-
PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR UNTUK
INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS DENGAN
MENGGUNAKAN METODE AHP
RUDY GUNAWAN SYARFI
NRP 9115201722
DOSEN PEMBIMBING
Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD
DEPARTEMEN MANAJEMEN TEKNOLOGI
BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI
FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2018
-
i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Judul: PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR
UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS
DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP
Oleh : RUDY GUNAWAN SYARFI
NRP : 9115201722
Telah Diseminarkan pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 04 Agustus 2018
Tempat : Kampus MMT ITS, Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya
Mengetahui/menyetujui:
Dosen Penguji: Dosen Pembimbing
1. Dr. Ir. Bustanul Arifin Noer, MSc 1. Prof. Iwan Vanany, ST,
MT, PhD
NIP : 195904301989031 NIP : 197109271999031002
2. Dr. Imam Baihaqi, ST
NIP : 197007211997021001
-
ii
ABSTRACT
This study aims to determine the location of logistics hub which
is best to
be selected for the importation of operational goods needed by
oil and gas industry
companies. The criteria and sub criteria which are prioritized
will be one of the
results of the study by conducting discussions and interviews
with the expert and
managers of PT X. Based on some criteria and sub-criteria that
will be determined
the preferred logistic hub which most benefit for the company.
In this research, for
choosing the best Logistic Hub, AHP method is applied to obtain
the pair-wise
comparisons of the relative importance of the criteria. To make
rating and ranking
of the best Logistic Hub, calculate the weight of criteria and
sub criteria with
qualitative assesment scale. From the calculation of the weight
or relative
importance of the criteria, Location is considered as the first
important criteria for
Selecting the best Logistic Hub with weight 22.1%, followed by
Time (17.9%), HSE
(17.8%), Quality (13.1%), Cost (12.0%), Service (8.7%) and
Management (8.3%).
From the calculation the weight of criteria and sub criteria by
Matrix, Local Hub
PLB Balikpapan is considered as the best Logistic Hub closeness
to the ideal
solution as follow: Local Hub - PLB Balikpapan (20.81%),
Regional Hub
Singapore (16.66%), Local Hub - Batam (16.00%), Global Hub Asia
(15.88%),
Global Hub Europe (15.59%) and Global Hub USA (15.06%).
Keywords: Logistics Hub, Operation Goods, Logistics Service
Provider, Analytic
Hierarchy Process (AHP).
-
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memilih logistics hub yang paling baik
untuk
importasi barang-barang kebutuhan operasi perusahaan industri
minyak dan gas.
Kriteria apa yang dipentingkan akan menjadi salah satu hasil
penelitian dengan
melakukan diskusi dan wawancara dengan para manajer PT X.
Berdasarkan
beberapa kriteria dan sub kriteria yang dipentingkan akan
ditentukan logistic hub
mana yang paling menguntungkan perusahaan. Pada penelitian ini
untuk
menentukan Logistic Hub terbaik, Metode AHP diaplikasikan untuk
memperoleh
komparasi pair-wise dari kepentingan relatif kriteria.Untuk
membuat peringkatdan
peringkat Logistic Hub terbaik,maka bobot kriteria dan
sub-kriteria dihitung dengan
skala penilaian kualitatif. Dari perhitungan bobot atau
kepentingan relatif kriteria
Lokasi dianggap sebagai kriteria penting pertama untuk memilih
Logistic Hub
terbaik dengan bobot 22,1%, diikuti oleh Waktu (17,9%), HSE
(17,8%), Kualitas
(13,1% ), Biaya (12,0%), Layanan (8,7%) dan Manajemen (8,3%).
Dari
perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria oleh Matrix, Local
Hub PLB Balikpapan
dianggap sebagai Logistic Hub terbaik dengan solusi ideal
sebagai berikut: Local
Hub - PLB Balikpapan (20.81%), Regional Hub Singapore (16.66%),
Local Hub -
Batam (16.00%), Global Hub Asia (15.88%), Global Hub Europe
(15.59%) dan
Global Hub USA (15.06%).
Kata kunci: Logistics Hub, Barang Operasi, Logistics Service
Provider, Analytic
Hierarchy Process (AHP), multi-criteria decision making
(MCDM),
-
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena
atas
berkat dan rahmat Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Tesis
PEMILIHAN LOGISTIC
HUB BARANG IMPOR UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS
DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP, merupakan syarat untuk
menyelesaikan studi pada program Magister Manajemen Teknologi
bidang
keahlian Manajemen Industri di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
Tulisan ini tidak mungkin selesai tanpa bimbingan dan dukungan
dari
berbagai pihak, baik sejak masa perkuliahan sampai pada
penyelesaian tesis. Pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih tak
terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD selaku dosen pembimbing,
yang
telah banyak memberikan waktunya untuk membimbing,
mengoreksi,
mengarahkan dan memberikan saran dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, MEngSc. selaku
Penguji,
yang telah memberikan saran perbaikan penulisan proposal tesis
ini.
3. Bapak Dr. Imam Baihaqi, ST selaku Penguji, yang telah
memberikan saran
perbaikan penulisan tesis ini.
4. Bapak Dr. Ir. Bustanul Arifin Noer, MSc selaku Penguji, yang
telah
memberikan saran perbaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak Dr.Techn. Ir. Hari Ginardi M.Sc yang telah
mendorong,
membangkitkan semangat dan memberikan motivasi yang luar biasa
dalam
penyelesaian tesis ini.
6. Para Dosen Program Magister Manajemen Institut Teknologi
Sepuluh
November Surabaya yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses
perkuliahan,
serta sumbangsih atas ilmu pengetahuan yang sangat berharga.
7. Yang Mulia Papa Syarfi Mahmud dan almarhumah Mama Hakimah
Syarif,
yang telah mencurahkan cinta kasih sayang tak terhingga,
dukungan dan
doa terbaiknya. Demikian pula pada Ibunda RA Sri Soewasti dan
alm
Ayahanda FX Patte Lingga Setyabudi atas cinta kasih, dukungan
dan doa
terbaiknya.
-
vi
8. Istriku tercinta, Ika Budiwanti Patte, yang selalu mendoakan
dengan penuh
cinta, setia mendampingi, selalu mendorong dan memberikan
dukungan
dalam menyusun tesis ini.
9. Ananda tercinta, Nabiela Ananda Gunawan Syarfi, Nabiel Shadiq
Gunawan
Syarfi dan Emir Rasyid Gunawan Syarfi, yang menjadi sumber
motivasi
Penulis untuk menunjukkan pentingnya terus belajar dan
meningkatkan
kemampuan diri dengan menuntut ilmu serta mempelajari hal-hal
baru.
10. Keluarga tercinta, uni Dra Titia Kadarwati, uda Drs Zulkifli
Rustam, uni
Rita Syafitri Amd, alm. da Pen Rustam Effendi, uni Dra Dian
Mulyati Syarfi
Mpd, da Yung Syamsul Rizal Mpd, uni DR. Noni Sukmawati Syarfi
Ms
Sukmawati Syarfi MHum,, uda Edy Utama, mentor penulis di rumah
uni
DR. Ir. Ira Wahyuni Syarfi Msc, uda Ir Kenedi, uda Drs Benni
Bestari Syarfi
Mpd, uni Nytha Destini Desnita SE, uda Ricky Idaman Syarfi SH.
MH, anak
kemenakan keluarga besar Syarfi Mahmud, keluarga besar The Tan
Siong
dan keluarga besar Sarwono, yang telah memberikan dukungan dan
doa
terbaiknya.
11. Rekan-rekan sekelas yang luar biasa, Indra Darmawan, Agios
Seventino,
Agus Siswanto, Beni Benyamin Bungaran, Hendra Wahyudi,
Hengki
Irdiansyah, Ponco Kartiko, dan Evan Azami yang telah banyak
memberikan
dukungan, bantuan serta doanya selama masa perkuliahan dan
penyelesaian
tesis ini. Lebih baik “Hampir tidak lulus” daripada “Hampir
lulus” joke
yang selalu kami ulangi untuk saling mengingatkan dalam
kebaikan.
12. Hirarki Penulis Bp. Jon Spardi, Bp. Imam H Supardi,
rekan-rekan kerja
team C&P/PRC/PCC; Nasrulloh Jamaluddin, Adelia
Suwarsono,
Muhammad Yahya, Adhui Sutjipto, Riezky A Harjono, Grace Yusuf,
Agie
Pratama, Marinda Chandra, yang telah mendukung dan
memberikan
kemudahan dalam penyelesaian tesis ini.
13. Bagian Pengajaran, administrasi, dan seluruh staf Magister
Manajemen
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya terutama Pak Reval
atas
segala bantuan dan kemudahannya dalam proses administasi
perkuliahan
hingga penyelesaian tesis ini.
-
vii
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tentunya masih
terdapat
kekurangan. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan
di masa
mendatang. Akhir kata, Penulis berharap Allah SWT akan membalas
segala
kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga tesis
ini tidak hanya
menjadi persyaratan perkulian tapi juga dapat dimanfaatkan para
praktisi dalam
melakukan kegiatan manajemen stok.
Surabaya, 4 Agustus 2018
Penulis
-
viii
DAFTAR ISI
ABSTRACT
.............................................................................................................
i
DAFTAR ISI
..........................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL
..................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR
............................................................................................
xii
BAB I
......................................................................................................................
1
PENDAHULUAN
..................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
..........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah
..................................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian
......................................................................................
6
1.4 Manfaat Penelitian
....................................................................................
6
1.5 Batasan Masalah
.......................................................................................
7
1.6 Asumsi-asumsi
..........................................................................................
7
1.7 Sistematika
Penyusunan............................................................................
8
BAB II
...................................................................................................................
11
TINJAUAN PUSTAKA
.......................................................................................
11
2.1 Logistik Hub
...........................................................................................
11
2.2 Proses Pengadaan Barang Operasi Perminyakan
.................................... 17
2.2.1 Pelelangan Umum
...................................................................................
18
2.2.2 Pelelangan Terbatas
................................................................................
19
2.2.3 Pemilihan
Langsung................................................................................
