi total (Etot) untuk kondisi a) El tinggi, Ecw rendah, b) El = Ecw (Gattinoni et.al., 2004)

Pengukuran tekanan pleura hanya dapat didekati dengan mengukur tekanan esofageal

menggunakan balon esofagus. Perubahan tekanan balon esofagus mengindikasikan

perubahan tekanan pleura. Tekanan pleura juga dapat dihitung dengan melibatkan

tekanan intra abdominal (Pia) melalui persamaan empirik berikut:

Ppl = Paw [(0,47 Pia + 1,43) / (0,47 Pia + 1,43 + El)] (21)

(Gattinoni et.al., 1998)

Tekanan intra abdominal ini menunjukkan pengaruh gerak diafragma sebagai salah satu

komponen sistem pernafasan, namun hubungan dinamik antar semua komponen sistem

belum tampak.

2.6. Osilasi Regangan Dinding Dada

Secara umum model matematik untuk osilasi regangan dinding dada telah diilus-

trasikan pada Subbab 2.4., namun secara eksplisit dapat dilihat pada pemodelan sistem

pernafasan yang mengalami kondisi percepatan aksial, yaitu kondisi tubuh dalam aktivitas

dinamik, seperti misalnya yang terjadi pada saat berjalan atau berlari (Loring et.al., 2001).

Dalam hal ini sistem pernafasan dimodelkan sebagai dua massa yang bergerak dalam

silinder sebagaimana tampak pada Gambar 17. Gaya netto yang diakibatkan oleh gerak

otot-otot pernafasan dada (Frc) dan abdominal (Fab) dirumuskan sebagai:

)()()()( ,1 rcrcmrcrcmrclercGrcrcrc xRxKAPAPxmF

sincoscos yorczorcorc GmGmxm (22)

Page 28: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

27

)()()()( ,1 abrcmabrcmableabGababab xRxKAPAPxmF

sincoscos yoabzoaboab GmGmxm (23)

dimana m adalah massa, x adalah posisi, x adalah kecepatan gerak, x adalah

percepatan, PG adalah tekanan relatif paru terhadap udara lingkungan, Pe1,l adalah

tekanan rekoil elastis dari paru, A adalah luas penampang lintang bidang kerja gaya, K rcm

adalah koefisien kekakuan otot (Krcm = Arc2/Crc), C adalah compliance paru, R adalah

koefisien peredaman viskos dari otot (nilainya diasumsikan dari kondisi fisiologis), G

adalah koefisien gravitasi ke arah cephalad (z) dan ventrad (y), α dan β adalah sudut

orientasi sebagaimana tampak pada Gambar 17. Pada penelitian ini persamaan

diselesaikan secara numerik menggunakan Program Matlab Simulink 1.3. untuk

mengetahui profil kecepatan dan percepatan reaksi dari sistem pernafasan setelah proses

akselerasi menggunakan papan latihan. Nilai-nilai parameter diperoleh dari berbagai

referensi pendahuluan, pengukuran fisiologis dan asumsi model.

Kekurangan dari model ini adalah perlunya dilakukan penyesuaian terhadap nilai-

nilai parameter simulasi agar menunjukkan hasil yang sesuai dengan kondisi

fisioanatomis. Sebagai contoh adalah penentuan sudut α dan β tidak bisa dilakukan

secara khas namun diperoleh dari coba-coba. Beberapa parameter yang lain juga

demikian. Hal ini meninggalkan catatan bahwa hasil penelitian masih merupakan

pendekatan yang memerlukan kajian lebih detail.

Gambar 17: Model sistem respirasi dibawah pembebanan percepatan aksial (Loring et.al., 2001).

Page 29: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

28

III. PEMBAHASAN

Mengacu pada aliran proses penyusunan model matematik pada Gambar 1 maka

hubungan fungsional antar organ penyebab timbulnya vibrasi kardiorespirasi dalam

bentuk osilasi regangan dinding dada dapat dilihat dari skema pada Gambar 18. Dari

skema tersebut tampak bahwa regangan dinding dada terjadi akibat perubahan volume

rongga torak. Perubahan volume rongga torak terjadi akibat aktivitas periodik dari sistem

pernafasan dan denyut jantung. Dengan demikian regangan dinding dada juga bersifat

periodik. Aktivitas periodik inilah yang disebut sebagai vibrasi. Vibrasi dengan amplitudo

dan frekuensi rendah umumnya disebut sebagai osilasi.

