Page 1
LAPORAN SKRIPSI – TK141581
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DARI
LIMBAH PERTANIAN DENGAN METODE
AEROB DAN ANAEROB
Oleh :
Muhammad Fiqi Syaifuddin
NRP. 02211440000038
Belly Adhitya Hizkia Destantyo
NRP. 02211440000056
Dosen Pembimbing 1:
Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng
NIP. 19590730 198603 2 001
Dosen Pembimbing 2:
Ir. Nuniek Hendrianie, M.T.
NIP. 19571111 198601 2 001
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2018
Page 2
FINAL PROJECT PROPOSAL – TK141581
MAKING ORGANIC FERTILIZER FROM
AGRICULTURE BYPRODUCT USING
AEROBIC AND ANAEROBIC METHOD
Written by :
Muhammad Fiqi Syaifuddin
NRP. 02211440000038
Belly Adhitya Hizkia Destantyo
NRP. 02211440000056
Advisor 1 :
Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng
NIP. 19590730 198603 2 001
Advisor 2 :
Ir. Nuniek Hendrianie, M.T.
NIP. 19571111 198601 2 001
CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2018
Page 4
iii
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DARI
LIMBAH PERTANIAN DENGAN METODE
AEROB DAN ANAEROB
Nama : 1. Muhammad Fiqi Syaifuddin
2. Belly Adhitya Hizkia Destantyo
NRP : 1. 0221140000038
2. 0221140000056
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng.
2. Ir. Nuniek Hendrianie, M.T.
ABSTRAK
Saat ini pupuk organik sangat penting untuk pertanian
karena sifatnya yang ramah lingkungan dibandingkan pupuk
anorganik. Meski demikian, teknologi untuk membuat pupuk
organik belum terlalu dikenal oleh petani. Penelitian ini bertujuan
untuk memanfaatkan limbah jagung menjadi pupuk organik untuk
pertumbuhan tanaman. Proses composting dapat dipercepat
dengan penambahan organisme pengurai yaitu effective
microorganism (EM4), Enterobacter dan Azotobacter. Variabel
yang digunakan yaitu komposisi mikroorganisme berdasarkan
jumlah sel EM4: bakteri yaitu 1:1 ; 1:3 ; 3:1, EM4 100%, bakteri
100% dan berdasarkan limbah : campuran bakteri 9:1 dan 8:2.
Proses pengomposan ini dilakukan dengan menggunakan metode
aerob dan anaerob. Untuk metode aerob, digunakan bakteri
Azotobacter Chrococcum dan proses pengomposan dibuat pada
sebuah wadah kayu. Sedangkan untuk metode anaerob digunakan
bakteri Enterobacter Aerogenes dan proses pengomposan dibuat
dengan dibungkus plastic dan dimasukan dalam tong. Parameter
yang dianalisa adalah kandungan carbon (C), nitrogen (N),
phosphor (P), dan kalium (K). Analisa parameter tersebut
dilakukan sebelum dan sesudah proses pengomposan. Kompos
yang telah dibuat akan diaplikasikan untuk pertumbuhan tanaman
Page 5
iv
jagung sebagai pupuk. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil
kompos terbaik pada metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri 100% EM4
dengan kadar C, N, P dan K masing – masing sebesar 18,79%;
1,17%; 1,72%; 1,74%. Sedangkan untuk metode anaerob adalah
pada variabel limbah : campuran bakteri (8:2), dengan campuran
bakteri EM4 : Enterobacter (1:3) dengan kadar C, N, P dan K
masing – masing sebesar 22,35%; 1,31 %; 1,84%; 1,87%.
Sedangkan untuk pertumbuhan tanaman uji jagung, hasil kompos
yang terbaik pada metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), dengan campuran bakteri EM4 :
Azotobacter (3:1) dengan berat buah jagung sebesar 420 gram,
diameter buah jagung sebesar 6,88 cm, panjang tongkol buah
jagung sebesar 16,8 cm dan pertumbuhan rata – rata tinggi
tanaman jagung sebesar 7,75 cm. Sedangkan untuk metode
anaerob adalah pada variabel limbah : campuran bakteri (9:1),
dengan campuran bakteri 100% Enterobacter dengan berat buah
jagung sebesar 440 gram, diameter buah jagung sebesar 6,37 cm,
panjang tongkol buah jagung sebesar 21 cm dan pertumbuhan rata
– rata tinggi tanaman jagung sebesar 8,75 cm.
Kata kunci : Azotobacter Chrococcum, Enterobacter Aerogenes,
pupuk organik, EM4, limbah pertanian, kompos
Page 6
v
MAKING ORGANIC FERTILIZER FROM
AGRICULTURE BYPRODUCT USING
AEROBIC AND ANAEROBIC METHOD
Nama : 1. Muhammad Fiqi Syaifuddin
2. Belly Adhitya Hizkia Destantyo
NRP : 1. 0221140000038
2. 0221140000056
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng.
2. Ir. Nuniek Hendrianie, M.T.
ABSTRACT
Nowadays the organic compost is very important for
farmers because of its environmentally friendly character.
However, the production technology of organic compost is not
well known yet for the farmers. This study aimed to utilize corn
byproduct compost as fertilizer for plants growth. Composting
process was accelerated by addition of composting organism
called as effective microorganism (EM4), Enterobacter and
Azotobacter. Their composition according to amount of cells were
EM4 : microba are 1:1 ; 1:3 ; 3:1, EM4 100%, microba 100% and
according to amount of waste : microorganism 9:1 and 8:2. The
process should be carried out under controlled aerobic and
anaerobic conditions. For aerobic condition, using Azotobacter
Chrococcum and composting process was conducted in wooden
tub. For anaerobic condition, using Enterobacter Aerogenes and
composting process was conducted in plastic. The observed
parameters were carbon (C), nitrogen (N), phosphor (P), and
potassium (K) content. The parameters was measured before and
after composting process. The resulted compost were applied to
the growing corns as fertilizer. From the result of this experiment
showed that the best compost for aerobic method is on agriculture
byproduct : microba mixture (8:2) variable, with microba mixture
Page 7
vi
are 100% EM4, which the contain of C, N, P, K are 18,79%;
1,17%; 1,72%; 1,74%. For anaerobic method the best compost is
on agriculture byproduct : microba mixture (8:2) variable, with
microba mixture are EM4 : Enterobacter (1:3), which the contain
of C, N, P, K are 22,35%; 1,31 %; 1,84%; 1,87%. For the growth
of maize, the best compost for aerobic method is on agriculture
byproduct : microba mixture (9:1) variable, with microba mixture
are EM4 : Azotobacter (3:1), with the mass of corn is 420 grams,
diameter of corn is 6,88 cm, length of the corn is 16,8 cm and
growth of corn is 7,75 cm. For anaerobic method, the best
compost is on agriculture byproduct : microba mixture (9:1)
variable, with microba mixture are 100% Enterobacter, with the
mass of corn is 440 grams, diameter of corn is 6,37 cm, length of
corn is 21 cm and growth of corn is 8,75 cm.
Keywords: Azotobacter Chrococcum, Enterobacter Aerogenes,
Organic Fertilizer, EM4, Agriculture Byproduct,
compost
Page 8
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan skripsi
yang berjudul “Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah
Pertanian Jagung dengan Metode Aerob dan Anaerob”.
Skripsi ini merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa tahap
sarjana di Departemen Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya.
Selama penyusunan laporan ini, kami banyak sekali
mendapat bimbingan, dorongan, serta bantuan dari banyak pihak.
Untuk itu, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng, selaku Dosen
Pembimbing I serta Kepala Laboratorium Pengolahan
Limbah Industri yang telah memberikan saran dan masukan.
2. Ibu Ir. Nuniek Hendrianie, M.T, selaku Dosen Pembimbing
II, yang telah memberikan saran dan masukan.
3. Bapak Juwari, S.T., M.Eng., Ph.D., selaku Ketua
Departemen Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya.
4. Bapak dan Ibu Dosen pengajar serta seluruh karyawan
Departemen Teknik Kimia.
5. Orang tua dan saudara-saudara kami serta teman - teman,
atas doa, bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang selalu
tercurah selama ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan ini, yang membutuhkan saran yang konstruktif
demi penyempurnaannya.
Surabaya, 11 Juli 2018
Penyusun
Page 9
vii
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 10
viii
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan..................................................................
Abstrak......................................................................................
Abstract.....................................................................................
Kata Pengantar...........................................................................
Daftar Isi.....................................................................................
Daftar Gambar...........................................................................
Daftar Tabel................................................................................
Bab I Pendahuluan......................................................................
I.1. Latar belakang...............................................................
I.2. Rumusan masalah.........................................................
I.3. Tujuan Penelitian.........................................................
I.4. Manfaat Penelitian........................................................
Bab II Tinjauan Pustaka.............................................................
II.1 Limbah Pertanian Jagung............................................
II.2 Morfologi Tanaman Jagung........................................
II.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung................................
II.4 Kotoran Ternak………………………………...........
II.5 Sekam Padi…………………………………………
II.6 Bioaktivator EM4………..………………………...
II.7 Bakteri Azotobacter Chroococcum............................
II.8 Bakteri Enterobacter Aerogenes…..............................
II.9 Kompos.......................................................................
II.10 Proses Pengkomposan…...........................................
II.11 Standar Kualitas Kompos…......................................
II.12 Penelitian Terdahulu .................................................
Bab III Metodelogi Penelitian....................................................
III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................
III.2 Kondisi Operasi.........................................................
III.2.1 Kondisi Operasi untuk Pembiakan
Mikroorganisme............................................
III.2.2 Kondisi Operasi Komposting...........................
i
iii
v
vii
viii
x
xv
I-1
I-1
I-4
I-5
I-5
II-1
II-1
II-3
II-6
II-8
II-9
II-10
II-12
II-13
II-14
II-15
II-17
II-19
III-1
III-1
III-1
III-1
III-1
Page 11
ix
III.3 Variabel.....................................................................
III.3.1 Bahan……………...........................................
III.4 Prosedur Penelitian......................................................
III.4.1 Tahap Persiapan...............................................
III.4.2 Tahap Operasi..................................................
III.4.2.1 Pengomposan Limbah Pertanian
Jagung Metode Aerob…………
III.4.2.2 Pengomposan Limbah Pertanian
Jagung Metode Anaerob…………
III.4.2.3 Aplikasi Kompos pada Tanaman
Jagung..............................................
III.5 Skema Penelitian.........................................................
III.6 Prosedur Analisa.........................................................
III.6.1 Prosedur Perhitungan Jumlah Mikroba dengan
Metode Counting Chamber...........................
III.6.2 Prosedur Analisa C,N,P, dan K.......................
III.7 Jadwal Kegiatan.........................................................
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan..................................
IV.1 Hasil Penelitian.........................................................
IV.2 Pembahasan...............................................................
IV.2.1 Peningkatan Kadar NPK.................................
IV.2.2 Pembahasan Hasil Kompos pada Uji Tanaman
Jagung..............................................................
Bab V Kesimpulan dan Saran...................................................
V.1 Kesimpulan...............................................................
V.2 Saran..........................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................
Daftar Notasi............................................................................
III-1
III-2
III-2
III-2
III-3
III-3
III-5
III-6
III-7
III-8
III-8
III-9
III-17
IV-1
IV-1
IV-3
IV-3
IV-30
V-1
V-1
V-1
xvi
xviii
Page 12
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Tanaman Jagung…….....……......................
Gambar II.2 Morfologi akar jagung...................................
Gambar II.3 Morfologi batang jagung……………….......
Gambar II.4 Morfologi daun jagung..………....................
Gambar II.5 Bunga jagung……….…...............................
Gambar II.6 Morfologi bunga jagung……………….......
Gambar II.7 Morfologi buah jagung………………….....
Gambar II.8 Bioactivator EM4.........................................
Gambar II.9 Bakteri Azotobacter Chroococcum...............
Gambar II.10 Bakteri Enterobacter Aerogenes…………
II-1
II-3
II-4
II-4
II-5
II-5
II-6
II-10
II-13
II-13
Gambar II.11 Kompos matang…….................................
Gambar III.1 Persiapan lahan dan atap pembuatan pupuk
metode aerob……........................................
Gambar III.2 Pencampuran bahan baku pupuk metode
aerob ……...............................................…
Gambar III.3 Persiapan alas pupuk metode anaerob …..
Gambar III.4 Pencampuran bahan baku pupuk metode
anaerob …..................................…………
Gambar III.5 Isolasi pupuk untuk metode anaerob……
II-17
III-4
III-4
III-5
III-5
III-5
Gambar III.6 Gambar Hemasitometer.............................
Gambar IV.1 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1).............................................................
Gambar IV.2 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
..................................................................
Gambar IV.3 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
...................................................................
Gambar IV.4 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
III-8
IV-4
IV-5
IV-6
Page 13
xi
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
...................................................................
Gambar IV.5 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
.....................................................................
Gambar IV.6 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
...................................................................
Gambar IV.7 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
....................................................................
Gambar IV.8 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
...................................................................
Gambar IV.9 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
...................................................................
Gambar IV.10 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) .............................................
Gambar IV.11 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) ..............................................
Gambar IV.12 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) ............................................
IV-7
IV-8
IV-9
IV-11
IV-12
IV-13
IV-14
IV-15
IV-16
Page 14
xii
Gambar IV.13 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) .............................................
Gambar IV.14 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) .............................................
Gambar IV.15 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) .............................................
Gambar IV.16 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) .............................................
Gambar IV.17 Hasil Analisa Kadar C/N Rasio Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) ..............................................
Gambar IV.18 Hasil Analisa Kadar C/N Rasio Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) ..............................................
Gambar IV.19 Hasil Analisa Kadar C/N Rasio Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) ............................................
Gambar IV.20 Hasil Analisa Kadar C/N Rasio Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) ..............................................
Gambar IV.21 Hasil Analisa C, N, P, K untuk Metode
Aerob Setelah Pengomposan 28 Hari
Pada Limbah Pertanian...................
IV-18
IV-19
IV-20
IV-21
IV-22
IV-23
IV-23
IV-24
IV-25
Page 15
xiii
Gambar IV.22 Hasil Analisa C, N, P, K untuk Metode
Anaerob Setelah Pengomposan 28 Hari
Pada Limbah Pertanian..........................
Gambar IV.23 Perbandingan Hasil Analisa Kadar C (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan
Anaerob............................................
Gambar IV.24 Perbandingan Hasil Analisa Kadar N (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan
Anaerob..................................................
Gambar IV.25 Perbandingan Hasil Analisa Kadar P (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan
Anaerob...................................................
Gambar IV.26 Perbandingan Hasil Analisa Kadar K (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan
Anaerob..................................................
Gambar IV.27 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1) ............................
Gambar IV.28 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2) ..........................
Gambar IV.29 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Anaerob Variabel
Limbah : Campuran bakteri (9:1) ...........
Gambar IV.30 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Anaerob Variabel
Limbah : Campuran bakteri (8:2) ...........
Gambar IV.31 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1)……………….......................
IV-26
IV-26
IV-27
IV-28
IV-29
IV-30
IV-32
IV-33
IV-35
IV-37
Page 16
xiv
Gambar IV.32 Panjang tongkol Buah Jagung Setelah 35
Hari Pengomposan dengan Metode
Aerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2)……………...........................
Gambar IV.33 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (9:1) ........................... ..................
Gambar IV.34 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35
Hari Pengomposan dengan Metode
Anaerob Variabel Limbah : Campuran
bakteri (8:2) ..............................................
Gambar IV.35 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1)..........................................................
Gambar IV.36 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(8:2).........................................................
