110 PEMETAAN POTENSI KERUSAKAN LAHAN DAN BENCANA LONGSOR PADA WILAYAH BUDIDAYA PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Erik Kado Nugrohodan Martinus Andree Wijaya Setiawan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga email: [email protected], [email protected]ABSTRACT The purpose of this study was to determine the potential land degradation and landslide in the area of agricultural land of Boyolali district. The method used in this study was spatial analysis of the thematic maps of Boyolali districts. This analysis was conducted using Quantum GIS software version 2.8.2. Relevant data were extracted from the literature and secondary data from Boyolali District Board of Development Planning. Spatial analysis was based on the principles of agricultural regional planning as well as land degradation and landslide-triggering factors. The results were: 1) The relatively high level of agricultural land use in Boyolali district could be counteracted by the adequate number of farmers; 2) There was inappropriate land use in the areas with gradients of 15-40% and > 40% in which the dry land use was not suitable for agricultural production; 3) There was a conversion of non-production forest into agricultural land in the areas with gradients of 15-40%, and 4) The improper land use as well as land conversion had led to land degradation and potential landslide. Keywords: spatial analysis, land conversion, Boyolali, land degradation, landslide PENDAHULUAN Karakter fisik lahan akan sangat mempengaruhi pola pemanfaatan lahan yang selanjutnya juga berdampak pada pola pengelolaan dan pem- bangunan wilayah baik dalam skala mikro maupun makro. Karakteristik fisik Provinsi Jawa Tengah mempunyai bentuk bervariasi yang tidak lepas dari proses pembentukannya. Dampak dari tumbukan lempeng tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam yang patut diperhatikan lebih lanjut (Anonim, 2105). Potensi negatif dari profil lahan akan menjadi bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan wilayah. Bentukan lahan, kondisi iklim, jenis tanah, dan potensi hidrologi yang bervariasi di wilayah kabupaten Boyolali yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sehingga timbul alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan kapasitas atau daya dukungnya akan berdampak pada kerusakan lahan. Kerusakan lahan tersebut antara lain erosi tanah dan timbulnya potensi bencana tanah longsor. Data Badan Nasional Penanggulangan
13
Embed
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor … KN, Martinus Andree WS...Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
110
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
PEMETAAN POTENSI KERUSAKAN LAHAN DAN BENCANA LONGSORPADA WILAYAH BUDIDAYA PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI
Erik Kado Nugrohodan Martinus Andree Wijaya Setiawan
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan BisnisUniversitas Kristen Satya Wacana Salatiga
The purpose of this study was to determine the potential land degradation and landslidein the area of agricultural land of Boyolali district. The method used in this study wasspatial analysis of the thematic maps of Boyolali districts. This analysis was conductedusing Quantum GIS software version 2.8.2. Relevant data were extracted from theliterature and secondary data from Boyolali District Board of Development Planning.Spatial analysis was based on the principles of agricultural regional planning as wellas land degradation and landslide-triggering factors. The results were: 1) The relativelyhigh level of agricultural land use in Boyolali district could be counteracted by theadequate number of farmers; 2) There was inappropriate land use in the areas withgradients of 15-40% and > 40% in which the dry land use was not suitable foragricultural production; 3) There was a conversion of non-production forest intoagricultural land in the areas with gradients of 15-40%, and 4) The improper land useas well as land conversion had led to land degradation and potential landslide.
Keywords: spatial analysis, land conversion, Boyolali, land degradation, landslide
PENDAHULUAN
Karakter fisik lahan akan sangat mempengaruhipola pemanfaatan lahan yang selanjutnya jugaberdampak pada pola pengelolaan dan pem-bangunan wilayah baik dalam skala mikromaupun makro. Karakteristik fisik ProvinsiJawa Tengah mempunyai bentuk bervariasi yangtidak lepas dari proses pembentukannya.Dampak dari tumbukan lempeng tektonikadalah terjadinya pengangkatan dan pelipatanlapisan geologi pembentuk pulau sehinggamembentuk geomorfologi yang bervariasiseperti dataran landai, perbukitan dan datarantinggi. Kondisi geologi yang demikianmenjadikan Provinsi Jawa Tengah mempunyai
potensi ancaman bencana alam yang patutdiperhatikan lebih lanjut (Anonim, 2105).Potensi negatif dari profil lahan akan menjadibahan pertimbangan dalam upaya pengelolaanwilayah.