Dalam notasi matematik, osilasi regangan dinding dada (y) merupakan fungsi

perubahan volume rongga torak akibat gerak jantung (x1), gerak diafragma (x2) dan gerak

otot intercostal (x3). Maka secara konseptual osilasi regangan dinding dada dapat

dirumuskan sebagai berikut:

y = f (x1; x2; x3) (24)

(a) (b)

(c)

Gambar 18: Hubungan fungsional vibrasi kardiorespirasi, (diadaptasi dari Weinhaus., 2004), a) arah sumber gerakan (panah merah) dan osilasi pada rongga torak (panah hijau), b) arah gerak otot pernafasan pada kondisi inspirasi dan ekspirasi, c) perubahan volume rongga torak akibat gerak diafragma.

Page 30: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

29

Fungsi umum pada persamaan 24) tersebut akan dikembangkan menjadi

persamaan matematik detail yang memuat variabel-variabel yang terlibat dalam rangkaian

gerak dinamis aktivitas kardiorespirasi. Persamaan matematik tersebut disusun dari

modifikasi beberapa persamaan acuan pada referensi-referensi pada Bagian II.

Pemanfaatan persamaan-persamaan matematik yang tertulis dalam referensi dapat

dimungkinkan karena penyusunannya selalu didasarkan pada kondisi fisiologis normal.

Perbedaan yang muncul akibat tujuan pemanfaatan persamaan yang berlainan dengan

tujuan penulisan karya ilmiah hanya muncul pada penentuan nilai-nilai variabel dan

penetapan konstanta-konstanta. Hal tersebut memerlukan beberapa langkah modifikasi

yang perlu difikirkan secara detail nantinya. Secara berurutan kemungkinan-kemungkinan

modifikasi persamaan yang perlu dilakukan adalah:

1. Tinjauan sistem sumbu / bidang acuan pemodelan

Sistem sumbu atau bidang acuan pemodelan menentukan dimensi persamaan

matematik yang akan disusun. Secara fisiologis arah aksi aktivitas kardiorespirasi

mengikuti sistem sumbu ruang atau tiga dimensi (3D). Ilustrasi sistem sumbu dalam

pemodelan biologis dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19: Sistem sumbu aktivitas elektrik jantung yang mendasari segitiga Einthoven

(Hyttinen et.al., 1988).

Page 31: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

30

Persamaan-persamaan matematik dalam referensi pada umumnya menggunakan

sistem sumbu bidang atau 2D bahkan 1D sesuai dengan tujuan perumusannya untuk

keperluan penyederhanaan tanpa mengurangi signifikansi aspek fisioanatominya.

Mengacu pada posisi pengukuran yang direncanakan untuk vibrasi kardiorespirasi

maka sistem sumbu yang digunakan adalah sistem sumbu bidang (2D) untuk arah

tranversal dengan pusat sumbu mengikuti posisi segitiga Einthoven.

2. Persamaan potensial aksi sel jantung

Proses kontraksi-relaksasi otot jantung yang tampak dalam skala organ merupakan

hasil dari penjalaran potensial aksi sel-sel jantung mulai dari sel-sel sistem konduksi

hingga ke seluruh sel atrium dan ventrikel. Mengacu pada mekanisme tersebut,

persamaan 1) yang menggambarkan aktivitas kelistrikan membran sel pacemaker

jantung dapat digunakan sebagai persamaan awal yang memicu gerak dinamis

jantung. Persamaan ini perlu dikombinasikan dengan persamaan 5) yang

menggambarkan potensial aksi sel ventrikel. Namun demikian, mengingat

kompleksitas sel-sel penyusun sistem konduksi jantung dan adanya perbedaan

karakteristik potensial aksi sel atrium dan sel ventrikel, efek total potensial aksi sel-sel

otot jantung baru terlihat jika ditinjau dalam skala organ. Hal ini mengarah pada

pengembangan kompilasi persamaan 1) dan 5). Aspek-aspek pengembangan

tersebut meliputi kemungkinan-kemungkinan memodelkan karakteristik potensial aksi

untuk sel pacemaker yang berbeda (node SA perifer, node AV, bundel HIS dan serat

Purkinje), interaksi antar sel-sel sistem konduksi serta interaksi antara sel-sel sistem

konduksi dengan sel-sel atrium dan ventrikel. Meskipun persamaan matematik hasil

pengembangan nantinya dapat disusun dalam level organ, masih perlu dipertim-

bangkan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam menetapkan konstanta dan nilai-nilai

variabel yang perlu diukur pada level molekuler untuk kondisi in vivo, karena

konstanta dan nilai-nilai variabel tersebut diperlukan dalam simulasi dan analisis hasil.

