Page 1
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
*) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN 15
PEMILIHAN WILAYAH POTENSIAL UNTUK DISPOSAL
LIMBAH RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA
Sucipta, Budi Setiawan, Pratomo B. Sastrowardoyo, Dadang Suganda*)
ABSTRAK
PEMILIHAN WILAYAH POTENSIAL UNTUK DISPOSAL LIMBAH
RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA. Telah dilakukan kegiatan kajian,
survey literatur dan checking lapangan dalam rangka pemilihan wilayah potensial untuk disposal
limbah radioaktif. Studi wilayah mencakup aspek-aspek geomorfologi, litostratigrafi,
seismotektonik, volkanologi, hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang, demografi, kawasan
penting dan situs bersejarah. Penelitian dilakukan dengan metode evaluasi deskriptif dari hasil
pengkajian data sekunder (literatur dan hasil penelitian terdahulu) dan interpretasi data primer dari
checking lapangan. Wilayah yang menjadi obyek kegiatan berada dalam wilayah Serang, Bogor,
Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan Madura. Dari evaluasi yang telah dilakukan
berhasil diperoleh beberapa wilayah di daerah kabupaten Serang, Subang, Sumedang, Rembang
dan Tuban memiliki kesesuaian sebagai wilayah potensial untuk disposal limbah radioaktif.
Kata kunci : pemilihan, wilayah potensial, disposal, limbah radioaktif.
ABSTRACT
SELECTION OF POTENSIAL REGION FOR RADIOACTIVE WASTE DISPOSAL IN JAVA ISLAND AND THE SURROUNDING.. Research activity, literature survey and field
checking to select the potential region for radioactive waste disposal have been done. Regional
study includes geomorphology, lithostratigraphy, seismotectonic, volcanology, hydrology,
hydrogeology, mineral resources, demography, important place and hystorical situs. Research
was conducted by descriptive evaluation method based on the results of secondary data
assessment and the interpretation of primary data obtained from field survey. The covering area of
the study are Serang, Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Rembang, Tuban and Madura.
Based on the evaluation, some part of the study area have suitability as potential region for
radioactive waste disposal, such as Serang, Subang, Sumedang, Rembang and Tuban.
Keywords : selection, potensial region, radioactive waste, disposal
PENDAHULUAN
Penyiapan tapak disposal limbah
radioaktif di Pulau Jawa dan sekitarnya
dilatar belakangi oleh kebutuhan akan
tersedianya disposal untuk limbah radioaktif
dari kegiatan aplikasi iptek nuklir di bidang
industri, kesehatan dan riset, serta bidang
energi yang masih dalam tahap perencanaan.
Wilayah studi difokuskan di Pulau Jawa dan
sekitarnya, dengan pertimbangan bahwa
sebagian besar kegiatan yang berpotensi
menimbulkan limbah radioaktif ada di Pulau
Jawa. Hal tersebut sekaligus juga
mempertimbangkan masalah transportasi
dan keselamatan.
Pemilihan wilayah potensial ini
merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya
yang berupa pengembangan konsep dan
rencana penyiapan tapak, yang kemudian
akan dilanjutkan dengan pemilihan tapak
potensial dan terpilih pada tahapan-tahapan
berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut
mengacu pada sistematika pemilihan tapak
disposal yang direkomendasikan oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA)
[1].
Tujuan disposal limbah radioaktif
ialah untuk mengisolasi limbah sehingga
tidak ada akibat paparan radiasi terhadap
manusia dan lingkungan. Tingkat
pengisolasian yang diperlukan dapat
diperoleh dengan mengimplementasikan
berbagai metode penyimpanan, di antaranya
dengan model near surface disposal (NSD)
dan deep geological disposal (DGD) sebagai
pilihan yang umum dan digunakan di
beberapa negara[1].
Opsi near surface disposal telah
diterapkan selama beberapa dekade dengan
variasi yang luas dalam hal tapak, tipe dan
kuantitas limbah, serta desain fasilitasnya.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa
Page 2
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
16
isolasi limbah yang efektif dan aman
tergantung pada unjuk kerja sistem disposal
secara keseluruhan, yaitu terbentuk dari tiga
komponen atau penghalang (barrier) : tapak,
fasilitas disposal dan kemasan limbah. NSD
perlu juga dilengkapi dengan kontrol
institusional aktif secara kontinyu, seperti
pemantauan dan pemeliharaan.
Kesesuaian tapak terutama
tergantung pada kapasitasnya untuk
mengungkung limbah radioaktif dalam
periode waktu yang dibutuhkan, dan untuk
membatasi laju pelepasan radionuklida, dan
kemampuannya untuk membatasi potensi
penyebaran dampak dari sistem disposal
terhadap manusia dan lingkungan [1].
Tujuan dari pemilihan tapak ialah
untuk mencari suatu tapak, yang apabila
dilengkapi dengan desain, bentuk limbah,
tipe dan kuantitas kemasan limbah,
penghalang rekayasa dan kontrol
institusional yang memadai, akan menjamin
proteksi radiasi terhadap persyaratan yang
telah ditentukan oleh badan pengawas.
Standar IAEA [2], dan rekomendasi serta
petunjuk internasional yang telah ada dapat
dipertimbangkan.
Seperti pada umumnya kegiatan di
dunia, seleksi tapak diawali dengan studi
wilayah yang mempertimbangkan banyak
aspek. Pada tahun 2008 dan 2009 telah
dilaksanakan kegiatan seleksi wilayah
berdasarkan aspek-aspek geomorfologi,
litostratigrafi, seismotektonik, volkanologi,
hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang,
demografi, kawasan penting dan situs
bersejarah. Berdasarkan tipe batuan
(lempung dan batuan beku) wilayah-wilayah
potensial telah dipilih untuk dilakukan studi
lebih lanjut, yang meliputi Serang, Bogor,
Krawang, Subang, Majalengka, Rembang,
Tuban dan Madura.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilakukan di
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR),
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
pada tahun 2009, sebagai bagian dari
kegiatan penelitian yang berjudul
“Penyiapan Tapak Penyimpanan Lestari
Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan
Sekitarnya”.
B a h a n
Daerah penelitian untuk pemilihan
wilayah potensial disposal limbah radioaktif
meliputi wilayah Serang, Bogor, Karawang,
Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan
Madura. Bahan penelitian berupa peta
topografi, peta rupa bumi, peta geologi, peta
hidrogeologi, peta seismotektonik, peta
gunungapi, peta penggunaan lahan dan data
terkait lainnya.