Bentukan lahan, kondisi iklim, jenis tanah, danpotensi hidrologi yang bervariasi di wilayahkabupaten Boyolali yang dimanfaatkan sebagailahan pertanian sehingga timbul alih fungsi lahanhutan menjadi lahan pertanian. Alih fungsi lahanyang tidak sesuai dengan kapasitas atau dayadukungnya akan berdampak pada kerusakanlahan. Kerusakan lahan tersebut antara lain erositanah dan timbulnya potensi bencana tanahlongsor. Data Badan Nasional Penanggulangan
111
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
Bencana (BNPB) Republik Indonesia mencatatadanya 6 kejadian bencana tanah longsor ditahun 2015 dan 3 kejadian tanah longsor ditahun 2014 (Geospasial.bnpb.go.id) dibeberapa kecamatan Kabupaten Boyolali.Bencana tanah longsor terjadi antara laindikarenakan adanya kegiatan penebangan danpengeruskan hutan serta alih fungsi lahanmenjadi lahan pertanian. Perubahan penggunaanlahan miring dari vegetasi permanen (hutan)menjadi lahan pertanian intensif menyebabkantanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleherosi tanah. Akibat degradasi oleh erosi inidapat dirasakan dengan semakin meluasnyalahan kritis (Atmojo, 2006).
Perluasan lahan kritis yang berlangsung daritahun ke tahun akan menimbulkan penurunanproduktivitas lahan, sehingga perlu dilakukanupaya penanggulangan. Salah satu upayapenanggulangan dalam perencanaan pem-bangunan dan pengelolaan wilayah adalahdengan analisis spasial suatu wilayah sehinggadiperoleh informasi karakter suatu wilayahdalam pengambilan tindakan. Analisis spasialwilayah memiliki fungsi sebagai analisis karakterwilayah dalam rangka pengembangan maupunpengelolaan suatu wilayah. Dalam analisiswilayah seringkali memanfaatkan data SistemInformasi Geografi (SIG). Proses analisis datadilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidahrelasional terkait secara simultan. SistemInformasi Geografis (SIG) tidak hanya berfungsiuntuk memindahkan/ mentransformasi petakonvensional (analog) ke bentuk digital (digitalmap), lebih jauh lagi sistem ini mempunyaikemampuan untuk mengolah dan menganalisisdata yang mengacu pada lokasi geografismenjadi informasi berharga (Handayani, 2005).
Wilayah kabupaten Boyolali yang sebagianbesar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani memiliki potensi kerugian akibatpenurunan produktivitas lahan yang diakibatkanoleh bencana tanah longsor, erosi, maupundegradasi kualitas lahan akibat adanya alih fungsilahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipotensi kerusakan lahan dan bencana longsorpada wilayah budidaya pertanian kabupatenBoyolali.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode analisisspasial berdasarkan atribut-atribut yangterdapat pada peta tematik yang ada denganmodel geoprosesing dengan tool Quantum GIS(free license). Peta dasar yang digunakanmeliputi: 1) Peta batas administrasi kecamatankabupaten Boyolali, 2) Peta tata guna lahankabupaten Boyolali, 3) Peta kelerengankabupaten Boyolali, 4) Peta kawasan hutankabupaten Boyolali, 5) Peta kawasan rawangerakan tanah kabupaten Boyolali dan 6) Petacurah hujan kabupaten Boyolali. Berdasarkanpeta yang ada tersebut dengan geoprosesingsehingga diperoleh petta tematik baru yangdiinginkan. Analisis data spasial meliputi: 1)Peta pertanian lahan kering, 2) Peta lahanpertanian dalam kawasan hutan, 3) Peta lahanpertanian rawan longsor dan 4) Peta lahanpertanian kelerengan lebih dari 40%. Analisisspasial didasarkan pada kaidah yang sesuaidengan Peraturan Perencanaan WilayahPertanian dan faktor-faktor yang menyebabkankerusakan tanah dan memicu indikasipeningkatan potensi longsor. Pada penelitian inijuga digunakan data sekunder yang meliputi datacurah hujan, data tata guna lahan dan lahankritis, dan data tenaga kerja pendudukKabupaten Boyolali yang dipublikasi olehBAPPEDA Boyolali.