Kesulitan-kesulitan dalam level molekuler tersebut umumnya berkaitan dengan jenis

alat ukur, metode dan akurasi hasil pengukurannya.

3. Perubahan panjang otot akibat siklus kontraksi-relaksasi

Persamaan 12) yang menggambarkan perubahan panjang otot akibat aktivitas

kontraksi-relaksasi melibatkan variabel tegangan dinding yang menjadi sebab

terjadinya regangan. Dalam hal ini tegangan dinding tersebut diperoleh dari potensial

aksi sel otot jantung. Mengingat persamaan hasil ekspansi persamaan 1) dan 5)

merupakan persamaan yang didasarkan pada teori-teori kelistrikan sedangkan

aktivitas kontraksi-relaksasi otot merupakan aktivitas mekanis, maka diperlukan

transformasi mekanika-elektrik berdasarkan Hukum Newton dan Hukum Ohm.

Transformasi tersebut akan menghasilkan tegangan dinding jantung dalam satuan

Page 32: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

31

mekanika maka persamaan 12) dapat dimanfaatkan untuk menentukan persamaan

perubahan volume jantung. Sejauh ini belum ditemukan referensi yang menyatakan

model matematik untuk menentukan volume anatomis jantung.

4. Perubahan volume rongga intratorak

Pada tahap ini belum ditemukan referensi yang mengkaitkan perubahan volume

anatomis jantung dengan volume rongga intratorak. Diketahui hubungan tidak

langsung melalui perubahan volume paru. Sebagaimana tertulis pada halaman 16,

perubahan volume jantung memiliki peranan sebagai pompa penambah volume bagi

paru-paru (Lichtwarck-Aschoff et.al., 2004).Jadi, perubahan volume rongga intratorak

yang diakibatkan oleh perubahan volume jantung, dapat dihitung berdasarkan

persamaan 17). Dalam hal ini volume jantung diekspansikan dari pengembangan

persamaan 12). Mengingat persamaan 17) merupakan pendekatan geometris hasil

foto radiologis maka perlu diantisipasi munculnya kesalahan-kesalahan yang mungkin

muncul dari simpangan-simpangan hasil pengukuran gambar atau asumsi-asumsi

geometris yang diambil dalam penyederhanaan bentuk. Jika dimungkinkan dapat

dicoba penyusunan model matematik yang menggambarkan hubungan analitis antar

variabel yang lebih realistis.

5. Perubahan tekanan rongga intratorak

Mengacu skema pada Gambar 18a. perubahan tekanan rongga intratorak dapat

dimodelkan sebagai perubahan tekanan selaput pleura menggunakan persamaan 21)

dengan mengubah Paw sebagai fungsi Pl pada persamaan 19). Untuk itu hasil

pengembangan persamaan 17) perlu ditransformasikan menjadi fungsi tekanan paru

dengan memanfaatkan Hukum Bernoulli tentang dinamika Mekanika Fluida

khususnya untuk dinamika fluida udara. Pada tahap ini diperlukan kehati-hatian dalam

menentukan nilai-nilai variabel yang terkait dengan dinamika fluida udara khususnya

yang dikaitkan dengan fisioanatomi paru. Di sisi lain ketelitian persamaan 21) juga

perlu ditinjau ulang terkait dengan kompleksitas geometri rongga intratorak dan dasar

penetapan konstanta.

6. Osilasi regangan dinding dada

Dari persamaan 24) telah diketahui bahwa osilasi dinding dada merupakan fungsi dari

perubahan volume rongga torak akibat gerak jantung (x1), gerak diafragma (x2) dan

gerak otot intercostal (x3). Pengaturan ulang suku-suku persamaan 22) dapat

mengilustrasikan persamaan 24) menjadi lebih detail jika ditampilkan sebagai berikut:

rcm

yorczorcorcrcrcmrcrclercG

rcK

GmGmxmxRFAPAPx

sincoscos)()()( ,1

Dalam hal ini masih diperlukan perumusan untuk Frc yang merupakan gaya hasil

aktivitas otot-otot pernafasan khususnya oleh otot intercostal. Juga perlu penyesuaian

Page 33: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

32

untuk mengakomodasikan efek diafragma dan otot abdominal sebagaimana tertuang

dalam persamaan 23). Penentuan nilai variabel-variabel lainnya secara analitis juga

masih harus dipikirkan sehingga model matematis akhir yang dihasilkan sepenuhnya

bersifat analitis. Hal ini perlu dilakukan sehingga proses validasi model tidak

dirancukan oleh asumsi-asumsi eksperimental yang dapat membiaskan hasilnya.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan model sebagai parameter fisiologis sistem

kardiorespirasi maka masih diperlukan proses pengakomodasian variabel-variabel

sinkronisasi kardiorespirasi dalam model matematik yang disusun.

