Top Banner
WORKING PAPER PEMETAAN DAN DETERMINAN INTRA-ASEAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI): STUDI KASUS INDONESIA Shinta R. I. Soekro Triono Widodo (Konsultan) Desember, 2015 WP/12/2015 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
95

pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

Dec 31, 2016

Download

Documents

lamthuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

WORKING PAPER

PEMETAAN DAN DETERMINAN INTRA-ASEAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI):

STUDI KASUS INDONESIA

Shinta R. I. Soekro

Triono Widodo (Konsultan)

Desember, 2015

WP/12/2015

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank

Indonesia.

Page 2: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

1

PEMETAAN DAN DETERMINAN INTRA-ASEAN FOREIGN

DIRECT INVESTMENT (FDI): STUDI KASUS INDONESIA

Shinta R.I. Soekro* dan Triono Widodo (Konsultan)

Abstrak

Sebagai salah satu pilar dari KEA, aliran modal diharapkan akan semakin masif antarnegara ASEAN dengan diimplementasikannya KEA akhir 2015. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN, Indonesia merupakan penerima terbesar foreign direct investment (FDI) dari kawasan.

Investasi tersebut diharapkan tidak hanya untuk memperluas pasar dan mencari sumber daya, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk ekspor. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan FDI yang berasal dari ASEAN-5 ke Indonesia dan mengidentifikasi determinan FDI tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perilaku outward FDI Indonesia ke ASEAN-5 serta melihat bagaimana pergeseran pola FDI ke sektor ekonomi yang lebih memiliki teknologi tinggi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data panel dinamis dengan Generalized Method of Moments (GMM) dan analisis structural breaks Bai dan Perron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan inward FDI intra-ASEAN ke Indonesia adalah FDI tahun sebelumnya, PDB Indonesia, PDB negara asal, jarak, produktivitas relatif, sumber daya alam, infrastruktur jalan, perdagangan bilateral, dan volume ekspor. Sementara itu determinan outward FDI Indonesia adalah PDB negara tujuan, perdagangan bilateral,

dan karakteristik negara Singapura. FDI yang masuk ke Indonesia cenderung berorientasi mengejar pasar lokal, seperti halnya outward FDI Indonesia. Dalam hal pergeseran inward FDI Indonesia ke sektor yang berteknologi lebih tinggi, ditemukan bahwa tidak terjadi pergeseran yang berkelanjutan ke arah tersebut. Hasil penelitian menemukan bahwa FDI intra-ASEAN ke Indonesia cenderung bergeser ke arah sektor tersier.

Key words : FDI, intra-ASEAN, pasar lokal, data panel dinamis,

structural breaks

JEL Classification : F23, F00, C33

* Penulis mengucapkan apreasiasi kepada R. Aga Nugraha (BI Institute), Lutzardo Tobing (BI

Institute) dan Sandy Juli Maulana (Asisten Peneliti).

Page 3: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) diyakini

merupakan salah satu sumber penting pembiayaan bagi suatu negara, khususnya

negara-negara berkembang. FDI yang merupakan arus masuk modal jangka

panjang dan relatif tidak rentan terhadap gejolak perekonomian sangat diharapkan

untuk membantu mendorong pertumbuhan investasi yang berkesinambungan

(sustainable) di negara-negara emerging, termasuk Indonesia. Dengan pertimbangan

arus investasi asing langsung yang berkesinambungan merupakan bagian penting

dalam strategi pembangunan jangka panjang suatu negara, negara-negara anggota

ASEAN sepakat untuk memasukkan investasi sebagai salah satu elemen dari pilar

single market and production base yang merupakan satu dari empat pilar ASEAN

Economic Community.

Salah satu perwujudan komitmen negara ASEAN dalam kerja sama regional

adalah disepakatinya ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur, Malaysia pada

Desember 1997 pada ASEAN Summit. Visi tersebut mengarah pada perwujudan

suatu komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang berlandaskan pada tiga pilar,

yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Political and Security Community

(ASPC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Ketiga pilar tersebut secara

paralel akan mengarah pada terbentuknya suatu ASEAN Community pada tahun

2020. Selanjutnya pada ASEAN Summit di Cebu, Filipina bulan Januari 2007

disepakati bahwa pembentukan komunitas ASEAN tersebut akan dipercepat

menjadi tahun 2015. Percepatan pencapaian visi tersebut dilatarbelakangi oleh

upaya negara-negara ASEAN untuk mengurangi risiko berpindahnya arus modal

asing di tengah meningkatnya persaingan ekonomi regional seiring dengan pesatnya

pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan India serta untuk mendorong ekonomi negara

ASEAN agar lebih efisien dan tumbuh lebih cepat (Kurniati, Prasmuko, dan Yanfitri,

2007). Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) tersebut akan efektif dan resmi dimulai

pada tanggal 31 Desember 2015.

Page 4: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

3

Gambar 1. ASEAN Economic Community

Secara konseptual pembentukan KEA dilakukan melalui empat kerangka

kerja strategis (pilar) yang dituangkan dalam cetak biru KEA2 (Gambar 1). Salah satu

konsep yang digagas adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis

produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang (free flow of goods), aliran

bebas jasa (free flow of services), aliran bebas investasi (free flow of investment), dan

aliran lebih bebas arus modal (freer flow of capital), serta aliran bebas tenaga kerja

terampil (free movement of skilled labour). Keempat kerangka kerja strategis tersebut

diharapkan mampu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan negara-negara

ASEAN.

Meski disadari bahwa KEA sebagai salah satu wadah kerja sama kawasan

akan memberikan banyak manfaat bagi negara anggotanya, tidak dapat dipungkiri

bahwa kerja sama kawasan ini pada kenyataannya menimbulkan perdebatan, baik

di antara kaum birokrat, teknokrat, maupun akademisi. Bagi mereka yang

mendukung, kerja sama kawasan dianggap sebagai building block karena bentuk

2 Dicuplik dari buku Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di

Tengah Kompetisi Global, Bank Indonesia (2008)

Page 5: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

4

kerja sama itu akan mendorong mempercepat proses integrasi ekonomi global.

Sementara itu, mereka yang kurang sependapat menganggap bahwa kerja sama

kawasan merupakan stumbling block. Hal itu disebabkan terbentuknya kerja sama

kawasan umumnya akan diikuti oleh berbagai regulasi yang berbeda bagi negara

anggota dengan non-anggota sehingga dikhawatirkan akan menghambat integrasi

ekonomi global3.

Pada dasarnya dua elemen dalam pilar pasar tunggal dan basis produksi,

yaitu perdagangan (arus barang dan jasa) dan investasi (arus modal), memiliki

hubungan yang sangat erat. Perdagangan antardua negara atau lebih yang semakin

meningkat akan mendorong investor untuk mulai membuka fasilitas produksi di

negara tempat ekspor ke negara tersebut tinggi, yaitu berupa investasi asing

langsung (foreign direct investment–FDI). Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi

berbagai hambatan yang dialami ketika akan melakukan perdagangan antarnegara,

seperti hambatan tarif dan nontarif.

Bagi perusahaan multinasional, FDI memberikan peluang menekan biaya

produksi sekaligus meningkatkan pangsa pasar. Di sisi lain, FDI diyakini

memberikan manfaat kepada negara penerima, antara lain berupa pertumbuhan

ekonomi, pemasukan modal dan teknologi baru, serta peningkatan penyerapan

tenaga kerja

Untuk menarik FDI, setiap negara melakukan langkah yang berbeda-beda,

tergantung pada karakteristik negara tersebut, seperti infrastruktur, rezim

perdagangan yang dianut, ketersediaan tenaga terampil, dan kualitas kelembagaan.

Beberapa negara ASEAN menawarkan insentif khusus kepada investor asing seperti

tax holiday, import duty exemption, dan peningkatan ketersediaan infrastruktur.

Di Indonesia, tren perkembangan FDI mengalami peningkatan selama kurun

waktu lebih dari 40 tahun (1970–2014) dan mulai meningkat secara signifikan sejak

tahun 2001 (Grafik.1). Demikian pula dengan tren perkembangan perdagangan

Indonesia yang juga terus meningkat selama kurun waktu 30 tahun lebih (Grafik 2).

Apabila dilihat lebih jauh per kawasan, tampak bahwa perkembangan FDI intra-

ASEAN Indonesia terus menguat, sementara perdagangan intra-ASEAN Indonesia

mengalami penurunan pada tiga tahun terakhir. Bahkan, pertumbuhan FDI setelah

3 Dicuplik dari Kompasiana Perdebatan Seputar Keberadaan Regionalism Ekonomi, 29

Oktober 2013.

Page 6: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

5

tahun 2012 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan

perdagangan.

Sumber : UNCTAD

Grafik 1. Perkembangan FDI Indonesia (1970–2014)

Grafik 2. Perkembangan Perdagangan Indonesia (1981–2013)

Seiring dengan terus meningkatnya arus FDI ke Indonesia dan pertumbuhan

FDI lebih tinggi dari pertumbuhan perdagangan internasional yang selama 3 tahun

terakhir cenderung menurun (Grafik 3), dipandang perlu pengkajian mengenai

karakteristik FDI yang masuk dan keluar Indonesia, khususnya dari dan ke empat

negara ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina) serta faktor-faktor yang

menarik FDI masuk ke Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

arah perkembangan produk FDI selain ingin mengetahui apakah investasi asing

bergerak menghasilkan produk yang lebih canggih (sophisticated) atau justru

sebaliknya. FDI yang lebih canggih umumnya cenderung memiliki produk ekspor

dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Bukti empiris menunjukkan bahwa dengan

produk ekspor yang lebih canggih, pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dalam

jangka panjang (Jarreau dan Poncety, 2009). Salah satu faktor yang memengaruhi

tingkat kecanggihan dari produk ekspor adalah spillover perusahaan FDI atau dalam

hal ini perusahaan multinasional (Iwamoto dan Nabeshima, 2012). Dengan

memasukkan aspek arah perkembangan FDI ke produk yang lebih canggih,

penelitian ini diharapkan dapat menangkap secara utuh fenomena FDI yang terjadi

di Indonesia.

145

(4,550)

22,580

(10,000)

(5,000)

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

19

70

19

73

19

76

19

79

19

82

19

85

19

88

19

91

19

94

199

7

20

00

20

03

20

06

20

09

20

12

juta

USD

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

198

1

19

83

19

85

19

87

19

89

19

91

19

93

19

95

19

97

19

99

20

01

20

03

20

05

20

07

20

09

20

11

20

13

juta

USD

Page 7: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

1

Sumber: ASEAN Stat, UNCTAD, SEKI, diolah

Grafik 3. Pertumbuhan FDI dan Perdagangan Internasional Indonesia

1.2 Tujuan Penelitian

Dengan latar belakang pentingnya FDI sebagai salah satu sumber

pembiayaan bagi pembangunan suatu negara karena (i) sifatnya yang tidak volatile,

menetap lebih lama, dan sengaja diundang pemerintah untuk menciptakan

lapangan kerja, meningkatan kapasitas produksi, transfer teknologi, dan mengatasi

kesenjangan tabungan investasi (S-I gap); (ii) tidak ada kewajiban pembayaran

pokok bagi FDI yang berbentuk penyertaan di satu sisi; serta (iii)

mempertimbangkan FDI merupakan salah satu elemen penting dalam KEA yang

akan mulai diimplementasikan pada akhir 2015 di sisi lain, dipandang penting

pemahaman lebih jauh terhadap faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan

FDI yang masuk dan keluar Indonesia, khususnya dari dan ke negara ASEAN-5

serta pemahaman karakteristiknya.

Hipotesis awal menunjukkan bahwa FDI yang masuk ke Indonesia mengalami

pergeseran ke arah FDI yang memproduksi barang-barang yang lebih canggih.

Meskipun begitu, FDI di Indonesia diduga masih tetap didominasi oleh aktivitas

produksi untuk mendekati pasar lokal dan bukan untuk menjadikan Indonesia,

dalam hal ini adalah host-country, sebagai negara basis produksi untuk ekspor.

Berdasarkan penjelasan tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Memetakan FDI yang masuk ke Indonesia (negara asal, sektor, komoditas, dan

aspek kebijakannya) yang berasal dari empat negara ASEAN (Malaysia,

Singapura¸ Thailand, dan Filipina) atau ASEAN-5.

(20.0)

(10.0)

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

2011 2012 2013 2014

pers

en

Trade ASEAN FDI dari ASEAN

Page 8: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

2

2. Mengidentifikasi inward factors (push-and-pull factors) atas FDI yang masuk ke

Indonesia dari negara ASEAN-5 dan outward factors (push-and-pull factors) dari

Indonesia ke ASEAN-5.

3. Mengidentifikasi karakteristik tujuan dari inward FDI ke Indonesia dari negara

ASEAN-5 dan outward FDI dari Indonesia ke negara ASEAN-5. Apakah

perusahaan yang melakukan FDI di Indonesia bertujuan mengekspor kembali

atau untuk menjualnya di pasar dalam negeri (export oriented vs local market).

4. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya pergeseran (changing landscape) atas

FDI di Indonesia ke arah FDI yang lebih canggih.

Page 9: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

3

II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Tinjauan Teori FDI

Pada dasarnya FDI dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu inward FDI

dan outward FDI. Definisi dari inward FDI adalah ketika suatu perusahaan

berinvestasi atau memulai operasional perusahaannya di negara (host-country) yang

berbeda dengan negara asalnya (home-country). Sementara itu, outward FDI adalah

ketika perusahaan domestik berekspansi dan melakukan operasional

perusahaannya di negara lain, baik dalam bentuk investasi baru (greenfield

investment), penggabungan dan pengambilalihan usaha (merger and acquisition),

atau bentuk ekspansi usaha lain yang memanfaatkan fasilitas di negara tujuan

(host-country).

Penelitian ini mengacu pada teori dan model yang menjelaskan kehadiran FDI

dan faktor-faktor yang menentukannya. Pertama, teori O-L-I (ownership-location-

internalization) yang menjelaskan alasan mengapa suatu perusahaan melakukan

FDI. Kedua, model gravitasi (gravity model). Model ini digunakan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor pendorong dan penarik FDI (push-and-pull factors).

2.1.1 Teori O-L-I (Ownership-Location-Internalization)

Teori O-L-I merupakan suatu pendekatan eklektik yang menjelaskan

keberadaan FDI di suatu negara (Dunning, 2001; Petri, 2012; Masron, 2013). Teori

O-L-I disebut pendekatan eklektik karena teori ini menerangkan alasan mengapa

suatu perusahaan memilih FDI di antara berbagai alternatif pilihan lain.

Selanjutnya Xaypanya, Rangkakulnuwat, dan Paweenawat (2015) menjelaskan

setiap elemen teori O-L-I tersebut. Pertama, ownership-specific menjelaskan

keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang mendorong

perusahaan tersebut untuk terlibat dalam produksi di luar negara asalnya.

Keunggulan tersebut termasuk permodalan, teknologi, pemasaran, kemampuan

manajerial dan organisasi, serta keunggulan dalam hal skala ekonomis. Kedua,

location-specific menjelaskan bahwa keunggulan spesifik yang dimiliki suatu negara

menciptakan daya tarik bagi suatu perusahaan di luar negara tersebut untuk

masuk ke negara bersangkutan (host country). Keunggulan tersebut misalnya adalah

resources endowment, potensi pasar yang besar, infrastruktur yang mendukung,

kondisi pasar tenaga kerja, tingkat upah yang bersaing, dan fasilitas investasi lain

Page 10: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

4

yang diberikan oleh pemerintah kepada investor asing. Ketiga, internalization-

specific menjelaskan keunggulan yang dimiliki perusahaan apabila memilih untuk

membuka fasilitas produksi daripada alternatif lain, seperti mengekspor atau

melakukan joint-venture.

Paradigma O-L-I tersebut dapat diturunkan menjadi motivasi bagi

perusahaan multinasional untuk memilih lokasi berinvestasi. Terdapat empat

motivasi yang dapat diturunkan dari paradigma O-L-I tersebut, yaitu resource

seeking, market seeking, efficiency seeking, dan strategic asset seeking (Franco, et

al., 2010; Wadhwa dan Reddy, 2011; Hoang, 2012). Resource seeking menjelaskan

bahwa perusahaan memilih untuk menanamkan modalnya di suatu negara karena

terdapat sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam, yang

tidak tersedia di negara asal perusahaan tersebut atau terdapat sumber daya

dengan biaya yang lebih murah secara relatif jika dibandingkan dengan negara asal

perusahaan tersebut. Misalnya, perbandingan upah tenaga kerja antara negara asal

(home country) dan negara tujuan investasi (home country).

Sementara itu, market seeking menjelaskan bahwa perusahaan memilih

suatu negara sebagai tujuan investasinya karena mengejar potensi pasar yang ada

di negara tersebut. Perusahaan memutuskan untuk membuka fasilitas produksi

karena beberapa alasan, misalnya mengikuti pemasok atau konsumen yang

sebelumnya telah membangun fasilitas produksi di negara tersebut dalam rangka

mengeksplorasi selera pasar lokal, dan meminimalkan biaya transportasi.

Efficiency seeking menjelaskan bahwa perusahaan memilih suatu negara

sebagai tujuan investasi karena ingin mengefisienkan proses produksinya. Menurut

Franco et al. (2010) terdapat dua pendapat mengenai apakah efficiency seeking

berbeda dengan resource seeking. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa

efficiency seeking dan resource seeking adalah dua hal yang sama karena hanya

mengejar biaya yang lebih murah, misalnya dengan mencari negara dengan upah

yang relatif lebih murah. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa kedua motif

tersebut berbeda karena efficiency seeking lebih mengarah pada pencapaian skala

ekonomi dan mendapatkan keuntungan dari diversifikasi aset yang dilakukannya.

Motif yang terakhir adalah strategic asset seeking. Motif ini menjelaskan bahwa

perusahaan memilih untuk berinvestasi di suatu negara karena ingin mendapatkan

akses terhadap suatu teknologi yang terdapat di negara tujuan investasi yang tidak

dimiliki oleh perusahaan tersebut.

Page 11: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

5

Paradigma O-L-I di atas berhubungan erat dengan pengelompokan FDI

berdasarkan karakteristik sebagaimana dijelaskan oleh Miroudot dan Ragoussis

(2008). Berdasarkan karakteristiknya FDI dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

FDI horizontal dan FDI vertikal. FDI horizontal adalah investasi asing yang

bertujuan untuk membangun basis produksi di negara lain dengan tujuan untuk

mengejar potensi pasar (market seeking). FDI horizontal akan membangun fasilitas

produksinya di negara yang menjadi tujuan pasarnya. Sementara itu, FDI vertikal

adalah investasi asing yang bertujuan untuk membangun sebagian fasilitas

produksi di negara lain dalam rangka mengejar efisiensi (efficiency seeking) yang

terkait dengan rantai pasokan (supply chain) dari proses produksinya. FDI vertikal

akan menciptakan fragmentasi proses produksi di negara tujuan investasi.

Meskipun begitu, klasifikasi berdasarkan horizontal dan vertikal tidak dapat

diaplikasikan secara kaku (rigid). Hal tersebut disebabkan fenomena yang terjadi di

lapangan tidak sesederhana konsep horizontal atau vertikal sebagaimana diuraikan

di atas. Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan

kerangka production network dalam dua dimensi, yaitu lokasi penjualan produk dan

asal bahan baku intermediate (Damuri, 2015).

Sumber: Damuri, 2015

Grafik 1. Kerangka FDI dan Perdagangan Internasional

FDI Increasingly Market Seeking

Pure horizontal FDI

Pure ‘HQ’ vertical

FDI (trade

invisibles)

Resource extraction FDI

Share of

intermediates

sourced lokally

Share of output

sold lokally

100%

100%

0%

‘Networked’ FDI

Pure outward

processing FDI (i.e

export)

Lokal assembly

FDI

Page 12: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

6

Damuri lebih lanjut mengemukakan bahwa untuk dapat melihat bagaimana

pola FDI dalam hal market seeking, dapat dilihat apakah titik perusahaan FDI

semakin jauh posisinya dari garis horizontal. Jika posisi titik perusahaan semakin

jauh dari garis horizontal, perusahaan FDI tersebut semakin berorientasi pada

mengejar potensi pasar lokal. Grafik 1 mengilustrasikan fenomena FDI yang terjadi

di lapangan ditinjau dari dua hal, yaitu pangsa penjualan untuk pasar lokal dan

pangsa input antara (intermediate input) lokal yang digunakan. Kategori FDI menurut

kombinasi kedua hal tersebut (lokasi penjualan produk dan asal bahan baku

intermediate) adalah sebagai berikut.

a. Pure horizontal FDI, yaitu perusahaan FDI menjual 100 persen produknya ke

pasar lokal dan membeli 100 persen input antara dari lokal.

b. Pure HQ vertical FDI, yaitu perusahaan FDI menjual sebagian besar produknya

untuk ekspor dan membeli 100 persen input antara dari lokal.

c. Pure outward processing FDI, yaitu perusahaan FDI menjual 100 persen

produknya untuk ekspor dan membeli 100 persen input antara dari pasar luar

negeri.

d. Resource extraction FDI, yaitu perusahaan FDI menjual 100 persen produknya

untuk ekspor, tetapi memperoleh 100 persen input antaranya dari lokal.

e. Local assembly FDI, yaitu perusahaan FDI menjual 100 persen produknya ke

pasar lokal, tetapi mengimpor 100 persen input antaranya.

f. Networked FDI, yaitu perusahaan FDI menjual sebagian produknya ke pasar

lokal dan sebagian produk lainnya untuk ekspor serta memperoleh sebagian

produknya dari pasar lokal dan mengimpor sebagian lainnya.

2.2 Model Gravitasi FDI

Diakui bahwa terdapat berbagai model yang umum digunakan untuk

menganalisis keberadaan FDI dalam sebuah perekonomian. Sehubungan dengan

penelitian ini, model yang digunakan sebagai acuan adalah model gravitasi (gravity

model). Model gravitasi yang diaplikasikan dalam ilmu ekonomi merupakan adopsi

dari hukum Newton mengenai gravitasi (Newton’s Law of Gravitation). Anderson

(2010) mengaplikasikan hukum Newton tersebut ke dalam persamaan dasar model

gravitasi yang menjelaskan interaksi antara dua wilayah sebagai berikut.

Page 13: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

7

𝑋𝑖𝑗 =𝑌𝑖𝐸𝑗

𝑑𝑖𝑗2

Keterangannya adalah sebagai berikut, yaitu 𝑖 menunjukkan wilayah asal, 𝑗

menunjukkan wilayah tujuan. 𝑌𝑖 adalah massa atau ukuran perekonomian dalam

bentuk barang atau tenaga kerja atau faktor-faktor produksi lain yang ditawarkan

oleh daerah tujuan. 𝐸𝑗 adalah massa atau ukuran perekonomian dalam bentuk

barang atau tenaga kerja atau faktor-faktor produksi lain yang diminta oleh wilayah

tujuan; sedangkan, 𝑑𝑖𝑗 merupakan jarak yang menjadi hambatan interaksi kedua

wilayah tersebut. Interaksi kedua wilayah tersebut ditunjukkan dengan pergerakan

barang atau tenaga kerja antar 𝑖 dan 𝑗 yang dinotasikan dengan 𝑋𝑖𝑗.

Secara sederhana, penjelasan model tersebut adalah interaksi dua wilayah

dalam hal pergerakan arus barang, jasa, dan faktor-faktor produksi lainnya yang

berbanding lurus dengan ukuran perekonomian kedua wilayah dan berbanding

terbalik dengan jarak. Ukuran perekonomian wilayah tujuan mencerminkan

besarnya permintaan terhadap barang, jasa, atau faktor-faktor produksi lainnya,

sedangkan ukuran perekonomian wilayah asal mencerminkan kapasitas

penawaran.

Dengan memodifikasi model dasar di atas menjadi model logaritma natural,

diperoleh rumus

𝑙𝑛𝑋𝑖𝑗 = 𝛽1𝑙𝑛𝑌𝑖 + 𝛽2𝑙𝑛𝐸𝑗 + 𝛼 𝑙𝑛𝑑𝑖𝑗

yang dapat dijelaskan 𝛽1 > 0, 𝛽2 > 0, dan 𝛼 < 0.

Selain output perekonomian, variabel lain yang umum digunakan untuk

melihat ukuran wilayah adalah jumlah populasi. Salah satu yang diaplikasikan oleh

Kahouli dan Maktou (2014) yang menggunakan GDP dan populasi sebagai variabel

massa atau ukuran perekonomian dengan spesifikasi model adalah sebagai berikut.

𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗 = 𝛽0𝐺𝐷𝑃𝑖𝛽1𝐺𝐷𝑃𝑗

𝛽2𝑃𝑂𝑃𝑖𝛽3𝑃𝑂𝑃𝑗

𝛽4𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗𝛽5𝐹𝑖𝑗

𝛽6

Penjelasanya adalah i merupakan subscript untuk negara tujuan (host country) dan

j merupakan negara asal FDI (home country). GDP menunjukkan output

perekonomian, sedangkan POP menunjukkan jumlah penduduk di setiap wilayah,

dan DIST merupakan jarak fisik antarnegara tujuan dan negara asal FDI. Pada

model ini, 𝐹 merupakan faktor lain yang menstimulasi arus FDI antarkedua wilayah

atau negara. Koefisien β menunjukkan elastisitas variabel independen terhadap FDI.

