BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur banyak menimbulkan berbagai penyakit infeksi. Pola hidup
yang kurang sehat dan didukung iklim tropis dengan kelembaban udara
tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur (Kumalasari
dan Sulistyani, 2011).
Prevalensi Pityriasis versicolor di dunia masih sangat tinggi,
dilaporkan 50% di Kepulauan Samoa Barat yang merupakan lingkungan
panas dan lembab, sekitar 1,1% di Swedia yang merupakan negara
dengan temperatur yang lebih dingin dan 2-8% dari populasi di
Amerika Serikat mempunyai temperatur dan kelembaban tertinggi
(Setyarini dan Krisnansari, 2011).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada garis
khatulistiwa dan beriklim tropis, sehingga memungkinkan untuk
berkembangnya penyakit infeksi yang di sebabkan oleh jamur.
Penyakit infeksi jamur masih memiliki prevalensi yang tinggi, di
Semarang 2,93% dan padang 27,6% (Hayati dan Handayani, 2014).
Hal ini tak mengherankan, mengingat Indonesia merupakan salah
satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban
tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur,
sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Sekitar 50%
penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu, sedangkan
di daerah sub tropis adalah 15% dan di daerah dingin kurang dari 1%
(Hayati dan Handayani, 2014).
Berdasarkan uraian diatas yang melatarbelakangi praktikum
pemeriksaan jamur adalah untuk mengetahui teknik pemeriksaan jamur
dan untuk mengamati jenis jamur yang terdapat pada permukaan kulit
(punggung), selangkangan, sela jari-jari kaki, lipatan kulit
(ketiak), sela jari-jari tangan, kulit kepala dan vagina.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktikum Pemeriksaan Jamur, yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan jamur.
2. Untuk mengamati jenis jamur yang terdapat pada permukaan
kulit (punggung), selangkangan, sela jari-jari kaki, lipatan kulit
(ketiak), sela jari-jari tangan, kulit kepala dan vagina.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum Pemeriksaan Jamur, yaitu:
1.3.1 Praktikan
Agar praktikan dapat mengetahui jamur yang dapat mengakibatkan
penyakit pada tubuh manusia sehingga praktikan dapat melakukan
pencegahanpadapenyakitdiakibatkanjamur.
1.3.2 Institusi
2.3.2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Malassezia furfur
2.1.1 Pengertian
Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan
penyakit Pityriasis versicolor (panu). Jamur ini menyerang stratum
korneum dari epidermis kulit biasanya diderita oleh seseorang yang
sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Jamur
Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi kulit orang yang selalu
terkontaminasi dengan air dalam waktu yang lama dan disertai dengan
kurangnya kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan disekitar.
Pityriasis versicolor merupakan infeksi jamur di permukaan kulit
(Hayati dan Handayani, 2014).
2.1.2 Etiologi
Pityriasis versicolor (panu) disebabkan oleh Malassezia furfur.
Pityriasis versicolor adalah penyakit jamur kulit yang kronik dan
asimtomatik serta ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang
bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang-kadang
terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka, dan kulit
kepala (Siregar, 2004).
Pityriasis versicolor (panu) merupakan penyakit kulit yang
sering terjadi, baik pada perempuan maupun laki-laki terutama
higienitas dan sanitasi yang buruk atau jelek (Setyarini dan
Krisnansari, 2011).
2.1.3 Klasifikasi
2.1.4 Pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan suatu
penyuluhan dan melakukan usaha dalam upaya memutuskan siklus hidup
dari jamur Malassezia furfur misalnya dengan cara menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, tidak memakai alat-alat pribadi
secara bergantian, dan pengobatan secara teratur (Hayati dan
Handayani, 2014).
2.1.5 Pengobatan
Tinae versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur.
Pakaikan, kain sprei, handuk, harus dicuci dengan air panas.
Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan bukti infeksi aktif
(skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin
pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan
beberapa minggu (Siregar, 2005).
2.2 Jamur Trichophyton rubrum
2.2.1 Pengertian
Trichophyton rubrum merupakan jamur dermatofita. Dermatofita
dibedakan menjadi tiga menurut habitat primer, yaitu antropofilik,
zoofilik, dan geofilik. Trichophyton rubrum termasuk dalam kategori
jamur antropofilik dan yang tersering menyebabkan penyakit kronis
(Chandra, 2006 dalam Salim, 2010).
