PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Ngawi dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NGAWI,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Ngawi dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang
Wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah,
dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi
investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau
dunia usaha;
c. bahwa strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu
dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Ngawi Tahun 2010 - 2030.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3317);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3470);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49);
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4169);
12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4377);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
15. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4433);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
17. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 132);
18. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkereta-apian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 );
19. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723 );
20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
21. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69 );
22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
23. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4);
24. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96);
25. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5059);
26. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
149) ;
27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3445);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk
Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4489);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4624);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4663);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4814);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4859);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Pereturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5019);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Peran serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah;
49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan;
50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi
Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
51. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi;
52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Persetujuan Substansi dalam Penetapan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
54. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
55. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis
Kawasan Industri;
56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2005 – 2025
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1);
57. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan
Ruang pada Kawasan PengendalianKetat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur;
58. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI
dan
BUPATI NGAWI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 - 2030.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi.
3. Bupati adalah Bupati Ngawi.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Ngawi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang
didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat.
13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan pan penetapan rencana tata ruang.
16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan
rencana tata ruang melalui penyusunan dan program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
18. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang
wilayah Kabupaten Ngawi.
20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas
dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
21. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.
22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
24. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegitaan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan
sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan perkotaan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
27. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah
perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
28. Kawasan perikanan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
29. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk
melindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian,
ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
30. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai warisan dunia.
31. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
32. Kawasan strategis Daerah adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk
kepentingan pertahanan.
34. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala antar desa.
37. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
38. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.
41. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,
korporasi, dan/ atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
42. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
43. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-
hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di wilayah kabupaten.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini mencakup
tujuan, kebijakan, strategi, struktur dan pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi ruang daratan,
dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Ruang Lingkup dan muatan RTRW mencakup :
a. Visi, Misi dan Azas dan Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.
b. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten.
c. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten;
d. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten;
e. Penetapan kawasan strategis Kabupaten;
f. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;
g. Ketetentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten;
h. Hak, Kewajiban, Peran masyarakat dan Kelembagaan.
BAB III
VISI, MISI, AZAS DAN SASARAN
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Pertama
Visi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3
Visi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah Terwujudnya Tata Ruang Kabupaten yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan bertumpu pada potensi pertanian, industri dan perdagangan
yang maju dan berkelanjutan.
Bagian Kedua
Misi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 4
Misi penataan ruang Kabupaten adalah:
a. mengembangkan tata ruang yang dapat mendukung integrasi usaha dalam rangka optimalisasi
pemberdayaan potensi pertanian, industri dan perdagangan secara berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk struktur ruang dan pola ruang serta kawasan
strategis yang didukung oleh fasilitas, sarana dan prasarana pendukung yang merata di seluruh
wilayah sesuai dengan kebutuhan setiap kawasan.
b. mengembangkan struktur ruang dan pola ruang yang dapat mendukung peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui kemudahan mendapatkan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang maju
dan berkualitas.
c. mewujudkan pola ruang wilayah yang seimbang antara kawasan lindung dan budidaya sesuai dengan
daya dukung wilayah.
d. mewujudkan tata ruang wilayah yang unggul di bidang agraris.
e. mewujudkan tata ruang wilayah yang memiliki infrastruktur yang baik yang mendukung
pengembangan agraris.
Bagian Ketiga
Azas Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
Azas penataan ruang wilayah Kabupaten adalah:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Bagian Keempat
Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 6
Sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, adalah:
a. terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat
sehingga dapat mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan
perdagangan penunjang pertanian;
b. terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mendukung
pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian;
c. tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan yang mendukung
pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian;
d. terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha yang mendukung pengembangan pertanian
wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; dan
e. terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan yang mendukung
pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian.
BAB IV
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 7
Tujuan penataan ruang kabupaten adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai lumbung
pertanian Jawa – Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 8
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan
dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan
perkotaan secara keseluruhan;
b. pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh
sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah;
c. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial;
e. peningkatan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan; dan
f. pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan
resiko bencana.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 9
(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ditetapkan dengan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Strategi peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai
pengembangan perkotaan secara keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf
a, meliputi:
a. mengembangkan perkotaan utama Kabupaten Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal di Perkotaan
Ngawi dengan penetapan kawasan primer, sekunder satu, sekunder dua, sekunder tiga,
perumahan dan persil.
b. mendorong dan mempersiapkan Perkotaan Ngawi sebagai perkotaan yang menunjang
perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba);
c. mendorong pengembangan Perkotaan Ngrambe sebagai perkotaan dengan fungsi utama
transportasi dan Agropolitan; dan
d. mendorong pengembangan Perkotaan Bringin sebagai perkotaan dengan fungsi utama
Perikanan.