(1)

(2)

(3)

Page 14: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

8

Selanjutnya model tersebut dimodifikasi menjadi bentuk logaritma natural sehingga

menjadi

𝑙𝑛𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗𝑖𝑗= 𝛽1𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑖 + 𝛽2𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑗 + 𝛽3𝑙𝑛𝑃𝑂𝑃𝑖 + 𝛽4𝑙𝑛𝑃𝑂𝑃𝑗 + 𝛽5𝑙𝑛𝐷𝐼𝑆𝑇𝑖𝑗 + 𝛽6𝑙𝑛𝐹𝑖

Persamaan (4) merupakan contoh model gravitasi statis yang menjelaskan

bagaimana arus FDI antarkedua negara.

2.2.1 Tahapan Integrasi Ekonomi

Untuk melihat posisi FDI intra-ASEAN dalam tahapan integrasi ekonomi,

digunakan pendekatan teori Balassa (1961). Balassa mengemukakan bahwa upaya

untuk menuju integrasi ekonomi harus melalui berbagai tahapan. Tahapan-tahapan

tersebut dibagi menjadi lima, dimulai dari free trade area (FTA) dan custom union,

kemudian dilanjutkan dengan common market dan economic union integration, dan

terakhir total economic (Grafik 2).

Free trade area (FTA) adalah kerja sama kawasan tempat tarif dan kuota

antarnegara anggota dihapuskan, tetapi tiap-tiap negara anggota tetap menerapkan

tarif masing-masing terhadap negara non-anggota. Custom union (CU) adalah kerja

sama free trade area yang meniadakan hambatan pergerakan komoditas

antarnegara anggota, tetapi menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan

anggota.

Sementara common market (CM) adalah kerja sama custom union yang juga

meniadakan hambatan-hambatan pada pergerakan faktor-faktor produksi (barang,

jasa, dan aliran modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi diharapkan

dapat menghasilkan alokasi sumber yang efisien. Economic union integration (EU)

adalah kerja sama common market dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi

nasional yang signifikan, termasuk kebijakan struktural. Sementara itu, total

economic (TE) adalah kerja sama berupa penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan

sosial yang diikuti dengan pembentukan lembaga supranasional dengan keputusan-

keputusan yang mengikat bagi seluruh negara anggota.

Dari uraian tersebut FDI intra-ASEAN dapat dikategorikan sebagai kerja

sama kawasan pada tahap common market dan hal itu merupakan tahap integrasi

ekonomi KEA selanjutnya. Pada tahap ini faktor produksi, terutama modal, bergerak

dengan bebas antarnegara anggota ASEAN untuk mencapai tujuan, seperti skala

ekonomi, keuntungan komparatif, dan efisiensi produksi.

(4)

Page 15: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

9

Grafik 2. Tahapan Integrasi Ekonomi Balassa

2.3 Tinjauan Literatur Determinan FDI

Beragam penelitian telah dilakukan terkait determinan FDI. Berbagai faktor

pendorong dan penarik FDI dianalisis, baik dalam konteks perekonomian suatu

negara maupun kawasan. Xaypanya et al. (2015) dalam penelitiannya terhadap FDI

di ASEAN mengemukakan bahwa terdapat perbedaan tingkat pembangunan (stage

of development) di antara negara-negara anggota ASEAN sehingga perlu dibedakan

karakteristik determinan FDI di negara ASEAN-5 (Indonesia, Singapura, Malaysia,

Filipina, dan Thailand) dengan ASEAN-3 (Laos, Kamboja, dan Vietnam). Periode

pengamatan yang dilakukan adalah 2000–2011 yang diestimasi menggunakan

model data panel dengan first-differencing untuk mendapatkan estimator yang tidak

bias. Perbedaan utama spesifikasi model ASEAN-5 dan ASEAN-3 adalah

penggunaan variabel official development assistance (ODA). Variabel tersebut hanya

digunakan pada spesifikasi model data panel ASEAN-3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk negara ASEAN-3, variabel yang

signifikan dan menjadi determinan FDI masuk ke negara ASEAN-3 adalah tingkat

inflasi, infrastruktur telekomunikasi, dan tingkat keterbukaan (openness). Variabel

pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) negara ASEAN-3 tidak

signifikan memengaruhi arus FDI masuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa FDI

masuk ke negara ASEAN-3 bukan untuk mengejar pasar. Sementara itu, hasil

estimasi model data panel ASEAN-5 menunjukkan variabel yang signifikan menjadi

determinan FDI adalah tingkat inflasi, infrastruktur telekomunikasi, dan PDB

negara ASEAN-5 yang dijadikan tujuan FDI. Signifikansi pada variabel PDB

Page 16: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

10

menunjukkan bahwa negara ASEAN-5 dituju oleh investor karena faktor pasarnya

yang cukup besar. Penelitian ini berhasil menjelaskan bahwa terdapat perbedaan

karakteristik antara determinan FDI di ASEAN-3 dan ASEAN-5. Meskipun begitu,

penelitian ini tidak menggunakan variabel yang distandardisasi (standardized) atau

dalam bentuk logaritma sehingga antara model persamaan ASEAN-3 dan ASEAN-5

tidak dapat dibandingkan per variabelnya, terutama dalam hal magnitude tiap-tiap

variabel. Misalnya, tidak dijelaskan bagaimana perbedaan pengaruh kondisi

infrastruktur antara ASEAN-3 dan ASEAN-5 dalam hal menarik FDI.

Sementara itu, Thangavelu dan Narjoko (2014) melakukan studi mengenai

determinan FDI di negara-negara anggota ASEAN, baik FDI yang berasal dari sesama

negara ASEAN maupun non-ASEAN. Khusus untuk FDI yang berasal dari sesama

negara ASEAN, studi yang dilakukan Thangavelu dan Narjoko ini menganalisis pula

dampak perjanjian kerja sama perdagangan bebas, baik bilateral maupun

multilateral yang dilakukan negara ASEAN. Untuk menganalisis determinan FDI

dan dampak perjanjian kerja sama perdagangan tersebut digunakan model

gravitasi. Data yang digunakan adalah data bilateral FDI di ASEAN dengan negara-

negara ASEAN lainnya dan non-ASEAN selama periode 2000–2009. Metode estimasi

yang digunakan adalah analisis data panel dengan fixed effect. Hasil estimasi data

panel menunjukkan bahwa faktor market size berpengaruh terhadap arus FDI ke

negara ASEAN, dan FDI yang masuk didominasi oleh FDI horizontal export-platform.

Selain itu, perjanjian bilateral dan multilateral berpengaruh positif dan signifikan

terhadap arus FDI antarnegara ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian

kerja sama dengan negara ASEAN, baik dengan sesama negara ASEAN maupun

dengan non-ASEAN lebih dominan menciptakan perdagangan (trade creation effects)

daripada mengalihkan perdagangan (trade diversion effects). Namun, dampak

implementasi ASEAN Free Trade Area (AFTA) justru berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap arus FDI ke ASEAN. Namun, isu ini tidak ditindaklanjuti lebih

jauh dalam penelitian ini. Studi ini juga menemukan bahwa FDI cenderung memilih

lokasi di negara yang memiliki tingkat perkembangan sumber daya manusia (human

capital) yang kuat.

Wattanadumrong, Collins, dan Snell (2014) mengambil studi kasus FDI di

Thailand selama kurun waktu 1970–2004. Penelitian itu menggunakan data

tahunan arus FDI ke Thailand dari 10 negara utama FDI (Jepang, US, Inggris,

Jerman, Kanada, Australia, Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Korea) dan

menggunakan aplikasi ekonometrik data panel dinamis GMM. Wattanadumrong et

Page 17: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

11

al. menganalisis apakah variabel-variabel makroekonomi memengaruhi arus FDI.

Dari studi tersebut disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara asal FDI

(home country) merupakan salah satu faktor pendorong (push factors) FDI karena

semakin tinggi pertumbuhan ekonomi negara asal akan memperluas akses

pendanaan untuk berekspansi ke luar negeri. Selain itu, perdagangan bilateral juga

berperan sebagai pendorong FDI karena semakin baik dan semakin eratnya kerja

sama perdagangan antara negara asal FDI dan Thailand, akan semakin deras arus

FDI ke Thailand dari negara bersangkutan. Sementara itu, faktor penarik (pull

factors) FDI ke Thailand adalah iklim investasi, stabilitas makroekonomi domestik,

dan kondisi kelembagaan. Kebijakan pemberian insentif investasi seperti tax holiday

terbukti mampu menarik FDI ke Thailand.

Studi lain terkait determinan FDI di ASEAN yang menganalisis berdasarkan

motivasi berupa market seeking, resource seeking, atau efficiency seeking dilakukan

oleh Masron (2013). Dalam studinya Masron menganalisis dampak adanya ASEAN

Investment Area (AIA) dan AFTA terhadap FDI di ASEAN guna melihat apakah FDI

intra-ASEAN merupakan pelengkap dari FDI yang berasal dari negara maju. Studi

ini menggunakan data arus FDI intra-ASEAN selama periode 1998–2009. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis data panel dinamis yang diestimasi dengan

menggunakan fully modified OLS (FMOLS) untuk mengatasi masalah endogenitas

yang terjadi. Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa investasi di ASEAN yang

berasal dari intra-ASEAN bersifat resource seeking atau efficiency seeking. Selain itu,

studi ini juga menemukan bahwa faktor biaya tenaga kerja (labor cost) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap FDI intra-ASEAN. Selain biaya tenaga kerja, variabel

lain yang juga berpengaruh adalah risiko politik. FDI intra-ASEAN lebih tertarik

pada negara yang memiliki dinamika politik yang lebih stabil.

Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Hoang (2012) menganalisis FDI

inward ke negara ASEAN-6 yang dikaitkan dengan fenomena krisis keuangan Asia

1997. Periode analisis dalam studi tersebut adalah 1991–2009 dan ditemukan

bahwa krisis keuangan Asia 1997 berpengaruh terhadap masuknya FDI ke ASEAN.

Hasil studi menunjukkan bahwa potensi pasar menjadi faktor yang cukup penting

sebagai daya tarik bagi FDI yang masuk ke ASEAN. Simpulan empiris lain dari studi

ini adalah bahwa faktor infrastruktur, tingkat keterbukaan, stabilitas politik, dan

tingkat upah juga menjadi faktor penting yang memengaruhi FDI berinvestasi di

ASEAN. Khusus untuk variabel tingkat upah, Hoang menggunakan beberapa variasi

tingkat upah, yaitu tingkat upah nominal, tingkat upah relatif terhadap

Page 18: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

12

produktivitas, dan interaksi tingkat upah dengan produktivitas. Ditemukan bahwa

meskipun tingkat upah nominal tinggi, investor cenderung lebih memperhatikan

masalah produktivitas dan tingkat keterampilan tenaga kerja. Dengan kata lain,

biaya tenaga kerja yang sedikit mahal bukan merupakan hambatan bagi investor

untuk melakukan investasi sepanjang dikompensasi dengan tingkat produktivitas

yang tinggi. Sementara itu, dari hasil uji stabilitas parameter, perilaku FDI ini tidak

berubah, baik sebelum maupun sesudah krisis Asia 1997.

Terdapat beberapa studi lain yang mengaitkan determinan FDI dengan

hubungan perdagangan bilateral antara negara asal (home country) dan negara

tujuan FDI (host country) sebagaimana yang dilakukan oleh Cho (2013) dan Blonigen

(2005). Dalam studinya, Cho (2013) menganalisis hubungan perdagangan yang

dilakukan India dengan delapan negara maju, yaitu dengan Korea, Jepang,

Singapura, Tiongkok, US, Inggris, Jerman, dan Belanda. Dalam hal ini ingin

diketahui apakah hubungan perdagangan internasional memengaruhi arus FDI dari

delapan mitra dagang tersebut ke India. Data yang digunakan adalah data

triwulanan selama periode 2004–2012 dan diestimasi dengan menggunakan metode

vector autoregression (VAR) granger causality test. Hasil estimasi menunjukkan

bahwa kausalitas antara perdagangan bilateral dan arus FDI antara India dan empat

negara Asia Timur, yaitu Korea, Jepang, Singapura, dan Tiongkok terbukti tidak

signifikan. Sebaliknya, terdapat kausalitas antara perdagangan bilateral yang

dilakukan dan arus FDI antara India dan US, Inggris, Jerman, dan Belanda, baik

hubungan dua arah (two-way) maupun satu arah (one-way). Hal ini membuktikan

bahwa hubungan kausalitas antara perdagangan bilateral dan arus FDI akan

tumbuh apabila telah terbangun hubungan dagang kedua negara yang cukup lama

mengingat sejarah hubungan dagang India dengan keempat negara barat itu lebih

lama jika dibandingkan dengan keempat negara Asia Timur.

Sementara itu, Blonigen (2005) melakukan literature review terhadap

sejumlah penelitian yang dilakukan selama periode awal 1990-an hingga

pertengahan 2000-an yang menganalisis hubungan antara keputusan perusahaan

multinasional (Multinational Enterprises/MNEs) untuk melakukan FDI dan lokasi

yang dipilih untuk melakukan FDI tersebut. Blonigen menyimpulkan bahwa

keterkaitan FDI dengan perdagangan bilateral berhubungan dengan bagaimana

hubungan antarperusahaan secara vertikal, misalnya perusahaan penyedia input

dengan perusahaan manufaktur. Salah satu contoh yang disebutnya adalah

kelompok konglomerat asal Jepang yang lazim disebut Keiretsu. Dikemukakan

Page 19: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

13

bahwa terdapat pengaruh kuat dari para anggota Keiretsu terhadap keputusan

lokasi FDI yang akan dipilih.

Selain itu, Blonigen juga menemukan bahwa terdapat hubungan negatif atau

positif antara keberadaan FDI dan perdagangan bilateral kedua negara. FDI dan

perdagangan bilateral akan berhubungan negatif atau memiliki efek substitusi

apabila FDI dikategorikan sebagai FDI horizontal atau market seeking. Dalam hal ini

FDI menggantikan impor barang dari negara asal FDI dengan barang yang

diproduksi secara domestik dari hasil investasi langsung tersebut. Sementara itu,

FDI dan perdagangan bilateral memiliki hubungan positif atau memiliki efek

komplementer jika FDI dikategorikan sebagai FDI vertikal atau efficiency seeking

sehingga FDI akan meningkatkan impor sekaligus ekspor. Barang yang diimpor

adalah bahan baku yang akan diolah oleh FDI untuk selanjutnya diekspor kembali

dalam bentuk barang yang telah diolah.

Analisis determinan FDI lainnya adalah dengan menggunakan pendekatan

sektoral maupun institusional seperti yang dilakukan oleh Walsh dan Yu (2010).

Kedua peneliti tersebut melakukan studi terhadap 27 negara yang masuk kategori

negara maju (advanced economies) dan negara emerging markets. Data yang

digunakan adalah data tahunan arus FDI selama kurun waktu 1985–2008. Data

FDI tersebut selanjutnya diperinci secara sektoral menjadi tiga sektor utama, yaitu

sektor primer, sekunder, dan tersier yang diestimasi menggunakan metode dinamis

generalized method of moments (GMM). Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan determinan FDI pada setiap sektor ekonomi. Determinan FDI pada sektor

pertanian tidak memiliki keterkaitan dengan stabilitas makroekonomi, tingkat

pembangunan, atau kualitas kelembagaan. Determinan utama FDI pada sektor

primer ini adalah lokasi bahan baku atau sumber daya alam (resources), misalnya

pertambangan mineral dan minyak bumi.

Sebaliknya, FDI di sektor sekunder dan tersier dipengaruhi oleh stabilitas

makroekonomi dan kualitas kelembagaan meskipun dengan derajat dan intensitas

yang berbeda. Kondisi stabilitas makroekonomi, misalnya, lebih kuat memengaruhi

sektor tersier daripada sektor sekunder. Dalam hal terjadi depresiasi nilai tukar

secara mendalam pada mata uang negara tujuan, hal ini akan mendorong lebih

banyak FDI pada sektor sekunder dan secara bersamaan mengurangi FDI pada

sektor tersier. Arus FDI di sektor tersier akan meningkat jika terjadi peningkatan

yang pesat pada pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, kualitas kelembagaan juga

memengaruhi kedua sektor tersebut secara signifikan. Dalam hal terdapat pasar

Page 20: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

14

tenaga kerja fleksibel dan pasar keuangan yang maju, hal itu akan mendorong arus

FDI pada sektor sekunder. Sementara, jika terdapat infrastruktur yang maju dan

lembaga hukum yang lebih independen, hal itu akan mendorong peningkatan arus

FDI pada sektor tersier.

Cadarajat dan Yanfitri (2008) melakukan penelitian untuk melihat hubungan

kausalitas antara FDI dan perdagangan internasional serta struktur industri dan

motif penanaman FDI investor asing yang memengaruhi hubungan antara FDI dan

perdagangan internasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

FDI sektoral yang dilakukan oleh tiga investor utama di Indonesia, yaitu Jepang,

USA, dan UK dari tahun 1990–2006. Metodologi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji kausalitas Granger pada data panel, baik secara bivariate maupun

multivariate. Hasil estimasi terhadap data FDI outflows 17 negara OECD ke

Indonesia dan data ekspor-impor Indonesia terkait negara tersebut menunjukkan

adanya kausalitas dua arah antara impor dan FDI, yaitu impor berpengaruh positif

terhadap FDI, tetapi FDI berpengaruh negatif terhadap impor. Selain itu, terdapat

kausalitas dua arah antara FDI inflows dari Jepang dan impor Indonesia dari

Jepang. Hal tersebut diduga terkait dengan dua hipotesis, yaitu lebih kuatnya motif

market seeking jika dibandingkan dengan motif efficiency seeking dari FDI Jepang

dan/atau terjadi pengalihan tujuan ekspor dari FDI Jepang ke negara lain.

Sebagaimana halnya FDI dari Jepang, FDI dari Amerika bersifat substitusi terhadap

impor. Selain itu, FDI dari Amerika berpengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia

ke Amerika. Hal tersebut diduga terkait struktur FDI dari Amerika yang sebagian

besar terjadi pada sektor pertambangan dan sektor nonmanufaktur. Sementara itu,

FDI dari Inggris mempunyai kausalitas dua arah dengan ekspor dan impor sehingga

mengarah pada hubungan yang komplementer antara FDI dan perdagangan cross-

border antara Indonesia dan Inggris.

Kurniati, Prasmuko, dan Yanfitri (2007) melakukan studi untuk mengetahui

faktor-faktor determinan masuknya aliran modal FDI di Asia dan di Indonesia serta

menguji dampak investasi yang masuk ke Tiongkok terhadap FDI yang masuk ke

Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Dunning dan

model gravitasi dengan estimasi dilakukan secara panel dan OLS. Negara yang

menjadi sampel dalam melakukan pengolahan meliputi Tiongkok, Filipina, India,

Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Periode waktu yang

digunakan adalah antara tahun 1990–2005 dengan jenis data tahunan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menentukan masuknya FDI ke

Page 21: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

15

negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Tiongkok, dan India adalah pertumbuhan

ekonomi, upah buruh, infrastruktur, nilai tukar efektif, dan perjanjian bilateral.

III. DATA DAN METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data panel bilateral inward foreign direct

investment (FDI) sektoral Indonesia dari empat negara ASEAN (Malaysia, Singapura,

Thailand, dan Filipina) dengan periode waktu tahunan dari 2000 s.d. 2013.

Page 22: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

16

Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data sesuai dengan variabel yang

digunakan. Deskripsi lengkap tentang variabel, indikator, dan sumber data terdapat

pada Tabel 1.

Data FDI yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Statistik

Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. Sementara itu, data outward

FDI yang digunakan bersumber dari ASEAN Secretariat. Data FDI tersebut

merupakan data bilateral, yaitu arus investasi dari empat negara ASEAN untuk tiap

sektor pada titik waktu tertentu, misalnya FDI dari Malaysia untuk sektor pertanian

pada tahun 2009, atau FDI dari Thailand untuk sektor jasa lainnya. Data tersebut

merupakan data net inflow, yaitu data yang sudah memperhitungkan asset dan

liabilities-nya.

Data PDB yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Statistik

Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Sementara itu, data PDB untuk negara ASEAN

diperoleh dari database CEIC dan World Bank. Kedua data tersebut menggunakan

perhitungan harga konstan (PDB riil).

Data jarak diperoleh dari perhitungan penulis menggunakan website Global

Distance Calculator4. Jarak tersebut merupakan jarak fisik garis lurus yang

menghubungkan dua titik, yaitu antara ibu kota negara asal investasi (home country)

dan ibu kota negara tujuan investasi (host country). Jarak tersebut dihitung dalam

satuan kilometer (km). Data jarak tersebut selanjutnya dikali dengan harga minyak

dunia (brent) untuk melihat pergerakan biaya angkut setiap tahun yang

diasumsikan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.

Data productivity yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari publikasi ESCAP, Statistical Yearbook for Asia and the Pacific 20145.

Produktivitas diperoleh dengan membagi nilai tambah bruto ekonomi total (gross

value added/GVA) dengan jumlah orang yang bekerja di suatu negara. Untuk

membandingkan produktivitas dengan negara asal (produktivitas relatif), variabel

produktivitas yang digunakan adalah rasio produktivitas antara Indonesia dan

negara asal.

Resource endowment (sumber daya alam) dihitung dengan rasio PDB riil

sektor primer terhadap total PDB riil. PDB sektor primer mencakup PDB sektor

4 distancecalculator.globefeed.com/world_distance_calculator.asp 5 (The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP),

2014)

Page 23: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

17

pertanian (dalam arti luas) dan PDB sektor pertambangan dan galian. Data yang

diambil bersumber dari CEIC Database.

Data infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,

yaitu infrastruktur jalan dan infrastruktur listrik. Kedua infrastruktur tersebut

penting bagi operasi bisnis suatu perusahaan. Infrastruktur jalan dalam hal ini

adalah data road paved, yaitu data panjang jalan yang permukaannya minimal

berbatu atau sudah beraspal terhadap total jalan. Data road paved diperoleh dari

World Development Indicator (WDI) World Bank. Khusus untuk data tahun 2012–

2013 merupakan data ekstrapolasi karena terkait masalah ketersediaan data.

Sementara itu, data infrastruktur listrik merupakan rasio kapasitas listrik per

kapita yang bersumber dari data Asian Development Bank (ADB).

Dua variabel lain yang terkait perdagangan adalah volume ekspor dan

perdagangan bilateral. Volume ekspor menunjukkan bagaimana ketertarikan

perusahaan asing terhadap potensi ekspor dari Indonesia. Data yang digunakan

adalah data total volume ekspor Indonesia ke seluruh partner dagang. Data tersebut

bersumber dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia.

Data perdagangan bilateral merupakan data perdagangan antara dua negara pada

titik tahun tertentu. Data tersebut mencakup ekspor negara asal FDI ke negara

tujuan FDI dan impor negara asal FDI dari negara tujuan FDI. Data tersebut

diperoleh dari UN Comtrade.

Tabel 1. Penjelasan Variabel Model

No. Variabel Definisi Perhitungan Sumber

Data Expected

Sign

1. Inward FDI Indonesia Intra-ASEAN Sektoral

Net inflow FDI sektoral dari 4 negara ASEAN

Total net inflow FDI per sektor

SEKI/BI +

Tabel 1. (lanjutan)

No. Variabel Definisi Perhitungan Sumber

Data Expected

Sign

2. Outward FDI FDI Bilateral Outward Indonesia ke negara ASEAN-4

Net flow outward FDI Indonesia ke negara ASEAN-4

ASEAN Secretariat

+

Page 24: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

18

3. PDB Indonesia

Total PDB Indonesia dengan harga konstan

Total PDB Indonesia dengan harga konstan

SEKI/BI +

4. PDB negara asal investasi

Total PDB negara asal FDI dengan harga konstan

Total PDB negara asal FDI dengan harga konstan

CEIC, World Bank.

+

5. Jarak Jarak fisik antara Indonesia

dengan negara asal FDI dengan denominator harga minyak Brent

Jarak Antara Jakarta dengan negara asal FDI

x harga minyak Brent rata-rata setahun

Global Calculator Distance;

Bloomberg

-

6. Produktivitas Relatif

Rasio produktivitas tenaga kerja total Indonesia terhadap produktivitas tenaga kerja total negara asal FDI

Produktivitas Indonesia/ Produktivitas negara asal FDI; Produktivitas: total nilai tambah bruto/jumlah tenaga kerja

Statistical Yearbook for Asia and the Pacific 2014, ESCAP Statistics Division

+

7. Pangsa Sektor Primer terhadap PDB (natural resource)

Kontribusi sektor primer (pertanian dan pertambangan) terhadap total PDB harga konstan

((Total PDB sektor Pertanian+ Total PDB sektor pertambangan)/ total PDB)x100

CEIC Database

+

8. Infrastruktur jalan

Rasio panjang jalan yang berbatu, kerikil, dan aspal terhadap panjang jalan keseluruhan

((Jumlah jalan yang berbatu+ jumlah jalan kerikil+jumlah jalan beraspal)/ panjang jalan keseluruhan) x 100

World Development Index

+

Tabel 1. (lanjutan)

No. Variabel Definisi Perhitungan Sumber

Data Expected

Sign

9. Infrastruktur listrik

Rasio kapasitas listrik per kapita

Kapasitas produksi listrik dibagi jumlah penduduk

ADB +

Page 25: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

19

11. Volume Ekspor

Volume ekspor Indonesia ke seluruh negara partner dagang

Total volume ekspor

SEKI/BI +

12. Perdagangan Bilateral

Total perdagangan negara Indonesia dengan negara asal FDI

(Ekspor Indonesia dengan negara asal FDI+Impor Indonesia dengan negara asal FDI)

UN Comtrade

+

Variabel-variabel yang digunakan sebagaimana dipaparkan di atas

menggunakan data makro, sedangkan FDI yang sesungguhnya merupakan

perusahaan individual. Penggunaan data makro dalam penelitian ini

dilatarbelakangi oleh ketidakmudahan memperoleh data individual FDI atau firm

level (data mikro), terutama data firm level dari ASEAN-5.