Metode
Dalam pemilihan tapak, idealnya
perlu menerapkan prosedur sistematis yaitu
dengan sistem penapisan dari wilayah yang
luas ke tapak spesifik. Pemilihan tapak
sistematis untuk fasilitas NSD meliputi
empat tahapan yaitu : 1) tahap konsep dan
perencanaan; 2) tahap survey daerah; 3)
tahap karakterisasi tapak; dan 4) tahap
konfirmasi tapak [3].
Pemilihan wilayah potensial
dilakukan dengan metode deskriptif,
pengharkatan (scoring) dan atau tumpang-
susun (overlay), untuk mendapatkan wilayah
potensial dari beberapa wilayah studi.
Pemilihan wilayah potensial didasarkan
pada kriteria tapak yang telah ditetapkan
pada tahap penyusunan konsep dan rencana.
Berbagai faktor penting yang wajib
dipertimbangkan dalam pemilihan tapak
disposal limbah radioaktif adalah sebagai
berikut :
- Geologi
Tata geologi dari tapak harus mampu
mengisolasi limbah dan membatasi lepasnya
radionuklida ke biosfer. Tata geologi juga
harus menunjang stabilitas sistem disposal,
dan menjamin volume yang cukup serta
sifat-sifat teknis yang memadai untuk
implementasi disposal.
- Hidrogeologi
Tata hidrogeologi dari tapak harus
dengan aliran air tanah yang rendah dan
memiliki jalur pengaliran yang panjang
untuk menghambat transportasi
radionuklida.
- Geokimia
Aspek kimia air tanah dan media
geologi menunjang pembatasan lepasnya
radionuklida dari fasilitas disposal dan tidak
mengurangi keawetan penghalang rekayasa
(engineered barrier) secara nyata.
Page 3
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
17
- Tektonik dan kegempaan
Tapak seharusnya ditempatkan dalam
suatu daerah dengan aktivitas tektonik dan
kegempaan yang rendah sehingga
kemampuan mengisolasi sistem disposal
tidak akan terancam bahaya.
- Proses-proses permukaan
Proses-proses permukaan seperti
banjir, tanah longsor atau erosi pada daerah
tapak seharusnya tidak terdapat dengan
frekuensi dan intensitas yang dapat
mempengaruhi kemampuan sistem disposal
memenuhi standar/persyaratan keselamatan.
- Meteorologi
Meteorologi daerah tapak harus
dikarakterisasi secara cukup memadai
sehingga adanya pengaruh kondisi
meteorologi ekstrim yang tidak diharapkan
dapat dipertimbangkan secara seksama
dalam desain dan perijinan fasilitas
disposal.
- Man-induced events
Tapak harus terletak pada daerah
dimana aktivitas generasi saat ini maupun
yang akan datang, pada atau dekat dengan
tapak, tidak akan mempengaruhi
kemampuan isolasi sistem disposal.
- Transportasi limbah
Tapak seyogyanya terletak
sedemikian rupa sehingga jalur akses akan
memudahkan transportasi limbah dengan
resiko minimal terhadap masyarakat.
-Penggunaan lahan
Penggunaan lahan dan kepemilikan
lahan harus dipertimbangkan terhadap
pengembangan masa depan dan
perencanaan wilayah.
- Distribusi penduduk
Tapak seharusnya terletak pada
lokasi tertentu sehingga potensi bahaya dari
sistem disposal terhadap penduduk saat ini
dan proyeksi masa depan masih dalam batas
yang dapat diterima.
- Proteksi lingkungan
Tapak seyogyanya ditempatkan
sedemikian rupa sehingga lingkungan akan
terlindungi secara cukup memadai
sepanjang umur fasilitas disposal, dan
dampak penyebaran secara potensial dapat
ditanggulangi ke dalam tingkat yang aman,
dengan memperhitungkan aspek teknis,
ekonomi dan lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Geomorfologi
Secara regional, menurut
PANEKOEK, 1949 [6], daerah penelitian
Serang termasuk dalam wilayah Karang-
Merak yang merupakan bekas tubuh
gunungapi Karang dan Gede. Daerah Bogor,
Karawang, Subang dan Majalengka
merupakan bagian dari wilayah Lipatan
Utara Jawa Barat, yang memanjang dari
selatan Rangkasbitung hingga Kuningan.
Daerah Rembang merupakan bagian dari
wilayah Pegunungan Kapur Pantai Utara,
sedangkan daerah Tuban termasuk ke dalam
wilayah Lipatan Utara dan sebagian
merupakan dataran rendah Tuban. Daerah
Madura termasuk dalam wilayah Lipatan
Madura. Menurut Van BEMMELEN, 1949
[7], daerah penelitian Bogor, Karawang,
Subang dan Majalengka berada pada jalur
zona Antiklinorium Bogor yang termasuk
zona utara dari Jawa Barat. Zona Bogor
merupakan suatu antiklinorium akibat
intensitas perlipatan yang sangat kuat dari
perlapisan-perlapisan yang terbentuk pada
subzaman Neogen, dengan beberapa intrusi
hypabyssal volcanic necks, stocks dan
bosses. Daerah Rembang dan Tuban
termasuk dalam Antiklinorium Rembang.
Selain daerah Serang (Bojonegara)
yang merupakan daerah berbukit, secara
umum daerah penelitian merupakan daerah
dataran bergelombang dengan kemiringan
lereng antara 0 – 13% dengan beda tinggi
antara 0 – 50 m, yang dapat dikategorikan
sebagai satuan dataran bergelombang
(ZUIDAM, R.A., et al., 1979) [8].
Kondisi proses geomorfologi
permukaan seperti erosi dan gerakan tanah
relatif tidak intensif, karena kondisi
topografi yang berupa dataran
bergelombang. Secara morfogenesa daerah
penelitian merupakan daerah yang
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah
penelitian (selain Serang) dapat
diklasifikasikan sebagai satuan dataran
bergelombang struktural berbatuan
lempung/napal.
Berdasarkan aspek geomorfologi,
daerah penelitian memiliki kesesuaian
sebagai wilayah potensial untuk fasilitas
Page 4
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
18
disposal limbah radioaktif. Untuk
memperkuat kesimpulan maka diperlukan
penelitian lebih lanjut dan wajib
diintegrasikan dengan aspek-aspek lain
seperti litostratigrafi, seismotektonik,
hidrogeologi, hidrologi, volkanologi,
cebakan tambang, kawasan penting, situs
bersejarah, demografi, tata ruang dan
penggunaan lahan.