(3) Strategi pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung
oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b, meliputi :
a. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki dan merata; dan
b. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah yang mendorong interaksi kegiatan antar
wilayah pengembangan, mendorong pemerataan pembangunan, mengembangkan potensi
pariwisata dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil produksi.
(4) Strategi penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf c , meliputi:
a. meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas pertanian;
b. melakukan pemberian insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan; dan
c. mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai pertanian pangan
berkelanjutan.
(5) Strategi pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) huruf d, meliputi :
a. mengembangkan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran;
b. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada
Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan
Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa – desa disekitarnya dan desa – desa di Kecamatan
Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal;
c. menetapkan prioritas pengembangan kawsasan perikanan dengan mengarahkan pada Kecamatan
Bringin sebagai Kota Perikanan Utama sedangkan untuk Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah
desa – desa disekitarnya;
d. meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah; dan
e. mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan
Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Ngrambe (sebagai Kota Tani Utama).
(6) Strategi penetapan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan yang
terletak di kawasan pegunungan untuk hutan produksi, perkebunan dan hortikultura, sedangkan
perdesaan di dataran rendah untuk pertanian tanaman pangan;
b. meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil;
c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah; dan
d. mengembangkan fasilitas sentra produksi pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di
Kecamatan Ngrambe dan Kecamatan Bringin.
(7) Strategi pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak
dan resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f, meliputi :
a. mengendalikan secara ketat kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung;
b. mengefektifkan pengelolaan kawasan budidaya melalui pendekatan kajian lingkungan hidup
berdasarkan daya dukung dan daya tampung;
c. menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, banjir
dan longsor;
d. mengembangkan sistem peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam;
e. mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan gempa; dan
f. menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana.
BAB V
STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 10
Struktur ruang wilayah diwujudkan berdasarkan rencana sistem pusat pelayanan dan rencana sistem
prasarana wilayah.
Bagian Kedua
Rencana Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 11
Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 terdiri atas rencana
pengembangan sistem perdesaan dan rencana pengembangan sistem perkotaan.
Pasal 12
Penetapan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan meliputi 90 (sembilan puluh) kawasan perkotaan
dan 127 (seratus dua puluh tujuh) kawasan perdesaan.
Pasal 13
Rencana pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 terdiri atas :
a. pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi masing-masing kawasan yang dihubungkan dengan
pusat kegiatan pada setiap kawasan perdesaan; dan
b. pengembangan pusat desa mulai dari tingkat dusun sampai pusat desa secara berhirarki.
Pasal 14
Rencana pengembangan pusat desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b, meliputi :
a. pembentukan pusat pelayanan permukiman perdesaan pada tingkat dusun terutama pada permukiman
perdesaan yang berbentuk cluster;
b. pengembangan pusat kawasan perdesaan secara mandiri;
c. pengembangan kawasan perdesaan potensial secara ekonomi melalui desa pusat pertumbuhan; dan
d. meningkatkan interaksi antara pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan secara berjenjang.
Pasal 15
Rencana pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, terdiri atas :
a. Rencana hierarki sistem perkotaan; dan
b. Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan.
Pasal 16
(1) Rencana hierarki sistem perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, meliputi :
a. penetapan PKL adalah perkotaan Ngawi;
b. penetapan PKLp adalah perkotaan Karangjati, Widodaren dan Ngrambe;
c. penetapan PPK adalah perkotaan Karanganyar, Pitu, Kasreman, Bringin, Padas, Pangkur,
Kwadungan, Geneng, Gerih, Kendal, Jogorogo, Sine, Kedunggalar, Paron dan Mantingan; dan
d. penetapan PPL adalah masing-masing pusat desa.
