Page 1
i
PEMBUKTIAN TERHADAP PELAKU PASIF ATAS HARTA
KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(Tinjauan Yuridis Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)
SKRIPSI
Disusun oleh:
Bahar Nur Rahman
E1A010210
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
Page 2
ii
PEMBUKTIAN TERHADAP PELAKU PASIF ATAS HARTA
KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(Tinjauan Yuridis Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Disusun oleh:
Bahar Nur Rahman
E1A010210
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
Page 4
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : BAHAR NUR RAHMAN
NIM : E1A010210
Judul Skripsi :
PEMBUKTIAN TERHADAP PELAKU PASIF ATAS HARTA
KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Tinjauan
Yuridis Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain.
Apabila terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut di atas,
maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto, 21 November 2014
Bahar Nur Rahman
NIM. E1A010210
Page 5
v
“PEMBUKTIAN TERHADAP PELAKU PASIF ATAS HARTA
KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(Tinjauan Yuridis Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)”
Oleh :
BaharNur Rahman
E1A010210
ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir ini, sering kita mendengar dalam pemberitaan
media-media mengenai tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat negara atau biasa disebut dengan penjahat kerah putih. Seiring
dengan perkembangan, pencucian uang sekarang ini juga sudah dilakukan oleh
masyarakat biasa yang bukan berlatar belakang pejabat. Di mana uang hasil dari
kejahatan ini selanjutnya disimpan di lembaga keuangan seperti bank.
Penyimpanan uang ini bertujuan agar uang hasil dari kejahatan itu menjadi legal.
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam
perkembangannya tidak hanya fokus kepada pelaku aktifnya saja, tetapi juga
penegakkan hukumnya fokus ke pelaku pasifnya.
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui bagaimana proses
pembuktian terhadap pelaku pasif dan Untuk mengetahui gambaran mengenai
dasar pertimbangan hukum Hakim dalam membuat Putusan pemidanaan
terhadap pelaku pasif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis
Normatif dengan cara menelaah bahan pustaka (data sekunder) yang ada.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif
kualitatif, yaitu mengolah dan menafsirkan berdasarkan pada putusan maupun
perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian.
Penelitian yang dilakukan terhadap Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda
diperoleh hasil sebagai berikut : Beban pembuktian terbalik dapat diterapkan
kepada pelaku pasif pencucian uang. Terdakwa harusnya mengetahui telah
menerima uang transferan dari hasil bisnis narkotika suaminya bersama rekannya
yang ditransfer melalui rekening Terdakwa. Sehingga Terdakwa telah melanggar
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kata Kunci : Pembuktian, pelaku pasif, tindak pidana pencucian uang.
Page 6
vi
ABSTRACT
These last few years, often we hear in the news about money laundering
that committed by state officials or commonly called the white-collar criminals
(white collar crime). Nowadays, money laundering has also been done by
ordinary people who don’t have a background as state officials. Where the
proceeds of crime is then stored in a financial institution such as a bank. Storage
of money is intended to make the proceeds of the crime becomes legal.
Prevention and combating of money laundering nowadays not only focus on the
active actors, but also focus on law inforcement to passive actors.
This study aims to determine how the process of proving to the passive
actors and to find a description of the legal considerations in making the verdict
by judges against passive actors. This study uses normative juridical approach to
examine library materials (secondary data) that exist. The method used in this
study is a qualitative normative, that is to process and interpret based on
decisions and legislation relating to the research.
Research conducted on Verdict No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda obtained as
follows: The burden of proof can be applied to passive actors of money
laundering. The defendant should have known that she had received money
transfer from the result of narcotics business of her husband with his colleagues
that were transferred through the defendant's account. So that the defendant has
violated Article 5 paragraph (1) of the Act 8 of 2010 Concerning the Prevention
and Combating of Money Laundering.
Keywords: Evidence, passive actors, money laundering
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, setelah
melalui proses yang panjang, suka duka dan jatuh bangun, akhirnya skripsi
dengan judul: “PEMBUKTIAN TERHADAP PELAKU PASIF ATAS
HARTA KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
(Tinjauan Yuridis Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)” telah terselesaikan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
(S.H.) di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap rasa
hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman dan juga Dosen Pembimbing Akademik atas motivasi
dan nasihat-nasihat dalam berproses dari awal di Fakultas Hukum;
2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
3. Pranoto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas segala ilmu,
nasihat, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis selama ini
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;
4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H, M.H., selaku dosen penguji atas segala saran
dan masukan yang diberikan kepada penulis;
Page 8
viii
5. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Civitas Akademika Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman;
6. Kedua orang tua tercinta, yang tidak pernah habis memberikan doa, kasih
sayang, pengorbanan, dorongan dan semangat dari kecil hingga dewasa dan
sepanjang penulisan skripsi ini;
7. Rekan seperjuangan dalam penyelesaian skripsi;
8. Teman-teman sesama mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed, Angkatan 2010
khususnya Kelas C, yang selalu memotivasi dan mendukung penulis;
9. Keluarga Besar UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) LFC (Law Football
Club);
10. Sutrisno Wibowo S.H., Direktorat Kerjasama dan Hubungan Masyarakat
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
11. Bobby Mokoginta S.H., Direktorat Kerjasama dan Hubungan Masyarakat
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur.
Namun dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus sumbang
saran maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi kita
semua.
Page 9
ix
Purwokerto, 21 November 2014
Penulis
Page 10
x
HALAMAN MOTTO
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar-Rahman Ayat 13)
“Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baru
yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik”
(Evelyn Underhill)
“Victory loves preparation”
(The Mechanic)
Page 11
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
A. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana ........................................ 9
B. Asas-asas Hukum Acara Pidana .................................................... 15
C. Tindak Pidana Pencucian Uang ..................................................... 26
1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang ............................... 26
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang ........................... 31
Page 12
xii
D. Pembuktian Terhadap Pelaku Pasif dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang ............................................................................. 39
1. Pengertian Pembuktian ............................................................. 39
2. Pengertian Harta Kekayaan ...................................................... 46
3. Kriteria Pelaku Pasif .................................................................. 47
E. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ...... 50
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 54
A. Metode Pendekatan ....................................................................... 54
B. Spesifikasi Penelitian ..................................................................... 55
C. Lokasi Penelitian ........................................................................... 55
D. Sumber Data .................................................................................. 56
E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ............................................ 57
F. Metode Pengolahan Bahan Hukum ................................................ 58
G. Metode Analisis ............................................................................. 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 59
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 59
1. Duduk Perkara ........................................................................... 59
2. Dakwaan Penuntut Umum ........................................................ 60
3. Pembuktian ............................................................................... 64
4. Tuntutan Penuntut Umum ......................................................... 85
5. Putusan Pengadilan ................................................................... 86
B. Pembahasan ................................................................................... 95
Page 13
xiii
1. Proses Pembuktian terhadap Pelaku Pasif atas Harta Kekayaan
pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda ............................. 95
2. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan
Putusan Pidana terhadap Pelaku Pasif pada Putusan
No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda .................................................. 121
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 135
A. Simpulan ...................................................................................... 135
B. Saran ............................................................................................ 136
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Surat Keterangan Melakukan Izin Penelitian di Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK)
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi sekarang ini dan jaman yang semakin berkembang
dan maju, membuat tindak kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang juga semakin dinamis. Seperti beberapa tahun terakhir ini, sering
kita mendengar dalam pemberitaan media televisi maupun media elektronik
mengenai tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat-
pejabat negara atau biasa disebut dengan penjahat kerah putih (white collar
crime).
Melihat keadaan yang akhir-akhir ini sering kita lihat dan dengar
,mungkin sudah tidak asing lagi dengan kasus Pencucian Uang yang
beberapa tahun terakhir ini menjadi bahan pembicaraan di berbagai media di
negara kita. Mengenai pengertian pencucian uang, yang dimaksud dengan
pencucian uang (money laundering) itu sendiri adalah suatu upaya
perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana
atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi
keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah
berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Pencucian uang yang disebut dengan istilah Money Laundering,
Mahmoeddin As dalam bukunya Analisis Kejahatan Perbankan yang dikutip
oleh Munir Fuady mengemukakan bahwa dalam sejarah hukum bisnis
munculnya money laundering dimulai dari negara Amerika Serikat sejak
Page 15
2
tahun 1830. Pada waktu itu banyak orang yang membeli perusahaan dengan
uang hasil kejahatan (uang panas) seperti hasil perjudian, penjualan
narkotika, minuman keras secara illegal dan hasil pelacuran. Pusat-pusat
gangster besar yang piawai masalah pencucian uang di Amerika Serikat
yang terkenal dengan nama kelompok legendaries Al Capone (Chicago).
Mayer Lansky memutihkan uang kotor milik kelompok Al Capone dengan
mengembangkan pusat perjudian, pelacuran, serta bisnis hiburan malam di
Las Vegas (Nevada). Lalu dikembangkan lagi offshore banking di Havana
(Cuba) dan Bahama. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh
kelompok ini menjadikan Mayer Lansky dijuluki sebagai bapak Money
Laundering Modern. Setelah memasuki tahun 1980 an kegiatan ini semakin
jadi dengan banyaknya penjualan obat bius. Bertolak dari sini dikenal istilah
narco dollar atau drug money yang merupakan uang hasil penjualan
narkotika. Perkembangan selanjutnya uang panas itu disimpan di lembaga
keuangan antaranya di bank. Penyimpanan uang panas ini dengan tujuan
agar uang hasil dari kejahatan itu menjadi legal.1
Bagi organisasi kejahatan, harta kekayaan sebagai hasil kejahatan
ibarat darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran harta
kekayaan melalui sistem perbankan internasional yang dilakukan
diputuskan, maka organisasi kejahatan tersebut lama-kelamaan akan
menjadi lemah, berkurang aktivitasnya, bahkan menjadi mati. Oleh karena
itu, harta kekayaan merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu
1 http://pembaharuan-hukum.blogspot.com/2009/02/pencucian-uang-sebagai-kejahatan_
03.html?=1 (diakses tanggal 9 Maret 2014).
Page 16
3
organisasi kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan bagi organisasi
kejahatan melakukan pencucian uang agar asal-usul harta kekayaan yang
sangat dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh penegak
hukum.2
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup terbuka menjadi
sasaran pemutihan uang, karena di Indonesia terdapat faktor–faktor
potensial sebagai daya tarik bagi pelaku money laundering, gabungan antara
kelemahan sistem sosial dan celah-celah hukum dalam sistem keuangan
antara lain sistem devisa bebas, tidak diusutnya asal-usul yang ditanamkan
dan perkembanganya pasar modal, pedagang valuta asing dan jaringan
perbankan yang telah meluas ke luar negeri. Melihat besarnya dampak yang
ditimbulkannya terhadap stabilitas pekonomian negara, maka sejumlah
negara telah menetapkan aturan yang cukup ketat guna mengungkap money
laundering.3
Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari
tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak
pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan
leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah
maupun tidak sah. Karena itu, tindak pidana. Pencucian Uang tidak hanya
mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem
2 Tim New Merah Putih, 2008, Undang-Undamg Pemberantasan Tindak Pidana Anti
Korupsi, Yogyakarta : New Merah Putih, hal. 196. 3 Financial Action Task Force on Money laundering, 2000, Report on Money:
Laundering Typologies, 1999-2003, hal. 2.
Page 17
4
keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam
konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui
melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas
untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta
kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi
kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan
tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk
menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran
dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana.
Dalam tindak pidana pencucian uang terkait dua tindak pidana, yaitu
kejahatan menghasilkan uang haram dan pencucian uang haram. Kualifikasi
tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana ke dalam penyedia jasa keuangan maupun yang lainnya, baik atas
nama sendiri atau atas nama orang lain. Berdasarkan ketentuan ini maka
adanya perbuatan korupsi tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu, cukup
kalau ada pengetahuan atau dugaan bahwa uang haram tersebut berasal dari
perbuatan korupsi, yaitu bila sudah terdapat bukti permulaan yang cukup.
Dalam tindak pidana pencucian uang terdapat lembaga khusus yang
berfungsi sebagai perantara untuk memberikan data transaksi mencurigakan
Page 18
5
kepada aparat penyidik yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Lembaga ini merupakan lembaga independen yang
akan melakukan fungsi penyelidikan yaitu mengumpulkan, menyimpan,
menganalisis, mengevaluasi informasi transaksi yang dicurigai dan diduga
sebagai perbuatan pencucian uang, sebelum informasi itu diteruskan kepada
penyidik untuk diproses berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP.)
Dalam prakteknya, orang-orang yang melakukan white collar crime
cenderung untuk melakukan kejahatan yang sama berulang kali jika dia
menganalis secara ekonomi keuntungan yang akan diperolehnya akan lebih
besar daripada biaya yang dikeluarkan. Keuntungan itu diperhitungkan dari
kemungkinan biaya bila tertangkap dan terbukti melakukan kejahatan serta
besarnya hukuman yang akan dijatuhkan. Bila biaya kejahatan yang telah
diperhitungkan lebih rendah dibandingkan keuntungan yang akan didapat
saat melakukan kejahatan tersebut, maka orang tersebut akan merespon
dengan melakukan kejahatan yang sama.4
Seperti yang telah kita ketahui akhir-akhir ini banyak para pelaku
yang sedang menjalani proses hukum terkait dengan tindak pidana
pencucian uang yang didakwakan kepada mereka. Harta kekayaan yang
dialirkan oleh para pelaku kepada penerimanya tersebut untuk
menyamarkan asal usulnya memang erat kaitannya berasal dari hasil tindak
pidana penyalahgunaan narkotika, terorisme korupsi, penyuapan atau
4 Hikmahanto Juwana, Bahan Kuliah Magister Hukum, Teori hukum, UI Press hal. 152.
Page 19
6
gratifikasi, walaupun tidak menutup kemungkinan dari hasil tindak pidana
lainnya. Dalam kasus pencucian uang yang saat ini sedang menjadi bahan
pembicaraan publik, yang menarik dalam kasus ini adalah Harta Kekayaan
yang mereka dapat dari hasil tindak pidana sebelumnya yang kemudian
untuk menutupi jejak/asal-usul dari harta kekayaan tersebut, kemudian harta
tersebut mereka alirkan ke berbagai pihak, mulai dari memasukkan ke
rekening keluarga, teman sampai bahkan membagikannya kepada public
figure atau artis.
Selain korupsi dan penyalahgunaan narkotika, banyak sekali
sebenarnya tindak pidana asal yang kemudian untuk menyamarkan hasil
dari tindak pidana tersebut oleh pelaku dilakukan pencucian uang agar
seolah-olah harta kekayaan tersebut berasal dari hasil yang legal atau sah.
Seperti tidak pidana terorisme, penipuan, dan masih banyak lagi seperti
yang termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan apa yang telah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti masalah mengenai pembuktian terhadap
pelaku pasif dalam tindak pidana pencucian uang, dan mencoba
menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : “PEMBUKTIAN
TERHADAP PELAKU PASIF ATAS HARTA KEKAYAAN DALAM
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Tinjauan Yuridis Putusan
No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda)”
Page 20
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang
permasalahan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah proses pembuktian terhadap pelaku pasif atas
harta kekayaan pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda ?
2. Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum Hakim dalam
menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku pasif pada Putusan
No.603/ Pid.Sus/2013/ PN.Sda ?
C. Tujuan Penelitian
Dari identifikasi rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuktian terhadap
pelaku pasif atas harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian
uang pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda.
2. Untuk mengetahui seperti apa gambaran mengenai dasar
pertimbangan hukum Hakim dalam membuat Putusan
pemidanaan terhadap pelaku pasif pada Putusan
No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda.
D. Kegunaan Penelitian
Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, maka diharapkan penulisan dan
pembahasan penulisan hukum ini dapat memberikan kegunaan dan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis sebagai bagian yang tak terpisahkan,
yaitu :
Page 21
8
1. Kegunaan Teoritis
a. Dengan dilakukannya penelitian hukum ini diharapkan bisa
memberikan gambaran mengenai bagaimana proses pembuktian
terhadap pelaku pasif atas harta kekayaan dalam tindak pidana
pencucian uang, terutama pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/
PN.Sda.
b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur
ilmiah, diskusi hukum seputar perkembangan hukum mengenai
bagaimana dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan
putusan pidana terhadap terdakwa pelaku pasif tindak pidana
pencucian uang pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat
memberikan masukan taupun informasi bagi pihak-pihak mengenai
proses pembuktian terhadap pelaku pasif atas harta kekayaan dalam
tindak pidana pencucian uang.
Page 22
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
a. Fungsi Hukum Acara Pidana
Fungsi hukum pidana formal atau hukum acara pidana adalah
melaksanakan hukum pidana material, artinya memberikan peraturan
cara bagaimana negara dengan mempergunakan alat-alatnya dapat
mewujudkan wewenangnya untuk mempidana atau membebaskan
pidana.
Dalam mewujudkan wewenang tersebut di atas, ada dua macam
kepenting-an yang menuntut kepada alat negara, yaitu:
1. Kepentingan umum, bahwa seorang yang melanggar suatu
peraturan hukum pidana harus mendapatkan pidana yang
setimpal dengan kesalahannya untuk mempertahan-kan
keamanan umum, dan
2. Kepentingan orang yang dituntut, bahwasanya orang yang
dituntut perkara itu harus diperlakukan secara jujur dan adil,
artinya harus dijaga jangan sampai orang yang tidak bersalah
dijatuhi pidana, atau apabila ia memang bersalah, jangan
sampai ia memperoleh pidana yang terlampau berat, tidak
seimbang dengan kesalahannya.
Menurut R. Soesilo, Hukum Acara Pidana fungsinya adalah
melaksanakan hukum pidana materiil artinya memberi peraturan, cara
Page 23
10
bagaimana Negara dan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya
untuk memidana atau membebaskan pidana.5
Secara lebih ringkas dikemukakan oleh Van Bemmelen seperti
yang dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya, menemukan tiga fungsi
acara pidana sebagai berikut6:
a. Mencari dan menemukan kebenaran;
b. Pemberian keputusan oleh hakim, dan;
c. Pelaksanaan keputusan.
Van Bemmelen7 dalam bukunya “Leerboek van het Nederlandes
Straf-procesrecht”, yang disitir Rd. Achmad S. Soema Dipradja8,
mengemukan bahwa pada pokoknya Hukum Acara Pidana mengatur
hal-hal:
1. Diusutnya kebenaran dari adanya persangkaan dilarangnya
Undang-undang pidana, oleh alat-alat negara, yang khusus
diadakan untuk keperluan tersebut.
2. Diusahakan diusutnya para pelaku dari perbuatan itu.
3. Diikhtiarkan segala daya upaya agar para pelaku dari perbuatan
tadi, dapat ditangkap, jika perlu untuk ditahan.
4. Alat-alat bukti yang telah diperoleh dan terkumpul hasil
pengusutan dari kebenaranpersangkaan tadi diserahkan kepada
hakim, demikian juga diusahakan agar tersangka dapat
dihadapkan kepada hakim.
5. Meneyerahkan kepada hakim untuk diambil putusan tentang
terbukti tidaknya daripada perbuatan yang disangka dilakukan
5 R. Soesilo, 1982, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bogor Politea, hal.
12. 6 Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia
Indonesia, hal. 8-9. 7 Andi Hamzah, 1983 Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia , Jakarta : Ghalia
Indonesia, hal. 19. 8 Rd. Achmat S. Soema Dipradja,1977, Pokok-pokok Hukum Acara Pidana, Pen.
Alumni Bandung, hal. 16, dikutip dari bukunya D. Soedjono, 1982, Pemeriksaan Pendahuluan
menurut K.U.H.A.P. Pen. Alumni Bandung, hal. 1.
Page 24
11
oleh tersangka dan tindakan atau hukuman apakah yang lalu
akan diambil atau dijatuhkan.
6. Menentukan daya upaya hukum yang dapat dipergunakan
terhadap putusan yang diambil Hakim.
7. Putusan yang pada akhirnya diambil berupa pidana atau
tindakan untuk dilaksanakan.
Demikian pula menurut Rd. Achmad S Soema Dipradja, bahwa
hukum acara pidana adalah ”untuk menentukan, aturan agara para
pengusut dan pada akhirnya Hakim, dapat berusaha menembus ke arah
ditemukannya kebenaran dari perbuatan yang disangka telah dilakukan
orang”9.
Menurut Bambang Poernomo bahwa tugas dan fungsi hukum
acara pidana melalui alat perlengkapannya, ialah10
:
1. Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran;
2. Menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan;
3. Melaksanakan keputusan secara adil.
b. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan Hukum Acara Pidana pada hakekatnya adalah mencari
kebenaran dan mengarahkan pada posisi untuk mencapai kedamaian,
para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa sampai kepada hakim
dalam menyidik, menuntut, dan mengadili perkara harus senantiasa
berdasar kebenaran dan hal-hal yang sungguh terjadi. Selain itu para
penegak hukum hendaknya dalam menjalankan fungsi dan wewenang
9 Ibid.
10 Bambang Poernomo,1988 Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana,
Yogyakarta: Liberty, hal. 29.
Page 25
12
senantiasa berpedoman kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana sebagai landasannya.
Selain fungsi hukum acara pidana yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat dikemukakan tujuan dari hukum acara pidana, sebagaimana
telah dirumuskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP tahun 1982,
bahwa Tujuan dari hukum acara pidana adalah:
1. Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan
tepat;
2. Untuk mencari siapa pelakunya yang dapat didakwakan
melakukan pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan
dan menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan;
3. Setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya
hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka hukum acara pidana
mengatur pula pokok acara pelaksanaan dan pengawasan dari
putusan tersebut.