3.2 Metode Analisis

Setiap tujuan dalam penelitian ini memiliki metode analisis tersendiri.

Adapun metode yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Metode analisis untuk tujuan pertama adalah metode statistik deskriptif.

Metode tersebut terkait pemetaan arus inward FDI ke Indonesia dari ASEAN-

5 (negara asal, sektor, komoditas, dan aspek kebijakan).

b) Metode analisis untuk mengidentifikasi push factor dan pull factor adalah

metode analisis regresi data panel dinamis (dynamic panel data).

c) Metode analisis untuk mengidentifikasi karakteristik arus FDI antarnegara

ASEAN-5 (export base atau local market) dengan analisis regresi data panel

dinamis (dynamic panel data).

d) Metode analisis untuk mengidentifikasi pergeseran arus FDI antarnegara

ASEAN-5 ke arah yang lebih sophisticated dengan menggunakan regresi

multiple structural breaks (Bai dan Perron, 1998).

3.2.1 Metode Data Panel Dinamis dan GMM

Metode data panel dinamis merupakan pengembangan analisis data panel

standar yang mengadopsi model dinamis data time-series. Data panel yang

Page 26: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

20

dimaksud adalah data yang memiliki struktur gabungan cross-section dan time-

series, sedangkan model dinamis yang dimaksud adalah adanya lag variabel

dependen (autoregressive; AR) pada sisi kanan (variabel independen). Oleh karena

itu, data panel dinamis merupakan model yang memiliki struktur data panel dan

memiliki autoregressive untuk variabel dependennya.

Salah satu keunggulan data panel adalah mampu menangkap dinamika

perekonomian daripada data pure cross-section atau time-series (Gudjarati dan

Porter, 2009; Verbeek, 2004). Salah satu model pengembangan data panel adalah

model data panel dinamis. Model data panel dinamis merupakan model data panel

yang memiliki komponen lag variabel dependen (AR1) atau distributed lag dalam

modelnya. Seperti halnya dalam model dynamic time-series, penggunaan lag dalam

data panel terkait perilaku-perilaku dinamika antarvariabel yang berhubungan

dengan adjustment, persistence, atau perilaku hubungan jangka pendek-jangka

panjang antara dua variabel. Model data panel dinamis merupakan model yang

menspesifikasi variabel lag dengan variabel individual spesifik (Wawro, 2002).

Salah satu masalah dalam model data panel autoregressive adalah metode

estimasinya. Pada kasus model data statik, pemilihan antara POLS (pooled OLS),

fixed effect (FE), dan random effect (RE) GLS (generalized least square) dapat

ditentukan berdasarkan bagaimana perilaku parameter dan asumsi mengenai

korelasi antara regressor dan error. Dalam model panel statik, POLS dapat bias

karena terdapat heterogenitas antarunit individu. Untuk menanggulangi bias

tersebut, digunakan fixed effect atau random effect. Selanjutnya, pilihan antara

keduanya bergantung pada bagaimana asumsi mengenai korelasi antara regressor

dan error-nya.

Pada kasus data panel dinamis, terdapat perlakukan khusus karena

munculnya AR1. AR1 tersebut secara konstruksi memiliki keterkaitan dengan

individual effect. Hal itu melanggar asumsi dalam least square yang mengharuskan

kovarians antara regresor dan error sama dengan nol. Ilustrasi model AR1 pada

random effect model data panel adalah sebagai berikut.

𝑦𝑖,𝑡 = 𝛿𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝛽𝑥𝑖,𝑡 + 𝑒𝑖,𝑡 (5)

𝑒𝑖,𝑡 = 𝛼𝑖 + 휀𝑖,𝑡 (6)

Dalam random effect model, komponen e terbagi menjadi dua, yaitu individual

spesifik dan error. Dalam model tersebut, asumsi bahwa regressor independen

terhadap error tidak terpenuhi. Hal tersebut terjadi karena 𝑦𝑖,𝑡 berhubungan dengan

Page 27: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

21

𝛼𝑖 (variabel individual spefisik berpengaruh terhadap variabel dependen). Oleh

karena itu, 𝑦𝑖,𝑡−1 berhubungan pula dengan variabel spesifik. Baltagi (2005)

menyebut bahwa random effect GLS bias karena variabel quasi-demeaning dalam

GLS berkorelasi dengan error-nya.

Sementara itu, untuk fixed effect model, Baltagi (2005) menyebut bahwa

within estimator yang diperoleh dari demeaning-form memang menghilangkan

masalah korelasi antara individual spesifik dan AR1. Akan tetapi, bentuk AR1 hasil

demeaning-transformation tersebut berkorelasi dengan error yang juga

ditransformasi demeaning (Verbeek, 2004), kecuali jika jumlah N (cross section) dan

T (time series-nya) tak terhingga.

Fixed effect estimator untuk transformasi first difference juga bias dan

inkonsisten karena terdapat pula hubungan antara AR1 dan error yang telah

menjadi first difference. Ilustasinya adalah sebagai berikut.

𝑦𝑖,𝑡 − 𝑦𝑖,𝑡−1 = 𝛿(𝑦𝑖,𝑡−1 − 𝑦𝑖,𝑡−2) + 𝛽(𝑥𝑖,𝑡 − 𝑥𝑖,𝑡−1) + (휀𝑖,𝑡 − 휀𝑖,𝑡−1) (7)

Variabel (𝑦𝑖,𝑡−1 − 𝑦𝑖,𝑡−2) berkorelasi dengan (휀𝑖,𝑡 − 휀𝑖,𝑡−1) karena secara definisi 𝑦𝑖,𝑡−1

berkorelasi dengan 휀𝑖,𝑡−1.

Salah satu teknik estimasi yang disarankan untuk menanggulangi masalah

tersebut dalam data panel adalah metode generalized method of moments (GMM).

Metode GMM yang biasa digunakan dalam hal ini adalah yang digagas oleh Arellano

dan Bond. Teknik tersebut merupakan pengembangan dari teknik instrumental

variabel yang disarankan oleh Anderson dan Hsiao (Greene, 2007; Baltagi, 2005).

Menurut Arellano dan Bond, metode instrumental variable yang ditawarkan oleh

Anderson dan Hsiao tidak efisien karena tidak menggunakan semua kondisi momen

yang tersedia. Secara sederhana, Anderson dan Hsiao hanya menggunakan salah

satu variabel lag yang lebih panjang atau bentuk difference variabel lag yang lebih

panjang untuk menjadi instrumen. Oleh karena Arellano dan Bond menggunakan

kondisi momen yang tersedia, GMM difference merupakan metode yang tepat untuk

mengestimasi model tersebut. Masalah endogeneity pada data panel dinamis akibat

adanya AR 1 ditanggulangi dengan GMM difference dengan menggunakan teknik

instrumental variabel yang digagas oleh Arellano dan Bond tersebut.

Arellano dan Bond (Verbeek, 2004; Baltagi, 2005) mengambil ide bahwa pada

persamaan first difference akan digunakan instrument variable yang lebih banyak

untuk menjamin kondisi momen yang lebih banyak. Ilustrasi sederhana adalah

sebagai berikut, misalnya pada T=3:

Page 28: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

22

𝑦𝑖,3 − 𝑦𝑖,2 = 𝛿(𝑦𝑖,2 − 𝑦𝑖,1) + 𝛽(𝑥𝑖,3 − 𝑥𝑖,2) + (휀𝑖,3 − 휀𝑖,2) (8)

Jika terdapat korelasi antara 𝑦𝑖,2 dan 휀𝑖,2, menurut Arellano dan Bond 𝑦𝑖,1 adalah

instrumen yang tepat. Untuk kasus T=4:

𝑦𝑖,4 − 𝑦𝑖,3 = 𝛿(𝑦𝑖,3 − 𝑦𝑖,2) + 𝛽(𝑥𝑖,4 − 𝑥𝑖,3) + (휀𝑖,4 − 휀𝑖,3) (9)

Jika terdapat korelasi antara 𝑦𝑖,3 dan 휀𝑖,3; 𝑦𝑖,2 dan 𝑦𝑖,1 adalah instrumen yang tepat

sehingga instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut: [(yi,1), (yi,1,yi,2), (yi,1, yi,2,

yi,3),..., (yi,1,...,yi,t-2)]. Dari instrumen tersebut, dapat diturunkan moment condition,

yang kemudian diderivasi berdasarkan metode GMM pada umumnya. Model

tersebut menggunakan bentuk first difference sebagai dasar persamaan sehingga

disebut GMM-diff dalam literatur data panel dinamis.

Terdapat pula pengembangan dari GMM-diff berdasarkan penambahan

moment condition-nya. Pengembangan tersebut disebut GMM-sys karena

mengeksploitasi kondisi momen yang diperoleh dari sistem persamaan bentuk

difference dan persamaan level. Hal tersebut menyebabkan penambahan moment

condition sehingga meningkatkan efisiensi. Roodman (2009) menyebutkan bahwa

GMM-diff dan GMM-sys diaplikasikan pada kasus tertentu tergantung/kondisional

pada asumsi mengenai data generating process (DGP).

a. Terdapat proses dinamis, yaitu pengaruh kondisi masa lalu terhadap yang

sedang berjalan.

b. Terdapat pola heteroskedastik dan korelasi serial (diselesaikan dengan two-

step method).

c. Data panel memiliki dimensi waktu (T) yang tidak terlalu besar.

d. Instrumen yang digunakan bersumber dari internal model.

e. Untuk GMM-sys dapat berisi variabel time-invariant.

f. Beberapa regressor mengalami masalah endogenitas.

Dalam hal model yang digunakan merupakan model distributed-lag, teknik

estimasi akan tergantung pada bagaimana asumsi mengenai lag variabel x tersebut

(Bond, 2002). Selayaknya AR1 pada model dasar, penggunaan lag akan merujuk

pada penggunaan distributed-lag-nya sebagai instrumental variable.

𝑙𝑛𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗𝑡 = 𝛽0 + 𝛼𝑙𝑛𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗𝑡−1 + 𝛽1𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑖𝑡 + 𝛽2𝑙𝑛𝑀𝐷𝑖𝑠𝑡𝑖𝑗 + 𝛽3𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 + 𝛽3𝑙𝑛𝑅𝑒𝑙𝑝𝑟𝑜𝑑𝑖𝑗𝑡 +

𝛽4𝑅𝑒𝑠𝑖𝑡 + 𝛽5𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑟𝑜𝑎𝑑𝑖𝑡 + 𝛽6𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑒𝑙𝑒𝑐𝑡𝑖𝑡 + 𝛽7𝑙𝑛𝑉𝑜𝑙𝐸𝑥𝑝𝑗𝑡 + 𝛽8𝑙𝑛𝐵𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑑𝑒𝑖𝑗𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 (10)

𝑢𝑖𝑡 = 𝜇𝑖 + 𝜐𝑖𝑡

Page 29: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

23

Dalam bentuk aslinya, model yang akan digunakan dalam penelitian ini

ditunjukkan pada persamaan 10. Subscript i menunjukkan cross-section negara

tujuan dan j menunjukkan negara asal, sedangkan t menunjukan tahun. Komponen

𝑢 terdiri atas 𝜇 yang merupakan fixed effect dan 𝜐 yang merupakan error term. FDI

menunjukan data inward FDI Indonesia sektoral dari empat negara ASEAN, GDP

menunjukan GDP harga konstan Indonesia, Mdist merupakan distance yang berupa

perkalian dari jarak fisik dengan harga minyak dunia (brent), Relprod merupakan

data produktivitas relatif Indonesia yang dibandingkan dengan negara asal, Res

merupakan data resources endowment, Infraroad merupakan variabel

infrastruktur jalan yang diproksi dengan persentase jalan berbatu dan beraspal

terhadap total jalan, infraelect merupakan variabel infrastruktur listrik, Exp

merupakan data volume ekspor total Indonesia untuk seluruh komoditas, dan

Biltrade merupakan perdagangan bilateral antara Indonesia dan negara asal FDI.

Model tersebut akan diestimasi dengan menggunakan teknik estimasi GMM

difference dan two-step procedure.

Untuk model outward FDI Indonesia ke intra-ASEAN, model yang digunakan

sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam variabel karena masalah

ketersediaan data, yaitu tidak menggunakan variabel infrastruktur listrik. Model

untuk outward FDI Indonesia tersebut adalah sebagai berikut.

𝑙𝑛𝑂𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗𝑡 = 𝛽0 + 𝛼𝑙𝑛𝑂𝐹𝐷𝐼𝑖𝑗𝑡−1 + 𝛽1𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑖𝑡 + 𝛽2𝑙𝑛𝑀𝐷𝑖𝑠𝑡𝑖𝑗 + 𝛽3𝑙𝑛𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 + 𝛽3𝑙𝑛𝑅𝑒𝑙𝑝𝑟𝑜𝑑𝑖𝑗𝑡 +

𝛽4𝑅𝑒𝑠𝑖𝑡 + 𝛽5𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑟𝑜𝑎𝑑𝑖𝑡 + 𝛽6𝑙𝑛𝑉𝑜𝑙𝐸𝑥𝑝𝑗𝑡 + 𝛽7𝑙𝑛𝐵𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑑𝑒𝑖𝑗𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 (11)

OFDI menunjukkan data outward FDI Indonesia Sektoral keempat negara ASEAN,

GDP menunjukkan GDP harga konstan Indonesia, Mdist merupakan distance yang

berupa perkalian dari jarak fisik dengan harga minyak dunia, Relprod merupakan

data produktivitas relatif Indonesia yang dibandingkan dengan negara asal, Res

merupakan data resources endowment, Infraroad merupakan variabel

infrastruktur jalan yang diproksi dengan persentase jalan berbatu dan beraspal

terhadap total jalan, Exp merupakan data volume ekspor total Indonesia untuk

seluruh komoditas, dan Biltrade merupakan perdagangan bilateral antara

Indonesia dan negara asal FDI.

3.2.2 Metode Multiple Structural Breaks Bai dan Perron (1998)

Salah satu metode yang digunakan untuk melihat perubahan dalam struktur

dari data runtun waktu adalah dengan mengidentifikasi structural break. Data

Page 30: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

24

runtun waktu biasanya memiliki break ketika terjadi perubahan perilaku parameter

data. Metode standar yang biasa digunakan adalah sampel dibagi menjadi dua

bagian. Titik pembeda dua data runtun waktu sampel tersebut adalah titik break

yang dimaksud. Kemudian, nilai error sum of square dihitung dan dibandingkan

antara sampel yang tidak dibagi dan yang dibagi.

Dalam penelitian ini akan diaplikasikan metode Bai and Perron multiple

structural breaks. Metode tersebut pada dasarnya merupakan metode untuk melihat

adanya structural break lebih dari 1 yang periode breaks-nya tidak ditentukan secara

priori, tetapi murni ditentukan berdasarkan data. Metode Bai dan Perron

menggunakan kerangka analisis yang mendasarkan pada regresi linear berganda

dengan m breaks dan m+1 rezim. Secara formal, model Bai dan Perron dapat ditulis

sebagai berikut (diadaptasi dari Guesmi, et al. (2013)):

𝑦𝑡 = 𝛽𝑗𝑥𝑡 + 𝑢𝑡 (12)

𝑡 = 𝑇𝑗−1 + 1, … . , 𝑇𝑗 (13)

Penjelasannya adalah 𝑗 = 1, … . , 𝑚 + 1; 𝑦 merupakan variabel endogen; 𝑥 merupakan

covariates; 𝑢 merupakan error pada waktu t; 𝑇1, … , 𝑇𝑚 merupakan titik breaks yang

tidak diketahui; dan m menunjukkan jumlah dari titik breaks. Model ini ingin

mengestimasi parameter regresi dan titik breaks. Hipotesis dalam model tersebut

adalah bahwa 𝐻0: 𝛽𝑗 = 𝛽0𝑗 = 1, … , 𝑛 yang hipotesis alternatifnya setidaknya adalah

koefisien berubah pada satu titik waktu.

Bai dan Perron menerapkan beberapa restriksi pada beberapa kemungkinan

periode breaks. Adapun restriksi tersebut adalah mengikuti set untuk angka positif

휀 sebagai berikut.

𝜆𝜀 = {(𝜆1, … , 𝜆𝑚); |𝜆𝑖+1 − 𝜆𝑖| ≥ 휀, 𝜆1 ≥ 휀, 𝜆𝑚 ≥ 1 − 휀}

Estimasi model regresi linear tersebut dapat dilakukan dengen metode least

square. Untuk setiap partisi m (𝑇1, … , 𝑇𝑚), nilai koefisien 𝛽𝑗 diperoleh dengan

meminimumkan sum of square residual yaitu ST. Titik breaks yang ingin diestimasi

(�̂�1, … , �̂�𝑚) diperoleh dari rumus sebagai berikut.

(�̂�1, … , �̂�𝑚) = arg min(𝑇1,…,𝑇𝑚)

ST (𝑇1, … , 𝑇𝑚)

Beberapa penelitian mengaplikasikan metode Bai dan Perron untuk melihat

bagaimana perubahan struktur dari variabel runtun waktu. Guesmi, et al. (2013)

mengaplikasikan metode Bai dan Perron untuk melihat bagaimana perubahan

Page 31: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

25

volatilitas harga saham di negara OECD. Atkis (2002) menggunakan metode tersebut

untuk menganalisis suku bunga nominal dan tingkat inflasi negara Kanada dan US.

Onel (2005) menggunakan metode yang sama untuk menganalisis suku bunga

nominal dan inflasi di Turki dari periode 1980–2004.

3.3 Kerangka Pikir Penelitian

Untuk mengetahui faktor determinan masuknya FDI ASEAN-5 ke Indonesia

dan keluarnya FDI Indonesia ke negara ASEAN-5 serta untuk mengetahui

karakteristik tujuan FDI di Indonesia dan dari Indonesia ke ASEAN-5 yang

menggunakan metode GMM, alur berpikir penelitian ini dapat dilihat secara ringkas

pada Gambar 2. Alur berpikir penelitian tersebut mencakup pula tujuan keempat,

yaitu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya pergeseran struktur FDI di

Indonesia menggunakan metode multiple structural break Bai dan Perron.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan 1

Level of Technology: High vs Low

Tujuan 4

Exchange Rate: BI’s

Responsibility

Short Run

Long Run

KA +

Repatriasi

CA ↓

?

Tujuan 3 CA (X-M)

Market Seeking

Push Factor

Home Country

CA ↑

Export Base

Mapping: sector, source

Determinan: Gravity Model

Pull Factor

Tujuan 2

Host Country

(Indonesia)

FDI Inward

BOP

Page 32: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

26

IV. PEMETAAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT: ASEAN DAN INDONESIA

Dalam rangka memetakan FDI yang masuk ke Indonesia yang merupakan

tujuan penelitian nomor 1, pembahasan pada bab ini akan dibagi menjadi dua

bagian. Pada bagian pertama akan diulas gambaran umum FDI di ASEAN,

sedangkan pada bagian kedua bab ini akan diuraikan FDI di Indonesia.

4.1 Gambaran Umum FDI di ASEAN

Sebagaimana disinggung dalam Bab Pendahuluan bahwa dua elemen dalam

pilar pasar tunggal dan basis produksi dalam kerangka KEA ialah perdagangan

(arus barang dan jasa) dan investasi (arus modal) Kedua elemen itu memiliki

hubungan yang sangat erat. Perdagangan antardua negara atau lebih yang semakin

meningkat akan mendorong investor untuk mulai membuka fasilitas produksi di

negara tempat ekspor ke negara tersebut tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi berbagai hambatan yang dialami ketika akan melakukan perdagangan

antarnegara, seperti hambatan tarif dan nontarif. Dengan latar belakang itu

pembahasan pada subbab ini akan dimulai dari ulasan mengenai perdagangan

internasional negara kawasan ASEAN, kemudian dilanjutkan dengan uraian FDI

negara kawasan.

a. Perdagangan internasional negara ASEAN

Page 33: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

27

Selama ini negara anggota ASEAN cenderung lebih banyak berdagang dengan

negara non-ASEAN atau ekstra-ASEAN jika dibandingkan dengan sesama negara

ASEAN sendiri (intra-ASEAN). Hal itu tercermin dari pangsa perdagangan ekstra-

ASEAN yang lebih besar dari perdagangan intra-ASEAN. Tercatat bahwa selama

lebih dari dua puluh tahun (1993–2014) tren perdagangan intra-ASEAN relatif stabil,

yaitu berada pada angka 24%–25%. Sementara itu, tren perdagangan ekstra-ASEAN

cenderung sedikit meningkat dari 74,9 persen pada tahun 1993 menjadi 75,9 persen

pada tahun 2014 (Grafik 3). Perdagangan ekstra-ASEAN tahun 2014 tersebut (75,9

persen) jauh di atas perdagangan intra-ASEAN yang hanya sebesar 24.1 persen.

Sumber : ASEAN Statistic, www.asean.org/resources

Grafik 3. Perkembangan Perdagangan Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN

Berdasarkan data tahun 2014 yang disusun oleh ASEAN Statistics, negara

yang menjadi mitra dagang utama ASEAN adalah negara ASEAN sendiri (24,1

persen), kemudian diikuti Tiongkok (14,5 persen), Uni Eropa (9,8 persen), Jepang

(9,1 persen), dan US (8,4%) (Grafik 4).

Sumber: ASEAN Statistics. www.asean.org/resources

0.3

0.4

0.5

0.9

2.7

2.8

5.2

8.4

9.1

9.8

14.5

24.1

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

Pakistan

New Zealand

Canada

Russia

India

Australia

Republic of Korea

US

Japan

EU 28

China

ASEAN

Intra-ASEAN,

25.1

Extra-ASEAN,

74.9

1993 Intra-ASEAN,

24.5

Extra-ASEAN,

75.5

2003 Intra-ASEAN,

24.1

Extra-ASEAN,

75.9

2014

Page 34: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

28

Grafik 4. Perdagangan ASEAN Berdasarkan Mitra Dagang (2014)

Sementara itu, untuk perdagangan sesama negara anggota ASEAN, Laos

merupakan negara yang paling banyak berdagang dengan negara anggota ASEAN

(intra-ASEAN), yaitu sebesar 64,9 persen, kemudian diikuti oleh Myanmar (42,0

persen) dan Brunei Darussalam (27,2 persen) (Grafik 5). Perdagangan intra-ASEAN

oleh Indonesia tercatat sebesar 25,6 persen. Jika ditinjau dari sisi perdagangan

ekstra-ASEAN, Vietnam merupakan negara yang paling banyak berdagang dengan

negara non-ASEAN (86,1 persen), kemudian diikuti oleh Filipina (80,4 persen) dan

Thailand (77,4 persen). Sementara itu, perdagangan ekstra-ASEAN oleh Indonesia

tercatat sebesar 74,4 persen. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

Indonesia cenderung berdagang dengan negara di luar ASEAN daripada dengan

negara anggota ASEAN lainnya.

Sumber: ASEAN Statistics, www.asean.org/resources

Grafik 5. Perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN (2014)

Jika dilihat dari aspek komoditas yang diekspor, ASEAN merupakan net-

exporter untuk produk pertanian dan manufaktur dengan nilai surplus perdagangan

untuk tiap-tiap sektor sebesar 44 miliar USD dan 7 miliar USD serta komoditas

64.9

42.0

27.2

26.9

26.2

25.7

25.6

22.6

19.6

13.9

35.1

58.0

72.8

73.1

73.8

74.3

74.4

77.4

80.4

86.1

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Lao PDR

Myanmar

Brunei Darussalam

Malaysia

Singapore

Cambodia

Indonesia

Thailand

Philippines

Viet Nam

Intra-Trade Extra-Trade

Page 35: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

29

beras dengan nilai surplus perdagangan sebesar 6,5 miliar USD6. Apabila ditinjau

lebih jauh lagi, dua komoditas utama yang diekspor oleh ASEAN, baik ke negara di

kawasan ASEAN maupun non-ASEAN adalah machinery/ electrical dan mineral

products (Tabel 2).

Tabel 2. Perdagangan ASEAN Per Komoditas Berdasarkan HS Code Tahun 2014

HS Code

(2 digit) Deskripsi

Intra-ASEAN Ekstra-ASEAN

Ekspor Impor Total Perda-

gangan

Ekspor Impor Total Perda-

gangan

Trade Balance

01-05.

Animal and Animal Products 3.091 2.543 5.634 13.036 15.478 28.514 -2.442

06-15.

Vegetable Products 10.305 9.047 19.352 61.017 21.137 82.154 39.879

16-24. Foodstuffs 15.592 10.802 26.394 31.052 26.435 57.487 4.617

25-27. Mineral Products 88.141 84.971 173.113 128.590 190.233 318.823 -61.642

28-38.

