1.
PATOGENESIS KELELAHAN Kelelahan adalah suatu mekanisme
perlindungan dari tubuh, agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih
lanjutsehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Istilah kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari
setiap individu, tetapi semua bermuara kepada kehilangan efisiensi
dan penurunan kapasitas kerja serta daya tahan tubuh.
Menurut pakar kesehatan gizi klinis dr. Samuel Oetoro, MN dalam
sebuah seminar, kelelahan timbul karena sumber energi yang dimiliki
oleh tubuh menurun atau habis, asam laktat meningkat, keseimbangan
cairan dan elektrolit terganggu. Akibatnya seseorang merasa
tubuhnya lemah, lesu, sakit kepala, gangguan pencernaan, kecemasan
dan terjadi penurunan daya konsentrasi, karena lelah, konsentrasi
menjadi turun sehingga tidak bisa berfikir dan bekerja lebih baik,
ujarnya. Secara garis besar, penyebab kelelahan dikelompokkan
menjadi :
1.Penyebab Medis : Keberadaan penyakit tertentu seperti flu,
anemia, DM, Stress dan Depresi, gangguan tidur atau gangguan
kelenjar tiroid juga penyakit kronis lain, dapat menyebabkan
seseorang mudah 2. Penyebab Psikologis : Seperti depresi,
kecemasan, stres dan lelah. kesedihan.
3. Penyakit yang berkaitan dengan Gaya Hidup : Seperti kurang
tidur, terlalu banyak tidur, konsumsi alkohol, diet yang buruk atau
salah, kurang gerak dan olahraga atau kurang nutrisi. 4. Penyebab
yang berkaitan dengan tempat kerja : Misalnya kerja shift, kondisi
tempat kerja yang buruk, workaholic (kecanduan kerja), suhu ruang
kerja, penyinaran, kebisingan, beban kerja, juga pekerjaan yang
monoton.
Secara umum, kelelahan dapat dibedakan menjadi kelelahan otot
dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau
perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monoton,
intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan pekerjaan,
tidak adanya motivasi untuk bekerja, kondisi mental dan psikologis,
status kesehatan dan gizi.
2. PATOGENESIS OBESITAS Obesitas (kegemukan) adalah suatu
keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih,
sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan
kesehatan. Orang yang dikatakan obesitas adala ketika ia memiliki
Body Mass Index (BMI) lebih dari 30. Definisi obesitas menurut para
dokter adalah sebagai berikut: 1.Suatu kondisi dimana lemak tubuh
berada dalam jumlah yang berlebihan, 2.Suatu penyakit kronik yang
dapat diobati, 3.Suatu penyakit epidemik, dan 4.Suatu kondisi yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat menurunkan
kualitas hidup. MEKANISME TERJADINYA OBESITAS Obesitas terjadi
karena energi intake lebih besar dari energi expenditure. Apapun
penyebabnya, yang
menjadikan seseorang obesitas pada dasarnya adalah energi intake
atau masukan yang didapat dari makanan atau lainnya lebih besar
dibandingkan energi expenditure atau energi yang dikeluarkan.
DAMPAK OBESITAS 1. Diabetes Mellitus Ini terjadi karena
resistensi insulin. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk
mengaktifkan paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein
lipase yang meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah.
Konsentrasi tinggi asam lemak bebas menstimulasi pelepasan sitokin
seperti TNF-a (tumor necrosis factor-alpha) yang memicu resistensi
insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat. Orang gemuk dengan
BMI di atas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai
kecenderungan menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan
bertambahnya ukuran lingkaran perut dan panggul, terutama pada
obesitas tipe sentral atau android, dapat menimbulkan resistensi
insulin. Sebanyak 90% penderita diabetes tipe 2. Hipertensi Lebih
dari 75% kasus hipertensi berhubungan langsung dengan obesitas.
Hipertensi terjadi karena peningkatan plasma darah pada orang yang
obesitas meningkat sebanyak 10-20% dan penyumbatan oleh lemak
sehingga jantung memompa darah dengan cepat sehingga terjadi
hipertensi. Tekanan darah tinggi atau di atas 140/90 mm Hg,
terdapat pada lebih dari sepertiga orang obesitas. 3. Penyakit
Jantung Koroner Obesitas dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
melalui berbagai cara, yaitu dengan cara perubahan lipid darah,
yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol
meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan
kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan kadar
HDL-kolesterol (kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah) dan hipertensi.