B. Litostratigrafi
1. Serang
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
hasil gunungapi Gede, tufa Banten,
batugamping koral dan endapan aluvium
(Gambar 1). Hasil gunungapi Gede berupa
lava, lahar dan breksi termampatkan, yang
berumur Plistosen. Penyebaran hasil
gunungapi Gede paling luas di daerah
penelitian meliputi luas lebih kurang 70%.
Tufa Banten terdiri dari tufa, tufa batuapung
dan batupasir tufaan, yang berumur sedikit
lebih muda daripada hasil gunungapi Gede.
Penyebaran tufa Banten mencakup luas
kurang lebih 20% dari daerah penelitian.
Batugamping koral terdiri dari
koloni koral, pecahan cangkang dan
moluska; dengan umur Holosen Awal, yang
tersebar di P. Panjang dan pulau-pulau kecil
di sekitarnya, yang mencakup luas sekitar
5%. Endapan aluvium berupa kerakal, pasir,
lanau dan lumpur, yang tersebar di
sepanjang pantai daerah penelitian dengan
luas sebaran mencapai 5%.
Stratigrafi daerah penelitian yang
hanya terdiri dari dua satuan batuan dapat
disimpulkan relatif sederhana. Batuan yang
dapat dipilih sebagai batuan potensial adalah
batuan beku andesit dari hasil gunungapi
Gede. Ketebalan batuan tersebut diduga
mencapai lebih dari 500 m, dengan luas
pelamparan mencapai 10x10 km2.
2. Bogor
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
Formasi Jatiluhur, Formasi Klapanunggal,
batuan terobosan andesit, breksi dan lava
gunung Kancana dan gunung Limo
(kelompok batuan gunungapi Gede), kipas
aluvium dan endapan aluvium.
Formasi Jatiluhur tersusun oleh
napal dan serpih lempungan, dan sisipan
batupasir kuarsa, bertambah pasiran ke arah
timur. Bagian atas dari formasi ini
menjemari dengan Formasi Klapanunggal.
Gambar 1. Peta geologi daerah gunung Gede, Serang, Banten [9]
0
U Hasil Gunungapi Gede
Hasil Gunungapi Gede
Tufa Banten
Hasil Gunungapi Gede
10 km
Page 5
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
19
Penyebaran formasi ini di daerah penelitian
meliputi luas sekitar 50%. Formasi
Klapanunggal terutama tersusun oleh
batugamping terumbu padat dengan
foraminifera besar dan fosil-fosil lainnya.
Penyebaran formasi ini di daerah penelitian
meliputi luas sekitar 10%.
Batuan terobosan andesit yang
dijumpai di G. Pancar dan bukit kecil di
timur lautnya, mengandung oligoklas-
andesin, augit, hipersten dan hornblenda,
membentuk sumbat dan retas. Breksi dan
lava gunung Kancana dan gunung Limo
tersusun dari bongkahan andesit dan breksi
andesit dengan banyak sekali fenokris
piroksen dan lava basal. Satuan batuan ini
tersebar terutama di bagian selatan daerah
penelitian seluas lebih kurang 20%.
Kipas aluvium tersusun oleh lanau,
batupasir, kerikil dan kerakal dari batuan
gunungapi kuarter yang terendapkan
kembali sebagai kipas aluvium. Endapan
aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir,
kerikil dan kerakal endapan sungai.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif adalah napal
dan serpih lempungan dari Formasi
Jatiluhur. Berdasarkan penampang geologi
regional, ketebalan formasi tersebut
diperkirakan mencapai > 2000 m, dengan
luas singkapan di daerah penelitian sekitar
6x15 km2.
3. Karawang
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
Formasi Jatiluhur, anggota Pasirgombong,
Formasi Parigi, Formasi Subang dan
anggota Tanjakan Pacol, Formasi
Kaliwungu dan Formasi Cihoe. Endapan
permukaan yang dijumpai berupa satuan
batupasir konglomeratan dan batulanau,
satuan batupasir tufan dan konglomeratan,
endapan dataran banjir dan endapan sungai
muda.
Penyebaran Formasi Jatiluhur di
daerah penelitian meliputi luas lebih kurang
5%. Anggota Pasirgombong mencakup luas
kurang lebih 2% dari daerah penelitian.
Formasi Parigi memiliki pelamparan hingga
5%, sedangkan anggota Tanjakan Pacol
meliputi luas kurang lebih 5%. Formasi
Subang tersingkap dalam luasan sekitar
40%, Formasi Kaliwungu dan Formasi
Cihoe masing-masing 1% dan 10%.
Endapan permukaan secara keseluruhan
menutup area seluas 33% dari daerah
penelitian.
Stratigrafi daerah penelitian yang
hanya terdiri dari 5 formasi dan endapan
permukaan dapat disimpulkan relatif
sederhana. Batuan yang dapat dipilih
sebagai batuan potensial untuk hostrocks
disposal limbah radioaktif adalah
batulempung Formasi Subang. Ketebalan
batuan tersebut diduga mencapai lebih dari
1000 m, dengan luas pelamparan mencapai
9x13 km2 dan 6x6 km
2.
4. Subang
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
anggota batulempung Formasi Subang,
anggota batupasir Formasi Subang, Formasi
Kaliwungu, Formasi Citalang, batupasir
tufan-lempung dan konglomerat, dan
endapan sedimen dalam.
Batuan gunungapi daerah Subang
yang terbentuk pada jaman Kuarter meliputi
hasil gunungapi lebih tua, dan hasil
gunungapi lebih muda tak teruraikan.
Sedangkan endapan permukaan terdiri dari
aluvium.
(Gambar 2 dan 3).
Anggota batulempung Formasi
Subang tersusun oleh batulempung,
beberapa mengandung batugamping napalan
yang keras, napal dan batugamping abu-abu
tua. Kadang-kadang juga dijumpai sisipan
batupasir glaukonit hijau. Mengandung fosil
foraminifera. Penyebaran formasi ini di
daerah penelitian meliputi luas sekitar 40%.
Anggota batupasir Formasi Subang terutama
tersusun oleh batupasir andesit, batupasir
konglomerat, breksi, lapisan batugamping
dan batulempung. Ketebalan satuan ini 0-
300 m. Penyebaran formasi ini di daerah
penelitian meliputi luas sekitar 5%.
