Luise 07/ 8132 Afifah 08 KLASIFIKASI SISTEM ANGEL 1. DEFINISI Sistem Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior rahang dengan yang lainnya (Berdasar pada relasi mesio- distal gigi, lengkung gigi dan rahang). Angle awalnya menyajikan klasifikasinya pada teori bahwa maksila molar pertama selalu berada di posisi yang benar. Namun hipotesis ini belum dibuktikan dengan penelitian cephalometric. Penekanan pada hubungan gigi molar permanen pertama menyebabkan dokter untuk Mengabaikan kerangka wajah itu sendiri dan berpikir hanya dalam hal posisi gigi. Oleh karena itu, kerusakan otot dan masalah pertumbuhan tulang seringkali terabaikan. Bahkan saat ini, ada kecenderungan untuk hanya memperhatikan hubungan gigi satu. Perubahan hubungan molar yang pertama terjadi dalam berbagai tahap perkembangan gigi. Sebuah korelasi yang lebih baik antara konsep Angle dan perawatannya diperoleh jika seseorang menggunakan kelompok Angle untuk mengklasifikasikan kerangka hubungan. Hubungan molar Kelas II dapat menghasilkan beberapa cara yang berbeda, masing-masing memerlukanstrategi yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Luise 07/ 8132
Afifah 08
KLASIFIKASI SISTEM ANGEL
1. DEFINISI
Sistem Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior rahang dengan yang lainnya
(Berdasar pada relasi mesio-distal gigi, lengkung gigi dan rahang).
Angle awalnya menyajikan klasifikasinya pada teori bahwa maksila molar pertama
selalu berada di posisi yang benar. Namun hipotesis ini belum dibuktikan dengan penelitian
cephalometric. Penekanan pada hubungan gigi molar permanen pertama menyebabkan dokter
untuk Mengabaikan kerangka wajah itu sendiri dan berpikir hanya dalam hal posisi gigi. Oleh
karena itu, kerusakan otot dan masalah pertumbuhan tulang seringkali terabaikan. Bahkan saat
ini, ada kecenderungan untuk hanya memperhatikan
hubungan gigi satu. Perubahan hubungan molar yang pertama terjadi dalam berbagai
tahap perkembangan gigi. Sebuah korelasi yang lebih baik antara konsep Angle dan
perawatannya diperoleh jika seseorang menggunakan kelompok Angle untuk mengklasifikasikan
kerangka hubungan. Hubungan molar Kelas II dapat menghasilkan beberapa cara yang
berbeda, masing-masing memerlukanstrategi yang berbeda dalam perawatan,
tetapi pola skeletal Klas II tidak salah, karena itu mendominasi oklusi dan
perawatannya. Dokter sekarang menggunakan sistem Angle berbeda
dari awalnya disajikan, untuk dasar klasifikasi telah bergeser dari geraham ke hubungan tulang.
Sistem Angle sendiri tidak memperhitungkan perbedaan akun pada bidang vertikal atau
lateral. Meskipun hubungan anteroposterior gigi dapat menjadi pertimbangan yang paling
penting, sistem klasifikasi ini kadang-kadang menyebabkan terabainya masalah
seperti overbite dan sempitnya lengkungan. Meskipun demikian, klasifikasi system Angle
adalah yang paling tradisional, paling praktis, dan yang paling populer digunakan saat ini.
(Moyers, 1973)
2. MACAM-MACAM
a) Kelas I (Neutroklusi)
Merupakan maloklusi dengan hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas
dan mandibula di kelas ini. triangular- ridge dari titik puncak mesiobuccal dari
molar permanen pertama rahang atas berartikulasi dengan bukal groove dari mandibula
molar pertama permanen. Dasar tulang pendukung gigi-geligi rahang bawah adalah
langsung dari rahang atas tersebut, dan tidak terlalu jauh hubungan anterior atau posterior
dengan kranium. Oleh karena itu ,maloklusi ini terbatas pada malposisi dari gigi itu
sendiri yang mungkin sejajar, salah tempat pada basis tulangnya (protrusi dentalveolar),
dll (Moyers, 1972).
Maloklusi kelas I
Tipe I : crowded anterior
Tipe II: seperti Protusi maksila anterior
Tipe III : crossbite anterior
Tipe IV : Croosbite posterior
Tipe V mesial drifting posterior
b) Kelas II (Distoklusi)
Maloklusi dimana hubungan distal antara mandibular ke maksila.
Divisi Kelas II:
I) DIVISI I.-distoklusi dimana incisivus maksila biasanya di labioversi yang ekstrim.