112
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara topografi Kabupaten Boyolali terletakantara 110o 22’ BT - 110o 50’ BT dan 7o 36’LS - 7o 71’LS dengan ketinggian antara 75 metersampai dengan 1.500 meter dari permukaanlaut. Kemiringan lereng bervariasi dari 0% s/dlebih dari 40%. Secara administratif KabupatenBoyolali terbagi menjadi 19 kecamatan denganluas daerah 101.510,1955 Ha. Perubahan tataguna lahan terkait dengan pola pertumbuhanmata pencaharian penduduk. Dari data BoyolaliDalam Angka menunjukkan 30% wilayahKabupaten Boyolali merupakan lahan pertaniankering non bangunan (bukan green house).Mata pencaharian penduduk pada sektorpertanian khususnya tanaman pangan dantanaman per-kebunan 27% - 28% dari totaljumlah pen-duduk tahun 2007 sampai dengantahun 2013 (Kabupaten Boyolali dalam Angka)dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Bermata Pencaharian Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Dari data pada Tabel 1, dapat dilihat adanyapeningkatan jumlah penduduk yang bermatapencaharian di bidang perkebunan dari tahun2007 sampai dengan tahun 2013. Tingginyajumlah penduduk kabupaten Boyolali yangbermata pencaharian di sektor pertaniantanaman pangan dan perkebunan akan diiringidengan alih fungsi penggunaan lahan di wilayahdari non pertanian menjadi pertanian. Peng-gunaan lahan sebagai lahan pertanian di kabu-
paten Boyolali akan mengubah fungsi lahan yangbukan pertanian akan meningkatkan jumlah lahankritis. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 2 .
Tabel 2. Luas Panen Padi dan Ladang (Ha) dan LuasLahan Kritis (Ha) Kabupaten BoyolaliTahun 2007-2012
Dari data pada tabel 2, dapat dilihat terjadipeningkatan luas panen lahan pertanian padi danladang dari 41.862 Ha di tahun 2007 menjadi49.085 Ha di tahun 2012 diiringi denganpeningkatan jumlah lahan kritis seluas 8.734 Hadi tahun 2007 menjadi 17.893,30 Ha di tahun2012. Menurut Lestari (2009) dalam Mustopa(2011) mendefinisikan alih fungsi lahan atau
lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalahperubahan fungsi sebagian atau seluruh kawas-an lahan dari fungsinya semula (seperti yangdirencanakan) menjadi fungsi lain yang menjadidampak negatif (masalah) terhadap lingkung-an dan potensi lahan itu sendiri. Perubahanjenis lahan merupakan penambahan pengguna-an jenis lahan di satu sektor dengan diikutipengurangan jenis lahan di sektor lainnya. Ataudengan kata lain perubahan penggunaan lahan
113
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
merupakan berubahnya fungsi lahan padaperiode waktu tertentu. Menurut Wahyunto(2001) dalam Mustopa (2011), perubahanpenggunaan lahan dalam pelaksanaan pem-bangunan tidak dapat dihindari. Perubahantersebut terjadi karena dua hal, pertama adanyakeperluan untuk memenuhi kebutuhan pen-duduk yang makin meningkat jumlahnya dankedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutanakan mutu kehidupan yang lebih baik.
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertaniandisadari menimbulkan banyak masalah sepertipenurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahanflora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkanperubahan lingkungan global. Masalah inibertambah berat dari waktu ke waktu sejalandengan meningkatnya luas areal hutan yangdialih-gunakan menjadi lahan usaha lain(Widianto, 2003). Alih fungsi lahan hutanmenjadi lahan pertanian seringkali dilakukansebagai solusi mencukupi kebutuhan pangansesuai dengan peningkatan jumlah penduduk.Pada umumnya pembukaan lahan pertanianbaru oleh petani kecil atau tradisional adalahdengan cara tebas bakar (tebang dan bakar/slash and burn). Pembukaan lahan diawalidengan penebangan vegetasi hutan atau belukarsecara manual dan membakarnya untukmembersihkan lahan agar dapat ditanami.Teknik ini umum dilakukan karena cepat danmurah. Kemampuan seorang petani untukmelakukan pembukaan lahan seperti ini sangatterbatas, sehingga kawasan yang dialih-gunakanoleh setiap petani juga terbatas (beberapahektar).