Chemicals & Allied Industries 21.612 17.708 39.321 57.106 71.332 128.438 -14.226

39-40. Plastics/Rubbers 18.661 15.584 34.245 57.691 39.900 97.591 17.791

41-43.

Raw Hides, Skins, Leather, and Furs 855 687 1.541 4.861 5.652 10.513 -791

44-49.

Wood and Wood Products 9.260 6.507 15.767 28.648 13.115 41.762 15.533

50-63. Textiles 5.275 4.620 9.895 54.351 39.352 93.703 14.999

64-67.

Footwear/ Headgear 830 705 1.536 17.458 2.341 19.799 15.117

68-71. Stone/Glass 6.554 6.890 13.444 28.407 27.400 55.807 1.007

72-83. Metals 18.881 15.491 34.371 32.145 90.780 122.925 -58.635

84-85.

Machinery/ Electrical 99.458 81.219 180.677 330.919 320.814 651.732 10.105

86-89. Transportation 17.181 12.845 30.026 38.894 47.196 86.090 -8.302

90-97. Miscellaneous 10.564 7.272 17.836 45.083 35.277 80.360 9.807

98-99. Service 3.439 1.728 5.167 33.675 11.226 44.901 22.450

Sumber: ASEAN Secretariat, diolah

Perkembangan perdagangan ASEAN juga dapat dianalisis berdasarkan

barang primer, barang antara, barang modal, dan barang konsumsi7. Grafik 6

6ASEAN Secretariat News, 28 Oktober 2014 7 Klasifikasi menggunakan kode BEC menurut klasifikasi dalam Ueki, Yasushi (2011).

“Intermediate Goods Trade in East" in Intermediate Goods Trade in East Asia: Economic

Deepening Through FTAs/EPAs. Edited by KAGAMI Mitsuhiro. Bangkok Research Center,

Page 36: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

30

menunjukkan perdagangan intra-ASEAN dan ekstra-ASEAN untuk ketiga kategori

barang tersebut. Tampak dari grafik, baik perdagangan intra-ASEAN maupun

ekstra-ASEAN didominasi oleh barang-barang antara (intermediate goods). Dalam

grafik tampak bahwa perdagangan barang sesama negara ASEAN (intra-ASEAN)

menunjukkan peningkatan. Hal itu mengindikasikan semakin terintegrasinya

ASEAN sebagai basis produksi tunggal. Peningkatan tersebut juga terjadi untuk

perdagangan ASEAN dengan negara lain untuk barang antara. Hal itu diduga terkait

dengan perdagangan ASEAN dengan negara-negara di Asia Timur.

Sumber : UN Comtrade, diolah

Grafik 6. Perkembangan Perdagangan Berdasarkan Jenis Barang (Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN)

b. Foreign Direct Investment di ASEAN

Arus FDI global ke negara ASEAN pada tahun 2014, berdasarkan data

UNCTAD, tercatat meningkat lebih dari 10 kali lipat dibanding tahun 1992, yaitu

dari 12,7 miliar USD (1992) menjadi 132,8 miliar USD (2014). Jika dilihat dari

pangsanya, arus FDI ke ASEAN mencapai 10,8 persen dari total arus FDI global,

lebih tinggi dari tahun 1970 sebesar 3,5 persen (Grafik 7). Kenaikan arus FDI ke

ASEAN ini antara lain disebabkan ASEAN merupakan salah satu kawasan yang

menawarkan tingkat pengembalian investasi (return on investment/roI) yang paling

tinggi (ASEAN Secretariat, 2013).

IDE-JETRO, Bangkok, Thailand http://www.ide.go.jp/English/Publish/Download/Brc/05.

html

Page 37: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

31

Sumber: UNCTAD Statistics, diolah

Grafik 7. Pangsa Inward FDI Intra-ASEAN terhadap Arus FDI Global

Angka di dalam kotak coklat menunjukkan rata-rata pangsa FDI ASEAN pada

periode tersebut. Terlihat bahwa ASEAN mengalami naik turun dalam hal menjadi

tujuan utama FDI dunia. Pada periode 1987 hingga sebelum krisis Asia, ASEAN

memiliki pangsa yang cukup besar, tetapi pascakrisis, ASEAN terpuruk. Setelah

2008 ASEAN kembali menjadi primadona bagi investasi asing.

Enam besar asal investor FDI di ASEAN adalah European Union (EU), ASEAN

sendiri, Jepang, US, Hongkong, dan Tiongkok meskipun urutannya tidak selalu

sama setiap tahunnya (Grafik 8). Tampak bahwa FDI dari negara ASEAN selalu

menduduki peringkat kedua selama kurun waktu lima tahun (1993–2014). Grafik 8

juga menunjukkan bahwa nilai FDI intra-ASEAN terus mengalami peningkatan

secara signifikan dari sebesar 6,3 miliar USD pada tahun 2009 menjadi 24,4 miliar

USD pada tahun 2014 yang berarti meningkat lebih dari tiga kali lipat. Masuknya

ASEAN dalam enam besar investor tersebut serta nilai FDI intra-ASEAN yang terus

meningkat menunjukkan semakin pentingnya peran FDI intra-ASEAN di kawasan.

Sumber: ASEAN Investment Report berbagai tahun, diolah

Grafik 8. Negara/Kelompok Negara Asal FDI Terbesar ke ASEAN

3.5

10.8

5.3 4.9

6.2

4.1

7.5

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

%

Page 38: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

32

Apabila diamati pangsa arus investasi intra-ASEAN terhadap total FDI yang

masuk ke ASEAN (inward FDI ASEAN), nilainya relatif kecil, yaitu sebesar 9,6

persen. Meskipun begitu, nilai pangsanya semakin meningkat yaitu dari 9,6 persen

pada tahun 2005 menjadi 17,9 persen pada tahun 2014 (Grafik 9). Kondisi itu

mencerminkan semakin besarnya arus investasi antara negara ASEAN yang

merefleksikan semakin besarnya peran FDI antarnegara ASEAN di kawasan ASEAN

itu sendiri.

Sumber: ASEAN Statistics berbagai tahun, diolah

Grafik 9. Perkembangan Pangsa FDI Intra-ASEAN terhadap Total Inward

FDI ASEAN

Jika dilihat secara sektoral atau jenis industri, FDI intra-ASEAN umumnya

didominasi oleh sektor manufaktur (29,30 persen); keuangan dan asuransi (23,48

persen); real estate (22,23 persen); pertanian, kehutanan, dan perikanan (7,94

persen); serta perdagangan besar dan eceran, perbaikan kendaraan bermotor dan

sepeda motor (4,28 persen) (Tabel 3). Tampak bahwa FDI yang berasal dari intra-

ASEAN mendominasi sektor-sektor non-tradable. Hal itu mengindikasikan bahwa

orientasi FDI intra-ASEAN didominasi oleh upaya untuk mengejar potensi pasar

domestik ASEAN yang terus membesar dan berkembang.

Tabel 3. FDI Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN Berdasarkan Sektor (2013)

No. Sektor

Nominal (juta USD)

Persentase

Intra Ekstra Intra Ekstra

1. Agriculture, forestry, and fishing 1.599 747 7,94 0,73

9.64

13.6

11.35

21.03

13.9215.15 15.61

18.08 17.51 17.9

0

5

10

15

20

25

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

pers

en

Page 39: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

33

No. Sektor

Nominal (juta USD)

Persentase

Intra Ekstra Intra Ekstra

2. Mining and quarrying 468 7.715 2,32 7,58

3. Manufacturing 5.899 34.865 29,30 34,24

4. Electricity, gas, steam and air conditioning supply

248 909 1,23 0,89

5. Water supply; sewerage, waste management and remediation activities

25 577 0,12 0,57

6. Construction -50 653 -0,25 0,64

Tabel 3. (lanjutan)

No. Sektor

Nominal (juta USD)

Persentase

Intra Ekstra Intra Ekstra

7. Wholesale and retail trade; repair of motor vehicles and motorcycles

862 6.534 4,28 6,42

8. Transportation and storage 311 1.377 1,54 1,35

9. Accommodation and food service activities

114 147 0,57 0,14

10. Information and communication 389 1.807 1,93 1,77

11. Financial and insurance activities 4.726 28.013 23,48 27,51

12. Real estate activities 4.475 4.657 22,23 4,57

13. Professional, scientific and technical activities

76 636 0,38 0,62

14. Administrative and support service activities

104 191 0,52 0,19

15. Education 14 52 0,07 0,05

16. Human health and social work activities

17 112 0,08 0,11

17. Arts, entertainment and recreation - 219 - 0,22

18. Other services activities 855 9.375 4,25 9,21

19. Others/unspecified - 3.232 - 3,17

Total 20.132 101.818 100,00 100,00

Sumber: ASEAN Investment Report 2013–2014, ASEAN Secretariat

Dalam upaya mengejar potensi sumber daya alam (resource endowment) yang

ada di ASEAN, terdapat perbedaan karakteristik dalam berinvestasi antara FDI

Page 40: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

34

intra-ASEAN dan FDI ekstra-ASEAN. FDI intra-ASEAN lebih banyak berinvestasi

pada sektor pertanian, terutama pada subsektor perkebunan dengan komoditas

utama kelapa sawit sedangkan FDI ekstra-ASEAN lebih mendominasi investasi di

sektor pertambangan, yaitu untuk mencari sumber daya mineral yang dibutuhkan

sebagai bahan baku bagi sektor manufaktur di negara asalnya (Grafik 10).

Sumber: ASEAN Investment Report 2013–2014, ASEAN Secretariat

Grafik 10. FDI Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN Berdasarkan Sektor (2013)

4.2 Foreign Direct Investment di Indonesia

Arus masuk FDI ke Indonesia selama kurun waktu 40 tahun lebih (1970–

2014) menunjukkan tren yang meningkat, meski sempat turun selama periode

1997–2000 yang disebabkan oleh krisis keuangan Asia 1997/98 (Grafik 11).

Peningkatan arus masuk FDI mulai terjadi sejak tahun 1988 dan meningkat secara

signifikan sejak tahun 2004. Tercatat arus masuk FDI ke Indonesia meningkat dari

145,4 juta USD pada tahun 1970 menjadi 22,3 miliar USD pada tahun 2014.

Page 41: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

35

Sumber: UNCTAD

Grafik 11. Perkembangan Arus Masuk FDI ke Indonesia (Net), 1970–2014

Tren peningkatan arus FDI per GDP Indonesia terjadi selama periode Asian

Miracle, yaitu sejak tahun 1980 hingga sebelum krisis finansial tahun 1997/1998

(Grafik 12). Tren arus FDI per GDP kembali meningkat sejak tahun 2006–2014

meski sempat turun pada tahun 2009 yang disebabkan oleh krisis subprime

mortgage. Peningkatan tren FDI per GDP tersebut menunjukkan semakin besarnya

kontribusi FDI terhadap PDB. Krisis keuangan Asia tahun 1997/1998 dan krisis

subprime mortgage tahun 2009 telah menyebabkan arus FDI per GDP Indonesia

mengalami penurunan. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh krisis subprime

mortage terhadap arus masuk FDI ke Indonesia tidak separah dibandingkan

dampak krisis keuangan Asia tahun 1997/1998. Grafik 12 menunjukkan bahwa

selama periode 1998–2001 (periode krisis keuangan Asia tahun 1997/1998) arus

FDI per GDP berada di bawah 0 persen atau minus, sementara arus FDI per GDP

pada tahun 2009 (krisis subprime mortgage) masih di atas 0 persen. Hal itu

ditengarai pada saat terjadi krisis subprime mortage, fundamental ekonomi

Indonesia sudah lebih kuat dibandingkan dengan krisis sebelumnya sehingga shock

yang terjadi yang bersumber dari luar negeri tidak berpengaruh besar terhadap

investasi langsung asing di Indonesia.

22,276

(7,000)

(2,000)

3,000

8,000

13,000

18,000

23,000

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

Juta

USD

Page 42: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

36

(2,000)

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

20042005200620072008200920102011201220132014

Mil

lion U

SD

Other Capital Inflow in FDI

Equity and Reinvested Earning

Sumber: UNCTAD

Grafik 12. Perkembangan Arus FDI Per GDP

Dilihat berdasarkan komponennya, FDI yang masuk ke Indonesia terdiri atas

tiga komponen, yaitu: (i) equity, (ii) reinvested earnings, dan (iii) other capital inflow

in FDI. Kedua komponen equity dan reinvested earnings umumnya memiliki nilai

yang lebih tinggi daripada other capital inflow in FDI, baik untuk FDI yang berasal

dari ASEAN maupun non-ASEAN (Grafik 13 dan Grafik 14). Apabila diamati lebih

jauh tampak bahwa tren ketiga komponen FDI tersebut mengalami peningkatan

selama periode 2004–2014.

Grafik 13. Total Inward FDI Indonesia per Komponen

Grafik 14. Inward FDI Intra-ASEAN di Indonesia per Komponen

Sebagai salah satu negara dengan output perekonomian terbesar di ASEAN,

Indonesia merupakan negara yang menjadi tujuan utama FDI intra-ASEAN. Tercatat

pangsa arus investasi ke Indonesia pada tahun 2014 sebesar 55,2 persen terhadap

total FDI intra-ASEAN. Selanjutnya posisi kedua ditempati oleh Singapura (18,6

-3.0

-2.0

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

AsianEconomic Miracle

Krisis Keuangan

Asia

Krisis Keuangan

GlobalDampak

Krisis Keuangan

Asia

Page 43: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

37

persen), diikuti Malaysia (11,4 persen), dan Vietnam (6,3 persen) (Tabel 4 dan Grafik

15).

Tabel 4. FDI Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN (2014)

Negara

Pangsa terhadap Total (2014)

Intra-ASEAN Ekstra-ASEAN Total Net Inflow

Brunei Darussalam 0,6 0,4 0,4

Kamboja 1,5 1,2 1,3

Indonesia 55,2 7,9 16,4

Lao PDR 0,6 0,7 0,7

Malaysia 11,4 7,1 7,9

Myanmar 2,8 0,2 0,7

Filipina 0,3 5,5 4,6

Singapura 18,6 60,4 52,9

Thailand 2,7 9,7 8,5

Viet Nam 6,3 6,8 6,8

Total 100,0 100,0 100,0

Sumber: ASEAN Statistics, 2014

Sementara itu, untuk FDI di luar ASEAN (FDI ekstra-ASEAN) lebih memilih

Singapura sebagai tujuan utamanya dalam berinvestasi yakni mencapai 60,4 persen

terhadap total FDI ASEAN yang berasal dari non-ASEAN. Selanjutnya diikuti oleh

Thailand (9,7 persen), Indonesia (7,9 persen), dan Malaysia (7,1 persen) (Tabel 4). Boks

1 menguraikan lebih dalam mengenai FDI di Singapura.

Sumber : ASEAN Secretariat, 2014

Grafik 15. Pangsa FDI Intra-ASEAN Terhadap Total Net Inflow FDI

55.2

18.6

11.4

6.3

2.8

2.7

1.5

0.6

0.6

0.3

0 10 20 30 40 50 60

Intra-ASEAN

Indonesia

Singapore

Malaysia

Viet Nam

Myanmar

Thailand

Cambodia

Brunei Darussalam

Lao PDR

Philippines

persen

Page 44: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

38

Meski Indonesia menduduki posisi teratas dalam menarik FDI dari kawasan,

pangsa FDI total (intra-ASEAN dan ekstra-ASEAN) terhadap PDB Indonesia masih

relatif kecil, yaitu sebesar 2,6 persen pada tahun 2014 (Tabel 5). Pangsa FDI Indonesia

terhadap PDB tersebut kurang lebih sama nilainya dengan Malaysia (3,3 persen) dan

Thailand (2,8 persen). Sementara itu, Singapura memiliki pangsa yang jauh di atas

negara ASEAN-10 lainnya, yaitu sebesar 23,9 persen. Bagi Singapura, FDI merupakan

salah satu penggerak utama roda perekonomian negara tersebut. Sementara itu,

untuk perekonomian Indonesia, rendahnya nilai pangsa tersebut mengindikasikan

masih besarnya peluang asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Tabel 5. Perbandingan Pangsa FDI terhadap PDB negara ASEAN (2014) (dalam juta USD)

Sumber: UNCTAD, diolah

Dari keseluruhan arus masuk FDI ke Indonesia, sebagian besar inward-FDI ke

Indonesia berasal dari luar ASEAN atau didominasi oleh FDI ekstra-ASEAN. Tercatat

FDI ekstra-ASEAN di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 60,42 persen, sementara

FDI intra-ASEAN sebesar 39,58 persen (Tabel 6). Meski pangsa inward FDI Indonesia

dari intra-ASEAN relatif lebih rendah, nilai pangsa yang hampir mencapai 50 persen

NominalShare per

GDPNominal

Share per

GDP

Singapore 301,193 72,098 23.94 Cambodia 16,435 373 2.27

Cambodia 16,435 1,727 10.50 Indonesia 848,025 13,459 1.59

Lao PDR 11,667 913 7.83 Singapore 301,193 4,533 1.50

Viet Nam 186,599 9,200 4.93 Lao PDR 11,667 138 1.18

Brunei Darussalam 14,971 568 3.80 Myanmar 67,628 684 1.01

Malaysia 326,113 10,714 3.29 Brunei Darussalam 14,971 141 0.94

Thailand 405,533 11,538 2.85 Malaysia 326,113 2,771 0.85

Indonesia 848,025 22,276 2.63 Viet Nam 186,599 1,547 0.83

Philippines 285,098 6,201 2.17 Thailand 405,533 654 0.16

Myanmar 67,628 946 1.40 Philippines 285,098 79 0.03

IntraTotal

Negara PDB Negara PDB

Page 45: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

39

pada tahun 2011 dan 2013 mengindikasikan semakin pentingnya peran FDI intra-

ASEAN sebagai sumber investasi langsung di Indonesia.

Tabel 6. Inward FDI Indonesia

Persentase 2011 2012 2013 2014

Intra-ASEAN 43,31 39,65 47,28 39.58

Ekstra-ASEAN 56,69 60,35 52,72 60.42

Total Net Inflow 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: ASEAN Statistics (2014)

Sektor ekonomi yang dituju untuk berinvestasi di Indonesia oleh FDI umumnya

bergantung pada negara asal FDI (Tabel 7). Pada sektor industri pengolahan, FDI

banyak berasal dari Jepang dan US. Hal itu terkait dengan karakteristik

perekonomian kedua negara tersebut sebagai negara industri. Sektor pertambangan

dan penggalian banyak diminati oleh investor dari Tiongkok, US, dan Jepang. Sektor

ini dituju oleh ketiga negara tersebut karena kebutuhan perkembangan ekonomi

negara asalnya yaitu negara industri yang membutuhkan barang tambang dan

penggalian untuk industri di negara bersangkutan. Sementara itu, negara asal ASEAN

seperti Singapura dan Malaysia banyak berinvestasi pada sektor primer dan tersier.

Tabel 7. FDI di Indonesia berdasarkan negara asal dan sektor Ekonomi (Akumulasi 2004–2014)

Negara

Pertanian, Perikanan,

dan

Kehutanan

Industri Pengolahan

Pertambangan dan

Penggalian

Transporasi, Pergudangan,

dan

Komunikasi

Perdagangan Besar dan

Eceran

Lembaga Perantara Keuangan

Jepang 91.5 28,453.7 1,478.2 502.5 1,640.6 1,550.7

Singapura 1,460.9 2,688.0 433.1 (3.8) 627.1 3,106.4

USA 76.4 3,226.3 2,442.1 112.9 (316.5) 230.7

Malaysia 105.1 384.0 131.3 520.8 18.7 (193.0)

Tiongkok 1.0 185.6 3,631.4 0.0 27.6 2.9

Lainnya 6,637.5 17,605.8 13,091.8 14,679.1 8,860.0 5,247.4

Sumber: Statistik Eonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, April 2015

Keterangan: Biru menunjukkan nilai investasi terbesar per negara (horizontal line)

Merah menunjukkan nilai investasi terbesar per sektor (vertical line)

Page 46: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

40

Secara sektoral terdapat perbedaan antara FDI intra-ASEAN dan FDI ekstra-

ASEAN dalam hal berinvestasi. FDI intra-ASEAN umumnya berinvestasi pada sektor

pertanian, industri pengolahan, dan lembaga perantara keuangan (Tabel 8). Dengan

demikian, FDI intra-ASEAN cenderung pada sektor primer dan tersier. Sementara itu,

FDI ekstra-ASEAN lebih dominan berinvestasi pada sektor industri pengolahan;

pertambangan dan penggalian; serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi.

Dengan demikian, FDI yang berasal dari non-ASEAN cenderung pada sektor

pertambangan dan penggalian serta sektor tersier.

Tabel 8. Kontribusi Sektoral FDI Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN Pada Inward FDI di Indonesia

No. Sektor Intra-ASEAN Ekstra-ASEAN

2005 2013 2014 2005 2013 2014

1. Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan

2,45 17,80 27,86 -0,01 -0,05 0,62

2. Perikanan 0,00 -0,10 -0,06 0,12 1,01 1,29

3. Pertambangan dan

Penggalian

3,62 6,69 6,05 15,98 21,38 21,59

Tabel 8. (lanjutan)

No. Sektor Intra-ASEAN Ekstra-ASEAN

2005 2013 2014 2005 2013 2014

4. Industri Pengolahan 70,99 33,30 27,78 62,07 61,46 42,25

5. Listrik, Gas, dan Air 0,00 0,63 0,23 2,18 3,49 2,64

6. Konstruksi 0,18 -0,29 0,30 1,72 3,76 0,69

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Perbaikan Kendaraan Bermotor; Barang-Barang Rumah Tangga

1,53 4,82 8,37 0,62 5,61 9.16

8. Hotel dan Restoran 0,00 0,31 0,12 0,00 -0,39 -0,27

9. Transportasi,

Pergudangan, dan

Komunikasi

12,78 5,24 7,36 3,63 16,85 16,78

10. Lembaga Perantara Keuangan

17,19 19,55 14,36 8,40 -18,75 -4,81

Page 47: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

41

11. Real Estate, Persewaan, dan Jasa Bisnis

-0,58 9,02 7,06 0,29 -1,17 4,77

12. Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan; Jaminan Sosial

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

13. Pendidikan 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,01 0,00

14. Kesehatan dan Pekerjaan Sosial

0,00 -0,01 0,01 0,00 0,11 0,08

15. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perseorangan Lainnya

0,00 -0,02 -0,01 0,00 0,04 0,03

16. Lainnya -8,15 3,06 0,55 5,00 6,64 5,19

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Bank Indonesia, April 2015)

Ditinjau dari aspek negara asal FDI, Indonesia banyak menerima FDI dari

negara di luar ASEAN (ekstra-ASEAN) (Grafik 16). Pada tahun 2014, pangsa FDI

ekstra-ASEAN tercatat sebesar 60,4 persen, sementara pangsa FDI intra-ASEAN

sebesar 39,6%. Meskipun lebih rendah dari pangsa FDI ekstra-ASEAN, pangsa FDI

intra-ASEAN yang meningkat pada tahun 2013—walaupun sempat turun pada tahun

2012 dan 2014—mengindikasikan bahwa peran ASEAN dalam perekonomian global

semakin penting, khususnya untuk Indonesia sebagai sumber investasi asing.

Sumber: ASEAN Secretariat, 2014

Grafik 16. Inward FDI Indonesia (Intra-ASEAN dan Ekstra-ASEAN)

43.3 39.647.3

39.6

56.7 60.452.7

60.4

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

2011 2012 2013 2014

pers

en

Intra Extra

Page 48: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

42

Apabila dilihat negara asal untuk arus masuk FDI ke Indonesia dari ASEAN-5

tampak bahwa Singapura dan Malaysia merupakan investor asing terbesar yang

melakukan FDI di Indonesia (Grafik 17). Tingginya arus FDI dari Singapura dan

Malaysia tersebut kemungkinan disebabkan oleh kedua negara itu memiliki GDP yang

besar serta letak geografis kedua negara yang sangat dekat dengan Indonesia.

Singapura terus mendominasi arus masuk FDI ke Indonesia dengan pangsa yang

relatif stabil, yaitu sebesar 93 persen pada tahun 2010 dan 92 persen pada tahun

2014. Sementara itu, pangsa FDI Malaysia di Indonesia stabil pada angka 6 persen.

Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Grafik 17. Negara ASEAN-5 Asal Inward FDI Intra-ASEAN

Apabila FDI dari ASEAN-5 diperinci lebih jauh, tampak bahwa investor asal

ASEAN-5 juga memiliki perbedaan karakter dalam hal berinvestasi di Indonesia.

Singapura sebagai negara di kawasan ASEAN yang melakukan FDI terbesar ke

Indonesia mendominasi sektor lembaga perantara keuangan, kemudian diikuti sektor

manufaktur dan pertanian (Tabel 9). Besarnya investasi Singapura pada sektor

finansial diduga terkait erat dengan peran negara tersebut sebagai salah satu pusat

keuangan (financial centre) dunia. Sementara itu, Malaysia memilih sektor

transportasi, pergudangan, dan komunikasi, kemudian diikuti dengan sektor

manufaktur. Filipina, Thailand, dan Vietnam banyak berinvestasi di sektor

manufaktur. Meskipun berbeda, tampaknya ada kesamaan dari negara tersebut,

yaitu adanya kecenderungan menempatkan dana pada sektor manufaktur.