4. Stroke Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula dan lemak
darah, maka orang obesitas sangat mudah terserang stroke. Ini
dikarenakan adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh lemak yang mengendap di pembuluh darah sehingga menyebabkan
hipertensi yang kalau lama dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah dan menjadi pendarahan. 5. Sleep Apnea Diantara para
pasien yang menderita sleep apnea, sekitar 60% sampai 70% adalah
orang yang menderita obesitas. Akibat kegemukan menyebabkan
kesukaran bernafas terutama pada waktu tidur malam (sleep apnea),
keadaan yang berat dapat menimbulkan penurunan kesadaran sampai
koma. Selama peristiwa sleep apnea, saluran pernafasan atas
terhalang, menghambat atau menghentikan pernafasan dan menyebabkan
kadar oksigen dalam darah berkurang dan meningkatkan tekanan darah.
Orang tersebut harus segera dibangunkan dan kembali bernafas,
sehingga kadar oksigen dalam darah dan aliran darah ke otak kembali
normal. Gejala dari sleep apnea meliputi perasaan lelah dan
mengantuk walaupun sudah tidur selama 8 jam, mendengkur yang keras
sehingga mengganggu orang lain dan nafas berhenti. 6. Osteoartritis
Osteoartritis biasanya terjadi pada obesitas, umumnya pada
sendi-sendi besar penyanggah berat badan, misalnya lutut dan kaki,
yang akan membuat sendi bekerja lebih berat. Karena sendi tersebut
bekerja dengan keras maka terjadi penurunan fungsi sendi.
7. Batu Empedu Terjadi karena hati menghasilkan kolesterol, yang
merupakan lemak, terlalu banyak daripada asam-asam, yang berfungsi
sebagai pelarut, dan lecithin, yang berfungsi sebagai pengemulsi
antara lemak dan asam-asam empedu tesebut, sehingga beberapa
kolesterol tersebut tidak larut dan membentuk partikel kolesterol
yang akhirnya menjadi batu empedu. Pada obesitas dengan BMI diatas
30 didapatkan kecenderungan timbul batu empedu dua kali lipat
dibandingkan orang normal; pada obesitas dengan BMI lebih dari 45,
ditemukan angka 7 kali lipat. 8. Kanker Payudara Wanita yang telah
menopause lebih berisiko mengalami kanker payudara. Ini terjadi
karena pada wanita menopause yang obesitas terjadi peningkatan
estrogen yang dihasilkan dari jaringan lemak. Karena jaringan lemak
terlalu banyak maka menghasilkan estrogen dalam jumlah yang besar
sehingga berpengaruh terhadap kanker payudara. Obesitas sentral
Pria : lingkar pinggang > 102 cm, rasio pinggang-pinggul >
0,9 Wanita : lingkar pinggang > 88 cm, rasio pinggang-pinggul
> 0.85 Apa penyebab Obesitas? Obesitas terjadi karena jumlah
asupan makanan yang berlebihan, sehingga meningkatkan massa dan
jumlah sel lemak. Faktor resiko Obesitas : - Memiliki anggota
keluarga dengan obesitas. - Sering mengonsumsi makanan berlemak,
gorengan, dan fast food. - Jarang atau bahkan tidak perbah
berolahraga. - Menderita penyakit-penyakit tertentu: gangguan
metabolisme lemak, Cushing Syndrome, dan Hypothyroidism. - Sedang
menggunakan obat-obatan DM atau antidepresan. - Sedang menggunakan
hormon kontrasepsi. 4. INSULIN RESISTENSI resistensi insulin adalah
kondisi dimana sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas insulin
adalah kemampuan dari hormone insulin menurunkan KGD dengan menekan
produksi glukosa hepatic dan menstimulasi pemanfaatan glukosa
didalam otot skelet dan jaringan adipose. Tingginya KGD menyebabkan
sel pancreas terus menerus menghasilkan insulin, karena banyaknya
kebutuhan insulin maka menyebabkan sel pancreas tidak mampu lagi
memenuhi asupan insulin(batas ambang = 120mg/dl) sehingga terjadi
penurunan reseptor insulin yang menyebabkan resistensi insulin.