(2) Rencana fungsi pelayanan dan pengembangan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf b meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ngawi, mempunyai wilayah pelayanan dari Pusat Kegiatan Lokal
Promosi (PKLp) Karangjati, Widodaren dan Ngrambe serta melayani wilayah Kecamatan Geneng,
Paron, Kwadungan dan Gerih, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan dan
ibukota Kabupaten meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata,
Perikanan dan Perhubungan;
b. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Karangjati, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan
Padas, Bringin, Pangkur dan Kasreman, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan
meliputi fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, Perikanan dan
Peternakan;
c. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Widodaren, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan
Kedunggalar, Pitu, Mantingan dan Karanganyar, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat
pelayanan meliputi Perindustrian, Pertanian, Pariwisata, dan Peternakan;
d. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Ngrambe, mempunyai wilayah pelayanan Kecamatan
Jogorogo, Kendal dan Sine, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan meliputi
fasilitas pusat Perindustrian, Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata; dan
e. Pelayanan Kawasan (PPK), mempunyai wilayah pelayanan desa-desa di dalam wilayah
kecamatan tersebut, dengan fungsi pengembangan sebagai pusat pelayanan kecamatan meliputi
fasilitas kesehatan Puskesmas, Pasar, Perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan
SMU/SMK, kantor kecamatan, lapangan olahraga skala kecamatan, dan pusat pemasaran dan
industri pengolahan komoditi unggulan setiap kecamatan.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 17
Rencana sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, terdiri atas :
a. rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi;
b. rencana sistem jaringan prasarana energi;
c. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
d. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
e. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan.
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 18
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 huruf a, adalah sistem jaringan prasarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan dan
jaringan kereta api.
(2) Sistem jaringan transportasi udara di wilayah udara Kabupaten merupakan bagian teritotrial dari
wilayah pertahanan udara Republik Indonesia sehingga tertutup untuk transportasi
Pasal 19
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) meliputi sistem jaringan jalan, fungsi
jalan, status jalan, kelas jalan, prasarana terminal penumpang dan barang, serta angkutan massal
perkotaan.
(2) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal
dan jalan lingkungan.
(4) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan
jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
(5) Rencana pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan
bebas hambatan, jalan nasional bukan jalan bebas hambatan, jalan provinsi, jalan lintas Kabupaten
dan jalan lingkar.
Pasal 20
(1) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan Mantingan – Batas Kota Ngawi, Jalan Gubernur
Suryo, Jalan PB. Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Sukowati, Jalan Batas Kota Ngawi – Batas
Kab. Madiun.
(2) Jalan nasional yang dikembangkan sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada Pasal
19 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), meliputi ruas jalan A. Yani, Jalan Klitik – Banyakan, Jalan Lombok,
Jalan Batas Kota Ngawi – Batas Kab. Magetan. Selain itu juga jalan Padangan – Batas Kab. Ngawi,
Batas Kab. Bojonegoro – Batas Kota Ngawi dan Jalan Raya Padangan.
(3) Jalan kabupaten yang dikembangkan sebagai jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada Pasal
19 ayat (3)dan ayat (4), meliputi :
a. jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan menghubungkan sistem perkotaan;
b. rencana pengembangan jalan lingkar (ring road) utara ngawi;
c. jalan-jalan utama yang menghubungkan antara jalan lingkar (ring road), jalan arteri primer dan
jalan kolektor primer dengan jalan-jalan yang menghubungkan sistem perkotaan;
d. rencana pengembangan jalan lokal primer yang berfungsi sebagai jalan lintas strategis
kabupaten dan jalan penghubung antar kabupaten, meliputi :
1) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Bojonegoro.
2) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Blora.
3) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Grobogan.
4) jalan yang menghubungkan Kabupaten Ngawi dengan Kabupaten Karanganyar.
(4) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5),
meliputi ruas jalan bebas hambatan Solo – Mantingan - Ngawi dan Ngawi – Kertosono.
(5) Mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi ruang di
sepanjang jalan arteri primer.
(6) Rencana pengembangan terminal penumpang, meliputi:
a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal Tipe C, di Ngrambe,
Geneng, Karangjati dan Gendingan;
b. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan
Ngawi, Mantingan dan Karangjati;
c. memelihara dan meningkatkan pelayanan Terminal Kertonegoro Tipe A di tepi jalan lingkar
Kecamatan Ngawi; dan
d. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai.
(7) Rencana pengembangan terminal barang, meliputi:
a. memperbaiki, meningkatkan pelayanan dan mengembangkan terminal barang di Kecamatan
Ngawi, Mantingan dan Karangjati;
b. peningkatan infrastruktur pendukung pelayanan terminal yang memadai.