Page 26
13
Dengan demikian berdasarkan Pedoman Pelaksanaan KUHAP
tersebut di atas, telah menyatukan antara tujuan dan tugas atau fungsi
hukum acara pidana, namun seharusnya tujuan tujuan hukum acara
pidana dari segi teoritis diparalel-kan dengan tujuan hukum pada
umumnya yaitu untuk mencapai “kedamaian” dalam masyarakat.
Selanjutnya dalam operasionalisasi tujuan hukum acara pidana dari segi
praktis adalah untuk mendapatkan suatu kenyataan yang ”berhasil
mengurangi keresahan dalam masyarakat berupa aksi sosial yang bersifat
rasional dan konstruktif didasarkan kebenaran hukum dan keadilan
hukum”11
.
Menurut pendapat dari S. Tanusoebroto dalam bukunya
mengemukakan tujuan Hukum Acara Pidana adalah12
:
“Tujuan Hukum Acara Pidana adalah mengatur tata cara dalam
rangka ikhtiar untuk menentukan kebenaran daripada felt yang
disangka telah diperbuat orang sehingga terbukalah kemungkinan
justru untuk mencegah dilakukannya penuntutan terhadap
seseorang yang telah bersalah untuk dijatuhi sanksi pidana.”
Selain dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP di atas, yang telah
merumuskan mengenai tujuan hukum acara pidana, maka di sini ada
beberapa pendapat dari para sarjana yang mengemukakan tentang tujuan
hukum acara pidana, sebagai berikut :
11
Ibid. 12
S.Tunusoebroto, 1984, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana Cetakan Pertama,
Armico : Bandung, Hal. 9.
Page 27
14
Menurut R. Soesilo13
, bahwa “tujuan daripada hukum acara
pidana, adalah sebagai berikut “pada hakekatnya memang mencari
kebenaran. Para Penegak hukum mulai dari polisi, jaksa sampai kepada
Hakim dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara senantiasa
harus berdasar kebenaran, harus berdasarkan hal-hal yang sungguh-
sungguh terjadi”. Lanjut dikemukakan bahwa “Dalam mencari kebenaran
ini, hukum acara pidana menggunakan bermacam-macam ilmu
pengetahuan seperti kriminalistik, daktiloskop, ilmu dokter kehakiman,
photografi dan lain sebagainya, agar supaya jangan sampai terdapat
kekeliruan-kekeliruan dalam memidana orang”.
Menurut Andi Hamzah14
, bahwa tujuan daripada hukum acara
pidana adalah sebagai berikut “mencari dan menemukan kebenaran
material itu hanya merupakan tujuan antara, artinya ada tujuan akhir
yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal ini,
mencapai suatu masyarakat yang tertib, tentram, damai, adil dan
sejahtera (tata tentram kerta raharja)”.
Menurut Moch. Faisal Salam15
, tujuan hukum acara pidana adalah
“untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku
13
R. Soesilo, Op.Cit. hal. 19. 14
Andi Hamzah, Loc.Cit. 15
Moch. Faisal Salam, Op. Cit. hal.1.
Page 28
15
yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan
dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Tujuan dari hukum acara pidana ini juga sudah termuat dalam
landasan atau garis-garis tujuan yang hendak dicapai oleh Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pada dasarnya telah
ditelaah pada huruf (e) konsiderans yang merumuskan :
“Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu
dibidang Hukum Acara Pidana adalah agar masyarakat
menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan
pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan
fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum,
keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang 1945”.
Dari beberapa pendapat sarjana mengenai tujuan dan fungsi
Hukum Acara Pidana yang sudah dikemukakan di atas harus senantiasa
memperhatikan hak-hak asasi manusia dan konsekuensi bagi penegak
hukum untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
KUHAP dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, kebenaran
materiil merupakan hal yang paling penting dalam pelaksanaan KUHAP.
B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Hukum yang baik dalam pelaksanannya harus mempunyai landasan-
landasan asas dan juga prinsip. Landasan-landasan ini sebagai dasar patokan
hukum yang melandasi Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dalam penerapan penegakkan hukum. Asas-asas atau prinsip
Page 29
16
hukum inilah tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegakk
hukum dalam menerapkan pasal-pasal yang terdapat pada Kitap Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Asas-asas ini bukan saja hanya
menjadi pedoman dan patokan bagi aparat penegak hukum saja, tetapi juga
bagi setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas
pelaksanaan tindakan yang menyangkut Kitap Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Andi Hamzah16
, terdapat sembilan asas penting dalam
hukum acara pidana, yaitu:
1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Suatu peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan
biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan
secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. Berdasarkan
penjelasan umum KUHAP Butir 3 Huruf e ditegaskan sebagai berikut:
“Peradilan harus dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biaya
ringan serta bebas jujur, dan tidak memihak harus diterapkan
secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.”
Berdasarkan ketentuan tersebut juga ditegaskan dalam ketentuan
Pasal 59 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP yang pada intinya bahwa
tersangka dan terdakwa berhak:
a. Segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik;
b. Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;
c. Berhak perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut
umum; dan
d. Berhak segera diadili oleh pengadilan.
16
Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta : Sinar
Grafika, hal. 23.
Page 30
17
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menunjukkan sistem peradilan cepat, dengan banyak menggunakan
istilah “segera”. Menurut Andi Hamzah17
bahwa istilah “satu kali dua
puluh empat jam” lebih pasti dari pada istilah “segera”. Demikianlah
sehingga ketentuan yang sangat bagus ini perlu diwujudkan dalam
praktik penegak hukum. Ia mengharapkan sebaiknya dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan yang akan dihindari istilah “segera”,
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan semacamnya dan diganti
dengan “satu kali dua puluh empat jam”, “tiga kali dua puluh empat
jam”, “dua bulan”, dan seterusnya.
Mengenai pelimpahan berkas dari Pengadilan Negeri ke
Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding juga diatur
sedemikian rupa, agar tercapai pengadilan yang bersifat tepat. Pasal 110
KUHAP mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik
dengan kata “segera.”
Pasal 140 ayat (1) KUHAP, merumuskan bahwa:
“Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil
penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu
secepatnya membuat surat dakwaan.”
Berdasarkan pasal tersebut yang juga terdapat kata secepatnya,
berarti penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan tidak boleh
ditunda-tunda dalam penyelesaian dan harus sesuai dengan tanggung
jawab. Dalam KUHAP Tentang asas sederhana dan biaya ringan:
17
Andi Hamzah, Op. Cit. hal. 19.
Page 31
18
a. Penggabungan pemeriksaan perkara pidana dengan tuntutan
ganti rugi yang bersifat perdata oleh seorang korban yang
mengalami kerugian sebagai akibat langsung dari tindak
pidana yang dilakukan oleh terdakwa (Pasal 98);
b. Banding tidak dapat diminta terhadap putusan acara cepat;
c. Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut
ganti rugi pada sidang praperadilan, tidak kurang artinya
sebagai pelaksanaan prinsip mempercepat dan
menyederhanakan poses penahanan;
d. Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungional, nyata-
nyata memberi kesederhanaan penanganan fungsi dan
wewenang penyidikan, agar tidak terjadi penyidikan bolak-
balik, timpang tindih dan saling bertentangan.
Proses perkara pidana dengan biaya ringan diartikan
menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya
para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang
berkepentingan atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding,
karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari hasil yang diharapkan.
Menurut Andi Hamzah18
, peradilan cepat (terutama untuk
menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim)
merupakan bagian dari hak asasi manusia. Begitu pula peradilan yang
18
Ibid. hal. 11.
Page 32
19
bebas, jujur, dan tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang
tersebut.
Secara ringkasnya menurut Sudikno Mertokusumo19
Sederhana
adalah sederhana peraturannya, sederhana untuk dipahami dan tidak
berbelit-belit. Cepat berarti tidak berlarut-larut proses penyelesaiannya.
Beaya ringan berarti beaya untuk mencari keadilan itu dapat terpikul
oleh rakyat. Itu semuanya dengan tanpa mengorbankan ketelitian untuk
mencari kebenaran dan keadilan.
2. Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Asas ini dapat di lihat dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP,
bahwa:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan
atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap
tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
tetap.”
Asas ini merupakan asas penghormatan kepada seseorang yang
berhadapan dengan hukum dikatakan tidak bersalah sebelum adanya
putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
3. Oportunitas
Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang
melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan
kepentingan umum. Asas ini merupakan wewenang dari Kejaksaan
19
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta:
Liberty, hal. 123.
Page 33
20
Agung sesuai dengan ketentuan Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, bahwa:
“Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan
suatu perkara demi kepentingan umum”
A.Z. Abidin seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah memberi
suatu rumusan tentang asas oportunitas adalah asas hukum yang
memberikan wewenangnya kepada Penuntut Umum untuk menuntut
atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi
yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.20
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pada dasarnya setiap persidangan bersifat terbuka untuk umum
kecuali persidangan mengenai perkara kesusilaan atau terdakwanya
anak-anak. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 153
ayat (3) KUHAP, bahwa:
“Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka
sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam
perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”
Apabila hakim tidak membuka sidang tersebut terbuka untuk
umum, maka hakim melanggar ketentuan ketentuan dan mengakibatkan
putusan hakim pengadilan menjadi “batal demi hukum”. Terhadap
ketentuan ini ada kecualinya mengenai perkara yang menyangkut
kesusilaan dan terdakwanya terdiri dari anak-anak, dalam hal ini
persidangan dapat dilakukan dengan tertutup. Menurut pendapat Andi
20
Ibid. hal. 14.
Page 34
21
Hamzah21
bahwa ketentuan yang terdapat di dalam pasal tersebut terlalu
limitatif, seharusnya hakim diberikan kebebasan untuk menentukan
sesuai situasi dan kondisi apakah sidang tersebut terbuka atau tertutup
untuk umum.
Yahya Harahap22
berpendapat bahwa semua persidangan
pengadilan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim hendak
membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum.”
Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruang sidang. Pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka,
sehingga dengan demikian makna prinsip persidangan terbuka untuk
umum benar-benar tercapai. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka
untuk umum disebut sebagai asas demokrasi. Asas ini memberi makna
yang mengarahkan tindakan penegakan hukum di Sistem Peradilan
Indonesia (SPP) Indonesia harus dilandasi jiwa “persamaan” dan
“keterbukaan” serta musyawarah dan mufakat dari majelis peradilan
dalam mengambil keputusan.
5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim
Penjelasan Umum Butir 3a Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) bahwa perlakuan yang sama atas diri setiap orang di
muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. Jadi
sesuai dengan ketentuan pasal tersebut di atas telah ditegaskan bahwa
21
Andi Hamzah, Op. Cit. 22
M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua,
Jakarta : Sinar Grafika, hal. 110.
Page 35
22
peradilan memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang di
dalam pemeriksaan hakim tanpa adanya pembedaan. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo, dimuka hukum semua orang
adalah sama (equality before the law). Pengadilan tidak hanya mengadili
berdasarkan undang-undang seperti yang tercantum dalam Pasal 20 AB,
tetapi mengadili menurut hukum23
.
6. Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap
Ini berarti pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk
jabatannya hakim-hakim ini diangkat oleh Kepala Negara. Berdasarkan
rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa:
“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.”
Prinsip ini sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut
undang-undang, yakni sistem pembuktian undang-undang secara
negatif. Mewajibkan hakim mencari kebenaran hakiki (ultimate truth) di
dalam membuktikan kesalahan terdakwa berdasarkan batas minimum
pembuktian menurut undang-undang dengan alat bukti yang sah.24
7. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
23
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit. 24
M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 112.
Page 36
23
Asas ini memberikan harkat dan martabat kepada tersangka atau
terdakwa bahwa mereka sederajat dengan manusia lainnya. Bantuan
hukum dapat diperoleh oleh tersangka sejak saat di tangkap atau di
tahan pada semua tingkat pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 69 sampai
dengan 74 KUHAP dirumuskan bahwa tersangka atau terdakwa
mendapatkan:
1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak tersangka ditangkap
atau ditahan (Pasal 69 KUHAP);
2. Bantuan hukum diberikan pada semua tingkat pemeriksaan
(Pasal 69 KUHAP);
3. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau
terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu
(Pasal 70 ayat (1) KUHAP);
4. Pembicaraan antara penasehat hukum saat menghubungi
tersangka tidak didengar oleh penyisik dan penuntut umum
kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara (Pasal
71 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP);
5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau
penuntut umum guna kepentingan pembelaan (Pasal 72
KUHAP);
6. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari
tersangka atau terdakwa (Pasal 73 KUHAP).
Page 37
24
Pengecualian dari pasal tersebut di atas terdapat pada ketentuan
Pasal 56 ayat (1) KUHAP merupakan kewajiban dari aparat penegak
hukum menegaskan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
ancaman pidana 15 tahun penjara atau lebih yang tidak mempunyai
penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua
tingkat pemeriksan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat
hukum bagi mereka.
Menurut Andi Hamzah25
pembatasan-pembatasan hanya
dikenakan jika penasehat hukum menyalahgunakan hak-haknya
tersebut. Kebebasan-kebebasan dan kelonggaran-kelonggaran tersebut
hanya dari segi yuridis semata-mata bukan dari segi politik, sosial dan
ekonomi.
8. Akusator dan inkusitor (Accusatoir dan Inqusitoir)
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum
menunjukkan bahwa KUHAP telah menganut asas akusator. Ini artinya
perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang
pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.
Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka atau
terdakwa dalam setiap pemeriksaan sebagai subjek, bukan objek
pemeriksaan, karena itu kedudukan tersangka atau terdakwa harus
didudukkan dalam kedudukan yang mempunyai harkat dan martabat.
25
Andi Hamzah, Op. Cit. hal. 21.
Page 38
25
Kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa
menjadi objek dalam prinsip akusator.26
Menurut Andi Hamzah27
, prisnsip inkusitor adalah
menempatkan tersangka atau terdakwa sebagai objek yang dapat
diperlakukan dengan sewenang-wenang. Sedangkan menurut L. J. Van
Apeldoorn yang dimaksud akusator dan inkusitor adalah:
Sifat accusatoir ialah prinsip, bahwa dalam acara pidana,
pendakwa (penuntut umum) dan terdakwa berhadapan sebagai pihak
yang sama haknya. Penuntut umum dan terdakwa melakukan
pertarungan hukum (rechtsstriid) di muka hakim yang tidak berpihak;
Kebalikannya ialah asas inquisitoir dalam mana hakim sendiri
mengambil tindakan untuk mengusut, hakim sendiri bertindak sebagai
pendakwa, jadi dalam mana tugas dari orang yang menuntut, orang yang
mendakwa dan hakim disatukan dalam satu orang.28
9. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di tingkat pengadilan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan
acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.
Menurut Andi Hamzah29
hal ini berkaitan dengan tujuan hukum
acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, di mana hakim
26
Ibid. hal. 22. 27
Loc. Cit. 28
L. J. Van Apeldoorn, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.
338. 29
Ibid.
Page 39
26
melakukan pemeriksaan di tingkat pengadilan haruslah secara langsung.
Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis
antara hakim dan terdakwa.
C. Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang
bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang
atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang
kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari
kegiatan yang sah.30
Pencucian uang atau money laundering merupakan rangkaian
kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau
organisasi terhadap uang haram, yaitu uang dimaksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama
memasukan uang tersebut ke dalam sistemkeuangan (financial system)
sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem
keuangan itu sebagai uang yang halal.
30
Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 19.
Page 40
27
Ada beberapa ahli yang mempunyai pendapat tentang pengertian
pencucian uang atau money laundering:31
1. Menurut Welling
Pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan
sumber tidak sah atau aplikasi pendapat tidak sah,sehingga
pendapatan itu menjadi sah.
2. Menurut Fraser
Pencucian uang adalah sebuah proses yang sungguh
sederhana dimana uang kotor di proses atau dicuci melalui
sumber yang sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati
keuntungan tidak halal itu dengan aman.
3. Menurut M.Giovanoli
Money laundering merupakan proses dan dengan csra seperti
itu,maka aset yang di peroleh dari tindak pidana
dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut
seolah berasal dari sumber yang sah.
4. Mr.J.Koers
Money laundering merupakan suatu cara untuk mengedarkan
hasil kejahatan kedalam suatu peredaran yang sah dan
menutupi asal-usul tersebut.
5. Byung-Ki Lee
Money laundering merupakan proses memindahkan kekayaan
yang di peroleh dari aktivitas yang melawan hukum menjadi
modal yang sah.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2003
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, Pencucian uang adalah perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
31 http://panduanhukum.blogspot.com/2012/05/pengertian-tindak-pidana-pencucian-
uang.html (diakses tanggal 11 Maret 2014).
Page 41
28
maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Adapun menurut ketentuan Article 38 (3) Finance Act 1993
Luxembourg, pencucian uang dapat didefinisikan sebagai32
:
“Suatu perbuatan yang terdiri atas penipuan, menyembunyikan,
pembelian, pemilikan, menggunakan, menanamkan, penempatan,
pengiriman, yang dalam undang-undang yang mengatur
mengenai kejahatan atau pelanggaran secara tegas menetapkan
status perbuatan tersebut sebagai tindak pidana khusus, yaitu
suatu keuntungan ekonomi yang diperoleh dari tindak pidana
lainnya.”
N.H.T. Siahaan dalam bukunya menyimpulkan tentang
pengertian tindak pidana pencucian uang (money laundering) sebagai
perbuatan yang bertujuan mengubah suatu perolehan dana secara tidak
sah supaya terlihat diperoleh dari dana atau modal yang sah33
.
Sedangkan Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa tidak ada
definisi yang universal dan komprehensif mengenai tindak pidana
pencucian uang (money laundering), karena berbagai pihak seperti
institusi-institusi investigasi, kalangan pengusaha, Negara-negara dan
organisasi-organisasi lainnya memiliki definisi-definisi sendiri untuk itu.
Akan tetapi dia mengambil kesimpulan tentang berbagai definisi tentang
pencucian uang sebagai berikut34
:
“Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian
kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
32
Arief Amrullah, 2004, Money Laundering (Tindak Pidana Pencucian Uang), Malang
: Bayu Media, hal.10-11. 33
N.H.T. Siahaan, 2005, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, hal. 7. 34
Sutan Remy Sjahdeini, 2004, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, hal. 5.
Page 42
29
atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari
tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau
otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak
pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang
tersebut ke dalam system keuangan (financial system) sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan
itu sebagai uang halal.”
Sebagai catatan berkenaan dengan definisi tindak pidana
umumnya, maka masalah definisi tindak pidana pencucian uang menjadi
sesuatu yang sangat penting. Pentingnya menentukan definisi dalam
tindak pidana antara lain berkaitan dengan asas lex certa, yaitu nullum
crimen sine lege stricta atau tiada suatu kejahatan tanpa peraturan yang
jelas dan terbatas. Hal ini juga menyiratkan bahwa ketentuan tindak
pidana harus dirumuskan secara jelas dan limitatif atau terbatas, tidak
bersifat karet, untuk menjaga kepastian hukum. Implikasinya akan
menunjukkan rumusan delik, siapa yang dimaksud sebagai pelaku, lalu
apa saja yang dimaksud unsur objektif dan subjektif35
. Tindak pidana
atau delik secara singkat berarti, “suatu kelakuan manusia yang oleh
peraturan perundang-undangan diberikan sanksi pidana, atau
merupakan perilaku manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam
pidana.”36
Mengenai pengertian dan juga kriteria yang tergolong tindak
pidana pencucian uang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
35
Yenti Ganarsih,2009, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), Jakarta :
FHUI, hal. 47. 36
Ibid. hal. 194.
Page 43
30
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang yaitu termuat dalam Pasal 3, 4 dan 5 :
Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang
dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,0 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 4
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hakhak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena
tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 5
Ayat (1)
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Dari rumusan pasal tersebut terlihat bahwa mengenai pengertian
maupun kategori-kategori yang bisa tergolong dalam tindak pidana
pencucian uang dari pembuat undang-undang memang sudah sedemikan
rupa dibuat sebiasa mungkin untuk mengakomodir tindakan-tindakan
Page 44
31
dalam kategori tindak pidana pencucian uang, juga sangat membatsi
ruang gerak para pelaku yang akan melakukan pencucian uang dari hasil
tindak pidana. Dan terlihat juga bahwa pemerintah memang sangat
bersemangat untuk memerangi dan memberantas tindak pidana
pencucian uang. Hal itu terlihat dalam sanksi pidana yang termuat dalam
undang undang tersebut yang begitu besar dan membuat orang yang akan
berpikir berkali-kali untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.
2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang
Suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana, maka
perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang
dilakukan tersebut. Termasuk juga dalam tindak pidana pencucian uang
ini, jika seseorang atau badan hukum yang melakukan pencucian uang
baik sebagai pelaku aktif maupun pasif maka harus memenuhi unsur-
unsurnya.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang disebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang tersebut. Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang
dimaksud adalah unsur pelaku, unsur perbuatan melawan hukum serta
unsur merupakan hasil tindak pidana.
Mengenai tindak pidana pencucian uang, pengaturan secara
yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
Page 45
32
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana37
:
a. Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap
Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang).
b. Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan
kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang (diakses tanggal 3 Maret 2014).
Page 46
33
Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan
pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor
yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini. (Pasal 5 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ).
c. Ketiga
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia
No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, dikenakan pula bagi mereka
yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang
dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan
melakukan pencucian uang.
Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: adanya
unsur objektif (actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur
objektif (actus reus) dapat dilihat dengan adanya suatu kegiatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan,
menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar
Page 47
34
negari, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang
diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur
subjektif (mens rea) dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan
sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal
dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan harta tersebut38
.