Obesitas adalah salah satu penyebab resistensi insulin. Simpanan
adipose yang tinggi pada orang obesitas mengaktifkan salah satu
enzim, yaitu protein lipase yang meningkatkan konsentrasi asam
lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi FFA menstimulasi
pelepasan sitokin seperti TNF- yang memicu resistensi insulin. Pada
orang obesitas juga terjaadi peningkatan KGD yang menstimulasi
insulin ekstra(hiperinsulinemia) dan berbalik menurunkan reseptor
insulin dengan meningkatkan proses internalisasi dan degradasi
reseptor. Sindrom resistensi insulin yang dihubungkan dengan
obesitas dan DMTII menyebabkan berbagai abnormalitas metabolisme
tubuh seperti Dislipidemia, Hipertensi, Arterosklerosis, &
pembentukan prokoagulan. Berbagai abnormalisasi merupakan
faktor-faktor PJK. Resistensi insulin jiga menyebabkan penurunan
fosforilasi IRS-1(Insulin Reseptor Substrat1) berfungsi pada
eksresi gen dan metabolisme lipid dan protein erta aktivitas
PI-3K(Phosphatidylinositol-3 kinase) yang berfungsi pada
metabolisme lipid dan protein serta glukosa dan penyimpanannya.
Faktor Resiko Umur Suhu Obesitas History DM Penyakit lain.
Mekanisme Resistensi Insulin KGD SEKRESI INSULIN KADAR INSULIN
DARAH JANGKA WAKTU LAMA RESISTENSI INSULIN DOWN REGULATION c.
Komplikasi Resistensi Insulin Hyperglycemia Suatu kondisi di mana
berlakunya peningkatan KGD yang disebabkan tingkat insulin yg
rendah/resistensi insulin. Tingkat insulin yg rendah/resistensi
insulin mencegah tubuh dari mengkonversi glukosa menjadi glikogen.
Symptom : polifagia, polidipsia, poliuria, penglihatan kabur,
penurunan BB, kelelahan, koma. Hyperinsulinemia Peningkatan tingkat
insulin dalam darah apabila tubuh memproduksi insulin dlm kadar yg
banyak untuk melawan resistensi insulin. Symptom : peningkatan BB,
kelaparan, lemah, kurang fokus, emosi tidak stabil Akibat
Resistensi Insulin Tahap awal kelainan ini kadar gula masih
terkontrol, karena pancreatic inslet mengompensasi dengan menaikkan
sekesi insulin. Semakin lama maka sel-sel pancreas tidak mampu
untuk menompensasi lagi(exhaust) Tahap lanju menurunnya sekresi
insulin meningkatnya produksi glukosa dihati overt diabetes
RESISTENSI INSULIN
1. 1.
Pendahuluan Apa itu? Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di
mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons
insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. Resistensi
insulin pada sel-sel lemak mengurangi efek insulin dan
mengakibatkan peningkatan hidrolisis cadangan trigliserida, jika
tidak ada langkah-langkah yang baik untuk meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau dengan memberikan insulin tambahan.
Peningkatan mobilisasi cadangan lipid akan meningkatkan asam lemak
bebas dalam plasma darah. Resistansi insulin pada sel-sel otot
mengurangi ambilan glukosa (serta menurunkan penyimpanan glukosa
sebagai glikogen), sedangkan resistensi insulin pada sel-sel hati
menyebabkan gangguan sintesis glikogen dan kegagalan untuk menekan
produksi glukosa. Konsentrasi asam lemak yang tinggi dalam darah
(berhubungan dengan resistensi insulin dan diabetes melitus Tipe
2), berkurangnya asupan glukosa otot, dan peningkatan produksi
glukosa hati semua berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi
glukosa darah. Tidak seperti diabetes melitus tipe 1, resistensi
insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah
terletak pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi
insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat
resistensi insulin diyakini sebagai asal
usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk
komplikasinya. Apa yang menyebabkannya? Ada beberapa kondisi yang
menyebabkan resistensi insulin.
Patofisiologi Pada orang dengan metabolisme normal, insulin
dilepaskan dari sel-sel beta () pulau Langerhans pankreas setelah
makan ( "postprandial"), dan mengirim sinyal ke jaringan sensitif
terhadap insulin dalam tubuh (misalnya, otot, adiposa ) untuk
menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar glukosa darah.