(8) Rencana jaringan trayek angkutan penumpang akan dikembangkan untuk menghubungkan jalur
antar kecamatan dan mendukung akses antar sistem perkotaan.
Pasal 21
(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) meliputi arahan pengembangan jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana
perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api Regional Antar Kota, terminal barang,
serta konservasi rel mati.
(2) Rencana pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan jalur kereta api ganda,
dan penataan jalur perkeretaapian jalur Barat yaitu Surabaya – Solo yang melewati stasiun Geneng,
Paron dan Walikukun.
(3) Rencana pengembangan prasarana perkeretaapian untuk keperluan penyelenggaraan kereta api
regional antar kota Madiun – Solo melewati Kecamatan Geneng – Paron – Walikukun.
(4) Rencana pengembangan terminal barang di stasiun Paron.
(5) Rencana pengembangan prasarana jalur perkeretaapian berupa penataan jalur yang terdiri dari
tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan pemasangan jalur melayang.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Energi
Pasal 22
(1) Rencana sistem jaringan prasarana energi sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 huruf b meliputi
energi listrik dan energi lainnya.
(2) Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi dan atau sumber energi alternatis baik secara langsung maupun melalui proses.
(3) Pengembangan sarana untuk energi listrik meliputi :
a. pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di Kecamatan Bringin yang
memiliki potensi Sumber Daya Air;
b. pengembangan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 KV dan Saluran Udara dan
atau Kabel Tegangan Tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang
dibangkitkan oleh pembangkit baru, yang melintas di Kecamatan Mantingan, Widodaren,
Kedunggalar, Paron, Geneng, Padas dan Karangjati; dan
c. mengendalikan secara ketat pemanfaatan ruang dan kecenderungan perubahan fungsi di
sepanjang jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi untuk kegiatan permukiman.
(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :
a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah
pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik di Kecamatan
Widodaren, Ngrambe dan Karangjati;
b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang belum terlayani;
c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan
diseluruh wilayah daerah, sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan
memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum terlayani;
d. pengembangan energi alternatif dan terbarukan untuk pemerataan pelayanan dan mengurangi
beban energi listrik.
Paragraf 3
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 23
(1) Sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c adalah perangkat
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) beserta jaringannya yang dikembangkan untuk tujuan
pengambilan keputusan di ranah publik ataupun privat.
(2) Prasarana telekomunikasi yang dikembangan, meliputi :
a. infrastruktur telekomunikasi yang menggunakan jaringan kawat, dan optik;
b. infrastruktur telepon nirkabel, yang menggunakan jaringan radio atau sistem elektromagnetik;
dan
c. jaringan telekomunikasi pada wilayah terpencil dengan menggunakan orbit satelit.
(3) Rencana pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau.
(4) Untuk meningkatkan pelayanan sampai wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam
pengembangan kemudahan sistem jaringan telekomunikasi.
(5) Rencana penyediaan infrastruktur telekomunikasi, berupa tower/menara BTS (Base Transceiver
Station) harus menggunakan prinsip menara bersama/terpadu.
(6) Rencana penataan, pengembangan dan pengoperasian tower/menara bersama dan atau Cell Plan
(Masterplan menara) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 24
(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d meliputi
rencana sistem jaringan sumber daya air, wilayah sungai termasuk waduk, situ, dan embung,
jaringan irigasi, jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air bersih dan sistem pengendalian banjir.
(2) Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.
(3) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke
wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah
teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.
(4) Kebutuhan air irigasi meliputi 363 (Tiga Ratus Enam Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan
kabupaten, 33 (Tiga Puluh Tiga) Daerah Irigasi kewenangan provinsi dan 3 (Tiga) Daerah Irigasi
kewenangan pusat.
(5) Pengelolaan air irigasi pada wilayah Kabupaten dibagi menurut unit pelayanan Lokal (UPTD) yaitu
UPTD Dero, Walikukun, Ngrambe, Kedunggalar, Kendal dan Guyung.
(6) Pengembangan waduk, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Waduk Pondok;
b. Waduk Sangiran; dan
c. Waduk Kedungbendo.