2.2.2 Etiologi
Jamur Trichophyton rubrum merupakan jamur yang tersering
menyebabkan dermatofitosis kronis. Dalam suatu penelitian, jamur
jenis Trichophyton merupakan jamur yang paling banyak ditemukan
pada sampel kulit, rambut, kulit jari, dan kuku (Sayuti et al, 2006
dalam Salim, 2010).
2.2.3 Klasifikasi
Menurut Salim (2010), klasifikasi jamur Trichophyton rubrum
adalah sebagai berikut:
Kingdom: Fungi
Filum: Ascomycota
Kelas: Euascomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
2.2.4 Pencegahan
2.2.5 Pengobatan
2.3 Jamur Epidermophyton floccosum
2.3.1 Pengertian
2.3.2 Etiologi
2.3.3 Klasifikasi
2.3.4 Pencegahan
2.3.5 Pengobatan
2.4 Jamur Pityrosporum ovale
2.4.1 Pengertian
Pityrosporum ovale adalah yeast atau jamur bersel tunggal yang
merupakan anggota genus Malassezia sp dan termasuk family
Cryptococcaceae. Pityrosporum ovale termasuk penyebab mikosis
superfisialis yang mengenai stratum korneum pada lapisan
epidermis.Ciri-ciri Jamur ini adalah berbentuk oval bulat/seperti
botol, gram positif, berukuran 1-2 x 2-4 , berdinding ganda dan
memperbanyak diri dengan blastospora, serta merupakan flora normal
kulit kepala (Sinaga, 2012).
2.4.2 Etiologi
Ketombe memiliki beberapa penyebab antaralain adalah
hiperproliferasi sel epidermis dan peningkatan jumlah Pityrosporum
ovale, akan tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai
faktor mana yang menjadi penyebab primer. Kepustakaan Shuster tahun
1984 menyimpulkan bahwa Pityrosporum ovale tidak diragukan lagi
menjadi penyebab primer ketombe karena memenuhi postulat koch,
yaitu pertumbuhan berlebihan dari Pityrosporum ovale ditemukan pada
ketombe, pengobatan dengan berbagai agen yang hanya mempunyai efek
anti jamur, serta reinfeksi dengan Pityrosporum ovale menyebabkan
rekurensi (Sinaga, 2012).
2.4.3 Klasifikasi
2.4.4 Pencegahan
Mencegah timbulnya jamur Pityrosporum ovale dapat dilakukan
dengan cara istrahat yang cukup, terapkan pola makan sehat dan
teratur dan keramas rambut 2 kali seminggu menggunakan produk yang
mengandung Tea tree oil (Metasari, 2012).
2.4.5 Pengobatan
Obat-obatan topikal yang biasa dipakai untuk pengobatan ketombe
antara lain selenium sulfide, ketokonazol, asam salisilat, sulfur,
tar, zinc pyrithione dan kortikosteroid. Ketoconazol merupakan
derivat imidazol dioxolan sintesis yang memiliki aktifitas
antimikotik yang poten terhadap dermatofit misalnya: Trichopyton
sp, Epidermophyton floccosum, dan Microsporum sp. serta terhadap
ragi. Khususnya efek terhadap Pityrosporum sp (Novitasari,
2010).
Selain pengobatan secara medis, pengobatan tradisional untuk
menghilangkan ketombe juga dapat ditemukan di masyarakat. Salah
satunya dengan cara menggunakan seledri untuk menghilangkan
ketombe. Dalam hal ini efek antimikroba atau antijamur tanaman ini
diduga memiliki peranan penting (Novitasari, 2010).
Secara alami, kunyit telah dikenal untuk merawat rambut,
khususnya supaya rambut bebas dari ketombe, caranya pemakaiannya
hanya mengambil sebuah rimpang kunyit yang sudah dicuci bersih lalu
diambil sarinya dan digosokan pada kulit kepala sambi digosok-gosok
(Novitasari, 2010).