Sel-sel beta mengurangi output insulin saat kadar glukosa darah
turun, dengan akibat glukosa darah dijaga pada sekitar 5 mmol / L
(mM) (90 mg / dL). Pada orang dengan resistensi insulin, kadar
normal insulin tidak memiliki efek yang sama pada sel-sel otot dan
adiposa, dengan hasil kadar glukosa tetap lebih tinggi dari
biasanya. Untuk mengkompensasi hal ini, pankreas dalam individu
resistensi insulin dirangsang untuk melepaskan lebih banyak
insulin. Tingkat insulin yang tinggi memiliki efek tambahan yang
menyebabkan efek biologis lebih lanjut ke seluruh tubuh. Jenis yang
paling umum dari resistensi insulin dikaitkan dengan kumpulan
gejala yang dikenal sebagai sindrom metabolik. Resistensi insulin
dapat berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 (NIDDM). Hal ini
sering terlihat sebagai hiperglikemia postprandial, ketika -sel
pankreas tidak mampu memproduksi cukup insulin untuk menjaga kadar
gula darah normal (euglikemia). Ketidakmampuan sel- untuk
menghasilkan insulin yang cukup dalam kondisi hiperglikemia adalah
apa yang menjadi ciri khas transisi dari resistensi insulin untuk
diabetes melitus tipe 2. [1] Berbagai kondisi penyakit membuat
jaringan tubuh lebih resisten terhadap aksi insulin. Contohnya
termasuk infeksi (dimediasi oleh sitokin TNFa) dan asidosis.
Penelitian terbaru menyelidiki peran adipokin (sitokin yang
dihasilkan oleh jaringan adiposa) dalam resistensi insulin.
Obat-obatan tertentu juga dapat dikaitkan dengan resistensi insulin
(misalnya, Glukokortikoid). Insulin itu sendiri dapat menyebabkan
resistensi insulin; setiap kali sel terpapar ke insulin, produksi
GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel berkurang. [2] Hal
ini menyebabkan kebutuhan yang lebih besar untuk insulin, yang
lagi-lagi mengarah pada reseptor glukosa lebih sedikit. Latihan
fisik membalikkan proses ini dalam jaringan otot, [3] tetapi jika
dibiarkan, dapat bergulir menjadi resistensi
insulin. Peningkatan kadar glukosa darah - tanpa memandang
penyebabnya - mengarah ke peningkatan glikasi protein dengan
perubahan dalam fungsi protein di seluruh tubuh. Resistensi insulin
sering ditemukan pada orang dengan adipositas visera (yaitu,
kandungan jaringan lemak yang tinggi di bawah dinding otot perut -
yang berbeda dengan adipositas subkutan atau lemak antara kulit dan
dinding otot , khususnya di tempat lain pada tubuh, seperti pinggul
atau paha), hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia yang
disertai trigliserida tinggi, partikel small dense low-density
lipoprotein (sdLDL) partikel, dan penurunan kadar kolesterol HDL.