Ketentuan yang ada dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terkait
perumusan tindak pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap
orang” dimana dalam Pasal 1 angka (9) ditegaskan bahwa Setiap orang
adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian
korporasi terdapat dalam Pasal 1 angka (10). Dalam pasal ini
disebutkan bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan
yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum. Sementara itu, yang dimaksud dengan “transaksi” menurut
ketentuan dalam Undang-undang ini adalah seluruh kegiatan yang
menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Adapun “transaksi
keuangan” diartikan sebagai transaksi untuk melakukan atau menerima
penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah bukuan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang
berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur
38
http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html (diakses tanggal 11 Juni 2014).
Page 48
35
tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang
mencurikan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai
maupun melalui proses pentransferan/memindahbukukan.
Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut ketentuan yang
tertuang pada pasal 1 angka (5) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
adalah:
a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan;
b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa keuangan yang patut
diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan
oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini;
c. Transaksi keuangan yang dilakukan maupun yang batal
dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga
berasal dari hasil tindak pidana; atau
d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk
dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta
kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Bisa dikatakan merupakan tindak pidana pencucian uang, salah
satunya harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku
melakukan tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan
hasil tindak pidana. Pengertian “hasil tindak pidana” ini diuraikan pada
Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada pasal ini harta
Page 49
36
kekayaan yang dikualifikasikan sebagai harta kekayaan hasil tindak
pidana adalah harta yang berasal dari kejahatan, antara lain :
Ayat (1) :
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4
(empat) tahun atau lebih yang dilakukan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Ayat (2) :
Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan
digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau
teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Page 50
37
Dengan mengingat bahwa pencucian uang merupakan tindak
pidana “dampak”, maka Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menentukan tindak pidana dari primer money laundering ada 26 jenis
yang sudah disebutkan dalam Pasal 2 di atas. Merujuk uandang-undang
tersebut, yang dimaksud sebagai pencucian uang adalah tindakan tiap
orang melakukan transfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang/surat berharga dan perbuatan lain.
Upaya itu bertujuan untuk menyembunyikan menyamarkan atas
aset yang diperoleh secara tidak sah. Dari beberapa kasus korupsi, sering
muncul modus menitipkan atau mengibahkan aset, baik berupa simpanan
uang, rumah dan maupun mobil kepada orang-orang di sekitar pekaku.
Misalnya kepada anggota keluarga, teman atau sopir pribadi.39
Dalam ketentuan sebagaimana yang sebutkan pada Pasal 3
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terdapat beberapa
tindakan yang dapat dikualifikasi kedalam bentuk tindak pidana
pencucian uang, yakni tindakan atau perbuatan yang dengan sengaja :
1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan
baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal
39
Hibnu Nugroho, 2013, “Honor Penyanyi Dangdut”, Suara Merdeka, 23 November
2013.
Page 51
38
diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh
melalui tindak pidana.
2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, dari suatu
penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain,
baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.
3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari
tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau atas nama
pihak lain.
4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari
hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri ataupun atas nama
pihak lain.
5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh berdasarkan tindak pidana, baik
atas namanaya sendiri atau atas nama pihak lain.
6. Membawa ke luar negeri harta yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta yang diproleh dari tindak pidana.
7. Menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan
yang diketahui atau patut diduga merupakan harta hasil tindak
pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan
Page 52
39
tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta
kekayaan tersebut.
Mengenai pembuktian tindak pidana pencucian uang ini nantinya
hasil tindakan pidana merupakan unsur delik yang harus dibuktikan.
Pembuktian apakah benar atau tidaknya harta kekayaan tersebut
merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan adanya
tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut. Bukan untuk
membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal (predicate
crime) yang menghasilkan harta kekayaan.
D. Pembuktian Terhadap Pelaku Pasif Dalam Tindak Pidana Pencucian
Uang
1. Pengertian Pembuktian
Pembuktian merupakan titik sentral dan memegang peranan yang
sangat penting dalam pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan.
Hal ini dikarenakan pada pembuktian di tentukan bersalah atau tidaknya
seorang terdakwa. Apabila bukti yang disampaikan di pengadilan tidak
mencukupi atau tidak sesuai dengan yang disyaratkan maka terdakwa
akan dibebaskan. Namun apabila bukti yang disampaikan mencukupi
maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Oleh karena itu proses
pembuktian merupakan proses yang penting agar jangan sampai orang
yang bersalah dibebaskan karena bukti yang tidak cukup. Atau bahkan
orang yang tidak bersalah justru dinyatakan bersalah.
Page 53
40
Pengertian pembuktian memang sangat beragam, setiap ahli
hukum memiliki definisi masing-masing mengenai pembuktian. Banyak
ahli hukum yang mendefinisikan pembuktian ini melalui makna kata
“membuktikan”. Membuktikan menurut Sudikno Mertokusumo40
disebut dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada
hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Sedangkan
Subekti41
menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim
tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan. Berdasarkan definisi para ahli hukum tersebut,
membuktikan atau pembuktian dapat dinyatakan sebagai proses untuk
menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan
didasarkan pada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak, sehingga pada
akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan siapa yang benar dan siapa
yang salah.
Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa
pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,
sehingga harus mempertanggungjawabkannya42
. Pembuktian adalah
ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-
cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan
40
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit. hal. 135. 41
Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramitha, hal. 1. 42
Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hal.
133.
Page 54
41
yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan
boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan43
.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana atau biasa disebut dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) tidak memberikan penjelasan mengenai
pengertian pembuktian. KUHAP hanya memuat peran pembuktian
dalam Pasal 183 yang merumuskan :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.”
Sedangkan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang
tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu :
Alat bukti yang sah ialah:
a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa.
Beberapa ajaran yang berhubungan dengan sistem pembuktian,
antara lain :
a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan
Hakim Semata (Conviction In Time)
Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya-
tidaknya terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya
tergantung pada penilaian "keyakinan" hakim semata-mata. Jadi
43
M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 273.
Page 55
42
bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa
sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim
tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada.
Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti
tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat
dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara
hakim menjadi subjektif sekali. Kelemahan pada sistem ini
terletak pada terlalu banyak memberikan kepercayaan kepada
hakim, kepada perseorangan sehingga sulit untuk melakukan
pengawasan. Hal ini terjadi di praktek Peradilan Perancis yang
membuat pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak
mengakibatkan putusan bebas yang aneh.
b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim
Atas Alasan yang Logis (Conviction In Raisone)
Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga
mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-
satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi
keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang
nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan
hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak
diisyaratkan, Meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh
undang-undang tetapi hakim bisa menggunakan alat-alat bukti di
Page 56
43
luar ketentuan undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan
adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan
dengan alasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem
pembuktian convition in raisone harus dilandasi oleh
“reasoning” atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus
“reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat
diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan
keyakinan yang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut
dengan sistem pembuktian bebas44
.
c. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif
(Positif Wettelijks theode)
Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem
pembuktian conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran
bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada
tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang yang dapat
dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif wettelijk
sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan
keyakinan hakim. Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan
yang dilakukan terdakwa, akan tetapi dalam pemeriksaan di
persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat
bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus
dibebaskan. Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhi
44
Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata, Bandung : Citra
Aditya, hal. 56.
Page 57
44
cara-cara pembuktian dan alat bukti yang sah menurut undang-
undang, maka terdakwa tersebut bisa dinyatakan bersalah dan
harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim
akan berusaha membuktikan kesalahan terdakwa tanpa
dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar objektif karena
menurut cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-
undang kelemahannya terletak bahwa dalam sistem ini tidak
memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesan-kesan
perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip hukum
acara pidana. Sistem pembuktian positif yang dicari adalah
kebenaran format, oleh karena itu sistem pembuktian ini
digunakan dalam hukum acara perdata. Positief wettelijk
bewijstheori systeem di benua Eropa dipakai pada waktu
berlakunya Hukum Acara Pidana yang bersifat Inquisitor.
Peraturan itu menganggap terdakwa sebagai objek pemeriksaan
belaka, dalam hal ini hakim hanya merupakan alat perlengkapan
saja45
.
d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara
Negatif (Negative Wettelijk).
Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana
apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan
undang-undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang
45
Darwin Prinst, Op.Cit. Hal. 65.
Page 58
45
didapat dari adanya alat-alat bukti itu. Dalam Pasal 183 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan
sebagai berikut :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah Ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya”.
Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa
menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif
terdapat dua komponen yaitu46
:
a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang;
b. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang.
Sistem ini memadukan unsur “objektif dan subjektif”
dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang
paling dominan di antara kedua unsur tersebu. Jika salah satu
diantara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup mendukung
keterbuktian kesalahan terdakwa.
Dapat disimpulkan bahwa hakim dalam membuat keputusan
harus didasarkan dengan alat-alat bukti dipersidangan dan dengan alat
bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang tindak pidana
tersebut. Di Indonesia sendiri menganut sistem pembuktian menurut
46
M. Yahya Harahap, Op.Cit. hal. 279.
Page 59
46
undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 183 KUHAP yang isinya :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada orang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya.”
Dengan demikian Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana KUHAP mengatur untuk menentukan salah atau tidaknya seorang
terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, harus :
a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah
b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.47
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian pembuktian,
macam-macam sistem pembuktian sampai dengan sistem pembuktian
yang dianut oleh Indonesia melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang sudah dijelaskan di atas, maka aturan mengenai
pembuktian ini yang merupakan bagian dari rangkaian beracara di dalam
persidangan berlaku untuk semua tindak pidana yang diatur di Indonesia,
termasuk tindak pidana pencucian uang dan juga pelaku pasifnya.
2. Pengertian Harta Kekayaan
Pengertian Harta Kekayaan menurut Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu:
47
Ibid, hal. 280.
Page 60
47
“semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud”.
Sedangkan pengertian Harta Kekayaan menurut Pasal 1 angka 13
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu:
“semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik
secara langsung maupun tidak langsung."
Berdasarkan pengertian mengenai harta kekayaan dari kedua
definisi tersebut, maka yang termasuk dalam harta kekayaan adalah
semua benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
berwujud maupun tidak berwujud, yang diperoleh secara langsung
maupun tidak langsung. Penjabaran dari harta kekayaan tersebut bisa
termasuk dari harta kekayaan yang berasal dari kejahatan yang dilakukan
pencucia uang. Harta kekayaan yang berasal dari kejahatan atau tindak
pidana asal ini menjadi tujuan utama dan juga sebagai objek dari
pencucian uang yang dilakukan para pelaku.
3. Kriteria Pelaku Pasif
Pencucian uang sebagai suatu tindak kejahatan yang berdimensi
internasional yang bukan merupakan hal baru lagi di berbagai negara
termasuk Indonesia. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak
perlu mempertimbangkan hasil yang diperoleh, dan besarnya uang yang
dikeluarkan, karena tujuan utamanya untuk menyamarkan atau
menghilangkan asal usul uang. Sehingga pada akhirnya dapat dinikmati
atau digunakan secara aman. Tujuan kriminalisasi pencucian uang adalah
Page 61
48
untuk mencegah segala bentuk praktik penyamaran hasil kekayaan yang
didapatkan dari hasil kejahatan. Kejahatan money laundering diancam
dengan sanksi pidana. Pelaku dapat menggunakan hasil kejahatannya
secara “aman” tanpa dicurigai oleh aparat penegak hukum, sehingga
berkeinginan untuk melakukan kejahatan lagi, atau untuk melakukan
kejahatan lain yang terorganisir.48
Dalam perkembangan tindak pidana pencucian uang yang sampai
saat ini terus berkembang, apabila dilihat dari munculnya pencucian uang
ini, di mana tindak pidana pencucian uang ini muncul karena ada
kelanjutan dari tindak pidana asal yang mendahuluinya atau dilakukan
lebih dahulu. Selain menjerat pada pelaku utama atau biasa disebut
pelaku aktif yang melakukan pencucian uang, juga bisa menjerat pelaku
pasif dalam proses pencucian uang ini.
Mengenai pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku pasif
(penerima pasif) ini tidak serta merta semua pelaku pasif dapat
dikenakan sanksi pidana. Untuk menentukan pelaku pasif dapat
dikenakan sanksi pidana atau tidak, maka harus ada kriteria-kriteria yang
menentukan bahwa seorang pelaku pasif dapat dikenakan sanksi pidana.
Kriteria tersebut termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, bahwa :
Ayat 1 :
48
Deni Krisnawati, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Pena
Pundi Aksara, hal. 126.
Page 62
49
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, maka pelaku pasif yang
menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dan apabila tidak melaporkan kewajibannya sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka pelaku pasif
tersebut dapat dikenakan sanksi dipidana.
Jika cermati, sebenarnya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 tersebut terdiri dari 2 (dua) ketentuan tentang tindak pidana
pencucian uang, yaitu49
:
a. Setiap Orang yang menerima penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan basil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
b. Setiap Orang yang menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
49
R. Wiyono, 2014, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 71.
Page 63
50
diduganya merupakan basil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
Sesuai dengan ketenyuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 9,
yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam Pasal 5 adalah :
a. Orang perseorangan; atau
b. Korporasi
Jadi sebenarnya tindak pidana pencucian uang sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
disamping dapat dilakukan oleh orang perseorangan (natuurlijk persoon)
juga dapat dilakukan oleh korporasi. Hanya saja korporasi yang
melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut tidak dijatuhkan
pidana denda yang disebutkan dalam Pasal 5, tetapi dijatuhkan pidana
denda yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1)50
. Maka untuk mengetahui
pelaku pasif atau juga disebut dengan penerima pasif tersebut dapat
dipidana atau tidak, harus dilakukan pembuktian yang cermat oleh
Hakim di dalam persidangan
E. Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap
perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi
internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian
yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan
pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money
50
Ibid. hal. 72.
Page 64
51
laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan
dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri.
Di dalam praktik money laundering itu diketahui banyak dana-dana
potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money
laundering sering melakukan “steril investment” misalnya dalam bentuk
investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman
walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih
rendah.51
Untuk memerangi kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah
negara, pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga khusus yang nama
generiknya disebut dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU
adalah suatu lembaga yang menerima informasi keuangan, menganalisis
atau memproses informasi tersebut, dan menyampaikan hasil informasi
tersebut kepada otoritas yang berwenang untuk menunjang upaya-upaya
memberantas kegiatan pencucian uang. Pada tahun 1996, baru ada beberapa
saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat 69 yurisdiksi negara yang
memiliki FIU diseluruh dunia. Negara-negara yang telah memiliki FIU
tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of FIU52
. Di
Indonesia sendiri lembaga FIU tersebut adalah Pusat Pelaporan Dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang
51
Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia (Bandung : Books
Terrace & Library, 2008), hal. 1. 52
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit. hal. 247.
Page 65
52
Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana Pencucian
uang di Indonesia.
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah
lembaga independen yang dibentuk dan didirikan oleh Pemerintah Indonesia
pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. PPATK bertanggung jawab
kepada Presiden. Meskipun secara yuridis PPATK telah ada sejak
diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 dalam Pasal 18 ayat
(1) menetapkan bahwa PPATK dibentuk dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, akan tetapi PPATK mulai
melaksanakan fungsinya secara efektif pada bulan Oktober 2003. Sejak saat
itu Indonesia telah memiliki lembaga intelijen keuangan (financial intelejen
unit) sebagai lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas,
wewenang serta serta bertanggungjawab kepada Presiden dan berkedudukan
di Jakarta.53
Di Indonesia PPATK merupakan badan independen, namun
fungsinya sangat terbatas yaitu hanya sebagai fungsi administratif. PPATK
bertugas mengumpulkan dan memproses informasi yang berkaitan dengan
kecurigaan atau indikasi pencucian uang. PPATK berfungsi sebagai motor
53
Harmadi, 2011, Kejahatan Pencucian Uang, Malang : Setara Press, hal. 108-109.
Page 66
53
penggerak untuk menganalisis adanya kecurigaan pencucian uang terutama
melalui deteksi dini dalam alur transaksi yang mencurigakan.54
Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak
pidana pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Dan
Analisis Transaksi Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika
Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak
menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan
tercapai.55
Andrew Haynes mengatakan bahwa paradigma baru dalam
menanggulangi kejahatan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan
nafsu dan motivasi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dengan
cara menghalanginya untuk menikmati hasil atau buah dari kejahatan yang
dilakukannya. Karena hasil kejahatan merupakan life blood of the crime,
artinya hasil kejahatan merupakan darah yang menghidupi tindak kejahatan
sekaligus titik terlemah dari rantai kejahatan yang paling mudah dideteksi.
Upaya memotong rantai kejahatan ini selain relatif mudah dilakukan juga
akan menghilangkan motivasi pelaku untuk melakukan kejahatan karena
tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya terhalangi.56
54
Ayumiati,Tindak Pidana Pencucian (Uang Money Laundering) dan Strategi
Pemberantasannya, Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum, LEGITIMASI, Vol.1 No. 2,
Januari-Juni 2012, hal. 236. 55
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang
Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 219. 56
Dikutip dari paper yang ditulis untuk mendukung Delegasi RI Pada Forthy-Seventh
Session of The Comision on Narcotic Drugs, diselenggarakan di Wina 15-22 Maret 2004, hal. 2.
Page 67
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini Metode Penelitian Hukum yang dilakukan
adalah penelitian Yuridis Normatif (doctrinal legal approach), yakni suatu
metode penelitian yang dilakukan sepenuhnya menggunakan data
sekunder.57
Pendekatan Undang-Undang digunakan untuk menelaah semua
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek permasalahan.
Pendekatan konseptual dilakukan guna menggabungkan kata-kata dengan
objek-objek tertentu dengan cara menempatkan arti kata-kata tersebut secara
tepat dan menggunakannya dalam proses pikiran. Pendekatan analisis
digunakan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah
yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional.
Sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik hukum. Penggunaan
ketiga pendekatan masalah tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan materi
muatan tentang objek permasalahan.
Dalam penelitian ini dumungkinkan juga menggunakan pendekatan
yuridis sosiologis sebagai data pendukung di lapangan, menekankan pada
pencarian-pencarian, keajegan-keajegan empirik dengan konsekuensi selain
57
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), Hal. 53.
Page 68
55
mengacu pada hukum tertulis juga mengadakan observasi terhadap tingkah
laku yang benar-benar terjadi.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum,
sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya,
agar dapat memberikan rumusan-rumusan tertentu58
.
Dengan kata lain penelitian ini menganalisis persoalan hukum
dengan aturan yang berlaku dan cara mengoperasionalkan aturan tersebut
dalam peristiwa hukum59
. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai
ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai hukum,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.
Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menciptakan standar prosedur, ketentuan-
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum60
.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Purwokerto Kabupaten Banyumas, di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman dan Pusat
Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
58
Jhonny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang :
Cetakan Ketiga, Bayumedia Publishing, hal. 303 dan 310. 59
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencara Media Group, hal.
22. 60
Ibid, hal. 91.
Page 69
56
serta media elektronik (internet). Dan dimungkinkan juga penelitian
dilakukan di tempat lain untuk memperoleh data pendukung.
D. Sumber Data
Data yang diperoleh terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat, berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahan hukum ini bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.
Dan bahan hukum ini juga merupakan keseluruhan aturan hukum
yang dibentuk dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga
negara. dan/atau badan-badan pemerintahan yang demi tegaknya
akan diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara
resmi pula oleh aparat negara. Meliputi :
1. Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
3. Undang-undang No. 25 tahun 2003 Tentang Perubahan
Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang;
4. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan sebagainya.
Page 70
57
Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan
adalah buku-buku literatur, hasil karya para sarjana, hasil-
hasil penelitian dan Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda
yang menjadi objek penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu yaitu bahan di luar hukum
yang digunakan untuk mendukung objek penelitian. Tolok
ukur dalam penggunaan bahan ini adalah dari aspek
keilmuannya.61
Artinya bahan yang digunakan dapat
membantu mengidentifikasi dan menganalisis fakta secara
akurat sehingga dapat menemukan isu hukum atas fakta
tersebut. Bahan Hukum Tersier ini dapat berupa Kamus,
Ensiklopedia, dan tulisan yang terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang diangkat penulis.
E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi
peraturan undang-undang yakni, Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
data sekunder, dan metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data
adalah dengan studi kepustakaan, internet, telaah artikel ilmiah, telaah karya
ilmiah sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah
maupun jurnal surat kabar dan dokumen resmi lainya yang relevan dengan
masalah yang diteliti kemudian diidentifikasi dan dipelajari sebagai satu
61
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1983, Penelitian Hukum Normatif ; Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta : RajaGrafindo Persada, hal. 101.
Page 71
58
kesatuan yang utuh. Dimungkinkan juga dalam penelitian ini menggunakan
data yang diambil di lapangan.
F. Metode Pengolahan Bahan Hukum
Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh
kemudian disajikan dalam bentuk Naratif. Dengan uraian-uraian yang
disusun secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan data
yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan
dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan
yang utuh.
G. Metode Analisis
Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara
kualitatif, yaitu analisis atau pembahasan dengan cara menjabarkan dan
memberikan Interpretasi terhadap data-data yang diperoleh dengan
mendasarkan pada norma-norma yang berlaku atau pada kaidah-kaidah
hukum yang berlaku dihubungkan dengan pokok masalah.
Page 72
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Duduk Perkara
Duduk perkara dalam putusan ini, yaitu berawal dari
ditangkapnya saksi Yus Winarno (terdakwa dalam perkara Pidana asal)
bersama terdakwa Lilik Hamidah, pada hari Rabu tanggal 17 April 2013
sekitar pukul 09.00 WIB di tempat kediaman saksi Yus Winarno di Jln.