19
2.2.4 Penunjukan Langsung
.............................................................................
19
2.2.5 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement)
...................................... 19
2.3 Total Cost of Ownership
.........................................................................
19
2.4 Analisis Pareto
........................................................................................
22
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)
...................................................... 23
2.5.1 Kelebihan Analitycal Hierarchy Process (AHP)
.................................... 25
2.5.2 Prinsip Menyusun Hirarki
.......................................................................
26
2.5.3 Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan
................................................ 28
2.5.4 Prinsip Konsistensi Logika
.....................................................................
30
2.5.5 Penggunaan Software Expert Choise Untuk Metode AHP
..................... 33
-
ix
2.5.6 Langkah-Langkah Metode AHP
.............................................................
33
2.5.7 Penyusunan Stuktur Hirarki Masalah
..................................................... 34
2.6 TOPSIS
...................................................................................................
35
2.6.1 Proses TOPSIS
........................................................................................
36
2.7 Penelitian Terdahulu
...............................................................................
37
2.7.1 Posisi Penelitian
......................................................................................
45
BAB III
.................................................................................................................
47
METODE PENELITIAN
.....................................................................................
48
3.1 Rancangan Penelitian
..............................................................................
48
3.2 Prosedur Pengumpulan Data
...................................................................
49
3.2.1 Pemilihan Ahli dan Pengambil Keputusan
............................................. 51
3.2.2 Pemilihan Kriteria dan Sub Kriteria
....................................................... 51
3.2.3 Kuesioner /
Survei...................................................................................
54
3.3 Pengolahan Data
.....................................................................................
55
3.4 Analisa Data
............................................................................................
56
3.5 Kesimpulan dan Saran
............................................................................
56
BAB IV
.................................................................................................................
57
PENGUMPULAN DATA
....................................................................................
58
4.1 Profil Perusahaan
....................................................................................
58
4.2 Membangun Kriteria Pemilihan
..............................................................
59
4.3 Survei Pendahuluan
................................................................................
59
4.4 Model Hirarki Pemilihan Logistic Hub
.................................................. 62
4.5 Menentukan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria
......................................... 63
4.5.1 Kuisioner Perbandingan Berpasangan (Pair-wise Comparison)
........... 63
4.5.2 Pengolahan Data untuk Mendapatkan Bobot Kriteria dan Sub
Kriteria . 66
4.5.3 Uji Konsistensi
........................................................................................
68
4.6 Penilaian Logistic Hub
............................................................................
70
BAB V
...................................................................................................................
77
ANALISA DAN DISKUSI
...................................................................................
77
5.1 Hierarchy Model
.....................................................................................
77
5.2 Analisa Kriteria and Sub Kriteria
........................................................... 78
5.2.1 Analisa Kriteria
.......................................................................................
78
-
x
5.2.2 Analisa Sub Kriteria
................................................................................
82
5.2.2.1 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Time
.............................................. 82
5.2.2.2 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Cost
............................................... 82
5.2.2.3 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Quality
.......................................... 82
5.2.2.4 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Location
........................................ 83
5.2.2.5 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria HSE
............................................... 83
5.2.2.6 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Service
.......................................... 83
5.2.2.7 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Management
................................. 84
5.3 Analisa Ranking dari Logistic
Hub......................................................... 84
BAB VI
.................................................................................................................
86
KESIMPULAN DAN SARAN
.............................................................................
87
6.1 Kesimpulan
.............................................................................................
87
6.2 Saran
.......................................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................
89
LAMPIRAN
..........................................................................................................
91
SELECTING THE BEST LOGISTIC HUB
.................................................... 92
TIME.
...............................................................................................................
94
COST
................................................................................................................
95
QUALITY
........................................................................................................
96
LOCATION
.....................................................................................................
97
H S E.
...............................................................................................................
98
SERVICE
.........................................................................................................
99
MANAGEMENT
...........................................................................................
100
QUESTIONNAIRE SURVEY
.......................................................................
101
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan PLB, GB dan TPS
...............................................................
13
Tabel 2.2 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan
Berpasangan ......... 28
Tabel 2.3 Pair-wise Comparison Matrix (Saaty,
2008)......................................... 29
Tabel 2.4 Average Random Consistency Index (RCI) (Saaty, 1996)
................... 32
Tabel 2.5 Langkah Penarikan Opini Dengan Metodologi
Delphi......................... 43
Tabel 2.6 Posisi Penelitian
....................................................................................
46
Tabel 3.1 Kriteria dan SubKriteria
........................................................................
52
Tabel 3.2 Skala Penilaian (Assessment Scale)
...................................................... 55
Tabel 4.1 Perbandingan Berpasangan antar Kreteria
............................................ 64
Tabel 4.2 Perbandingan Berpasangan antar Sub Kriteria
..................................... 64
Tabel 4.3 Hasil AHP Perbandingan Berpasangan antara Kriteria
Utama ............. 67
Tabel 4.4 Hasil AHP Perbandingan Berpasangan antara Sub Criteria
................. 67
Tabel 4.5 Uji Konsistensi
......................................................................................
69
Tabel 4.6 Daftar Alternatives (Logistic Hub)
....................................................... 70
Tabel 4.7 Hasil Penilaian Logistic Hub terhadap Sub Kriteria
............................. 70
Tabel 4.8 Matriks Perkalian Sub Kriteria dengan Preferensi
Logistic Hub .......... 76
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Operasi PT. X di Delta Mahakam
........................................... 1
Gambar 1.2 Sejarah produksi PT. X di Delta
Mahakam......................................... 2
Gambar 1.3 Kondisi keterlambatan barang impor di PT X
.................................... 4
Gambar 1.4 Aliran Logistik Rantai Pasok Impor Barang Operasi PT.
X ............... 5
Gambar 2.1 Konsep utama dari PLB yang didorong oleh kementrian
Keuangan 11
Gambar 2.2 Pusat Logistik Berikat
Indonesia.......................................................
12
Gambar 2.3 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam PLB
................................... 16
Gambar 2.4 Mekanisme Pengadaan
Barang/Jasa..................................................
17
Gambar 2.5 Mekanisme Pengajuan Persetujuan Rencana Tender KKKS
............ 18
Gambar 2.6 Logistics in Supply Chain Management (Bowersox et al
2012) ....... 21
Gambar 2.7 Ilustrasi Hirarki
.................................................................................
27
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
.......................................................................
49
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Fungsi Pengadaan PT. X
................................... 59
Gambar 4.2 Tahapan Umum Proses Pengadaan Barang Operasi
......................... 60
Gambar 4.3 Alur Proses Penerimaan Barang Operasi
.......................................... 60
Gambar 4.4 Hasil Diskusi Awal Working Level (Buyer dan
Expediting Team) .. 61
Gambar 4.5 Model Hirarki Pemilihan Logistic Hub
............................................. 62
Gambar 5.1 Ranking Pemilihan Logistic Hub PT.
X............................................ 85
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. X adalah Perusahaan Minyak dan Gas yang membentuk
Production
Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah
Republik
Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan
gas sejak tahun
1968 di Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Dalam masa aktifitas
yang tinggi PT.
X mengoperasikan rata-rata rig lebih dari 10 pada periode tahun
2010 – 2015
dengan mengebor 100-115 sumur (well construction) rata-rata
setiap tahunnya.
Dalam operasinya PT. X meningkatkan kapasitas dan lokasi
pengeborannya dari
rawa-rawa delta sungai Mahakam sampai ke arah lautan (offshore).
Saat ini PT. X
telah memiliki 2276 sumur minyak dan gas diman 1/3 dari jumlah
sumur tersebut
berproduksi dan 2/3 dari jumlah sumur yang dimiliki dalam
kondisi shut-in (ditutup
sementara) dan abandonment (ditutup permanen) karena alasan
usia. Permasalahan
teknis yang timbul karena pertambahan usia sumur seperti korosi,
penyumbatan,
kebocoran dan berbagai hal lain bisa menyebabkan sumur menjadi
tidak ekonomis
untuk diteruskan dalam memenuhi target produksi.
Gambar 1.1 Lokasi Operasi PT. X di Delta Mahakam
Ketersediaan barang operasi dalam manajemen rantai pasok
material
menjadi isu yang sangat penting bagi PT. X karena hampir
sebagian besar dari
50.000 item barang operasi diperoleh melalui jalur impor dari
Logistic Hub di
-
2
manca negara seperti Perancis, Inggris, Italia, America, Jepang,
Korea, Singapura
dan negara lainnya. Pengelompokan barang operasi, penentuan
jalur importasi dan
pemilihan logistic hub sebagai tepat penampungan sementara
sebelum dikirim ke
lokasi perusahaan menjadi hal yang penting di industri hulu
minyak dan gas sangat
penting agar ketepatan waktu dengan biaya yang lebih efisien dan
optimal agar
proses operasi pengeboran yang dilakukan berjalan dengan
baik.
Gambar 1.2 Sejarah produksi PT. X di Delta Mahakam
Pada PT. X yang telah berubah kepemilikannya oleh BUMN, fungsi
dari
pada logistic hub sangat dipentingkan untuk mengurangi biaya
logistik dan
mempercepat waktu kedatangan peralatan dan sparepare terutama
yang berasar dari
impor. Sesuai dengan teori, Logistik Hub adalah tempat
penerimaan material dari
beberapa supplier atau OEM diluar negeri, yang fungsinya lebih
condong sebagai
tempat transit untuk dilakukan proses pemilah-milahan barang dan
kemudian dalam
proses pengiriman akan dikonsolidasikan atau dikombinasikan
menjadi satu
kendaraan angkut, guna mendapatkan kapasitas muat yang maksimal.