Gambar IV.37 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1)..........................................................
Gambar IV.38 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(8:2)...........................................................
Gambar IV.39 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1)...........................................................
Gambar IV.40 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
IV-38
IV-40
IV-41
IV-43
IV-44
IV-46
IV-47
IV-49
Page 17
xv
(8:2)..........................................................
Gambar IV.41 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1)..........................................................
Gambar IV.42 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri
(8:2).......................................................
Gambar IV.43 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung untuk Metode Aerob Selama 35
Hari..........................................................
Gambar IV.44 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung untuk Metode Anaerob dan tanpa
pupuk Selama 35 Hari..............................
Gambar IV.45 Panjang Tongkol Buah Jagung Hasil
Panen untuk Metode Aerob setelah 35
Hari Pengomposan...............................
Gambar IV.46 Panjang Tongkol Buah Jagung Hasil
Panen untuk Metode Anaerob dan Tanpa
Pupuk setelah 35 Hari
Pengomposan...........................................
Gambar IV.47 Diameter Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Aerob setelah 35 Hari
Pengomposan. ......................................
Gambar IV.48 Diameter Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Anaerob dan Tanpa Pupuk
setelah 35 Hari Pengomposan.................
Gambar IV.49 Berat Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Aerob setelah 35 Hari
Pengomposan......................................
Gambar IV.51 Berat Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Anaerob dan Tanpa Pupuk
setelah 35 Hari Pengomposan...........
IV-50
IV-52
IV-53
IV-55
IV-55
IV-56
IV-57
IV-58
IV-59
IV-60
IV-61
Page 18
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I-1 Standart Baku Mutu Pupuk Organik.................... I-2
Tabel I-2 Kandungan Hara Senyawa Limbah Jagung.......... I-3
Tabel II-1 Produksi Jagung Tahun 2011-2015................... II-2
Tabel II-2 Komposisi Kimia Biji Jagung.........................
Tabel II-3 Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat
dan cair……..........................................................
Tabel II-4 Komposisi kimiawi sekam…………….......……..
II-3
II-8
II-9
Tabel II-5 Sumber Bahan Kompos, Kandungan N, dan Rasio
C/N......................................................................
II-14
Tabel II-6 Standart Kualitas kompos Berdasarkan Peraturan
Pertanian RI......................................................
II-17
Tabel II-7 Penelitian terdahulu terkait penelitian yang akan
kami lakukan.......................................................
II-19
Tabel III-1 Jadwal Kegiatan Skripsi.......................................
Tabel IV-1 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Bahan Baku
(Limbah Jagung)...................................................
Tabel IV-2 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Setelah
Pengomposan 28 Hari Pada Limbah Pertanian
dengan Metode Aerob.........................................
Tabel IV-3 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Setelah
Pengomposan 28 Hari Pada Limbah Pertanian
dengan Metode Anaerob.......................................
III-17
IV-1
IV-2
IV-2
Page 19
xvi
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 20
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kebutuhan pangan, salah satunya jagung, terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan
produksi jagung nasional tetap menjadi prioritas pemerintah,
karena jagung selain sebagai salah satu makanan pokok penduduk
Indonesia, jagung juga berdampak pada masalah ekonomi, sosial,
dan politik. Oleh karena itu, perluasan areal panen dan
peningkatan produktivitas jagung menjadi suatu keharusan guna
memenuhi kebutuhan di atas.
Dalam upaya peningkatan produksi jagung selain
perluasan lahan-lahan suboptimal seperti lahan kering, lahan
sawah tadah hujan dan lahan rawa pasang surut (termasuk lahan
gambut) diperlukan juga upaya peningkatan produktivitas jagung
yaitu meningkatkan jagung yang bisa dihasilkan setiap hektare
nya dengan cara pemupukan (Makarim E, 2007).
Di era modern seperti saat ini penggunaan pupuk sudah
menjadi hal yang umum khususnya pupuk anorganik. Banyaknya
penggunaan pupuk sangat mempengaruhi dalam kemajuan
pertanian di Indonesia. Berbagai perusahaan pupuk urea juga
semakin meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan
pertanian di Indonesia. Namun, penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan dapat berdampak negatif pada hara tanah serta
lingkungan. Dampak negatif tersebut sudah sepantasnya
dihentikan atau setidaknya dikurangi, karena jika tidak
diberhentikan atau dikurangi maka secara perlahan struktur tanah
akan rusak.
Efisiensi penggunaan pupuk kimia saat ini sudah menjadi
suatu keharusan. Karena industri pupuk kimia telah beroperasi
Page 21
I-2
penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994 hingga saat
ini belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam
negeri dari tahun ke tahun terus meningkat. Diperkirakan
beberapa tahun mendatang Indonesia terpaksa makin banyak
mengimpor pupuk kimia. Upaya peningkatan efisiensi telah
mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti bioteknologi
berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan
industri pupuk organik mempunyai prospek yang cerah dan
menawarkan beberapa keuntungan, baik bagi produsen,
konsumen, maupun bagi perekonomian nasional (Setyorini,
2005).
Salah satu cara untuk mengurangi pemakaian pupuk
kimia adalah pemakaian kompos atau pupuk organik lainnya. Di
dalam tanah, pupuk organik dirombak mikroba menjadi humus
atau bahan organik tanah yang berguna sebagai pengikat butiran-
butiran primer tanah menjadi butiran sekunder. Saat ini pupuk
organik menjadi sangat penting bagi petani, tetapi teknologi
pembuatan pupuk organik belum banyak diketahui oleh para
petani. Oleh karena itu pemerintah telah membuat strategi untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik dan
meningkatkan penggunaan pupuk organik berdasarkan sifat dan
tingkat kesuburan tanah.
Prinsip dari pembuatan pupuk organik adalah
menurunkan rasio C/N bahan organik, sehingga sama dengan
rasio C/N tanah (< 20). Semakin tinggi rasio C/N bahan maka
proses pembuatan pupuk akan semakin lama. Oleh karena itu,
rasio C/N harus diturunkan. Rasio C/N merupakan perbandingan
dari pasokan energi mikroba yang digunakan terhadap nitrogen
untuk sintesis protein (Jurnal Bonorowo, Vol 1, 2013).
Bahan bahan organik yang akan digunakan sebagai bahan
pupuk organik adalah limbah jagung. Hal ini karena banyak
Page 22
I-3
limbah jagung yang tidak dimanfaatkan namun hanya dibakar
oleh penduduk sekitar sehingga mengakibatkan polusi udara.
Tabel I.1 Standart/Baku Mutu Pupuk Organik
Sumber: perundangan.pertanian.go.id
Page 23
I-4
Tabel I.2 Kandungan hara senyawa limbah jagung
Senyawa Kandungan
N (%) 2,97
P (%) 0,3
K (%) 2,39
Ca(%) 0,41
Mg(%) 0,16
Fe (mg/Kg) 132
Cu (mg/Kg) 12
Zn (mg/Kg) 21
Mn (mg/Kg) 117
B (mg/Kg) 17
Sumber: Tan, 1994
Salah satu ternak yang cukup berpotensi sebagai sumber
pupuk organik adalah sapi. Seekor sapi mampu menghasilkan
kotoran padat dan cair sebanyak 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari.
Namun banyak kotoran sapi yang tidak dimanfaatkan tapi hanya
dibuang oleh penduduk sekitar sehingga mengakibatkan
pencemaran.
Di Indonesia sekam padi belum dimanfaatkan secara
maksimal bagi petani dan berpotensi sebagai limbah pertanian.
Menurut Badan Pusat Statistik (2016), Indonesia memiliki sawah
seluas 12,84 juta hektar yang menghasilkan padi sebanyak 65,75
juta ton. Limbah sekam padi yang dihasilkan adalah 20-30% atau
sebanyak 8,2 sampai 10,9 ton. Potensi limbah yang besar ini
Page 24
I-5
hanya sedikit yang baru dioptimalkan. Petani cenderung
menganggap bahwa dengan adanya limbah panen padi sebagai
penghambat dalam pengelolaan tanah dan penanaman padi.
Dengan alasan inilah umumnya petani membakar limbah panen
padi seperti jerami dan sekam padi. Padahal limbah panen padi
dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik misalkan dijadikan
kompos jerami, arang jerami serta arang sekam padi untuk dapat
produktivitas tanah seperti untuk meningkatkan kadar C organik
tanah.
Pada jagung, nitrogen merupakan unsur pokok
pembentuk protein dan penyusun utama protoplasma, khloroplas,
dan enzim. Dalam kegiatan sehari-hari peran nitrogen
berhubungan dengan aktivitas fotosintesis, sehingga secara
langsung atau tidak nitrogen sangat penting dalam proses
metabolisme dan respirasi (Ismunadji dan Dijkshoorn, 1971).
Pada saat ini sangat jarang dijumpai tanah yang tidak
membutuhkan tambahan nitrogen untuk menghasilkan produksi
jagung yang tinggi. Bahkan di daerah-daerah yang menanam
jagung secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak
diperlukan, karena laju kehilangan nitrogen pada tanah yang
sering ditanami jagung sangat tinggi (Abdurrachman sarlan , dkk,
2004).
Pada tanah – tanah dengan kadar bahan organik rendah
(<1% C), tanah berpasir, tanah berkadar phospor rendah, tanah
tergenang terus menerus, dan tanah alkalin (PH > 7,0) dengan
volatilisasi NH3 tinggi, sering kekurangan N. Akibat kekurangan
N menyebabkan tanaman kerdil, daun kekuningan (klorosis)
terutama daun tua, anakan sedikit dengan daun kecil kecil, yang
mana akan membuat produktivitas pertanian jagung menjadi
berkurang (Abdurrachman sarlan , dkk, 2004).
Maka untuk memenuhi kebutuhan nitrogen perlu adanya
penambahan pupuk organik yang banyak mengandung nitrogen.
Untuk itu dapat dilakukan dengan bantuan bakteri perombak
Page 25
I-6
nitrogen. Bekteri penambat nitrogen di daerah perakaran yaitu
Azotobacter, Enterobacteriaceae yang telah terbukti mampu
meningkatkan secara nyata penambatan nitrogen (Himastuti,
Hita, 2012).
Azotobacter sp. adalah bakteri gram negatif, bersifat
aerobik, polymorphic dan mempunyai berbagai ukuran dan
bentuk. Bakteri ini memproduksi polysacharides. Azotobacter sp.
sensitif terhadap asam, konsentrasi garam yang tinggi dan
temperatur di atas 35oC. Terdapat empat spesies penting dari
Azotobacter yaitu Azotobacter chroococcum, Azotobacter agilis,
Azotobacter paspali, dan Azotobacter vinelandii dimana
Azotobacter chroococum adalah spesies yang paling sering
ditemui di dalam kandungan tanah. Azotobacter sp. mempunyai
sifat aerobik maka dari itu bakteri ini memerlukan oksigen
sehingga dengan adanya aerasi, pertumbuhan dari Azotobacter sp.
dapat ditingkatkan. Azotobacter sp. mampu mengubah nitrogen
(N2) dalam atmosfer menjadi amonia (NH4+) melalui proses
pengikatan nitrogen dimana amonia yang dihasilkan diubah
menjadi protein yang dibutuhkan oleh tanaman (Himastuti, Hita,
2012). Enterobacteriaceae merupakan kelompok gram-negatif
berbentuk batang. Enterobacteriaceae bersifat aerob fakultatif
dan kemoorganotrof. Karena bersifat aerob fakultatif maka bakter
ini dapat hidup pada pH 3,3 secara aerob dan pH 4 secara
anaerob.
I.2. Rumusan Masalah
1. Banyaknya limbah jagung, padi dan kotoran sapi yang
belum dimanfaatkan.
2. Mahalnya harga pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk
organik.
3. Menurunnya kualitas hara tanah karena penggunaan pupuk
kimia yang berlebihan.
Page 26
I-7
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membandingkan pupuk organik yang dihasilkan dari
campuran limbah jagung, padi dan kotoran sapi (unsur N,
P, K) secara aerob dan anaerob.
2. Mempelajari pengaruh mikroorganisme Azotobacter
chroococcum, Enterobacter Aerogenes dan EM4 pada
pertumbuhan tanaman uji jagung.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memembantu para
petani dan peternak sapi untuk dapat memanfaatkan hasil limbah
dari pertanian jagung, padi dan kotoran sapi untuk diolah menjadi
pupuk organik yang memiliki hasil yang baik untuk tanaman
jagung, serta meningkatkan kualitas hara tanah pertanian jagung.
Page 27
I-8
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 28
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Limbah pertanian jagung
Gambar II.1 Tanaman Jagung
Sistem taksonomi tanaman jagung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tetutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Sub famili : Panicoideae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
(Morrison , L.A , 2004)
Page 29
II-2
Jagung merupakan salah satu sumber pangan dunia selain
gandum dan padi. Selain itu jagung juga memiliki beberapa
manfaat lain, diantaranya dapat digunakan sebagai bahan baku
pupuk organik yaitu dengan memanfaatkan limbahnya (bonggol,
kulit, daun, dan batang) dari tanaman jagung.
Menurut umurnya dan bijinya tanaman jagung dapat
dibagi menjadi 3 jenis, diantaranya adalah:
1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: genjah
kertas, genjah warangan, arjuna, dan abimanyu.
2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh:
hibrida C1, hibrida IPB4, hibrida CP1 & CP2.
3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: bastar,
kuning, harapan, kania putih, dan bima.
Sedangkan menurut bentuk bijinya, tanaman jagung dapat
dibagi menjadi 7 jenis, yaitu: Flint Corn, Sweet Corn, Dent Corn,
Flour Corn, Waxy Corn, Pod Corn, Pop Corn (Retno
Arianingrum, M.Si).
Di Indonesia, produksi Jagung sebagai bahan pangan
pokok berada di urutan ketiga setelah padi dan ubikayu. Produksi
jagung nasional selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel II.1 Produksi Jagung Tahun 2011-2015
Tahun Jumlah (Ton)
2011 17643250
2012 19387022
2013 18511853
2014 19008426
2015 19612435
(Sumber : BPS.go.id)
Page 30
II-3
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi jagung
mulai tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan
(BPS.go.id). Hal ini juga menunjukkan bahwa limbah pertanian
jagung yang meliputi batang , daun serta tongkol jagung tersebut
jumlahnya juga banyak.
Biji pada tanaman jagung adalah bagian yang kaya akan
karbohidrat, sebagian besar karbohidrat ada pada endospermium.
Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan
kering biji. Karbohidrat umumnya berupa campuran amilosa dan
amilopektin.
Secara umum biji jagung terdiri dari endosperma,
lembaga, kulit ari, dan tipcap (tudung pangkal biji). Bagian utama
pada jagung adalah endosperma yang merupakan bagian terbesar
dari biji jagung dengan kandungan yang hampir seluruhnya
mengandung karbohidrat baik pada bagian lunak (fluory
endosperm) maupun bagian yang keras (horny endosperm).
Berikut adalah data komposisi kimia yang ada pada biji jagung:
Tabel II.2. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komponen Biji
Utuh
Endosperm Lembaga Kulit
Ari
Tip
Cap
Protein (%) 3,7 8,0 18,4 3,7 9,1
Lemak (%) 1,0 0,8 33,2 1,0 3,8
Serat Kasar
(%)
86,7 2,7 8,8 86,7 -
Abu (%) 0,8 0,3 10,5 0,8 1,6
Pati (%) 71,3 87,6 8,3 7,3 5,3
Gula (%) 0,34 0,62 10,8 0,34 1,6
(Sumber : Watson, 2003)
Page 31
II-4
II.2. Morfologi Tanaman Jagung
1. Sistem perakaran
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam
akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait
atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang
dari radikula dan embrio. Akar seminal hanya sedikit berperan
dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam
pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah
akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas
permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga
tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini
juga membantu penyerapan hara dan air.