Dasar penentuan lahan yang diperuntukkansebagai lahan budidaya pertanian terdapatdalam SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan No. 683/Kpts/Um/8/1981tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan
lindung dan hutan produksi ada tiga faktor yangdinilai sebagai penentu kemampuan lahansebagai suatu kawasan lindung meliputi ke-lerengan lapangan, jenis tanah menurutkepekaan terhadap erosi dan intensitas hujanharian rata-rata. Penentuan kesesuaian lahanuntuk pertanian lahan basah, pertanian lahankering, dan perkebunan didasarkan pada kesu-buran lahan, tekstur tanah, resiko banjir dangenangan, prosentase batu-batu di permukaantanah, ketebalan tanah atas dan ketinggian.Adanya peningkatan lahan kritis diakibatkanoleh alih fungsi lahan non pertanian menjadilahan pertanian yang tidak sesuai denganpersyaratan kesesuaian lahan pertanian yangtelah tercantum dalam PERATURANMENTERI PEKERJAAN UMUM NO.41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria TeknisKawasan Budidaya. Meningkatnya luas lahankritis kabupaten Boyolali dari tahun 2007sampai dengan tahun 2012 disebabkan antaralain terdapatnya lahan pertanian yang beradapada kelerengan >40%. Hal ini dibuktikandengan pengolahan data melalui analisis spasialterhadap areal pertanian lahan kering ber-dasarkan data lahan pertanian yang berupakebun dan tegalan kabupaten Boyolali sertadata kelerengan diperoleh peta pertanian lahankering yang berada pada kelerengan >40%seperti pada Gambar 1.
Areal yang berwarna merah pada Gambar 1merupakan areal pertanian yang diusahakan dilahan kering pada kelerengan yang lebih dari40%, sedangkan areal yang berwarna kuningmerupakan areal pertanian yang berada padakelerengan antara 15% sampai 40%. Detail luasanlahan pada gambar dapat dilihat pada Tabel 3.
114
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
Gambar 1. Peta Lahan Kritis di Areal Budidaya Pertanian Lahan Kering Kabupaten Boyolali
Tabel 3. Luas Wilayah Pertanian pada Kelerengan >40%
115
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
Dari data pada Tabel 3, dapat dilihat bahwapertanian lahan kering kabupaten Boyolali yangberada pada kelerengan >40% berada dikecamatan Ampel, Cepogo, Karanggede,Klego, Musuk, dan Selo. Kecamatan Ampelmemiliki luas lahan pertanian kering dengankelerengan >40% terbesar yaitu 1119.87 Hadisusul dengan kecamatan Selo yaitu sebesar634.06 Ha. Kelerengan lahan >40% sesuaidengan pedoman kriteria teknis kawasanbudidaya tidak cocok digunakan sebagai lahanpertanian. Kawasan budi daya adalah wilayahyang ditetapkan dengan fungsi utama untukdibudidayakan atas dasar kondisi dan potensisumber daya alam, sumber daya manusia, dansumber daya buatan. Sedangkan kawasanperuntukan pertanian adalah kawasan yangdiperuntukan bagi kegiatan pertanian yangmeliputi kawasan pertanian lahan basah,kawasan pertanian lahan kering, kawasanpertanian tanaman tahunan/perkebunan,perikanan, peternakan dan kelerengan untuk
kawasan lahan kering yang sesuai adalah 0% -15%. Kriteria lahan yang tidak sesuai dengankaidah geologi dapat memunculkan kerusakanlahan. Kerusakan lahan pertanian khususnyapada pertanian lahan kering, juga disebabkanoleh adanya deforestry.
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertaniandapat mengakibatkan berkurangnya kawasan-kawasan penyangga sehingga dapat meningkat-kan potensi kerusakan lahan (bencana alamlongsor) hal ini ditunjukan pada kawasan lahanpertanian yang berada di kelerengan 15 - lebihdari 40% di dalam kawasan hutan, hal ini dapatdilihat pada gambar 2 di atas. Dari gambar 2yang terletak di dalam hutan, hal ini jelas menun-jukkan adanya alih fungsi lahan hutan menjadilahan pertanian. Kawasan tersebut juga beradapada kelerengan yang tidak sesuai untuk kawas-an budidaya pertanian (kelerengan lebih dari15%). Dapat dilihat pula luas kawasan pertani-an yang terletak didalam hutan pada tabel 4.