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkung maksila dengan
cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang
distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial
m2 mandibula. (Moyers, 1972)
Dewey memperlengkap klasifikasi dari Dr. Angle ia membagi maloklusi kelas III dalam tiga tipe :
1.Tipe I. Bentuk lengkung gigi atas dan bawah baik dan bila ditinjau satu persatu, sering kita mengira hubungan oklusi tentu akan baik pula. Letak gigi pada umumnya rata, baik di lengkung maksila maupun di lengkung mandibula. Gigitan menunjukkan edge to edge. Pengobatan pada tipe ini kerapkali kurang memuaskan, karena sering timbul retensi akibat kurangnya incisor overlap.
2. Tipe II Incisivi mandibula berjubel-jubel dan dalam posi si linguo-versi terhadap incisivi maxilla.
3.Tipe III. Lengkung gigi maksila kurang baik pertumbuhannyasedangkan lengkung gigi mandibula tumbuh berlebih-le- bihan, Incisivi maxilla kerapkali berjubel-jubel dan linguo-versi terhadap incisivi inferiores yang pa da umumnya rata susunannya. Pada tipe ini deformitas fasial dalam bentuk prognathisma terlihat paling jelas.
Subdivisi, kalau hanya sesisi saja yang menderita (unilateral). Pada mesioclusion unilateral inilah sering kita temui garis tengah yang abnormal.Menurut Dickson pembagian dalam bilateral dan uni lateral ini pada waktu sekarang tidak banyak digunakan lagi, karena banyak sarjana menganggap, lengkung gigi harus dipandang sebagai satu kesatuan, variasi-variasi antara kedua alat harus dianggap sebagai perpindahan lokal dari segmen-segmen bukal pada satu sisi. Perpindahan ini hanya bersangkut-paut dengan mahkota melulu, tiada relasi dengan rahang sebagai satu kesatuan.
Istilah-istilah lain yang sering dipakai untuk menyatakan maloklusi kelas III ialah : Progenis, Progna- thisme; Prognathisme Mandibuler, Protrusi Mandibuler.
Akhirnya, bila dinyatakan dengan indeks, maka baru dinamakan Progenia kalau gnathis indeksnya diatas 103. Yang dimaksudkan dengan gnathis indeks ialah derajat prominensia mandibula, dinyatakan dalam prosentasi oleh jarak dari basion ke bagian terdepan dari mandibula terhadap jarak basion ke titik tengah dari sutura nasalis.
4. Etiologi Maloklusi Kelas III
Pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula mempunyai penyebab yang bermacam - macam, dapat karena keturunan, dapat disebabkan gangguan hormonal, dapat pula karena penyakit-penyakit depresiensi den infeksi, kelainan prenatal dan pengaruh lingkungan pada waktu anak dalam masa pertumbuhan.
Faktor predisposisi yang terdiri dari :1. Faktor hereditas. 2. Faktor hormonal. 3. Kelainan-kelainan prenatal.4. Penyakit-penyakit infeksi dan defisiensi.
Sedangkan pengaruh lingkungan kita golongkan sebagai pe nyebab yang mempunyai pengaruh langsung (hausa determi- nasi).lebih dari separuh maloklusi yang timbul, disebabkan karena hasil pemeriksaan statistik menunjukkan bahwa faktor lingkungan ini. Penyebab yang dapat secara langsung menimbulkan maloklusi kelas III adalah :1. Makroglosi. 2. Trauma. 3. Kebiasaan-kebiasaan jelek, seperti : menonjolkan lidah,- mengisap jari dan sebagainya. 4. Gigi susu posterior atas yang tanggal sebelumnya waktu5. Gigi susu molar bawah yang tanggal sebelum waktunya. 6. Retensi yang terlalu lama dari
insisif susu atas.
(Isnaniah Malik, 1989)
4. IDENTIFIKASI
Pada maloklusi true Klas III, hubungan rahang Klas III Angle dijumpai adanya crossbite
anterior baik pada keadaan relasi sentrik maupun oklusi sentrik. Maloklusi pseudo Klas III
biasanya ditandai dengan hubungan rahang Klas I atau Klas III ringan dan disertai dengan
hubungan insisivi maksila dan mandibula edge to edge pada keadaan relasi sentrik tetapi pada
oklusi sentrik terdapat crossbite anterior. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pergerakan
mandibula ke depan untuk menghindari kontak prematur antara insisivi maksila dan mandibula
Hal yang penting di dalam menentukan klasifikasi - yang dapat dari maloklusi adalah hubungan mandibula dengan gigi-gigi yang terdapat padanya dengan kranium.Andaikata hanya berdasarkan hubungan mandibula dengan gigi.-giginya, maka ini -sering membingungkan dan _tidak jelas dalam menentukan klasifikasi maloklusi. Terdapat tanda- tanda lain yang penting yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam menentukan lokasi mandibula, antara lain :
Hubungan bidang inklinasi.