Sehubungan dengan adipositas viseral , banyak bukti menunjukkan dua
hubungan erat dengan resistensi insulin. Pertama, tidak seperti
jaringan adiposa subkutan, sel-sel adiposa viseral menghasilkan
sejumlah besar sitokin pro-inflamasi seperti tumor necrosis
factor-alpha (TNF-a), dan interleukin-1 dan -6, dll. Pada banyak
model eksperimental, sitokin pro-inflamasi ini sangat mengganggu
aksi normal insulin dalam lemak dan sel-sel otot, dan mungkin
menjadi faktor utama dalam menyebabkan resistensi insulin seluruh
tubuh yang diamati pada pasien dengan adipositas viseral. Banyak
perhatian ke produksi sitokin pro-inflamasi berfokus pada jalur
IKK-beta/NF-kappa-B, jaringan protein yang meningkatkan transkripsi
gen sitokin. Kedua, adipositas viseral terkait dengan akumulasi
lemak dalam hati, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyakit hati
berlemak nonalkohol (NAFLD). Hasil yang berlebihan NAFLD adalah
pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah (karena
meningkatnya lipolisis), dan peningkatan produksi glukosa hepatik,
yang keduanya mempunyai efek memperburuk resistensi perifer insulin
dan meningkatkan kecenderungan diabetes mellitus tipe 2 . [4]
Resistensi insulin juga sering dikaitkan dengan status
hiperkoagulasi (gangguan fibrinolisis) dan meningkatkan kadar
sitokin inflamasi. Resistensi insulin juga kadang-kadang ditemukan
pada pasien yang menggunakan insulin. Dalam hal ini, produksi
antibodi terhadap insulin menyebabkan penurunan kadar gula darah
lebih kecil dari yang diperkirakan (glikemia) setelah dosis
tertentu insulin. Dengan perkembangan dan analog insulin manusia
pada 1980-an dan penurunan penggunaan insulin hewani (misalnya,
daging babi, sapi), jenis resistensi insulin ini telah menjadi
lazim. Magnesium (Mg) hadir dalam sel hidup dan konsentrasi plasma
yang sangat konstan pada orang sehat. Kadar Mg intraseluler dan
plasma diatur secara ketat oleh beberapa faktor. Di antaranya,
insulin tampaknya menjadi salah satu yang paling penting.
Penelitian in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa insulin
dapat memodulasi perpindahan Mg dari kompartemen ekstraselular ke
intraselular. Kadar Mg intraselular juga telah terbukti efektif
dalam memodulasi aksi insulin (terutama metabolisme glukosa
oksidatif), mengimbangi penggabungan eksitasi-kontraksi terkait
kalsium, dan mengurangi respons sel otot halus terhadap rangsang
depolrisasi. Kadar Mg intraselular yang kurang, seperti yang
ditemukan pada diabetes mellitus tipe 2 dan pada pasien hipertensi,
dapat mengakibatkan defek aktivitas tirosin kinase di tingkat
reseptor insulin dan konsentrasi kalsium intraseluler yang
berlebihan. Kedua kejadian ini bertanggung jawab atas kerusakan
dalam aksi insulin dan memburuknya resistensi insulin dalam DM tipe
2 dan hipertensi. Sebaliknya, pemberian Mg setiap hari ke pasien DM
tipe 2, memulihkan kadar Mg intraselular. Ini berkontribusi
meningkatkan ambilan glukosa yang dimediasi insulin. Manfaat
suplemen Mg harian pada pasien T2DM lebih lanjut didukung oleh
penelitian epidemiologi yang menunjukkan bahwa asupan Mg harian
tinggi memiliki nilai prediktif menurunkan insiden DM tipe 2
[5,6]
5. SINDROM METABOLIK
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan risiko terkena penyakit
kardiovaskular dan diabetes. Ini mempengaruhi satu dari lima
orang, dan meningkatkan prevalensi dengan usia. Beberapa penelitian
memperkirakan prevalensi di Amerika Serikat untuk bisa sampai 25%
dari populasi. Sindrom metabolik juga dikenal sebagai X sindrom
metabolik, sindrom X, sindrom resistensi insulin, sindrom Reaven,
dan CHAOS (Australia). Kondisi serupa pada kuda kelebihan berat
badan ini disebut sebagai sindrom metabolik kuda, tidak diketahui
apakah mereka memiliki etiologi yang sama. Sindrom metabolik
merupakan keadaan pradiabetes dgn komponen: 1. Intoleransi glukosa
(kadar gula puasa 110-126 mg/dL) 2. Obesitas abdomen (gemuk dg
perut buncit) dgn Indeks massa tubuh di atas 23 (kg/m2) dan lingkar
perut di atas 80 cm [wanita] atau 90 cm [pria]). 3. Kadar
trigliserid di sekitar atau di atas 175 mg/dL. 4. Kadar kolesterol
jahat di sekitar atau di atas 150 mg/dL. 5. Tekanan darah sistolik
di sekitar atau di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.
Faktor yang paling penting adalah: 1. 2. 3. 4. 5. berat badan
genetika stres penuaan menetap gaya hidup, yaitu, aktivitas fisik
yang rendah dan asupan kalori berlebih.