Bungurasih Barat No. 13 Rt. 001/Rw. 02 Kelurahan Bungurasih
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo oleh saksi Jipri Setiawanto dan
saski Sumanto yang merupakan anggota dari Badan Narkotika Nasional
(BNN) dalam rangka melakukan penggerebekan ditempat tersebut yang
diduga merupakan tempat jaringan Peredaran gelap Narkotika, kemudian
setelah dilakukan penggeledahan, didapatkan Narkotika Golongan I jenis
shabu sebanyak 15 (lima belas) bungkus seberat kurang lebih 4.913,2
gram milik saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Ca
alias Cak San alias Pak Kaji alias Mr. “D” yang selanjutnya cukup
disebut sebagai “Sodikin” saja (terdakwa dalam penuntutan terpisah)
yang disimpan oleh saksi Yus Winarno di tempat kediamannya atas
perintah saski Sodikin yang juga sebagai terdakwa dalam Pidana asal.
Selanjutnya dilakukan pencarian terhadap saksi Sodikin di tempat
kediamannya di Jalan Bungurasih barat No.12 Kelurahan Bungurasih
Page 73
60
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang terletak diseberang jalan dari
tempat kediaman saksi Yus Winarno, kemudian dilakukan
penggeledahan dirumah tersebut , namun saksi Sodikin sudah tidak
berada ditempat dan ternyata terdakwa Lilik Hamidah adalah merupakan
istri saksi Sodikin yang dinikahi sejak tahun 1998. Penggeledahan
dirumah saksi Sodikin bersama terdakwa Lilik Hamidah di rumahnya
sudah tidak ditemukan lagi Narkotika, namun diketemukan barang-
barang berupa :
a. Buku Tabungan BCA atas nama Lilik Hamidah;
b. Kartu ATM BCA;
c. Beberapa STNK dan BPKB Kendaraan Mobil dan Motor atas
nama Sodikin, Lilik Hamidah dan atas nama orang lain;
d. Beberapa Sertifikat Tanah dan Bangunan;
e. Akta Kelahiran atas nama Sodikin;
f. Buku Nikah atas nama Sodikin dan Lilik Hamidah;
g. Beberapa Surat Line (Trayek) Angkot milik Sodikin dan Lilik
Hamidah;
h. Kartu nama atas nama Dicky A. Sodikin;
i. Kwitansi pembelian sawah atas Sodikin dll;
2. Dakwaan Penuntut Umum
Terdakwa telah didakwa oleh Jaksa penuntut Umum dengan
dakwaan tertanggal 19 Juli 2013, Nomor Reg. Perkara: PDM-
157/SIDOA/Fuh.1/07/2013, sebagai berikut :
Page 74
61
KESATU :
PRIMAIR :
Bahwa terdakwa Lilik Hamidah pada waktu-waktu yang tidak
dapat ditentukan lagi dengan pasti mulai saat kurun waktu terdakwa
menikah dengan saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias Jidos alias
Pak Ca alias Cak San alias Pak Kaji alias Mr. “D” yang selanjutnya
cukup disebut sebagai “Sodikin” saja (terdakwa dalam penuntutan
terpisah dan pidana asal) pada tanggal 6 september 1998 hingga
terdakwa ditangkap pada tanggal 17 April 2013, atau setidak tidaknya
mulai saat terdakwa mengetahui suaminya (saksi Sodikin) pernah terlibat
kasus Narkotika pada tahun 2006 atau setidak-tidaknya mulai saat
terdakwa Lilik Hamidah membuka Rekening Bank BCA di KCP Makro
Pepelegi dengan Nomor 4650320773 pada tanggal 15 Desember 2009
hingga kurun waktu terdakwa ditangkap pada tanggal 17 April 2013,
bertempat di Jalan Bungurasih Barat No. 12 Rt. 001/Rw. 02 Kelurahan
Bungurasih, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, atau
setidak-tidaknya di suatu tempat di wilayah Jawa Timur atau setidak-
tidaknya yang masuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sidoarjo
Jawa Timur yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut,
ia terdakwa telah melakukan: menempatkan, membayarkan atau
membelanjakan, menintipkan, menukarkan, menyembunyikan atau
menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan,
mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta dan benda atau aset baik
Page 75
62
dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak
pidana Prekursor Narkotika.
Perbuatan mana ia terdakwa Lilik Hamidah sebagaimana diatur
dan diancam pidana sesuai Pasal 137 Huruf (a) Undang-Undang No.35
tahun 2009 tentang Narkotika.
SUBSIDAIR :
Bahwa terdakwa Lilik Hamidah pada waktu dan tempat
sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan Primair diatas, terdakwa
telah menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan,
penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau
transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk
benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
yang diketahuinya berasal dari Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak
pidana Prekursor Narkotika.
Perbuatan mana ia terdakwa Lilik Hamidah sebagaimana diatur
dan diancam pidana sesuai Pasal 137 Huruf (b) Undang-Undang No.35
tahun 2009 tentang Narkotika.
KEDUA :
PRIMAIR :
Bahwa terdakwa Lilik Hamidah pada waktu dan tempat
sebagaimana pada dakwaan kesatu diatas, terdakwa telah menempatkan,
mentransfer, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya
Page 76
63
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana Narkotika dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Perbuatan terdakwa Lilik Hamidah sebagaimana diatur dan
diancam pidana sesuai Pasal 3 Undang-Undang No.8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
SUBSIDAIR :
Bahwa terdakwa Lilik Hamidah pada waktu dan tempat
sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan Primair diatas, terdakwa
telah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana Narkotika.
Perbuatan terdakwa Lilik Hamidah sebagaimana diatur dan
diancam pidana sesuai Pasal 4 Undang-Undang No.8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
LEBIH SUBSIDAIR :
Bahwa terdakwa Lilik Hamidah pada waktu dan tempat
sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan Kedua Subsidair diatas,
terdakwa telah menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana Narkotika.
Page 77
64
Perbuatan terdakwa Lilik Hamidah sebagaimana diatur dan
diancam pidana sesuai Pasal 5 Undang-Undang No.8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
3. Pembuktian
Untuk membuktikan dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum telah
menghadirkan saksi-saksi, yang memberi keterangan dibawah sumpah/
janji, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Saksi I : Wawan Purdianto alias Cebol :
Saksi kenal dengan Terdakwa sejak kecil dan sekarang saksi dan
Terdakwa tinggal pada RW yang sama, namun Terdakwa tinggal di
RT.01, sedangkan saksi tinggal di RT.03. Saksi ditangkap oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) pada bulan April 2013 sekira puku; 09.00
Wib karena di rumah saksi ditemukan sabu-sabu seberat 4,5 kg dan
sabu-sabu itu milik Alek alias pak Cak alias pak Cak dan saksi bertugas
sebagai kurir Alek alias pak Cak sejak Januari 2013dan rencananya sabu-
sabu tersebut akan diberikan kepada Heri (DPO). Saksi mendapat tugas
dari Alek untuk mensortir sabu-sabu yang baik dan yang tidak baik dan
sabu-sabu yang tidak baik dikembalikan kepada Heri dan mensortir itu
dikerjakan di rumah saksi atau di rumah Yus Winarno, dengan upah
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Saksi II : Yus Winarno :
Saksi kenal dengan Terdakwa sekitar 6-7 tahun yang lalu saat
saat itu saksi bekerja sebagai supir angkot dan selanjutnya 2 (dua) tahun
Page 78
65
yang lalu saksi diajak oleh Terdakwa untuk bekerja mengurusi angkot
Terdakwa, di mana Terdakwa mempunyai 10 (sepuluh) angkot dan 20
(dua puluh) orang supir, dimana supir itu dibuat giliran pagi dan sore.
Kemudian saksi ditangkap pada tanggal 17 april 2013 sekira pukul 09.00
WIB karena pada saat dilakukan penggeledahan di tempat tinggal saksi
ditemukan sabu-sabu seberat 4,9 kg, lalu Wawan ditangkap, dan
seminggu kemudian Terdakwa ditangkap. Saksi adalah kurir dari pak
Cak atau pak Alex dan pak Cak bukanlah Terdakwa. Saksi kenal dengan
Alex saat dia main ke garasi Terdakwa bersama dengan Terdakwa. Sabu-
sabu yang ditemukan tersebut tidak ada hubungannya dengan Terdakwa.
Saksi menyangkal keterangannya pada BAP yang berisi tentang
keterlibatan Terdakwa dengan sabu-sabu seberat 4,9 kg tersebut dan
saksi menerangkan hal tersebut karena pada saat penyidikan, saksi
dipukuli untuk mengaku bahwa sabu-sabu tersebut adalah milik
Terdakwa. Usaha Terdakwa selain dari pemilik angkot adalah jual solar,
usaha laundry, restaurant. Usaha angkot ini dimulai sejak tahun 1997.
Tetapi saksi tidak tahu, apakah Terdakwa pernah dihukum atau tidak.
Saksi III : Sumanto :
Saksi adalah Anggota Kepolisian yang ditugaskan pada Badan
Narkotika Nasional (BNN). saksi bersama Tim dari Badan Narkotika
Nasional mendapat informasi orang yang ditangkap atas dugaan yang
berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika dan pada tanggal 17 April
2013 sekira pukul 09.00 WIB, Tim BNN melakukan penangkapan
Page 79
66
terhadap Yus Winarno karena menemukan sabu-sabu di rumah
Terdakwa, yang nerupakan tempat tinggal Yus Winarno seberat lebih
kurang 5 kg, dimana sabu-sabu tersebut ada yang ditanam, ditaruh di
kamar yang diletakkan di tas hitam dan saat ditanyakan, Yus Winarno
menjawab bahwa sabu-sabu tersebut adalah milik bapak dan ketika
ditanyakan, siapa bapak itu, oleh Yus Winarno menjawab bahwa bapak
adalah Sodikin. Saksi sempat melihat Sodikin lari melalui pintu
belakang. Saat itu datang Terdakwa dan saat ditanyakan, Terdakwa
menerangkan bahwa ia adalah isteri Sodikin. Selanjutnya dilakukan
penggeledahan dan penyitaan barang bukti dari rumah Terdakwa dan
semua barang bukti yang diperlihatkan dipersidangan diduga berasal dari
kejahatan narkotika, yang disaksikan oleh Terdakwa dan selanjutnya
barang bukti tersebut diserahkan kepada penyidik. Terdakwa ditangkap
karena ada bukti transfer ke rekening Terdakwa.
Saksi IV : Setyo Edi, M.M., S.H. :
Saksi bekerja sebagai Legal Office pada PT. Berau Bunker
Internasional yang berkedudukan di Samarinda sejak tahun 2012. PT.
Berau Bunker Internasional pada bulan November 2012, bekerja sama
dengan Terdakwa, dimana Terdakwa meminjam bendera PT.Berau
Bunker Internasional sebagai Pimpinan Cabang PT. Berau Bunker
Internasional Surabaya, untuk itu Terdakwa mempunyai kewajiban,
yakni membayar royalti 15 % perbulan dari provit (keuntungannya per
bulan) atau Rp.100,00 (seratus rupiah) per liter. Modal PT. Berau Bunker
Page 80
67
Internasional Cabang Surabaya berasal dari Terdakwa sendiri dan tidak
mempunyai hubungan dengan administrasi dengan PT. Berau Bunker
Internasional Pusat. Oleh karena PT.Berau Bunker Internasional Cabang
Surabaya yang dikelola/dipegang oleh Terdakwa tidak transparan, tidak
membuat laporan 2 (dua) mingguan atau per bulan dan tidak membayar
royalti kepada PT. Berau Bunker Internasional, maka PT.Berau Bunker
Internasional Pusat menghentikan kerjasama dengan Terdakwa pada
bulan Maret 2013 dan penghentian kerjasama ini terjadi sebelum
terjadinya perkara pidana ini. Setahu saksi, Terdakwa juga mempunyai
usaha laundry dan usaha angkutan dan saksi tidak tahu usaha lainnya.
Saksi V : SODIKIN ALIAS DICKY A. SODIKIN ALIAS JIDOS
ALIAS PAK CAK ALIAS PAK KAJI ALIAS MR. D :
Pada tahun 1997 saksi mempunyai 1 (satu) unit mobil angkutan
kota (angkot) dan pada waktu itu juga saksi melangsungkan perkawinan
dengan Terdakwa dan menumpang di rumah mertua Terdakwa. Tahun
1997 saksi pernah berusaha di bidang perkayuan, yakni beli di Jember
dan dijual di Surabaya dan hasilnya membeli garasi. Saksi ditangkap oleh
Polisi karena memakai narkotika dan dihukum selama 6 (enam) bulan
dan tahun 2008 ditangkap lagi karena memakai narkotika dan dihukum
selama 10 (sepuluh) bulan. Setelah keluar dari tahanan, saksi berusaha
kayu lagi. Dia juga mempunyai kurir dalam peredaran narkotika sejak
tahun 2013, di mana Alex meminta bantuan saksi untuk mencari orang
yang mau dijadikan sebagai kurir peredaran gelap narkotika dan saksi
Page 81
68
bekerjasama dengan Alex sejak tahun 2013, yakni selama 1 (satu) tahun
dan 3 (tiga) bulan. Setiap ada narkotika yang datang, saksi mendapat
uang sejumlah Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan narkotika
yang datang kepada saksi sebanyak 8 (delapan) kali dan saksi mendapat
uang sejumlah Rp.160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah).
Kemudian uang terebut ditransfer oleh Alex melalui rekening Saiful
Dayat dan saksi menerima uang transferan tersebut melalui rekening
Terdakwa dan melalui rekening orang lain, yakni Vivi Magdalena dan
Susiyah. Terdakwa juga pernah menasehati saksi agar berhenti memakai
narkotika.
Saksi Verbalisan I : MURNILA, S.H. :
Saksi adalah Penyidik pada Diektorat Pengawasan Tahanan,
Barang Bukti dan Aset Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika
Nasional dan telah melakukan penyidikan atas diri Terdakwa dan Lilik
Hamidah. Saat ditanyakan tentang rekening an. Kartika, Margareta dan
Doni Ferari di persidangan, saksi menerangkan bahwa rekening tersebut
pernah ditanyakan kepada Terdakwa, namun Terdakwa Lilik Hamidah
menerangkan bahwa ia tidak tahu tentang rekening tersebut dan saat
ditanyakan kepada Sodikin, ia menerangkan bahwa itu adalah transaksi
narkotika yang masuk ke rekening Terdakwa Lilik Hamidah. Saksi
menerangkan pula bahwa Terdakwa Lilik Hamidah secara langsung tidak
tahu kalau transfer uang tersebut merupakan hasil dari narkotika, tetapi
Terdakwa pernah menduga bahwa uang itu berasal dari narkotika dan
Page 82
69
saat Terdakwa menanyakan hal ini kepada Sodikin, uangnya koq banyak,
dari mana itu dan dijawab oleh Sodikin, kalau uang itu merupakan
rezeki.
Saksi Verbalisan II : MUSTARFINGAH :
Saksi adalah Penyidik pada Diektorat Pengawasan Tahanan,
Barang Bukti dan Aset Deputi Bidang Pemberantasan Bdan Narkotika
Nasional dan telah melakukan penyidikan atas diri Terdakwa dan Lilik
Hamidah dan semua saksi, yakni Ali Imron, Yus Winarno, Wawan
Purdianto alais Cebol, Jipri Setiawanto, Setyo Edi, Endarto Putra Jaya
dan Isnu Yuwana. Saksi pernah menanyakan kepada Lilik Hamidah
berkenaan dengan tranferan yang diterimanya di rekeningnya dan Lilik
Hamidah menerangkan dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan
juga untuk usaha. Saksi juga menanyakan tenang pentransferan dari
Susiayah, yang dijawab oleh Lilik Hamidah digunakan untuk membeli
tanah, pembelian mobil, food court. Kalau diperhatikan antara rekening
yang dikeluarkan dengan pembelian barang yang dijadikan barang bukti,
ada hubunannya, yaitu pembelian tanah Pulger pada tahun 2012, mobil
ada yang tahun 2011 s/d 2012, food court diperoleh tahun 2010-
2011,sedangkan tanah ada yang atas nama orang tua Lilik Hamidah,
yang patut diduga kalau barang bukti tersebut diperoleh dari hasil
narkotika dan pembuktiannya, Terdakwa harus aktif untuk membuktikan
bahwa barang yang diperoleh itu bukan dari hasil kejahatan.
Page 83
70
Saksi a de charge I : ANDIK ATMO SUWONDO :
Rumah saksi dengan rumah Terdakwa berjarak sekitar 300
meter, dia bekerja sebagai supir pada tahun 2000 dan saksi mengetahui
kalau Sodikin mempunyai usaha angkot sejak tahun 1996 sebanyak 1
(satu) unit dan kemudian berkembang sampai saat ini ada 10 (sepuluh)
unit, namun saksi membawa angkot orang lain. Saksi pernah dimintai
tolong oleh Sodikin untuk menjadi supirnya saat dia pulang kampung.
Setahu saksi, usaha Sodikin adalah usaha angkot yang dimulai sejak
tahun 1996, dimana saat itu angkotnya hanya 1 (satu) unit dan sejak
tahun 2006 s/d sekarang ada 10 (sepuluh) unit. angkot milik Sodikin, di
mana Sodikin membelinya secara bertahap, yakni bila 1 (satu) mobil
sudah lunas, langsung dia beli 1 (satu) lagi. Saksi pernah diajak oleh
Sodikin sebanyak 3 (tiga) kali untuk membeli mobil trayek pada tahun
2003 dan 2004. Sodikin juga melakoni usaha kayu, dimulai sejak tahun
2000 s/d 2001, dengan cara membeli kayu di Banyuwangi, Jember dan
Bojonegoro. Pada tahun 2006 Sodikin tidak usaha kayu lagi.
Pada tahun 2009 Sodikin membuka usaha minyak solar dan saksi
pernah diajak oleh Sodikin ke kantornya di Perak. Sodikin juga memuka
usaha loundry yang dimulai sejak tahun 2008, dimana Sodikin
membangun tempat usahanya dan beli mesin-mesin cuci dan saksi tidak
terlibat dalam usaha ini, namun saksi pernah menyetir mobil untuk ambil
cucian dan usaha loundry ini masih ada sampai sekarang. Usaha food
court dimulai sejak tahun 2005 dan saksi pernah mengirim bahan
Page 84
71
makanan dan menurut keterangan Sodikin, ia membeli usaha ini secara
mencicil, namun saksi tidak tahu tentang pembelian atau pembayaran
toko tersebut. Rumah yang menjadi tempat tinggal Sodikin adalah rumah
mertuanya (ibu Terdakwa) dan garasi yang yang ada di depan rumahnya
dibeli oleh Sodikin tahun 1997 dan saat itu masih tanah dan saksi tidak
tahu, tahun berapa garasi itu dibangun. Saksi tidak tahu tentang
pembelain rumah dan tanah milik Sodikin lainnya dan yang mengurusi
usaha angkot dan food court adalah Terdakwa Lilik Hamidah, (istri
Sodikin).
Saksi a de charge II : FITRIYANINGSIH :
Saksi adalah adik kandung dari suami Terdakwa, dimana suami
Terdakwa anak nomor 1 (satu) sedangkan saksi anak nomor 3 (tiga). Dia
tinggal di kelurahan yang sama dengan Terdakwa , namun beda RT dan
RW nya dan jarak antara rumah saksi dengan rumah Terdakwa sekitar 10
(sepuluh) menit jika berjalan kaki dan saksi jarang ke rumah Terdakwa
dan saksi tinggal bersama ibu saksi. Garasi yang ada di depan rumah
Terdakwa adalah peninggalan dari orang tua Terdakwa dan mertua
Terdakwa dikenal dengan juragan tanah. Terdakwa melangsungkan
perkawinan dengan Sodikin pada tahun 1997 dan sebelum
melangsungkan perkawinan, suami Terdakwa adalah supir angkot,
mempunyai 1 (satu) angkot dan saat itu Terdakwa adalah kasir di
Ramayana. Suami Terdakwa mempunyai usaha, antara lain : usaha
loundry yang dimulai tahun 2008 dan sekarang usaha loundry tersebut
Page 85
72
tela pindah ke kampung yang berdiri di tanah orang tua Terdakwa, usaha
food court yang dibeli di Cito ahun 2005 dengan cara mengangsur, usaha
minyak yang dimulai tahun 2011 dan usaha angkot, namun saksi tidak
tahu pasti. Saksi tidak tahu dengan tanah dan rumah lainnya milik
Terdakwa dan suaminya. Selain mobil angkot, suami Terdakwa juga
mempunyai mobil Pajero dan Honda Civic, namun saksi tidak tahu tahun
pembelian mobil tersebut. Saksi juga tidak tahu tentang sepeda motor
milik suami Terdakwa.
Saksi a de charge III : SITI KHOLIFAH :
Saksi adalah adik sepupu dari suami Terdakwa, di mempunyai 8
(delapan) bidang tanah dengan dasar sertifikat dan Akta Jual beli.
Delapan tanah tersebut pernah saksi jadikan sebagai jaminan atas
pinjaman di Bank Danamon, Bank BPR Budi, Bank BPR Swanatra,
Bank BPR Eka Usaha dan pinjaman kepada perseorangan pada tahun
2009 dengan bunga yang cukup tinggi dan pada tanggal 09 Februari 2012
saksi meminjam uang kepada suami Terdakwa sebesar
Rp.700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) untuk melunasi seluruh
pinjaman saksi, dengan perjanjian apabila saksi tidak melunasi pinjaman
tersebut, maka seluruh sertifikat dan Akta Jual Bali tersebut akan
dibaliknamakan menjadi nama suami Terdakwa dan perjanjian itu dibuat
bulan Juli 2012. Perjanjian tersebut dibuat oleh suami Terdakwa,
sedangkan saksi hanya menandatanganinya saja. Kemudian saksi telah
mencicil pinjaman tersebut sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
Page 86
73
rupiah) kemudian Rp.350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
dan Rp.50.000.000,00 (l;ima puluh juta rupiah) pembayaran/pencicilan
kesatu dan kedua mempunyai kwitansi, yaitu tertanggal 12 Oktober 2013
dan 16 Maret 2013, sedangkan pencicilan kedua tidak ada tanda
terimanya dan sertifikat tersebut saksi titipkan kepada suami Terdakwa.