Gambar 2. Peta Kawasan Petanian Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Boyolali
116
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
No Kecamatan Keterangan Luas (Ha)
1 Andong Tegalan 6.12
2 Cepogo Tegalan 15.61
3 Juwangi Kebun 175.70
4 Juwangi Tegalan 622.95
5 Kemusu Tegalan 143.12
6 Musuk Tegalan 20.17
7 Selo Tegalan 237.55
Tabel 4. Luas Kawasan Petanian Dalam Kawasan Hutan
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa ada 6 Keca-matan di Kabupaten Boyolali yang penduduk-nya mengusahakan pertanian di dalam kawasanhutan. Terdapat 2 macam pertanian yangdilakukan yaitu kebun dan tegalan, hal ini jelassangat menyimpang dari konsep kriteriakesesuaian lahan pertanian dan juga konseplingkungannya. Kerusakan tanah didefenisikansebagai proses atau fenomena penurunankapasitas tanah dalam mendukung kehidupan.Arsyad (2000) menyatakan bahwa kerusakantanah adalah hilangnya atau menurunnya fungsitanah, baik fungsinya sebagai sumber unsur haratumbuhan maupun maupun fungsinya sebagaimatrik tempat akar tumbuhan berjangkar dantempat air tersimpan. Oldeman (1994) men-definisikan kerusakan tanah sebagai proses ataufenomena penurunan kemampuan tanah dalammendukung kehidupan pada saat ini atau padasaat yang akan datang yang disebabkan olehulah manusia. Hilang atau menurunnya fungsitanah yang disebut kerusakan tanah atau degra-dasi tanah akan menyebabkan berkurangnyakemampuan tanah untuk mendukung pertum-buhan tumbuhan atau menghasilkan barang/jasa, dapat terjadi karena penggunaan tanahuntuk produksi biomassa secara berlebihan atautidak sesuai dengan daya dukungnya. Kerusak-an tanah selalu diikuti penurunan produktivitaslahan, hal ini dapat menimbulkan permasalahanserius karena dapat merugikan petani sertamenghambat usaha peningkatan produksi dan
keamanan produk pertanian, yang padaakhirnya dapat mengancam ketahanan dankeamanan pangan nasional.
Dibeberapa wilayah menunjukkan adanyapeningkatan kerusakan tanah akibat dari peng-gunaan tanah untuk aktivitas produksi biomassa,hal ini terlihat pada (1) tingkat produktivitaslahan yang semakin lama akan semakin menurun,(2) tingkat kesuburan tanah merosot, (3) kon-versi lahan pertanian semakin meningkat, (4)luas dan kualitas lahan kritis semakin meningkat,(5) tingkat pencemaran dan kerusakan ling-kungan pertanian meningkat dan (6) dayadukung lingkungan merosot. Terkait hal di atas,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Keru-sakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, telahmempertimbangkan bahwa: (a) tanah sebagaisalah satu sumber daya alam, wilayah hidup,media lingkungan, dan faktor produksi ter-masuk produksi biomassa yang mendukungkehidupan manusia serta makhluk hidup lainnyaharus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsi-nya; (b) meningkatnya kegiatan produksibiomassa yang memanfaatkan tanah maupunsumber daya alam lainnya yang tidak terkendalidapat mengakibatkan kerusakan tanah untukproduksi biomasa, sehingga dapat menurunkanmutu dan fungsinya, pada akhirnya dapat me-ngancam kelangsungan hidup manusia danmakhluk hidup lainnya.
117
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
Seperti yang dikemukakan oleh Arsyad (2000)dan Oldeman (1994) bahwa daerah yangdiperuntukkan sebagai hutan lindung tidakdiperkenankan untuk dialihfungsikan menjadilahan pertanian, hutan produksi dialihfungsikanmenjadi pemukiman, lahan budidaya pertaniandialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri.Kerusakan tanah pada umumnya disebabkan2 hal yaitu 1) faktor alami dan 2) faktor campurtangan manusia. Kerusakan tanah, baik oleh ulahmanusia maupun karena ganguan alam, semakinlama semakin meningkat. Penggunaan lahanyang tidak sesuai dengan daya dukungnya adalahfaktor terbesar dari timbulnya kerusakan tanah.Namun demikian beberapa kemungkinan yangdapat menyebabkan kerusakan tanah yaitu:
1. Penggunaan lahan tidak sesuai dengankemampuan lahan. lahan yang seharusnyacocok untuk hutan dijadikan lahan pertanian.Banyak lahan yang kemiringan lerengnya
lebih dari 40 persen dijadikan pertanian yangintensif.