(Smith et al. 1995).
Gambar II.2 Morfologi akar jagung
2. Batang dan daun
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak
bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas
dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang
Page 32
II-5
berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang
menjadi tongkol yang produktif.
Gambar II.3 Morfologi batang jagung
Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan
pusat batang (pith). Genotipe jagung yang mempunyai batang
kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim
berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling
bundles vaskuler (Paliwal 2000).
Gambar II.4 Morfologi daun jagung
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah,
daun jagung mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian
daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada batang.
Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Tanaman
jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih
Page 33
II-6
banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate)
(Paliwal 2000). Genotipe jagung mempunyai keragaman
dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi
daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat
sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar
(9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm).
3. Bunga
Jagung disebut juga tanaman berumah satu
(monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat
dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari
axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari
titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua
bunga memiliki primordia bunga biseksual.
Selama proses perkembangan, primordia stamen pada
axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina.
Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal
bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal
2000). Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki
sel vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-
butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan,
exine dan intin, dan cukup keras.
Gambar II.6 Morfologi bunga jagung
Page 34
II-7
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari
saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut
jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih
sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung
bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.
4. Tongkol dan biji
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol,
tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun
kelobot. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang
jumlahnya selalu genap.
Gambar II.7 Morfologi buah jagung
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau
perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk
dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu
(a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi
mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan
air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai
75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10%
protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio
(lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas
plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and
Gunsolus 1998).
Page 35
II-8
II.3. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
1. Iklim
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman
jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga
daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung
dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 o LU
hingga 0-40 oLS.
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman
ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan
pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup
air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan
menjelang musim kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar
matahari. Tanaman jagung yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak
dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 oC,
akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal
memerlukan suhu optimum antara 23-27 oC. Pada proses
perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang
cocok sekitar 30o C.
Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan
lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh
terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
2. Media Tanam
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus.
Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur,
subur dan kaya humus.
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain:
andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol,
tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat
(grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil
Page 36
II-9
yang baik dengan pengolahan tanah secara baik.
Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat
(latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk
pertumbuhannya.
Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan
unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik
bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 -
7,5.
Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan
ketersediaan air dalam kondisi baik.
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami
jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah
sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat
kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan
pembentukan teras dahulu.
3. Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran
rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian
antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum
antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jagung.
4. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur – unsur
hara yang diperlukan tanaman. Unsur – unsur yang diperlukan
tanaman tersebut meliputi unsur hara makro dan unsur hara
mikro. Unsur hara makro merupakan unsur – unsur hara yang
mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah relatif banyak. Adapun
unsur hara mikro adalah unsur – unsur hara yang diperlukan
tanaman tetapi dalam jumlah sedikit. Unsur hara makro yang
diperlukan tanaman padi meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K), kalsium (Ca), sulfur (S), karbon (C), hidrogen (H), Oksigen
(O2), dan magnesium. Unsur hara mikro yang diperlukan tanaman
cabai meliputi besi (Fe), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu),
Page 37
II-10
mangan (Mn), Klorida (Cl), dan molibdenum (Mo) (Ir. Final
Prajnanta, 2003).
II.4 Kotoran Ternak
Sebagian besar limbah organik alami, seperti kotoran
manusia, kotoran hewan, tanaman, sisa proses makanan dan
sampah dapat diproses menjadi gas bio kecuali lignin. Lignin
adalah molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur
berkayu dari tanaman dimana bakteri hampir tidak mampu
mencernanya. Jerami mengandung lignin dan dapat menjadi
masalah karena akan mengapung dan membentuk lapisan keras
(kerak) (Meynell, 1976). Bahan ini memiliki keseimbangan
nutrisi, mudah diencerkan dan relatif dapat diproses secara
biologi. Selain itu, kotoran segar lebih mudah diproses
dibandingkan dengan kotoran yang lama atau telah dikeringkan,
disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama waktu
pengeringan.
Yusnaini dkk (1996), menyatakan selain sebagai sumber
untuk memperoleh rasio C/N yang optimal untuk pengomposan,
kotoran ternak dapat digunakan sebagai sumber mikroorganisme
dekomposer dan penambah kandungan unsur hara. Hasil analisis
yang dilakukan oleh Bai dkk (2012), menyebutkan bahwa total
mikroba kotoran sapi mencapai 3,05 x 1011 cfu/g dan total fungi
mencapai 6,55 x 104 cfu/g. Komposisi mikroba pada kotoran sapi
mencakup ± 60 spesies bakteri (Bacillus sp, dan Lactobacillus
sp.), jamur (Aspergillus sp), ± 100 spesies protozoa dan ragi
(Saccharomyces sp).
1. Bacillus sp.
Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang,
tergolong bakteri gram positif, motil, menghasilkan spora yang
biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa spesies
bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi
bervariasi. Tiap spesies berbeda dalam penggunaan gula, sebagian
melakukan fermentasi dan sebagian tidak (Barrow, 1993)
Page 38
II-11
Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena
tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda,
diantaranya : (1) mampu mendegradasi senyawa organik seperti
protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan agar, (2) mampu
menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam nitrifikasi dan
dentrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (7) bersifat khemolitotrof,
aerob atau fakutatif anaerob, asidofilik, psikoprifilik, atau
thermofilik.
2. Lactobacillus sp.
Lactobacillus sp. merupakan bakteri asam laktat. Bakteri
asam laktat (BAL) merupakan salah satu mikrobiota alami
(Sumarsih, 2009) yang terdapat dalam saluran pencernaan.
Menurut Suardana (2007), di dalam saluran pencernaan manusia
ataupun hewan. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya
bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri
merugikan. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram
positif berbentuk kokus atau batang, tidak membentuk spora, dan
tumbuh pada suhu optimum ± 40oC. Pada umumnya BAL bersifat
anaerob, tidak motil, katalase negatif dan oksidase positif, dengan
asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat.
3. Aspergillus sp.
Menurut Frazier (1958) Aspergillus bersifat aerobik, yaitu
hidup di lingkungan yang cukup oksigen, pH lingkungan yang
dibutuhkan sekitar 2-8,5 dengan nutrisi yang cukup untuk
pertumbuhan. Nutrisi tersebut dapat berupa komponen makanan
sederhana sampai komponen makanan yang kompleks. Samson
dkk. (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan A. niger
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain,
kandungan air, suhu, kandungan oksigen, pH dan nutrisi. A. niger
bersifat mesofilik yaitu suhu optimum untuk pertumbuhan A.
niger, suhu optimum pertumbuhan pada 24 - 30 . Aspergilus
Niger memiliki kemampuan untuk melarutkan P yang tidak larut
dalam tanah.
Page 39
II-12
4. Saccharomyces sp.
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu jenis
khamir. Khamir adalah fungi uniselular yang eukariotik. Sel
Saccharomyces cerevisiae berbentuk bulat, oval atau memanjang.
Sel Saccharomyces cerevisiae berukuran (3-10) x (4,5–21)µm.
Reproduksi Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan
membentuk tunas dan spora seksual (Fardiaz, 1992).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan khamir pada umumnya
hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25-
30ºC dan suhu maksimum 35- 37ºC. Beberapa khamir mampu
tumbuh pada 0ºC atau kurang. Khamir mampu tumbuh pada
kondisi aerobik tetapi yang bersifat fermentatif dapat tumbuh
secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz dan Winarno, 1989).
Saccharomyces cerevisiae disamping memproduksi enzim
heksokinase, L-laktase, dehidrogenase, glukosa-6-fosfat
dehodrigenase dan pirofosfat anorganik, juga menghasilkan
enzim etanol dehidrogenase yang sengat penting peranannya
dalam proses fermentasi etanol (Waites dan Morgan, 2001)
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula
yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan
akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif
seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif
dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik
untuk bakteri asam laktat.
Berikut rincian kandungan zat hara dari beberapa jenis
kotoran hewan dapat dilihat pada Tabel II.3.
Page 40
II-13
Tabel II.3. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak
padat dan cair
II.5 Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi
kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan
palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras
sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa
yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan
baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari
proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-
30% dari bobot gabah, dedak antara 8-12% dan beras giling
antara 50-63,5% data bobot awal gabah.
Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung
beberapa unsur penting seperti pada tabel II.4
Page 41
II-14
Tabel II.4. Komposisi kimiawi sekam
Arang sekam merupakan sekam padi yang telah
diarangkan. Manfaat penggunaan arang sekam pada media tanam
(campuran tanah) adalah meningkatnya pH tanah sehingga
meningkatkan juga ketersediaan fosfor (P). Arang sekam
memiliki pH 8,5-9,0. Unsur hara pada arang sekam antara lain
nitrogen (N) 0,32%, phospor (P) 0,51%, dan kalium (K) 0,31%.
Penambahan arang sekam pada media tanam atau termasuk juga
tanah pertanian, akan meningkatkan sistem aerasi (pertukaran
udara) di zona akar tanaman. Arang sekam juga bermanfaat
meningkatkan cadangan air tanah dan meningkatkan kadar
pertukaran kalium (K) serta magnesium (Mg). Secara umum
diketahui, arang sekam atau sekam bakar juga memiliki
kandungan unsur silikat (Si) tinggi sebesar 52% namun rendah
pada kandungan kalsium (Ca) hanya 0,96%.
Page 42
II-15
II.6. Bioactivator EM4
Gambar II. 8 Bioactivator EM4
EM4 merupakan suatu cairan yang berwarna cokelat dan
beraroma manis asam yang didalamnya berisi campuran beberapa
mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses
penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah. Penemu
Teknologi EM adalah seorang ilmuwan besar bernama Teruo
Higa, melalui teknologi Effective Microorganism (EM) (Higa, T ,
1988).
EM4 kultur merupakan campuran bakteri Lactobacillus dan
bakteri panghasil asam laktat serta bakteri yang lainnya.
Lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa
menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob
bekerja dengan kekuatan enzim.
Kandungan EM4 terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri
asam laktat, actinomicetes, ragi dan jamur fermentasi. Bakteri
fotosintetik membentuk zat-zat bermanfaat yang menghasilkan
asam amino, asam nukleat dan zat-zat bioaktif yang berasal dari
gas berbahaya dan berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara.
Bakteri asam laktat berfungsi untuk fermentasi bahan organik jadi
asam laktat, percepat perombakan bahan organik,lignin dan
cellulose, dan menekan pathogen dengan asam laktat yang
dihasilkan. Actinomicetes menghasilkan zat anti mikroba dari
Page 43
II-16
asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Ragi
menghasilkan zat antibiotik, menghasilkan enzim dan hormon,
sekresi ragi menjadi substrat untuk mikroorganisme effektif
bakteri asam laktat actinomicetes. Cendawan fermentasi mampu
mengurai bahan organik secara cepat yang menghasilkan alkohol
ester anti mikroba, menghilangkan bau busuk, mencegah
serangga dan ulat merugikan. Kandungan mikroorganisme utama
dalam EM4 yaitu:
1. Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.)
Bakteri ini mandiri dan swasembada, membentuk
senyawa bermanfaat (antara lain, asam amino, asam nukleik,
zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat
pertumbuhan) dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan
gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi
sebagai sumber energi. Hasil metabolisme ini dapat langsung
diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi
mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus bertambah.
2. Bakteri asam laktat ( Lactobacillus sp.)
Dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer)
mikroorganisme yang merugikan, oleh karena itu bakteri ini
dapat menekan pertumbuhan; meningkatkan percepatan
perombakan bahan organik menghancurkan bahan organik
seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa
menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari
pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan
pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang
menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus
menerus ditanami.
3. Ragi / Yeast (Saccharomyces sp)
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan
gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan
organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-
zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan
Page 44
II-17
jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah
substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
4. Actinomycetes
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari
asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti
mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.
Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri
fotosintetik bersama-sama meningkatkan mutu lingkungan
tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.
5. Jamur Fermentasi (Aspergillus dan Penicilium)
Jamur fermentasi menguraikan bahan secara cepat untuk
menghasilkan alkohol, ester dan zat anti mikroba.
Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan
mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan
cara menghilangkan penyediaan makanannya. Tiap species
mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing tetapi
yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang menjadi
pelaksana kegiatan EM terpenting. Bakteri ini disamping
mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga
memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroorganisme lain.
Fungsi EM4 adalah untuk mengaktifkan bakteri pelarut,
meningkatkan kandungan humus tanah lactobacillus sehingga
mampu memfermentasikan bahan organik menjadi asam amino.
Bila disemprotkan di daun mampu meningkatkan jumlah klorofil,
fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan
mengurangi buah busuk. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen
dari udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksida,
menggemburkan tanah, meningkatkan daya dukung lahan,
meningkatkan cita rasa produksi pangan, perpanjang daya simpan
produksi pertanian, meningkatkan kualitas air.
EM4 juga melindungi tanaman dari serangan penyakit
karena sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan
jumlah pathogen di dalam tanah atau pada tubuh tanaman.
Manfaat EM4 adalah sebagai berikut :
Page 45
II-18
Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan
produksi.
Memfermentasi dan mendekomposisi bahan organik
tanah dengan cepat (bokashi).
Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan
di dalam tanah.
II.7. Bakteri Azotobacter Chroococcum
Bakteri Azotobacter merupakan bakteri rizosfir yang
dapat memfiksasi nitrogen (N2) udara. Pada umumnya bakteri ini
dimanfaatkan sebagai penyumbang nitrogen dan hormon
pertumbuhan bagi tanaman. Azotobacter adalah bakteri penambat
nitrogen aerobik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah
yang cukup tinggi, bervariasi 2 – 15 mg nitrogen/gr sumber
karbon yang digunakan. Pada medium yang sesuai,
Azotobacter mampu menambat 10-20 mg nitrogen/gr gula.
Faktor- faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan
nitrogen antara lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah (6,25 -
7,4) sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen.
Gambar II.9. Bakteri Azotobacter
(Apte, 2001)
Page 46
II-19
Bakteri Azotobacter yang diaplikasikan pada tanah
pertanian akan terus mempersubur tanah karena bakteri tersebut
akan semakin banyak jumlahnya di dalam tanah dan terus bekerja
memfiksasi nitrogen, dan menaikkan biomassa tanaman
pertanian.
II.9. Bakteri Enterobacter Aerogenes
Bakteri Enterobacter aerogenes merupakan bakteri gram
negatif yang berbentuk batang dengan panjang 1,2 - 3,0 µm dan
lebar 0,6 – 1,0 µm. Sesuai dengan namanya, Enterobacter
aerogenes bersifat aerob fakultatif dan kemoorganotrof. Karena
bersifat aerob fakultatif maka bakter ini dapat hidup pada pH 3,3
secara aerob dan pH 4 secara anaerob. Bakteri ini juga dapat
tumbuh pada suhu 30°-37°C dan menghasilkan koloni dengan
tekstur smooth pada media padat
.
Gambar II.10. Bakteri Enterobacter Aerogenes
(microbewiki.kenyon.edu, 2011)
Enterobacter Aerogenes ini merupakan bakteri gram
negatif yang berarti memiliki komposisi dinding sel berupa
kandungan lipid yang tinggi sehingga lebih tahan terhadap
antibiotik. Selain itu, karena bakteri ini sering bertemu dengan
beberapa jenis antibiotik membuat bakteri ini menjadi terbiasa
dengan adanya antibiotik.