Abstrak Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari
faktor2 risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang
ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut
meliputi dislipidemi, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan
obesitas abdominal/sentral. The National Cholesterol Education
Program-Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa
sindrom metabolik merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi
terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi diet, latihan fisik dan
intervensi farmakologik. Penurunan berat badan secara bermakna
dapat memperbaiki semua aspek dari sindrom metabolik. Demikian pula
peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori akan
memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik. Perubahan diet spesifik
ditujukan terhadap aspek2 tertentu dari sindrom metabolik seperti :
Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin
Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah Mengurangi
asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk menurunkan
kadar glukosa darah dan trigliserida Diet yang banyak mengandung
buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, lemak tak jenuh dan
produk2 susu rendah lemak bermanfaat pada sebagian besar pasien
dengan sindrom metabolik. Dokter keluarga
efektif dalam membantu pasien merubah gaya hidupnya melalui
pendekatan individual untuk menilai adanya faktor2 risiko spesifik,
intervensi terhadap faktor2 risiko tersebut serta membantu pasien
dalam mengidentifikasi hambatan2 yang dialami dalam upaya merubah
perilaku. Pendahuluan Sindrom Metabolik yang juga disebut sindrom
resistensi insulin atau sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor2
risiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas
penyakit kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. 1,2) The
National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel
(NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor
risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga
memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif).
3) Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi
insulin Obesitas abdominal/sentral Hipertensi Dislipidemia :
Peningkatan kadar trigliserida Penurunan kadar HDL kolesterol
Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi /
prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive
protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia, peningkatan
agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam
urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.
Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa resistensi insulin juga dapat
menimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic Steato
Hepatitis (NASH).4) Epidemiologi/ Prevalensi Prevalensi Sindrom
Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan
populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National
Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994),
prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP
III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada
wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan
bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika
yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh
mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom
Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap
penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor
kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.5,6) Etiologi :
Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.
Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom
metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai
korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan
pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan
antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga
dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan
disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan
pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi
perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal.
Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami
peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh
stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan
dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa
ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi
akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan
psikososial dan infark miokard. 7-10) Evaluasi Klinis
Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik
hendaklah dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi : 11-12)
Anamnesis, tentang : Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.
Riwayat adanya perubahan berat badan. Aktifitas fisik sehari-hari.
Asupan makanan sehari-hari Pemeriksaan fisik, meliputi : Pengukuran
tinggi badan, berat badan dan tekanan darah Pengukuran Indeks Massa
Tubuh (IMT) , menggunakan rumus :
Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2 Pengukuran lingkaran pinggang
merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular
daripada pengukuran waist-to-hip ratio. Pemeriksaan laboratorium,
meliputi : Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa. Pemeriksaan
klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment) untuk
menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan
dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian
klinis. Highly sensitive C-reactive protein Kadar asam urat dan tes
faal hati dapat menilai adanya NASH. USG abdomen diperlukan untuk
mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai
walaupun tanpa adanya gangguan faal hati. Penatalaksanaan Saat ini
belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan
Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan
agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau
memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom
Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan
latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat
badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi
semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun
kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan
berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga
dapat memperbaiki resistensi insulin.13) Latihan Fisik : Otot
rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin
didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi
insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan
resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang
dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah
merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.
Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh
bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam
jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik
menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan
dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik
untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging
selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral
secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang
dibutuhkan.11,12)
Diet Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus.
Review dari Cochrane Databasemendukung peranan intervensi diet
dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari
suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari studi
klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan
penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan
menurunkan angka kematian total. 11) The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan
darah sistolik antara 120 139 mmHg atau diastolik 80 89 mmHg
sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup
sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit
kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to
Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah
lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan
tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat
badan. Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih
lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses
menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young
Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam
disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna.
Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar
trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga
memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia
atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet
rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti
dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated
fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks
glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang
terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu
studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular
dan asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan
diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari
diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam
jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida,
meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.
Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti
makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks
glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks
glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan
insulin. 12) Edukasi Dokter2 keluarga mempunyai peran besar dalam
penatalaksanaan pasien dengan Sindrom Metabolik, karena mereka
dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta
hambatan2 yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup
tersebut. Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui
pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan,
yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet dan latihan
fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom
Metabolik. Dokter keluarga hendaklah mencoba membantu pasien
mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet
dan latihan fisik yang diterapkan. Pertanyaan2 seperti : Bagaimana
pendapat anda apakah diet dan latihan fisik yang diterapkan dapat
mempengaruhi kesehatan anda ? atau Permasalahan apa yang anda
hadapi dalam mencoba menerapkan perubahan diet atau aktifitas fisik
? , dapat membantu dokter keluarga dalam menerapkan langkah2
berikutnya terhadap masing2 pasien. Jawaban pasien hendaklah
dicatat dalam rekam medik dan direview pada kunjungan berikutnya.
Hal ini dapat membantu dokter mengidentifikasi adanya hambatan2
dalam menerapkan perubahan gaya hidup. 12.13) Farmakoterapi :
Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat
ditatalaksana hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi
farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan
dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan
kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga
diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telah
terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM
tipe 2. 13) Pencegahan The US Preventive Services Task Force
merekomendasi konsultasi diet intensif terhadap pasien2 dewasa yang
mempunyai faktor2 risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular.
Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan
kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah
membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien
prediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes
lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%).13)6. KRITERIA DIAGNOSTIK
SINDROM METABOLIK
Pedoman WHO untuk kriteria diagnosis sindrom metabolik :
Terdapat DM tipe 2 atau resistensi insulin dengan 2 dari kriteria
di bawah :
Dalam pengobatan anti-hipertensi atau tekanan darah > 140/90
mmHg Kadar trigliserid plasma > 150 mg/dl dan atau kadar HDL
< 35 mg/dl untuk pria dan < 40 mg/dl untuk wanita BMI > 30
kg/m dan atau rasio perut-pinggul > 90 cm untuk pria dan > 85
cm untuk wanita Mikroalbuminuria ? 20 mikrogram/menit
Apabila tidak terdapat resistensi insulin maka paling tidak
terdapat 3 dari kriteria di atas Pedoman IDF untuk kriteria
diagnosis sindrom metabolik : Terdapat obesitas sentral dengan 2
kriteria di bawah :
Dalam pengobatan anti-hipertensi atau tekanan darah sistolik 130
mmHg atau tekanan darah diastolik > 85 mmHg Gula darah puasa 100
mg/dl atau terdiagnosis DM tipe 2 Kadar trigliserid plasma > 150
mg/dl atau sedang dalam pengobatan dislipidemia dan atau kadar HDL
< 40 mg/dl untuk pria dan < 50 mg/dl untuk wanita Obesitas
sentral (Asia) rasio perut-pinggul > 90 cm untuk pria dan >
80 cm untuk wanit
kriteria dari IDF tahun 2005 7.LABORATORIUM
Laboratorium Pengkuran kadar lipid dan glukosa puasa diperlukan
untuk menentukan adanya sindrommetabolik atau tidak. Pengukuran
biomarker tambahan yang terkait dengan resistensi insulin juga
diperlukan. Pengujian seperti itu termasuk apo B, high-sensitivity
CRP, fibrinogen, asamurat, microalbumin urin, dan tes fungsi hati.
Sebuah studi tidur harus dilakukan jika gejalaO S A h a d i r . J i
k a P C O S d i c u r i g a i b e r d a s a r k a n f i t u r k l i
n i s d a n a n o v u l a s i , m a k a k a d a r testosteron,
hormon luteinizing, dan follicle-stimulating hormone harus
diukur
Kumpulan gejala pada Sindrom Metabolik (IDF 2005) Obesitas ( LP
wanita > 80 cm, pria > 90 cm) ditambah 2 dari 4 Faktor
berikut ini : 1. Trigliserida 150 mg/dl 2. Kolesterol HDL 3.
Hipertensi 130/85 mmHg 4. Glukosa darah puasa 100 mg/dl Oleh karena
itu, untuk mendeteksi Sindrom metabolik perlu dilakukan:
Pemeriksaan Fisik : Lingkar Pinggang dan Tekanan Darah Pemeriksaan
Laboratorium : Glukosa Darah, Kolesterol HDL, Trigliserida,
Adiponektin
8. Penyakit terkait metabolik sindrom Seseorang yang mengalami
metabolik sindrom dan tidak ditata laksana dengan benar,akan
berisiko mengalami penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit
jantung koroner, stroke, dan diabetes melitus.