(7) Rencana pengelolaan sumberdaya air, meliputi :
a. pembangunan prasarana sumber daya air;
b. semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, bendungan serta sungai-sungai klasifikasi I
sampai dengan kalsifikasi IV, yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan
dikembangkan untuk berbagai kepentingan;
c. zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya;
d. penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut
pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya;
dan
e. kajian kemampuan cadangan air bawah tanah disertai dengan amdal jika akan melakukan
eksplorasi dan eksploitasi.
Paragraf 5
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Pasal 25
(1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e
meliputi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Tempat Penampungan Sampah (TPS), kebutuhan
sanitasi dan tempat pengelolaan limbah.
(2) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan, meliputi :
a. kerjasama lintas wilayah administrasi dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah
sampah terutama di wilayah perkotaan;
b. pengalokasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sesuai dengan persyaratan teknis diletakkan di
Kecamatan Ngawi, Widodaren, Ngambe dan Karangjati;
c. pengalokasian Tempat Penampungan Sampah (TPS) sesuai dengan persyaratan teknis
diletakkan di pusat kegiatan PPK;
d. pengelolaan sampah dilakukan secara teknologi terpadu yang berbasis ramah lingkungan; dan
e. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.
(3) Rencana pengembangan sanitasi khusus rumah tangga dibedakan menurut wilayah perkotaan dan
perdesaan, yaitu :
a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas septic
tank pada masing-masing KK; dan
b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas
sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum.
(4) Rencana penanganan limbah industri di Kecamatan Ngawi, Geneng, Pitu dan Karangjati dilaksanakan
melalui pembangunan IPAL yang memenuhi persyaratan teknis baik sistem individu maupun
komunal.
(5) Rencana pengembangan drainase perkotaan dilaksanakan dengan pemenuhan persyaratan teknis
sesuai daya dukung lingkungan.
BAB VI
POLA RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 26
Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Bagian Kedua
Rencana Pelestarian Kawasan Lindung
Pasal 27
Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam; dan
f. Kawasan lindung geologi.
Pasal 28
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, terletak pada kawasan hutan di
kaki Gunung Lawu Kecamatan Jogorogo, Ngrambe, Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 3.086 ha;
Pasal 29
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 huruf b, berupa Kawasan resapan air.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe
Sine dan Kendal dengan luas kurang lebih 17.628 ha.
Pasal 30
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, terdiri atas :
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sekitar danau atau waduk;
c. kawasan sekitar mata air; dan
d. kawasan sempadan irigasi.
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak pada seluruh
kecamatan yang dilewati oleh DPS Bengawan Solo dan DPS Kali Madiun termasuk sistem sungai
didalamnya dengan luas sempadan sungai secara keseluruhan kurang lebih 3.830 ha.
(3) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf b, meliputi :
a. Waduk Pondok di Kecamatan Bringin, Waduk Sangiran dan Waduk Kedung Bendo, serta dam
maupun embung yang ada wi wilayah kabupaten; dan
b. luas sempadan waduk kurang lebih 369 Ha.
(4) Kawasan sekitar mata air dengan luas kurang lebih sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf c,
meliputi :
a. Kecamatan Sine 61 mata air, Kecamatan Ngrambe 44 mata air, Kecamatan Jogorogo 3 mata air,
Kecamatan Kendal 12 mata air, Kecamatan Bringin 1 mata air, Kecamatan Padas 8 mata air,
Kecamatan Paron 2 mata air, Kecamatan Kedunggalar 22 mata air, Kecamatan Widodaren 27
mata air; dan
b. luas keseluruhan untuk sempadan mata air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 3.960 ha.
(5) Kawasan sempadan irigasi sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf d terletak pada seluruh
Jaringan Irigasi di wilayah kabupaten, yang meliputi saluran irigasi primer dan sekunder.
Pasal 31
(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d meliputi :
a. obyek Taman Wisata Alam terdapat di Waduk Pondok (Desa Dero Kecamatan Bringin), Taman
Rekreasi dan Pemandian Tawun (Desa Tawun Kecamatan Kasreman), Air Terjun Srambang
(Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo) dan Perkebunan Teh Jamus (Desa Girikerto Kecamatan
Sine);dan
b. perlindungan terhadap Obyek Taman Wisata Alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan
dan perlindungan terhadap flora dan fauna tertentu, peningkatan kualitas lingkungan bagi
wilayah sekitarnya serta perlindungan lingkungan dari pencemaran.