Berdasarkan sektor ekonominya, Singapura hampir menguasai seluruh sektor

ekonomi untuk inward FDI Indonesia yang berasal dari ASEAN-5. Sektor tersebut

mencakup pertanian; pertambangan; industri manufaktur, listrik dan gas;

perdagangan besar dan eceran; lembaga perantara keuangan; dan real estate,

persewaan, dan jasa bisnis.

Malaysia

6%

Filipina

0%

Singapura

93%

Thailand

1%

Vietnam

0%

2010

Malaysia

6%Filipina

0%

Singapura

92%

Thailand

2%

Vietnam

0%

2014

Page 49: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

43

Tabel 9. FDI Intra-ASEAN Indonesia berdasarkan Negara Asal dan Sektor

Ekonomi (Akumulasi 2004–2013)

Negara Singapura Malaysia Thailand Filipina Vietnam

Pertanian 1.098,24 22,12 - 0,05 -

Perikanan (10,25) 8,17 0,06 - -

Pertambangan 159,88 131,29 0,21 - 0,05

Manufaktur 1.550,19 63,91 21,53 1,58 1,20

Utility 18,57 1,62 - - -

Konstruksi (2,80) - - - 0,26

Perdagangan (90,56) 24,05 21,99 1,09 0,34

Hotel dan Restoran 6,70 - - - -

Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi

36,68 84,96 0,10 0,05 (0,04)

Lembaga Perantara Keuangan

601,35 (265,20) 0,12 0,02 -

Real Estate, Persewaan, dan Jasa Bisnis

449,77 - 0,05 (21,20) -

Sumber: SEKI

Keterangan: Biru menunjukkan nilai investasi terbesar per negara.

Merah menunjukkan nilai investasi terbesar per sektor.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, pangsa arus masuk FDI dari negara

ASEAN (intra-ASEAN) terhadap PDB Indonesia tercatat baru 2,6 persen (Tabel 4),

sedangkan pangsa FDI negara anggota ASEAN lainnya berkisar antara 0 persen

hingga 2 persen. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang

cukup besar dalam menarik FDI dari negara anggota ASEAN lainnya (intra-ASEAN).

Indonesia pada dasarnya masih dapat bersaing dengan negara anggota ASEAN

lainnya dalam menarik FDI intra-ASEAN karena pangsa FDI intra-ASEAN Indonesia

yang cukup besar (55,2 persen) serta kontribusi FDI intra-ASEAN terhadap PDB

Indonesia yang relatif moderat jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN

lainnya. Namun, kondisi itu tampaknya tidak sejalan dengan iklim investasi yang

ditunjukkan dalam survei World Bank “Ease of Doing Business” (Grafik 18).

Page 50: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

44

Sumber: http://www.doingbusiness.org/, diolah

Grafik 18. Peringkat Ease of Doing Business di Negara Anggota ASEAN Dan

Tiongkok

Berdasarkan Ease of Doing Business 2015 yang disusun oleh World Bank, yaitu

survei untuk melihat kemudahan melakukan bisnis pada setiap negara8 ditunjukkan

bahwa Indonesia berada pada posisi di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei

Darussalam, Vietnam, dan Filipina. Secara agregat, Indonesia berada pada peringkat

109 dari 189 negara yang disurvei. Tiga negara ASEAN-5 berada pada posisi 30 besar,

yaitu Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 18), dan Thailand (peringkat 49).

Bahkan, Vietnam yang bukan merupakan ASEAN-5 berada pada peringkat 90, jauh

di atas Indonesia.

Apabila dilihat lebih lanjut per komponen ease of doing business, nilai masing-

masing komponen untuk Indonesia adalah yang paling rendah secara peringkat, yaitu

masalah penegakan hukum (enforcing contracts), memulai usaha (starting business),

pembayaran pajak termasuk prosedur, dan registrasi properti (registering property)

(Tabel 10). Bahkan dalam hal penegakan hukum, posisi Indonesia berada pada

peringkat 170 dari 189. Komponen ease of doing business Indonesia yang nilainya

relatif baik adalah resolving insolvency (peringkat 73), getting credit (peringkat 71), dan

getting electricity (peringkat 45).

Tabel 10. Komponen Ease of Doing Business

Komponen Peringkat

8 Semakin tinggi peringkat suatu negara mengindikasikan iklim usaha di negara tersebut

kondusif untuk memulai dan mengoperasikan bisnis. Jumlah negara yang disurvei

sebanyak 189 negara.

167

Myr

134

Laos

127

Kmbj

109

INA

103

Fil

90

Viet

84

BrunD

84

Tiong

49

Thai

18

Mly

1

Sgp

Page 51: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

45

Enforcing Contracts 170

Starting a Business 163

Paying Taxes 160

Registering Property 131

Dealing with Construction Permits 110

Trading Across Borders 104

Protecting Minority Investors 87

Resolving Insolvency 73

Getting Credit 71

Getting Electricity 45

Sumber: http://www.doingbusiness.org/, diolah

Dalam upaya menarik investasi asing dari berbagai negara untuk berinvestasi

pada berbagai sektor ekonomi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai

kebijakan dan reformasi pada bidang investasi yang meliputi hal-hal berikut.

1. UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. UU No. 1 Tahun 1967

merupakan kebijakan PMA yang pertama kali dikeluarkan oleh pemerintah

Indonesia. Pengertian investasi asing, bentuk, dan hal-hal lain terkait investasi

asing diatur dalam UU ini. Modal asing dalam aturan itu dianggap sebagai

pelengkap dari modal dalam negeri.

2. UU No. 11 Tahun 1970 merupakan penambahan dan penyempurnaan UU No. 1

Tahun 1967, khususnya mengenai pembebasan bea masuk untuk impor barang

pelengkap seperti mesin dan alat kerja serta kelonggaran di bidang perpajakan

seperti pajak perseroan dan pajak dividen.

3. UU No. 10 Tahun 1994 Pasal 31A mengatur pemberian fasilitas perpajakan

kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha

tertentu dan/atau daerah tertentu.

4. PP No. 20 Tahun 1994 merupakan kebijakan deregulasi investasi. Kepemilikan

saham secara perseorangan atau secara individu hingga 100 persen oleh peserta

asing (investor asing) sangat dimungkinkan. Ketentuan itu telah mengubah

filsafat UU PMA tahun 1967 dengan mengakui secara transparan akan

sumbangan potensial modal asing pada ekonomi dan pembangunan.

5. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur kebijakan dasar

penanaman modal. Pemerintah memberikan perlakuan yang sama bagi penanam

Page 52: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

46

modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional, menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan

keamanan berusaha. Dalam hal ini berbagai insentif diberikan pemerintah seperti

beberapa hal berikut.

a. Keringanan pajak bumi dan bangunan untuk: (1) bidang usaha tertentu dan

(2) wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

b. Pembebasan atau penghapusan pajak untuk industri tertentu.

c. Pembebasan atau pengurangan bea masuk atas impor barang tertentu.

Arah kebijakan Indonesia mengenai investasi asing pada era orde baru dapat

dibagi menjadi beberapa periode berikut.

a. Periode 1967–1973

Presiden Suharto mengadopsi kebijakan yang condong mengundang FDI masuk

dengan beberapa pokok kebijakan.

a) Jaminan bahwa dalam 30 tahun tidak akan ada pengambilalihan oleh

pemerintah.

b) Insentif disediakan dalam bentuk pengurangan pajak impor dan tax holiday.

c) Perusahaan dapat dimiliki asing hingga 100 persen.

d) Tidak terdapat persyaratan untuk divestasi.

e) Sektor ekonomi yang dilarang untuk asing-masuk mulai dikurangi.

b. Periode 1974–1985

Karena didorong oleh sentimen nasionalis pada 1970, pendulum kebijakan bergeser

kearah lebih restriktif. Beberapa kebijakan yang diadopsi oleh pemerintah adalah

sebagai berikut.

a) Pelarangan kepemilikan asing 100 persen, perusahaan asing dalam

berpartisipasi joint venture dibatasi maksimum 80 persen

b) Terdapat ketentuan divestasi untuk kepemilikan Indonesia pada 10 tahun

c) Sektor-sektor tertentu ditutup untuk investasi asing

d) FDI diharuskan mendapat persetujuan presiden

e) Dibentuknya BKPM untuk melakukan screening proposal FDI

f) Mulai dibentuknya biro perizinan investasi satu pintu

g) Pembatasan kapasitas produksi dan jumlah lisensi yang diberikan untuk

setiap sektor dibatasi

Page 53: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

47

h) Penghapusan kebijakan tax holiday terkait dengan reformasi di bidang

perpajakan.

c. Periode 1986–1993

Keharusan untuk menyesuaikan dinamika ekonomi dengan berakhirnya booming

harga minyak memaksa pemerintah untuk mencari modal tambahan untuk

pembangunan. Pemerintah melihat FDI selain sebagai sumber pendanaan juga

sebagai sumber alih teknologi, kapabilitas manajerial, dan akses pada pasar ekspor.

Adapun kebijakan yang dikeluarkan pada masa tersebut adalah sebagai berikut.

a) Peningkatan secara maksimal kepemilikan asing menjadi 95 persen untuk

industri yang berorientasi ekspor di Indonesia Timur, penggunaan teknologi

tinggi dan diharuskan lebih besar dari 10 juta USD.

b) Periode divestasi diperpanjang hingga 15 tahun

c) Pengadopsian daftar prioritas yang lebih transparan dengan definisi baku ISIC

d) Pengurangan pembatasan pada kapasitas dan jumlah lisensi

e) Investor asing dapat mendiversifikasi hingga 30 persen dari kapasitas usaha

yang sudah ada tanpa harus mengajukan lisensi baru.

f) Sektor ekonomi yang diperbolehkan untuk asing-masuk diperluas mencakup

pariwisata, pengolahan garmen, kimia, dan permesinan. Daftar negatif

investasi diperkenalkan dengan dikurangi komponennya secara bertahap dari

64 jenis usaha menjadi 35 yang mencakup sektor penting di bidang retail.

g) Impor peralatan diperbolehkan untuk produksi.

h) Perusahaan asing diperbolehkan untuk mengekspor produknya sendiri dan

berpartisipasi dalam aktivitas perdagangan.

d. Periode 1994–1998

Pemerintah merespons perlambatan ekonomi pada tahun 1992 dengan paket

deregulasi pada tahun 1994. Adapun kebijakan yang dikeluarkan adalah sebagai

berikut.

a) Asing dibolehkan untuk memiliki usaha hingga 100 persen.

b) Kebijakan divestasi setelah 15 tahun diserahkan kepada investor

c) Sembilan sektor dengan kepentingan publik yang ditutup kini dibuka untuk

joint venture.

d) Persyaratan modal minimum dihapuskan.

Page 54: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

48

Pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah dikeluarkan serangkaian

paket kebijakan (I-VII) yang mendorong masuknya arus FDI ke Indonesia lebih tinggi

lagi dalam rangka merespons kondisi perekonomian global yang tidak pasti, terutama

disebabkan normalisasi kebijakan moneter the FED dan perlambatan ekonomi

Tiongkok. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan antara lain ialah deregulasi, proyek

strategis nasional, kebijakan investasi properti, penyederhanaan kebijakan

penanaman modal, dan insentif untuk reinvested earnings.

Di samping upaya menarik investasi dari sisi penyempurnaan kebijakan dalam

negeri, pemerintah Indonesia juga meningkatkan kerja sama kawasan dalam rangka

mendorong percepatan arus investasi asing masuk dan keluar Indonesia. Dalam

kaitan itu, sampai dengan Agustus 2015 Indonesia telah melakukan perjanjian

investasi bilateral (bilateral investment treaty, BIT) dengan 66 negara (UNCTAD,

Investment Agreement Navigator, 2015). Dari jumlah tersebut Indonesia telah

menandatangani BIT dengan enam negara anggota ASEAN, yaitu Malaysia (Januari

1994), Singapura (Februari 2005), Filipina (November 2011), Thailand (Februari

1998), Vietnam (Oktober 1991), dan Kamboja (Maret 1999). BIT merupakan perjanjian

antardua negara yang berisikan promosi dan proteksi investasi yang bertujuan untuk

meningkatkan investasi di antara kedua negara yang melakukan perjanjian. Pada

dasarnya penandatanganan BIT dengan negara-negara tersebut telah mulai

dilakukan pada tahun 1968, yaitu dengan Denmark, tetapi intensitas kerja sama

investasi di bawah kerangka BIT mulai meningkat sejak tahun 1990-an.

Di samping menandatangani bilateral investment treaty, Indonesia juga

tergabung dalam kawasan perdagangan bebas atau free trade area (FTA) dengan

World Trade Organization (WTO) dan ASEAN. Secara kawasan, Indonesia sebagai

negara anggota ASEAN juga telah melakukan FTA dengan ASEAN+1, yaitu ASEAN-

Korea, ASEAN-India, ASEAN-New Zealand dan Australia, serta ASEAN-Tiongkok.

Berbagai kerja sama investasi itu memberikan manfaat berupa akses pasar dalam

rangka meningkatkan ekspor dan meningkatkan investasi pada kedua negara serta

terciptanya alih teknologi.

Grafik 19 merupakan grafik analisis kejadian (event analysis) untuk inward

FDI di Indonesia. Tampak bahwa FDI mulai mengalami peningkatan yang signifikan

sejak tahun 1990 meskipun sempat turun pada saat krisis keuangan Asia 1997/1998

yang berdampak terhadap FDI hingga tahun 2000. Peningkatan arus masuk FDI ke

Indonesia sejak 1988 diduga disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah terkait investasi langsung asing, terutama semakin intensnya

Page 55: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

49

pemerintah menandatangani berbagai kerja sama investasi (BIT dan FTA) dengan

banyak negara.

Grafik 19. Event Analysis Inward FDI di Indonesia

Grafik 20 menunjukkan lebih jauh perkembangan arus inward FDI (flow) ke

Indonesia pada periode 1970–1990. Setelah krisis Pertamina 1973–1974, terdapat

lonjakan yang cukup besar pada FDI masuk pada tahun 1975, terutama pada tiga

sektor, yaitu sektor industri dasar, sektor kehutanan, dan sektor pertambangan.

Salah satu contoh industri dasar yang dikembangkan adalah Proyek Asahan. Hal itu

dicatat pada Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun

1975/1976, 1976/1977, dan 1977/1978.

-10000.0

-5000.0

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

20000.0

25000.0

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

FDI Flow BOP

UU No. 11 Thn 1970 ttg Perubahan

dan Tambahan UU No. 1 Thn 1967 ttg PMA

UU No. 1 Thn 1967 ttg

PMA

PP No. 20/1994 ttg Pemilikah Saham dlm persh yg didirikan d.r.

PMA

AC FTA di ttd di Phnom Penh,

(2002)

Deklarasi Presiden Megawati untuk meningkatkan

investasi (2003)

ASEAN-Korea FTA di ttd di Sgp, pd 13

Des 2005

UU No. 25 Thn 2007 ttg Penanaman

Modal

ASEAN-Japan Comprehensive

Economic Partnership

(AJCEP) (2008)

AANZ-FTA di ttd di Hua

Hin, Thailand (2009)

4 paket kebijakan

SBY Penyelamatan Ekonomi

Nasional(2013)

ASEAN Comprehensive

Investment Agreemnt (ACIA), berlaku 29 Maret

2012

7 BIT 0 BIT 31 BIT 14 BIT

Page 56: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

50

Sumber: UNCTAD

Grafik 20. Perkembangan Arus Inward FDI 1970–1990

Pada awal tahun 1980-an, tepatnya 1983, terdapat kebijakan pemerintah

untuk melakukan deregulasi sebagai respons dari berakhirnya booming minyak yang

menyebabkan turunnya pendapatan, baik pemerintah maupun dunia usaha. Oleh

karena itu, untuk menggantikan peran minyak dalam perekonomian Indonesia,

usaha yang dilakukan adalah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi untuk

menggenjot sektor industri nonmigas.

Deregulasi perekonomian dimulai pada tahun 1983 dengan berbagai

penghapusan aturan yang menghambat perkembangan dunia usaha. Akan tetapi,

dampak dari deregulasi tersebut tidak langsung meningkatkan minat modal asing

untuk masuk ke Indonesia. Peningkatan modal asing masuk ke Indonesia mulai deras

setelah tahun 1986 pada saat reformasi kebijakan FDI diperkenalkan.

Setelah tahun 1986 berbagai kebijakan diarahkan untuk melanjutkan

liberalisasi dan deregulasi. Pada tahun 1986 kepemilikan maksimal asing

ditingkatkan menjadi 95 persen untuk industri yang berorientasi ekspor di Indonesia

timur, penggunaan teknologi tinggi, dan pensyaratan modal lebih dari 10 juta USD.

Pada tahun 1987 periode hingga divestasi ditingkatkan sampai 15 tahun. Selain itu,

dibuat kebijakan untuk memperlakukan investasi asing sama dengan investasi

domestik. Mulai dari 1987, investor juga dapat berekspansi atau mendiversifikasi

hingga mencapai 30 persen kapasitasnya tanpa harus memiliki lisensi baru. Sektor-

sektor juga semakin dibuka untuk modal asing, termasuk pariwisata, garmen, kimia,

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

Juta

USD

Dimulainya paket deregulasi ekonomi

Deregulasi mulai dijalankan secara penuh

FDI mulai meningkat bertahap

Melonjaknya investasi asing di sektor industri dasar, kehutanan, pertambangan (NK APBN

1975/76, 1976/77, 1977/78)Melarang

kepemilikan asing 100 persen, menurunkan

menjadi 80 persen

Page 57: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

51

dan mesin. Impor untuk perlengkapan yang digunakan juga diperbolehkan. Pada

tahun 1987 itu pula perusahaan asing diperbolehkan untuk mengekspor produknya

dan terlibat dalam aktivitas perdagangan. Selanjutnya, pada tahun 1989 daftar

negatif investasi diperkenalkan dan mulai dikurangi komponennya dari 64 jenis

usaha menjadi 35 jenis usaha.

Selain menarik arus modal asing agar masuk ke Indonesia (FDI), kebijakan

kerja sama investasi juga merupakan kesempatan bagi perusahaan asal Indonesia

untuk berekspansi ke negara lain, khususnya ASEAN. Terdapat beberapa alasan

melakukan investasi ke luar negeri (outward FDI), yaitu hambatan perdagangan oleh

negara tujuan (host countries), seperti hambatan tarif dan nontarif, penghindaran i

pengenaan kuota perdagangan di negara berpendapatan tinggi, dan diversifikasi

risiko (Lecraw, D.J, 1993).

Jumlah perusahaan asal Indonesia yang beroperasi di kawasan ASEAN masih

jauh di bawah negara ASEAN-5 lainnya. Berdasarkan laporan ASEAN Secretariat

2014, disebutkan bahwa jumlah perusahaan yang menjadi pemain di kawasan

ASEAN adalah 35 perusahaan Singapura, 20 perusahaan Malaysia, 7 perusahaan

Thailand, dan 6 asal Indonesia. Perusahaan Indonesia tersebut bergerak di bidang

manufaktur (Fajar Suhendra), pertambangan dan migas (Pertamina), telekomunikasi

(Northstar Equity Partners), perkebunan dan agribisis (Sinarmas Group), dan

konstruksi dan infrastruktur (Semen Indonesia dan Bukit Asam).

Berbagai perusahaan multinasional tersebut biasanya terhubung dalam global

supply/value chain (GSC/GVC) yang umumnya didukung oleh usaha kecil menengah

(UKM) negara setempat (Kimura, 2008). Berdasarkan laporan ASEAN Secretariat

2014, beberapa UKM menjadi pemain di kawasan, tetapi UKM tersebut didominasi

oleh UKM yang berasal dari Singapura dan Malaysia. Selain kedua negara tersebut,

terdapat pula UKM dari Thailand, Filipina, dan Vietnam. Sementara itu, UKM asal

Indonesia belum dapat menjadi pemain di kawasan atau mendukung pasokan rantai

nilai (global value/supply chain). Hal itu diduga karena UKM Indonesia belum

memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang memadai untuk berkompetisi di

level regional (Kimura, 2008). Penjelasan lebih dalam mengenai UKM di negara

kawasan ASEAN dapat dilihat pada Boks 2.

Untuk mengidentifikasi karakteristik inward FDI di Indonesia berdasarkan

hubungan pangsa local sales dan local input, digunakan pendekatan Damuri (2015)

pada Gambar 3. Analisis tersebut menunjukan jumlah perusahaan FDI yang membeli

input dari dalam negeri dan menjual output-nya ke pasar lokal.

Page 58: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

52

Dari hasil analisis tersebut FDI di Indonesia cenderung banyak pada kategori

networked FDI. Subsektor yang berjenis pure horizontal (membeli input dari domestik

dan menjual produk di pasar lokal) adalah subsektor (1) penerbitan, percetakan, dan

reproduksi media perekam (ISIC 22); (2) pengolahan batu arang, produk minyak bumi

olahan, dan bahan bakar nuklir (ISIC 23); (3) daur ulang (ISIC 37); dan (4) pengolahan

perlengkapan transportasi lainnya (ISIC 35).

Sementara itu, kategori resource extraction FDI terdiri atas subsektor (1)

pengolahan kayu dan produk kayu, gabus (di luar furnitur), serta pengolahan barang

jerami dan anyaman (ISIC 20); (2) pengolahan furnitur dan pengolahan produk lain

(ISIC 36). Sementara itu, kategori pure outward processing adalah pengolahan alat-

alat kesehatan, presisi, optik, jam tangan, dan jam (ISIC 33), serta pengolahan alat-

alat perkantoran dan stasioneri (ISIC 30). Subsektor lain, selain yang disebutkan,

termasuk pada kategori networked FDI yang sebagian input-nya diimpor dan

produknya sebagian diekspor serta sebagian dijual di dalam negeri.

Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, 2006; diolah

Gambar 3. Keterkaitan Antara Local Sales dan Local Input untuk Perusahaan

FDI (ISIC Digit 2)

Berdasarkan kategorisasi tersebut, dapat dilihat pula bagaimana

kecenderungan subsektor, apakah mengejar potensi pasar lokal atau ekspor.

Berdasarkan analisis pada Gambar 3, kecenderungannya adalah subsektor yang

mengejar pasar ekspor adalah subsektor yang Indonesia memiliki sumber daya dalam

Pure

Horizontal

Resource

Extraction

Local

Assembly

Pure

outward

processing

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

2040

6080

100

loca

l_sa

les

0 20 40 60 80 100local_input

Page 59: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

53

hal tersebut (kecuali peralatan radio). Sementara itu, barang-barang konsumen

Indonesia memiliki subsektor FDI yang cenderung market seeking (Tabel 11).

Tabel 11. Subsektor Ekonomi dan Pangsa Penjualan Pasar Lokal dan Input yang Diimpor

Market Seeking

ISIC Industri Local Input

Local Sales

ISIC Industri Local Input

Local Sales

15 Manufacture of food products and beverages

84,1 57,6 27 Manufacture of basic metals

50,2 53,4

16 Manufacture of tobacco products

59,2 99,5 28

Manufacture of fabricated metal products, except machinery and equipment

33,7 46,9

17 Manufacture of textiles

58,3 65,2 29 Manufacture of machinery and equipment n.e.c.

41,3 67,0

18

Manufacture of wearing apparel; dressing and dyeing of fur

44,2 41,9 30

Manufacture of office, accounting and computing machinery

31,8 18,4

19

Tanning and dressing of leather; manufacture of luggage, handbags, saddlery, harness and footwear

61,0 66,4 31

Manufacture of electrical machinery and apparatus n.e.c.

43,9 53,2

Tabel 11. (lanjutan)

ISIC Industri Local

Input Local

Sales ISIC Industri

Local

Input Local

Sales

20 Manufacture of wood and of products of wood

93,0 21,0 32 Manufacture of radio, television and

61,4 34,5

Page 60: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

54

and cork, except furniture; manufacture of articles of straw and plaiting materials

communication equipment and apparatus

21 Manufacture of paper and paper products

62,1 38,5 33

Manufacture of medical, precision and optical instruments, watches and clocks

1,9 44,0

22

Publishing, printing and reproduction of recorded media

95,8 89,4 34

Manufacture of motor vehicles, trailers and semi-trailers

44,3 86,0

23

Manufacture of coke, refined petroleum products and nuclear fuel

91,5 98,2 35 Manufacture of other transport equipment

68,6 96,2

24 Manufacture of chemicals and chemical products

40,1 75,1 36

Manufacture of furniture; manufacturing n.e.c.

65,2 12,8

25 Manufacture of rubber and plastics products

82,4 57,9 37 Recycling 100,0 77,6

26 Manufacture of other non-metallic mineral products

58,3 63,3

Jika dilihat lebih detail pada ISIC level digit 3, akan terlihat produk-produk

tertentu yang memiliki kategori FDI berdasarkan pangsa penjualan ekspor dan input

yang diimpornya (Gambar 4). Hasil tersebut mendukung simpulan pada analisis level

ISIC digit 2 bahwa barang-barang yang cenderung market seeking dan mengarah pada

horizontal FDI merupakan barang-barang konsumen (ISIC: 160, 155, 359, 154, 273,

232, 221, dan 37). Produk FDI yang cenderung besar pangsa ekspornya adalah

barang-barang yang di Indonesia memiliki sumber dayanya seperti furnitur serta

pengolahan dan penggergajian kayu. Selain itu, FDI di Indonesia juga banyak

mengekspor beberapa barang berteknologi tinggi seperti alat kontrol listrik, alat optik,

dan beberapa mesin.