Page 47
II-20
II.9. Kompos
Bahan dasar pupuk organik, baik dalam bentuk kompos
maupun pupuk kandang dapat berasal dari limbah pertanian.
Seperti, jerami dan sekam padi, kulit kacang tanah, ampas tebu,
blotong, batang jagung, dan bahan hijauan lainnya. Pupuk organik
merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding
bahan pembenah lainnya. Nilai pupuk yang dikandung pupuk
organik pada umumnya rendah dan sangat bervariasi, misalkan
unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) tetapi juga
mengandung unsur mikro esensial lainnya.
Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada
suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, diatur
kelembabannya dengan menyiram air bila terlalu kering. Untuk
mempercepat perombakan dapat ditambah kapur, sehingga
terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap untuk
digunakan. Bahan untuk kompos dapat berupa sampah atau sisa –
sisa tanaman tertentu (jerami dan lain - lain). Karakteristik dari
kompos adalah:
Mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah yang
bervariasi
Menyediakan unsur hara secara lambat dan terbatas
Berfungsi untuk memperbaiki kesuburan tanah (Setyorini,
2006)
Sumber bahan kompos bisa didapatkan dari macam-macam
sumber, berikut kandungan yang digunakan untuk pembuatan kompos dilihat pada tabel II.5:
Tabel II.5 Sumber Bahan Kompos, Kandungan N, dan Rasio
C/N
Jenis bahan Nitrogen per berat kering
(%)
Rasio
C/N
Limbah cair dari
Hewan
15-18 0,8
Darah Kering 10-14 3
Page 48
II-21
Kuku dan Tanduk 12 -
Limbah ikan 4-10 4-5
Limbah minyak bijii-
bijian
3-9 3-15
Night Soil 5,5-6,5 6-10
Lumpur limbah 5-6 6
Kotoran ternak unggas 4 -
Tulang 2-4 8
Rumput 2-4 12
Sisa tanaman hijau 3-5 10-15
Limbah pabrik bir 3-5 15
Limbah rumah tangga 2-3 10-16
Kulit biji kopi 1-2,3 8
Enceng gondok 2,2-2,5 20
Kotoran babi 1,9 -
Kotoran ternak 1,0-1,8 -
Jenis bahan Nitrogen per berat kering
(%)
C/N
rasio
Limbah lumpur padat 1,2-1,8 -
Millet 0,7 70
Jerami gandum 0,6 80
Daun-daunan 0,4-1,0 40-80
Limbah tebu 0,3 150
Serbuk gergaji 0,1 500
Kertas 0,0 *
II.10. Proses Pengkomposan
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan
organik atau proses dekomposisi bahan organik dimana didalam
proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang
membantu proses perombakan bahan organik tersebut sehingga
bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan
teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari
Page 49
II-22
mahluk hidup baik itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan.
Adapun prinsip dari proses pengomposan adalah menurunkan
rasio C/N bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan
nisbah rasio C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat
dilepas dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2002).
Tujuan proses pengomposan ini yaitu merubah bahan organik
yang menjadi limbah menjadi produk yang mudah dan aman
untuk ditangan, disimpan, diaplikasikan ke lahan pertanian
dengan aman tanpa menimbulkan efek negatif baik pada tanah
maupun pada lingkungan pada lingkungan. Proses pengomposan
dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen).
Menurut (Gaur, 1983; Crawford, 1984) proses penguraian
bahan organik yang terjadi secara aerobik adalah sebagai berikut:
- Gula, selulosa, hemiselulosa (CH2O)x + xO2 xCO2
+ xH2O + Energi
- Protein (N org) NH4+
+ NO2-
+ NO3-
+
Energi
- Organik Sulfur + xO SO42-
+ Energi
- Organik phosporus H3PO4 + Ca(HPO4)2
(Lesithin, phitin)
Dalam reaksi keseluruhan : Bahan organik CO2 + H2O + Unsur hara +
Humus + Energi
Proses pembuatan kompos aerob dilakukan di tempat
terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis
bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerob adalah
material organik yang mempunyai perbandingan unsur karbon (C)
dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH
sekitar 6-8. Membuat kompos aerob memakan waktu 40-50 hari.
Pengontrolan suhu dan kelembaban kompos perlu diawasi selama
proses pengomposan berlangsung. Secara berkala, tumpukan
kompos harus dibalik untuk menyetabilkan suhu dan
kelembabannya.
Page 50
II-23
Reduksi pengomposan secara anaerobik menurut Gaur
(1981) sebagai berikut :
- (CH2O)x xCH3COOH
CH3COOH CH4 + CO2
- N Organik NH3
- 2H2S + CO2 (CH2O) + S + H2O
Proses pembuatan kompos dengan metode anaerob
biasanya memerlukan inokulan mikroorganisme (starter) untuk
mempercepat proses pengomposannya. Inokulan terdiri dari
mikroorganisme pilihan yang bisa menguraikan bahan organik
dengan cepat, seperti efektif mikroorganime (EM4). Waktu yang
diperlukan untuk membuat kompos dengan metode anaerob bisa
10-80 hari, tergantung pada efektifitas dekomposer dan bahan
baku yang digunakan. Suhu optimal selama proses pengomposan
berkisar 35-45oC dengan tingkat kelembaban 30-40%.
Gambar II.12. Kompos matang
II.11. Standard kualitas kompos Baku mutu pembuatan kompos harus memenuhi standar
kualitas kompos seperti yang tertera pada tabel II.4:
Tabel II.6 Standar Kualitas Kompos Berdasarkan Peraturan
Pertanian RI
(Lampiran I Permentan No. 28/Permentan/SR.1305/2009)
PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL PUPUK ORGANIK
No. Parameter Persyaratan
Padat Cair
Bakteri penghasil asam
Methanomonas
Page 51
II-24
1 C-organik (%) >12 ≥4
2 C/N rasio 15-25
3
Bahan ikutan (%),
(Plastik, kaca,
kerikil)
<2 <2
4 Kadar air (%) 15-25*
5 Kadar Logam Berat
(ppm)
As ≤ 10 ≤ 2,5
Hg ≤ 1 ≤ 0,25
Pb ≤ 50 ≤ 12,5
Cd ≤ 10 ≤ 2,5
6 pH 4-8 4-8
7 Kadar Total (%)
N < 6*** < 2
P2O5 < 6** < 2
K2O < 6** <2
PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL PUPUK ORGANIK
No. Parameter Persyaratan
Padat Cair
8
Mikroba
kontaminan (E.coli,
Salmonella)
(cfu/g’cfu/ml)
<102
<102
9
Mikroba fungsional
(Penambat N,
pelarut P)
(cfu/g:cfu/ml)
<103
10 Kadar unsur mikro
(ppm)
Fe total ≤ 8000 ≤ 800
Mn ≤ 5000 ≤ 1000
Cu ≤ 5000 ≤ 1000
Page 52
II-25
Zn ≤ 5000 ≤ 1000
B ≤ 2500 ≤ 500
Co ≤ 20 ≤ 5
Mo ≤10 ≤ 1
Keterangan :
*) Kadar air berdasarkan bobot asal
**) Bahan – bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami
diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O > 6%
(dibuktikan dengan hasil laboratorium)
***) Ntotal = Norganik + N-NH4 + N-NO3; Nkjeldahl = Norganik + N-NH4;
C/N, N=Ntotal
Menurut Gaur (1982), secara umum kompos yang sudah
matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut :
1. Berwarna cokelat tua hingga hitam dan remah.
2. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa
membentuk suspensi.
3. Sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirofosfar, atau
larutan ammonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak
berwarna delap dan dapat difraksionasi lebih lanjut menjadi
zat humik, fulvik, dan humin.
4. Rasio C/N ≤ 30 tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasi.
5. Memiliki kapasitas tukar kation dan absorpsi terhadap air yang
tinggi.
6. Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek
yang menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.
7. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur
udara
8. Tidak berbau (Lina, 2007)
Page 53
II-26
II.12. Penelitian Terdahulu
Tabel II.7 Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu
No Penelitian
1
Judul : Peran Mikroorganisme Azotobacter
chroococcum, Pseudomonas
fluorescens, dan Aspergillus niger
pada Pembuatan Kompos Limbah
Sludge Industri Pengolahan Susu
Penulis : Hita Hamastuti; Elysa Dwi; S.R
Juliastuti; dan Nuniek Hendrianie
Tahun & Tempat : 2012 , Surabaya
Hasil : Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa Mikroorganisme Azotobacter
chroococcum dapat meningkatkan
kadar nitrogen hingga 500%,
sedangkan Pseudomonas fluorescens
dan Aspergillus niger dapat
meningkatkan kadar fosfat hingga
14,29% pada limbah sludge industri
pengolahan susu. Variabel terbaik ialah
Azotobacter chroococcum 1%v/w :
Aspergillus niger 0,5%v/w, dibuktikan
dengan pertambahan tinggi tanaman
terong 12,2% dan cabai 21,6% serta
kapasitas panen terong 44,2
gram/tanaman dan cabai 11
gram/tanaman.
Page 54
II-27
2
Judul : Pengujian Beberapa Bakteri
Penghambat Pertumbuhan
Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada
Tanaman Padi
Penulis : Zuraidah
Tahun & Tempat : 2013, Banda Aceh
Hasil : Isolat Pseudomonas aeruginosa C32a dan
C32b, P. fluorescens Pf, Bacillus
cereus I.21, dan Bacillus sp. I.5
memiliki potensi yang baik dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
patogen tanaman padi X. oryzae pv.
oryzae secara in vivo dibandingkan
perlakuan menggunakan akuades steril
dan tembaga sulfat sebagai bakterisida
kimia.
Page 55
II-28
3
Judul : Pembuatan Kompos dari Media Sisa
Tanam Jamur dan Limbah Pertanian
Jagung Menggunakan Aktivator EM4
dan Mikroorganisme Azotobacter
Penulis : Hamida Nuur Masetya; Imam Tianto
Aditiyas S
Tahun & Tempat : 2016, Surabaya
Hasil : Kompos terbaik pada variabel rasio
limbah pertanian jagung terhadap
media sisa tanam jamur = 1 : 1 yaitu
dengan penambahan rasio aktivator
EM4 terhadap Azotobacter = 1 : 3
dengan perubahan C, N, P, daan K
sebesar 16,3%, 249%, 241,71%, dan
537,4% dan dengan hasil uji tanaman
yaitu penambahan panjang batang
jagung rata – rata sebesar 14,9 mm per
2 hari, penambahan lebar rata – rata
daun sawi sebesar 3,2 mm per 2 hari,
dan hasil panen sebanyak 1 buah
tomat serta 7 buah cabai 20 hari
setelah pemberian kompos.
Page 56
II-29
4
Judul : Azotobacter: A plant growth-promotizing
Rhizobacteria used as Biofertilizer
Penulis : Santosh Kumar Senthi; Siba Prasad
Adhikary
Tahun & tempat : 2012, India
Hasil : Azetobacter sp. adalah biofertilizer yang
dapat digunakan pada sebagian besar
tanaman agricultural. Awalnya,
penggunaan Azetobacter sp. sebagai
biofertilizer bukanlah prioritas
utama karena kandungannya yang
kecil pada tanaman. Namun, biji
yang dikontrol dengan Azetobacter
sp. memiliki yield yang lebih tinggi
dibandingkan yang tidak.
Kandungan N2 memiliki banyak
fungsi, antara lain meningkatkan
potensi pertumbuhan, yield, dan
menjaga kesuburan tanah.
Page 57
II-30
5
Judul : Azotobacter-enriched organic manures
to increase nitrogenfixation and crop
productivity
Penulis : M. Angelo Rodrigues; Laurindo
Chambula Laderia; Margarida
Arrobas
Tahun & tempat : 2017, Portugal
Hasil : Melalui uji coba lapangan, yang dilakukan
pada tanaman selada (Lactuca sativa)
dan lobak (Brassica rapa),
penggunaan pupuk yang mengandung
bakteri Azotobacter menunjukkan
kenaikan jumlah unsur N
dibandingkan dengan yang tidak
mengandung Azotobacter. Dengan
meningkatnya unsur N, maka rasio
C/N menurun sehingga pertumbuhan
tanaman lebih cepat.
6
Judul : Organic Fertilizer from Bioethanol
Solid Waste, Agricultural Waste,
and Banana Peels Waste by Bio-act
EM4 and Aspergillus niger
Penulis : Sri Rachmania Juliastuti; Delfyta
Enhaperdhani; Rizka Uswatun
Hasanah
Tahun & tempat : 2017, Indonesia
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tanaman cabai dan terong yang
Page 58
II-31
ditumbuhkan dengan menggunakan
pupuk organik dari campuran
limbah bio-etanol, kulit pisang, dan
limbah pertanian jagung dengan
bakteri EM4 dan Aspergillus niger
memiliki kandungan unsur K lebih
banyak sebesar 0,43%
dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan pupuk. Selain itu,
pada tanaman cabai, ukuran cabai
per buah dapat mencapai berat 0,95
gram dengan produksi buah
meningkat sebesar 300%, dan pada
tanaman terong, buah yang
dihasilkan memiliki berat 24,01
gram.
Page 59
II-32
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 60
III-1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan
Limbah Industri, Departemen Teknik Kimia, FTI-ITS. Penelitian
yang dilaksanaman meliputi : 1) Uji pertumbuhan bakteri 2)
Pembiakan bakteri 3) Pembuatan pupuk organik dan 4) uji pupuk
pada pertumbuhan tanaman jagung. Bahan baku pembuatan
pupuk organik adalah limbah pertanian jagung, sekam padi,
kotoran sapi, arang sekam dan biakan bakteri Azotobacter
chroococcum, Enterobacter Aerogenes serta bioaktivator EM4.
Uji pupuk pada pertumbuhan tanaman jagung akan dilaksanakan
di taman belakang Laboratorium Pengolahan Limbah Industri,
Departemen Teknik Kimia, FTI-ITS. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Februari sampai bulan Juni 2018.
III.2 Kondisi Operasi
III.2.1 Kondisi Operasi untuk pembiakan mikroorganisme
Tipe alat yang akan digunakan adalah Inkubator.
Temperatur operasi = 25 - 30°C
pH = 6 – 7
III.2.2 Kondisi Operasi Komposting Metode Aerob
Temperatur operasi = 40 - 60°C
pH = 6 – 7
Kelembapan (MC) = 40% - 50%
Lama proses pengomposan = 28 hari
III.2.3 Kondisi Operasi Komposting Metode Anaerob
Temperatur operasi = 35 - 45°C
pH = 6 – 7
Kelembapan (MC) = 30% - 40%
Lama proses pengomposan = 28 hari
Page 61
III-2
III.3 Variabel
Variabel yang digunakan :
1. Metode Aerob
Berdasarkan perbandingan bakteri (jumlah sel : jumlah sel) :
EM4 100%
Azotobacter chroococcum 100%
EM4 : Azotobacter chroococcum = (1 : 1)
EM4 : Azotobacter chroococcum = (3 : 1)
EM4 : Azotobacter chroococcum = (1 : 3)
Bakteri di kotoran sapi
2. Metode Anaerob
Berdasarkan perbandingan bakteri (jumlah sel : jumlah sel) :
EM4 100%
Enterobacter Aerogenes 100%
EM4 : Enterobacter Aerogenes = (1 : 1)
EM4 : Enterobacter Aerogenes = (3 : 1)
EM4 : Enterobacter Aerogenes = (1 : 3)
Bakteri di kotoran sapi
Berdasarkan perbandingan massa limbah terhadap massa bakteri
(massa : massa) :
Limbah : bakteri = (9 : 1)
Limbah : bakteri = (8 : 2)
III.3.1 Bahan
1. Limbah jagung 1 bagian (10 kg/tumpukan)
2. Kotoran sapi (20 kg/tumpukan)
3. Sekam padi (10kg/tumpukan)
4. Arang sekam (10 kg/tumpukan)
5. EM4 (sesuai variabel)
6. Azotobacter chroococcum (sesuai variabel)
7. Enterobacter Aerogenes (sesuai variabel)
Page 62
III-3
III.4 Prosedur Penelitian
III.4.1 Tahap Persiapan
1. Persiapan Bahan
- Pengumpulan limbah pertanian jagung dan sekam
padi dari Jombang, Jawa Timur
- Arang sekam dan kotoran sapi dari Surabaya
- Bioaktivator EM4 dibeli di toko trubus Surabaya
- Azotobacter chroococcum dan Enterobacter
Aerogenes didapatkan dari Laboratorium
Mikrobiologi Teknik Kimia ITS.