2.5 Jamur Candida albicans
2.5.1 Pengertian
Candida albicans adalah suatu jamur uniseluler yang merupakan
flora normal rongga mulut, usus besar dan vagina.Dalam kondisi
tertentu, Candida albicans dapat tumbuh berlebih dan melakukan
invasi sehingga menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau kekebalannya tertekan. Candida albicans
dapat menyebabkan keputihan, sariawan, infeksi kulit, infeksi kuku,
infeksi paru-paru dan organ lain serta kandiasis mukokutan menahun
(Jawetz et al, 1996; Tortora, 2004 dalam Kumalasari dan Sulistyani,
2011).
Candida albicans merupakan organisme yang terdiri dari sel-sel
bulat atau oval yang berbelah diri melalui tunas (budding).
Terlepas dari bentuk raginya, Candida albicans bisa menbuat
pseudohifa yang terdiri dari banyak sel yang tersusun linier, atau
pada keadaan-keadaan tertentu, membentuk hifa yang bersepta (Brown
dan Burns, 2005).
2.5.2 Etiologi
Saat kondisi imun tubuh manusia menurun jamur Candida albicans
akan menyebabkan penyakit kandidiasis. Kandidiasis merupakan suatu
penyakit yang banyak menginfeksi manusia dengan gejala bervariasi
tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi. Penyakit ini dapat
menginfeksi bagian lipatan kulit (intertriginosa), bagian vagina
(vulvovaginitis), bagian dalam rongga mulut (thrush), dan bagian
kuku (paronikia) (Alfiah,Khotimah,danTurnip,2015).
2.5.3 Klasifikasi
Menurut Siregar (2004), klasifikasi jamur Candida albicans
adalah sebagai berikut:
Famili: Cryptococcaccae
Subfamili: Candidoidea
Genus: Candida
Spesies: Candida albicans
2.5.4 Pencegahan
Pencegahan kandidiasis dapat dilakukan dengan cara hindari seks
bebas, gunakan celana dalam yang tidak terlalu ketat sehingga tidak
lembab, menjaga kebersihan alat kelamin dan melakukan secara rutin
pemeriksaan paspmear (Wyuliandari, 2012).
2.5.5 Pengobatan
Daun sembung rambat (Mikania micrantha) dapat menghambat
beberapa pertumbuhan bakteri dan hasil analisis fitokimia ekstrak
daun sembung rambat (Mikania micrantha) mengandung zat aktif dalam
bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, steroid,
tanin, dan terpenoid. Beberapa kandungan metabolit sekunder dapat
digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur. Penelitian terhadap
daun sembung rambat (Mikania micrantha) sebagai antijamur untuk
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans (Alfiah, Khotimah dan
Masnur Turnip,2015).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilakukan Praktikum Pemeriksaan Sputum,
yaitu:
Hari/Tanggal: Sabtu, 09 Mei 2015
Waktu: 09:00 WITA-Selesai
Tempat: Laboratorium Terpadu FKIK UNTAD
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan Praktikum Pemeriksaan
Sputum, yaitu:
3.2.1 Alat:
1. Mikroskop
2. Pipet tetes
3. Objek glass
4. Deck glass
5. Handspayer
3.2.2 Bahan:
1. Sampel jamur (Punggung, ketiak, selangkangan, sela jari kaki,
sela jari tangan, kulit kepala, dan vagina).
2. KOH 10%
3. Cutton buds
4. Alkohol 70 %
5. Tissue
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada Praktikum Pemeriksaan Jamur,
yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mensterilkan object glass menggunakan alkohol 70%. Kemudian
membersihkannya dengan menggunakan tissue.
3. Mengambil sampel vagina, selangkangan, kulit kepala dan
ketiak dengan menggunakan cutton buds. Sedangkan mengambil sampel
kulit punggung, sela jari kaki, sela jari tangan menggunakan objek
glass.
4. Meneteskan larutan KOH 10% pada sampel.
5. Menutup sampel menggunakan deck glass.
6. Mengamati jenis jamur yang terdapat pada setiap sampel di
bawah mikroskop.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada Praktikum Pemeriksaan Jamur,
yaitu:
NO.
SPESIES JAMUR
GAMBAR
KET
SAMPEL
LITERATUR
1.