Saksi a de charge IV : GEGER SUPRIYANTO :
Saksi memiliki mobil merk Pajero Sport yang dibeli di show
Room Ngagel, Surabaya pada tahun 2012 dengan harga
Rp.450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan mobil
tersebut disewa oleh suami Terdakwa dengan harga Rp.6.000.000,00
(enam juta rupiah) per bulan sejak 1 Januari 2013 s/d sekarang dan baru
3 (tiga) kali pembayaran. Perjanjian sewa menyewanya tidak ada,
rencananya sewa itu hanya untuk 2 (dua) bulan saja, namun sampai saat
ini mobil tersebut belum dikembalikan. Ketika dihadapkan dengan
barang bukti nomor 43, saksi menerangkan bahwa ia tidak tahu bahwa
DO Mobil Pajero Sport dengan nomor 0011200 adalah atas nama
Sodikin (suami Terdakwa). Selanjutnya atas pertanyaan Hakim di
persidangan, saksi menerangkan bahwa yang membeli mobil tersebut
adalah Terdakwa, bukan saksi.
Keterangan Ahli : ISNU YUWANA DARMAWAN :
Saksi bekerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) mulai tahun 2012. Menurut saksi, pencucian uang
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam upaya untuk
Page 87
74
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang
diperoleh dari suatu tindak pidana bahwa kewenangan dari Pusat
Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan adalah memberikan
advis/pendapat kepada Penyidik, Penuntut Umum tentang pencucian
uang
Tindak Pidana Pencucian Uang dibagi 2 (dua), yaitu :
1. Tindak Pidana Pencucian Uang Aktif, artinya Terdakwa melakukan
tindak pidana sendiri dalam hal mentrasfer uang yang berasal dari
tindak pidana.
2. Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif, artinya setiap orang yang
menerima aliaran uang yang berasal dari suatu tindak pidana.
Apakah suatu perbuatan merupakan tindak pidana pencucian
uang dapat dilihat dengan cara memeperhatikan tempus delictinya,
dimana apabila ada koneksi dari kejahatan yang dilakukan dan hasil dari
kejahatan yang dilakukan, itu tindak pidana pencucian uang.
Menurut Pasal 69 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menyatakan bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian
uang, tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
Di dalam tindak pidana pencucian uang dikenal azas pembuktian
terbalik, yakni Jaksa Penuntut Umum berhak untuk membuktikan bahwa
barang-barang yang diperoleh oleh Terdakwa adalah hasil kejahatan dan
Page 88
75
Terdakwa juga bisa membuktikan bahwa barang-barang yang
diperolehnya itu bukan dari hasil kejahatan. Semua sumber dana yang
dihasilkan dari kejahatan, hasilnya juga dianggap merupakan hasil dari
kejahatan. Setiap usaha yang didanai dari modal hasil kejahatan
pencucian uang, hasil usahanya juga merupakan kejahatan. Setiap
transaksi keuangan yang mencurigakan, harus dilaporkan ke PPATK,
tidak memandang besar nilainya. Untuk transaksi dengan uang tunai
sebesar Rp.500.000.000,00 yang menurut penyidik mencurigakan, harus
dilaporkan ke PPATK.
Di dalam perkara ini, BNN meminta PPATK untuk memberikan
pendapat atas tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Terdakwa.
Penyidik menemukan transaksi-transaksi atau mutasi-mutasi keuangan
Terdakwa dan suaminya, juga ditemukan bukti-bukti berupa pembelian
mobil Pajero Spot, mobil angkot dan sawah-sawah orang lain dan Ahli
memberikan pendapat berdasarkan informasi dari Penyidik, bukan secara
fisik. Ahli juga mendapat informasi dari penyidik, bahwa usaha suami
Terdakwa adalah loundry, kios untuk jualan, restaurant, angkot dan
penjualan solar
Ahli berpendapat bahwa untuk Sodikin (suami Terdakwa) dapat
dikenakan Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
sedangkan untuk Terdakwa dikenakan Pasal 5 Undang-Undang No.8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Page 89
76
Pencucian Uang. Ahli juga berpendapat bahwa barang bukti dalam
perkara ini juga merupakan hasil dari kejahatan. Transaksi yang
mencurigakan dalam perkara suami Terdakwa ini dimulai tahun 2011.
Semua data yang ada pada Penyidik harus dibuktikan dihadapan Majelis
Hakim. Terdakwa harusnya, patut menduga tentang pekerjaan suaminya
dan berapa penghasilan suaminya dan apabila isteri tidak menanyakan
dari mana uang suami berasal, maka istri termasuk salah;
Keteranagan Terdakwa : LILIK HAMIDAH :
Di dalam persidangan telah didengar keterangan Terdakwa, yang
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa Terdakwa adalah isteri Sodikin dan melangsungkan
perkawinan pada tahun 1998 dan setelah melangsungkan perkawinan,
tinggal di rumah ibu Terdakwa. Pada tanggal 17 April 2013 sekira pukul
09.00 WIB, Terdakwa pulang dari senam dan melihat ada orang ramai di
depan rumahnya, lalu Terdakwa mendekati dan Terdakwa langsung
ditanyai oleh Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN). Kemudian
Terdakwa menjawab bahwa Terdakwa adalah isteri Sodikin dan
Terdakwa ditanyai di mana suami Terdakwa (Sodikin) dan Terdakwa
menjawab ada di Malang dan pada saat itu juga Terdakwa diamankan
oleh Petugas BNN dan melakukan penggeledahan.
Suami Terdakwa (Sodikin) pada awalnya memiliki 1 (satu) unit
angkutan kota (angkot) pada tahun 1997 (sebelum melangsungkan
perkawinan dengan Terdakwa dan kemudian berkembang menjadi 10
Page 90
77
(sepuluh) angkot. Tahun 2005 suami Terdakwa ditangkap karena
memakai narkotika dan dihukum selama 6 (enam) bulan dan pada tahun
2007 juga ditangkap karena karena memakai narkotika dan dihukum
selama 8 (delapan) bulan.
Usaha suami Terdakwa antara lain angkutan kota (angkot),
Loundry, Food Court, yang semuanya Terdakwa yang menjalanakan dan
modalnya dari suami Terdakwa, yakni dari usaha kayu dan solar yang
dijalankan oleh suami Terdakwa. Terdakwa mempunyai 2 (dua) buku
tabungan BCA, yakni yang dibuka tahun 2009 dan tahun 2013, namun
Terdakwa tidak ingat nomor rekening tersebut.
Barang Bukti yang telah diajukan di dalam Persidangan, berupa :
1. 1 (satu) buah buku cek BCA Seri nomor : CR 144026 – 144050 an.
SODIKIN;
2. 1 (satu) buah buku cek BCA Seri nomor : BD 930726 – 930750 an.
SODIKIN;
3. 1 (satu) buah buku cek BCA Seri nomor : CR 144001 – 144025 an.
SODIKIN;
4. 1 (satu) buah buku cek BCA Seri nomor : BD 930701 – 930725 an.
SODIKIN;
5. 1 (satu) buah buku cek Mandiri nomor : FN 939801 – 939825;
6. 1 (satu) buah buku cek Mandiri nomor : RI 457.626 – 457.650;
7. 1 (satu) buah Token Mandiri;
8. 13 (tiga belas) lbr Transaksi Keuangan Perusahaan PT. BBI;
Page 91
78
9. 2 (dua) buah Tempat Kartu Simpati No. 0812 32 256578 dan 0812 32
947767 milik terdakwa SODIKIN;
10. 1 (satu) buah STNK Sepeda Motor Merk Kawasaki No. Pol. W 3064
MD an. KHOJINUDIN, No. Rangka : MH4KR150PCKP22529,
No.Sin. KR150KEP93780;
11. 1 (satu) buah STNK Sepeda Motor Merk Yamaha No. Pol. N 2968
OW an. LILIK MULIANA, No. Rangka : MH328D40DBJ205829,
No.Sin. 28D3203359;
12. 1 (satu) buah STNK Sepeda Motor Merk Yamaha No. Pol. W 4390
TA an. LILIK HAMIDAH, No. Rangka : MH344D001AK026211,
No.Sin. 44D026387;
13. 1 (satu) buah Sertipikat Hak Milik No. 776 an. Ny. SUHARNI;
14. 1 (satu) buah BPKB Mobil Truck Merk Hino No.Pol. : H 1916 DR
an. NURWANTO;
15. 1 (satu) buah BPKB Mobil Truck Merk Toyota No. Pol. : N 8997 W
an. F.ROESMININGSIH;
16. 1 (satu) buah BPKB Sepeda Motor Merk Honda No.Pol. : L 3741 CL
an. CHOLIFAH;
17. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. W 6490
FU an. SODIKIN;
18. 1 (satu) buah BPKB Sepeda Motor Merk Yamaha No.Pol. : W 4390
TA an. LILIK HAMIDAH;
Page 92
79
19. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. W 7495
UN an. SODIKIN;
20. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W
2688 FU an. H. MOCH. YAZID;
21. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W
7834 UN an. LILIK HAMIDAH;
22. 1 (satu) buah BPKB Mobil Barang Merk Suzuki No.Pol. : L 4024
AU an. BAMBANG GONDO HADIJITNO;
23. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W
2183 GU an. SODIKIN;
24. 1 (satu) buah BPKB Mobil Barang Merk Suzuki No.Pol. : H 1847
RW an. MULYANTO;
25. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : L
2431 NU an. HERY SUTOPO;
26. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : L
1025 UG an. SRI WAHYUNI;
27. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W
7762 UR an. SODIKIN;
28. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W
7201 UR an. LILIK HAMIDAH;
29. 1 (satu) buah BPKB Mobil Penumpang Merk Honda No.Pol. : L
1555 HF an. VIVI MAGDALENA;
Page 93
80
30. 1 (satu) buah BPKB Sepeda Motor Merk Yamaha No.Pol. : L 6580
GL an. VIVI MAGDALENA;
31. 1 (satu) buah BPKB Sepeda Motor Merk Yamaha No.Pol. : N 2968
OW an. LILIK HAMIDAH;
32. 1 (satu) buah ATM Paspor BCA no. 6019 0025 4080 8203;
33. 1 (satu) buah Akte Kelahiran No. 1548/DSP/1992 an. SODIKIN;
34. 1 (satu) buah Buku Nikah an. SODIKIN dan LILIK HAMIDAH;
35. 1 (satu) buah Buku Tabungan BCA No. Rek. 4650320773 an. LILIK
HAMIDAH;
36. 1 (satu) buah Buku Tabungan BCA No. Rek. 4650440647 an. LILIK
HAMIDAH; -
37. 1 (satu) buah Sertipikat Hak Milik Nomor : 227 an. EDDY YUSUF
dan Surat Kuasa Menjual Nomor : 46 an. Tuan EDDY YUSUF dan
Tuan HENDRA KURNIAWAN;
38. 1 (satu) lembar Kartu Keluarga an. SODIKIN;
39. 1 (satu) bendel Mutasi Rekening an. Putra Pratama Mandiri CV;
40. 1 (satu) buah Kartu Nama DICKY A. SODIKIN (PT. Berau Bunker
Internasional);
41. 1 (satu) buah Kunci serep Mobil Merk Honda warna Hitam;
42. 1 (satu) lembar. Kwitansi Dari Bpk SODIKIN Untuk delapan belas
bidang sawah di Desa Jambearum, Wonosari. Kec. Puger Jember
sebesar Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah);
Page 94
81
43. 1 (satu) lembar DO Mobil Pajero Sport Nomor : 0011200 an.
SODIKIN;
44. 1 (satu) buah Sertipikat Hak Milik Nomor : 353 an. SITI
KHOLIFAH;
45. 1 (satu) buah Akta Jual Beli No. 1668/PGR/2000 an. PAIMIN P.
FATIM dan HOLIFAH;
46. 1 (satu) buah Sertipikat Hak Milik Nomor : 191 an. SITI
KHOLIFAH;
47. 1 (satu) buah Akta Jual Beli No. 719/PGR/1986 an. P. KASMARI
LAMSORI dan SITI HOLIPAH;
48. 1 (satu) buah Akta Jual Beli No. 230/PGR/1990 an. SUBAKIR dan
HOLIPAH;
49. 1 (satu) buah Akta Hibah No. 233/PGR/1990 an. PAIMIN P. FATIM
dan HOLIPAH;
50. 1 (satu) buah Akta Jual Beli No. 549/PGR/2002 an. B.H. NAWAWI
dan HOLIFAH;
51. 1 (satu) buah Akta Jual Beli No. 231/PGR/1990 an. P. SABI dan
HOLIPAH; --------
52. Akta Jual Beli No. 206/PGR/2012 an. SAMAD H.
ROHMATULLAH dan SODIKIN;
53. 1 (satu) Exp Surat Pernyataan Untuk Mengadakan Jual Beli an. SITI
KHOLIFAH als HOLIPAH dan SODIKIN;
Page 95
82
54. 1 (satu) buah Buku Paspor T 145275 an. SODIKIN PAIMIN
DJALIL;
55. 1 (satu) buah Buku Catatan Restoran Borobudur;
56. 6 (enam) buah Surat-surat Lane Mobil Angkot dalam dompet plastic;
57. Sepeda Motor Merk Kawasaki No. Pol. W 3064 MD, No.Rangka :
MH4KR150PCKP22529, No.Sin. KR150KEP93780 STNK an.
KHOJINUDIN;
58. Sepeda motor merk Honda Panthom warna hitam No. Pol. L-1300
SS, No Rangka 26-1313811, No. Sim 25E 1514149;
59. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7379 UR;
60. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : L 1205 UJ;
61. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7818 UN;
62. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7834 UN;
63. 63. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7495
UN;
64. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : L 1025 UG;
65. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : L 1236 UM;
66. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7762 UR;
67. 1 (satu) unit Mobil Penumpang Merk Suzuki No.Pol. : W 7201 UR;
68. 1 (satu) unit Mobil Merk Pajero Sport warna putih No.Pol. : L 115
HA;
69. 1 (satu) unit Mobil Merk Honda Civic warna silver No.Pol. : L 115 ;
Page 96
83
70. 1 (satu) unit Mobil Merk Toyota avanza warna biru metalik No.Pol. :
DA 7221 TA;
71. 1 (satu) unit Mobil Merk Toyota avanza warna merah metalik
No.Pol. : L 1785 PE;
72. 1 (satu) unit toko Food Court Blok FF30 “ NASI GORENG BAKAR
BOROBUDUR “ lantai First alamat Mall Cito (City Of Tomorrow)
Jl. Ahmad Yani No. 288 Surabaya;
73. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 2970 M² , sesuai sertifikat Hak Milik No.
191 An. SITI KHOLIFAH;
74. Sebidang tanah yang terletak di Desa Wonosari Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 1686 M², sesuai sertifikat hak milik No.
353 An. SITI KHOLIFAH;
75. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 1.250 M², sesuai Akta Hibah No.
233/PGR/1990 An. PAIMIN P. FATIM dan HOLIPAH;
76. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 1.100 M², sesuai Akta Jual Beli No.
549/PGR/2002 An. BH. NAWAWI dan HOLIPAH;
77. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 3070 M², sesuai Akta Jual Beli No.
719/PGR/1986 An. P. KASMARI LAMSORI dan SITI HOLIPAH;
Page 97
84
78. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 2780 M², sesuai Akta Jual Beli No.
230/PGR/1990 An. SUBAKIR dan HOLIPAH;
79. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 2.700 M², sesuai Akta Jual Beli No.
1.668/PGR/2000 An. PAIMIN P. FATIM dan HOLIFAH;
80. Sebidang tanah yang terletak di Desa Jambearum Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 1.020 M², sesuai Akta Jual Beli No.
231/PGR/1990 An. P. SABI dan HOLIFAH;
81. Sebidang tanah yang terletak di Desa Wonosari Kec. Puger, Kab.
Jember Jawa Timur seluas 980 M², sesuai Akta Jual Beli No.
206/PGR/2012 An. SAMAD H. ROHMATULLAH dan SODIKIN;
82. 1 (satu) unit rumah usaha “ LAUNDRY WARNA “ alamat Jl.
Bungurasih Barat No. 48 RT. 001/002 Kel. Bungurasih Kec. Waru
Kab. Sidoarjo;
83. 1 (satu) unit Rumah alamat Jl. Bungurasih Barat No. 13 RT. 001/002
Kel. Bungurasih Kec. Waru Kab. Sidoarjo;
84. Uang tunai sejumlah Rp.322.450.000,- (tiga ratus dua puluh dua juta
empat ratus lima puluh ribu rupiah).,yang disita dari 10 rekening
yang dikuasai oleh terdakwa An. SODIKIN berdasarkan penetapan
penyitaan No. 835/PEN.PID/2013/PN.JKT.TIM, tanggal 20 Juni
2013 yang ditanda tangani oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri
Page 98
85
Jakarta Timur An. MARYANA S.H., M.H. Nip.
195802191985031003;
4. Tuntutan Penuntut Umum
Penuntut Umum dalam persidangan ini menuntut supaya Majelis
Hakim memeriksa dan mengadili perkara ini dan menjatuhkan putusan
yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa : LILIK HAMIDAH terbukti bersalah
melanggar melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana
dalam dakwaan Kedua Lebih Subsidair Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara
selama : 2 (dua) tahun, dengan memperhitungkan dan mengurangi
sepenuhnya masa selama Terdakwa menjalani penahanan sementara;
3. Menghukum Terdakwa untuk membayar denda sebesar
Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan
kurungan;
4. Menyatakan barang bukti no. 1 sampai dengan no. 84, barang bukti
yang sama dipergunakan dalam perkara an. Terdakwa Sodikin alias
Jidos;
5. Menetapkan Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah);
Page 99
86
5. Putusan Pengadilan
a. Pertimbangan Hukum Hakim
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa
serta keterangan Ahli serta barang bukti yang diperlihatkan
dipersidangan, maka terdapat fakta hukum sebagai berikut :
1. bahwa pada tahun 2006 suami Terdakwa ditangkap oleh Polisi
karena memakai narkotika dan dihukum selama 6 (enam) bulan
dan selanjutnya suami Terdakwa ditangkap lagi karena memakai
narkotika dan dihukum selama 10 (sepuluh) bulan dan pada saat
itulah suami Terdakwa berkenalan dengan orang yang bernama
Alex dan berdasarkan Berita Acara Penyidikan (BAP) pada bulan
Desember 2010 Alex datang menjumpai suami Terdakwa untuk
meminta bantuan mencarikan orang yang bisa menjadi kurir
dalam peredaran gelap narkotika dan pada bulan Oktober 2011
akhirnya, suami Terdakwa mendapatkan orang yang bisa
bekerjasama dalam peredaran gelap narkotika, yakni : Wawan
Purdianto alias Cebol, Yus Winarno, Pramono Widiarso alias Cak
Sut dan Heri (DPO), namun pada sisi lain, suami Terdakwa
menerangkan bahwa kerjasama antara suami Terdakwa dengan
Alex baru dimulai pada tahun 2013, yakni selama 1 (satu) tahun
dan 3 (tiga) bulan;
2. Bahwa selanjutnya Sodikin (suamiTerdakwa) mendapat kiriman
narkotika berupa sabu-sabu dari Alex dan untuk itu suami
Page 100
87
Terdakwa membagi tugas orang yang direkrutnya tersebut untuk
menerima kiriman narkotika, mengirimkannya ke tempat yang
ditentukan oleh Alex serta membersihkan narkotika yang diterima
tersebut sebelum dikirimkan ke tempat yang ditentukan oleh
orang yang bernama Alex tersebut;
3. Bahwa untuk melakukan pekerjaan sebagaimana yang ditentukan
oleh Alex tersebut, suami Terdakwa mendapat imbalan berupa
uang, yang ditranfer oleh Alex melalui rekening atas nama Saiful
Dayat dan suami Terdakwa menerima tranferan uang tersebut
melalui rekeningnya sendiri serta rekening orang lain, yakni
rekening an. Vivi Magdalena dan Susiyah;
4. Bahwa selanjutnya uang transferan yang diterima oleh suami
Terdakwa dari Alex tersebut telah ditransfer oleh suami
Terdakwa ke rekening Terdakwa yang bernama Lilik Hamidah,
dipergunakannya untuk membeli mobil dan keperluan suami
Terdakwa lainnya serta dipinjamkan kepada orang lain;
Terdakwa telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
dakwaan kombinasi antara dakwaan yang berbentuk alternatif dan
dakwaan yang berbentuk subsidairitas.
Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan alternatif Kedua
Lebih Subsidair, yakni : sebagaimana diatur dan diancam dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
Page 101
88
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Setiap orang;
2. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau
menggunakan harta kekayaan;
3. Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan migran, di bidang
perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdaganagn senjata
gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup,di bidang kelautan
dan perikanan atau tindak pidana lain yang diancam dngan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
Mengenai unsur I : Setiap orang :
Menimbang, bahwa setiap orang ditujukan kepada orang /
manusia, sebagai subjek hukum yang menyandang hak dan
kewajiban di dalam hukum dan dapat dipertanggung jawabkan atas
perbuatannya ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap
dipersidangan, telah ternyata yang dimaksud dengan setiap orang
Page 102
89
dalam hal ini adalah Terdakwa, yang berada dalam keadaan sehat
rohani dan jasmani, sehingga dapat dipertanggung jawabkan atas
setiap perbuatannya dan dengan demikian, unsur I : setiap orang,
telah terbukti ;
Mengenai unsur II : Menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran atau menggunakan harta kekayaan :
Menimbang, bahwa unsur II ini berbentk alternatif, dimana
apabila salah satu perbuatan telah terbukti, maka unsur ini telah pula
terbukti;
Menimbang, bahwa saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin
alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D menerangkan
bahwa ia mengetahui isterinya (Terdakwa) mempunyai rekening pada
Bank BCA dengan nomor rekening : 4650320773 dan 4650440647;
Menimbang, bahwa keterangan saksi ini bersesuaian dengan
bukti surat berupa : Tabungan BCA No. Rek. 4650320773 an. LILIK
HAMIDAH dan Tabungan BCA No. Rek. 4650320773 an. LILIK
HAMIDAH;
Menimbang, bahwa adanya rekening Terdakwa pada bank
BCA, sebagaimana diterangkan saksi tersebut telah pula dibenarkan
oleh Terdakwa di persidangan, walaupun Terdakwa menerangkan
bahwa ia lupa akan nomor rekeningnya tersebut;
Page 103
90
Menimbang, bahwa selanjutnya saksi Sodikin alias Dicky A.
Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D telah
beberapa kali mengirimkan uang dengan cara mentranfernya dari
rekeningnya sendiri dan dari rekening orang lain, yakni an. Vivi
Magdalena dan Susiyah yang dikuasainya, ke rekening Terdakwa
(Bank BCA No.Reg. 4650320773), sehingga berjumlah
Rp.92.700.999,00 (sembilan puluh dua juta tujuh ratus ribu rupiah);
Menimbang, bahwa saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin
alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D juga telah
beberapa kali mengirimkan uang dengan cara mentranfernya dari dari
rekening orang lain,yakni dari rekening an.Kartika, Margareta dan
Dony Ferary, yang keseluruhannya berjumlah Rp.203.500.000,00
(dua ratus tiga juta lima ratus ribu rupiah);
Menimbang, bahwa keterangan saksi tersebut yang berkaitan
dengan adanya pentransferan uang tersebut telah bersesuaian dengan
data mutasi rekening BCA an. Lilik Hamidah (Terdakwa), Sodikin,
Vivi Magdalena, Susiyah, Kartika, Margareta dan Dony Ferary;
Menimbang, bahwa adanya pentransferan uang tersebut telah
pula dibenarkan oleh Terdakwa di persidangan, bahkan Terdakwa
telah menggunakan uang transferan tersebut antara lain untuk
membangun tempat usaha laundry “Warna”, menyumbang anak
yatim, membeli alat olah raga;
Page 104
91
Menimbang, bahwa dengan telah ternyata Terdakwa
menerima pentransferan uang dan menggunakan hartaa kekayaan;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur II : menerima
pentransferan, menggunakan harta kekayaan, telah terbukti;
Mengenai unsur III : Diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan migran,
di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang
perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian,
penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di
bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan
hidup,di bidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana lain
yang diancam dngan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
Menimbang, bahwa unsur III ini juga berbentuk alternatif,
dimana apabila salah satu perbuatan telah terbukti, maka unsur ini
telah pula terbukti;
Menimbang, bahwa sebagaimana dipertmibangkan diatas,
telah ternyata bahwa Terdakwa telah menerima pentransferan uang
melalui rekeningnya pada Bank BCA;
Menimbang, bahwa sebagaimana pula telah dipertimbangkan
diatas, jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa melalui
pentranfean ke rekeningnya (Bank BCA No.Reg. 4650320773),
Page 105
92
berjumlah Rp.92.700.999,00 (sembilan puluh dua juta tujuh ratus
ribu rupiah), yang berasal dari rekening rekening suaminya (Sodikin
alias Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias
Mr.D), rekening Vivi Magdalena dan Susiyah;
Menimbang, bahwa disamping itu pula, Terdakwa telah pula
menerima pentransferan uang dari rekening an. Kartika, Margareta
dan Dony Ferary, yang keseluruhannya berjumlah Rp.203.500.000,00
(dua ratus tiga juta lima ratus ribu rupiah);
Menimbang, bahwa Terdakwa mengetahui bahwa suaminya
melakukan pentransferan uang yang relatif cukup besar, yang tidak
sebanding dngan penghasilan suaminya dan untuk itu Terdakwa
pernah menanyakan kepada suaminya tentang dari mana uang itu
diperoleh, namun suaminya (Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias
Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D) hanya menjawab, “itu
rezeki, gak usah ditolak“;
Menimbang, bahwa Terdakwa mengetahui bahwa suaminya
pernah dihukum sebanyak 2 (dua) kali dalam perkara
menyalahgunakan/memakai narkotika pada tahun 2006 dan 2008 dan
Terdakwa pernah pula menasehati suaminya, agar jangan lagi
berhubungan dengan narkotika, dengan maksud agar tidak masuk
penjara lagi;
Menimbang, bahwa dengan demikian, walaupun Terdakwa
tidak mengetahui secara pasti keterlibatan suaminya dalam peredaran
Page 106
93
gelap narkotika, namun dengan telah menerima pentransferan uang
yang relatif besar yang tidak sebanding dengan penghasilan suaminya
tersebut, maka Terdakwa telah patut menduga bahwa uang yang
diterima Terdakwa dari suaminya melalui pentransferan tersebut
berasal dari hasil kejahatan, dalam hal ini narkotika;
Menimbang, bahwa dengan demikian pula, maka unsur III :
patut diduganya merupakan hasil kejahatan narkotika, telah terbukti;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas, maka seluruh unsur dakwaan alternatif
Kedua Lebih Subsidair, telah terbukti;
Menimbang, bahwa selama persidangan berlangsung, ternyata
Terdakwa tidak dikecualikan dari hukuman, baik karena alasan
pembenar maupun karena alasan pemaaf ;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
Terdakwa, telah pula menimbulkan keyakinan bagi Majelis Hakim
akan kesalahan Terdakwa, sehingga dengan demikian Terdakwa telah
terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak
pidana : “Menerima pentransferan, membelanjakan harta kekayaan
yang patut diduganya merupakan hasil tindak pidana narkotika“ dan
oleh karenanya Terdakwa haruslah dijatuhi pidana penjara dan denda
yang setimpal dengan perbuatannya serta dibebani pula untuk
membayar biaya perkara ;
Page 107
94
Menimbang, bahwa lamanya Terdakwa ditahan di Rumah
Tahanan Negara haruslah dikurangkan segenapnya dari pidana yang
akan dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena tidak terdapat alasan untuk
mengeluarkan Terdakwa dari Rumah tahanan Negara, maka
Terdakwa haruslah dipertintahkan tetap ditahan.
b. Amar Putusan Pengadilan Negeri
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa : LILIK HAMIDAH tidak terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan pada
dakwaan alternatif Kedua Primair dan Subsidair;
2. Membebaskan Terdakwa dari dakwaan tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa : LILIK HAMIDAH telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :
“Menerima pentransferan membelanjakan harta kekayaan yang
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana narkotika“;
4. Memidana Terdakwa dengan pidana penjara selama : 1 (satu)
tahun dan 4 (empat) bulan, serta denda sebesar Rp.15.000.000,00
(lima belas juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak dibayar, maka akan digantikan dengan pidana kurungan
selama : 2 (dua) bulan;
5. Menyatakan lamanya Terdakwa ditahan di Rumah Tahanan
Negara dikurangkan segenapnya dari pidana yang dijatuhkan;
Page 108
95
6. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
7. Menyatakan barang bukti no.1 sampai dengan no. 84
dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan
dalam perkara Terdakwa Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias
Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D;
8. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar
Rp.5.000,00 (lima ribu
rupiah);
B. Pembahasan
1. Proses Pembuktian Terhadap Pelaku Pasif atas Harta Kekayaan
Pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/ PN.Sda
a. Pengaturan Mengenai Pelaku Pasif Pencucian Uang
Tindak pidana pencucian uang sampai saat ini masih menjadi
ancaman yang serius bagi bangsa dan negara, karena selain bisa
mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan,
juga bisa merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tindak pidana pencucian uang memang harus dicegah dan diberantas, di
mana pencucian uang ini merupakan suatu kejahatan besar yang
menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang sangat besar atau asal
usul dari harta kekayaan tersebut berasal dari kejahatan yang kemudian
disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang dikenal
dengan pencucian uang.
Page 109
96
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa tidak ada definisi
yang universal dan komprehensif mengenai tindak pidana pencucian
uang (money laundering), karena berbagai pihak seperti institusi-
institusi investigasi, kalangan pengusaha, Negara-negara dan organisasi-
organisasi lainnya memiliki definisi-definisi sendiri untuk itu. Dari
definisi-definisi yang telh dikemukakan pleh para pakar mengenai apa
yang dimaksud money laundering, dapat disimpulkan sebagai berikut62
:
“Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian
kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari
tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau
otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak
pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang
tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan
itu sebagai uang halal.”
Tidaklah mudah untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana
pencucian uang, karena tindak pidana ini dilakukan melalui proses
kegiatan yang sangat kompleks. Proses pencucian uang ini dilakukan
dengan melewatkan uang yang diperoleh secara illegal melalui
serangkaian transaksi finansial yang rumit guna menyulitkan berbagai
pihak untuk mengetahui asal-usul uang tersebut.
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha
pencucian uang yaitu63
:
1. Placement
62
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit. Hal.5 63
Adrian Sutedi, 2008, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, Hal. 18.
Page 110
97
Tahap ini merupaka tahap pertama, yaitu pemilik uang
tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam sistem
keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam
sistem keuangan perbankan,berarti uang itu juga telah masuk ke
dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang
yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat lagi
dipindahkan ke bank lain, baik di negara tersebut maupun di negara
lain. Uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam sistem keuangan
negara yang bersangkutan, tetapi telah masuk juga ke dalam sistem
keuangan global atau internasioanal.
Dengan placement dimaksudkan “the physical dispoal of cash
proceedsderived from legal activity”. Dengan perkataan lain fase
pertama dari proses pencucian uang haram ini adalah memindahkan
uang haram dari sumber di mana uang itu diperoleh untuk
menghindarkan jejaknya.
2. Layering
Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari
sumbernya, yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transakasi
keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana.
Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa
rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil dari placement ke tempat
lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk
menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.
Page 111
98
3. Integration
Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang
telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke
dalam berbagai bentuk kekayaan materiil atau keuangan,
dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah maupun
untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Jadi begitu uang
tersebut telah dapat diupayakan proses pencuciannya melalui cara
layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan unng yang
telah menjadi uang halal yang digunakan untuk kegiatan bisnis atau
kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan
yang mengendalikan uang tersebut.
Selain tahap proses pencucian uang seperti yang telah tertulis di
atas, ada juga pendapat menurut Anwar Nasution64
, beliau mengatakan
bahwa ada empat faktor yang dilakukan dalam proses pencucian uang.
Pertama, baik merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun
sumber uang hasil kejahatan itu. Kedua, mengubah bentuknya sehingga
mudah dibawa ke mana-mana. Ketiga, merahasiakan proses pencucian
uang itu sehingga menyulitkan pelacakannya oleh petugas hukum.
Keempat, mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya.
Dalam perkembanngannya, pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang tidak hanya fokus kepada pelaku aktifnya
saja, tetapi sekarang ini juga penegakkan hukumnya fokus ke pelaku
64
Anwar Nasution, Sistem Keuangan dan Proses Money Laundering, dalam Jurnal
Hukum Bsinis, Vol. 3, Tahun 1998, hal. 12-13.
Page 112
99
pasifnya. Mengenai pelaku pasif sendiri di dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasa Tindak Pidana
Pencucian Uang sudah diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) yang merumuskan
:
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sutrisno Wibowo S.H. dari
Direktorat Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) definisi mengenai pelaku pasif
adalah pelaku pasif ini tidak melakukan tindak pidana asal, dia
menerima harta kekayaan dari hasil tindak pidana, tidak hanya berupa
uang yang dilakukan atau diterima melalui sistem keuangan, tetapi bisa
saja dengan uang tunai/cash untuk menerima aset sepanjang memenuhi
rumusan Pasal 5 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dan
juga harus memenuhi rumusan delik untuk bisa disangkakan dengan
Pasal 5 tersebut.65
Sampai saat ini, Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasa Tindak Pidana Pencucian Uang
65
Hasil Wawancara dengan Sutrisno Wibowo S.H., Direktorat Kerjasama dan
Hubungan Masyarakat, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada
tanggal 15 September 2014.
Page 113
100
masih menjadi senjata utama untuk menjerat para pelaku pasif dari
tindak pidana pencucian uang. Mengenai efektifitas dari Pasal 5 ini,
Menurut Bobby Mokoginta S.H., dari Direktorat Kerjasama dan
Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), berpendapat bahwa terhadap suatu peraturan
perundang-undangan harus dilaksanakan terlebih dahulu, masalah
efektif atau tidaknya. Pelaku pasif sekarang ini memang sering muncul,
banyak sekarang kasus pelaku pasif pencucian uang dijerat
menggunakan menggunakan Pasal 5 ini. Sehingga kita lihat saja pasal
tersebut masih dipakai, jadi masih efektif. Efektifitas pasal tersebut
cukup baik dalam penerapan prakteknya66
.
Berkaitan dengan rumusan definisi mengenai pelaku pasif
tersebut, yang paling penting adalah pembuktiannya. Karena proses
pembuktian di persidangan merupakan suatu tahap yang sangat
menentukan di mana dapat suatu tindak pidana yang didakwakan dapat
terbukti atau tidak. Proses pembuktian atau membuktikan mengandung
maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa,
sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.
Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah
66
Hasil Wawancara dengan Bobby Mokoginta S.H., Direktorat Kerjasama dan
Hubungan Masyarakat, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada
tanggal 15 September 2014.
Page 114
101
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus
mempertanggung jawabkannya67
.
b. Sitem Pembuktian yang Dianut oleh Hukum Acara Indonesia
dan Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik
Tahap pembuktian di persidangan ini memang menjadi fokus
utama dalam beracara di pengadilan. Karena untuk dapat menjatuhkan
putusan pidana, Majelis Hakim harus mempunyai keyakinan bahwa
Terdakwa telah bersalah. Di Indonseia sendiri, sistem pembuktian dalam
beracara di persidangan, menganut sistem pembuktian Negatif (negative
wettelijk). Menurut teori ini Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana
apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-
undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari
adanya alat-alat bukti itu. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 183 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan :
”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, telah jelas bahwa agar dapat
dijatuhkan suatu putusan pidana, maka setidaknya harus ada dua alat
bukti yang sah dan ditambah dengan keyakinan Hakim bahwa terdakwa
memang benar dan terbukti melakukan tindak pidana. Jika Hakim tidak
yakin atau ragu-ragu dalam terhadap dua alat bukti yang dihadirkan
dalam persidangan, maka akim harus memutus perkara tersebut yang
67
Darwan Prinst. Op. Cit. hal. 133.
Page 115
102
paling ringan atau menguntungkan terdakwa, seperti yang termuat dalam
asas in dubio pro reo yang artinya “Dalam keadaan yang meragukan,
Hakim harus mengambil keputusan yang menguntungkan terdakwa.”
Dengan demikian Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) mengatur untuk bisa menentukan salah atau tidaknya
seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, harus
:
a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah
b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.68
Sehingga, sistem pembuktian yang dianut oleh hukum acara
Indonesia melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) seperti yang sudah dijelaskan adalah ,maka aturan mengenai
pembuktian ini yang merupakan bagian dari rangkaian beracara di dalam
persidangan berlaku untuk semua tindak pidana yang diatur di
Indonesia, termasuk pelaku aktif tindak pidana pencucian uang dan juga
pelaku pasifnya.
Pembuktian terhadap pelaku pasif pencucian uang pada dasarnya
sama dengan pembuktian tidak pidana lainnya. Penegakkan hukum
terhadap pelaku pasif sampai saat ini terus dilakukan secara intensif.
Dalam perkembangannya penegakkan hukum pelaku pasif ini tampaknya
memang lebih sulit, karena para penegak hukum dalam menjerat pelaku
68
M. Yahya Harahap, Op.Cit. Hal. 280.
Page 116
103
pasif memang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi unsur-unsur
yang termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasa Tindak Pidana Pencucian Uang. Agar bisa
dijerat dengan Pasal 5 ini, tetap harus dilihat pemenuhan unsur-unsurnya.
Tidak boleh terbentuk opini yang terlalu dini apakah seseorang tersebut
pelaku pasif pencucian atau bukan, tetap harus dilihat apakah dia
memenuhi unsur-unsur rumusan Pasal 5 atau tidak, karena yang disebut
sebagai pelaku adalah mereka yang memenuhi unsur-unsurnya.69
Permasalahan selanjutnya berkenaan dengan pembuktian unsur
subjektif (mens rea) dan unsur objektif (actus reus). Mens rea yang harus
dibuktikan yaitu knowledge (mengetahui) atau reason to know (patut
menduga) dan intended (bermaksud). Kedua unsur tersebut berkaitan
dengan unsur terdakwa mengetahui tentang atau maksud untuk
melakukan transaksi. Untuk membuktikan unsur mengetahui tentunya
sudah jelas bahwa pelaku harus memenuhi knowingly dan wingly.
Selanjutnya, berkenaan pembuktian unsur patut menduga maka hal ini
persis yang tertera dalam pembuktian pasal 480 KUHP yang menjelaskan
adanya unsur proparte dolus dan proparte culpoos (setengah sengaja
setengah lalai). Pembuktian selanjutnya adalah unsur intended, yaitu
bermaksud untuk menyembunyikan hasil kejahatan. Untuk pembuktian
ini pun sulit. Maka dari itu, apabila unsur sengaja dan mengetahui atau
69
Hasil Wawancara dengan Bobby Mokoginta S.H. Op. Cit.
Page 117
104
patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari kejahatan, dengan
sendirinya unsur intended terbukti70
.
Pembuktian terhadap pelaku Tidak pidana pencucian uang bisa
juga dilakukan dengan cara sitem beban pembuktian terbalik. Pada
asasnya, beban “Pembuktian Terbalik” bermula dari sistem pembuktian
yang dikenal dari Negara yang menganut rumpun Anglo-Saxon terbatas
pada “certain cases” khususnya terhadap tindak pidana “gratification”
atau pemberian yang berkorelasi dengan “bribery” (suap), misalnya
Malaysia dan Singapura, yang mengatur gratifikasi dalam The Status of
Prevention of Corruption Act Malaysia and Singapore.71
Pembuktian terbalik ini di Indonesia secara normatif sudah diatur
dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang yang menyatakan :
“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa
wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan
hasil tindak pidana.”
Makna dari pasal tersebut, kata “wajib” mengandung pengertian
bahwa undang-undang ini menganut sistem pembuktian terbalik, namun
dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa terdakwa “diberi
kesempatan” untuk membuktikan harta kekayaannnya dan bukan berasal
dari tindak pidana. Bunyi kata “wajib” dan “diberi kesempatan”
mempunyai pengertian yang berbeda. Dengan demikian sistem
70
Adrian Sutedi. Op. Cit. Hal.214. 71
Lilik Mulyadi, 2011, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoretis,
Praktik dan Masalahnya, Bandung : Alumni, Hal. 254.
Page 118
105
pembuktian dalam undang undang ini masih menjadi perdebatan, bahkan
sebenarnya membuat hal yang jelas menjadi tidak jelas72
.
Kemudian sistem pembuktian terbalik ini diperbaharui dengan
diberlakukannya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Di
dalam undang-undang ini sistem pembuktian terbalik diatur lebii detai
dari undang-undang sebelumnya, yaitu termuat dalam Pasal 77 dan 78 :
Pasal 77 :
“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan,
terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan
merupakan hasil tindak pidana.”
Pasal 78 :
Ayat (1): “Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan
terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait
dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).”
Ayat (2): “Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang
terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan
cara mengajukan alat bukti yang cukup.”
Pasal 77 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
menyebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan, maka
Terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
merupakan hasil tindak pidana. Pada penjelasan pasal ini tertera cukup
jelas, sehingga konstruksi hukum yang termuat pada undang-undang ini
mengamanatkan bahwa terdakwa tidak lagi “diberi kesempatan” dalam
72
Philips Darwin, 2012, Money Laundering (Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar
Soal Pencucian Uang), Jakarta : Sinar Ilmu, Hal. 68.
Page 119
106
pembuktian terbalik, namun “wajib” untuk melakukannya. Inilah
kelebihan undang-undang pencucian uang yang baru dibanding undang
undang yang lama73
. Sistem beban pembuktian terbalik dalam undang-
undang sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang
pengadilan, tidak dalam tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua
tindak pidana, hanya pada kejahatan yang bersifat serius (serious crime)
yang sulit dalam hal pembuktiannya, misalnya korupsi, penyelundupan,
narkotika, psikotropika, atau penggelapan pajak,dan tindak pidana
perbankan. Seperti yang sudah termuat dalam Pasal 77 Undang-Undang
No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, yaitu dengan disebutkannya “Untuk
kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan”, maka dapat dikatakan
bahwa sistem beban pembuktian terbalik hanya dapat diterapkan pada
waktu dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Metode pembuktian terbalik merupakan alternatif hukum
pembuktian yang kini dipandang sebagai “sarana hukum” yang ampuh
untuk mengejar aset hasil kejahatan dan mengembalikannya kepada
negara. Namun, penggunaan model ini harus memiliki dua fungsi, yaitu:
Pertama, model ini bertujuan untuk memudahkan proses pembuktian
asal usul harta kekayaan (aset) dari suatu kejahatan, akan tetapi disisi
lain, tidak dapat dipergunakan sehingga bertentangan dengan hak asasi
seorang tersangka/terdakwa. Kedua, model ini tidak memiliki tujuan
73
Ibid. Hal. 78.