Formasi Kaliwungu tersusun oleh
batupasir tufan, konglomerat, batulempung
dan kadang-kadang lapisan-lapisan batupasir
gampingan dan batugamping. Selain itu
terdapat lapisan-lapisan tipis gambut dan
lignit. Pada batupasir dan konglomerat
banyak dijumpai fosil moluska. Ketebalan
formasi ini sekitar 600 m, dengan
pelamparan mencapai sekitar 10%. Formasi
Citalang tersusun oleh lapisan-lapisan napal
tufan, diselingi batupasir tufan dan
Page 6
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
20
konglomerat. Ketebalan formasi ini berkisar
antara 500-600 m, dengan pelamparan
mencapai sekitar 5%.
Batupasir tufan-lempung dan
konglomerat secara rinci berupa batupasir
tufan, kadang-kadang mengandung
batuapung, lempung mengandung sisa-sisa
tumbuhan, konglomerat, breksi dan pasir
halus. Satuan batuan ini berlapis-lapis
mendatar dan membentuk dataran (hampir
datar) di bagian utara daerah penelitian
seluas 40%. Endapan sedimen dalam
tersusun oleh lempung tufan, batupasir,
konglomerat dan breksi, dengan ketebalan 0-
100 m.
Hasil gunungapi lebih tua (600 m)
tersusun oleh breksi, lahar dan pasir tuff
berlapis-lapis dengan kemiringan yang kecil.
Sedangkan hasil gunungapi muda tak
teruraikan tersusun oleh pasir tufan, lapili,
breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian
berasal dari G. Tangkubanperahu dan
sebagaian berasal dari G. Tampomas.
Endapan aluvium terdiri dari lempung,
lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan
sungai sekarang.
Gambar 2. Geologi daerah Jelupang dan sekitarnya, Subang, Jawa Barat [12]
Gambar 3. Peta geologi daerah Buahdua dan sekitarnya, Sumedang, Jawa Barat [12]
0
U
10 km
Batulempung Formasi Subang
Hasil Gunungapi Gede Formasi Kaliwungu
Formasi Citalang
0 10 km
Formasi Kaliwungu
Formasi Citalang U
Batulempung Formasi Subang
Page 7
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
21
Stratigrafi daerah penelitian dapat dikatakan
relatif sederhana. Batuan potensial yang bisa
dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif adalah
batulempung dari anggota batulempung
Formasi Subang. Menurut TJIA (1963) [13]
tebal dari anggota batulempung ini 2900 m.,
dengan luas singkapan di daerah hulu sungai
Cilamaya sekitar 6x13 km2, di daerah
selatan Jalupang sekitar 6x3,5 km2 dan di
daerah Wanareja-Nagrak lebih kurang 6x24
km2.
5. Majalengka
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
anggota batulempung Formasi Subang,
Formasi Kaliwungu, lensa batugamping
Formasi Citalang, Formasi Citalang,
batupasir tufan-lempung-konglomerat dan
breksi terlipat. Batuan gunungapi yang
tersingkap adalah hasil gunungapi muda tak
teruraikan. Batuan terobosan yang
tersingkap adalah andesit hornblenda.
Endapan permukaan berupa aluvium.
Anggota batulempung Formasi
Subang tersusun oleh batulempung
mengandung lapisan batugamping napalan
abu-abu tua dan batugamping. Setempat
juga dijumpai sisipan batupasir glaukonit
hijau. Penyebaran formasi ini di daerah
penelitian meliputi luas sekitar 30%.
Formasi Kaliwungu tersusun oleh
batulempung dengan sisipan batupasir tufan,
konglomerat, setempat ditemukan lapisan-
lapisan batupasir gampingan dan
batugamping. Ketebalan formasi ini sekitar
600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar
5%. Formasi Citalang tersusun oleh
batupasir tufan, lempung tufan, konglomerat
dan setempat-setempat ditemukan lensa-
lensa batupasir gampingan yang keras.
Ketebalan formasi ini berkisar antara 500-
600 m, dengan pelamparan mencapai sekitar
10%.
Batupasir tufan-lempung dan
konglomerat secara rinci berupa batupasir
tufan, pasir, lanau tufan, lempung,
konglomerat, breksi tufan mengandung
batuapung. Satuan batuan ini tersingkap
sangat luas membentuk dataran
bergelombang lemah di bagian utara daerah
penelitian seluas 30%. Breksi terlipat
tersusun oleh breksi gunungapi bersifat
andesit, breksi tufan, batupasir kasar,
lempung tufan, dan graywacke. Penyebaran
breksi terlipat hanya meliputi luas ± 1% dari
daerah penelitian.
Hasil gunungapi muda tak
teruraikan tersusun oleh breksi, lava bersifat
andesit dan basal, pasir tufan dan lapili.
Sebagian berasal dari G. Cerme dan
sebagaian berasal dari G. Tampomas.
Endapan aluvium terdiri dari lempung,
lanau, pasir, kerikil dan kerakal endapan
sungai Holosen.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif adalah
batulempung dari anggota batulempung
Formasi Subang.
Menurut TJIA (1963) [13] tebal dari anggota
batulempung ini 2900 m., dengan luas
singkapan di daerah hulu sungai Majalengka
2x4,5 km2, dan di daerah Sumedang lebih
kurang 6-10x21 km2.
6. Rembang
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi
Wonocolo, Formasi Ledok dan Formasi
Mundu. Di atas formasi-formasi tersebut
ditumpangi secara takselaras oleh anggota
Selorejo dan Formasi Lidah pada jaman
Plistosen. Formasi-formasi tersebut
diterobos dan ditumpangi oleh andesit dan
breksi hasil dari gunungapi Lasem. Di atas
formasi-formasi tersebut diendapkan
aluvium (Gambar 4).
Formasi Ngrayong tersusun oleh
batupasir, serpih, batulempung, batulanau
dengan sisipan batugamping, batubara dan
lignit. Formasi Bulu tersusun oleh
batugamping putih abu-abu, pasiran,
kadang-kadang berlapis tipis, di bagian
tengah terdapat sisipan tipis napal. Formasi
Wonocolo tersusun oleh batu lempung
dengan sisipan tipis batugamping, bagian
bawah dicirikan oleh batupasir glaukonitan.