Hubungan bidang inklinasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui hubungan dan posisi terhadap basis kranii, asal saja posisi dari tiap-tiap gigi di dalam deretan lengkung mempunyai relasi yang normal terhadap tulang basal. Yang menjadi patokan yang penting dalam hubungan ini adalah gigi molar tetap atas pertama dan kaninus atas. Bila pada waktu beroklusi, bonjol mesial molar bawah dilihat dari mesial - distal berkontak dengan bagian distal premolar kedua atas dan bagian mesial molar pertama atas, juga letak kaninus atas interlock antara kaninus bawah dan premolar bawah. Maka berarti mandibula dengan gigi-gigi yang terdapat padanya mempunyai hubungan yang normal dengan basis kranii , dan digolongkan sebagai maloklusi kelas I ( Neuroklusi ).
Bila terlihat keadaan di mana gigi-gigi dan lengkung gigi bawah terletak lebih mesial
daripada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan lengkung gigi atas. Bonjol mesio bukal molar pertama atas terletak lebih distal daripada "bucca 1 groove" molar pertama bawah. Maka jelaslah ini menun jukkan keadaan maloklusi kelas III.
1, 1
Gambar 4.
Maloklusi kelas III.1. Buccal groove, molar pertamabawah.2. Mesiobucca1 cusp molar pertama atas.3. Posisi gigi kaninus atas.4. Posisi gigi kaninus bawah.
2. Dengan mempelajari foto muka baik pandangan depan pun dari samping.maupun dari foto muka kita dapat mempelajari gambaran muka untuk menentukan derajat dan distribusi pertumbuhan mandibula. Penilaian dari foto muka dapat memberikan hasil yang meragukan, terutama bila terdapat suatu keadaan otot- otot yang abnormal, sering terlihat di regio simfisis mandibula. Hipertropi dan hipertonus otot-otot mentalis , quadrati labii inferior, triangularis, dan orbikularis oris sering menutupi gejala pergerakan ke arah distal dari mandibula. Di samping itu kita juga dapat mempelajari dari foto oklusi gigi geligi, baik dari samping maupun foto gigi dari depan, sehingga dapat dilihat keadaan oklusi gigi secara nyata.
3. Gambaran sefa lometrik.Gambaran sefalometrik sangat berguna untuk mem perlihatkan gambaran pertumbuhan yang abnormal dan kelainan - kelainan letak gigi.Pada kasus-kasus maloklusi di mana terdapat penebalan otot-otot sekitar mulut sehingga dengan gambaran foto muka tidak dapat ditarik kesimpulan. Maka dengan membuat gambaran
sefalometrik dapat memberikan keterangan yang memuaskan.
Radiogram profil ini akan memperlihatkan hubungan antara gigi insisif dengan tulang di bawahnya. Pada neuroklusi, posisi aksial insisif bawah adalah tegak lurus dengan mandibula.
Terdapat beberapa analisa dalam sefalometrik, antara lain analisa menurut Downs. Dalam analisanya Downs membagi studi dalam dua pokok yaitu pola skeletal (skeletal pattern) dan relasi gigi terhadap pola skeletal (dental pattern). Downs memakai bidang Frankfurt horizontal sebagai dasar orientasi. Downs menentukan hubungan antero posterior dengan memakai titik-titik A dan B. Dia menghubungkan titik A dan titik B ini masing-masing dengan Sella Tursica dan Nasion. Garis-garis ini membentuk sudut-sudut dengan Dataran Sella- Nasion. Besar SNA rata-rata adalah 80°. Besar SNB rata-rata 77°. Angka-angka ini adalah nilai rata-rata apabila basis geligi mempunyai relasi yang normal terhadap basis cranii. Selisih SNA dan yaitu ,SNB menunjukkan derajat prognathisma mandibular. Kalau ANB lebih besar dari 3°, make relasi mandibula terhadap maksila ada lah post normal, sedangkan bile ANB negatif, mandibula adalah pre normal terhadap maksila.
Keuntungan metoda Down ini ialah relasi kedua titik A dan B ditentukan terhadap Basis Cranii. Juga kedua titik ini terletak pada basis apikalis sehingga mempunyai relasi terhadap posisi apikal dari insisif.
Skeletal I
Skeletal III
Gambar 5.
Gambaran sefalometrik skeletal I dan skeletal III.