(2) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 huruf d dengan luas kurang lebih
1.715 ha, meliputi :
a. kawasan cagar budaya terdapat di Museum Trinil (Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar),
Benteng Van Den Bosch (Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi), Kediaman Krt. Radjiman
Wedyadiningrat (Desa Kauman Kecamatan Widodaren), Makam Patih Pringgokusumo (Dusun
Banjar Desa Ngawi Kecamatan Ngawi), Makam PH. Kertonegoro (desa Sine Kecamatan Sine),
Pengembangan produk unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di kec : Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama dan desa/kecamatan dikawasan sekitarnya sebagai penunjang
Pengembangan pasar
Pengembangan sub terminal agribisnis
Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedian agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa).
APBD Kab
Din. pertanian &
Kehutanan, Dinas PU Ciptakarya, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan,
√ √ √ √
2 Penetapan Fungsi Kawasan Perkotaan
Pelayanan sosial ekonomi
Pengembangan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial – ekonomi
Ngawi sebagai ibukota kabupaten
Ngrambe sbg kota kawasan Agropolitan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
Dinas PU, DKP, Dept Perhub, Pelindo, Perhutani, Kemtr Neg LH, Menpera, BPN, Dept Perindag, Bappenas, Dinas Binamarga Prov, DKP Prov, Din Perhub Prov, Dianas Permukiman Prov, BPN Provinsi, Dinas Perindag Prov, Bappeprov, Dinas PU Binamarga Kab, Din. Peternakan dan kesehatan hewan, Dinas
Perikanan & Kelautan Kab, Dinas perhubungan Kab, Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab, Dinas Pu Ciptakarya Kab, BPN Kab, Dinas Koperasi,Industri dan Perdagangan Kab, Bappekab, Dinas Pertanian & Kehutanan Kab.
√ √
NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA
SUMBER PEMBIAYAAN
INSTANSI
PELAKSANA
TAHAPAN
I II III IV
Pengembangan perkotaan IKK
Pemenuhan fasilitas perkotaan dan peningkatan interaksi kawasan
Penyediaan sarana penunjang
APBD Kab Dinas PU Ciptakarya Kab, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab, Dinas Perhubungan Kab.
√ √
C. Pengembangan Prasarana Wilayah
1 Transportasi Jalan Raya
Pengembangan jalan
Pengembangan jalan penghubung dan jalan tembus/sirip antar wilayah
Jalan tol Solo - Mantingan –Ngawi dan Ngaw- Kertosono
Jalan kolektor menjadi arteri
Jalan penghubung desa dan kota
Jalan Lingkar (ring road) di Kecamatan Ngawi
Peningkatan kualitas jalan
APBN, APBD Prov, APBD Kab.
Dept PU, Dinas Binamarga Prov, Dinas PU Binamarga Kab, BPN Kab, Bappekab, Dinas
Pu Ciptakarya, Dinas Perhubungan
√ √ √ √
Pengembangan infrastruktur pendukung
Pengembangan terminal
Pembangunan Terminal Kertonegoro type A
Peningkatan pelayanan terminal
Infrastruktur pendukung terminal
APBN, APBD Prov, APBD Kab.
Dinas Binamarga Kab, BPN Kab, Bappekab, Dinas Pu Ciptakarya, Dinas Perhubungan.
√ √
2 Transportasi Kereta Api
Transportasi massal
Pengembangan sistem transportasi massal & infrastruktur pendukungnya
Pengembangan jaringan double track
Pengembangan jalur KA komuter
BUMN PT KAI, Dinas Perhubungan
√ √
3 Prasarana Telekomunikasi
Optimalisasi pelayanan
Pengembangan prasarana penunjang
Penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersama
Pengadaan sistem internet, 3G dan GPS
Swasta
Swasta
√ √ √ √
Peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi
Penerapan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern
Pembangunan teknologi telekomunikasi pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan seperti di Kecamatan Ngawi, Paron, Mantingan dan Karangjati.