Page 8
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
22
Gambar 4. Peta geologi daerah selatan Rembang, Jawa Tengah [15]
Formasi Ledok secara rinci berupa
batulempung abu-abu, napal dan
batugamping (kalkarenit) berlapis tipis,
kadang-kadang mengandung batupasir
glaukonit. Formasi Mundu tersusun oleh
napal masif, abu-abu keputihan, kaya akan
foraminifera plankton.
Anggota Selorejo terdiri dari
perselingan batugamping dan batupasir,
kaya akan fosil rombakan foraminifera
plankton.
Fosil berfungsi sebagai butiran
pasir (kalkarenit).
Gambar 5. Peta geologi daerah Sedan-Sale Rembang, Jawa Tengah [16]
U
0 10 km
Formasi Mundu
Formasi Lidah
Aluvium
U
0 8 km
Formasi Mundu
Aluvium
Formasi Wonocolo
Anggota Ngrayong
Anggota Tawun
Formasi Bulu
Formasi Ledok
Breksi Gunungapi
Page 9
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
23
Formasi Lidah tersusun oleh
batulempung abu-abu kehitaman bersisipan
batupasir bermoluska. Batuan ini kadang-
kadang mengandung horizon yang kaya
akan moluska (Ostrea) dan lapisan tipis
batubara. Andesit dari gunungapi Lasem
berupa lava andesit, dan breksi hasil
aktivitas Lasem berupa breksi, konglomerat
dan batupasir tufan. Endapan aluvium terdiri
dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan
kerakal endapan Holosen.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Selatan Rembang adalah napal masif dari
Formasi Mundu yang memiliki ketebalan
250-1500 m, dan batulempung dari Formasi
Lidah dengan ketebalan > 200 m. Luas
singkapan di daerah penelitian Selatan
Rembang masing-masing 12x24 km2 dan
6x15 km2.
Di sebelah utara dan timur Sedan,
batuan potensial dari Formasi Mundu dan
Formasi Wonocolo tersingkap secara blok-
blok dengan tebal sekitar 200 m dan luas ±
2x5 km2. Di sebelah selatan Sale tersingkap
Formasi Mundu dengan ketebalan ± 200 m
luas sekitar 2,5x9 km2, sedangkan di sebelah
utaranya tersingkap Formasi Wonocolo
setebal 250 m dan luas pelamparan sekitar
5x10 km2.
7. Tuban
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
anggota Tawun Formasi Tuban, anggota
Ngrayong Formasi Tuban, Formasi Bulu,
Formasi Wonocolo, Formasi Ledok,
Formasi Mundu dan Formasi Paciran. Di
atas formasi-formasi tersebut ditumpangi
secara takselaras oleh Formasi Lidah pada
jaman Plistosen. Formasi-formasi tersebut
diterobos dan ditumpangi oleh andesit dan
breksi hasil dari gunungapi Lasem. Di atas
formasi-formasi tersebut diendapkan
aluvium (Gambar 5).
Anggota Tawun Formasi Tuban
tersusun oleh napal pasiran berselingan
dengan batugamping bioklastik. Anggota
Ngrayong tersusun oleh batupasir kuarsa
berselingan dengan batugamping dan
batulempung. Formasi Bulu tersusun oleh
batugamping pasiran dan batunapal pasiran.
Formasi Wonocolo tersusun oleh napal
pasiran berselingan dengan batugamping
pasiran.
Formasi Ledok secara rinci berupa
batupasir glaukonitan dengan sisipan
batugamping pasiran. Formasi Mundu
tersusun oleh batunapal, batulempung
lanauan dan batugamping napalan. Formasi
Paciran tersusun oleh batugamping pejal dan
batugamping dolomitan. Formasi Lidah
tersusun oleh batulempung, lempung hitam
dan batupasir. Andesit dari gunungapi
Lasem berupa lava andesit, dan breksi hasil
aktivitas Lasem berupa breksi, konglomerat
dan batupasir tufan. Endapan aluvium terdiri
dari lempung, lanau, pasir, dan kerikil.
Gambar 6. Peta geologi daerah Jatirogo Tuban, Jawa Timur [16]
U
Anggota Ngrayong
Anggota Tawun
15 km
Formasi Mundu
Formasi Wonocolo
0
Formasi Ledok
Page 10
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
24
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Tuban sebelah selatan Bancar adalah napal
pasiran dari Formasi Wonocolo yang
memiliki ketebalan sekitar 250 m luas
sekitar 3x5 km2. Batuan potensial lainnya
adalah batunapal dan batulempung dari
Formasi Mundu di daerah sebelah utara
Jatirogo dengan ketebalan > 200 m dan luas
singkapan kurang lebih 3x21 km2.
8. Madura
a. Madura Barat
Menurut SUKARDI (1992) [17],
secara geologi regional daerah Madura Barat
terdiri dari formasi-formasi yang secara urut
dari tua ke muda adalah Formasi Tawun
(umur Miosen Awal), Formasi Watukoceng
(umur Miosen Tengah), Formasi Madura
(umur Miosen-Pliosen), Formasi Pamekasan
(umur Plistosen) dan aluvium.
Formasi Tawun tersusun oleh
batulempung gampingan di bagian bawah,
dan napal pasiran bersisipan batugamping
dan batupasir gampingan. Formasi
Watukoceng tersusun oleh batupasir kuarsa
berselingan dengan batugamping orbitoid
dan batupasir berlapis tipis (di bagian
bawah), serta selang-seling napal pasiran
dengan batugamping (di bagian atas).
Formasi Madura tersusun oleh
batugamping kapuran dan batugamping
terumbu. Formasi Pamekasan tersusun oleh
batupasir, batulempung dan konglomerat
berfragmen utama batugamping. Endapan
aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir,
kerikil dan kerakal, secara setempat
dijumpai fragmen fosil.
Stratigrafi daerah penelitian relatif
sederhana. Batuan potensial yang bisa
dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Madura Barat adalah selang-seling napal
pasiran dengan batugamping dan batupasir
kuarsa dari Formasi Watukoceng.
Batuan potensial lainnya adalah
dari Formasi Tawun yang berupa
batulempung gampingan dan napal pasiran
bersisipan batugamping dan batupasir
gampingan.