2. Perlakuan terhadap lahan tidak memenuhisyarat-syarat yang diperlukan oleh lahanseperti tidak memenuhi kaidah-kaidahkonservasi tanah, serta teknik konservasitanah dan air yang diterapkan tidak memadai.Setiap penggunaan lahan (hutan, pertanian,industri, pemukiman) harus sesuai dengansyarat, yakni menerapkan teknik konservasitanah dan air yang memadai.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengandaya dukungnya tanpa disertai pengelolaan yangtepat (konservasi) dapat menimbulkan erositanah. Erosi tanah merupakan penyebabkemerosotan tingkat produktivitas lahan, yangakan berakibat terhadap luas dan kualitas lahankritis semakin meluas. Erosi tanah merupakanfaktor utama penyebab ketidak-berlanjutankegiatan usahatani di wilayah hulu. Erosi yang
Gambar 3. Peta Lahan Pertanian Berpotensi Longsor di Kabupaten Boyolali
118
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
intensif di lahan pertanian menyebabkan sema-kin menurunnya produktivitas usahatani karenahilangnya lapisan tanah bagian atas yang suburdan berakibat tersembul lapisan cadas yangkeras. Kegiatan usahatani tersebut jugamenyebabkan kerusakan sumberdaya lahandan lingkungan di wilayah hilir, yang akanmenyebabkan ketidak-berlanjutan beberapakegiatan usaha ekonomi produktif di wilayahhilir akibat terjadinya pengendapan sedimen,kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir di musimpenghujan dan kekeringan di musim kemarau(Atmojo, 2006). Penggunaan lahan di atas dayadukungnya tanpa diimbangi dengan upayakonservasi dan perbaikan kondisi lahan seringakan menyebabkan degradasi lahan, misalnyalahan di daerah hulu dengan lereng curam yanghanya sesuai untuk hutan, apabila mengalamialih fungsi menjadi lahan pertanian tanamansemusim akan rentan terhadap bencana erosidan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air diIndonesia (daerah tropis), merupakan bentukdegradasi lahan yang sangat dominan. Perubah-an penggunaan lahan miring dari vegetasipermanen (hutan) menjadi lahan pertanianintensif menyebabkan tanah menjadi lebihmudah terdegradasi oleh erosi tanah. Akibatdegradasi oleh erosi ini dapat dirasakan dengansemakin meluasnya lahan kritis. Praktek pene-bangan dan perusakan hutan (deforesterisasi)merupakan penyebab utama terjadinya erosi dikawasan daerah aliran sungai (DAS).
Lahan yang kemiringan lerengnya lebih dari 40persen dijadikan pertanian yang intensif akanmeningkatkan potensi kerusakan alam dan jugapotensi bencana alam seperti longsor jika terjadihujan yang deras. Pada gambar 3 merupakanPeta Lahan Pertanian Berpotensi Longsor diKabupaten Boyolali berdasarkan peta wilayahpertanian yang diusahakan pada lahan keringdengan kelerengan 15% - 40% untuk warnakuning dan lebih dari 40% ditunjukkan padawarna merah. Wilayah ini juga berada padawilayah yang seharusnya difungsikan sebagaikawasan hutan non produksi. Pada daerahtersebut juga terletak pada kawasan rawangerakan tanah, sedangkan lahan pertanian yangtidak sesuai dengan syarat kesesuaian lahanpertanian (Puslitbang Tanah Departemen Per-tanian) dapat menyebabkan kerusakan tanahdan apabila di wilayah tersebut terjadi curahhujan yang tingi maka dapat meningkatkanpotensi bencana longsor. Keadaan curah hujanpada ke 4 kecamatan dapat dilihat pada tabel 5.
Berdasarkan Mayangsari (2012) pola curah hujanyang menyebabkan tanah longsor adalah curahhujan awal rendah lalu meningkat secara konsis-ten hingga akhir. Dapat dilihat pada tabel 7,persentase kenaikan curah hujan dari ke 4kecamatan tertinggi pada kecamatan Selo danCepogo pada periode 2011-2013. Padakeempat kecamatan tersebut terdapat kawasanpertanian yang berada di kelerengan 15%hingga lebih dari 40%. Variasi jenis tanah,
No KecamatanPersentase Kenaikan Curah Hujan (%) Persentase Kenaikan Hari Hujan (%)
Tabel 5. Persentasi Kenaikan Curah Hujan dan Hari Hujan di Selo, Cepogo, Musuk, dan Juwangi dalam Interval 2Tahunan dari Tahun 2009 - 2013
119
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
topografi, dan keberadaan wilayah yang dekatdengan gunung Merapi dan Merbabu membuatbeberapa wilayah kabupaten Boyolali rawandengan bencana tanah longsor. Data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana tanahlongsor yang terjadi di tahun 2014 sampaidengan 2015 tercatat sebanyak 6 kejadianseperti pada tabel 6.