Page 61: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

55

Meskipun Indonesia bergantung pada ekspor komoditas, seperti karet dan

sawit, FDI Indonesia untuk barang tersebut termasuk dalam networked FDI karena

porsi ekspor tidak sebesar furnitur. Kecenderungan dalam hal jumlah adalah bahwa

networked FDI merupakan jumlah komoditi terbanyak berdasarkan ISIC digit 3.

Sementara itu, industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki, yang di Indonesia

memiliki keunggulan, cenderung mengejar potensi pasar lokal meskipun sebagian

dari hasil output-nya diekspor pula.

Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, 2006; diolah

Gambar 4. Keterkaitan Antara Pemasaran Lokal (Local Sales) dan Masukan Lokal (Local Input) untuk Perusahaan FDI (ISIC Digit 3)

Tabel 12 menunjukkan tingkatan FDI berdasarkan orientasinya, dalam hal ini

apakah semakin mengarah pada market seeking. Semakin tua warna pada Tabel 12,

kecenderungannya adalah bahwa FDI untuk produk tersebut banyak mengejar

potensi pasar. Namun, jika warna pada kolom terang, bahkan putih,

kecenderungannya adalah bahwa FDI pada produk tersebut berorientasi ekspor

(export oriented). Misalnya produk-produk furnitur yang memiliki pangsa pasar lokal

hanya sebesar 18 persen.

Pure

Horizontal

Resource

Extraction

Local

Assembly

Pure

outward

processing

151

152

153

154

155160

171

172

173

181

191

192

201

202

210

221

222

231232

241

242243

251

252

26271

272

273

281

289

291

292

293

300

311

312

313 314

315

319

321

322

323

331

332

341

342

343

351

352359

361

369

372

020

40

60

80

10

0

Lo

cal S

ale

s (

%)

0 20 40 60 80 100Local Input (%)

Page 62: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

56

Tabel 12. Subsektor Ekonomi dan Pangsa Penjualan Pasar Lokal dan Input yang Diimpor

Market Seeking

ISIC Industri Local Sales (%)

ISIC Industri Local Sales (%)

151 Production, processing and preservation of meat, fish, fruit, vegetables, oils and fats

39,18 273 Casting of metals 99,90

152 Manufacture of dairy products

99,93 281 Manufacture of structural metal products, tanks, reservoirs and steam generators

50,16

153 Manufacture of grain mill products, starches and starch products, and prepared animal feeds

64,86 289 Manufacture of other fabricated metal products; metal working service activities

45,96

154 Manufacture of other food products

81,68 291 Manufacture of general purpose machinery

59,29

155 Manufacture of beverages

97,82 292 Manufacture of special purpose machinery

63,75

160 Manufacture of tobacco products

99,54 293 Manufacture of domestic appliances n.e.c

76,02

171 Spinning, weaving and finishing of textiles

61,29 300 Manufacture of office, accounting and computing machinery

18,43

172 Manufacture of other textiles

93,26 311 Manufacture of electric motors, generators and transformers

65,28

Tabel 12. (lanjutan)

Page 63: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

57

ISIC Industri Local Sales (%)

ISIC Industri Local Sales (%)

173 Manufacture of knitted and crocheted fabrics and articles

59,70 312 Manufacture of electricity distribution and control apparatus

8,07

181 Manufacture of wearing apparel, except fur apparel

41,89 313 Manufacture of insulated wire and cable

52,85

191 Tanning and dressing of leather; manufacture of luggage, handbags, saddlery and harness

27,20 314 Manufacture of accumulators, primary cells and primary batteries

52,93

192 Manufacture of footwear

69,15 315 Manufacture of electric lamps and lighting equipment

71,46

201 Sawmilling and planing of wood

15,52 319 Manufacture of other electrical equipment n.e.c.

58,05

202 Manufacture of products of wood, cork, straw and plaiting materials

21,39 321 Manufacture of electronic valves and tubes and other electronic components

25,25

210 Manufacture of paper and paper products

38,47 322 Manufacture of television

and radio transmitters

and apparatus for line

telephony and line

telegraphy

40,35

221 Publishing 100,00 323 Manufacture of television and radio receivers, sound or video recording or reproducing apparatus, and associated goods

55,16

222 Printing and service activities related to printing

28,52 331 Manufacture of medical appliances and instruments and appliances for measuring, checking, testing, navigating and other purposes, except optical instruments

48,82

Tabel 12. (lanjutan)

Page 64: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

58

ISIC Industri Local Sales (%)

ISIC Industri Local Sales (%)

231 Manufacture of coke oven products

100,00 332 Manufacture of optical instruments and photographic equipment

32,63

232 Manufacture of refined petroleum products

98,21 341 Manufacture of motor vehicles

89,14

241 Manufacture of basic chemicals

70,76 342 Manufacture of bodies (coachwork) for motor vehicles; manufacture of trailers and semitrailers

100,00

242 Manufacture of other chemical products

81,69 343 Manufacture of parts and accessories for motor vehicles and their engines

77,22

243 Manufacture of man made fibres

81,29 351 Building and repairing of ships and boats

9,37

251 Manufacture of rubber products

50,13 352 Manufacture of railway and tramway locomotives and rolling stock

100,00

252 Manufacture of plastics products

77,40 359 Manufacture of transport equipment n.e.c.

97,86

26 Manufacture of non metallic mineral products

64,07 361 Manufacture of furniture 18,37

271 Manufacture of basic iron and steel

63,11 369 Manufacturing n.e.c. 10,62

272 Manufacture of basic precious and nonferrous metals

30,65 37 Recycling 77,58

Page 65: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

59

BOKS 1

Gambaran Umum FDI di Singapura

Menurut Global Investment Report 2014 yang disusun oleh UNCTAD

disebutkan bahwa Singapura merupakan negara kelima penerima terbesar FDI di

dunia serta negara ketiga terbesar di Asia Timur dan Asia Tenggara. Investor asing

yang datang ke Singapura terutama berasal dari US, Belanda, Inggris, dan Jepang.

Sektor utama yang diminati investor di Singapura adalah sektor jasa keuangan

dan asuransi, manufaktur, perdagangan besar dan eceran, profesional dan teknikal,

jasa administratif dan pendukung, transportasi dan pergudangan, serta sektor

properti. Meskipun berbagai sektor ekonomi dibuka pada investor asing, terdapat

beberapa sektor yang masih didominasi oleh negara tersebut, yaitu jasa keuangan,

jasa profesional, media, dan telekomunikasi.

Pemerintah Singapura memberikan preferensi untuk berinvestasi pada sektor

manufaktur dan jasa yang memiliki nilai tambah (value added) yang tinggi sebagai

bagian strategi untuk menggantikan aktivitas yang memiliki labor-intensive dan value

added yang rendah yang telah bergeser ke negara lain, khususnya ke Tiongkok.

Berdasarkan ease of doing business yang disusun World Bank, Singapura

merupakan negara yang paling mudah untuk melakukan bisnis. Faktor-faktor yang

menjadikan Singapura sebagai negara tujuan berinvestasi yang menarik adalah

kemudahan memberikan pinjaman kepada investor asing; sistem regulasi (regulatory

system) yang sederhana; sistem pajak yang menarik, yaitu pemberian insentif pajak

berupa keringanan pajak; kualitas industri properti yang sangat baik; politik yang

stabil; dan ketiadaan korupsi. Singapura merupakan satu dari negara yang paling

sejahtera (kaya) dan stabil di kawasan Asia.

Regulasi dan peraturan oleh pemerintah Singapura memberikan level-playing

field yang sama, baik bagi investor asing maupun bagi investor dalam negeri karena

tidak dibatasinya kepemilikan asing dan ketiadaan kontrol devisa (no foreign exchange

controls). Dalam salah satu studi dikemukakan bahwa sistem pajak dan iklim regulasi

(regulatory environment) yang favourable di Singapura telah membantu negara

tersebut menarik FDI melebihi negara lainnya di dunia dalam kurun waktu lima

tahun sejak krisis keuangan global. Selama kurun waktu tersebut, Singapura telah

berhasil menarik FDI ekuivalen 74% dari GDP-nya atau sebesar 203 miliar USD

secara keseluruhan. Kondisi yang kondusif tersebut telah mendorong perusahan-

Page 66: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

60

perusahaan asing seperti Yahoo, Google, Apple, PayPal, and LinkedIn untuk

membangun kantor regional Asia di negara tersebut. Terdapat lebih dari 7.000

perusahaan multinasional (MNCs) dan sekitar 10.000 UKM asing yang telah

membangun basis di Singapura.

Di samping fasilitas keringanan pajak yang diberikan, Singapura juga memiliki

tenaga kerja yang sangat berpendidikan, infrastruktur yang sangat memadai, dan

ekosistem yang canggih yang umumnya diperlukan perusahaan multinasional pada

saat mereka memutuskan untuk membangun usahanya di luar negeri.

Dalam rangka melindungi investasi asing, Singapura melakukan langkah-

langkah antara lain sebagai berikut.

1. Penandatanganan investment promotion and protection agreements dengan

sejumlah negara yang bertujuan melindungi perusahaan di kedua negara

terhadap perang dan risiko nonkomersial berupa expropriation dan

nasionalisasi untuk 15 tahun atau lebih.

2. Singapura tidak memiliki hukum yang memaksa investor asing untuk

mengalihkan kepemilikan kepada pihak lokal sehingga tidak ada dispute yang

masih di-pending di UNCTAD.

3. Memperkenankan asing untuk membeli properti di Singapura. Dalam hal ini,

Singapura tidak memiliki hukum yang memaksa investor asing untuk

mengalihkan kepemilikan ke lokal serta tidak memiliki expropriated terhadap

properti.

Posisi Singapura dalam arus FDI global adalah sebagai hub (penghubung)

untuk investasi asing (Haigh, 2006; Kelkar, 2011). Sumber FDI dibedakan menjadi

ultimate source dan intermediate source. Ultimate source adalah negara asal

perusahaan multinasional tersebut berada, sedangkan intermediate source adalah

suatu negara tempat perusahaan multinasional membuka cabangnya di negara

tersebut sebelum berinvestasi ke negara lain.

BOKS 2

Page 67: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

61

Gambaran Umum Keterkaitan UKM dengan FDI

A. Keterkaitan (Integrasi) UKM dengan FDI di Thailand9

UKM atau small medium enterprises (SME) di Thailand didefinisikan sebagai

perusahaan yang memiliki usaha kurang dari 200 pekerja dan modal tetap sebanyak

5,6 juta USD dan memberikan kontribusi dalam PDB sektor manufaktur sebesar ± 33

persen. Sektor UKM yang banyak ditemui di Thailand adalah makanan dan minuman,

furnitur, serta kimia dan produk kimia.

Sebelum tahun 2000 Thailand tidak memiliki aturan dasar mengenai UKM

yang memberikan arahan bagi pengembangan UKM jangka panjang. Kebijakan

mengenai UKM tercantum dalam rencana pembangunan nasional secara umum dan

dilakukan secara umum di berbagai kementerian dan biro. Karena kedua alasan

tersebut yang diperburuk dengan tidak adanya koordinasi antarlembaga yang

menangani masalah tersebut, pengembangan UKM di Thailand selama periode

sebelum 2000 tidak memberikan hasil yang optimal.

Krisis keuangan 1997/1998 menyadarkan pemerintah Thailand akan

pentingnya UKM sebagai agen penting dalam perekonomian. Oleh karena itu,

diperlukan kebijakan khusus untuk mempromosikannya. Berangkat dari

argumentasi tersebut, pada tahun 2000 pemerintah Thailand mengeluarkan SME

Promotion Act dan pada tahun yang sama dibentuk pula Kantor Promosi UKM (SME

Promotion Office) sebagai lembaga koordinasi antar-agen pemerintahan yang

bertujuan untuk mengembangkan UKM di Thailand. Tugas-tugas SME Promotion

Office antara lain adalah sebagai berikut:

1. memformulasikan master plan dan kebijakan untuk pengembangan UKM;

2. mempersiapkan rencana aksi untuk pengembangan UKM regional dan sektoral;

3. menyediakan pusat informasi UKM dan menjadi organisasi sentral yang

melakukan penelitian dan pengkajian mengenai UKM, termasuk early warning

system;

4. mengembangkan sistem informasi dan networks untuk mendukung kegiatan

operasi UKM; dan

9 Sumber: Punyasavatsut, C. (2008), ‘SMEs in the Thai Manufacturing Industry: Linking with

MNES’, in Lim, H. (ed.), SME in Asia and Globalization, ERIA Research Project Report 2007-

5, pp.287-321. Available at: http://www.eria.org/SMEs%20in%20The%20Thai%20

Manufacturing%20Industry_Linking%20with%20MEs.pdf

Page 68: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

62

5. mengadministrasikan venture capital fund untuk UKM (fasilitasi permodalan).

Selanjutnya di bawah rezim Thaksin (2001–2006) diterapkan dual track system

dalam pembangunan ekonomi Thailand, yaitu mendorong industri menjadi

pengekspor, mendorong terciptanya permintaan, dan mendorong pengembangan

UKM. Di bawah rezim Thaksin diciptakan ukuran kemajuan UKM serta diberikan

dukungan finansial. Berbagai kebijakan UKM yang diperkenalkan Thaksin antara lain

adalah dana desa, bank rakyat, dan One-TAMBON-One-Product (OTOP). OTOP

merupakan proyek yang bertujuan untuk mendukung komunitas paling bawah (grass

root) untuk menggunakan pengetahuan lokalnya dalam mengembangkan produk

dengan bantuan teknis dari pemerintah.

First SME Promotion Plan (2002–2006) bertujuan untuk mengembangkan

wirausahawan dan mendorong UKM untuk mencapai standar internasional. Untuk

mencapai tujuan tersebut, beberapa kebijakan ditempuh seperti (i) managerial and

technological upgrading; (ii) pengembangan SDM; (iii) ekspansi pasar; (iv) penguatan

kapabilitas keuangan; (v) perbaikan iklim usaha; (vi) pemajuan bisnis skala kecil dan

komunitas bisnis grass root; dan (vii) pembangunan jejaring perusahaan. Fokus

kebijakan diarahkan pada tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1. Promosi investasi UKM, yaitu dengan membentuk board investment promotion

(BOI).

2. Financial assistance, yaitu dengan mendirikan SME Development Bank of Thailand

dan mengarahkan Krung Thai Bank dan Siam City Bank untuk menyediakan

pendanaan bagi UKM, serta mendirikan venture capital fund untuk UKM.

3. Technical and management consultancy, yaitu dengan menyusun new

entrepreneurs creation program (NEC) di bawah Kementerian Perindustrian untuk

menyediakan konsultasi teknis dan manajerial ketika UKM mengalami masalah.

Second SME Promotion Plan (2007–2011). Rencana promosi ini adalah untuk

melanjutkan pembangunan UKM agar dapat kuat dan berkelanjutan dalam hal (i)

pengetahuan dan keterampilan perbaikan kualitas produk; (ii) pembangunan

incubator bisnis di daerah; (iii) trade fair; (iv) pembangunan exhibition centers untuk

promosi UKM ke seluruh wilayah; (v) perbaikan jalur distribusi dan logistik; dan (vi)

pembentukan klaster dan jaringan industri. Tiga hal yang mendorong kemajuan

UKM-MNE (multinational enterprises) di Thailand ialah sebagai berikut.

Page 69: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

63

1. Globalisasi dan perubahan teknologi (ICT) telah mendorong MNE untuk

beroperasi dengan cara subkontrak. Hal itu memberi peluang bagi UKM di

Thailand untuk ambil bagian dalam bekerja sama dengan MNE.

2. Kebijakan yang diterbitkan tahun 1978 perihal kewajiban menggunakan konten

lokal (local content) dipandang sebagai cikal bakal tumbuhnya industri

komponen di Thailand. Kebijakan itu telah mendorong MNE untuk bekerja sama

dengan UKM dalam bentuk kerja sama subkontrak pemasok. Hal tersebut

memberi peluang perusahaan lokal untuk tumbuh dan membangun industri

pendukung MNE. Selanjutnya, setelah munculnya UKM yang memproduksi

parts dan komponen, banyak perusahaan otomotif mulai tertarik untuk

membangun perusahaannya di Jepang dengan memanfaatkan UKM pemasok di

Thailand tersebut pada era 1990.

Kebijakan konten lokal (local content) yang dihapuskan pada awal tahun 2000,

sebagaimana rencana awal, semakin mendorong lebih jauh ekspansi

perusahaan otomotif Thailand ke luar negeri. Kebijakan kewajiban

menggunakan konten lokal (local content) ditambah dengan sistem dan jaringan

procurement dalam sektor otomotif yang dibangun menjadikan UKM dan MNE di

Thailand terintegrasi. Ciri khusus dari UKM pemasok otomotif di Thailand

adalah pelayanan yang tidak hanya pada satu konsumen saja, tetapi banyak

MNE sehingga tercapai skala ekonomis dan menghasilkan efek spillover.

3. Tumbuhnya jaringan industri yang diinisiasi, baik oleh pemerintah maupun oleh

MNE telah mendorong terciptanya berbagai pengetahuan (knowledge sharing)

antara UKM dan MNE dan antarUKM itu sendiri. Salah satu contoh adalah yang

diinisiasi Toyota, yaitu Toyota Corporation Club (TCC) yang merupakan forum

pemasok Toyota. Forum tersebut melakukan berbagai kegiatan, termasuk

berbagi pengalaman dan pengetahuan teknis serta manajerial. Untuk tujuan itu,

Toyota kemudian membangun Toyota Production System (TPS) untuk menangani

sistem produksi yang melibatkan banyak pemasok.

Kebijakan pengintegrasian UKM-MNE di Thailand dilakukan dengan cara

mendirikan Bureau of Supporting Industries Development (BSID) di bawah

Kementerian Perindustrian yang bertujuan mendorong perusahaan Jepang untuk

membantu berkembangnya industri pendukung di Thailand. Industri pendukung

tersebut mencakup berbagai jenis, mulai dari produksi barang dan penyediaan jasa.

Para pelaku industri pendukung tersebut banyak yang merupakan pengusaha kecil,

tetapi berinteraksi dengan perusahaan besar seperti Toyota. Kebijakan yang

Page 70: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

64

dilakukan pemerintah di bawah BSID adalah (i) menyediakan bantuan teknis dan

pelatihan untuk industri pendukung; (ii) merancang dan mengembangkan produk

prototype; dan (iii) mengembangkan sistem subkontrak, misalnya mengorganisasi

buyer’s village.

BUILD (BOI Unit for 314 Industrial Linkage Development) adalah pelayanan

berorientasi pasar di bawah naungan BOI (Board of Investment of Thailand) sejak

tahun 1992. Program itu dirancang untuk mendorong perusahaan besar agar

mengambil/membeli bahan dari pemasok lokal dan sekaligus membantu pemasok

lokal untuk memperbaiki kualitas barang, melakukan efisiensi produk, serta

meningkatkan produktivitas. Kebijakan yang dikeluarkan oleh BUILD tidak tertuju

pada insentif pajak, tetapi lebih pada insentif jasa pelayanan. BUILD juga membentuk

Vendors Meet Customers Program (VMC) dalam rangka membantu UKM melaksanakan

subkontrak dengan perusahaan asing.

B. Keterkaitan (Integrasi) UKM dengan FDI di Malaysia

Latar belakang kebijakan pengembangan industri kecil menengah (IKM) di

Malaysia adalah perkembangan manufaktur di Malaysia, terutama yang didorong oleh

FDI dari Jepang dengan memanfaatkan zona bebas. Perusahaan Jepang menjadikan

Malaysia sebagai export platform. Namun, perusahaan Jepang tersebut tidak

menggunakan perusahaan lokal untuk industri pendukungnya. Perusahaan Jepang

cenderung menggunakan perusahaan Jepang di Malaysia yang terafiliasi atau

perusahaan yang berada di Jepang. Hal itu menjadikan lemahnya integrasi antara

FDI dan perusahaan lokal. Manfaat yang didapat Malaysia hanyalah dari penciptaan

lapangan kerja.

Seiring dengan mulai aktifnya negara ASEAN menarik FDI, Malaysia menjadi

tersaingi sebagai negara tujuan FDI. Hal itu menyadarkan Malaysia untuk

menciptakan keunggulan kompetitif agar dapat bersaing dengan negara ASEAN

lainnya, yaitu dengan mengembangkan IKM yang berperan sebagai supporting

industry dalam industrialisasi.

Hadirnya perusahaan Jepang di Malaysia menciptakan pasar bagi IKM untuk

memasok kebutuhan pendukung perusahaan Jepang tersebut. Pada awalnya, barang

pendukung di-supply oleh perusahaan Jepang yang terafiliasi di Malaysia atau

dikirim dari Jepang. Namun, seiring berjalannya waktu perusahaan Jepang tersebut

ingin meningkatkan pasokan barang pendukung dari dalam negeri (Malaysia),

Page 71: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

65

terutama dari pengusaha lokal. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya impor

barang dan mengurangi waktu pengiriman. Namun, perusahaan lokal Malaysia tidak

mampu memenuhi ekspektasi perusahaan Jepang, terutama dalam hal kualitas. Hal

itu menjadikan perusahaan Jepang mengundang perusahaan-perusahaan produk

pendukung di Jepang untuk membuka anak perusahaan di Malaysia agar dapat

memenuhi ekspektasi perusahaan. Setelah tahun 1980 banyak IKM dari Jepang yang

membuka anak perusahaan di Malaysia dalam rangka memasok kebutuhan

perusahaan ekspor Jepang di Malaysia.

Pemerintah Malaysia berharap kehadiran IKM dari Jepang akan terjadi transfer

teknologi ke IKM lokal sehingga Pemerintah Malaysia sangat aktif untuk menarik IKM

dari luar negeri.

Pada dasarnya perusahaan Jepang tidak terlalu concern dengan perolehan

pasokan barang, apakah dari IKM Jepang atau IKM lokal. Namun, banyak IKM lokal

tidak mampu memenuhi kriteria yang diinginkan. Meskipun IKM lokal memiliki

keunggulan dalam hal harga yang rendah, kualitas produk mereka pun juga rendah.

Alhasil, IKM lokal hanya memasok barang-barang bernilai tambah rendah, seperti

bahan plastik atau kemasan. Pengusaha Jepang mengeluhkan bahwa IKM lokal tidak

dapat memenuhi ekspektasi dalam hal kualitas, waktu pengiriman (delivery time), dan

attitudes management. IKM lokal tersebut kebanyakan tidak lolos tes untuk menjadi

subkontraktor perusahaan Jepang.

Terdapat dualisme dalam status perkembangan IKM di Malaysia. IKM yang

dimiliki oleh perusahaan Jepang menjadi subkontraktor untuk pekerjaan yang

membutuhkan keahlian teknologi tinggi, sedangkan IKM lokal hanya mengerjakan

pekerjaan yang sederhana saja. Hal itu disebabkan adanya kesenjangan (gap)

kemampuan teknologi dan manajerial antara IKM lokal dan IKM dari Jepang.

Pemerintah menyadari bahwa tumbuhnya sektor manufaktur di Malaysia yang

ditopang oleh perusahaan Jepang memunculkan potensi pasar bagi industri

pendukung, khususnya IKM. Di sisi lain, IKM lokal tidak mampu mengoptimalkan

potensi tersebut karena terhalang masalah kapabilitas sehingga disusun kebijakan

untuk mendorong IKM lokal agar menjadi industri pendukung melalui vendor

development programs (VDP) yang dikeluarkan tahun 1988. Program itu bertujuan

menghubungkan perusahaan besar yang ditunjuk oleh pemerintah untuk membina

IKM secara manajerial dan teknis. Perusahaan anchor yang ditunjuk pemerintah

tersebut diharuskan untuk menerima barang dari IKM yang dibina. Contoh

Page 72: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

66

perusahaan anchor adalah Proton (perusahaan anchor pertama), Sapura Holding,

Sony, General Lumber Furniture, Perbadanan Group, JVC Group, dan Matsuhita.

IKM tersebut akan memperoleh bantuan finansial dari pemerintah. Dalam hal

ini, IKM akan memperoleh pinjaman bebas bunga selama lima tahun di bawah

pengawasan Kementerian Industri dan Perdagangan (MITI). Bantuan keuangan

diberikan dalam bentuk soft loan, bukan hibah. Pemerintah, dalam hal ini, berperan

sebagai perantara antara bank dan perusahaan anchor.

Evaluasi terhadap kebijakan VDP di kalangan IKM menunjukkan pihaknya

sangat senang bekerja sama dengan perusahaan anchor. Dengan bekerja sama

subkontrak, bisnis IKM secara keseluruhan menjadi lebih stabil. Mereka juga mampu

meningkatkan kemampuan manajerial dan teknis dari bekerja sama dengan

perusahaan besar. Sementara itu, evaluasi dari sisi perusahaan anchor justru

sebaliknya. Mereka merasa bahwa bisnis IKM terlalu bergantung pada perusahaan

anchor, baik dari sisi dukungan keahlian manajerial, teknis, hingga penjualan.