Formasi Tawun dan Formasi
Watukoceng bertumpangan secara selaras
dan memiliki ketebalan sekitar 200 m dan
luas sekitar 15x18 km2.
b. Madura Tengah
Menurut AZIS dkk (1992) [18],
secara geologi regional daerah Madura
Tengah terdiri dari formasi-formasi yang
secara urut dari tua ke muda adalah Formasi
Tawun (umur Miosen Awal), Formasi
Ngrayong (umur Miosen Tengah), Formasi
Bulu (umur Miosen Tengah), Formasi
Pasean (umur Miosen Akhir), Formasi
Madura (umur Mio-Pliosen), Formasi
Pamekasan (umur Plistosen) dan aluvium.
Formasi Tawun tersusun oleh
batulempung bersisipan batupasir,
batugamping dan konglomerat. Formasi
Ngrayong tersusun oleh batupasir bersisipan
batulempung, napal dan batugamping.
Formasi Bulu merupakan perselingan antara
batugamping dan napal, sedangkan Formasi
Pasean merupakan perselingan antara napal
pasiran dengan batugamping lempungan dan
batugamping pasiran.
Formasi Madura tersusun oleh
batugamping pasiran dan batugamping
terumbu pejal. Formasi Pamekasan tersusun
oleh batulempung, batupasir kuarsa dan
konglomerat. Endapan aluvium terdiri dari
lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal.
Stratigrafi daerah penelitian relatif
sederhana. Batuan potensial yang bisa
dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Madura Tengah adalah batulempung
bersisipan batupasir, batugamping dan
konglomerat dari Formasi Tawun yang
memiliki ketebalan sekitar 500 m dan luas
sekitar 4-11x43 km2.
c. Madura Timur
Menurut SITUMORANG dkk
(1992) [19], secara geologi regional daerah
Madura Timur terdiri dari formasi-formasi
yang secara urut dari tua ke muda adalah
Formasi Tawun (umur Miosen Awal),
Formasi Ngrayong (umur Miosen Tengah),
Formasi Bulu (umur Miosen Tengah),
Formasi Pasean (umur Miosen Akhir),
Formasi Madura (umur Mio-Pliosen),
Formasi Pamekasan (umur Plistosen) dan
aluvium.
Page 11
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
25
Formasi Tawun tersusun oleh
batulempung, napal, batugamping
lempungan dengan sisipan batugamping
orbitoid. Formasi Ngrayong tersusun oleh
perselingan batupasir kuarsa dengan
batugamping orbitoid dan batulempung.
Formasi Bulu tersusun oleh batugamping
pelat dengan sisipan napal pasiran,
sedangkan Formasi Pasean merupakan
perselingan antara napal pasiran dengan
batugamping lempungan, batugamping
pasiran dan batugamping oolitan.
Formasi Madura tersusun oleh
batugamping terumbu dan batugamping
dolomitan. Formasi Pamekasan tersusun
oleh konglomerat, batupasir, batulempung
dan batugamping. Endapan aluvium terdiri
dari pasir kuarsa, lempung, lumpur, kerikil
dan kerakal.
Stratigrafi daerah penelitian relatif
sederhana. Batuan potensial yang bisa
dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Madura Timur adalah batulempung, napal,
batugamping lempungan dengan sisipan
batugamping orbitoid dari Formasi Tawun,
serta perselingan antara napal pasiran
dengan batugamping lempungan,
batugamping pasiran dan batugamping
oolitan dari Formasi Pasean. Tebal formasi-
formasi tersebut sekitar 200-250 m dan luas
sekitar 2-4x35 km2.
C. Seismotektonik
Daerah penelitian Serang berada
pada daerah dengan percepatan batuan dasar
yang relatif rendah, yaitu sekitar 0,2 g [20].
Daerah penelitian Bogor, Karawang, Subang
dan Majalengka berada pada daerah dengan
percepatan batuan dasar relatif rendah, yaitu
sekitar 0,15 g. Wilayah Rembang, Tuban
dan Madura berada pada daerah dengan
percepatan batuan dasar yang rendah, yaitu
sekitar 0,1 g. Percepatan ini sangat
dipengaruhi oleh kemasifan/kerapatan jenis
batuan di daerah tersebut, selain dipengaruhi
oleh struktur pelapisan dan ketebalannya.
Kondisi-kondisi yang seperti ini sangat
menguntungkan bagi suatu wilayah yang
nantinya akan digunakan sebagai fasilitas
disposal limbah radioaktif.
Untuk aspek seismotektonik
berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia
dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan periode ulang 500 tahun, peta zona
sumber gempa bumi di Indonesia, dan peta
sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan
Asia Pasifik secara umum daerah penelitian
berada pada wilayah dengan bahaya
goncangan gempa bumi rendah sebesar 100-
150 gal(<400gal), dan wilayah yang sangat
kecil potensi terjadinya tsunami. Menurut
peta wilayah rawan bencana gempa bumi
Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001) [21],
daerah Serang masuk dalam kategori skala
MMI IV-V dari maksimum skala XII, daerah
Bogor masuk dalam skala MMI IV-VI,
daerah Karawang dan Subang masuk skala
MMI < IV, dan daerah Majalengka,
Rembang, Tuban dan Madura berada dalam
skala MMI IV-V.
D. Vulkanologi
Dari aspek vulkanologi, gunungapi
aktif terdekat dari daerah Serang adalah
Gunung Krakatau (gunungapi tipe A) yang
berjarak 70 km arah baratdaya. Lokasi
penelitian daerah Bogor berjarak sekitar 25
km dari gunungapi terdekat yaitu G. Gede
dan G. Salak (gunungapi tipe A). Daerah
Karawang berjarak minimal 45 km dari
gunungapi aktif terdekat yaitu G. Gede dan
G. Tangkubanperahu (gunungapi tipe A).
Daerah penelitian Subang berada pada jarak
30 km dari gunungapi aktif terdekat yaitu G.
Tangkubanperahu. Daerah penelitian
Majalengka berada pada jarak sekitar 22.5
km dari gunungapi terdekat yaitu G. Cerme
(gunungapi tipe A). Daerah penelitian
Rembang dan Tuban relatif jauh dari
gunungapi terdekat G. Lawu dan G. Ungaran
(gunungapi tipe B) yaitu > 100 km. Daerah
penelitian Madura secara umum jauh dari
gunungapi aktif yang ada di Pulau Jawa
yaitu lebih dari 60 km terhadap G. Kelud, G.
Arjuna-Welirang, G. Bromo, G. Lamongan
dan G. Argopuro.