Malassezia furfur
Punggung
2.
Trichophyton rubrum
Selangkangan
3.
Epidermophyton floccosum
Sela jari kaki
4.
Trichophyton rubrum
Ketiak
5.
Epidermophyton floccosum
Sela jari tangan
6.
Pityrosporum ovale
Kulit kepala
7.
Candida albicans
Vagina
4.2 Pembahasan
Mikosis adalah infeksi jamur yang bisa mengenai manusia dan juga
hewan. Infeksi ini biasanya timbul dari jamur yang terhirup
sehingga menjadi infeksi jamur padaparu ataupun pada kulit.
Adapun fungsi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
pemeriksaan jamur yaitu mikroskop berfungsi untuk mengamati jamur
yang terdapat pada sampel. Pipet tetes berfungsi untuk meneteskan
KOH 10% pada sampel. Objek glass berfungsi untuk mengambil dan
meletakkan sampel yang akan diamati. Deck glass berfungsi untuk
menutup sampel pada saat diamati. Handspayer sebagai tempat
meletakkan alkohol 70%. Sampel jamur sebagai sampel yang diamati.
KOH 10% berfungsi bahan untuk memperjelas sampel yang diamati pada
mikroskop. Cutton buds berfungsi untuk mengoles sampel ke objek
glass. Alkohol 70 % berfungsi untuk mensterilkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Tissue berfungsi senbagai membersih kan alat
dan bahan yang digunakan.
Adapun prosedur kerja pemeriksaan jamur yaitu pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan. Kemudian, mensterilkan object glass
menggunakan alkohol 70%, kemudian membersihkannya dengan
menggunakan tissue.Setelah itu, mengambil sampel vagina,
selangkangan, kulit kepala dan ketiak dengan menggunakan cutton
buds, sedangkan mengambil sampel kulit punggung, sela jari kaki,
sela jari tangan menggunakan objek glass. Kemudian, meneteskan
larutan KOH 10% pada sampel. Setelah itu, menutup sampel
menggunakan deck glass. Selanjutnya, Mengamati jenis jamur yang
terdapat pada setiap sampel di bawah mikroskop.
Berdasarkan hasil dari praktikum pemeriksaan jamur yaitu pada
sampel punggung terdapat jamur Malassezia furfur dengan memiliki
hifa pendek dan bengkok, spora berbentuk bulat, berdinding tebal
dan bertunas. Jamur Malassezia furfur dapat menyebabkan penyakit
Pityriasis versicolor (panu). Dimana jamur ini menyerang stratum
korneum dari epidermis kulit biasanya diderita oleh seseorang yang
sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat.
Berdasarkan hasil dari praktikum pemeriksaan jamur yaitu pada
sampel selangkangan dan ketiak terdapat jamur Trichophyton rubrum
dengan memiliki dinding halus, koloni berwarna merah dan
mirokonidia berbentuk seperti tetesan air mata sepanjang sis-sisi
hifa. Jamur Trichophyton rubrum merupakan jamur yang tersering
menyebabkan dermatofitosis kronis. jamur jenis Trichophyton
merupakan jamur yang paling banyak ditemukan pada lipatan kulit,
rambut, kulit jari, dan kuku.
Berdasarkan hasil dari praktikum pemeriksaan jamur yaitu pada
sampel sela jari kaki dan sela jari tangan terdapat jamur
Epidermophyton floccosum dengan memiliki berdinding halus dan hifa
bersekat dan koloni biasanya rata dan seperti beludru
denganwarnacoklatsampaikuningkehijauan.
Berdasarkan hasil dari praktikum pemeriksaan jamur yaitu pada
sampel kulit kepala terdapat jamur Pityrosporum ovale dengan
memiliki bentuk oval seperti botol, memperbanyak diri dengan cara
bertunas dan gram positif. Jamur Pityrosporum ovale tidak diragukan
lagi menjadi penyebab primer ketombe karena memenuhi postulat koch,
yaitu pertumbuhan berlebihan dari Pityrosporum ovale ditemukan pada
ketombe.