Logistics hub
juga merupakan tempat untuk mengumpulkan dan menimbun barang
asal luar
negeri atau barang yang berasal dari tempat lain untuk
digabungkan secara
sederhana dan disimpan sementara dalam jangka waktu tertentu
untuk dikeluarkan
kembali menuju negara dan tempat tujuan akhirnya. PT. X
membutuhkan Logistic
hub karena terkait dengan aturan impor barang operasi
perminyakan yang wajib
-
3
menggunakan fasilitas Masterlist yang membebaskan bea masuk dan
pajak dalam
rangka impor. Jika tidak menggunakan fasilitas masterlist ini,
maka PT. X akan
dikenakan sanksi tidak bisa memasukkan biaya pembelian barang
beserta pajak
yang dibayarkan kedalam biaya operasi (non const recovery) dalam
pembagian
hasil dengan Pemerintah Republic Indonesia yang diatur dalam
peraturan mentri
ESDM No 37/2006 yang dipertegas dan digantikan dengan peraturan
mentri ESDM
No. 17/2018.
Harga dan kualitas barang yang dibeli, pemilihan incoterms,
moda
transportasi, pergudangan, pajak dalam rangka impor dan
pemilihan logistic hub
sebelum dilakukan impor menjadi pilihan-pilihan yang sangat
menentukan
besarnya biaya operasi PT. X. Apalagi jika dikaitkan pula dengan
penurunan harga
minyak dunia yang menyebabkan banyak perusahaan migas yang
merugi. Efisiensi
dan efektifitas manajemen pengadaan akan sangat menentukan biaya
produksi yang
pada gilirannya menentukan competitive advantage perusahaan,
sehingga PT X
membutuhkan barang operasi dan sparepart yang berkualitas dan
cepat diperoleh.
Upaya menentukan jalur impor dan lokasi logistic hub yang sesuai
dengan kriteria-
kriteria yang diinginkan perusahaan menjadi hal yang penting
untuk dilakukan.
Dengan adanya peningkatan kapasitas dan pencarian lokasi
pengeboran
baru menyebabkan PT. X perlu menentukan logistic hub yang sesuai
dengan
kriteria-kriteria yang diinginkan perusahaan menjadi hal yang
penting untuk
dilakukan. Berdasarkan data sekunder yang didapat (lihat gambar
1.1), hampir
setengah dari importasi barang operasi perminyakan mengalami
keterlambatan. Hal
ini menyebabkan ketidaktersediaan barang operasi perminyakan
pada waktu
diperlukan yang dapat berakibat fatal bagi kegiatan produksi
perminyakan karena
bisa menyebabkan terhentinya produksi yang harus dibayar mahal.
Sebagai
gambaran, biaya sewa drilling rig biasanya 100,000 - 200,000 USD
per hari dan
kerugian yang timbul apabila salah satu material pengeboran
tidak tersedia tepat
waktu tersebut tidak hanya terkait dengan biaya sewa anjungan
pengeboran saja,
tetapi juga berbagai servis pendukungnya atau associated
drilling services termasuk
tenaga kerja yang nilai kerugiannya bisa mencapai lebih dari
500,000 USD tiap
harinya.
-
4
Gambar 1.3 Kondisi keterlambatan barang impor di PT X
Pada gambar 1.3 kondisi keterlambatan barang impor dari tahun
2014-2016
menunjukkkan cukup banyak keterlambatan yang terjadi. Hampir
18-27% terjadi
keterlambatan kurang dari 50 hari. Sedangkan 15%-20% terjadi
keterlambatan
melebihi dari 50 hari. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi
operasional dari PT.
X untuk mengeksplorasi lapangan minyak di blok Mahakam. Tentunya
dapat
mempengaruhi produktifitas penurunan minyak dan gas PT. X.
Importasi barang operasi PT. X dapat dilakukan dengan incoterms
Free
Carrier (FCA) melalui global hubs yang kemudian dikirim ke
regional hub dan
dilanjutkan ke local hub. Pilihan jalur impor lainnya bisa juga
langsung menuju
Regional hub dengan incoterms Free Carrier (FCA) atau Delivery
at Place (DAP)
regional hub, atau bisa juga langsung menuju Local Hub PLB
Balikpapan. Banyak
perusahaan pendukung industri hulu migas yang memilih Singapore
sebagai
regional logistic hub untuk daerah asia tenggara sebagai tempat
melakukan proses
sederhana, penggabungan dan memperbaiki atau hanya menjadikan
tempat transit
dan penyesuaian dalam rangka mengurangi potensi biaya perpajakan
di negara
tujuan seperti Indonesia.
PT. X selama ini menggunakan beberapa Logistc Hub yang terdiri
dari
Global Hubs di America, Eropa dan Asia sebagai tempat penumpukan
barang dari
beberapa negara asal, yang kedua adalah Regional Hub yaitu
tempat pengumpulan
barang operasi yang terdekat ke Indonesia (Singapore/Batam)
sebelum masuk ke
daerah Pabean Indonesia, yang ketiga adalah Local Hub yaitu TPS
di pelabuhan
-
5
Semayang dan PLB Balikpapan. Pemilihan Logistic hub PT. X
menjadi sangat
penting karena dapat menghemat waktu transit, menurunkan
delivery overue dan
pada gilirannya menurunkan total cost of ownership.
Keputusan pemilihan logistic hub sebagai lokasi serah terima
barang dari
luar negeri menjadi sulit karena berbagai kriteria harus
dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan dan kriteria yang termasuk dalam
proses pemilihan
yang sering bertentangan satu sama lain terkait harga, waktu,
asuransi, lokasi,
kualitas dan fasilitas pelayanan, serta kriteria lain yang bisa
saling mengunci dan
menyebabkan terlambatnya kedatangan barang operasi.
Gambar 1.4 Aliran Logistik Rantai Pasok Impor Barang Operasi PT.
X
Dalam penentuan logistic hub terbaik untuk importasi barang
operasi,
kriteria-kriteria yang penting perlu diketahui berikut sub
kriterianya. Misalnya
infrastruktur yang tersedia untuk mecapai hub yang dituju,
berapa lama transit time
yang dibutuhkan mulai barang diterima di hub sampai siap
diberangkatkan, tracking
system pengiriman yang digunakan, fasilitas rush handling sampai
dengan hal
terkait tata perilaku (code of conduct) perusahaan penyedia jasa
dan lain-lain.
Penelitian tesis ini ingin diketahui kriteria dan sub kriteria
apa yang
dipentingkan dalam melakukan pemilihan logistic hub bagi barang
impor milik PT
X yang bergerak dalam sektor industri minyak dan gas. Hal yang
utama dari
-
6
penelitian ini adalah bagaimana hasil pengambilan keputusannya
untuk memilih
mana aliran logistics hub yang menguntungkan dengan melihat dari
seluruh kriteria
yang ada.
1.2 Perumusan Masalah
Berawal dari permasalahan keterlambatan ketersediaan barang
operasi yang
ada yang diuraikan diatas, maka dianggap penting mengetahui
bagaimana
pengambilan keputusan memilih logistic hub yang paling baik bagi
perusahaan dan
mengetahui apa saja kriteria dan sub kriteria yang diperlukan
dalam memilih
logistic hub untuk menghindari gangguan operasi perminyakan
karena
keterlambatan pasokan barang operasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mengindentifikasi kriteria-kriteria dan sub kriteria apa yang
dipentingkan
untuk menentukan lokasi logistics hub PT. X
b. Memilih alternatif logistic hub mana yang terbaik bagi PT. X
dengan
metode AHP
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi
perusahaan
beberapa hal seperti:
• Dengan pemilihan logistic hub yang tepat, keterlambatan barang
operasi
karena factor pengirimandapat dikurangi bahkan dihilangkan.
• Memberikan alternative pilihan jalur dan logistic hub yang
bisa digunakan
pada saat pilihan utama tidak bisa digunakan sehingga
memperkecil dampak
akibat keterlambatan pengiriman Barang Operasi.
• Memberikan rekomendasi kepada perusahaan dalam membuat
kontrak
pembelian barang operasi perminyakan di masa depan dengan
mempertimbangan incoterms yang sesuai dengan logistik hub tempat
serah
terima barang yang paling menguntungkan kepentingan
perusahaan
-
7
1.5 Batasan Masalah
Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi karena luasnya
permasalahan terkait
pengiriman barang pada kegiatan pengelolaan rantai pasok barang
operasi
perminyakan, sehingga penelitian ini hanya akan membahas dan
memberikan saran
penyelesaian dengan batasan masalah sebagai berikut:
a. Penelitian dibatas pada kasus pengadaan Barang Operasi
Perminyakan (BOP)
yang berasal dari luar negeri.
b. Data delivery over due yang dijadikan referensi adalah data
yang terdapat dalam
SAP, CONTIKI dan database SCHEMA.
c. Berbagai aturan pemerintah terkait pembelian BOP adalah
aturan yang
mengikat, namum diluar dari obek penelitian ini.
d. Alternative logistic hub yang ada tidak terkait satu dengan
yang lain dan tidak
ada hirarki logistiknya.
1.6 Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang diberlakukan pada tesis ini adalah sebagai
berikut:
a. Kriteria-kriteria yang dievaluasi dalam penelitian ini
dibatasi pada barang
operasi perminyakan yang berasal dari luar negeri.
b. Penelitian ini dimulai dari penentuan kriteria dan
sub-kriteria yang harus
dipertimbangkan dalam menetukan bobot dari masing-masing
kriteria/sub-
kriteria yang mempengaruhi keterlambatan ketersediaan barang
operasi
perminyak.
c. Tidak terjadi kegagalan produksi material, kendala teknis dan
juga kegagalan
tender pengadaan karena salah desain awal proses pengadaan
barang yang
menyebabkan tidak adanya barang yang bisa dikirimkan.
d. Kompetensi teknisi Acceptance dan operator yang menerima
serta memeriksa
barang saat diserah terimakan di logistik hub dianggap memadai
di setiap
logistik hub dan dapat diterima perusahaan.
e. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang langsung
dikumpulkan dari data kepabeanan dan hasil jawaban
questionaire.