No Tanggal Bujur Lintang Lokasi Kerugian Keterangan
22 03/03/2015 110.51-745.042
Ds. Batu rejoKec. AmpelKab. BoyolaliProv. JawaTengah
*Kronologis : Hujan derasmengakibatkan talut longsor 5m dan tinggi 6 m *Upaya :BPBD Kab. Boyolaisbersama masyarakat,Muspika, Polsek dan Koramilmembersihkan puing-puingbangunan akibat materiallongsoran
95 25/01/2015 110.438-751.528
Ds. Selo Kec.Selo Kab.BoyolaliProv. JawaTengah
1 unit jembatan(RS)
*Kronologis : Akibat hujanderas dan kondisi tanah yanglabil *Upaya : BPBDsetempat sudah melakukanpendataan dan evakuasi
229 25/11/2014 110.653 -72.802
Ds. BanyusriKec.WonosegoroKab. BoyolaliProv. JawaTengah
2 unit rumah(RR)
* Kronologis : Akibat hujandisertai angin kencang *Upaya : BPBD menurunkanTRC untuk melakukanpendataan dan memberikanlogistik untuk masyarakatyang kerja bakti
362 10/03/2014 110.745-733.952
Ds.KarangmojoKec. KlegoKab. BoyolaliProv. Jateng
1 unit rumah RSdan 2 unit rumahterancam
*Kronologis : Akibat hujanderas dan rumah korbanberada di dekat tebing denganketinggian 15 meter *Upaya :BPBD sudah kelokasi untukmembersihkan materiallongsor dan memberikanbantuan logistik
- Jalan Rayasepanjang 750meter (RB) - 1Pondokpesantren (RS) -Jalan utamapenghubungantar desa putus(RB)
*Kronologis : Hujan lebat dankontur tanah yang labil*Upaya : BPBD Kab.Boyolali telah melakukanassesment kelokasi bencanadan mengirim bantuanlogistik untuk warga yangmelakukan kerja bakti
Tabel 6. Kejadian Bencana Tanah Longsor Indonesia Tahun 2014-2015
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
Variasi karakter fisik lahan juga akan mem-pengaruhi potensi kualitas lahan yang bisadimanfaatkan sebagai lahan pertanian sertadampak negatif terhadap potensi degradasikualitas lahan. Ancaman degradasi lahanterutama pada wilayah-wilayah yang tidak me-miliki cukup kawasan penyangga yang berfungsisebagai cadangan hara dan air tanah untukkebutuhan tanaman budidaya. Kawasan pe-nyangga tersebut utamanya terdiri dari kawasanhutan dan kawasan sumber air (mata air, danau,waduk, sungai). Berkurangnya kawasan pe-nyangga akan berdampak pada penurunankualitas lahan.
Hal tersebut meningkatkan potensi terjadinyaerosi yang akan disusul dengan meningkatnyapotensi tanah longsor. Kemenpupera (2012)menyatakan bahwa selain hujan, faktor lain yangmeliputi pengalihfungsian lahan dan erosi dapatmemperbesar potensi longsor disuatu daerah.
Gambar 4. Peta Titik Kejadian Bencana Longsor Pada Areal Pertanian di Kabupaten Boyolali
Dari telaah teori, analisis spasial, dan data dilapangan maka didapatkan Peta Titik KejadianBencana Longsor Pada Areal Pertanian Tahun2014 - 2015 di Kabupaten Boyolali padagambar 4 diatas. Pada gambar 4 tentang PetaTitik Kejadian Bencana Longsor Pada ArealPertanian Tahun 2014 - 2015 di KabupatenBoyolali dapat dilihat bahwa pengusahaanpertanian pada lahan kering atau non sawah diareal dengan kelerengan 15 – 40% memilikipotensi yang tinggi untuk bencana alam yaitulongsor. Pada gambar 4 menunjukkan adanya6 titik bencana longsor yang tercatat selamatahun 2014 – 2015, 4 titiknya terjadi di lahanpertanian yang diusahakan pada areal dengankelerengan 15 – 40%. Hal ini disebabkan padaareal dengan kelerengan 15 – 40% seharusnyamerupakan areal yang dipergunakan untuk hutanmaupun areal konservasi sehingga dapat men-cegah terjadinya longsor saat dalam keadaanhujan yang ekstrim. Jika penggunaan areal
121
Pemetaan Potensi Kerusakan Lahan dan Bencana Longsor Pada Wilayah Budidaya Pertanian Kab. Boyolali (Erik Kado N., dkk)
dengan kelerengan 15 - 40% untuk budidayapertanian masih terus dilanjutkan, makakemungkinan besar kerusakan yang diakibat-kan oleh bencana longsor akan semakinmeningkat tiap tahunnya.