Sebagai gambaran perlu
disampaikan bahwa gunungapi tipe A adalah
gunungapi yang pernah mengalami erupsi
magmatik atau proses-proses lain yang
berhubungan sekurang-kurangnya sekali
setelah tahun 1.600 M [23]. Gunungapi tipe
B merupakan gunungapi yang berada dalam
tahap solfatara dan fumarola, dan tidak ada
erupsi magmatik yang diketahui/tercatat
sejak tahun 1.600 M.
Berdasarkan aspek volkanologi,
kiranya daerah penelitian Bogor dan
Majalengka memiliki jarak terhadap
gunungapi aktif hanya sekitar 22,5 – 25 km,
dikhawatirkan akan terancam dari bahaya
aktivitas dan letusan gunung-gunung Gede
Page 12
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
26
dan Cerme, sehingga tidak memenuhi syarat
untuk disposal limbah radioaktif.
E. Hidrogeologi
Hidrogeologi mempelajari penye-
baran, pergerakan air tanah dalam tanah dan
batuan di kerak bumi (umumnya dalam
akuifer) serta kondisi produktivitas
aquifer/air tanah. Secara umum daerah
penelitian Serang, Bogor, Karawang,
Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan
Madura termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [24-27].
F. Hidrologi
Aspek hidrologi yang menjadi
fokus penelitian dalam pemilihan wilayah
potensial untuk PL-LR adalah adanya pola
aliran sungai dan aliran air dengan debit
yang terlalu besar akibat curah hujan yang
tinggi yaitu banjir.
Berdasarkan peta daerah rawan
banjir dan longsor P. Jawa periode 2006
dan peta zona kerentanan gerakan tanah,
daerah penelitian Serang, Bogor, Karawang,
Subang, Majalengka, Rembang, Tuban dan
Madura termasuk dalam daerah [28] : a.
tingkat aman terhadap rawan banjir dan
longsor, b. tingkat rendah terhadap
kerentanan gerakan tanah.
G. Demografi
Berdasarkan laporan BPS masing-
masing pemerintah kabupaten dari daerah
penelitian ditemukan fenomena kepadatan
penduduk yang kurang dari 1000 jiwa/km2
di daerah Serang, Subang, Rembang, Tuban
dan Madura. Daerah penelitian Bogor,
Karawang dan Majalengka memiliki
kepadatan penduduk yang relatif tinggi yaitu
melebihi 1000 jiwa/km2.
H. Cebakan Tambang
Potensi cebakan tambang atau
sumberdaya mineral dari suatu daerah
merupakan aset yang sangat berharga bagi
pemasukan daerah setempat. Potensi
cebakan tambang tersebut tentunya juga
sangat menentukan bagi kesejahteraan
rakyat. Untuk itu daerah yang memiliki
cadangan sumberdaya alam terutama yang
bernilai strategis dan vital (golongan A dan
B) perlu dihindari untuk tidak
dipertimbangkan sebagai calon wilayah
potensial disposal limbah radioaktif.
I. Kawasan Penting dan Situs Bersejarah
Yang dimaksud dengan kawasan
penting dan situs bersejarah meliputi 1)
kantor pemerintahan, 2) fasilitas kesehatan
(rumah sakit dan puskesmas), 3) pangkalan
militer, 4) tempat peribadatan, 5) fasilitas
pendidikan (SD s/d PT), 6) prasarana
transportasi dan telekomunikasi, 7)
pemakaman umum, 8) wisata dan hiburan,
9) kebudayaan, 10) sarana perekonomian
dan industri, 11). situs bersejarah (meliputi:
candi, pemakaman tokoh terkenal dan
bangunan-bangunan bersejarah lain).
Kawasan penting biasanya
merupakan kawasan yang penggunaan
lahannya telah diatur oleh pemerintah daerah
setempat dan merupakan wilayah untuk
kepentingan publik (umum). Situs bersejarah
berupa suatu benda atau tapak yang
merupakan peninggalan bersejarah yang
harus dilindungi oleh undang-undang atau
peraturan. Dalam pemilihan wilayah
potensial untuk fasilitas disposal limbah
radioaktif, maka wilayah yang terdapat
kawasan penting dan situs bersejarah perlu
dihindari.
KESIMPULAN
Telah dilakukan studi dalam rangka
penyiapan tapak untuk disposal limbah
radioaktif di Pulau Jawa dan sekitarnya,
yang dilakukan di daerah Serang, Bogor,
Karawang, Subang, Majalengka, Rembang,
Tuban dan Madura. Aspek-aspek yang
dipertimbangkan sebagai dasar pemilihan
wilayah potensial meliputi geomorfologi,
litostratigrafi, seismotektonik, vulkanologi,
hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang,
demografi, kawasan penting dan situs
bersejarah.
Di sejumlah daerah penelitian
terutama yang berbatuan lempung dan
batuan beku, dari aspek geomorfologi
memiliki kesesuaian yang cukup sebagai
wilayah potensial disposal limbah radioaktif.
Secara litostratigrafi menunjukkan
bahwa daerah-daerah tersebut memiliki
stratigrafi yang relatif sederhana, dan
terutama tersusun dari batuan sedimen
berupa batulempung dan asosiasinya,
kecuali di daerah Serang yang tersusun oleh
batuan beku (lava) andesit piroksen. Daerah
Page 13
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
27
penelitian Madura yang secara litologi sulit
ditentukan sebagai wilayah potensial karena
tidak ditemukan batuan lempungan atau
batuan beku dengan homogenitas yang
memadai.
Berdasarkan peta wilayah gempa
Indonesia dengan percepatan puncak batuan
dasar dengan periode ulang 500 tahun,
daerah Serang berada pada wilayah 4
dengan percepatan 0,2 g. Daerah Bogor,
Karawang, Subang dan Majalengka berada
pada wilayah 3 dengan percepatan gempa
0,15 g. Daerah Rembang, Tuban dan Madura
berada pada wilayah 2 dengan percepatan
0,1 g.
Untuk aspek seismotektonik
berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia
dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan periode ulang 500 tahun, peta zona
sumber gempa bumi di Indonesia, dan peta
sebaran lokasi kejadian tsunami di kawasan
Asia Pasifik seluruh daerah studi berada
pada wilayah dengan bahaya goncangan
gempa bumi sebesar 100-150 gal(<400gal),
dan merupakan daerah dengan potensi
ancaman bahaya tsunami yang sangat kecil.