-
8
f. Dalam penelitian ini Variable yang diuji adalah yang
variable-variable yang
mempengaruhi penyebab keterlambatan ketersediaan barang
operasi
1.7 Sistematika Penyusunan.
Penyusunan pada penelitian ini disusun dalam 6 bab dengan
sistematika
sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dari penelitian
ini,
penjelasan singkat mengenai profil perusahaan, perumusan
masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, batasan permasalahan, asumsi dan sistematika
penyusunan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
rumusan
pemecahan masalah dalam tesis yang ini yang diambil dari
buku-buku ataupun
jurnal internasional.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian menjelaskan urutan langkah-langkah
penelitian yang
dilakukan dan dapat digambarkan melalui flowchart, pengumpulan
data melalui
focus group discussion dan survey yang akan dipergunakan.
Berdasarkan teori-teori
yang ada serta kenyataan yang ada di lapangan, selanjutnya akan
dibuat perhitungan
untuk mendapatkan tujuan penelitian yang diinginkan.
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil penelitian, penjelasan data yang
diperlukan
untuk penyelesaian masalah dan hasil pengolahan data yang
dilakukan untuk
mencapai tujuan penelitian, yaitu berupa analisa biaya dan lead
time yang
menunjang perhitungan analisa dalam pemilihan jalur
importasi.
Bab ini juga berisi tentang analisa hasil perhitungan dan
interpretasi hasil
pengolahan data yang dilakukan untuk memperoleh kesimpulan.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini berisi kesimpulan-kesimpulan berdasarkan
analisis data,
serta saran dan usulan perbaikan yang direkomendasikan untuk PT.
X dan untuk
perbaikan di penelitian selanjutnya.
-
9
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logistik Hub
Logistics hub adalah tempat untuk menimbun barang asal luar
negeri atau
barang yang berasal dari tempat lain untuk dikumpulkan
digabungkan dan disimpan
sementara dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali
menuju negara
dan tempat tujuannya masing-masing. Tempat mengumpulan barang di
negara-
negara maju tempat original equipment manufacturer (OEM)
biasanya disebut
Global Hubs dan tempat pengumpulan barang untuk konsolidasi
mendekati negara
tujuan disebut dengan Regional Hub.
Banyak perusahaan pendukung industri hulu migas yang
menggunakan
Singapore sebagai regional logistics hub mereka untuk daerah
asia tenggara hanya
karena ingin menyesuaikan dengan peraturan dalam upaya
mengurangi potensi
biaya perpajakan di negara tujuan seperti Indonesia. Disisi lain
Indonesia sebagai
salah satu negara tujuan tidak mendapatkan manfaat dari
penimbunan barang diluar
negeri tsb, malah mendapatkan potensi high cost karena semakin
panjangnya lead
time pengiriman barang.
Selanjutnya pemerintah Indonesia membentuk Pusat Logistik
Berikat
(PLB) yang merupakan salah satu paket kebijakan ekonomi yang
diterbitkan bulan
September 2015 ini relative baru yang bertujuan untuk memberikan
insentif
fasilitas agar dapat meng-efisien-kan biaya logistic sesuai
dengan arahan presiden
RI. Payung hukum dari PLB ini adalah peraturan pemerintah no 85
tahun 2016
tanggal 25 nopember 2015 yang didukung dengan Peraturan Mentri
Keuangan no
272/PMK.04/2015 tanggal 31 Desember 2015 dan selanjutnya
diterjemahkan oleh
Ditjen Bea dan Cukai menjadi peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai bernomor
1, 2 dan 3 tertanggal 29 Januari 2016.
Pusat Logistik Berikat (PLB) ini berbeda dengan 2 fasilitas
infrastruktur
yang telah diatur sebelumnya yaitu gudang berikat (GB) dan
tempat penimbunan
sementara (TPS). Berikut ini adalah gambar konsep utama dari PLB
yang didorong
oleh kementrian Keuangan:
-
11
Gambar 2.1 Konsep utama dari PLB yang didorong oleh kementrian
Keuangan
-
12
Gambar 2.2 Pusat Logistik Berikat Indonesia
-
13
Dilihat dari pengertian, kepemilikan barang, masa timbun,
kegitan yang
ada, nilai pabean serta proses customs clearance menunjukkan
bahwa PLB
seharusnya lebih menarik bagi para pelaku usaha khususnya
industri manufaktur
nasional dibandingkan dengan gudang berikat dan TPS. Namun
demikian
perusahaan penunjang dan Supplier Barang Operasi yang
menggunakan PLB masih
sedikit.
Merujuk kepada Pambudi (2016), diperlihatkan table perbedaan
PLB
dengan GB dan TPS.
Tabel 2.1 Perbedaan PLB, GB dan TPS
No Faktor Pusat Logistik
Berikat Gudang Berikat
Tempat
Penimbunan
Sementara
1 Pengertian
TPS untuk
menimbun
barang asal
luar daerah
Pabean dan
atau barang
yan g berasal
dari tempat
lain dalam
daerah
kepabeanan
dapat disertai 1
(satu) atau
lebih kegiatan
sederjana
dlama jangka
waktu tertentu
untuk
dikeluarkan
kembali
Tempat
Penimbunan
Berikat untuk
menimbun barang
impor dapat
disertai 1 (satu)
atau lebih
kegiatan berupa
pengemasan
kembali,
penyortiran,
penggabungan
(kitting),
pengepakan,
penyetelan,
pemotongan,
agtas barang-
barang jangka
waktu tertentu
untuk dikeluarkan
kembali
Tempat
Penimbunan
Sementara adalah
bangunan dan atau
lapangan atau
tempat lain yang
disamakan dengan
itu di kawasan
Pabean untuk
menimbun barang
sementara
menunggu
pemuatan atau
pengeluarannya
2 Kepemilikan
barang
Kepemilikan
sendiri,
konsinyasi atau
titipan
Kepemilikan
Sendiri
Pemilik Barang
Bebas
3 Masa Timbun 3 tahun ++ 1 tahun 30 hari
-
14
4 Kegiatan Penimbunan
dan kegiatan
sederhana ++
Penimbunan dan
kegiatan
sederhana
Penimbunan
5 Nilai Pabean Digunakan NP
saat digunakan
Digunakan NP
saat pemasukkan
Digunakan NP saat
digunakan
6 Asal dan
Tujuan
Barang
Asal: Fleksibel
Tujuan:
Fleksible
7 Ketentuan
Pembatasn
Belum
diberlakukan
saat
pemasukan
Belum
diberlakukan saat
pemasukan
Belum
diberlakukan saat
pemasukan
8 Certificate of
origin
Diterima &
bisa
pengeluaran
parsial
Diterima dan satu
kali pengeluaran
Diterima dan satu
kali pengeluaran
9 Penyelesaian
fasilitas
masterlist
Penyelesaian
Sewa BOP
Migas- cost
recovery
- -
10 Pengenaan
fiscal saat
pengeluaran
Bea masuk dan
pajak impor
BMPDRI, PPN
Penyerahan lokal
Bea MAsuk dan
Pajak Impor
11 Jangka waktu
izin
Seumur hidup
sampai dicabut
Penyelenggara
-
15
muncul dari kendala kebijakan internal dan kendala sistem
eksternal yang
dibebankan pada proses pengadaan.
Dalam menggunakan fasilitas PLB banyak pilihan incoterms yang
bisa
dipakai, namun demikian tetap berbeda manfaat fasilitas yang
didapat oleh barang
dari industri yang berbeda karena bervariasinya aturan dari
berbagai kementrian
yang dititipkan kepada Ditjen Bea Cukai. Jika dipetakan hak dan
tanggung jawab
dari pihak pembeli dalam negeri dan pihak penjual di luar negeri
dalam
menggunakan fasilitas PLB ini perusahaan Migas memiliki paling
tidak 3 pilihan
incoterms dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.
• Ex Works PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan
barang
terjadi di PLB. PT X bertanggung jawab mengambil barang dari
dalam PLB
milik supplier DN (Handling di Gudang)
• FCA PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan barang
terjadi di
PLB. Handling di gudang masih menjadi tanggung jawab Supplier
DN
sampai barang naik ke alat angkut yang disediakan oleh PT X di
pintu PLB,
• DAP PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan barang
terjadi di
site PT X. Tetapi, PT X yang melakukan dokumentasi dan proses
impor
pada saat barang keluar dari PLB.
-
16
Gambar 2.3 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam PLB
-
17
2.2 Proses Pengadaan Barang Operasi Perminyakan
Proses pengadaan barang operasi perminyakan agak berbeda dengan
system
pengadaan barang dan jasa di industri lain karena terikat pada
PSC Contract dan
PTK007 yang mengatur apa saja yang boleh diimpor dan apa saja
yang harus dibeli
lokal, apa saja yang mendapatkan fasilitas bebas pajak dan apa
saja yang harus
membayar kewajiban pajak kepada negara.
Sesuai dengan Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai Nomor
: KEP- 0041
/SKKMA0000/2017/S0 PTK revisi 04, mekanisme pengadaan
barang/jasa adalah
seperti tabel berikut ini:
Gambar 2.4 Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa
Pada proses pengadaan barang operasi perminyakan harus melalui
proses
pemilihan penyedia barang dan jasa sesuai regulasi Pedoman Tata
Kerja (PTK)
Nomor: KEP- 0041 /SKKMA0000/2017/S0 revisi 04 yang diterbitkan
oleh SKK
Migas tanga 30 Mei 2017 yang berlaku 60 (enam puluh) hari sejak
ditetapkan.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum tata
laksana,
pedoman pelaksanaan teknis serta administratif yang terintegrasi
dan jelas, serta
menyamakan pola pikir dan pengertian seluruh pengelola kegiatan
usaha hulu
-
18
minyak dan gas bumi di wilayah Republik Indonesia dalam
pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.
Tujuan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa adalah memperoleh
dan
mendayagunakan barang/jasa yang dibutuhkan dalam jumlah,
kualitas, harga,
waktu, dan tempat secara tepat, efektif, efisien dan dapat
dipertanggungjawabkan,
dalam menunjang kegiatan operasi hulu minyak dan gas bumi serta
menciptakan
efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian
nasional.