- Memperbanyak Azotobacter chroococcum dan
Enterobacter Aerogenes
2. Persiapan biakan bakteri
Bakteri yang dibiakkan adalah bakteri pada
pembuatan pupuk yaitu EM4, Enterobacter Aerogenes
dan Azotobacter chrococcum. Langkah – langkah dalam
pembiakan bakteri yaitu:
1. Mempersiapkan bakteri EM4, Enterobacter
Aerogenes dan Azotobacter chrococcum
2. Menginokulasikan bakteri EM4, Enterobacter
Aerogenes dan Azotobacter chrococcum pada
media NB cair
3. Menginkubasikan pada suhu 25 – 30 0C
4. Menghitung banyak ml per sel media dengan
metode counting chamber
3. Persiapan Benih Jagung
1. Benih jagung yang telah disiapkan dimasukkan ke
dalam karung goni dan direndam 1 malam di dalam
air mengalir supaya perkecambahan benih
bersamaan.
2. Mempersiapkan tempat pada polybag untuk
persemaian dengan panjang 30 cm x 60 cm, serta
menggemburkan tanah dan menyiram air
3. Menaburkan benih jagung yang telah direndam
sebanyak 1 gram pada tempat yang telah disediakan.
Page 63
III-4
4. Melakukan pemindahan benih saat jagung berusia 25
– 40 hari dengan daun tumbuh lebat, batang bawah
besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang
hama dan penyakit.
III.4.2. Tahap Operasi
III.4.2.1 Pengomposan Limbah Pertanian Jagung Metode
Aerob
1. Semua bahan dicampur menjadi satu kecuali
akselerator (campuran larutan EM4).
2. Campuran bahan tersebut dibuat lapis demi lapis,
dengan ketebalan tiap lapis 15 cm. Setiap membuat
lapisan, diatasnya dipercikkan larutan aktivator dan
bakteri secara merata.
Gambar III.1. Persiapan lahan dan atap penutup pupuk
metode aerob
Page 64
III-5
3. Campuran limbah sebagai bahan baku dibuat lapis
demi lapis sampai membentuk timbunan setinggi 1
meter. Timbunan bahan pupuk ditutupi atap plastik
dan dibiarkan selama dua sampai tiga minggu.
Gambar III.2. Pupuk metode aerob
4. Setelah mengalami fermentasi, tumpukan tersebut
diaduk dengan cara pemindahan tumpukan.
5. Pemindahan tumpukan dilakukan dengan menyekop
tumbukan pupuk dan menghamburkan pada tumbukan
pupuk yang baru. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk memberikan aerasi pada tumpukan pupuk,
sehingga bagian dalam pupuk yang mengalami deficit
oksigen tersebut akan menerima oksigen, sehingga
terjadi dekomposisi aerobik.
6. Pupuk baru siap untuk digunakan beberapa minggu
berikutnya.
III.4.2.2 Pengomposan Limbah Pertanian Jagung Metode
Anaerob
1. Sebelum bahan disusun, sebaiknya alas disiram terlebih
dahulu dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator
dan bakteri. Penyiraman ini berfungsi agar pada bagian
dasar tempat fermentasi sudah terdapat mikroba pengurai.
Page 65
III-6
2. Mencampurkan bahan sebaiknya disusun secara berlapis
dengan bentuk susunan lapisan, agar campuran aktivator
dan bakteri tercampur secara merata pada seluruh bahan
baku pupuk. Setelah menyiram alas dengan aktivator dan
bakteri, limbah dimasukkan hingga mencapai ketebalan 5
cm. kemudian, siram kembali dengan aktivator dan
bakteri. Penumpukan dan penyiraman dilakukan hingga
tumpukan memiliki tinggi 0,5 meter.
Gambar III.4. Pencampuran bahan baku pupuk
metode anaerob
3. Menutup bahan dengan menggunakan terpal plastic atau
karung goni.
Gambar III.5. Isolasi pupuk untuk metode anaerob
Page 66
III-7
4. Pengecekan dilakukan setelah 4 minggu untuk melihat
apakah pupuk sudah matang.
III. 4.2.3 Aplikasi kompos pada tanaman jagung
Untuk penanaman jagung, disiapkan lahan yang sudah
digemburkan terlebih dahulu dan ditambahkan air untuk
meningkatkan kelembaban tanah. Lahan yang akan disiapkan
berukuran kurang lebih 1 x 2 meter. Jagung yang akan ditanam
adalah jagung yang telah disemai terlebih dahulu. Adapun
langkah – langkah penggunaan kompos adalah sebagai berikut :
a. Menambahkan pupuk organik dari kompos diatas ke
tanaman jagung yang baru tumbuh.
b. Dilakukan pengukuran tinggi tanaman serta lebar
daun untuk tanaman jagung setiap 2 hari
c. Memanen hasil dari tanaman jagung dari berbagai
variabel pada usia 100 hari
Page 67
III-8
III.5 Skema Penelitian
Page 68
III-9
III.6 Prosedur Analisa
III.6.1 Prosedur perhitungan jumlah mikroba dengan metode
Counting chamber
Gambar III.6. Gambar hemasitometer
1. Kocok suspensi baik-baik agar sel dapat tersebar sama rata
dalam cairan
2. Tutup ruang hitung dengan kaca tutup dan teteskan dengan
pipet kecil setetes suspensi pada pinggir kaca tutup. Tetesan
akan mengalir ke bawah kaca tutup dan mengisi ruang
hitung.
3. Pasang counting chamber pada mikroskop, amati jumlah sel
pada setiap persegi kecil. Jika jumlah sel lebih dari 10 sel,
lakukan pengenceran.
4. Hitung jumlah sel dalam lima persegi besar (Misalkan
persegi A,B,C,D dan E) dengan cara menghitung sel-sel
yang berada dalam persegi kecil. (Dalam setiap persegi besar
terdapat 4x4 persegi kecil)
5. Menentukan banyak sel per ml suspensi dengan cara :
a. Menghitung jumlah rata – rata dari banyak sel di lima kotak
diatas
b. Menghitung jumlah sel per ml dengan persamaan =
Page 69
III-10
(
)
Keterangan : Fp adalah faktor pengenceran
0,004 adalah volume kotak besar (mm3)
6. Pekerjaan tersebut (mengisi ruang hitung dan menghitung
jumlah sel) dilakukan tiga kali.
7. Hitung jumlah rata-rata dari tiga penetapan yang dilakukan.
III.6.2 Prosedur Analisa C, N, P, dan K
Prosedur analisa kandungan pupuk organik ini
berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2803:2010
tentang Pupuk NPK Padat
1. Nitrogen total
Nitrogen dalam contoh dihidrolisis dengan asam sulfat
membentuk senyawa ammonium sulfat. Nitrat dengan asam
salisilat membentuk nitrosalisilat, kemudian direduksi
dengan natrium tiosulfat membentuk senyawa ammonium.
Suling senyawa ammonium dalam suasana alkali, tampung
hasil sulingan asam borat. Titrasi dengan larutan asam sulfat
sampai warna hijau berubah menjadi merah jambu.
a. Pereaksi
1. Larutan asam sulfat salisilat (25 gram asam silisilat dilarutkan
hingga liter dengan H2SO4 pekat)
2. Natrium tiosulfat Na2S2O3.5H2O
3. Larutan asam borat 1% (1 gram asam borat dilarutkan hingga
100 ml dengan air suling)
4. Larutan asam sulfat H2SO4 0,05 N
5. Indikator Conway (0,15 gram bromo cresol dan 0,1 gram
metal merah dilarutkan hingga 100 ml dengan etanol)
6. Larutan natrium hidoksida, NaOH 40%
7. Air suling
b. Peralatan
1. Neraca analitis
Page 70
III-11
2. Labu ukur 100 ml, 500 ml, 1000 ml
3. Pipet volumetric 25 ml
4. Labu Kjehdahl
5. Alat destilasi
6. Lumpang porselin penghalus sampel
7. Buret 50 ml
8. Termometer 300°C
c. Prosedur
1. Timbang teliti 0,5 g sampel yang telah dihaluskan dan
masukkan ke dalam labu kjehdahl
2. Tambahkan 25 ml larutan asm sulfat salisilat gotang hingga
merata dan biarkan semalam
3. Esoknya tambahkan 4 g Na2S2O3.5H2O kemudian panaskan
pada suhu rendah hingga gelembung habis. Naikkan suhu
secara bertahap maksimal 300oC (sekitar 2 jam) dan biarkan
dingin
4. Encerkan dengan air suling, pindahkan ke dalam labu takar
500 ml kocok dan tepatkan sampa tanda garis
5. Pipet 25 ml masukkan ke dalam labu suling tambahkan 150
ml air suling dan batu didih
6. Suling setelah penambahan 10 ml larutan NaOH 40% dengan
penamping hasil sulingan 20 ml larutan asam borat 1% yang
ditambahkan 3 tetes indikator conway
7. Hentikan penyulingan bila hasil sulingan mencapai 100 ml
8. Titrasi dengan larutan H2SO4 0,05 N sampai akhir tercapai
(warna hijau berubah menjadi merah jambu)
9. Lakukan pengerjaan larutan blanko
d. Perhitungan
Nitrogen total (%) =
x
dimana :
V1 = larutan asam sulfat yang digunakan untuk
titrasi sampel, ml
V2 = volume H2SO4yang digunakan untuk
titrasi blanko, ml
Page 71
III-12
N = normalitas larutan H2SO4
14,008 = berat atom nitrogen
P = pengenceran
W = berat contoh, mg
KA = kadar air, %
2. Kadar Fosfor Total sebagai P2O5
Kadar P2O5 ditentukan secara kolorimetri, ortofosfat yang
terlarut direaksikan dengan amonium molibdatvanat
membentuk senyawa kompleks molibdovanat asam fosfat
yang berwarna kuning
a. Pereaksi
1. Pereaksi molibdovanadat (larutkan 40 g ammonium molibdat
ttrahidrat dalam 400 ml air suling panas, kemudian
dinginkan. Larutkan 2 g ammonium metavanadat dalam 250
ml air suling panas, dinginkan lalu tambahkan 450 ml HClO4
70 %. Tambahkan larutan ammonium molibdat sedikit demi
sedikit ke dalam larutan ammonium metavanadat sambil
diaduk dan encerkan hingga 2 liter dengan air suling).
2. Larutan standar fosfat (keringkan KH2PO4 murni
(52,15%P2O5) selama 2 jam pada 105°C. Siapkan larutan
yang mengandung 0,4 – 1 mg P2O5/ml dengan interval 0,1
mg dengan cara menimbang 0,0767; 0,0959; 0,1151;
0,1342; 0,1534; 0,1726 dan 0,1918 KH2PO4 dan encerkan
masing-masing hingga 100 ml dengan air suling. Siapkan
larutan yang baru yang mengandung 0,4 dan 0,7 mg P2O5 /
ml setiap minggu)
3. HClO4 70 -72 %
4. HNO3 p.a
b. Peralatan
1. Neraca analitis
2. Pengering listrik
Page 72
III-13
3. Lumpang porselin penghalus sampel
4. Labu ukur 100 ml, 500 ml, 2 liter
5. Corong diameter 7 cm
6. Kertas saring whatman 41
7. Erlenmeyer 500 ml
8. Pipet volumetrik 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan 50 ml
9. Pipet ukur 5 ml
10. Gelas piala
11. Spektrofotometer
12. Pemanas
c. Persiapan larutan contoh
1. Timbang dengan teliti 1 g sampel yang halus, masukkan
kedalam gelas piala 250 ml
2. Tambahkan dengan 20-30 ml HNO3 p.a
3. Didihkan perlahan-lahan selama 30 – 45 menit untuk
mengoksidasi bahan yang mudah teroksidasi, dinginkan:
4. Tambahkan 10 – 20 ml HClO4 70 – 72%
5. Didihkan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna dan
timbul asap putih pada gelas piala, dinginkan
6. Tambahkan 50 ml air suling dan didihkan beberapa menit,
dinginkan
7. Pindahkan dalam labu ukur 500 ml dan tepatkan dengan air
suling sampai tanda tera dan homogenkan
8. Saring dengan kertas saring whatman no. 14
9. Tampung kedalam erlenmeyer
d. Prosedur
1. Pipet 5 ml larutan contoh dan masing-masing larutan standar
ke dalam labu ukur 100 ml
2.Tambahkan 45 ml air suling diamkan selama 5 menit
3.Tambahkan 20 ml pereaksi molibdovanadat dan encerkan
dengan air suling hingga tanda tera dan kocok
4. Biarkan pengembangan warna selama 10 menit
5. Lakukan pengerjaan larutan blanko
Page 73
III-14
6. Optimasi spektrofotometer pada panjang gelombang 400
nm
7. Baca absorbansi larutan contoh dan standar pada
spektrofotometer
8. Buat kurva standar
9. Hitung kadar P2O5 dalam sampel
e. Perhitungan
Fosfor total sebagai P2O5 % b/b =
x 100 x
dengan
C = P2O5 dari pembacaaan kurva standar
P = faktor pengenceran
W = berat contoh, mg
KA = kadar air, %
3. Kalium sebagai K2O
a. Metode titrimetri
Kalium bereaksi dengan natrium tetrafenilborat dalam
suasana basa lemah, membentuk endapan kalium
tetrafenilborat, kelebihan natrium tetrafenilborat dititar
dengan benzalkonium klorida
b. Pereaksi
1. Larutan (NH4)2C2O4 4%
2. Larutan NaOH 20 %
3. Larutan formaldehid 37%
4. Larutan natrium hidroksida 20%
5. Larutan 20 g NaOH dalam 100 ml air suling
6. Indikator PP 0,1 %
7. Natrium tetrafenilboron (STPB) 1,5 %
8. Larutan 12 g NaBr(C6H5)4 dalam 800 ml air suling,
tambahkan 20 – 25 Al(OH)3, aduk selama 5 menit dan saring
dengan dengan whatman no.42 atau yang setara masukkan
dalam 1 liter labu ukur, filtratnya tambahkan 2 ml NaOH
Page 74
III-15
20% tepatkan hingga 1 liter dengan air suling, aduk. Biarkan
2 hari dan di standarisasi
9. Benzalkonum klorida 0,625% (larutan 38 ml benzalkonium
klorida 17% menjadi 1 L dengan air suling, aduk dan di
standarisasi
10. Titan yellow 0,04% (larutkan 40 mg dalam 100 ml air suling)
c. Peralatan
1. Neraca analitik
2. Gelas piala 250 ml
3. Labu ukur 100 ml, 250 ml
4. Buret
5. Whatman no. 42
6. Pipet volumetrik 5 ml, 10 ml, 20 ml, 25 ml, 50 ml
d. Standarisasi larutan
1. Larutan benzalkonium klorida (BAC)
Dalam erlenmeyer 125 ml terdapat 1 ml larutan STPB
tambahkan 20 – 25 ml air suling, 1 ml NaOH 20 %, 25 ml
HCHO, 1,5 ml (NH4)2C2O4 4% dan 6 – 8 tetes indikator titan
yellow. Titrasi dengan larutan BAC sampai titik akhir
berwarna merah, gunakan buret semimikro 10 ml. Larutan
BAC 2 ml = 1 ml larutan STPB
2. Larutan natrium tetrphenylboron
Larutan 2,5 g KH2PO4 dengan air suling dalam labu ukur 250
ml, tambahkan 50 ml larutan (NH4)2C2O4 4% tepatkan
sampai tanda tera dan homogenkan. Ambil 15 ml larutan
tersebut masukkan dalam 100 ml labu ukur, tambahkan 2 ml
NaOH 20%, 5 ml HCHO dan 43 ml larutan STPB, tepatkan
dengan air suling, homogenkan dan biarkan 5-10 menit dan
saring. Ambil 50 ml filtrat masukkan dalam erlenmeyer 125
ml, tambahkan 6-8 tetes indikator titan yellow dan titrasi
kelebihan larutan dengan laritan BAC.