Keberadaan struktur geologi yang
kompleks juga menjadi bahan pertimbangan
untuk tidak dipilihnya daerah Bogor,
sebagian daerah Subang dan Madura, karena
banyak dijumpai patahan dan lipatan.
Dari studi data sekunder dan
peninjauan ke lapangan menunjukkan bahwa
pada umumnya daerah penelitian Serang,
Karawang, Subang, Rembang, Tuban dan
Madura berada jauh (>30 km) dari gunung
api aktif tipe A atau tipe B. Hanya daerah
Bogor dan Majalengka yang relatif dekat
(jarak < 25 km) dengan gunungapi aktif tipe
A.
Dari aspek hidrogeologi/
keterdapatan air tanah menunjukkan bahwa
semua daerah penelitian termasuk daerah
bukan cekungan air tanah dengan kelulusan
batuan sangat rendah. Daerah penelitian
pada umumnya berada pada daerah aman
terhadap potensi banjir dan longsor
(kerentanan gerakan tanah tingkat rendah).
Daerah penelitian Serang, Subang,
Rembang, Tuban dan Madura memiliki
tingkat kepadatan penduduk kurang dari
1000 jiwa/km2, sedangkan daerah Bogor,
Karawang dan Majalengka memiliki tingkat
kepadatan penduduk > 1000 jiwa/km2.
Berdasarkan pola tata guna lahan,
sebagian wilayah studi yang merupakan
daerah cebakan tambang maupun kawasan
penting dan situs bersejarah, perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan wilayah
potensial untuk disposal limbah radioaktif.
Sehingga secara umum dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan aspek-aspek
tersebut di atas daerah penelitian Serang,
Subang, Sumedang (hasil ekstrapolasi
Majalengka dan Subang), Rembang dan
Tuban memiliki kesesuaian sebagai calon
wilayah potensial untuk PL-LR di Pulau
Jawa dan sekitarnya, sedangkan daerah
penelitian Bogor, Karawang, Majalengka
dan Madura kurang sesuai untuk
dipertimbangkan sebagai wilayah potensial.
DAFTAR PUSTAKA :
1. IAEA, Siting of Near Surface Disposal
Facilities, Safety Series No. 111 G-3.1,
IAEA, Vienna, 1994.
2. IAEANear Surface Disposal of
Radioactive Wastes, Safety Series No.
111-S.3, IAEA, Vienna, 1994.
3. IAEA, Site Investigations for
Repositories for Solid radioactive
Wastes in Shallow Ground, Technical
Reports Series No. 216, IAEA, Vienna,
1982.
4. IAEA, Criteria for Underground
Disposal of Solid Radioactive Wastes,
Sefety Series No. 60, IAEA, Vienna,
1983
5. SQUIRES, D.J., Siting of Shallow
Land Repositories, Regional Training
Course on National Infrastructure for
Radioactive Waste Management,
Jakarta, Indonesia, 1991.
6. PANEKOEK, The Outline of
Geomorphology, 1949
7. BEMMELEN, R.W. Van, The Geology
of Indonesia, Vol. 1A, Martinus
Nijhoff, The Hague, 1949.
8. ZUIDAM, R.A., et al., Terrain
Analysis and Classification Using
Aerial Photographs : A
Geomorphological Approach, ITC,
Netherland, 1979.
9. RUSMANA, E., SUWITODIRDJO, K.
dan SUHARSONO, Peta Geologi
Lembar Serang, P3G ESDM, Bandung,
1991.
10. EFFENDI A.C., KUSNAMA dan B.
HERMANTO, Peta Geologi Lembar
Bogor, P3G ESDM, Bandung, 1998.
Page 14
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
28
11. ACHDAN dan SUDANA, Peta
Geologi Lembar Karawang, P3G
ESDM, Bandung,1992
12. SILITONGA, Peta Geologi Lembar
Bandung, P3G ESDM, Bandung, 2003.
13. TJIA, H.D., Peta Geologi Bersistem
Djawa, lembar 35 Subang. Field
Report 1, Field Report 2, Field Report
3, Field Report 4, Unpublished Report,
Geological Survey of Indonesia, 1963..
14. DJURI, Peta Geologi Lembar
Arjawinangun, P3G ESDM, Bandung,
1995.
15. DARWIN, K. & SUDIJONO, Peta
Geologi Lembar Rembang, P3G
DESDM, Bandung, 1993.
16. SITUMORANG, R.L., Peta Geologi
Lembar Jatirogo – Jawa, Puslitbang
Geologi, Dept. ESDM, Bandung, 1992.
17. SUKARDI, Peta Geologi Lembar
Surabaya dan Sapulu, P3G ESDM,
Bandung, 1992.
18. AZIS, S., SUTRISNO, NOYA, Y dan
K. BRATA, Peta Geologi Lembar
Tanjungbumi-Pamekasan, P3G ESDM,
Bandung, 1992.
19. SITUMORANG, R.L.,
AGUSTIYANTO, D.A dan M.
SUPARMAN, Peta Geologi Lembar
Waru-Sumenep, P3G ESDM,
Bandung, 1992.
20. KERTAPATI, E.K., SETIAWAN, Y.B.
& IPRANTA, Peta Bahaya Goncangan
Gempabumi Indonesia, P3G DESDM,
Bandung, 1999.
21. Sebaran lokasi kejadian tsunami di
kawasan Asia Pasifik
22. http://ciptakarya.pu.go.id/peta/list-
at.php, diunduh Desember 2008
23. Dir. Volkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, Peta Sebaran Gunungapi
Aktif di Indonesia, DVMBG DESDM,
Bandung, 2001.
24. SUKRISNA, A., MURTIANTO, E. &
S. RUCHIJAT, Peta Cekungan Air
Tanah Propinsi Banten, PLG ESDM
Bandung, 2008.
25. SUKRISNA, A., MURTIANTO, E.,
RUCHIJAT, S. & H. SETIADI, Peta
Cekungan Air Tanah Propinsi DKI dan
Jawa Barat, PLG ESDM Bandung,
2008.
26. SETIADI, H., Peta Cekungan Air
Tanah Propinsi Jawa Tengah, PLG
ESDM Bandung, 2008.
27. ARIFIN, M.B., Peta Cekungan Air
Tanah Propinsi Jawa Timur, PLG
ESDM Bandung, 2008.
28. KEMENEG. LINGKUNGAN HIDUP,
Peta daerah rawan banjir dan longsor P.
Jawa, 2006.