Gambar 2.5 Mekanisme Pengajuan Persetujuan Rencana Tender
KKKS
Strategi pengadaan barang operasi disusun dengan
mempertimbangkan tata
cara pelaksanaan sebagai berikut:
2.2.1 Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan
secara
terbuka untuk umum, mengacu kepada prinsip dasar pengelolaan
rantai suplai
dengan diumumkan terlebih dahulu melalui papan pengumuman resmi
Kontraktor
KKS, media cetak dan apabila memungkinkan melalui media
elektronik. Syarat
Pelelangan Umum: pengadaan barang/jasa dengan nilai lebih besar
dari
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau diikuti oleh
Penyedia Barang/Jasa
-
19
yang memenuhi kualifikasi, kompetensi dan kemampuan yang
dipersyaratkan
dalam Dokumen Pengadaan.
2.2.2 Pelelangan Terbatas
Pelelangan terbatas dilaksanakan dengan cara mengundang
melalui
pengumuman minimal 2 (dua) calon peserta yang memenuhi kriteria
tertentu.
Metode pelelangan terbatas dapat dilaksanakan untuk pengadaan
barang dengan
pelelangan antar pabrikan atau diketahui jumlah Penyedia
Barang/Jasa yang
mampu melaksanakan pekerjaan terbatas.
2.2.3 Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa
dengan
mengundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) Penyedia Barang/ Jasa.
Pemilihan
langsung dapat juga dilaksanakan dengan cara mengundang
sekurang-kurangnya 2
(dua) Penyedia Barang/Jasa dengan kondisi tertentu.
2.2.4 Penunjukan Langsung
Pengadaan secara penunjukan langsung dilaksanakan dengan
cara
menunjuk langsung kepada 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
2.2.5 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement)
Pengadaan secara elektronik (e-Procurement) merupakan
pelaksanaan
pengadaan barang/jasa dengan menggunakan jaringan elektronik
(jaringan internet
atau intranet) atau electronic data interchange (EDI). Metoda
pelaksanaan e-
Procurement terdiri dari e-Bidding dan e-Reverse Auction
(e-RA).
2.3 Total Cost of Ownership
Pemilihan barang dan Logistic Hub yang tepat serta pemilihan
negara asal,
moda transportasi dan lokasi serah terima barang juga menentukan
keberhasilan
dalam proses pengadaan. Kriteria pemilihan specifikasi barang,
supplier tidak
hanya difokuskan pada biaya yang paling murah, namun juga pada
beberapa kriteria
lain yang mendukung tercapainya tujuan pengadaan. Salah satu
kriteria yang
dianggap penting adalah konsep Total Cost of Ownership (sering
juga disebut Lyfe
-
20
cycle cost analysis) yang dapat dipakai dalam pemilihan Barang,
Logistic Hub dan
alternative pilihan importasinya. Total Cost of Ownership
merupakan analisis
ekonomi dari sebuah alat atau fasilitas dengan mempertimbangkan
semua biaya
yang muncul selama umur hidup kepemilikan dari alat/equipment
tersebut, tidak
hanya harga beli tetapi juga biaya pemeliharaan, penggantian,
biaya disposal dll.
Total cost of ownership menjadi konsep penting karena dalam
pemilihan barang,
Logistic Hub dan jalur importasi biasanya yang dipakai sebagai
kriteria utama
adalah harga beli (purchasing cost) yang pada kenyataannya hanya
merupakan
bagian dari total biaya sebuah alat/equipment. Dengan kata lain
dapat dinyatakan
bahwa harga penawaran yang murah dari Logistic Hub belum tentu
merupakan
pilihan terbaik bila dilihat dari keseluruhan biaya yang harus
ditanggung oleh
pembeli.
Selain itu pengelolaan inventory dalam manajemen supply chain
juga
sangat penting karena; nilainya sangat signifikan, resiko
(potensi) kerugian, over
stock atau sebaliknya kekurangan stock yang terutama berkaitan
dengan potensi
cost saving. Karena nilainya yang significant, maka perusahaan
harus mengetahui
nilainya secara pasti, dikendalikan jumlah pembeliannya,
dikendalikan
pergerakannya, dikendalikan penggunaannya, dan harus cepat
dideteksi jika terjadi
inefisiensi.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari PT. X menggunakan
Enterprise
Resource Planning (ERP), yaitu alat transaksi perusahaan yang
mengambil data
dan mengurangi aktifitas manual yang digabungkan dengan proses
finansial,
persediaan, dan informasi pemesanan pelanggan. Sistem ini
mencapai integrasi
tinggi dengan menggabungkan data tunggal, mengembangkan
pemahaman akan
data apa yang seharusnya digabungkan dan membuat seperangkat
aturan
pengambilan data. Perusahaan Jerman, SAP AG, adalah pelopor
software ERP ini
yang juga dikenal dengan nama R/3. Inti dari software adalah
jaringan database
server yang berkecepatan tinggi yang dirancang untuk menangani
informasi
sejumlah besar database secara efisien.
Total Cost of Ownership (TCO) adalah penjumlahan semua biaya
yang
berhubungan dengan aktivitas aliran supply atau pasokan barang.
Konsep TCO ini
memasukkan estimasi biaya-biaya yang dirancang untuk membantu
dalam
-
21
melakukan perhitungan biaya keseluruhan serta altematif
pembiayaan yang
mencakup investasi, pemeliharaan dan administrasi yang berkaitan
dengan
pengadaan barang tersebut. TCO sangat menentukan dalam
pengambilan keputusan
membeli barang dan jasa. Sebagai contoh, manakah pilihan yang
lebih baik atara
produk buatan pabrik negara A berharga USD 3 dengan incoterms
FCA negara A,
atau alternatif produk yang sama buatan negara B berharga USD 10
dengan
incoterms DDP, diterima di gudang negara tujuan. Karena TCO
adalah
penjumlahan semua biaya yang berhubungan dengan aktivitas aliran
supply barang,
maka harga barang dengan incoterms delivery duty paid (DDP)
diterima di gudang
berbeda bisa jadi sama dengan pilihan incoterms FCA negara asal
yang
memindahkan resiko, biaya transport dan transfer of ownership
barang lebih awal
kepada pembeli. Diskusi bisa berlanjut tentang biaya lain
terkait clearance export
dari neagra asal, import di negara tujuan termasuk biaya cargo
handling, service,
biaya asuransi quality sampai biaya reputasi dsb.
Ternyata harga material tidak berdiri sendiri dan bukan
merupakan penentu satu-
satunya dalam keputusan pembelian, dan inilah yang kita sebut
TCO (Total Cost of
Ownership).
Gambar 2.6 Logistics in Supply Chain Management (Bowersox et al
2012)
-
22
2.4 Analisis Pareto
Analisis Pareto adalah teknik atau metode pengambilan keputusan
yang
digunakan untuk memilih sejumlah tugas atau problem tertentu
untuk
menghasilkan efek keseluruhan yang signifikan. Dalam
aplikasinya, Diagram
Pareto atau sering disebut juga dengan Pareto Chart ini sangat
bermanfaat dalam
menentukan dan mengidentifikasikan prioritas permasalahan yang
akan
diselesaikan. Dalam hal mengelompokkan barang impor yang
mempunyai
pengaruh paling besar terhadap rantai pasok barang operasi
perminyakan pada
diagram Pareto terlebih dahulu dihitung TCO atau Total Cost of
Ownership.
Prinsip Pareto yang juga sering dikenal dengan aturan 80/20
adalah
menggunakan gagasan bahwa dengan melakukan 20% pekerjaan
terbesar, akan
menghasilkan atau mengakomodasi 80% dari keseluruhan manfaat
pekerjaan.
Permasalahan yang paling banyak dan sering terjadi adalah
prioritas utama kita
untuk melakukan tindakan.
Diagram Pareto adalah suatu diagram yang berupa grafik batang
yang
digunakan untuk menunjukkan masalah berdasarkan urutan jumlah
kejadian.
Masalah yang memiliki jumlah terbanyak akan ditunjukan oleh
grafik batang yang
tertinggi dan ditempatkan di sisi paling kiri. Susunan grafik
batang tersebut dapat
membantu menentukan prioritas kejadian berdasarkan kategori atau
sebab-sebab
kejadian yang sedang dikaji. Jadi dengan menggunakan diagram
Pareto, perhatian
terhadap sebab-sebab utama yang berdampak terbesar terhadap
kejadian akan lebih
efektif dengan mengurutkan berbagai macam sebabnya.
Langkah-langkah dalam
membuat Diagram Pareto adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasikan kelompok barang yang menjadi permasalahan
yang akan
diteliti sebagai penyebab-penyebab kejadian. (Contoh
Permasalahan:
Tingginya tingkat keterlambatan pengiriman barang impor,
Penyebabnya :
Lokasi OEM/pabrik, Jumlah pembelian, Harga Barang, Kelompok
barang dll)
2. Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis
(misalnya per
Tahun, Bulanan, Mingguan atau per harian)
3. Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa
(check sheet)
4. Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi
kejadian (dari tertinggi
sampai terendah).
-
23
5. Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif
6. Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang
7. Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis
8. Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut
9. Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian /
permasalahan
10. Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan
tindakan
improvement (tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan
hasil.
Diagram Pareto juga dapat mengungkapkan berbagai macam
prioritas
penanganan masalah berdasarkan pada kebutuhan spesifik yang ada.
Oleh sebab
itu, di dalam diagram Pareto, grafik batang yang teringgi belum
tentu sebagai
persoalan yang terbesar (Gaspersz, 1998). Analisa Pareto sangat
efektif digunakan
untuk mengidentifikasikan permasalahan pengiriman barang barang
import yang
dianggap paling kritikal pada operasi perminyakan sperti
pekerjaan drilling (tubing,
casing), peralatan rotating pada produksi dan field
operation.
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam penerapan di dunia industri, metoda AHP telah
memberikan
kontribusi bagi para pengambil keputusan, khususnya untuk
permasalahan multi
kriteria. Pemanfaatan AHP di dalam dunia nyata, telah
membuktikan bahwa AHP
merupakan metoda yang dapat digunakan untuk mengorganisasi
informasi dan
pertimbangan (judgement) yang dipakai dalam pengambilan
keputusan. Penentuan
peringkat alternatif, pembandingan benefit cost
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh
Thomas
L. Saaty dalam periode 1971 – 1975 di Wharton School, University
of
Pennsylvania). Metode ini adalah sebuah kerangka untuk
pengambilan keputusan
dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan
menyederhanakan dan
mempercepat proses pengambilan keputusan. Metode ini akan
membagi persoalan
ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam
suatu susunan
hierearki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif
tentang pentingnya
tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk
menetapkan variabel
yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak
untuk
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
-
24
Metode AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks
dengan
menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan,
hasil dan dengan
menarik berbagai pertimbangan untuk mengembangkan bobot atau
prioritas.
Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika
yang
bersangkutan pada berbagai persoalan, kemudian mensintesis
berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan
perkiraan kita secara
intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang
telah dibuat
(Saaty, 1994).
Menurut (Mulyono, 1991), AHP digunakan untuk menentukan skala
rasio
baik dari perbandingan berpasangan yang diskret maupun kontinyu.
Perbandingan-
perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari
skala dasar yang
mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP
memiliki perhatian
khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan
ketergantungan di
dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya. AHP banyak
ditemukan pada
pengambilan keputusan untuk banyak kriteria,
perencanaan/prediksi, alokasi
sumber daya, penyusunan matriks input, koefisien, penentuan
prioritas dari strategi-
strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik dan
sebagainya. AHP
membantu orang mengatasi intuisi rasional dan irasional, dan
dengan risiko dan
ketidakpastian dalam pengaturan yang kompleks. Proses Hirarki
Analitik
(Analytical Hierarchy Process / AHP) yang dikembangkan oleh
Saaty didasarkan
pada serangkaian perbandingan bijaksana antara pengambil
keputusan yang
diwakili oleh kemampuan intrinsik manusia untuk menyusun
persepsi secara
hierarkis, membandingkan pasangan hal serupa dengan diberi
kriteria atau milik
bersama dan menilai intensitas kepentingan satu hal dari sisi
yang lain. Perlu juga
untuk menentukan tingkat aspirasi dan atau faktor prioritas dari
bobot yang harus
diberikan pada elemen keputusan yang didasarkan pada penilaian
manusia yang
seringkali kurang tepat secara intrinsik (Mulyono, 2008).
AHP ini dapat digunakan untuk:
1. Memprediksi kemungkinan hasilnya
2. Merencanakan dan proyeksi masa depan yang diinginkan
3. Memfasilitasi pembuatan keputusan kelompok
-
25
4. Menguji kontrol atas pertukaran dalam sistem pengambilan
keputusan
5. mengalokasikan sumber
6. Memiilih alternatif-alternatif
7. memilih alternatif-alternatif
8. melakukan perbandingan rugi/laba
Expert Choice adalah intuitif, berbasis grafis dan dibangun
secara user-friendly
sehingga menjadi berharga bagi konseptual dan pemikir analitis,
pemula dan ahli
kategori. Karena kriteria disajikan dalam struktur hirarki,
Pengambil Keputusan
mampu untuk menggali dalam tingkat keahlian mereka, dan
memberlakukan
penilaiannya menjadi penting dalam mencapai tujuan mereka. Pada
akhir proses,
pengambil keputusan sepenuhnya menyadari bagaimana dan mengapa
keputusan
itu dibuat, dengan hasil yang bermakna, mudah mudah
mengkomunikasikan, dan
bisa dilakukan.
2.5.1 Kelebihan Analitycal Hierarchy Process (AHP)
AHP tidak hanya membantu pengambil keputusan sampai di
keputusan
terbaik, tapi juga Menyediakan alasan yang jelas bahwa Ini
adalah yang terbaik.
Perangkat lunak AHP dan Expert Choice mengikat pengambil
keputusan dalam
penataan sebuah keputusan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, memproses
dari tujuan untuk sub-tujuan untuk tujuan turun ke program
alternatif tindakan.
Pengambil Keputusan kemudian membuat perbandingan putusan
berpasangan
melalui urutan Hirarki sampai pada keseluruhan Prioritas untuk
alternatif-alternatif.
Masalah keputusan bisa melibatkan sosial, politik, teknis, dan
faktor-faktor
ekonomi. Kelebihan metode AHP dalam pengambilan keputusan adalah
(Saaty,
1994):
1. Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan
strukturnya tidak
beraturan, bahkan bisa juga digunakan untuk permasalahan yang
tidak
terstruktur sama sekali. AHP tidak rumit, dan ini membantu
meningkatkan
pemahaman manajemen dan transparansi dari teknik pemodelan
2. AHP memiliki kekuatan tambahan untuk dapat mencampurkan
faktor kuantitatif
dan kualitatif ke dalam sebuah keputusan. Data kuantitatif yang
kurang lengkap
-
26
tidak mempengaruhi kelancaran proses pengambilan keputusan
karena
penilaian merupakan sintesis pemikiran berbagai sudut pandang
responden.
3. pendekatan ini bisa cocok bersama dengan pendekatan solusi
lain seperti
optimalisasi, dan pemrograman tujuan. Metode ini sesuai dengan
kemampuan
dasar manusia dalam menilai suatu hal sehingga memudahkan
penilaian dan
pengukuran elemen.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya adalah :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria
yang dipilih, sampai
pada subkriteria yang paling dalam
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi
inkosistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis
sensitivitas
pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
yang multi
obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan
preferensi dari
setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu
model pengambilan
keputusan yang komprehensif.
Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada
tiga
prinsip yang mendasari pemikiran AHP, yakni : prinsip menyusun
hirarki, prinsip
menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.
2.5.2 Prinsip Menyusun Hirarki
Langkah pertama dalam AHP adalah membangun hirarki pemecahan
permasalahan. Prinsip menyusun hirarki adalah dengan
menggambarkan dan
menguraikan secara hirarki, dengan cara memecahakan persoalan
menjadi unsur-
unsur yang terpisah-pisah. Caranya dengan memperincikan
pengetahuan, pikiran
kita yang kompleks ke dalam bagian elemen pokoknya, lalu bagian
ini ke dalam
bagian-bagiannya, dan seterusnya secara hirarkis. Penjabaran
tujuan hirarki yang
lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperolah kriteria
yang dapat diukur.
Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya. Dalam
beberapa hal
tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila menggunakan tujuan
pada hirarki
-
27
yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam
menjabarkan suatu
tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran obyektif dan
kriteria-kriterianya.
Akan tetapi, ada kalanya dalam proses analisis pangambilan
keputusan tidak
memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Maka salah satu
cara untuk
menyatakan ukuran pencapaiannya adalah menggunakan skala
subyektif.
Ide utama dari AHP adalah melakukan brainstorming permasalahan
yang
kompleks, mengurutkan ide-ide penting dan faktor-faktor
alternativenya, kemudian
mengaturnya dalam hirarki yang memungkinkan pembaandingan dari
element dan
turunannya dengan semua element pada tingkat diatasnya. Ini
adalah cara kreatif
untuk mengeksploitasi kemampuan berpikir manusia untuk
menyederhanakan
suatu masalah dengan mengelompokkannya kedalam elemen
konstituen, termasuk
goals keseluruhan, criteria dan alternative keputusan (Saaty,
1990). Dalam
melakukan proses ini diperlukan informasi yang banyak untuk
digabungkan
kedalam struktur permasalahan yang menggambarkan system secara
keseluruhan
Gambar 2.7 Ilustrasi Hirarki
Setelah hierarki telah terstruktur, langkah selanjutnya adalah
menetapkan prioritas
untuk elemen (kriteria dan alternatif) yang disajikan dalam
hirarki. AHP
menggunakan perbandingan berpasangan untuk melakukan ini.
Langkah pertama
adalah membuat perbandingan berpasangan. Ini untuk membandingkan
elemen-
elemen yang berpasangan dengan kriteria yang diberikan. Satu set
matriks
perbandingan dari semua elemen di tingkat hirarki sehubungan
dengan elemen
tingkat yang lebih tinggi segera dibangun sehingga
memprioritaskan dan
-
28
mengkonversi penilaian perbandingan individu ke dalam pengukuran
skala rasio.
Penilaian diperlukan untuk semua perbandingan kriteria, dan
untuk semua
perbandingan alternatif untuk setiap kriteria. Perbandingan
dikuantifikasi dengan
menggunakan skala sembilan poin.
2.5.3 Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan
Bagaimana peranan matriks dalam menentukan prioritas dan
bagaimana
menetapkan konsistensi.
Menetapkan prioritas elemen dengan membuat perbandingan
berpasangan, dengan
skala banding telah ditetapkan oleh Saaty ( Yan O., 1995).
Tabel 2.2 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan
Berpasangan (Sumber: Saaty, 1994)
Tingkat Kepentingan Definisi Penjelasan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh
yang sama
3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit
memihak satu elemen dibandingkan
dengan pasangannya
5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat
memihak satu elemen dibandingkan
dengan pasangannya
7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan
secara praktis dominasinya sangat
nyata, dibandingkan dengan elemen
pasangannya.
9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih
disukai dibandingkan dengan
pasangannya, pada tingkat
keyakinan tertinggi
2, 4, 6, 8 Nilai di antara dua
penilaian yang
berdekatan
Diberikan apabila terdapat keraguan
penilaian antara dua penilaian yang
berdekatan
Reciprocal (kebalikan)
Jika elemen i memiliki salah satu
angka di atas ketika dibandingkan
elemen j, maka j memiliki nilai
kebalikannya ketika dibandingkan
elemen i
Perbandingan ini dilakukan dengan matriks. nformasi perbandingan
pasangan
untuk setiap komponen masalah diwakili oleh matriks perbandingan
berpasangan
-
29
(Tabel 2.8). Jika ada n item yang perlu dibandingkan untuk
matriks yang diberikan,
maka total n (n-1) / 2 penilaian diperlukan. Sebagai contoh,
jika n = 4, hanya 6
penilaian yang diperlukan, sedangkan ada n2 = 16 sel dalam
matriks lengkap.