Secara ringkas, alur modifikasi persamaan yang digunakan dalam pendekatan teoritis

pemodelan osilasi regangan dinding dada dapat dilihat pada skema berikut.

Persamaan 1)

Penentuan

Sistem Sumbu

Persamaan 5)

Persamaan 12)

Persamaan 17)

Persamaan 19)

dan 21)

Persamaan 22)

dan 23)

Dipilih 2D mengacu pada

rencana titik pengukuran

- jenis sel, posisi dan geometri anatomis

- analisis level jaringan

- dinamika repolarisasi-depolarisasi

- hubungan anatomis dengan sel pacemaker

- analisis level jaringan

- transformasi mekanika-elektrik

- persamaan volume jantung

- interaksi dengan sistem pernafasan

- hubungan analisis antar variabel

- persamaan tekanan paru dengan Hukum Bernoulli

- analisis geometri

- ketelitian asumsi dan penetapan konstanta

Model akhir

- dinamika otot-otot pernafasan (diafragma

dan abdominal)

- hubungan analitis antar variabel geometris

- sinkronisasi kardiorespirasi

Gambar 20: Alur modifikasi persamaan acuan osilasi regangan dinding dada.

Page 34: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

33

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Pemodelan osilasi regangan dinding dada dapat dilakukan secara matematik dengan

cara distributed analysis atau lumped analysis.

2. Model dapat disusun dari modifikasi persamaan matematik referensi dengan

menyamakan level tinjauan.

3. Diperlukan keseragaman metode penyusunan model mengingat beberapa referensi

yang diacu masih menggunakan pendekatan empirik dan analitis.

4. Diperlukan keseragaman dasar penetapan konstanta dan nilai-nilai variabel sehingga

kemungkinan timbulnya kesalahan dapat diminimasi.

4.2. Saran

Kelengkapan penyusunan model matematik vibrasi kardiorespirasi masih

memerlukan tinjauan tentang pemodelan dinamika sistem pernafasan dan keterlibatan

variabel-variabel sinkronisasi. Untuk itu perlu diupayakan keseragaman referensi dalam

hal metode penyusunan model sehingga dapat meminimasi proses modifikasi. Di sisi lain

perlu dipertimbangkan jenis peralatan dan metode pengukuran yang digunakan untuk

mendapatkan nilai-nilai variabel dan penetapan konstanta sehingga proses dan hasil

validasi model dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.

Page 35: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

34

DAFTAR PUSTAKA Chappelo M, De Troyer A, 2004, Role of rib cage elastance in the coupling between the

abdominal muscles and the lung, J Appl Physiol, 97: 85-90 Darowski, M, 2000, Heart and lung support interaction — modeling and simulation

(abstract), Frontiers of Medical & Biological Engineering, 10 (3): 157-165(9) Dellinger RP, Parrillo JE, Kushnir A, Rossi M, Kushnir I, 2008, Dynamic Visualization of

Lung Sounds with a Vibration Response Device: A Case Series (Abstract),

Respiration international journal of thoracic medicine, 75 (1):60-72

Despopoulos A., Silbernagl S., 2003, Color Atlas of Physiology, Fifth Edition, Thieme

Stutgart Germany Ebihara L, Johnson EA, 1980, Fast sodium current in cardiac muscle. Biophys J, 32:779-

790 Finahari N, 2008a, Fisioanatomi dan sinkronisasi sistem kardiorespirasi, Karya Ilmiah 1

PDIK Universitas Brawijaya Finahari N, 2008b, Telaah alat ukur struktur dan fungsi sistem kardiorespirasi, Karya

Ilmiah 2 PDIK Universitas Brawijaya Finahari N, 2008c, Kajian model matematis sistem kardiorespirasi, Karya Ilmiah 3 PDIK

Universitas Brawijaya Gattinoni L, Chiumello D, Carlesso E, Valenza F, 2004, Bench-to-bedside review: Chest

wall elastance in acute lung injury/acute respiratory distress syndrome patients, Critical Care, 8:350-355

Gattinoni L, Pelosi P, Suter PM, Pedoto A, Vercesi P, Lissoni A, 1998, Acute respiratory

distress syndrome caused by pulmonary and extrapulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med, 158:3-11.