Swasta Swasta √
√
√
4 Prasarana Pengairan
Optimalisasi pelayanan
Peningkatan sarana dan prasarana pendukung
Pengembangan waduk, bendung, cek dam, pengelolaan DAS Bengawan Solo dan Kali Madiun
Penanaman pohon pencegah longsor
APBD Kab Dinas Pengairan √ √ √ √
NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA
SUMBER PEMBIAYAAN
INSTANSI
PELAKSANA
TAHAPAN
I II III IV
Pembangunan dan perbaikan pintu air
5 Prasarana Energi/ Listrik
Optimalisasi pelayanan
Peningkatan kapasitas listrik
Penambahan dan perbaikan jaringan
Peningkatan infrastruktur pendukung
Pengembangan sumber listrik (PLTA baru)
BUMN PLN
√ √
6 Prasarana Lingkungan
Optimalisasi tingkat penanganan
Peningkatan sarana dan prasarana pendukung
Pengadaan TPA regional
Pengadaan TPS skala lokal (per sswp)
APBD Prov, APBD - Kab,
Dinas Permukiman Prop, Dinas PU Ciptakarya.
√ √
D. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten
1 Kawasan Lindung Pemantapan Kawasan Lindung
Pemantapan kawasan lindung bernilai strategis dalam penyediaan air
Pengembalian fungsi lindung dgn reboisasi
Penanganan secara teknis
Pengembangan hutan dan tanaman tegakan tinggi terutama pada kawasan kaki Gunung Lawu seperti Kendal, Jogorogo, Sine, Ngrambe, Mantingan dan Bringin.
APBN, APBD Kab. Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapeda, BPN Kab, Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan Kelautan.
√ √ √
Pemantapan kawasan perlindungan setempat
Perlindungan setempat sepanjang sungai dibatasi untuk kepentingan pariwisata dan mengupayakan sungai sebagai latar belakang kawasan fungsional;
APBN, APBD Kab. Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU Pengairan Kab.
√
√
√
Pengelolaan DAS Bengawan Solo untuk air baku
APBN, APBD Kab. Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU Pengairan Kab.
√
√
√
Waduk dan mata air dibatasi untuk pariwisata dan menghindari bangunan radius pengamanan kawasan dan mengutamakan vegetasi yang memberikan perlindungan waduk dan mata air;
APBN, APBD Kab., Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas PU
Pengairan Kab.
√
√
√
Pemanfaatan sumber air dan waduk untuk irigasi
APBN, APBD Kab., Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas Pengairan.
√
√
√
NO RENCANA KEBIJAKAN KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN PROGRAM UTAMA
SUMBER PEMBIAYAAN
INSTANSI
PELAKSANA
TAHAPAN
I II III IV
Pemantapan kawasan Cagar Budaya
Memelihara nilai dan fungsinya sebagai peninggalan sejarah, objek penelitian dan pariwisata
Pelaksanaan kerjasama pengelolaan kawasan
APBN, APBD Kab., Perhutani
UPT Kementrian Kehuanan, Perhutani, Bapedda, BPN Kab, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
√ √ √
2 Kawasan budaya Pengembangan Kawasan Budidaya
Pengembangan hutan produksi bernilai ekonomi tinggi dengan fungsi lindung
Reboisasi tanaman untuk menahan tanah
Pengembangan aneka produk olahan
Mengembangkan hutan rakyat
APBN, APBD Kab. Perhutani
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Bapedda, BPN Kab, Dinas Perhubungan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan
Kelautan.
√ √ √
Pengembangan kawasan pertanian dan pengolahan dihasil produksi berorientasi peningkatan nilai ekonomi dan ekspor
Pengembangan hortikultura untuk eksport
Pengembangan breeding centre
Pengembangan Industri Perikanan di Kecamatan Ngawi dan Kecamatan Bringin.
APBN, APBD Kab., swasta
Din. pertanian, per-kebunan & Kahutanan, Dinas PU Pengairan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan dan Kelautan.
√
√
√
√
Pengembangan kawasan peruntukan industri
Pengembangan kawasan industri di kawasan potensial yaitu Mantingan industri pengeolahan kayu jati, Ngawi industri pengolahan kedelai.
APBN, APBD Prv dan APBD Kab
Disperindag Prov, Dis Koperasi, Industri dan Perdagangan Kab
√ √
Pengembangan kawasan pariwisata
Mengembangkan obyek wisata utama yaitu Wisata Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Museum Trinil, Benteng Van Den Bosch, Air Terjun Srambang, Perkebunan Teh Jamus dan Monumen Suryo.
Mengkaitkan kalender wisata nasional
Pengadaan kegiatan festival wisata atau gelar seni budaya
APBD Kab Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi, Perdagangan dan perindustrian Kab.