Tabel 2.3 Pair-wise Comparison Matrix (Saaty, 2008)
C A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n
A2 a21 a22 … a2n
… … … … …-
Am am1 am2 … amn
Perbandingan pasangan-bijaksana menghasilkan matriks peringkat
relatif
untuk setiap tingkat hierarki. Jumlah matrik bergantung pada
jumlah elemen di
setiap level. Urutan matriks pada setiap tingkat bergantung pada
jumlah elemen di
tingkat bawah yang ditautkan. Setelah semua matriks dikembangkan
dan semua
perbandingan berpasangan diperoleh, vektor eigen atau bobot
relatif (tingkat
kepentingan relatif di antara elemen), bobot global, dan nilai
eigen maksimum (max
) untuk setiap matriks dihitung (Saaty, 1990). ).
Analitik, kata pertama dalam AHP, berarti memisahkan entitas
material atau
abstrak ke dalam elemen penyusunnya. Sebaliknya, sintesis
melibatkan
menyatukan atau menggabungkan bagian-bagian menjadi satu
kesatuan. Sintesis
berlangsung dalam tiga langkah berikut (Saaty, 1980) (Nydick dan
Hill, 1992):
1. Jumlahkan nilai setiap kolom matriks perbandingan
pasangan-bijaksana.
2. Bagilah setiap entri dalam matriks perbandingan
pasangan-bijaksana dengan
total kolomnya. Ini akan menghasilkan matriks perbandingan
berpasangan yang
dinormalkan.
3. Kemudian, tentukan rata-rata setiap baris matriks yang
dinormalkan dengan
menambahkan nilai di setiap baris matriks yang dinormalkan dan
membaginya
dengan jumlah entri di setiap baris. Ini memberikan prioritas
relatif dari elemen
yang dibandingkan.
Selanjutnya, AHP menggunakan sintesis untuk mengembangkan
prioritas
keseluruhan untuk peringkat. Bobot relatif berbagai tingkat yang
diperoleh
diagregasi untuk menghasilkan vektor bobot komposit yang akan
berfungsi sebagai
peringkat alternatif keputusan dalam mencapai tujuan paling umum
dari masalah
(Saaty, 1980). Vektor berat badan relatif gabungan dari
unsur-unsur pada tingkat
-
30
Kth berkenaan dengan tingkat pertama yang mungkin dihitung
dengan persamaan
berikut:
C ( I , K) = ∏ 𝐵𝑖kI=2 (1.1)
Dimana:
• C (I, K) adalah vektor bobot komposit dari elemen level k
dengan
memperhatikan elemen pada level I,
• B adalah baris matriks ni-1 oleh ni yang terdiri dari menaksir
W vektor.
• ni merepresentasikan jumlah elemen pada level i.
Mengulangi proses agregasi menghasilkan bobot relatif elemen
yang berada pada
tingkat terendah hierarki sehubungan dengan keputusan pada
tingkat pertama.
2.5.4 Prinsip Konsistensi Logika
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut,
harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai
berikut:
• Hubungan kardinal : aij . ajk = ajk
• Hubungan ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika apel
lebih enak 4 kali
dari jeruk dan jeruk lebih enak 2 kali dari melon, maka apel
lebih enak 8 kali
dari melon
2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya apel lebih enak
dari jeruk, dan
jeruk lebih enak dari melon, maka apel lebih enak dari melon
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari
hubungan
tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna.
Hal ini terjadi karena
ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang
Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai
rasio konsisten
< 0.1. nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat
konsistensinya baik dan dapat
dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan
ukuran bagi
konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam matriks pendapat.
Jika indeks
konsistensi cukup tinggi maka dapat dilakukan revisi judgement,
yaitu dengan
-
31
dicari deviasi RMS dari barisan (aij dan Wi / Wj ) dan merevisi
judgment pada baris
yang mempunyai nilai prioritas terbesar
Memang sulit untuk mendapatkan konsisten sempurna, dalam
kehidupan
misalnya dalam berbagai kehidupan khusus sering mempengaruhi
preferensi
sehingga keadaan dapat berubah. Namun konsistensi sampai kadar
tertentu dalam
menetapkan perioritas untuk setiap unsur adalah perlu sehingga
memperoleh hasil
yang sahih dalam dunia nyata. Rasio ketidak konsistenan maksimal
yang dapat
ditolerir 10 % (Saaty 1990).
W (weighted sum vector), CI (consistency index), CR (consistency
ratio), and RI
(ratio index) digunakan untuk memeriksa konsistensi, dan w
ditentukan dari
persamaan berikut:
𝐷. 𝑤 = max w (1.2)
Dimana D adalah matriks yang diamati perbandingan berpasangan,
max adalah
eigenvalue utama D; w adalah vektor eigen kanannya.
Nilai max merupakan parameter validasi penting dalam AHP. Ini
digunakan
sebagai indeks referensi untuk menyaring informasi dengan
menghitung rasio
konsistensi CR dari vektor yang diperkirakan untuk memvalidasi
apakah matriks
perbandingan berpasangan memberikan evaluasi yang benar-benar
konsisten.
Rasio konsistensi dihitung sesuai langkah-langkah berikut
(Saaty, 1990):
1) Hitung eigenvector atau bobot relatif dan max untuk setiap
matriks orde n
2) Hitung indeks konsistensi untuk setiap matriks pesanan n
dengan rumus:
CI = (max − n)/(n − 1) (1.3)
3) Rasio konsistensi kemudian dihitung menggunakan rumus:
CR = CI / RI (1.4)
Dimana RI adalah indeks konsistensi acak yang diketahui
diperoleh dari sejumlah
besar simulasi berjalan dan bervariasi tergantung pada urutan
matriks. Dalam
persamaan di atas, semakin dekat max ke n, semakin konsisten
nilai-nilai D yang
diamati, dan karenanya perbedaan aljabar antara max dan n adalah
ukuran
konsistensi (Saaty, 1996).
Tabel 2.9 menunjukkan nilai indeks konsistensi acak/ random
consistency index
(RCI) untuk matriks pesanan 1-10 yang diperoleh dengan
memperkirakan indeks
acak menggunakan ukuran sampel 500.
-
32
Tabel 2.4 Average Random Consistency Index (RCI) (Saaty,
1996)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RCI 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.4 1.45 1.49
Menurut Saaty (1996) rentang CR yang dapat diterima bervariasi
sesuai
dengan ukuran matriks yaitu 0,05 untuk matriks 3-oleh-3, 0,08
untuk matriks 4-
oleh-4 dan 0,1 untuk semua matriks yang lebih besar, n ≥ 5. Jika
nilai CR sama
dengan, atau kurang dari nilai itu, itu berarti bahwa evaluasi
dalam matriks dapat
diterima atau menunjukkan tingkat konsistensi yang baik dalam
penilaian
komparatif yang direpresentasikan dalam matriks itu. Sebaliknya,
jika CR lebih dari
nilai yang dapat diterima, ketidakkonsistenan penilaian dalam
matriks itu telah
terjadi dan proses evaluasi harus ditinjau ulang,
dipertimbangkan kembali dan
diperbaiki.
Secara umum, nilai CR 10% atau kurang dapat diterima. Tetapi
nilai CR
lebih dari 10% tidak dapat diterima dan penilaian dalam tabel
matriks D harus
dipertimbangkan kembali untuk menyelesaikan penilaian
inkonsistensi yang
disediakan dalam perbandingan bijaksana pasangan (Saaty, 1996).
Perkiraan
terhadap nilai eigen dapat dihitung dengan mengalikan total
setiap kolom dalam
matriks penilaian dengan vektor bobotnya yang sesuai.
Pendekatannya tepat ketika
vektor prioritas yang tepat digunakan.
Indeks konsistensi seluruh hirarki diperoleh dengan mengalikan
Indeks
Konsistensi dari setiap matriks dengan prioritas kriteria yang
digunakan untuk
perbandingan, dan semua kuantitas tersebut.
Untuk memeriksa konsistensi seluruh hirarki, bandingkan CI dari
hierarki
dengan rekannya ketika indeks konsistensi semua matriks diganti
dengan indeks
konsistensi penilaian acak rata-rata untuk matriks dengan ukuran
yang sama (Tabel
2.9). CR tidak boleh melebihi 10%. Jika lebih dari 10%, maka
kualitas penilaian
harus ditingkatkan, mungkin dengan merevisi cara di mana
pertanyaan diminta
dalam membuat perbandingan berpasangan. Jika ini gagal untuk
meningkatkan
konsistensi, maka kemungkinan bahwa masalah harus lebih akurat
terstruktur, yaitu
mengelompokkan unsur-unsur serupa di bawah kriteria yang lebih
bermakna.
Kembali ke pengaturan prioritas akan diperlukan, meskipun hanya
bagian-bagian
yang bermasalah dari hirarki yang mungkin perlu direvisi (Saaty,
1996).
-
33
Mengukur konsistensi penilaian seseorang memungkinkan
pemeriksaan
silang pada seberapa baik skala tersebut diikuti. Selama skala
diterapkan secara
konsisten oleh masing-masing individu, AHP dapat memproses
penilaian mereka
dengan benar (Nydick dan Hill, 1992). Komputasi rasio
konsistensi agak lebih
terlibat, tetapi mudah dilakukan dengan paket spreadsheet
seperti pilihan ahli.
2.5.5 Penggunaan Software Expert Choise Untuk Metode AHP
Expert Choise adalah suatu sistem yang digunakan untuk
melakukan
analisa, sistematis, dan pertimbangan (justifikasi) dari sebuah
evaluasi keputusan
yang kompleks. Expert Choice telah banyak digunakan oleh
berbagai instansi
bisnis dan pemerintah diseluruh dunia dalam berbagai bentuk
aplikasi, antara lain:
Pemilihan alternatif, Alokasi sumber daya, Keputusan evaluasi
kualitas, penentuan
harga, Strategi Pemasaran, keputusan akuisisi, merger dan
lain-lain.
Dengan menggunakan expert choice, maka tidak ada lagi metode
coba-coba dalam
proses pengambilan keputusan. Dengan didasari oleh Analitycal
Hierarchy
Process(AHP), penggunaan hirarki dalam expert choice bertujuan
untuk
mengorganisir perkiraan dan intuisi dalam suatu bentuk logis.