KESIMPULAN
Dari hasil kajian analisis spasial yang telahdilakukan berdasarkan tinjauan pustakaterhadap alih fungsi lahan dan faktor yangmempengaruhi kerusakan tanah maka dapatdisimpulkan bahwa:
1. Penggunaan lahan sebagai lahan pertaniankabupaten Boyolali yang tinggi diimbangidengan jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani.
2. Adanya penggunaan lahan untuk pertanianlahan kering pada wilayah dengan kelereng-an 15%-40% dan lebih dari 40% yang tidaksesuai dengan kesesuaian lahan pertanian.
3. Adanya alih fungsi kawasan hutan non-produksi menjadi lahan pertanian padawilayah dengan kelerengan 15% sampaidengan lebih dari 40%
4. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan alihfungsi lahan menjadi penyebab kerusakanlahan dan menimbulkan potensi longsor.
5. Dari hasil analisis spasial dan olah datasekunder maka didapatkan area (kawasan)yang mempunyai potensi longsor yaitumeliputi Selo, Musuk, dan kawasan yangberbatasan dengan dua kecamatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air.Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor.
Atmojo, S.W. 2006. Degradasi lahan &ancaman bagi pertanian . http://suntoro.staff.uns.ac.id /files/2009/04/degradasi-lahan.pdf [12 Juni 2015]
Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang.2013. Status Kerusakan Tanah UntukProduksi Biomasa Di Kota Semarang(Studi Kasus Di Kecamatan GunungPati). Semarang.
BAPPEDA. 2010. Boyolali Dalam Angka2010. BAPEDA Boyolali.
BAPPEDA. 2012. Boyolali Dalam Angka2012. BAPEDA Boyolali.
BAPPEDA. 2014. Boyolali Dalam Angka2014. BAPEDA Boyolali.
BAPPENAS. 2009. Provinsi Jawa Tengah.http://www.bappenas.go.id/ index.php/download_file/ view/ 14063/ 3930/. [12Juni 2015]
Ditjen Penataan Ruang. 2007. PedomanKriteria Teknis Kawasan Budi Daya.http://www.bkprn.org/ peraturan/the_file/permen41.pdf. [12 Juni 2015]
Geospasial. 2015. Data Kejadian BencanaTanah Longsor. http://geospasial.bnpb.go.id/ pantauanbencana/ data/datalongsorall.php [12 Juni 2015]
Handayani, D. U. N., Soelistijadi, R danSunardi. 2005. Pemanfaatan AnalisisSpasial untuk Pengolahan DataSpasial Sistem Informasi GeografiStudi Kasus : Kabupaten PEMALANG.Jurnal Teknologi Informasi DINAMIKVolume X, No.2 Mei 2005 : 108-116
Kemenpupera. 2012. Pedoman PembuatanPeta Rawan Longsor dan BanjirBandang Akibat Runtuhnya BendunganAlam.
Mayangsari, H. 2012. Simulasi Longsor YangDipengaruhi Curah Hujan Menggu-nakan Model TIGRS (Studi KasusKecamatan Cibadak, Kabupaten
122
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol.1, Juni 2015: 110-122
Sukabumi). Program Studi Meteo-rologi, Fakultas Ilmu dan TeknologiKebumian IPB. Bogor
Mustopa, Z., Santosa, P.B. 2011. AnalisisFaktor-faktor yang MempengaruhiAlih Fungsi Lahan Pertanian DiKabupaten Demak. http://eprints.undip.ac. id/ 29151/1/artikel.pdf [12 Juni2015]
Oldeman, L.R. 1994. The global extent ofsoil degradation. Greenland, D.J. andI. Szabolcs (editor). Soil resilience andsustainable land use. CAB International.p:99-118.
Widianto, 2003. Fungsi dan Peran Agro-forestri. World Agroforestri Center(ICRAF) South East Asia. Bogor-Indonesia.