Page 75
III-16
e. Perhitungan
F = 34,61 / (43 ml – ml BAC) = mg K2O / ml larutan STPB
f. Prosedur
1. Timbang teliti 2,5 g contoh yang siap uji dalam 250 ml gelas
piala
2. Tambahkan 50 ml (NH4)2C2O4 4% 125 ml air suling dan
didihkan selama 30 menit, dinginkan
3. Pindahkan ke dalam labu ukur 250 ml
4. Saring hingga jernih
5. Ambil 15 ml larutan tersebut, masukkan dalam labu ukur 100
ml
6. Tambahkan 2 ml NaOH 20%, 5 ml HCHO
7. Tambankan 1 ml STPB untuk tiap 1% K2O, tambahkna 8 ml
untuk berlebihan
8. Tepatkan sampai tanda tera dengan air suling, aduk dan
biarkan 5 – 10 menit, saring dengan kertas saring Whatmn
No. 12
9. Ambil 50 ml filtrat masukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml ,
tambahkan 6 – 8 tetes ondikator titan yellow dan titar dengan
larutan standar BAC
g. Perhitungan
% K2O = (ml penambahan STPB – ml BAC) x F x
4. C-organik dengan Metode Pengabuan 700°C
a. Alat
- Cawan
- Oven 105°C
- Oven 700°C
b. Bahan
- Media tanam
Page 76
III-17
c. Metode
- Ukur kadar air bahan (langkah kerja sama dengan cara
mengukur kadar air di atas)
- Masukkan ke dalam oven 700 oC
- Timbang kembali
- Kadar C-org dapat diketahui dengan cara:
- Misal :
A= berat cawan B= cawan+media C= cawan+media (1050C)
D= cawan+media (7000C)
Maka: Kadar air = [B-C/C-A]x100% C-org
= [C-D/C-A/1.724]
1.724 merupakan rumus baku dari 100/58, dimana 58% C-
org mudah teroksidasi
d. Prosedur Analisa Lignoselulosa Menggunakan Metode
Analisa Chesson
Komponen utama dari biomassa lignoselulosa adalah lignin,
selulosa, hemiselulosa, ekstraktif, dan abu. Terdapat
beberapa metode pengukuran kandungan komponen
biomassa lignoselulosa, salah satunya adalah metode yang
dikemukakan oleh Chesson (Datta 1981) dengan sedikit
modifikasi. Metode ini adalah analisis gravimetri setiap
komponen setelah dihidrolisis atau dilarutkan.
e. Peralatan
1. Erlenmeyer 300 ml
2. Erlenmeyer 500 ml
3. Beaker Glass 500 ml
4. Beaker Glass 1000 ml
5. Corong Gelas Kecil
6. Corong Gelas Besar
7. Pipet Ukur 25 ml
8. Karet Penghisap
9. Labu ukur distilasi leher satu kecil
10. Pipet mata
Page 77
III-18
11. Gelas ukur 100 ml
12. Gelas ukur 10 ml
13. Gelas arloji kecil
14. Gelas arloji besar
15. Beaker glass 150 ml
16. Beaker glass 50 ml
f. Prosedur Uji
1. Timbang kertas saring
2. Mengambil sampel uji (massa A = ± 1 gram)
3. Aquadest 150 ml + 1 gram sampel dicampur dalam labu
distilasi leher satu
4. Reflux selama 3 jam
5. Saring dengan aquadest panas
6. Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 110oC (± 8 jam),
ditimbang hingga konstan (massa B)
7. Mempersiapkan asam sulfat 1 % sebanyak 150 ml
8. Reflux selama 3 jam
9. Saring dan cuci dengan aquadest panas
10. Masukkan ke oven selama 8 jam dengan suhu maksimal
110oC
11. Timbang dan didapatkan massa C
12. Massa C ditambah 100 ml asam sulfat 72% direndam selama
4 jam
13. Ditambah asam sulfat 1% sebanyak 150 ml kemudian reflux
selama 3 jam
14. Disaring dan dicuci dengan aquadest panas
15. Oven selama 8 jam dengan suhu maksimal 110oC setelah itu
timbang dan didapatkan massa D.
16. Furnace selama 2 jam pada suhu 600oC
17. Timbang dan didapatkan massa E.
g. Perhitungan
1. Hemiselulosa (%) =
x 100%
Page 78
III-19
2. Selulosa (%) =
x 100%
3. Lignin (%) =
x 100%
Prosedur analisa kandungan pupuk organik ini berdasarkan
pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2803:2010 tentang
Pupuk NPK Padat
III.7. Jadwal Kegiatan
Untuk jadwal kegiatan pengerjaan skripsi ini dapat dilihat
pada tabel III.1 dibawah ini:
Tabel III.1 Jadwal Kegiatan Skripsi
Kegiatan Februar
i
Maret April Mei Juni
Persiapan & Uji
C,N,P,K bahan
Penanaman Benih
Jagung
Perhitungan
Mikroba dengan
Counting
Chamber
Pembuatan Pupuk
Organik
Uji C,N,P,K
Pupuk
Pengujian Pupuk
Terhadap
Tanaman Jagung
Pembuatan
Laporan
Page 79
III-20
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 80
IV-1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Pada bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan sesuai dengan pokok permasalahan dan ruang
lingkup penelitian (Memanfaatkan limbah pertanian sebagai
pupuk organik, dan melakukan uji tanam pada tanman jagung).
Tabel IV.1 merupakan hasil analisa C, N, Rasio C/N, P,
K dari bahan baku (limbah jagung) sebelum dilakukan proses
pengomposan. Sedangkan Tabel IV.2 dan IV.3 merupakan hasil
analisa C, N, Rasio C/N, P, K untuk variabel mikroorganisme
yang digunakan pada limbah pertanian setelah dilakukan proses
pengomposan selama 28 hari. Dari Tabel IV.1, IV.2 dan IV.3
tersebut terlihat adanya perubahan kadar C, N, Rasio C/N, P, dan
K pada setiap variabel setelah dilakukan pengomposan selama 28
hari.
Tabel IV.1 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Bahan Baku
(Limbah Jagung)
Komponen Limbah
Pertanian
Standar Kualitas Kompos
Berdasarkan Permentan
Tahun 2009
C 24,9 % >12%
N 0,61 % <6%
C/N ratio 40,82 15-25
P 0,98 % <6%
K 1,03 % <6%
Page 81
IV-2
Tabel IV.2 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Setelah
Pengomposan 28 Hari Pada Limbah Pertanian dengan
Metode Aerob
Variabel Rasio
C/N
N
(%) C (%)
P2O5
(%)
K2O
(%)
Campuran
bakteri =
EM4:Azotobacter
(jumlah
sel:jumlah sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 16,15 1,11 17,93 1,67 1,68
1:0 8:2 16,24 1,17 18,79 1,72 1,74
1:1 9:1 17,66 1,08 17,54 1,63 1,64
1:1 8:2 15,16 1,14 17,31 1,68 1,71
1:3 9:1 18,13 0,98 17,31 1,48 1,56
1:3 8:2 16,06 1,03 17,57 1,57 1,61
3:1 9:1 15,18 1,16 17,58 1,66 1,66
3:1 8:2 17,06 1,24 17,74 1,70 1,73
0:1 9:1 15,31 0,96 17,41 1,43 1,51
0:1 8:2 17,35 1,01 17,52 1,51 1,58
Standar Kualitas Kompos
Berdasarkan Permentan
Tahun 2009
15-25 < 6% > 12% < 6% < 6%
Page 82
IV-3
Tabel IV.3 Hasil Analisa C, N, Rasio C/N, P, K Setelah
Pengomposan 28 Hari Pada Limbah Pertanian dengan
Metode Anaerob
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Peningkatan Kadar NPK
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan pupuk dari
limbah pertanian dengan penambahan mikroorganisme. Dalam
penelitian ini jenis mikroorganisme yang akan digunakan adalah
Azotobacter chrocoocum (untuk aerob), Enterobacter Aerogenes
(untuk anaerob) dan penambahan bioaktivator EM4.
Variabel Rasio
C/N N (%) C (%)
P2O5
(%)
K2O
(%)
Campuran bakteri
=
EM4:Enterobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campura
n bakteri
(%
massa)
1:0 9:1 15,98 0,99 15,31 1,51 1,62
1:0 8:2 15,38 1,05 23,21 1,55 1,66
1:1 9:1 15,68 1,14 18,51 1,64 1,70
1:1 8:2 15,26 1,26 19,12 1,73 1,76
1:3 9:1 15,44 1,24 21,90 1,77 1,81
1:3 8:2 15,18 1,31 22,35 1,84 1,87
3:1 9:1 15,88 1,09 17,26 1,57 1,66
3:1 8:2 15,35 1,17 17,74 1,63 1,73
0:1 9:1 15,38 1,28 23,20 1,65 1,77
0:1 8:2 15,06 1,39 24,11 1,78 1,82
Standar Kualitas Kompos
Berdasarkan Permentan Tahun
2009
15-25 < 6% > 12% < 6% < 6%
Page 83
IV-4
Hasilnya menunjukan bahwa mikroorganisme
Azotobacter chroococum dan Enterobacter Aerogenes mampu
meningkatkan kadar unsur nitrogen. Dapat dilihat pada tabel
IV.1, IV.2 dan IV.3 dimana pada kandungan unsur N bahan
rendah, sedangkan setelah pemberian Azotobacter chrocoocum
dan Enterobacter Aerogenes kandungan unsur N meningkat dan
sesuai standart SNI pupuk organik padat.
Dalam pembuatan pupuk organik ini bahan baku yang
berupa limbah tanaman jagung (tongkol, kulit, daun, batang), dan
sekam padi didapatkan dari Jombang sedangkan arang sekam dan
kotoran sapi dari Surabaya. Kemudian limbah tanaman jagung ini
dicacah hingga lembut, pencacahan ini dilakukan di dinas
pertamanan kota Surabaya yang berada di daerah Bratang. Setelah
dicacah dan dicampur dengan bahan lain secara merata, dilakukan
uji kandungan unsur C, N, P, dan K bahan, dari pengujian ini
didapatkan hasil seperti pada tabel IV.1 untuk unsur C = 24,9%;
N = 0,61%; P = 0,98%; = 1,03%.
Selanjutnya membuat pupuk organik untuk metode aerob
dengan perbandingan variabel mikroba EM4 & Azotobacter
chroococum 1:1, 100% EM4, 100% Azotobacter chroococum,
EM4 & Azotobacter chroococum 1:3, EM4 & Azotobacter
chroococum 3:1 dengan perbandingan massa limbah : bakteri 9:1
dan 8:2. Setelah itu mencampurkan semua bahan dibuat lapis
demi lapis dan dipercikan campuran bakteri sesuai variabel.
Kemudian pupuk diaduk setiap 1 minggu. Hal ini dilakukan agar
proses aerasi berjalan baik sehingga bagian dalam pupuk yang
mengalami deficit oksigen tersebut akan menerima oksigen.
Sehingga terjadi dekomposisi aerobik. Proses pengomposan
dilakukan selama 28 hari. Setiap hari dilakukan pengecekan suhu,
untuk menjaga suhu agar tidak terlalu tinggi, agar tetap pada
range suhu optimal bakteri. Jika suhu terlalu tinggi, bakteri tidak
bisa hidup dengan optimal dan berperan dengan baik, bahkan jika
suhu sangat tinggi bakteri bisa mati.
Untuk pupuk organik metode anaerob dengan
perbandingan variabel mikroba EM4 & Enterobacter aerogenes
Page 84
IV-5
1:1, 100% EM4, 100% Enterobacter aerogenes, EM4 &
Enterobacter aerogenes 1:3, EM4 & Enterobacter aerogenes 3:1
dengan perbandingan massa limbah : bakteri 9:1 dan 8:2 untuk
metode anaerob. Setelah itu mencampurkan semua bahan dibuat
lapis demi lapis dan dipercikan campuran bakteri sesuai variabel.
Kemudian bahan ditutup dengan plastik. Hal ini untuk menjaga
kondisi anaerob agar udara tidak bisa masuk. Selanjutnya plastik
pupuk dibuka dan diaduk setiap 1 minggu. Untuk menjaga suhu
agar tidak terlalu tinggi, agar tetap pada range suhu optimal
bakteri. Pengomposan dilakukan selama 28 hari.
IV.2.1.1. Parameter Kadar Karbon Organik (C)
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.1 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.1 menunjukkan kadar karbon organik (C)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
17,93 17,54 17,31 17,58 17,40
0
5
10
15
20
25
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar C
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 85
IV-6
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.1
dapat terlihat jelas bahwa kadar karbon organik (C) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami penurunan kadar karbon organik (C).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar karbon
organik (C) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1)
yang terendah adalah pada variabel EM4 : Azotobacter (1:3),
yaitu sebesar 17,31%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada
variabel EM4 100%, yaitu sebesar 17,93%.
Bahan baku limbah jagung memiliki kadar lignin yang
cukup tinggi. Adanya lignin tersebut menyebabkan mikroba sulit
menguraikan C yang terdapat pada selulosa. Sehingga penurunan
kadar C tidak terlalu besar. Pada variabel bahan limbah :
campuran bakteri (9:1) penurunan kadar karbon organik (C)
terbesar terdapat pada variabel EM4 : Azotobacter (1:3). Hal ini
karena adanya EM4 yang membantu mikroba menguraikan C.
Hal ini karena salah satu mikroba yang terkandung pada kultur
mikroorganisme EM4 adalah bakteri asam laktat yang dapat
mereduksi lignin dan selulosa agar lebih mudah terdekomposisi.
Sehingga mikroba lebih mudah menguraikan C dan menyebabkan
banyaknya penurunan kadar C (lina, 2007).