Perusahaan anchor merasa bahwa belum terjadi peningkatan kemampuan pada IKM

sehingga MNC Jepang akhirnya kembali untuk bekerja sama dengan IKM dari Jepang

seperti sebelumnya. MNC Jepang juga ingin meningkatkan jumlah aktivitas dengan

IKM lokal yang sudah ada sebagai subkontraktor, tetapi pemerintah Malaysia

menghendaki MNC Jepang meningkatkan kerja sama dengan lebih banyak IKM lokal.

Dalam konteks ini, VDP dapat dinilai kurang berhasil mencapai tujuan yang

dikehendaki.

Selanjutnya muncul kebijakan baru di bawah kerangka Industrial Linkage

Program (ILP). Tujuannya adalah agar industri pendukung di Malaysia dapat lebih

efisien dan berdaya saing internasional. Pada dasarnya ILP merupakan perbaikan dari

VDP. Program itu berada di bawah naungan SMIDEC (Small and Medium Industries

Developing Cooperation). Peran SMIDEC dalam ILP adalah sebagai manajer proyek dan

koordinator, sedangkan pemasok teknologinya dapat dilakukan oleh MNC yang

bersangkutan atau lembaga riset independen. Perbedaannya dengan VDP adalah

bahwa selain IKM yang dioperasikan Bumiputera, IKM yang dimiliki oleh non-

Bumiputera juga dapat berpartisipasi sebagai subkontraktor level kedua. Selain itu,

terdapat berbagai insentif bagi perusahaan anchor.

Page 73: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

67

IV. HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS

5.1 Hasil Estimasi dan Analisis

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa pangsa FDI intra-ASEAN ke

Indonesia terhadap total ASEAN cukup besar (55,2 persen), tetapi berdasarkan ease

of doing business yang disusun oleh World Bank, peringkat iklim usaha di Indonesia

lebih rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN-5, bahkan di bawah Vietnam.

Dengan latar belakang tersebut, dipandang penting untuk mengetahui determinan

inward FDI intra-ASEAN Indonesia sehingga diketahui faktor-faktor apa saja yang

dapat menarik investasi langsung asing sehingga diharapkan akan membantu dalam

merumuskan kebijakan terkait FDI di Indonesia. Analisis lebih lanjut dilakukan

dengan menggunakan pendekatan ekonometrika sebagaimana dibahas di bawah ini.

Untuk keperluan analisis tersebut, sistematika penulisan dibagi menjadi (i)

hasil estimasi inward, (ii) hasil analisis inward, (iii) hasil estimasi dan analisis

outward, dan (iv) changing landscape.

Berdasarkan pengujian empiris model panel dinamis dengan menggunakan

metode GMM, diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 13. Hasil uji

spesifikasi validitas instrument menunjukkan bahwa model yang digunakan valid.

Demikian pula, autokorelasi pada orde kedua dan hasil over-indentifying sargan test

menunjukkan bahwa model valid. Pengujian autokorelasi dengan metode Arellano-

Bond yang hipotesis null-nya adalah tidak terdapat autokorelasi menunjukkan bahwa

hipotesis null tidak ditolak. Artinya, tidak terdapat autokorelasi pada orde kedua

sehingga dapat dilanjutkan pada interpretasi koefisien.

5.1.1 Hasil Estimasi Inward FDI

Hasil estimasi model pada persamaan 11 ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Estimasi Model Panel Dinamis Inward FDI Indonesia dari

ASEAN-5 (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina) (GMM System)

Page 74: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

68

Variabel Expected Sign Koefisien

FDI Tahun Sebelumnya (t-1) + 0,8954***

(532,19)

GDP Indonesia + 0,2870***

(12,96)

GDP Negara Asal + 0,1635***

(20,03)

Jarak (Indonesia-Source) - -0,0174***

(-13,61)

Produktivitas Relatif + 0,0750***

(6,82)

Sumber Daya Alam + 0,0397***

(13,11)

Infrastruktur Listrik + -0,1733

(-14,93)

Infrastruktur Jalan + 0,0005*

(1,91)

Perdagangan Bilateral + 0,0524***

(20,20)

Volume Ekspor Indonesia + 0,0418***

(9,64)

Konstanta + -6,5898

(-14,60)

Sargan Test 44,497

Prob, (Sargan Test) 0,251

Autocorrelation (1) -2,137

Prob, (Auto 1) 0,033

Autocorrelation (2) -1,478

Prob, (Auto 2) 0,140

Keterangan: nilai dalam kurung merupakan nilai z-statistik. *** signifikan

pada level 1 persen, ** signifikan pada level 5 persen, * signifikan pada

level 10 persen; semua variabel dalam bentuk logaritma natural (ln),

kecuali Sumber daya alam dan jalan.

Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap inward FDI ke Indonesia pada

level 1 persen adalah FDI Indonesia tahun sebelumnya (0,8954), PDB Indonesia (host

country) (0,2879), PDB negara asal (home country) (0,1635), produktivitas relatif

Page 75: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

69

(0,0750), perdagangan bilateral (0,0524), volume perdagangan (0.0418), sumber daya

alam (0,0397), dan jarak (-0,0174). Sementar itu, infrastruktur jalan berpengaruh

pada level 10 persen (0,0005). PDB Indonesia, produktivitas relatif, volume

perdagangan, dan infrastruktur jalan merupakan pull factor terjadinya FDI di

Indonesia. Sementara itu, PDB negara asal dan sumber daya alam merupakan push

factor. Infrastruktur listrik merupakan satu-satunya variabel dalam persamaan yang

tidak signifikan mempengaruhi inward FDI Indonesia.

Pengaruh PDB Indonesia terhadap inward FDI Indonesia adalah sebesar 0,29.

Hal itu berarti setiap pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 1 persen akan

meningkatkan inward FDI ke Indonesia dari ASEAN sebesar 0,29 persen. Sementara

itu, pengaruh PDB negara asal terhadap inward FDI Indonesia adalah sebesar 0,16.

Hal tersebut berarti setiap pertumbuhan 1 persen PDB di negara asal investor akan

mendorong peningkatan inward FDI ke Indonesia sebesar 0,16 persen, sedangkan

koefisien jarak antara negara asal FDI dan Indonesia bertanda negatif dan signifikan

Hal itu.yang menunjukkan bahwa semakin jauh jarak suatu negara dengan Indonesia

semakin rendah minat negara tersebut untuk melakukan investasi di Indonesia jika

dibandingkan dengan negara yang lebih dekat.

Nilai koefisien variabel produktivitas relatif adalah positif dan signifikan. Hal

itu brarti bahwa setiap peningkatan rasio produktivitas Indonesia terhadap negara

asal investor sebesar 1 persen akan meningkatkan inward FDI ke Indonesia sebesar

0,075 persen. Demikian pula dengan koefisien sumber daya alam bertanda positif dan

signifikan. Hal itu berarti setiap peningkatan 1 persen produksi sumber daya alam di

negara tersebut akan meningkatkan inward FDI ke Indonesia sebesar 0,04 persen.

Nilai koefisien infrastruktur listrik terhadap inward FDI ke Indonesia berbeda

dengan expected sign-nya. Dengan demikian, infrastruktur listrik tidak berpengaruh

terhadap inward FDI ke Indonesia. Sementara itu, nilai koefisien infrastruktur jalan

adalah positif dan signifikan terhadap inward FDI, tetapi dengan tingkat kepercayaan

yang lebih rendah dan dengan nilai koefisien yang cukup rendah. Setiap peningkatan

jalan yang dibangun sebesar 1 persen hanya akan meningkatkan inward FDI ke

Indonesia sebesar 0,0005 persen.

Variabel perdagangan bilateral memiliki tanda positif dan signifikan. Hal itu

menunjukkan bahwa setiap peningkatan intensitas perdagangan bilateral antara

negara asal FDI (source country) dan Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan

inward FDI ke Indonesia sebesar 0,05 persen. Sementara itu, peningkatan volume

Page 76: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

70

ekspor Indonesia ke partner dagang Indonesia akan meningkatkan inward FDI ke

Indonesia sebesar 0,042 persen.

Selisih antara koefisien variabel potensi pasar (PDB Indonesia) dan variabel

basis ekspor (volume ekspor) adalah sebesar 0,24 (t-stat 23,0704). Perbedaan tersebut

signifikan pada level 5 persen. Hal itu menunjukkan bahwa pengaruh variabel potensi

pasar secara statistik lebih besar jika dibandingkan dengan variabel basis ekspor.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inward FDI dari ASEAN-5 berorientasi

pasar di Indonesia.

5.1.2 Hasil Analisis Determinan Inward FDI Indonesia

Sebagaimana disinggung pada subbab sebelumnya bahwa hasil estimasi

menunjukkan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap arus FDI dari

negara ASEAN-5 ke Indonesia adalah FDI tahun sebelumnya, PDB Indonesia, PDB

negara asal, produktivitas relatif, perdagangan bilateral, volume perdagangan,

sumber daya alam (resource), jarak, dan infrastruktur jalan. Sementara itu,

infrastruktur listrik tidak berpengaruh terhadap inward FDI.

PDB Indonesia (host country) berpengaruh paling besar terhadap arus FDI dari

negara ASEAN-5. Hal itu mengindikasikan bahwa FDI yang berasal dari negara

ASEAN-5 umumnya berjenis horizontal platform dan memiliki motif market seeking.

FDI tersebut cenderung mengejar potensi pasar domestik Indonesia yang besar jika

dibandingkan dengan menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor (export base). Hasil

penelitian itu sejalan dengan penelitian Thangavelu dan Narjoko (2014) dan Hoang

(2012) untuk FDI di ASEAN. Perkembangan positif ekonomi Indonesia pascakrisis

keuangan Asia 1997/1998 ditengarai telah mendorong investor asing cenderung

menjadikan Indonesia sebagai market-based daripada export-base untuk FDI-nya.

Selama tahun 2004–2014, perekonomian Indonesia tumbuh pesat dengan rata-rata

5,6 persen dan ditunjang oleh populasi yang produktif lebih dari 65 persen (World

Development Indicators, 2015). Di samping itu, tumbuhnya populasi middle income

class dari 37,7 persen pada tahun 2003 menjadi 56,5 persen pada tahun 2010 turut

serta mendorong Indonesia sebagai pasar yang potensial, terutama untuk produk

keuangan, asuransi, dan properti sebagai salah satu bidang usaha yang diminati

investor ASEAN-5, bahkan diproyeksikan pada tahun 2020, lebih dari 60 juta orang

akan masuk dalam middle income class, yaitu ketika mereka akan menerima

pendapatan sekitar Rp2.000.000,00 s.d. Rp3.000.000,00 di atas pendapatan yang

Page 77: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

71

diterima tahun 2012, yaitu kurang dari 1,5 juta rupiah (Grafik 21). Kondisi itu perlu

diwaspadai karena akan semakin menjadikan Indonesia sebagai basis pasar lokal.

Sumber: Adaptasi dari www.bcgperspectives.com

Grafik 21. Proyeksi Pertumbuhan Kelas Menengah pada Tahun 2012–2020

PDB negara asal (home country) berpengaruh terhadap inward FDI intra-

ASEAN Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara asal

(home country) menjadi pendorong bagi masuknya arus FDI ke Indonesia. Dalam

ASEAN Investment Report 2012 disebutkan bahwa motivasi yang mendorong

perusahaan-perusahaan ASEAN termasuk Indonesia berinvestasi di intra-ASEAN

adalah keterbatasan pasar domestik untuk berekspansi. Perusahaan domestik di

setiap negara ASEAN berkembang menjadi kampiun di negaranya sehingga secara

alamiah perusahaan tersebut akan berekspansi ke luar negeri untuk meraih

keunggulan kompetitif (ASEAN, 2012). Dengan demikian, banyak perusahaan di

ASEAN menjadi pemain regional ASEAN karena keunggulan kompetitif yang mereka

miliki. Hal itu dimungkinkan terjadi ketika mereka telah memperoleh keunggulan

kompetitif di negara asalnya. Keunggulan kompetitif yang mereka miliki tersebut pada

dasarnya tidak terlepas dari perkembangan perekonomian di negara asal FDI

tersebut.

Produktivitas berpengaruh terhadap masuknya FDI dari intra-ASEAN ke

Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa semakin tinggi produktivitas tenaga kerja

Indonesia relatif dibandingkan dengan produktivitas negara asal akan meningkatkan

minat investor untuk menempatkan modalnya di Indonesia. Produktivitas yang tinggi

akan meningkatkan keuntungan bagi investor asing karena dengan biaya dan jumlah

0 20 40 60 80

>7,5 Juta

5-7,5 Juta

3-5 Juta

2-3 Juta

1-2 Juta

1-1,5 Juta

<1 Juta

Juta orang

2012

2020

Page 78: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

72

input yang sama, perusahaan asing tersebut akan memproduksi lebih banyak.

Penelitian ini sejalan dengan temuan Artige dan Nicolini (2006) di Eropa bahwa

produktivitas merupakan determinan inward FDI.

Sumber : ESCAP, 2015

Grafik 22. Perkembangan Produktivitas Beberapa Negara Asia

Perbandingan relatif produktivitas di negara Asia ditunjukkan pada Grafik 22.

Berdasarkan data, Singapura memiliki tingkat produktivitas tenaga kerja yang lebih

tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, bahkan lebih tinggi daripada

Tiongkok (Grafik 22). Namun, meskipun Tiongkok memiliki tingkat produktivitas

tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, tren tingkat

produktivitas tenaga kerja di Tiongkok mengalami peningkatan yang cukup pesat,

tercatat meningkat dari USD3,210.87 pada tahun 1991 menjadi USD5,561.08 pada

tahun 2000 dan secara signifikan meningkat menjadi USD19,654.10 pada tahun

2014.

Apabila diamati lebih jauh, tingkat produktivitas tertinggi di kawasan ASEAN

adalah Singapura diikuti dengan Malaysia dan Thailand. Sementara itu, tingkat

produktivitas Indonesia hampir sama dengan Filipina dengan pergerakan yang

kurang lebih sama. Meskipun hampir sama dengan Filipina, tingkat produktivitas

tenaga kerja Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat

produktivitas tenaga kerja India. Rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia

menuntut perhatian akan perlunya kebijakan untuk meningkatkan produktivitas

tenaga kerja Indonesia agar dapat bersaing dengan negara lainnya.

Menurut hasil estimasi model inward FDI, keberadaan FDI di Indonesia

kemungkinan dimulai dari perdagangan (ekspor dan impor) antarkedua negara secara

terus-menerus (perdagangan bilateral) baru selanjutnya investor asing melakukan

Page 79: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

73

investasi di Indonesia. Hal itu ditunjukkan oleh variabel perdagangan bilateral yang

signifikan dan berpengaruh positif yang mengindikasikan bahwa FDI yang masuk ke

Indonesia pada dasarnya bersifat horizontal platform, dalam arti investor asing yang

semula melakukan ekspor-impor bergeser operasinya dengan membuka fasilitas

produksi di Indonesia. Hal yang melatarbelakangi pergeseran tersebut kemungkinan

disebabkan untuk mengurangi biaya perdagangan antarnegara (trade cost) dan/atau

meningkatkan efisiensi.

Volume perdagangan merupakan salah satu determinan inward FDI ke

Indonesia dari ASEAN-5. Volume perdagangan yang berkembang menunjukkan

kapasitas negara tersebut untuk mengekspor barang ke pasar dunia. Hal itu menjadi

determinan FDI yang ingin menjadikan negara tersebut basis ekspor karena

mengharapkan akan ikut berpartisipasi dalam perdagangan internasional pula.

Variabel sumber daya alam (pangsa sektor primer terhadap PDB) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap arus FDI dari ASEAN-5. Hal itu menunjukkan minat

investor ASEAN-5 untuk berinvestasi di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sumber

daya alam Indonesia (pull factor). Hasil sumber daya alam itu selanjutnya akan

diekspor dan diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, dalam ASEAN Investment Report

2014 (ASEAN, 2014) disebutkan bahwa dalam supply chain produk perawatan rambut

di kawasan ASEAN, Indonesia memiliki peran sebagai pemasok bahan baku mentah

dan bahan packaging yang selanjutnya diekspor ke Malaysia untuk diolah menjadi

oleo-chemicals yang kemudian diekspor ke Thailand untuk dijadikan barang

konsumsi akhir (Gambar 5). Hal yang menarik adalah investor asing yang memasok

bahan baku dari Indonesia dalam regional value chain produk tersebut merupakan

salah satu perusahaan yang berasal dari ASEAN-5, yaitu Singapura.

Page 80: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

74

Sumber: ASEAN Secretariat

Gambar 5. Global Supply Chain ASEAN untuk Produk Perawatan Rambut

Variabel jarak negara asal FDI dengan Indonesia juga berpengaruh terhadap

masuknya FDI ke Indonesia. Hal itu sesuai dengan prediksi model gravitasi yang

menyebutkan bahwa arus perdagangan dan investasi antara dua daerah akan

dipengaruhi oleh jarak. Akan tetapi, pada kasus inward FDI Indonesia nilai

koefisiennya cukup kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak

terlalu besar dalam keputusan berinvestasi di suatu negara. Hal itu dilatarbelakangi

oleh semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi yang menyebabkan jarak

yang merepresentasikan biaya untuk mengontrol investasi semakin kecil.

Kondisi infrastruktur jalan di Indonesia berpengaruh, tetapi dengan koefisien

yang cukup kecil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rehman et al. (2011)

yang menyatakan bahwa infrastruktur memberikan dampak positif dalam menarik

investasi langsung-asing dalam jangka pendek dan panjang di Pakistan. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Thorbecke dan Salike (2013) juga mengemukakan bahwa

kualitas infrastruktur suatu negara memainkan peran penting dalam kemampuan

negara tersebut menarik FDI.

Hasil kajian Susanto (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur jalan tahun

sebelumnya berpengaruh positif terhadap PMA langsung. Temuan itu mendukung

hipotesis bahwa ketersediaan infrastruktur jalan di negara-negara ASEAN merupakan

faktor penentu bagi masuknya PMA langsung ke wilayah tersebut. Sementara itu,

Fitriandi, Kakinaka, dan Kotani (2014) mengemukakan bahwa pengembangan

infrastruktur akan meningkatkan investasi asing langsung. Alat ukur yang digunakan

Page 81: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

75

dalam penelitian ini meliputi distribusi listrik per area, panjang jalan per area,

distribusi air per penduduk, dan kapasitas air per penduduk. Namun, dikemukakan

bahwa pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membangun infrastruktur, tetapi

masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara ASEAN-5 lain. Infrastruktur

berupa listrik, jalan, dan rel kereta tampaknya masih belum memadai.

Global Competitiveness Index 2014–2015 yang disusun oleh World Bank

mengonfirmasikan bahwa kondisi infrastruktur Indonesia belum memadai sehingga

Indonesia berada pada posisi/peringkat 56 dari 143 negara (Tabel 14). Posisi

Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Dalam indepth interview dengan akademisi dan praktisi dikemukakan bahwa

pada dasarnya infrastruktur bukan merupakan faktor yang mendorong investor asing

untuk melakukan investasi langsung ke Indonesia. Dalam hal infrastruktur belum

tersedia, investor asing bersedia untuk membangun prasarana dan sarana untuk

kebutuhan pembangunan proyek (investasi langsung asing).

Tabel 14. Global Competitiveness Index 2014–2015

No. Negara/Ekonomi

Infrastruktur

2014 2015

Peringkat Nilai Peringkat Nilai

1 Singapura 2 6,41 2 6,54

2 Malaysia 29 5,19 25 5,46

3 China 48 4,51 46 4,66

4 Thailand 47 4,53 48 4,58

5 Brunei Darussalam 58 4,29 N/A N/A

6 Indonesia 61 4,17 56 4,37

7 Vietnam 82 3,69 81 3,74

8 India 85 3,65 87 3,58

9 Filipina 96 3,4 91 3,49

10 Laos 84 3,66 94 3,38

11 Cambodia 101 3,26 107 3,05

12 Myanmar 141 2,01 137 2,05

Sumber: Global Competitiveness Index 2014--2015, World Bank

Page 82: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

76

5.2 Hasil Analisis Outward FDI Indonesia

Selain memberikan dampak pada negara tujuan (host country), FDI juga

memiliki pengaruh pada negara asal (home country). Dari sisi negara asal, arus keluar

investasi asing (FDI) tersebut dikategorikan sebagai outward FDI. Seperti halnya

manfaat yang diterima oleh suatu negara yang menerima inward FDI, FDI yang

beroperasi di luar negeri juga akan memperoleh keuntungan dari kegiatan

investasinya.

Perusahaan yang berinvestasi di luar negeri (outward FDI) akan menciptakan

spillover productivity di negara asal (home country). Perusahaan FDI akan

mendapatkan keterampilan (skill) yang lebih superior dari pengalaman beroperasi di

luar negeri dan akan mentransfer keterampilan (skill) tersebut ke usaha dalam negeri

melalui mobilitas tenaga kerja (Tang and Altshuler, 2015). Hal itu disebabkan

perusahaan FDI tersebut menginvestasikan modalnya ke luar negeri untuk

memperoleh akses teknologi dan kemampuan manajerial yang lebih baik, selain

untuk memperoleh potongan pajak, potensi pasar yang besar, dan tenaga kerja yang

lebih berkualitas dan ekonomis. Perusahaan di negara asal (home country) juga akan

belajar melalui observasi dan imitasi dari pengalaman outward FDI tersebut.

Manfaat outward FDI terhadap perekonomian negara asal (home country) dapat

dibagi menjadi dua, yaitu manfaat bagi perusahaan itu sendiri dan manfaat terhadap

perusahaan lain di negara asal (home country) dan perekonomian negara asal secara

umum (Vahter and Masso, 2006). Perusahaan FDI menjadi lebih kompetitif dengan

belajar dari tekanan kompetisi internasional, seperti halnya pada learning-by-

exporting. Suatu anak perusahaan yang menempatkan operasi perusahaannya di

suatu negara lain yang knowledge-intensive akan memberikan manfaat pada

perusahaan induknya dari sisi adopsi teknologi. Outward FDI juga akan memperbaiki

produktivitas dengan memfasilitasi peningkatan spesialisasi dan alokasi sumber daya

yang lebih baik. Di samping itu, perusahaan juga dapat mengimpor bahan baku yang

lebih murah dari perusahan afiliasinya di negara tempat FDI didirikan (Hsu et al.,

2011).

Uraian di atas mengimplikasikan bahwa perusahaan yang paling produktif

akan berekspansi ke luar negeri melalui outward FDI. Sementara itu, perusahaan

yang agak kurang produktif akan berekspansi ke luar melalui perdagangan

internasional (ekspor), sedangkan perusahaan yang tidak kompetitif hanya akan

beroperasi dan menjual barang di dalam negeri saja. Oleh karena itu, analisis

Page 83: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

77

mengenai bagaimana perilaku outward FDI penting untuk dilakukan, terutama untuk

Indonesia yang akan menghadapi persaingan dalam KEA 2015.

Tabel 15. Hasil Estimasi Model Panel Dinamis Outward FDI Indonesia (Sistem

GMM)

Variabel Expected Sign Koefisien

FDI tahun sebelumnya (t-1) + 0,155

(1,300)

GDP negara tujuan + 0,991***

(2,630)

GDP Indonesia + -1,697

(-2,190)

Jarak (Host–Indonesia) - 0,077

(1,100)

Produktivitas relatif + -0,503

(-5,000)

Sumber daya alam + -0,010

(-0,440)

Infrastruktur listrik + -0,191

(-0,550)

Perdagangan bilateral + 0,342*

(1,740)

Dummy Singapura +/- 3,385***

(4,000)

Konstanta + 14,565

(1,340)

Sargan Test 40,435

Prob. (Sargan Test) (0,407)

Autocorrelation (1) -1,376

Prob. (Auto 1) 0,169

Autocorrelation (2) -0,785

Prob. (Auto 2) 0,433

Keterangan: nilai dalam kurung merupakan nilai z-statistik. *** signifikan pada level 1 persen, ** signifikan pada level 5 persen, *

signifikan pada level 10 persen

Page 84: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

78

Tabel 15 menunjukkan hasil estimasi model outward FDI Indonesia ke intra-

ASEAN 5. Variabel yang signifikan berpengaruh terhadap keputusan outward FDI

Indonesia adalah GDP negara tujuan, perdagangan bilateral, dan dummy Singapura.

GDP Indonesia dan perdagangan bilateral berpengaruh positif terhadap outward FDI

Indonesia.

GDP negara tujuan memiliki koefisien bertanda positif dan bernilai sebesar

0,99. Hal itu berarti jika GDP negara tujuan tumbuh 1 persen, maka akan

meningkatkan outward FDI ke negara tersebut sebesar 0,99 persen. Koefisien

perdagangan bilateral bertanda positif dan memiliki nilai 0,34. Hal itu berarti bahwa

setiap peningkatan perdagangan bilateral sebesar 1 persen akan meningkatkan

outward FDI sebesar 0,34 persen.