Page 120
107
yang bersifat represif melalui proses kepidanaan melainkan harus
bertujuan yang bersifat rehabilitative dan semata-mata untuk
memulihkan aset hasil dari kejahatan tertentu (recovery)74
.
Sitem pembuktian terbalik ini bisa dikatakan bertentangan
dengan sitem hukum acara di negara kita, karena sistem pembuktian
terbalik di negara kita tidak dikenal atau digunakan. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 66. Di dalam
pasal ini dinyatakan bahwa Tersangka atau Terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian. Dari pernyataan pasal tersebut pun terlihat jelas
jika dalam proses pembuktian dalam persidangan, terdakwa tidak
dibebani kewajiban pembuktian, sehingga dalam hal ini Jaksa Penuntut
Umum lah yang harus membuktikan dakwaannya. Dalam asas
pembuktian terbalik, Hakim berangkat dari praduga bahwa terdakwa
telah bersalah melakukan suatu pelanggaran hukum atau presumption of
guilt. Kemudian terdakwalah yang harus membuktikan bahwa dirinya
tidak bersalah. Walaupun demikian, penerapan beban pembuktian
terbalik ini tidak murni hanya Terdakwa yang hanya membuktikan
dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi juga dari Jaksa
Penuntut Umum yang juga harus membuktikan apa yang telah
didakwakan kepada Terdakwa. Sehingga didalam pelaksanaan asas
praduga bersalah (presumption of guilt) tidaklah dilakukan secara
74
Abdul Latief. Tindak Pidana Korupsi dan Problematikanya Dalam Praktik Penerapan
Hukum. Majalah Hukum VARIA PERADILAN. Tahun XXVIII No. 324 November 2012. Jakarta
pusat : Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Hal. 41.
Page 121
108
mutlak, terdakwa bersifat aktif hanya pada pembuktian asal usul harta
kekayaan.
Mengenai pro dan kontra terhadap penerapan beban pembuktian
terbalik ini, menurut Bobby Mokoginta,75
dikatakan bahwa kalau
posisinya sebagai pelaku pasti mereka akan berbicara tentang HAM,
tetapi jika posisinya dari pihak penegak hukum maka akan berbicara
tentang kepastian hukum. Ada pengaruh subjektifitas tergantung dari
posisinya, tetapi sebagai seoarang sarjana hukum, alat apapun yang bisa
digunakan semaksimal mungkin kita gunakan. Sepanjang itu efektif dan
membantu penegakkan hukum harus dipakai, bila sudah tidak berguna
lagi harus dihapus. Jika nanti dilakukan evaluasi dan ada hal yang
berebihan akan dikurangi dan jika ada hal yang masih kurang maka
ditambahkan sesuai dengan keseimbangan.
Harta kekayaan adalah merupakan salah satu unsur di samping
unsur-unsur yang lain dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. Sebagai unsur dari tindak
pidana pencucian uang, unsur harta kekayaan harus disebutkan dalam
surat dakwaan dan sebenarnya harus dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang sah oleh Penuntut Umum di pemeriksaan sidang pengadilan76
.
Tetapi dengan adanya Pasal 77 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
75
Hasil Wawancara dengan Bobby Mokoginta S.H., Op. Cit. 76
R. Wiyono, Op. Cit., Hal. 216.
Page 122
109
Uang, yang menentukan bahwa yang wajib membuktikan unsur harta
kekayaan adalah Terdakwa, maka dikatakan bahwa sistem pembuktian
terbalik ini berlaku terhadap pelaku aktif maupun pelaku pasif tidak
memandang pidana asalnya.
c. Pembuktian terhadap Pelaku Pasif Pencucian Uang pada
Putusan No.603/Pid.Sus/ 2013/PN.Sda
Pembuktian merupakan titik sentral dan memegang peranan yang
sangat penting dalam pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan.
Hal ini dikarenakan pada pembuktian di tentukan bersalah atau tidaknya
seorang terdakwa. Apabila bukti yang disampaikan di pengadilan tidak
mencukupi atau tidak sesuai dengan yang disyaratkan maka terdakwa
akan dibebaskan. Namun apabila bukti yang disampaikan mencukupi
maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Oleh karena itu proses
pembuktian merupakan proses yang penting agar jangan sampai orang
yang bersalah dibebaskan karena bukti yang tidak cukup. Atau bahkan
orang yang tidak bersalah justru dinyatakan bersalah.
Pembuktian tentang benar tidaknya seorang terdakwa melakukan
perbuatan yang didakwakan merupakan bagian terpenting dari acara
pidana, karena hak asasi manusia (terdakwa) akan dipertaruhkan. Van
Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu77
:
a. Mencari dan menemukan kebenaran;
b. Pemberian keputusan oleh hakim;
77
Andi Hamzah. Op. Cit. halaman 13.
Page 123
110
c. Pelaksanaan keputusan.
Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi
“mencari kebenaran” karena hal tersebut merupakan tumpuan kedua
fungsi berikutnya. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui
alat bukti dan barang bukti, maka hakim akan sampai kepada putusan
yang selanjutnya akan dilaksanakan oleh jaksa. Namun hal yang tidak
kalah penting adalah peran jaksa di dalam menerapkan suatu peraturan
perundang-undangan, dimana jaksa memiliki peranan yang sangat
penting untuk tercapainya fungsi hukum acara pidana.
Meskipun pembuktian merupakan titik strategis di dalam proses
peradilan pidana, namun pembuktian itu sendiri adalah sebuah proses
yang rawan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kalau
hukum acara pidana secara keseluruhan disebut sebagai “filter” yang
akan menjaga keseimbangan antara kekuasaan negara dengan
perlindungan hak-hak individu, maka sistem pembuktian merupakan
“core filter” (tempat penyaringan), sebab melalui proses pembuktian
itulah akan ditentukan apakah ketentuan pembuktian (bewijsracht) dari
setiap alat bukti akan menjadikan seorang terdakwa dibebaskan
(vrijspraak), dilepaskan dari segala tuntutan (ontslag van alle
rechtsvervolging), ataukah dipidana.78
78
Elwi Danil, 2012, Korupsi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Jakarta :
Rajawali Pers, Hal. 193.
Page 124
111
Mengenai alat bukti tindak pidana pencucian uang juga sudah
diatur dalam Pasal 73 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :
“Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian
Uang ialah:
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
dan/atau
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronikdengan alat optik atau
alat yang serupa optik dan Dokumen.”
Alat bukti yang sah dalam tindak pidana pada umumnya (kecuali
tindak pidana korupsi dan tindak pidan terorisme) berbeda dengan alat
bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang. Karena
alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pada umumnya
umumnya (kecuali tindak pidana korupsi dan tindak pidan terorisme)
adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang terdiri dari79
:
Alat bukti yang sah ialah:
a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa
Sedangkan alat bukti yang sah dalam tindak pidana pencucian
uang, di samping sebagaimana yang dimaksud Pasal 73 huruf (a)
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu alat bukti yang sah
79
R. Wiyono, 2014, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta : Sinar Grafika, Hal. 208.
Page 125
112
yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang termasuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf (b) Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, yaitu Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau alat yang serupa optik dan Dokumen.
Jika melihat dalam kasus perkara yang ada dalam Putusan
No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda, putusan tersebut dengan Terdakwa Lilik
Hamidah. Lilik Hamidah ini merupakan Terdakwa pada tindak pidana
pencucian uang. Berawal dari ditangkapnya saksi Yus Winarno
(terdakwa dalam perkara Pidana asal) bersama terdakwa Lilik Hamidah,
pada hari Rabu tanggal 17 April 2013 sekitar pukul 09.00 WIB di tempat
kediaman saksi Yus Winarno di Jln. Bungurasih Barat No. 13 Rt.
001/Rw. 02 Kelurahan Bungurasih Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo
oleh saksi Jipri Setiawanto dan saski Sumanto yang merupakan anggota
dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam rangka melakukan
penggerebekan ditempat tersebut yang diduga merupakan tempat
jaringan Peredaran gelap Narkotika, kemudian setelah dilakukan
penggeledahan, didapatkan Narkotika Golongan I jenis shabu sebanyak
15 (lima belas) bungkus seberat kurang lebih 4.913,2 gram milik saksi
Sodikin alias Dicky A. Sodikin (terdakwa dalam penuntutan terpisah)
yang disimpan oleh saksi Yus Winarno di tempat kediamannya atas
perintah saski Sodikin yang juga sebagai terdakwa dalam Pidana asal.
Page 126
113
Selanjutnya dilakukan pencarian terhadap saksi Sodikin di tempat
kediamannya di Jalan Bungurasih barat No.12 Kelurahan Bungurasih
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang terletak diseberang jalan dari
tempat kediaman saksi Yus Winarno, kemudian dilakukan
penggeledahan dirumah tersebut, namun saksi Sodikin sudah tidak
berada ditempat dan ternyata terdakwa Lilik Hamidah yang merupakan
istri saksi Sodikin yang dinikahi sejak tahun 1998. Penggeledahan
dirumah saksi Sodikin bersama terdakwa Lilik Hamidah di rumahnya
sudah tidak ditemukan lagi Narkotika. Terdakwa Lilik Hamidah diduga
telah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagai penerima pasif
atau pelaku pasif. Terdakwa telah menerima harta kekayaan berupa uang
dan harta benda lainnya dari Sodikin yang mempunyai bisnis haram
narkotika.
Terdakwa Lilik Hamidah dituntut Jaksa penuntut Umum
kombinasi antara dakwaan alternatif dan dakwaan subsidair, yaitu :
Kesatu : Primair : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
137 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Subsidair : sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 137 huruf
b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika atau
Kedua : Primair : sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Subsidair : sebagaima
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8
Page 127
114
Tahun2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Lebih Subsidair : sebagaima diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum di atas, Terlihat bahwa
Jaksa Penuntut Umum tidak main-main dalam menjerat Terdakwa, baik
dengan Undang-Undang Narkotika maupun Undang-Undang Pencucian
Uang. Dalam pembuktiannya berdasarkan putusan tersebut, dari pihak
Jaksa Penuntut Umum telah menghadirkan saksi-saksi yang bisa
membuktikan jika Terdakwa bersalah. Saksi-saksi yang dihadirkan
dalam persidangan juga saksi yang merupakan terdakwa, dengan perkara
yang terpisah termasuk juga suami Terdakwa yaitu Sodikin.
Seperti yang diketahui, pembuktian terhadap tindak pidana
pencucian uang ini bisa dikatakan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan
pembuktiannya, karena sulitnya untuk memenuhi unsur-unsur terhadap
pasal yang didakwakan. Dalam perkara pada Putusan No.603/Pid.
Sus/2013/PN.Sda. ini proses pembuktian yang dilakukan Jaksa Penuntut
Umum untuk membuktikannya dakwaannya di dalam persidangan
dengan menghadirkan saksi-saksi, seperti saksi biasa, saksi yang juga
termasuk terdakwa tindak pidana asal dalam hal ini mengenai narkotika,
saksi verbalisan (saksi dari pihak penyidik), dan juga saksi a de charge.
Berdasarkan macam-macam saksi yang dihadirkan dalam
persidangan tersebut, terlihat bahwa alat bukti yang ada dalam
Page 128
115
persidangan bisa dikatakan sudah memenuhi Pasal 183 KUHAP, bahkan
lebih dari cukup dari dua alat bukti yang sah. Menurut Martiman
Prodjohamidjojo80
, Pasal 183 KUHAP mengandung substansi :
1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :
a. Tidak terjadi;
b. Terdakwa telah bersalah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut, terkandung
dua asas mengenai pembuktian yaitu :
1. Asas minimum pembuktian yaitu asas bahwa untuk membuktikan
kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah;
2. Asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yang
mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping
kesalahan terdakwa cukup terbukti harus pula diikuti keyakinan
hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa.
Salah satu dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah mendakwa
Terdakwa dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidan Pencucian Uang, di mana
pasal tersebut dinilai sangat sesuai dengan perbuatan yang oleh
Terdakwa Lilik Hamidah. Pasal 5 ini mengatur tentang perbuatan setiap
Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
80
Martiman Prodjohamidjojo, 1983, Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti, Jakarta :
Ghalia Indonesia, Hal. 12.
Page 129
116
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan basil tindak pidana, dalam kasus ini tindak pidana asalnya
adalah narkotika. Keterangan Ahli : Isnu Yuwana Darmawan, tindak
Pidana Pencucian Uang dibagi 2 (dua), yaitu :
1. Tindak Pidana Pencucian Uang Aktif, artinya Terdakwa
melakukan tindak pidana sendiri dalam hal mentrasfer uang
yang berasal dari tindak pidana.
2. Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif, artinya setiap orang
yang menerima aliaran uang yang berasal dari suatu tindak
pidana
Hal yang menguatkan Terdakwa sebagai pelaku pasif atau
penerima pasif dari tindak pidana pencucian uang bisa dilihat dari
keterangan saksi Sodikin yang tidak lain adalah Terdakwa dalam tindak
pidana asal dan juga sebagai istri Terdakwa Lilik Hamidah, yaitu
pemeriksaan saksi, keterangan Saksi Sodikin bahwa uang hasil dari
bisnis narkotika bersama rekannya ditransfer melalui rekening Terdakwa
Lilik Hamidah dan juga melalui rekening orang lain. Kemudian kepada
saksi Sodikin, Terdakwa pernah menasehatinya agar berhenti memakai
narkotika. Dari ketrangan saksi Sodikin ini terlihat jelas bahwa Terdakwa
Lilik Hamidah melakukan pencucian uang pasif.
Lebih jelasnya mengenai pelaku pasif pencucian uang yang
didakwakan kepada Terdakwa Lilik Hamidah yang dirumuskan dalam
Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Page 130
117
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucain Uang akan disajikan dalam
bentuk bagan di bawah ini :
Berdasarkan bagan tentang rumusan Pasal 5 tersebut di atas,
seseorang yang melakukan pencucian uang pasif harus dibuktikan
terlebih dahulu perbuatannya, apakah sudah memenuhi unsur-unsurnya
atau belum. Perbuatan tersebut haruslah memenuhi unsur mens rea dan
unsur actus reus nya. Mens rea adalah suatu sikap batin seseorang
terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan. Sedangkan actus reus
adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan.
Berdasarkan bagan di atas seseorang atau korporasi yang
melakukan pencucian uang pasif harus dipenuhi unsur mens rea dan
actus reus nya. Harus dilihat mens rea nya terhadap perbuatan yang
Mens Rea Diketahui,
Patut Diduga,
dari hasil tindak pidana
Actus Reus (Perbuatan)
Menggunakan (Commision)
Menerima atau Menguasai (Ommision)
Subjek :
Orang
perseorangan korporasi
Objek :
Harta
Kekayaan
- Sumbangan
- Penitipan
- Penukaran
- Penempatan
- Pentransferan
- Pembayaran
- Hibah
Page 131
118
dilakukan, yaitu dia harus menduga atau patut diduga bahwa harta
kekayaan yang diterimanya itu berasal dari tindak pidana. Kemudian
unsur actus reus nya yaitu perbuatan seseorang atau korporasi terhadap
harta benda yang diterimanya, bisa perbuatan untuk “Menggunakan”
(Commision) dan perbuatan untuk “Menerima atau Menguasai”
(Ommision), seperti penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran.
Harus ada mens rea atau sikap batin yang bisa menempatkan dia
(Terdakwa) memliki kesalahan. Pelaku pasif tetap memegang teguh pada
adanya unsur mens rea dan actum reus atau tindakan menerima. Kalau
hanya menerima saja tetap harus dilihat mens rea nya, seperti bagaimana
cara mengetahui dari mana uang tersebut berasal, ketika menerima uang,
dll., apa yang dilakukan, apakah diam saja atau bagaimana. Dilihat juga
dia melakukan kesalahan secara sengaja atau lalai.81
Dikaitkan dengan kasus yang ada dalam Putusan No.603/
Pid.Sus/2013/PN.Sda, Terdakwa Lilik Hamidah yang didakwa salah
satunya dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 2010. Dalam
pembuktiannya dengan menghadirkan berbagai saksi, di sini terlihat
bahwa keterangan saksi yang memberikan jawaban kunci dengan
dikaitkan terhadap unsur mens rea dan unsur actus reus adalah dari
keterangan saksi Sodikin yang juga merupakan Terdakwa Lilik Hamidah
dan keterangan Terdakwa sendiri. Yaitu keterangan saksi Sodikin yang
81
Hasil Wawancara dengan Sutrisno Wibowo S.H., Op. Cit.
Page 132
119
mengatakan bahwa uang hasil dari bisnis narkotika bersama rekannya
ditransfer melalui rekening Terdakwa Lilik Hamidah dan juga melalui
rekening orang lain. Jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa melalui
pentranfean ke rekeningnya (Bank BCA No.Reg. 4650320773),
berjumlah Rp.92.700.999,00 (sembilan puluh dua juta tujuh ratus ribu
rupiah), yang berasal dari rekening rekening suaminya (Sodikin alias
Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D),
rekening Vivi Magdalena dan Susiyah. Selain itu, Terdakwa juga
menerima pentransferan uang dari rekening an. Kartika, Margareta dan
Dony Ferary, yang keseluruhannya berjumlah Rp.203.500.000,00 (dua
ratus tiga juta lima ratus ribu rupiah).
Kemudian kepada saksi Sodikin, Terdakwa pernah
menasehatinya agar berhenti memakai narkotika. Kemudian dari
keterangan Terdakwa Lilik Hamidah bahwa usaha suami Terdakwa
antara lain angkutan kota (angkot), Loundry, Food Court, yang
semuanya Terdakwa yang menjalanakan dan modalnya dari suami
Terdakwa, yaitu dari usaha kayu dan solar yang dijalankan oleh suami
Terdakwa. Terdakwa juga mengetahui sejak lama pekerjaan suaminya
tersebut tidak hanya sebatas berwiraswasta saja tetapi terdakwa tahu
kalau suaminya juga berbisnis Narkotika karena suaminya pernah
dipenjara 2 (dua) kali terlibat dengan kasus Narkotika sekira tahun 2006
tetapi Terdakwa Lilik Hamidah hanya menasehatinya saja agar suaminya
berhenti berbisnis narkotika walaupun terdakwa sudah sering curiga
Page 133
120
terhadap penghasilan suaminya yang tidak sesuai dengan pekerjaannya
dan menanyakan kepada suaminya dari mana uang-uang yang didapat
selama ini, namun terdakwa tetap saja menerima, menyimpan dan
menikmati pemberian suaminya dari hasil keuntungan berbisnis
Narkotika tersebut. Kemudian dari keterangan saksi verbalisan I yaitu
Murnila, S.H., mengatakan bahwa Terdakwa Lilik Hamidah secara
langsung tidak tahu kalau transfer uang tersebut merupakan hasil dari
narkotika, tetapi Terdakwa pernah menduga bahwa uang itu berasal dari
narkotika.
Dari alat bukti tersebut bisa dikatakan bahwa Terdakwa Lilik
Hamidah memang melakukan pencucian uang pasif atau sebagai pelaku
pasif, karena perbuatan Terdakwa tersebut telah memenuhi unsur mens
rea dan actus reus dengan menerima harta kekayaan dari suaminya dan
juga menguasainya. Perbuatan tersebut seharusnya sudah diketahui oleh
Terdakwa dan juga patut menduganya harta kekayaan yang diterimanya
berasal dari tindak pidana sesuai dengan keterangan di atas.
Sistem beban pembuktian terbalik bisa juga diterpakan pada
perkara uang ada dalam Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda. Bisa saja
dilakukan beban pembuktian terbalik terhadap Terdakwa Lilik Hamidah,
karena karena sudah diatur dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Sistem pembuktian terbalik sesuai yang dianut negara kita yaitu
pembuktian terbalik berimbang, di mana Terdakwa yang harus
Page 134
121
membuktikan harta kekayaannya bukan hasil dari tindak pidana, selain
itu juga Jaksa Penuntut Umum juga harus ikut membuktikannya. Seperti
yang dikatakan oleh saksi ahli Isnu Yuwana Darmawan, yang bekerja
pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak
tahun 2012, beliau mengatakan bahwa dalam tindak pidana pencucian
uang dikenal azas pembuktian terbalik, yakni Jaksa Penuntut Umum
berhak untuk membuktikan bahwa barang-barang atau harta kekayaan
yang diperoleh oleh Terdakwa Lilih Hamidah adalah hasil kejahatan dan
Terdakwa Lilik Hamidah juga bisa membuktikan bahwa barang-barang
yang diperolehnya itu bukan dari hasil kejahatan.
2. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan
Pidana Terhadap Pelaku Pasif pada Putusan No.603/Pid.Sus/
2013/PN.Sda
Peranan Hakim sangat menentukan untuk tujuan pemberantasan
kejahatan pencucian uang. Hakim harus mempunyai sifat visioner yang
didasarkan pada pemahaman bahwa pembuktian kejahatan pencucian
uang ini sangat sulit. Profesionalitas hakim sangat diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya dalam mengadili suatu perkara dan bisa
memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat.
Fungsi dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran
materiil, putusan hakim, dan pelaksanaan keputusan Hakim. Menurut
Yulies Tiena Masriani, mengatakan bahwa:
Page 135
122
“Fungsi Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran
materiil, putusan hakim dan pelaksanaan keputusan hakim82
.”
Kebenaran materiil yang merupakan kebenaran yang senyatanya
didapatkan dengan pembuktian. Pembuktian merupakan titik sentral dari
pemeriksaan di muka sidang pengadilan karena menyangkut ditentukan
tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan
dan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. Dalam hal
ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika
seseorang yang didakwakan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan
yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan
Hakim, padahal tidak benar. Untuk inilah maka hukum acara pidana
bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hukum
acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal83
.