Gutierrez F, Saha M, Song YN, Timbie A, Andriacchi T, Fabro M, Wolf-Bloom D, Sszobota

S, Taylor C, Elkins C, 2003, Design of a Pre-clinical Fluoroscopic Flow Model For Intravascular Device Testing and Training, Biomedical Device Design and Evaluation II, Mechanical Engineering Department, Stanford University.

Hyttinen JA, Eskola HJ, Sievänen H, Malmivuo JA, 1988, Atlas of the sensitivity

distribution of the common ECG-lead systems, Tampere Univ. Techn., Inst. Biomed. Eng., Reports 2(2): 25-67.

Hoffman EA, Ritman EL, 1988, Intracardiac cycle constancy of total heart volume. Dyn

Cardiovasc Imaging 1: 199–205

Lichtwarck-Aschoff M, Suki B, Hedlund A, Sjostrand UH, Markstrom A, Kawati R,

Hedenstierna G, Guttmann J, 2004, Decreasing size of cardiogenic oscillations reflects decreasing compliance of the respiratory system during long-term ventilation, J Appl Physiol 96: 879–884.

Page 36: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

35

Loring SH, Lee HT, Butler JP, 2001, Respiratory effects of transient axial acceleration, J Appl Physiol, 90: 2141–2150

Mack DC, Kell SW, Alwan M, Turner B, Felder RA, 2003, Non-invasive analysis of

physiological signals (naps): a vibration sensor that passively detects heart and respiration rates as part of a sensor suite for medical monitoring, Summer Bioengineering Conference, June 25-29, Sonesta Beach Resort in Key Biscayne, Florida

Marshall V, 1997, Muscles in motion, Science & Technology Issue 4, http://www.

dataweb.clrc.ac.uk/ ; download 17 Juli 2008

Mrowka R, Cimponeriu L, Patzak A, Rosenblum MG., 2003, Directionality of coupling of

physiological subsystems: age-related changes of cardiorespiratory interaction during different sleep stages in babies, Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 285: R1395–R1401

Palmer J, Allen J, Mayer O, 2004, Tidal breathing analysis, Neoreviews 5 (5): 186-193

Schikowski T, Sugiri D, Ranft U, Gehring U, Heinrich J, Wichmann HE, Krämer U, 2007,

Does respiratory health contribute to the effects of long-term air pollution exposure on cardiovascular mortality?, Respiratory Research 8 (20): 1-11

Singh B, Eastwood PR, Finucane KE, 2001, Volume displaced by diaphragma motion in

emphysema, J Appl Physiol, 91: 1913-1923

Toledo E, Akselrod S, Pinhas I, Aravot D, 2002, Does synchronization refect a true

interaction in the cardiorespiratory system? (abstract), Med Eng Phys, 24:45-52

Tortora GF, 2005, Principles of human anatomy, tenth edition, John Wiley & Sons, Inc,

Hoboken NJ 07030, USA. Weinhaus A, 2004, Human gross anatomy and embryology, Lecture Notes,

http://www.med.umn.edu/anatomy , download 24 Juni 2008. Widmaier EP, Raff H, Strang KT, 2006, Vander’s Human Phyisiology: The Mechanism of

Body Function, 10th edition, McGraw Hill Higher Education, International Edition, New York, USA.

Yasutaka K, Ichiro H, Sunao I, Toshishige S, 2002, Dynamical description of sinoatrial

node pacemaking: improved mathematical model for primary pacemaker cell, Am J Physiol Heart Circ Physiol 283: H2074–H2101

Zhang H, Holden AV, Kodama I, Honjo H, Lei M, Varghese T, Boyett MR, 2000,

Mathematical models of action potentials in the periphery and center of the rabbit sinoatrial node, Am J Physiol Heart Circ Physiol 279: H397–H421.

Page 37: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

36

LAMPIRAN: MODEL MATEMATIS SEL PACEMAKER PRIMER

Page 38: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

37

Page 39: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

38

Page 40: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

39

Page 41: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

40

Page 42: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

41

Page 43: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

42

Page 44: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

43

Page 45: PEMODELAN KARDIORESPIRATOMETER BERBASIS VIBRASI …...aksi sel sistem konduksi, sel atrium dan sel ventrikel jantung sebagai dinamika gerak organ. Persamaan yang menjadi acuan masih

44