Page 86
IV-7
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.2 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.2 menunjukkan kadar karbon organik (C)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.2
dapat terlihat jelas bahwa kadar karbon organik (C) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami penurunan kadar karbon organik (C).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar karbon
organik (C) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2)
yang terendah adalah pada variabel EM4 : Azotobacter (1:1),
yaitu sebesar 17,31%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada
variabel EM4 100%, yaitu sebesar 18,79%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
penurunan kadar karbon organik (C) terbesar terdapat pada
variabel EM4 : Azotobacter (1:1). Hal ini karena adanya EM4
yang membantu mikroba menguraikan C. Hal ini karena salah
18,79 17,31 17,57 17,74 17,52
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar C
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 87
IV-8
satu mikroba yang terkandung pada kultur mikroorganisme EM4
adalah bakteri asam laktat yang dapat mereduksi lignin dan
selulosa agar lebih mudah terdekomposisi. Sehingga mikroba
lebih mudah menguraikan C dan menyebabkan banyaknya
penurunan kadar C (lina, 2007).
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.3 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.3 menunjukkan kadar karbon organik (C)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.3
dapat terlihat jelas bahwa kadar karbon organik (C) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami penurunan kadar karbon organik (C).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar karbon
organik (C) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1)
yang terendah adalah pada 100% EM4, yaitu sebesar 15,31%.
15,31 18,51
21,90
17,27
23,21
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar C
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 88
IV-9
Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
Enterobacter, yaitu sebesar 23,21%.
Bahan baku limbah jagung memiliki kadar lignin yang
cukup tinggi. Adanya lignin tersebut menyebabkan mikroba sulit
menguraikan C yang terdapat pada selulosa. Sehingga penurunan
kadar C tidak terlalu besar. Pada variabel bahan limbah :
campuran bakteri (9:1) penurunan kadar karbon organik (C)
terbesar terdapat pada variabel 100% EM4. Hal ini karena EM4
membantu mikroba menguraikan C. Yang mana salah satu
mikroba yang terkandung pada kultur mikroorganisme EM4
adalah bakteri asam laktat yang dapat mereduksi lignin dan
selulosa agar lebih mudah terdekomposisi yang juga bisa hidup
pada kondisi anaerob meskipun tidak optimal. Sehingga mikroba
lebih mudah menguraikan C dan menyebabkan banyaknya
penurunan kadar C (lina, 2007).
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.4 Hasil Analisa Kadar C (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.4 menunjukkan kadar karbon organik (C)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
23,21 19,13
22,35
17,74
24,12
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar C
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 89
IV-10
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.4
dapat terlihat jelas bahwa kadar karbon organik (C) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami penurunan kadar karbon organik (C).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar karbon
organik (C) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2)
yang terendah adalah pada variabel EM4 : Enterobacter (3:1),
yaitu sebesar 17,74%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada
variabel 100% Enterobacter, yaitu sebesar 24,12%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
penurunan kadar karbon organik (C) terbesar terdapat pada
variabel EM4 : Enterobacter (3:1). Hal ini karena adanya EM4
yang membantu mikroba menguraikan C. Yang maa salah satu
mikroba yang terkandung pada kultur mikroorganisme EM4
adalah bakteri asam laktat yang dapat mereduksi lignin dan
selulosa agar lebih mudah terdekomposisi yang juga bisa hidup
pada kondisi anaerob meskipun tidak optimal. Sehingga mikroba
lebih mudah menguraikan C dan menyebabkan banyaknya
penurunan kadar C (lina, 2007).
Apabila ditinjau dari kadar karbon organik (%), maka
kualitas dan kematangan kompos dengan metode aerob dan
anaerob pada semua variabel memenuhi standar kualitas kompos
berdasarkan peraturan pertanian RI, yaitu lebih dari 12 %untuk
kompos padat. (Lampiran I Permentan No.
28/Permentan/SR/1305/2009)
IV.2.1.2. Parameter Kadar Nitrogen Organik (N)
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Page 90
IV-11
Gambar IV.5 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.5 menunjukkan kadar nitrogen organik (N)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.5
dapat terlihat jelas bahwa kadar nitrogen organik (N) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar nitrogen organik (N).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar nitrogen
organik (N) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1)
yang terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu
sebesar 0,96%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel
EM4 : Azotobacter (3:1), yaitu sebesar 1,16%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar nitrogen organik (N) pada semua variabel. Pada variabel
bahan limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar nitrogen
organik (N) terbesar terdapat pada variabel EM4 : Azotobacter
(3:1). Hal ini karena adanya EM4 yang merupakan kultur
campuran mikroba seperti bakteri fotosintetik dan bakteri asam
laktat yang dapat menyokong perkembangan mikroorganisme lain
yang mengikat nitrogen seperti Azotobacter. Selain itu, pada
variabel tersebut juga mengalami penurunan kadar C yang cukup
1,11 1,08 0,98
1,16 0,96
0
0,5
1
1,5
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar N
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 91
IV-12
besar. Sehingga menandakan pada variabel tersebut mikroba
dapat dengan mudah menguraikan C yang merupakan kebutuhan
mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Dengan banyaknya
konsumsi C, maka bakteri pengikat nitrogen Azotobacter dapat
berkembang pesat dan mampu mengikat nitrogen lebih banyak.
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.6 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.6 menunjukkan kadar nitrogen organik (N)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.6
dapat terlihat jelas bahwa kadar nitrogen organik (N) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar nitrogen organik (N).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar nitrogen
organik (N) pada variabel limbah : campuran bakteri ( 8:2) yang
terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu sebesar
1,01%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel EM4 :
Azotobacter (3:1), yaitu sebesar 1,24%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar nitrogen organik (N) terbesar terdapat pada
variabel EM4 : Azotobacter (3:1). Hal ini karena adanya EM4
1,17 1,14 1,03
1,24
1,01
0
0,5
1
1,5
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar N
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 92
IV-13
yang merupakan kultur campuran mikroba seperti bakteri
fotosintetik dan bakteri asam laktat yang dapat menyokong
perkembangan mikroorganisme lain yang mengikat nitrogen
seperti Azotobacter. Selain itu, pada variabel tersebut juga
mengalami penurunan kadar C yang cukup besar. Sehingga
menandakan pada variabel tersebut mikroba dapat dengan mudah
menguraikan C yang merupakan kebutuhan mikroba untuk
tumbuh dan berkembang. Dengan banyaknya konsumsi C, maka
bakteri pengikat nitrogen Azotobacter dapat berkembang pesat
dan mampu mengikat nitrogen lebih banyak.
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.7 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.7 menunjukkan kadar nitrogen organik (N)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.7
dapat terlihat jelas bahwa kadar nitrogen organik (N) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar nitrogen organik (N).
0,99 1,14
1,24 1,09
1,28
0
0,5
1
1,5
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar N
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 93
IV-14
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar nitrogen
organik (N) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1)
yang terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar
0,99%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
Enterobacter, yaitu sebesar 1,28%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar nitrogen organik (N) pada semua variabel. Pada variabel
bahan limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar nitrogen
organik (N) terbesar terdapat pada variabel 100% Enterobacter.
Hal ini karena Bakteri Enterobacter merupakan bakteri anaerob
fakultatif yaitu bakteri yang bisa hidup pada kondisi aerob
maupun anaerob. Selain itu Enterobacter juga merupakan
bakteeri pengikat nitrogen yang mampu mengikat nitrogen dan
melepaskannya untuk kebutuhan tanaman. Sehingga pada
variabel ini kadar nitrogen organik ( N) yang dihasilkan paling
banyak. Selain itu, bakteri yang terkandung dalam EM4
kebanyakan merupakan bakteri aerob sehingga tidak bisa hidup
dengan baik pada kondisi anaerob. Sehingga pada variabel –
variabel yang mengandung EM4 kadar nitrogen organik (N) yang
dihasilkan tidak terlalu banyak.
Page 94
IV-15
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.8 Hasil Analisa Kadar N (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.8 menunjukkan kadar nitrogen organik (N)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.8
dapat terlihat jelas bahwa kadar nitrogen organik (N) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar nitrogen organik (N).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar nitrogen
organik (N) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2)
yang terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar
1,05%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
Enterobacter, yaitu sebesar 1,39%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar nitrogen organik (N) terbesar terdapat pada
variabel 100% Enterobacter. Hal ini karena Bakteri Enterobacter
merupakan bakteri anaerob fakultatif yaitu bakteri yang bisa
hidup pada kondisi aerob maupun anaerob. Selain itu
Enterobacter juga merupakan bakteeri pengikat nitrogen yang
1,05 1,26 1,31
1,17 1,39
0
0,5
1
1,5
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar N
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 95
IV-16
mampu mengikat nitrogen dan melepaskannya untuk kebutuhan
tanaman. Sehingga pada variabel ini kadar nitrogen organik ( N)
yang dihasilkan paling banyak. Selain itu, bakteri yang
terkandung dalam EM4 kebanyakan merupakan bakteri aerob
sehingga tidak bisa hidup dengan baik pada kondisi anaerob.
Sehingga pada variabel – variabel yang mengandung EM4 kadar
nitrogen organik (N) yang dihasilkan tidak terlalu banyak.
Apabila ditinjau dari kadar nitrogen organik (%), maka
kualitas dan kematangan kompos dengan metode aerob dan
anaerob pada semua variabel memenuhi standar kualitas kompos
berdasarkan peraturan pertanian RI, yaitu kurang dari 6 % untuk
kompos padat. (Lampiran I Permentan No.
28/Permentan/SR/1305/2009)
IV.2.1.4. Parameter Kadar Phospor (P)
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.9 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
1,67 1,63 1,48
1,66 1,43
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar P
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 96
IV-17
Gambar IV.9 menunjukkan kadar phospor organik (P)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.9
dapat terlihat jelas bahwa kadar phospor organik (P) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar phospor organik (P).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar phospor
(P) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1) yang
terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu sebesar
1,43%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
EM4, yaitu sebesar 1,67%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar phospor (P) pada semua variabel. Pada variabel bahan
limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar phospor (P)
terbesar terdapat pada variabel 100% EM4. Hal ini karena EM4
merupakan kultur campuran mikroba, yang mana juga terdapat
bakteri pelarut phospor (Bacillus megaterium) yaitu mikroba yang
berperan pada kenaikan kadar P. Sehingga semakin banyak
kandungan EM4 maka bakteri pelarut P juga semakin banyak.
Selain itu, pada variabel ini kadar N yang terkandung melimpah
dan mikroba mudah menguraikan C sehingga mikroba pelarut P
dapat berkembang dengan pesat dan mampu meningkatkan kadar
P lebih tinggi.
Page 97
IV-18
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.10 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.10 menunjukkan kadar phospor organik (P)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.10
dapat terlihat jelas bahwa kadar phospor organik (P) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar phospor organik (P).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar phospor
(P) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2) yang
terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu sebesar
1,51%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
EM4, yaitu sebesar 1,72%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar phospor (P) terbesar terdapat pada variabel 100%
EM4. Hal ini karena EM4 merupakan kultur campuran mikroba,
yang mana juga terdapat bakteri pelarut phospor (Bacillus
megaterium) yaitu mikroba yang berperan pada kenaikan kadar P.
Sehingga semakin banyak kandungan EM4 maka bakteri pelarut
P juga semakin banyak. Selain itu, pada variabel ini kadar N yang
terkandung melimpah dan mikroba mudah menguraikan C
1,72 1,68 1,57 1,7
1,51
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar P
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 98
IV-19
sehingga mikroba pelarut P dapat berkembang dengan pesat dan
mampu meningkatkan kadar P lebih tinggi.
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.11 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.11 menunjukkan kadar phospor organik (P)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.11
dapat terlihat jelas bahwa kadar phospor organik (P) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar phospor organik (P).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar phospor
(P) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1) yang
terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar 1,51%.
Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3), yaitu sebesar 1,77%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar phospor (P) pada semua variabel. Pada variabel bahan
limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar phospor (P)
1,51 1,64
1,77 1,57 1,65
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar P
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 99
IV-20
terbesar terdapat pada variabel EM4 : Enterobacter (1:3). Hal ini
karena adanya EM4 yang merupakan kultur campuran mikroba,
yang mana juga terdapat bakteri pelarut phospor (Bacillus
megaterium) yaitu mikroba yang berperan pada kenaikan kadar P
yang juga bisa hidup pada kondisi anaerob meskipun tidak
optimal. Sehingga semakin banyak kandungan EM4 maka bakteri
pelarut P juga semakin banyak. Selain itu, karena adanya
campuran bakteri anaerob pengikat nitrogen Enterobacter pada
variabel ini, shingga kadar N yang terkandung melimpah dan
mikroba mudah menguraikan C sehingga mikroba pelarut P dapat
berkembang dengan pesat dan mampu meningkatkan kadar P
lebih tinggi.
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.12 Hasil Analisa Kadar P (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.12 menunjukkan kadar phospor organik (P)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.12
dapat terlihat jelas bahwa kadar phospor organik (P) mengalami
1,55 1,73 1,84
1,63 1,78
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar P
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 100
IV-21
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar phospor organik (P).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar phospor
(P) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2) yang
terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar 1,55%.
Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3),, yaitu sebesar 1,84%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar phospor (P) terbesar terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3). Hal ini karena adanya EM4 yang merupakan
kultur campuran mikroba, yang mana juga terdapat bakteri pelarut
phospor (Bacillus megaterium) yaitu mikroba yang berperan pada
kenaikan kadar P yang juga bisa hidup pada kondisi anaerob
meskipun tidak optimal. Sehingga semakin banyak kandungan
EM4 maka bakteri pelarut P juga semakin banyak. Selain itu,
karena adanya campuran bakteri anaerob pengikat nitrogen
Enterobacter pada variabel ini, shingga kadar N yang terkandung
melimpah dan mikroba mudah menguraikan C sehingga mikroba
pelarut P dapat berkembang dengan pesat dan mampu
meningkatkan kadar P lebih tinggi.
Apabila ditinjau dari kadar phospor (%), maka kualitas
dan kematangan kompos dengan metode aerob dan anaerob pada
semua variabel memenuhi standar kualitas kompos berdasarkan
peraturan pertanian RI, yaitu kurang dari 6 % untuk kompos
padat. (Lampiran I Permentan No. 28/Permentan/SR/1305/2009)
IV.2.1.5. Parameter Kadar Kalium (K)
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Page 101
IV-22
Gambar IV.13 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.13 menunjukkan kadar kalium organik (K)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.13
dapat terlihat jelas bahwa kadar kalium organik (K) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar kalium organik (K).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar kalium
(K) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1) yang
terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu sebesar
1,51%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
EM4, yaitu sebesar 1,68%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar kalium (K) pada semua variabel. Pada variabel bahan
limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar kalium (K)
terbesar terdapat pada variabel 100% EM4. Hal ini karena
adanya EM4 yang merupakan kultur campuran mikroba, yang
mana juga terdapat bakteri pelarut kalium (Bacillus
mucillaginous) yaitu mikroba yang berperan pada kenaikan kadar
K. Sehingga semakin banyak kandungan EM4 maka bakteri
1,68 1,64 1,56 1,66 1,51
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar K
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 102
IV-23
pelarut K juga semakin banyak dan kadar K yang dihasilkan juga
semakin banyak. Selain itu, pada variabel ini kadar N yang
terkandung melimpah dan mikroba mudah menguraikan C
sehingga mikroba pelarut K dapat berkembang dengan pesat dan
mampu meningkatkan kadar K lebih tinggi.
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.14 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.14 menunjukkan kadar kalium organik (K)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode aerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.14
dapat terlihat jelas bahwa kadar kalium organik (K) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar kalium organik (K).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar kalium
(K) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2) yang
terendah adalah pada variabel 100% Azotobacter, yaitu sebesar
1,58%. Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel 100%
EM4, yaitu sebesar 1,74%.