Differential Diagnosis antara Kelas III sejati dan Pseudo
Kelas III
1.Kelas III sejati.
Dinamakan juga skeletal kelas III dan terjadi bila korpus mandibula mempunyai panjang yang abnormal (macromandible). Menurut Schwarz prognathisma sejati hanya mungkin terjadi bile orang mempunyai predisposisi herediter ke arah pertumbuhan korpus mandibula yang berlebih- lebihan.
2.Pseudo kelas III.
Sering dinamakan juga Postural kelas III atau prognathisma tipe dento-alveolaris. Pseudo kelas III ini dalam klasifikasi Dr. Angle sebenarnya termasuk - maloklusi kelas I tipe 3, karena perkembangan mandibula normal dan maksilalah yang pertumbuhannya tidak baik. Juga retensi terlalu lama dari insisif susu dapat menyebabkan pseudo kelas III. Terlihat insisif atas dalam keadaan retrusi, sehingga insisif rahang bawah labial letaknya: Sebab itulah bahkan ada sarjana yang mengusulkan untuk menamakan pseudo kelas III sebagai Maloklusi kelas III divisi 2, analog dengan maloklusi kelas II divisi 2 dari Dr. Angle. Kelas III, sejati dapat dinamakan maloklusi kelas III divisi 1, analog dengan maloklusi kelas II divisi 1 dari Angle.
Untuk mengetahui apakah mandibula yang bertumbuh berlebih-lebihan, atau maksila yang tumbuhnya kurang dari normal, atau kedua-duanya, make studi dengan cephalometri berguna sekali.Bila sudut SNA kurang dari angka rata-rata yaitu 800, dan bile SNB sudutnya sama besar dengan angka rata-rata, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksila yang tidak baik pertumbuhannya dan maloklusi adalah pseudo kelas III.Bila sudut SNA sesuai dengan angka rata-rata,tetapi SNB jauh lebih besar dari 770, maka maloklusi ini 2dalah kelas III sejati.
Gambar 6.
Panjang basis cranii diukur dari posisi Nasion yang mempengaruhi sudut ANB.
Ini berarti bahwa panjang basis cranii (dataran S- N) mempunyai hubungan erat dengan maloklusi. Oleh karena itu sudut rata-rata SNA harus disesuaikan untuk bermacam- macam bangsa.
Gambar 7. Pseudo kelas III (titik-titik menunjukkan posisi yang normal).
Gambar 8. Skeletal kelas III (titik-titik menunjukkan posisi yang normal).
(Isnaniah Malik, 1989)
Publikasi ilmiah 6 : Edisi ini menyajikan karya tulis drg Wayan Ardhana,MS.SpOrt. Bagian Ortodonsia FKG UGM
PERAWATAN GIGITAN SILANG GIGI DEPAN PADA GIGI SUSU DENGAN DATARAN GIGITAN MIRING AKRILIK CEKAT
(Laporan Kasus)
Wayan Ardhana
Bagian Ortodonsia FKG UGM, Program Studi Ortodonsia PPDGS FKG UGM
ABSTRAK
Gigitan silang gigi depan jika dibiarkan berkembang akan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan maksila dan tidak terkontrolnya pertumbuhan mandibula ke depan sehingga dapat menjadi maloklusi skeletal kelas III yang sangat merusak penampilan wajah. Perawatan sangat perlu dilakukan pada usia dini sejak periode gigi susu. Dua kasus maloklusi pseudo kelas III dengan gigitan silang gigi depan pada periode gigi susu telah dirawat menggunakan dataran gigitan miring akrilik yang dipasang secara cekat pada gigi depan bawah. Maloklusi dapat terkoreksi dalam waktu 2-3 bulan, oklusi dapat dikembalikan kerelasi normalnya dan tetap dalam keadaan normal saat dilakukan observasi ketika semua gigi depan permanen
telah erupsi.
Kata kunci : Gigitan silang gigi depan, periode gigi susu, dataran gigitan miring cekat
Abstracts
Untreated anterior crossbite will be able to inhibit the maxillary growth and subsequent uncontrolled forward growth of the mandible can lead to class III skeletal malocclusion and therefore an unattractive appearance. Care needs to be done at a very early age and can be started during primary dentition period. Two cases of pseudo class III malocclusion with anterior cross bite of primary dentition have been treated using fixed acrylic bite plane mounted on the lower front teeth. Malocclusion can be corrected in 2-3 months, and normal occlusion can be restored and remained stable when all the
Adobe Acrobat Reader 4.0 or higher is recommended to view these articles. If you do not currently have Adobe Acrobat Reader, click on the button to download your free copy of Acrobat Reader to view .pdf files.