Pada model outward FDI, penelitian ini memasukkan variabel dummy

Singapura. Adapun alasan yang melatarbelakangi penggunaan dummy variable

khusus untuk outward FDI (dan tidak digunakan dalam inward FDI Indonesia) adalah

Singapura merupakan negara yang menjadi intermediate source bagi FDI dan share

outward FDI Indonesia ke Singapura lebih dari 90 persen. Hasil analisis menunjukkan

koefisien untuk dummy Singapura bertanda positif dan bernilai 3,39. Hal itu berarti

bahwa dengan asumsi variabel lain konstan (ceteris paribus), rata-rata outward FDI

Indonesia ke Singapura lebih tinggi 3,39 persen daripada ke negara lain. Besarnya

koefisien itu menunjukkan bahwa karakteristik khas yang dimiliki oleh Singapura—

jika dibandingkan negara lain—menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi investor dari

negara lain untuk berinvestasi di Singapura. Karakteristik tersebut mencakup

regulasi yang diberikan Singapura, karakteristik negaranya sebagai intermediate

source, dan karakteristik lainnya (lihat Boks 1).

Faktor pendorong (push factor) yang diharapkan berpengaruh terhadap

outward FDI Indonesia tidak terbukti secara statistik signifikan. Hal tersebut dapat

diduga karena pasar Indonesia sendiri belum jenuh. Adapun faktor yang mendorong

perusahaan untuk ekspansi ke luar negeri lebih disebabkan oleh faktor internal

perusahan FDI itu sendiri untuk memperoleh return yang lebih tinggi. Hasil itu

konsisten dengan hasil analisis empiris pada determinan inward FDI intra-ASEAN

dan juga sejalan dengan hasil temuan Hatari et al. (2010).

Selain itu, Ismail et al. (2009) mengemukakan bahwa pengaruh PDB negara

asal (home country) terhadap outward FDI berkaitan erat dengan tingkat

pembangunan ekonomi suatu negara (stage of development), antara lain

ketidaksiapan bisnis untuk bersaing di luar negeri, cenderung fokus pada pasar

Page 85: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

79

dalam negeri, dan kurangnya kebijakan yang mendorong ekspansi ke luar negeri. Hal

tersebut menjadi faktor lain yang tidak mendorong terciptanya outward FDI.

Dalam penelitian ini disadari bahwa keterbatasan data menyebabkan hasil

estimasi menjadi kurang robust dan beberapa tanda koefisien tidak sesuai dengan

yang diharapkan. Meskipun begitu, hasil estimasi dengan menggunakan model pada

persamaan 11 dapat menambah kazhanah penelitian terkait outward FDI intra-

ASEAN untuk Indonesia.

5.3 Changing Landscape FDI Sektor Manufaktur

Subbab ini mengulas perkembangan tingkat teknologi perusahaan

multinasional pada sektor manufaktur yang masuk ke Indonesia melalui FDI, baik

yang intra-ASEAN maupun yang ekstra-ASEAN. Pada subbab ini akan dianalisis

pergeseran kontribusi FDI untuk sektor manufaktur berdasarkan tingkat teknologi

yang digunakan. Perkembangan tingkat teknologi yang digunakan mengacu pada

Changwatchai (2010) yang menggunakan klasifikasi ekonomi FDI dari Organisation

for Economic Co-operation and Development (OECD)10. Klasifikasi tersebut terdiri atas

empat tingkat, yaitu low, medium low, medium high, dan high. Klasifikasi tersebut

berdasarkan International Standard Industrial Classification of All Economic Activities

(ISIC) versi 3. Selanjutnya dilakukan penyelerasan dengan data yang dikeluarkan oleh

BKPM yang tidak berbentuk ISIC, tetapi terdapat kesamaan dalam hal jenis subsektor

dan terdiri atas tingkat produk.

Untuk melihat secara detail periode ketika terjadi pergeseran struktural,

digunakan metode multiple structural breaks dari Bai dan Perron (1996). Metode

tersebut mendasarkan pada analisis regresi linear dengan menggunakan tren waktu

dan melihat apakah terjadi structural break pada beberapa titik waktu. Penentuan

structural breaks tidak seperti pada uji Chow, yaitu periode atau titik break ditentukan

secara a priori. Dalam metode Bai dan Perron, penentuan periode breaks dilakukan

berdasarkan data yang ada.

10 Selain Changwatchai (2010) terdapat pula klasifikasi lain berdasarkan Rahmaddi dan

Ichihashi (2013) yang diadaptasi dari klasifikasi Aswicahyono dan Pangestu (2000).

Page 86: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

80

Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data realisasi investasi BKPM (CEIC

Database); klasifikasi berdasarkan Changwatchai (2010)

Grafik 23. Pangsa Inward FDI Indonesia Berdasarkan Tingkat Teknologi

(1990–2013)

Secara umum terdapat kecenderungan yang berkebalikan dari hipotesis awal.

Hasil penelitian menunjukkan inward FDI Indonesia justru meningkat porsinya

untuk level low dan medium low technology (Grafik 23). Sementara itu, penurunan

paling besar terjadi pada tingkat medium high karena pada tahun 1990 FDI pada

tingkat teknologi tersebut mendominasi total FDI di Indonesia. Pada tahun 1990

inward FDI Indonesia untuk medium high sebesar 59,04 persen dan untuk tingkat

high sebesar 1,95 persen. Persentase tersebut menurun menjadi 21,71 persen

(medium high) dan 0,42 persen (high) pada tahun 2013. Secara total inward FDI

dengan tingkat teknologi tinggi turun dari 61 persen (1990) menjadi 22 persen (2013).

Apabila diamati lebih lanjut, sesungguhnya inward FDI ke Indonesia pernah

mengalami pergeseran tingkat teknologi ke arah yang lebih maju, yaitu pada periode

1990–1997 (Grafik 24 dan Grafik 25). Tampak dalam grafik bahwa pangsa inward FDI

Indonesia terhadap total inward FDI untuk medium high dan high level of technology

terus meningkat. Namun, setelah tahun 1998 inward FDI jenis ini justru stagnan,

bahkan mengalami penurunan drastis sejak tahun 2009. Sebaliknya, yang terjadi

adalah inward FDI untuk tingkat teknologi yang low dan medium low justru semakin

meningkat.

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

90.0

100.0

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Low Medium Low Medium High High

Page 87: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

81

Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data realisasi investasi BKPM (CEIC Database); klasifikasi berdasarkan Changwatchai (2010)

Grafik 24. Pangsa Inward FDI Indonesia Berdasarkan Tingkat Teknologi

(1990–2013)

Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data realisasi investasi BKPM (CEIC

Database); klasifikasi berdasarkan Changwatchai (2010)

Grafik 25. Smoothing Inward FDI Indonesia Berdasarkan Tingkat Teknologi (1990–2013)

Selanjutnya untuk melihat periode ketika terjadi pergeseran struktur FDI,

analisis multiple structural breaks diaplikasikan. Data yang digunakan dikelompokan

menjadi teknologi tinggi dan rendah. Teknologi tinggi mencakup pangsa FDI pada

kelompok medium high dan high, sedangkan teknologi rendah mencakup FDI

kelompok low dan medium low. Hasil estimasi sebagaima tampak pada Tabel 16 dan

digambarkan dalam Grafik 26. Hasil estimasi tersebut menunjukkan pada periode

kapan saja pergeseran struktur inward FDI per kelompok tingkat teknologi signifikan.

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Medium High and High

Low and Medium Low

Era Sebelumkrisis 1997-1998

Semakin timpangnya FDI Low dan Med Low dengan Med High dan

High

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Medium High and High Low and Medium Low

Era Sebelumkrisis 1997-1998 Semakin timpangnya FDI

Low dan Med Low dengan Med High dan High

Page 88: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

82

Hasil analisis menunjukan bahwa periode inward FDI pada kedua kelompok, baik

teknologi tinggi dan rendah, terjadi pada empat periode yang berbeda.

Tabel 16. Periode Multiple Structural Breaks FDI Inward Indonesia

Berdasarkan Tingkat Teknologi

Low dan Medium Low Medium High dan High Periode (tahun)

1990–1990 1990–1990 1

1991–1993 1991–1993 3

1994–2009 1994–2009 16

2010–2013 2010–2013 4

Hasil estimasi multiple structural breaks menunjukkan bahwa pergeseran

struktur dari teknologi tinggi dan teknologi rendah terjadi pada periode 199–1993.

Pada periode 1994–2009 inward FDI kelompok teknologi tinggi cenderung stagnan

karena tidak ada perubahan struktur yang berarti. Selanjutnya, setelah tahun 2009

inward FDI kelompok teknologi tinggi justru menurun pangsanya terhadap total

inward FDI. Dari hasil pengamatan itu dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

pergeseran FDI ke industri yang berteknologi tinggi, bahkan kecenderungan yang

terjadi adalah adanya pergeseran FDI ke arah FDI yang berteknologi rendah seperti

sebelum tahun 1990.

-15

-10

-5

0

5

10

15

30

40

50

60

70

80

90

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12

Residual Actual Fitted

Low and Medium Low Technology

-15

-10

-5

0

5

10

15

10

20

30

40

50

60

70

90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12

Residual Actual Fitted

Medium High and High Technology

Grafik 26. Multiple Structural Breaks FDI Sektor Manufaktur Indonesia

Page 89: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

83

V. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Dari uraian sebelumnya khususnya hasil analisis, dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut.

1. FDI Indonesia lebih banyak bersumber dari ekstra-ASEAN daripada intra-

ASEAN. Meskipun begitu, share FDI Indonesia dari negara ASEAN trennya

terus meningkat.

2. Determinan FDI intra-ASEAN yang ke Indonesia (inward FDI) adalah FDI tahun

sebelumnya, PDB Indonesia (host country), PDB negara asal (home country),

produktivitas relatif, perdagangan bilateral, volume pedagangan, sumber daya

alam, jarak, dan infrastruktur jalan. Untuk determinan outward FDI intra-

ASEAN untuk Indonesia adalah PDB negara tujuan, perdagangan bilateral, dan

karakteristik Singapura.

3. FDI intra-ASEAN yang ke Indonesia lebih berorientasi pada pasar lokal

daripada sebagai basis ekspor. Hal itu dikhawatirkan akan menekan neraca

pembayaran dari sisi transaksi berjalan.

4. Secara sektoral, inward FDI intra-ASEAN cenderung mengarah pada sektor

tersier yang diikuti sektor manufaktur.

5. Pada sektor manufaktur berdasarkan tingkat teknologinya, FDI ke Indonesia

sudah mulai bergeser ke teknologi tinggi pada era 1990-an, tetapi berbalik arah

sejak tahun 2009 ke arah tingkat teknologi rendah.

6. Inward FDI intra-ASEAN untuk Indonesia yang mengejar pasar lokal daripada

basis ekspor memerlukan perhatian khusus oleh pemerintah mengingat tujuan

KEA menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dikhawatirkan tidak dapat

dinikmati oleh Indonesia.

6.2 Saran

Untuk mendorong inward FDI yang berorientasi ekspor, dipandang perlu

peningkatan peran lembaga/institusi terkait seperti berikut.

Page 90: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

84

a. Pemerintah

1. Indonesia diharapkan mampu menarik lebih banyak FDI intra-ASEAN pada saat

KEA diimplementasikan, terutama diarahkan untuk investasi yang berorientasi

ekspor selain pasar lokal. Apabila hal ini tidak diperhatikan dalam jangka

panjang, neraca pembayaran Indonesia akan semakin berat.Untuk itu,

pemerintah dapat menerapkan persentase ekspor tertentu dari produksi yang

wajib diekspor dan dijual ke pasar dalam negeri.

2. Pemberian insentif kepada industri yang berorientasi ekspor dan menciptakan

iklim investasi yang baik sehingga FDI di Indonesia menjadi basis ekspor dan

sejalan dengan kecenderungan yang sekarang terjadi agar menjadi bagian dari

global supply chain.

3. Peningkatan domestic absorption capacity dengan mendorong kebijakan prioritas

nasional yang mengarahkan kegiatan UKM agar terintegrasi dengan PMA dan

PMDN yang berorientasi ekspor.

4. Keberlangsungan investasi di sektor pengolah komoditas primer dengan

berakhirnya era commodity boom perlu diperhatikan..

b. Bank Indonesia

1. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja untuk dapat mengadopsi teknik dalam

proses high tech sehingga mampu menarik FDI manufaktur, terutama pada

bidang usaha yang memiliki teknologi tinggi untuk memproses lebih lanjut hasil

produksi sektor primer. Untuk itu, Bank Indonesia harus dapat melakukan (i)

peningkatan pendampingan kepada pelaku-pelaku klaster melalui penguatan

KPwDN sehingga dapat meningkatkan keterampilan yang akan meningkatkan

produktivitas, (ii) penggunaan teknologi untuk penambahan value-added, dan

(iii) pemberian informasi (market access) sehingga dapat berpartisipasi dalam

global value chain.

2. Menyempurnakan pencatatan FDI dengan melihat secara detail FDI yang

bersumber dari intermediate dan ultimate source country (caveat) untuk melihat

bagaimana FDI tersebut sesungguhnya berasal.

3. Mengekstrak data ekspor-impor sehingga dapat menyajikan informasi yang lebih

detail mengenai potential buyer (nama perusahaan, negara asal, alamat, sektor

Page 91: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

85

ekonomi, contact person, dan lain-lain) untuk kepentingan KPwDN dalam rangka

pendampingan.

Further Research (caveat):

Dari pembahasan sebelumnya, terdapat beberapa area penelitian yang perlu

dieksplor (diteliti) lebih lanjut agar dapat memberikan sumbangan berarti bagi

penelitian terkait FDI di Indonesia. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian adalah

sebagai berikut.

1. Diperlukan analisis mengenai ultimate dan intermediate source country dalam

hal FDI intra-ASEAN karena salah satu negara penerima dan pengirim FDI

terbesar di ASEAN, yaitu Singapura, diduga merupakan intermediate source

country.

2. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai determinan dan perilaku FDI secara

khusus per komponen, misalnya reinvested earning, karena komponen itu

dapat meningkatkan FDI di Indonesia.

3. Diperlukan analisis pengaruh FDI terhadap ekspor perlu di-breakdown ke unit

analisis yang lebih kecil, misalnya subsektor, kelompok atau level perusahaan

(firm level). Analisis dapat dilakukan dengan melihat komponen produksi

antara yang dijual oleh perusahaan multinasional ke pasar lokal dan ekspor.

4. Diperlukan penyempurnaan secara detail pencatatan outward FDI untuk

kebutuhan analisis studi perilaku outward FDI yang lebih baik.

5. Diperlukan studi mengenai pengaruh FDI terhadap export sophistication dan

diversification.

6. Diperlukan studi mengenai keterkaitan UKM dengan MNC dalam konteks

production network dan supply chain.

DAFTAR PUSTAKA

Page 92: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

86

Anderson, J.E. (2010). “The Gravity Model”. NBER Working Paper.

ASEAN Secretariat (2013). ASEAN Investment Report 2012.

ASEAN Secretariat (2014). ASEAN Investment Report 2013--2014.

Aswicahyono, H. and Pangestu, M. (2000). “Indonesia’s Recovery: Exports and Regaining Competitiveness”. The Developing Economies, 38: 454–489.

Atkis, F. J. (2002). “Multiple Structural Breaks in the Nominal Interest Rate and Inflation in Canada and the United States”. Department of Economics Discussion Paper 2002–2007.

Bai, J., & Perron, P. (1998). “Estimating and Testing Linear Moels with Multiple Structural Changes”. Econometrica, 47--78.

Balassa, B. (1961). “The Theory of Economic Integration”. Routledge.

Baltagi, B. H. (2005). “Econometric Analysis of Panel Data”. Wiley.

Bellak, C., Leibrecht, M., & Riedl, A. (2008). “Labour Costs and FDI Flows into Central and Eastern European Countries: A Survey of the Literature and Empirical Evidence”. Structural Change and Economic Dynamics Vol. 19.

Blonigen, B. A. (2005). “A Review of the Empirical Literature on FDI Determinants”. Dalam Atlantic Economic Journal Vol. 33.

Bond, S. (2002). “Dynamic Panel Data Models: A Guide to Micro Data Methods and Practice”. CEMMAP Working Paper.

Cadarajat dan Yanfitri (2008). “FDI vs Trade: Komplemen atau Subtitusi?”. Working Paper (16/2008).

Calderón, C., Loayza, N., & Servén, L. (2004). “Greenfield Foreign Direct Investment and Mergers and Acquisitions: Feedback and Macroeconomic Effects”. World Bank Policy Research Working Paper 3192.

Chan, M. L., Hou, K., Li, X., & Mountain, D. C. (2013). “Foreign Direct Investment and Its Determinants: A Regional Panel Causality Analysis”. The Quarterly Review of Economics and Finance.

Changwatchai, Piyaphan. (2010). “The Determinants of Fdi Inflows By Industry To Asean (Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, And Vietnam)”. Dissertation, Department of Economics The University of Utah.

Cheng, L., & Kwan, Y. K. (2000). “The Location of Foreign Direct Investment in Chinese Regions Further Analysis of Labor Quality.” The Role of Foreign Direct Investment in East Asian Economic Development, NBER-EASE Volume 9.

Cho, C. (2013). “The Causal Relationship between Trade and FDI: Implication for India and East Asian Countries”. KIEP Working Paper 1 3--06.

Damuri, Yose Rizal. 2015. “ASEAN’s FDI in Indonesia: A Framework of Thinking”.

Denisia, V. (2010, December). “Foreign Direct Investment Theories: An Overview of the Main FDI Theories”. Dalam European Journal of Interdicplinary Studies, 2(2).

Dornbusch, R., Fischer, S., & Startz, R. (1998). Macroeconomics. New York: McGraw-Hill.

Dunning, J.H. (1998). “Location and the Multinational Enterprise: A Neglected Factor”. Dalam Journal of International Business Studies, 45--66.

Page 93: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

87

Dunning, J. H. (2000). “The Eclectic Paradigm as an Envelope for Economics and Business Theories of MNE Activity”. International Business Review, 163--190.

Dunning, J. H. (2001). “The Eclectic (OLI) Paradigm of International Production: Past, Present and Future”. Dalam International Journal of the Economics of Business, 173--190.

Fontagné, L. (1999). “Foreign Direct Investment and International Trade: Complements or Substitutes? OECD Science, Technology, and Industry”. Working Papers 1999/03, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/788565713012.

Franco, C., Renticchini, F., & Marzetti, G. V. (2010). “Why do firms invest abroad? An analysis of the motives underlying Foreign Direct Investments”. Dalam Icfai University Journal of International Business Law, 42--65.

Greene, W. H. (2007). “Econometrics Analysis”. Prentice Hall.

Gudjarati, D., & Porter, D. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Education.

Guesmi, K., Kaabia, O., & Kazi, I. (2013). “Does Shift Contagion Exist Between OECD Stock Markets During the Financial Crisis?” Dalam International Journal of Applied Business Research Vol 29 (3).

Haigh, M. (2006). “Ultimate sources and destinations of New Zealand‟s direct

investment”. Statistics New Zealand, 85, Wellington, New Zealand. Hoang, H. H. (2012). Foreign Direct Investment in Southeast Asia: Determinants and Spatial Distribution. Depocen Working Paper.

Hsu, W.-C., Gao, X., Zhang, J., & Lin, H. M. (2011). “The Effects of Outward FDI on Home Country Productivity”. Dalam Journal of Chinese Economic and Foreign Trade Studies, Vol. 4 Iss 2 , 99–116.

Iwamoto, Manabu & Nabeshima, Kaoru. (2012). "Can FDI promote export diversification and sophistication of host countries? : dynamic panel system GMM analysis," IDE Discussion Papers 347, Institute of Developing Economies, Japan External Trade Organization(JETRO).

Kahouli, B., & Maktou, S. (2014). “The Determinants of FDI and the Impact of the Economic Crisis on The Implementation of RTAs: A Static and Dynamic Gravity Model.” International Business Review.

Kelkar, Mallika, and Statistics New Zealand Skills. (2011) "The Ultimate Sources of Foreign Direct Investment." New Zealand Association of Economists Conference, Wellington.

Kurniati, Prasmuko, Yanfitri. (2007). “Determinan FDI (Faktor-faktor yang Menentukan Investasi Asing Langsung)”.Working Paper (WP/06/2007)

Kusluvan, S. (1998). “A Review of Theories of Multinational Enterprises”. D.E.U.I.I.B.F. Dergisi, 13(1), 163--180.

Lecraw, Donald (1977) “Direct Investment by Firms from Less Developed Countries”. Oxford Economic Papers,

Lipsey, R. E., & Sjöholm, F. (2011). “Foreign direct investment and growth in East Asia: lessons for Indonesia”. Dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 47(1).

Page 94: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

88

Lopes, T. d. (2010). “Using History to Help Refine International Business Theory: Ownership Advantages and The Eclectic Paradigm”. The York Management School Working Paper, 1–19.

Masron, T. A. (2013). “Promoting Intra-ASEAN FDI: The role of AFTA and AIA”. Economic Modelling Vol. 31 .

Miroudot, S., & Ragoussis, A. (2008). “Vertical Trade, Trade Cost, and FDI”. OECD Trade Policy Working Paper No. 89.

Mukhtar, A., Ahmad, M., Waheed, M., Kaleen, U., & Inam, H. (2014). “Determinants of Foreign Direct Investment Flow in Developing Countries”. Dalam International Journal of Academic Research in Applied Science Vol. 3 (3).

Narula, R. (2010). “Keeping the Eclectic Paradigm Simple: A Brief Commentary and Implications for Ownership Advantages”. Multinational Business Review, 3--23.

Nayak, D., & Choudhury, R. N. (2014). “A Selective Review of Foreign Direct Investment Theories”. ARTNet Working Paper Series (143).

Okamoto, Y., & Sjoholm, F. (2005). “FDI and the Dynamics of Productivity in Indonesian Manufacturing”. Dalam Journal of Development Studies Vol 41 (1).

Onel, G. (2005). “Testing for multiple structural breaks: an application of Bai-Perron test to the nominal interest rates and inflation in Turkey”. D. E. Ü. İİ. B. F.

Dergisi, 20 (2), 81–93.

Petri, P.A. (2012). “The determinants of bilateral FDI: Is Asia different?” Dalam Journal of Asian Economics, Vol 12 (3).

Rahmaddi, R., & Ichihashi, M. (2013). “The role of foreign direct investment in Indonesia's manufacturing exports”. Dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies,49 (3), 329--354.

Rehman, A., Ilyas, M., Alam, H. M., & Akram, M. (2011). “The Impact of Infrastructure on Foreign Direct Investment: The Case of Pakistan”. Dalam International Journal of Business and Management, Vol 6, No 5 (2011).

Rooadman, D. (2009). “How to do xtabond2: An introduction to difference and system GMM in Stata”. Centre for Global Development Working Paper.

Rowley, A. H. (2006). “Foreign Firms Put Their Funds Into The 'New Economy'”. Dalam Wall Street Journal, p. A17.

Rowley, A. H. (2006). “New Government Aims to Accelerate Inward Investment”. Dalam Asian Wall Street Journal, p. 8.

Rugman, A.M. (2010). “Reconciling Internalization Theory and The Eclectic Paradigm”. Multinational Business Review, 1–12.

Stefanovic, S. (2008). “Analytical Framework of FDI Determinants: Implementation of the OLI Model”. Economics and Organization, 5 (3), 239–249.

Susanto, J. (2012). “Determinan Penanaman Modal Langsung di ASEAN”. Dalam Jurnal Riset Manajemen & Bisnis Vol 07, Nomor 01, Tahun 2012.

Tang, J., & Altshuler, R. (2015). “Spillover Effects of Outward Foreign Direct Investment on Home COuntries: Evidence from the United States”. (January 4, 2015). Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=2545129.

Thangavelu, S. M., & Narjoko, D. (2014). “Human Capital, FTAs and Foreign Direct Investment Flows Into ASEAN”. Dalam Journal of Asian Economics, 65–76.

Page 95: pemetaan dan determinan intra-asean foreign direct investment (fdi)

89

Thangavelu, S. M., & Narjoko, D. (2014). “Human Capital, FTAs and Foreign Direct Investment Flows into ASEAN”. Dalam Journal of Asian Economics Vol. 35.

The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP). (2014). “Statistical Yearbook for Asia and the Pacific 2014”.

Thorbecke, W., & Salike, N. (2013). “Foreign Direct Investment in East Asia”. RIETI Policy Discussion Paper Series 13-P-003 March 2013.

Vahter, P., & Masso, J. (2006). “Home Versus Host Country Effects of FDI: Searching for New Evidence of Productivity Spillovers”. William Davidson Institute Working Paper No. 820.

Verbeek, M. (2004). A Guide to Modern Econometrics. Wiley.

Wadhwa, K., & Reddy, S. (2011). “Foreign Direct Investment into Developing Asian Countries: The Role of Market Seeking, Resource Seeking and Efficiency Seeking Factors”. Dalam International Journal of Business and Management Vol. 6(11).

Walsh, J. P., & Yu, J. (2010). “Determinants of Foreign Direct Investment: A Sectoral and Institutional Approach”. IMF Working Paper.

Wattanadumrong, B., Collins, A., & Snell, M. C. (2014). “Taking the Thai trail: Attracting FDI via macro-level policy”. Dalam Journal of Policy Modelling Vol. 36.

Wawro, G. (2002). “Estimating Dynamic Panel Data Models in Political Science”. Political Analysis.

Xaypanya, P., Rangkakulnuwat, P., & Paweenawat, S. W. (2015). “The Determinants of Foreign Direct Investment in ASEAN: The First Differencing Panel Data Analysis”. Dalam International Journal of Social Economics Vol.42.

Zarotiadis, G. (2008). “FDI and International Trade Relations: A Theoretical Approach”. International Trade and Finance Asso ciation Working Papers 2008.