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memegang prinsip
minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Sehingga hakim dalam menjatuhkan putusan, harus sekurang-
kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah dan disertai dengan
keyakinan hakim. Macam-macam alat bukti ini termuat dalam pasal 184
82
Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Hukum Indonesi, Jakarta : Sinar Grafika, Hal.
83. 83
Andi Hamzah, 2011, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, Hal.
249.
Page 136
123
ayat (1) KUHAP, yaitu terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli,
petunjuk dan keterangan terdakwa.
Pasal 183 KUHAP menunjukkan bahwa hukum acara pidana
Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negative atau negatief wettelijk bewijsleer. Artinya seseorang baru boleh
dipidana apabila hakim yakin akan kesalahan terdakwa yang dibuktikan
dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang84
.
Dalam sistem pembuktian undang-undang secara negatif, ada dua
hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa,
sesuai dengan pendapat Alfitra85
, yakni:
a. Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh
undang-undang;
b. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-
bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Adami Chazawi yang
mengatakan :
“Menurut sistem ini, dalam hal membuktikan kesalahan
Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,
hakim tidak sepenuhnya mengandalkan alat-alat bukti serta
dengan cara-cara yang ditentukan oleh undang-undang. Itu tidak
cukup, tetapi harus disertai pula keyakinan bahwa Terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana. Keyakinan yang dibentuk ini
haruslah didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti
yang ditentukan dalam undang-undang. Kegiatan pembuktian
didasarkan pada dua hal, yaitu alat-alat bukti dan keyakinan yang
84
Hibnu Nugroho. 2002, Buku Ajar Pengantar Hukum Acara Pidana, Purwokerto :
Fakultas Hukum, Hal. 44. 85
Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di
Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses. Hal. 29.
Page 137
124
merupakan kesatuan tidak dipisahkan, yang tidak berdiri sendiri-
sendiri.”86
Dalam Putusan No.603/Pid.Sus/ 2013/PN.Sda, Terdakwa Lilik
Hamidah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan
kombinasi antara dakwaan yang berbentuk alternatif dan dakwaan yang
berbentuk subsidaritas, yakni Kesatu : Primair : sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 137 huruf a Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, Subsidair : sebagaima diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 137 huruf b Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika atau Kedua : Primair : sebagaima diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Subsidair : sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lebih Subsidair :
sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Mengenai dakwaan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa
dalam dakwaan alternatif Kesatu baik Primair maupun Subsidair,
Terdakwa telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Undang-Undang No. 35
86
Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung : P.T
Alumni.
Page 138
125
Tahun 2009 Tentang Narkotika. Untuk membuktikan dakwaan alternatif
Kesatu ini, haruslah memenuhi persyaratan, yaitu ada putusan Hakim
yang menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau prekursor
Narkotika dan putusan tersebut haruslah pula telah berkekuatan hukum
tetap. Dalam hal ini Terdakwa belum pernah duhukum karena melakukan
tindak pidana narkotika.
Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan yang adil, tepat dan
patut untuk dibuktikan atas perbuatan yang didakwakan atas diri
Terdakwa adalah dakwaan Kedua, yakni : sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu
Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5.
Mengenai proses persidangan ini tentang pelaku pasif atau
penerima pasif tindak pidana pencucian uang, tidak perlu dibuktikan
terlebih dahulu pidana asalnya, karena memang berdiri sendiri, terlebih
Terdakwa adalah pelaku pasifnya. Hal tersebut juga sudah diatur dalam
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyatakan :
“Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang
tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.”
Berdasarkan pasal tersebut, dalam pelaksanaannya memang
masih ada pro dan kontra. Untuk menyidangkan sebagai pelaku
Page 139
126
pencucian uang, tidak perlu tindak pidana asal ditemukan atau diputus
terlebih dahulu. Ada dua pendapat yg berkembang tentang hai ini87
:
a. Pelaku aktif maupun pelaku pasif tidak perlu dibuktikan
pidana asalnya;
b. Pelaku pasif tidak perlu dibuktikan tindak pidana asalnya,
yang harus dibuktikan yindak pidana asalnya adalah pelaku
aktifnya.
Berdasarkan alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan,
Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan yang seperti yang
didakwakan, yaitu Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tidak Pidana Pencucian
Uang, karena dalam pemenuhan unsur yang keduan alat bukti saksi dan
surat tidak ada satupun yang terbukti. Namun Majelis Hakim
menyatakan Terdakwa terbukti telah melakukan pencucian uang pasif
dalam dakwaan lebih subsidair, yaitu Pasal 5 Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tidak Pidana
Pencucian Uang. Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 5 ini antara
lain :
1. Setiap orang;
2. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta
kekayaan;
87 Hasil Wawancara dengan Sutrisno Wibowo S.H., Op. Cit.
Page 140
127
3. Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyeludupan
tenaga kerja, penyeludupan migran, di bidang perbankan, di bidang
pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai,
perdagangan orang, perdaganagn senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian,
prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang
lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikananatau tindak pidana
lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) atau lebih.
Mengenai unsur I : Setiap orang :
Yang dimaksud setiap orang adalah ditujukan kepada orang /
manusia, sebagai subjek hukum yang menyandang hak dan kewajiban di
dalam hukum dan dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, telah ternyata yang
dimaksud dengan setiap orang dalam hal ini adalah Terdakwa, yang
berada dalam keadaan sehat rohani dan jasmani, sehingga dapat
dipertanggung jawabkan atas setiap perbuatannya dan dengan demikian,
unsur I : setiap orang, telah terbukti.
Mengenai unsur II : Menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran atau menggunakan harta kekayaan :
Unsur II ini berbentk alternatif, dimana apabila salah satu
perbuatan telah terbukti, maka unsur ini juga telah terbukti.
Page 141
128
Saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak
alias Pak Kaji alias Mr.D menerangkan bahwa ia mengetahui isterinya
(Terdakwa) mempunyai rekening pada Bank BCA dengan nomor
rekening : 4650320773 dan 4650440647. Keterangan saksi ini
bersesuaian dengan bukti surat berupa : Tabungan BCA No. Rek.
4650320773 an. LILIK HAMIDAH dan Tabungan BCA No. Rek.
4650320773 an. LILIK HAMIDAH.
Adanya rekening Terdakwa pada bank BCA, sebagaimana
diterangkan saksi tersebut telah pula dibenarkan oleh Terdakwa di
persidangan, walaupun Terdakwa menerangkan bahwa ia lupa akan
nomor rekeningnya tersebut. Selanjutnya saksi Sodikin alias Dicky A.
Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D telah
beberapa kali mengirimkan uang dengan cara mentranfernya dari
rekeningnya sendiri dan dari rekening orang lain, yakni an. Vivi
Magdalena dan Susiyah yang dikuasainya, ke rekening Terdakwa (Bank
BCA No.Reg. 4650320773), sehingga berjumlah Rp.92.700.999,00
(sembilan puluh dua juta tujuh ratus ribu rupiah);
Saksi Sodikin alias Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak
alias Pak Kaji alias Mr.D juga telah beberapa kali mengirimkan uang
dengan cara mentranfernya dari dari rekening orang lain,yakni dari
rekening an.Kartika, Margareta dan Dony Ferary, yang keseluruhannya
berjumlah Rp.203.500.000,00 (dua ratus tiga juta lima ratus ribu rupiah).
Keterangan saksi tersebut yang berkaitan dengan adanya pentransferan
Page 142
129
uang tersebut telah bersesuaian dengan data mutasi rekening BCA an.
Lilik Hamidah (Terdakwa), Sodikin, Vivi Magdalena, Susiyah, Kartika,
Margareta dan Dony Ferary. Pentransferan uang tersebut dibenarkan oleh
Terdakwa di persidangan, bahkan Terdakwa telah menggunakan uang
transferan tersebut antara lain untuk membangun tempat usaha laundry
“Warna”, menyumbang anak yatim, membeli alat olah raga.
Sehingga dengan telah Terdakwa menerima pentransferan uang
dan menggunakan hartaa kekayaan, dengan demikian unsur II :
menerima pentransferan, menggunakan harta kekayaan, telah terbukti.
Mengenai unsur III : Diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan migran, di
bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdaganagn senjata gelap,
terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup,di bidang kelautan
dan perikanan atau tindak pidana lain yang diancam dngan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
Unsur III ini juga berbentuk alternatif, apabila salah satu
perbuatan telah terbukti, maka unsur ini juga telah terbukti.
Sebagaimana dipertmibangkan diatas, telah ternyata bahwa
Terdakwa telah menerima pentransferan uang melalui rekeningnya pada
Page 143
130
Bank BCA. Jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa melalui
pentranfean ke rekeningnya (Bank BCA No.Reg. 4650320773),
berjumlah Rp.92.700.999,00 (sembilan puluh dua juta tujuh ratus ribu
rupiah), yang berasal dari rekening rekening suaminya (Sodikin alias
Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D),
rekening Vivi Magdalena dan Susiyah.
Disamping itu, Terdakwa juga telah menerima pentransferan uang
dari rekening an. Kartika, Margareta dan Dony Ferary, yang
keseluruhannya berjumlah Rp.203.500.000,00 (dua ratus tiga juta lima
ratus ribu rupiah);
Terdakwa mengetahui bahwa suaminya melakukan pentransferan
uang yang relatif cukup besar, yang tidak sebanding dngan penghasilan
suaminya dan untuk itu Terdakwa pernah menanyakan kepada suaminya
tentang dari mana uang itu diperoleh, namun suaminya (Sodikin alias
Dicky A. Sodikin alias Jidos alias Pak Cak alias Pak Kaji alias Mr.D)
hanya menjawab, “ itu rezeki, gak usah ditolak “.
Terdakwa juga mengetahui bahwa suaminya pernah dihukum
sebanyak 2 (dua) kali dalam perkara menyalahgunakan / memakai
narkotika pada tahun 2006 dan 2008 dan Terdakwa pernah pula
menasehati suaminya, agar jangan lagi berhubungan dengan narkotika,
dengan maksud agar tidak masuk penjara lagi. Walaupun demikian,
Terdakwa tidak mengetahui secara pasti keterlibatan suaminya dalam
peredaran gelap narkotika, namun dengan telah menerima pentransferan
Page 144
131
uang yang relatif besar yang tidak sebanding dengan penghasilan
suaminya tersebut, maka Terdakwa telah patut menduga bahwa uang
yang diterima Terdakwa dari suaminya melalui pentransferan tersebut
berasal dari hasil kejahatan, dalam hal ini narkotika. Maka, dengan
demikian unsur III : patut diduganya merupakan hasil kejahatan
narkotika, telah terbukti. Berdasarkan uraian dan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas, maka seluruh unsur dakwaan alternatif
Kedua Lebih Subsidair, telah terbukti.
Sehingga keterangan saksi-saksi dan Terdakwa, telah
menimbulkan keyakinan bagi Majelis Hakim akan kesalahan Terdakwa,
sehingga dengan demikian Terdakwa telah terbukti bersalah secara sah
dan menyakinkan melakukan tindak pidana : “Menerima pentransferan,
membelanjakan harta kekayaan yang patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana narkotika“.
Sebelum menjatuhkan putusan, terlebih dahulu Majelis Hakim
akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang
meringankan :
Hal-hal yang memberatkan :
- bahwa perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;
- bahwa perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program
Pemerintah yang sedang giat-giatnya tindak pidana pencucian uang.
Hal-hal yang memberatkan :
- bahwa Terdakwa belum pernah dihukum;
Page 145
132
- bahwa Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
- bahwa Terdakwa mengakui perbutannya, sehingga tidak menyulitkan
jalannya persidangan;
- bahwa Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidakakan
mengulanginya lagi
- bahwa Terdakwa mempunyai tanggunag keluarga yang masih
membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari Terdakwa.
Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan
pidana penjara selama : 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan, serta denda
sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan dengan
pidana kurungan selama : 2 (dua) bulan.
Sebenarnya, jika melihat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No.8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang , di mana ada pengecualian terhadap pelaku pasif yang
tidak dapat dipidana, pasal tersebut menyatakan bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan
kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Terkait mengenai pengaturan kriteria pihak pelapor pada Pasal 17
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, masih sebatas pada
Page 146
133
penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan atau jasa lain. Ke
depan perluasan pengkategorian pelapor dalam wujud Peraturan
Pemerintah akan sangat jelas bila dilakukan dengan memperluas
penyedia jasa88
. Upaya itu akan memberikan kepastian hukum kepada
para artis sekaligus masyarakat biasa yang dengan itikad baik
melaporkan harta kekayaan yang diterimanya dari hasil kejahatan yang
belum diatur dalam Pasal 17 tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai penerapan
unsur-unsur Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut,
sudah sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang terdapat dalam
Pasal 183 KUHAP, di mana hukum acara pidana Indonesia menganut
sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif atau negatief
wettelijk bewijsleer, yaitu seseorang baru boleh dipidana apabila hakim
telah yakin akan kesalahan terdakwa yang dibuktikan dengan alat bukti
yang sah menurut undang-undang. Jika dilihat dari Putusan tersebut, alat
bukti yang dihadirkan di persidangan merupakan alat bukti yang sah, dan
unsur-unsurnya terhadap Pasal 5 terpenuhi. Sehingga Majelis Hakim
berkeyakinan bahwa Terdakwa Lilik Hamidah telah terbukti melakukan
pencucian uang pasif atau sebagai pelaku pasif dengan tindak pidana asal
narkotika.
88
Hibnu Nugroho, 2013. “Honor Penyanyi Dangdut”. Suara Merdeka. 23 November 2013.
Page 147
134
Keyakinan Majelis Hakim juga didukung dengan terpenuhinya
unsur mens rea nya, di mana dalam pembuktiannya melalui keterangan
saksi-saski, Terdakwa telah menerima pentransferan uang melalui
rekeningnya pada yang berasal dari suaminya yang merupakan Terdakwa
dalam Tindak pidana asal yaitu narkotika. Terdakwa mengetahui bahwa
suaminya melakukan pentransferan uang yang relatif cukup besar, yang
tidak sebanding dngan penghasilan suaminya. Sehingga Terdakwa
harusnya patut menduga bahwa uang tersebut berasal dari hasil
kejahatan. Selain itu juga terpenuhinya unsur actus reus nya, yaitu
dengan Terdakwa telah menggunakan uang transferan tersebut antara lain
untuk membangun tempat usaha. Sehingga keyakinan hakim dalam
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa ini sudah sesuai dengan
menjatuhkan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan,
serta denda sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan
dengan pidana kurungan selama : 2 (dua) bulan.
Page 148
135
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan No.
No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembuktian terhadap pelaku pasif atas harta kekayaan dalam tindak
pidana pencucian uang pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda :
a. Beban Pembuktian terbalik bisa diterapkan terhadap Terdakwa Lilik
Hamidah, langkah ini merupakan alternatif hukum pembuktian yang
menjadi senjata ampuh untuk mengejar aset harta kekayaan yang
berasal dari dari hasil kejahatan.
b. Terdakwa Lilik Hamidah didasarkan pada alat-alat bukti yang
dihadirkan di persidangan, harusnya mengetahui telah menerima
uang transferan dari hasil bisnis narkotika suaminya bersama
rekannya yang ditransfer melalui rekening Terdakwa, jumlah uang
yang diterima oleh Terdakwa melalui pentranferan ke rekening Bank
BCA dengan No.Reg. 4650320773 miliknya, berjumlah
Rp.92.700.999,00.
2. Pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana
Terhadap Pelaku Pasif pada Putusan No.603/Pid.Sus/2013/PN.Sda :
a. Terdakwa Lilik hamidah telah terbukti melanggar Pasal 5 Undang-
Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Page 149
136
Tindak Pidana Pencucian Uang, karena Terdakwa Lilik Hamidah
harusnya mengetahui telah menerima pentransferan uang melalui
rekeningnya pada yang berasal dari suaminya yang merupakan
Terdakwa dalam Tindak pidana asal yaitu narkotika. Terdakwa
mengetahui bahwa suaminya melakukan pentransferan uang yang
relatif cukup besar yang tidak sebanding dengan penghasilan
suaminya, sehingga Terdakwa Lilik Hamidah harusnya sudah patut
menduga uang dan harta kekayaan yang diterimanya merupakan hasil
dari tindak pidana narkotika yang dilakuakan suaminya.
b. Terdakwa Lilik Hamidah telah memenuhi unsur mens rea dan actus
reus, yaitu harusnya mengatahui harta kekayaan yang diterimanya
berasal dari hasil kejahatan dan telah menggunakan dan menguasai
harta kekayaan hasil dari kejahatan tersebut dan Majelis Hakim
memutus dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan, serta
denda sebesar Rp.15.000.000,00 sudah sesuai.
B. Saran
Pembuktian terhadap pelaku pasif pencuaian uang yang sekarang
ini menjadi fokus perhatian penegak hukum dalam rangka pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang harus dilakukan
dengan cermat, teliti dan profesional terutama bagi para Hakim sebagai
pihak yang mengadili. Dengan diaturnya sistem beban pembuktian
terbalik pada tindak pidana pencucian uang menjadi langkah terobosan
dalam upaya pemberantasan yang lebih maksimal. Diharapkan proses
Page 150
137
pembuktian ini bisa mengasilkan hasil yang lebih maksimal dan tentunya
pelaku aktif maupun pelaku pasif pencucian uang menjadi jera.
Page 151
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur :
Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi
di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Amrullah, Arief. 2004. Money Laundering (Tindak Pidana Pencucian Uang).
Malang : Bayu Media.
Chazawi, Adami. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung :
P.T Alumni.
Danil, Elwi. 2012. Korupsi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya.
Jakarta : Rajawali Pers.
Darwin, Philips. 2012. Money Laundering (Cara Memahami Dengan Tepat dan
Benar Soal Pencucian Uang). Jakarta : Sinar Ilmu.
Fuady, Munir. 2006. Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata. Bandung :
Citra Aditya.
Hamzah, Andi. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
____________. 2011. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali) Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.
Ibrahim, Jhonny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang : Cetakan Ketiga. Bayumedia Publishing.
Juwana, Hikmahanto. Bahan Kuliah Magister Hukum.Teori hukum. Jakarta : UI
Press.
Krisnawati, Deni, dkk. 2006. Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus. Jakarta:
Pena Pundi Aksara
Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut
Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi. Jakarta: Sinar
Grafika.
Makarao, Mohammad Taufik & Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam
Teori Dan Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Page 152
Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencara Media
Group.
Masriani, Yulies Tiena. 2008. Pengantar Hukum Indonesi. Jakarta : Sinar
Grafika.
Mertokusumo, Sudikno. 1996. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta:
Liberty.
Mulyadi, Lilik. 2011. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoretis,
Praktik dan Masalahnya, Bandung : Alumni.
Nasution, Bismar. 2008. Rezim Anti Money Laundering di Indonesia. Bandung :
BooksTerrace & Library.
Nugroho, Hibnu. 2002. Buku Ajar Pengantar Hukum Acara Pidana. Purwokerto
: Fakultas Hukum.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Puspa, Yan Pramadya.1977. Kamus Hukum (Edisi Lengkap). Semarang : Aneka.
Salam, Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bandung :
Mandar Maju.
Sjahdeini, Sutan Remy. 2004. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme. Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas
Indonesia (UI-Press).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1983. Penelitian Hukum Normatif ; Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Subekti, 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta : Pradnya Paramitha.
Sunggono, Bambang. 2012. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali
Pers.
Sutarto, Soeryono. 1987. Teori Hukum Acara Pidana, Semarang : Yayasan
Cennekia Purna Dharma.
Sutedi, Adrian. 2007. “Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.
Wiyono, R. 2014. Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta : Sinar Grafika.
Page 153
Yustiavandana, Ivan, Arman Nefi dan Adiwarman. 2010. Tindak Pidana
Pencucian Uang Di Pasar Modal. Bogor : Ghalia Indonesia.
Jurnal dan Artikel :
Ayumiati, “Tindak Pidana Pencucian Unag (Money Laundering) dan Strategi
Pemberantasannya”. Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum.
Legitimasi. Vol.1 No. 2. Januari-Juni 2012.
Halif. “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Melalui
Undang-Undang Pencucian Uang”. Jurnal Anti Korupsi. PUKAT FHUJ.
Vol. 2 No. 2 November 2012.
Latief, Abdul. Tindak Pidana Korupsi dan Problematikanya Dalam Praktik
Penerapan Hukum. Majalah Hukum VARIA PERADILAN. Tahun XXVIII
No. 324 November 2012. Jakarta pusat : Ikatan Hakim Indonesia
(IKAHI).
Nasution, Anwar. Sistem Keuangan dan Proses Money Laundering. Jurnal
Hukum Bsinis. Vol. 3. Tahun 1998.
Nugroho, Hibnu. 2013. “Honor Penyanyi Dangdut”. Suara Merdeka. 23
November 2013.
Sabatini. “Implementasi Undang-Undang Pencucian Uang (TPPU) di Indonesia
(Suatu Gambaran Tentang Pengetahuan dan Aplikasi Aparat Penyidik
Penuntut Umum dan PPATK)”. Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol. 6
No.III Desember 2010.
Undang-Undang :
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana.
________, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
________, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
________, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
________, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Page 154
Wawancara :
Wawancara dengan Sutrisno Wibowo S.H., Direktorat Kerjasama dan Hubungan
Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),
pada tanggal 15 September 2014.
Wawancara dengan Bobby Mokoginta S.H., Direktorat Kerjasama dan
Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), pada tanggal 15 September 2014.
Internet :
http://pembaharuan-hukum.blogspot.com/2009/02/pencucian-uang-sebagai-
kejahatan_03.html?=1 (diakses tanggal 9 Maret 2014).
http://panduanhukum.blogspot.com/2012/05/pengertian-tindak-pidana-
pencucian-uang.html (diakses tanggal 11 Maret 2014).
http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang (diakses tanggal 3 Maret 2014).
http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html (diakses tanggal 11 Juni 2014).