Berdasarkan hasil dari praktikum pemeriksaan jamur yaitu pada
sampel Vagina terdapat jamur Candida albicans dengan memiliki
berbentuk bulat lonjong dengan diameter sekitar 3-5 m, berwarna
putih kekuningan, dinding sel kompleks dan menghasilkan hifa semu
berlipat-lipat. Jamur Candida albicans akan menyebabkan penyakit
kandidiasis. Kandidiasis merupakan suatu penyakit yang banyak
menginfeksi manusia dengan gejala bervariasi tergantung pada bagian
tubuh yang terinfeksi. Penyakit ini dapat menginfeksi bagian
lipatan kulit (intertriginosa), bagian vagina (vulvovaginitis),
bagian dalam rongga mulut (thrush), dan bagian kuku
(paronikia).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari Praktikum Pemeriksaan Jamur, yaitu:
1. Teknik yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan jamur yaitu
menggunakan teknik pemeriksaan mikroskopik langsung dengan larutan
KOH%.
2. Berdasarkan hasil pengamatan jenis jamur yang didapatkan
adalah pada punggung yaitu Malassezia furfur. Pada selangkangan dan
ketiak yaitu Trichophyton rubrum. Pada sela jari kaki dan sela jari
tangan yaitu Epidermophyton floccosum. Pada Kulit kepala yaitu
Pityrosporum ovale. Pada vagina yaitu Candida albicans.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan oleh penulis adalah sebaiknya dalam
melakukan percobaan di perlukan ketelitian agar tidak terjadi
kesalahan saat melakukan percobaan dan diharapkan praktikan bisa
membawa bahan-bahan yang lebih baik sehingga memudahkan dalam
melakukan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Endahyani, Siti Nur., Kusuworo, Adi., dan Chairul, Anam. 2010.
Histogram dan Nilai Derajat Keabuan Citra Thoraks Computed
Radiography (CR) Untuk Penderita Tuberculosis (TB) Paru-Paru.
Universitas Dipenogoro. Semarang.
Girsang, Merryani. 2009. Mycobacterium Penyebab Penyakit
Tuberculosis Serta Mengenal Sifat-sifat Pertumbuhannya di
Laboratorium. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan
Litbang Kesehatan. Jakarta.
Jawetz., Melnick., Adelbergs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi 1. Selemba Medika. Jakarta.
Karuniawati. A, dkk. 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl
Neelsen Dan Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam
Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Vol. 9, No. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Kunoli Firdaus, 2012. Penyakit Tropis. Penerbit TIM.
Jakarta.
Nugroho, Ferry Andreas., Erwin Puji, Astuti. 2010. Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan
Tuberkulosis Paru pada Keluarga. STIKES RS. Baptis. Kediri. Diakses
pada tanggal 11 April 2015. Pada pukul 21.40 WITA.
Octaria, Yeni., Sahab, Sibuea. 2013. Factors Related to
Compliance with Mother/Father In The Treatment of Tuberculosis in
Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek. Volume 2 No.4. Universitas
Lampung. Bandar Lampung .
Pasek, Made Suadnyani., I Made, Satyawan. 2013. Hubungan
Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita Tb Dengan Kepatuhan
Pengobatan Di Kecamatan Buleleng. Vol. 2, No. 1. Universitas
Pendidikan Ganesha. Singaraja. Diakses pada Tanggal 11 April 2015,
pukul 16:05 WITA.
Pasek, Made Suadnyani., Nunuk, Suryani., Pancrasia, Murdani.
2013. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita
Tuberkulosis Dengan Kepatuhan Pengobatan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Buleleng 1. Vol 1, No 1. Universitas Sebelas Maret. Solo.
Prasetyowati, Irma., Chatarina Umbul, Wahyuni. Hubungan Antara
Pencahayaan Rumah, Kepadatan Penghuni dan Kelembaban, dan Risiko
Terjadinya Infeksi Tb Anak SD di Kabupaten Jember. VOL. 1/NO. 1.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Ria, Murni., Musjaya, M. Guli., Muhammad, Alwi. 2013. Deteksi
Suspek Tuberculosis Paru Pada Pekerja Tambang Poboya Palu Sulawesi
Tengah. Vol. 7, No. 2. Universitas Tadulako. Palu.
Wirdoyono. 2011. Penyakit Tropis Edisi II. Erlangga.
Jakarta.