Pendekatan secara
hierarki ini memungkinkan pengambil keputusan untuk menganalisa
seluruh
pilihan untuk pengambilan keputusan yang efektif.
2.5.6 Langkah-Langkah Metode AHP
Langkah-langkah dasar dalam pelaksanaan metode AHP dimulai
dengan
Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Tahap ini
merupakan tahap
pengembangan alternatif. Menyusun masalah dalam struktur
hirarki. Setiap
permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail
dan terstruktur.
Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat
hirarki. Proses ini
menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga
elemen dengan
bobot tertinggi mendapatkan prioritas penanganan. Pada tahap ini
disusun
perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk
matriks, yang
disebut sebagai matriks perbandingan berpasangan. Pengujian
konsistensi terhadap
perbandingan antar elemen yang didapatkan pada setiap tingkat
hirarki. Konsistensi
perbandingan bertujuan untuk memastikan bahwa urutan prioritas
perbandingan
-
34
yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan
yang masih berada
dalam batas-batas preferensi logis.
Langkah-langkah Utama Metode AHP adalah sebagai berikut:
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :
1. Mendefinisikan masalah dan idenfikasi solusi yang
diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,
dilanjutkan
dengan subtujuan-subtujuan, kriteria, dan kemungkinan
alternatif-alternatif
pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang
menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap
masing-masing
tujuan atau kritria yang setingkat di atasnya. Perbandingan
dilakukan
berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai
tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh
judgement
seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan m adalah
banyaknya
elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten
maka pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat
hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan
berpasangan.
Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini
untuk
mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen
pada
tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10
persen maka
penilaian data judgement harus diperbaiki.
2.5.7 Penyusunan Stuktur Hirarki Masalah
AHP memungkinkan pengambilan keputusan kelompok, di mana
anggota
kelompok dapat menggunakan pengalaman, nilai dan pengetahuan
mereka untuk
memecah masalah menjadi hierarki dan menyelesaikannya dengan
langkah-langkah
AHP. Melakukan brainstorming dan berbagi ide dan wawasan
(melekat dalam
penggunaan Pilihan Pakar dalam pengaturan kelompok) sering
mengarah pada
-
35
representasi dan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah.
Diskusi kelompok
adalah pendekatan yang disukai ketika penilaian harus dibuat
tentang nilai alternatif
yang berbeda. Sebagaimana dinyatakan oleh ilmuwan terkenal
(Saaty, 1990): “AHP
dapat digunakan dengan sukses dengan kelompok. Bahkan,
brainstorming dan
berbagi ide dan wawasan sering mengarah pada representasi yang
lebih lengkap dan
pemahaman tentang masalah daripada yang mungkin bagi pengambil
keputusan
tunggal. Tetapi sesi kelompok juga dapat menimbulkan masalah
khusus.
Struktur hirarki masalah disusun untuk membantu proses
pengambilan
keputusan dengan memperhatikan seluruh kriteria keputusan yang
terlibat dalam
sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit diselesaikan karena
proses
penyelesaiannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu
sistem dengan
suatu struktur tertentu.
Dalam struktur hirarki masalah, tingkatan paling tinggi
merupakan tujuan dan
sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat
berikutnya merupakan
penjabaran dari tujuan tersebut. Hirarki dalam AHP merupakan
penjabaran kriteria
yang tersusun dalam beberapa tingkat dengan setiap tingkat
mencakup beberap
kriteria homogen.
2.6 TOPSIS
TOPSIS atau Technique for Order Preference, dengan Metode Solusi
Ideal
yang termasuk dalam kategori MCDM adalah teknik pengambilan
keputusan
menggunakan lebih dari satu kriteria yang ada. Tujuan TOPSIS
adalah untuk
menentukan solusi ideal positif dan negatif. TOPSIS digunakan
untuk menentukan
peringkat alternatif. Kelemahan TOPSIS adalah ketidakmampuan
untuk menangani
data yang tidak pasti dalam kasus MCDM. Pembobotan setiap
kriteria juga
diberikan oleh penilaian prioritas tinggi. Oleh karena itu,
metode MCDM lainnya
diperlukan dan dapat dikombinasikan dengan TOPSIS sehingga
tingkat
ketidakpastian akan berkurang dan hasilnya menjadi lebih akurat.
AHP adalah salah
satu metode yang digunakan oleh banyak peneliti untuk mencapai
tujuan ini.
Konsep ini dikembangkan oleh Hwang dan Yoong pada tahun 1981
dengan
asumsi bahwa, dalam masalah keputusan dengan kriteria m dan n
alternatif,
sejumlah alternatif titik-n dapat dipetakan pada ruang
m-dimensi. Solusi optimal
-
36
adalah solusi yang memiliki jarak terpendek ke solusi ideal
positif, dan memiliki
jarak terjauh ke solusi ideal negatif.
Solusi ideal positif adalah solusi yang merupakan pilihan
rasional positif dengan
nilai yang lebih baik, sedangkan solusi ideal negatif adalah
solusi dengan pilihan
yang kurang disukai dengan nilai yang lebih kecil. Umumnya
solusi ideal positif
sering dikaitkan dengan manfaat, sedangkan solusi ideal negatif
diidentifikasi
dengan biaya. Prinsip TOPSIS adalah mencari solusi alternatif
yang memiliki jarak
terpendek ke solusi ideal positif, dan memiliki jarak terjauh ke
solusi ideal negatif.
TOPSIS menggunakan asumsi bahwa antar-kriteria tidak
memiliki
hubungan satu sama lain, dan masing-masing memiliki kriteria
penilaian yang
dapat ditingkatkan atau diturunkan secara linier. Keuntungan
dari TOPSIS adalah:
• Perhitungannya sederhana dan sistematis sehingga mudah
diterapkan.
• Perhitungannya lebih efisien, sehingga waktu yang dibutuhkan
jauh lebih
sedikit.
2.6.1 Proses TOPSIS
Pada matriks keputusan m × n, dengan kriteria m dan n
alternatif, berikut adalah
langkah perhitungan dengan metode TOPSIS:
Langkah 1: Hitung matriks keputusan yang dinormalkan dengan
persamaan
berikut:
𝑟𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗
∑ 𝑥𝑖𝑗2𝑚
𝑖=1, (1.5)
with 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚
𝑗 = 1, 2, … , 𝑛
Langkah 2: Buat matriks pembobotan yang dinormalisasi dengan
persamaan
berikut:
𝑣𝑖𝑗 = 𝑤𝑗 × 𝑟𝑖𝑗 (1.6)
with 𝑤𝑗 untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛
𝑤𝑗 = Weight criteria 𝑗
-
37
Langkah 3: Tentukan solusi ideal positif dan solusi ideal
negatif dengan rumus
berikut:
• Nilai solusi ideal positif
𝐴+ = {𝑣1+, … , 𝑣𝑛
+} (1.7)
With 𝑣𝑗+ = {max | (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽 ; min (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽′}
• Nilai solusi ideal negative
𝐴− = {𝑣1−, … , 𝑣𝑛
−} (1.8)
With 𝑣𝑗′ = {min | (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽 ; max (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽′}
Langkah 4: Hitung nilai jarak terpisah dari setiap alternatif
(Ideal Positif - Negatif
Ideal) dengan persamaan berikut:
• Jarak dari solusi ideal positif:
𝑆𝑖+ = [ ∑ (𝑣𝑗
+ − 𝑣𝑖𝑗)2
]½
(1.9)
With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚
• Jarak dari solusi ideal positif:
𝑆𝑖− = [ ∑ (𝑣𝑗
− − 𝑣𝑖𝑗)2
]½
(2.0)
With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚
Langkah 5: Hitung jarak relatif ke solusi ideal (𝐶𝑖∗) dengan
persamaan berikut:
𝐶𝑖+ =
𝑆𝑖−
(𝑆𝑖++ 𝑆𝑖
−) (2.1)
With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚 dan 0 < 𝐶𝑖∗ < 1
Dengan menggunakan metode AHP bisa diperoleh perbandingan
berpasangan dari
kepentingan relatif kriteria dan menghitung prioritas atau bobot
kriteria dalam
memilih yang terbaik, TOPSIS Teknik Preferensi Preferensi
berdasarkan
Kesamaan dengan Solusi Ideal dapat diterapkan untuk membuat
ranking atau
peringkat.
2.7 Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan
melalui hasil
berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu
dan dapat dijadikan
sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang perlu
dijadikan bagian
-
38
tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus
penelitian terdahulu yang
dijadikan sebagai referensi adalah terkait dengan masalah
perbaikan suatu proses
importasi dengan menggunakan analisa AHP. Berikut hasil
penelitian terdahulu yang
dijadikan sebagai referensi dalam penyusunan penelitian ini:
Penelitian dari Darvik dan Larson (2010) menunjukkan bahwa
penyimpangan
pengiriman material seperti pengiriman tertunda, cacat kualitas
dan kuantitas yang
tidak benar sering terjadi dalam industri konstruksi. Namun, ada
sedikit penelitian
yang menyelidiki bagaimana kinerja Logistic Hub mempengaruhi
proyek konstruksi
dalam hal biaya, kualitas dan waktu. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana penyimpangan pengiriman material berdampak
pada biaya
dan kinerja dalam proyek konstruksi dan bagaimana penyimpangan
ditangani di
lokasi konstruksi. Studi ini juga memeriksa kekurangan apa dalam
proses pengiriman
pesanan dan bagaimana departemen pembelian mempertimbangkan
kinerja Logistic
Hub. Untuk memenuhi tujuan tersebut, pengukuran penyimpangan
pengiriman di
tiga proyek residensial di Skanska Sweden AB telah dilakukan
serta wawancara
dengan responden dari lokasi konstruksi dan departemen
pembelian. Pengukuran,
yang didasarkan pada lima kategori material dan 198 pengiriman,
menunjukkan
bahwa 44% dari semua pengiriman menghasilkan setidaknya satu
jenis
penyimpangan. Hasilnya bervariasi antara proyek dan kategori
material dan untuk
salah s