1,74 1,71 1,61
1,73 1,58
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar K
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 103
IV-24
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar kalium (K) terbesar terdapat pada variabel 100%
EM4. Hal ini karena adanya EM4 yang merupakan kultur
campuran mikroba, yang mana juga terdapat bakteri pelarut
kalium (Bacillus mucillaginous) yaitu mikroba yang berperan
pada kenaikan kadar K. Sehingga semakin banyak kandungan
EM4 maka bakteri pelarut K juga semakin banyak dan kadar K
yang dihasilkan juga semakin banyak. Selain itu, pada variabel ini
kadar N yang terkandung melimpah dan mikroba mudah
menguraikan C sehingga mikroba pelarut K dapat berkembang
dengan pesat dan mampu meningkatkan kadar K lebih tinggi.
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.15 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.15 menunjukkan kadar kalium organik (K)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (9:1) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.15
dapat terlihat jelas bahwa kadar kalium organik (K) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar kalium organik (K).
1,62 1,7 1,81 1,66 1,77
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar K
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 104
IV-25
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar kalium
(K) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 9:1) yang
terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar 1,62%.
Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3), yaitu sebesar 1,81%.
Setelah pengomposan selama 28 hari terjadi kenaikan
kadar kalium (K) pada semua variabel. Pada variabel bahan
limbah : campuran bakteri (9:1) kenaikan kadar kalium (K)
terbesar terdapat pada variabel EM4 : Enterobacter (1:3). Hal ini
karena adanya EM4 yang merupakan kultur campuran mikroba,
yang mana juga terdapat bakteri pelarut kalium (Bacillus
mucillaginous) yaitu mikroba yang berperan pada kenaikan kadar
K yang juga bisa hidup pada kondisi anaerob meskipun tidak
optimal. Sehingga semakin banyak kandungan EM4 maka bakteri
pelarut K juga semakin banyak. Selain itu, karena adanya
campuran bakteri anaerob pengikat nitrogen (Enterobacter) pada
variabel ini, shingga kadar N yang terkandung melimpah dan
mikroba mudah menguraikan C sehingga mikroba pelarut dapat
berkembang dengan pesat dan mampu meningkatkan kadar K
lebih tinggi.
Page 105
IV-26
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.16 Hasil Analisa Kadar K (%) Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.16 menunjukkan kadar kalium organik (K)
dalam presentase setelah pengomposan selama 28 hari dengan
metode anaerob variabel limbah : campuran bakteri (8:2) pada
masing – masing variabel campuran bakteri. Dari Gambar IV.16
dapat terlihat jelas bahwa kadar kalium organik (K) mengalami
perubahan setelah melalui proses pengomposan. Dimana pada
setiap variabel mengalami kenaikan kadar kalium organik (K).
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa kadar kalium
(K) pada variabel bahan limbah : campuran bakteri ( 8:2) yang
terendah adalah pada variabel 100% EM4, yaitu sebesar 1,66%.
Sedangkan kadar tertinggi terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3), yaitu sebesar 1,87%.
Pada variabel bahan limbah : campuran bakteri (8:2)
kenaikan kadar kalium (K) terbesar terdapat pada variabel EM4 :
Enterobacter (1:3). Hal ini karena adanya EM4 yang merupakan
kultur campuran mikroba, yang mana juga terdapat bakteri pelarut
kalium (Bacillus mucillaginous) yaitu mikroba yang berperan
pada kenaikan kadar K yang juga bisa hidup pada kondisi anaerob
meskipun tidak optimal. Sehingga semakin banyak kandungan
1,66 1,76 1,87 1,73 1,82
0
0,5
1
1,5
2
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar K
(%
)
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 106
IV-27
EM4 maka bakteri pelarut K juga semakin banyak. Selain itu,
karena adanya campuran bakteri anaerob pengikat nitrogen
(Enterobacter) pada variabel ini, shingga kadar N yang
terkandung melimpah dan mikroba mudah menguraikan C
sehingga mikroba pelarut K dapat berkembang dengan pesat dan
mampu meningkatkan kadar K lebih tinggi.
Apabila ditinjau dari kadar kalium (%), maka kualitas
dan kematangan kompos dengan metode aerob dan anaerob pada
semua variabel memenuhi standar kualitas kompos berdasarkan
peraturan pertanian RI, yaitu kurang dari 6 % untuk kompos
padat. (Lampiran I Permentan No. 28/Permentan/SR/1305/2009)
IV.2.1.3. Parameter Rasio C/N
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.17 Hasil Analisa Kadar Rasio C/N Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.17 menunjukkan Rasio C/N setelah
pengomposan selama 28 hari dengan metode aerob variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) pada masing – masing variabel
campuran bakteri. Berdasarkan kualitas dan kematangan kompos,
standar kualitas kompos berdasarkan peraturan pertanian RI jika
16,15 16,24 17,66
15,16 18,13
0
5
10
15
20
25
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar C
/N R
asio
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 107
IV-28
dilihat berdasarkan parameter Rasio C/N adalah 15-25 untuk
kompos yang terbuat dari bahan padat. Dari Gambar IV.17 dapat
terlihat jelas bahwa untuk metode aerob variabel limbah :
campuran bakteri (9:1) pada semua variabel campuran bakteri
memenuhi syarat Rasio C/N tersebut.
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.18 Hasil Analisa Kadar Rasio C/N Setelah 28
Hari Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.18 menunjukkan Rasio C/N setelah
pengomposan selama 28 hari dengan metode aerob variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) pada masing – masing variabel
campuran bakteri. Berdasarkan kualitas dan kematangan kompos,
standar kualitas kompos berdasarkan peraturan pertanian RI jika
dilihat berdasarkan parameter Rasio C/N adalah 15-25 untuk
kompos yang terbuat dari bahan padat. Dari Gambar IV.18 dapat
terlihat jelas bahwa untuk metode aerob variabel limbah :
campuran bakteri (8:2) pada semua variabel campuran bakteri
memenuhi syarat Rasio C/N tersebut.
16,06 15,18 17,06
15,31 17,35
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar C
/N R
asio
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Page 108
IV-29
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.19 Hasil Analisa Kadar Rasio C/N Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.19 menunjukkan Rasio C/N setelah
pengomposan selama 28 hari dengan metode anaerob variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) pada masing – masing variabel
campuran bakteri. Berdasarkan kualitas dan kematangan kompos,
standar kualitas kompos berdasarkan peraturan pertanian RI jika
dilihat berdasarkan parameter Rasio C/N adalah 15-25 untuk
kompos yang terbuat dari bahan padat. Dari Gambar IV.19 dapat
terlihat jelas bawa untuk metode anaerob variabel limbah :
campuran bakteri (9:1) pada semua variabel campuran bakteri
memenuhi syarat Rasio C/N tersebut.
15,46 16,24 17,66 15,84
18,13
0
5
10
15
20
25
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Kad
ar C
/N R
asio
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 109
IV-30
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.20 Hasil Analisa Kadar Rasio C/N Setelah 28 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.20 menunjukkan Rasio C/N setelah
pengomposan selama 28 hari dengan metode anaerob variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) pada masing – masing variabel
campuran bakteri. Berdasarkan kualitas dan kematangan kompos,
standar kualitas kompos berdasarkan peraturan pertanian RI jika
dilihat berdasarkan parameter Rasio C/N adalah 15-25 untuk
kompos yang terbuat dari bahan padat. Dari Gambar IV.20 dapat
terlihat jelas bahwa untuk metode anaerob variabel limbah :
campuran bakteri (8:2) pada semua variabel campuran bakteri
memenuhi syarat Rasio C/N tersebut.
Setelah 28 hari, kompos yang sudah matang dilakukan
pengujian kadar unsur C, N, P, dan K kompos. Dapat dilihat pada
grafik berikut:
22,10
15,18 17,06
15,31 17,35
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Kad
ar C
/N R
asio
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%entero
Page 110
IV-31
Gambar IV.21 Hasil Analisa C, N, P, K untuk Metode
Aerob Setelah Pengomposan 28 Hari Pada Limbah Pertanian
Dapat dilihat pada grafik diatas untuk metode aerob
bahwa unsur N, P, dan K dari kompos meningkat pada semua
variabel. Sedangkan unsur C-organik mengalami penurunan yang
cukup signifikan, hal ini menunjukan unsur C-organik dapat
terdekomposisi dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kadar Rasio
C/N dari kompos, semakin rendah nilai Rasio C/N menunjukkan
bahan organik sudah terdekomposisi dan menjadi kompos (Andes
Ismayana, 2012).
02,557,51012,51517,52022,525
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Kad
ar C
(%
)
Kad
ar N
, P, K
(%
)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Kandungan unsur C, N, P, K Pupuk Organik Aerob
C (%) N (%) P2O5 (%) K2O (%)
9:1 9:1 9:1 9:1 9:1
Page 111
IV-32
Gambar IV.22 Hasil Analisa C, N, P, K untuk Metode
Anaerob Setelah Pengomposan 28 Hari Pada Limbah
Pertanian
Dapat dilihat pada grafik diatas untuk metode anaerob
bahwa unsur N, P, dan K dari kompos meningkat pada semua
variabel. Sedangkan unsur C-organik mengalami penurunan yang
cukup signifikan, hal ini menunjukan unsur C-organik dapat
terdekomposisi dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kadar Rasio
C/N dari kompos, semakin rendah nilai Rasio C/N menunjukkan
bahan organik sudah terdekomposisi dan menjadi kompos (Andes
Ismayana, 2012).
02,557,51012,51517,52022,525
0
0,5
1
1,5
2
Kad
ar C
(%
)
Kad
ar N
, P, K
(%
)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Kandungan unsur C, N, P, K Pupuk Organik Anaerob
C (%) N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Page 112
IV-33
Gambar IV.23 Perbandingan Hasil Analisa Kadar C (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan Anaerob
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa unsur C-organik
yang terbaik untuk metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (1:1), dengan kadar C organik sebesar 17,31 %.
Sedangkan untuk metode anaerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), dengan campuran bakteri 100%EM4,
dengan kadar C organik sebesar 15,31%. Dari grafik tersebut juga
dapat diketahui bahwa kadar C organik dari hasil pupuk dengan
metode anaerob memiliki kadar C yang lebih rendah dari hasil
pupuk dengan metode aerob. Hal ini karena adanya Lactobacillus
sp. pada kotoran sapi yang merupakan bakteri asam laktat yang
bersifat anaerob. Sehingga bisa hidup optimal pada kondisi
anaerob dan bisa mereduksi lignin dengan baik dan menurunkan
kadar C lebih banyak. Selain itu, juga karena adanya
Saccharomyces sp. pada kotoran sapi yang hasil sekresinya
merupakan substrat yang baik untuk bakteri asam laktat.
Saccharomyces sp. bersifat anaerob. Sehingga bisa hidup optimal
pada kondisi anaerob dan mendukung kelangsungan hidup bakteri
asam laktat termasuk berguna untuk pertumbuhan tanaman.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan pupuk dengan
17,31 15,31
02,5
57,510
12,515
17,520
Limbah : Campuranbakteri (8:2) 1:1
Aerob
Limbah : Campuranbakteri (9:1) 100%
EM4Anaerob
Kad
ar C
(%
)
Page 113
IV-34
metode anaerob lebih baik untuk menurunkan kadar C organik,
karena unsur C-organik dapat terdekomposisi dengan lebih baik
pada metode anaerob.
Gambar IV.24 Perbandingan Hasil Analisa Kadar N (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan Anaerob
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa unsur N yang
terbaik untuk metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (3:1), dengan kadar N sebesar 1,24%,
sedangkan untuk metode anaerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri
100%Enterobacter, dengan kadar N sebesar 1,39%. Dari grafik
tersebut juga dapat diketahui bahwa kadar N dari hasil pupuk
dengan metode anaerob memiliki kadar N yang lebih tinggi dari
hasil pupuk dengan metode aerob. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembuatan pupuk dengan metode anaerob lebih baik untuk
meningkatkan kadar N, karena unsur N yang diikat bakteri
Enterobacter lebih banyak, karena pada metode anaerob suhu
hidup bakteri lebih stabil pada suhu optimal. Sedangkan pada
metode aerob suhunya bisa berubah- ubah, bahkan bisa lebih
tinggi dari suhu optimal bakteri untuk hidup. Selain itu, juga
karena adanya Bacillus sp. pada kotoran sapi yang merupakan
1,24 1,39
0
0,25
0,5
0,75
1
1,25
1,5
Limbah : Campuranbakteri (8:2) EM4
3:1Aerob
Limbah : Campuranbakteri (8:2) 100%
EnteroAnaerob
Kad
ar N
(%
)
Page 114
IV-35
bakteri pengikat nitrogen yang bersifat anaerob fakultatif.
Sehingga bisa hidup pada kondisi aerob maupun anaerob namun
lebih optimal pada kondisi anaerob. Sehingga bisa mengikat N
dengan baik dan meningkatkan kadar N lebih banyak.
Gambar IV.25 Perbandingan Hasil Analisa Kadar P (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan Anaerob
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa unsur P yang
terbaik untuk metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri 100%EM4,
dengan kadar P sebesar 1,72%, sedangkan untuk metode anaerob
adalah pada variabel limbah : campuran bakteri (8:2), dengan
campuran bakteri EM4:Enterobacter (1:3), dengan kadar P
sebesar 1,84%. Dari grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa
kadar P dari hasil pupuk dengan metode anaerob memiliki kadar
P yang lebih tinggi dari hasil pupuk dengan metode aerob.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan pupuk dengan
metode anaerob lebih baik untuk meningkatkan kadar P, karena
pada metode anaerob suhu hidup bakteri pelarut phospor
1,72 1,84
0
0,25
0,5
0,75
1
1,25
1,5
1,75
2
Limbah : Campuran bakteri(8:2) 100%EM4
Aerob
Limbah : Campuran bakteri(8:2) EM4 1:3
Anaerob
Kad
ar P
(%
)
Page 115
IV-36
(Bacillus megaterium) lebih stabil pada suhu optimal. Sedangkan
pada metode aerob suhunya bisa berubah- ubah, bahkan bisa lebih
tinggi dari suhu optimal bakteri untuk hidup. Selain itu, juga
karena adanya Aspergillus sp. pada kotoran sapi yang merupakan
bakteri pelarut phospor bersifat anaerob. Sehingga bisa hidup
optimal pada kondisi anaerob dan bisa melarutkan P dengan baik.
Sehingga bisa meningkatkan kadar P lebih banyak.
Gambar IV.26 Perbandingan Hasil Analisa Kadar K (%)
yang Terbaik antara Metode Aerob dan Anaerob
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa unsur yang
terbaik untuk metode aerob adalah pada variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri 100%EM4
dengan kadar K sebesar 1,74%. Sedangkan untuk metode anaerob
adalah pada variabel limbah : campuran bakteri (8:2), dengan
campuran bakteri EM4:Enterobacter (1:3), dengan kadar K
sebesar 1,87%. Dari grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa
kadar K dari hasil pupuk dengan metode anaerob memiliki kadar
K yang lebih tinggi dari hasil pupuk dengan metode aerob.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan pupuk dengan
1,74 1,87
0
0,25
0,5
0,75
1
1,25
1,5
1,75
2
Limbah : Campuran bakteri(8:2) 100%EM4
Aerob
Limbah : Campuran bakteri(8:2) EM4 1:3
Anaerob
Kad
ar K
(%
)
Page 116
IV-37
metode anaerob lebih baik untuk meningkatkan kadar K, karena
pada metode anaerob suhu hidup bakteri pelarut kalium (Bacillus
mucillaginous) lebih stabil pada suhu optimal. Sedangkan pada
metode aerob suhunya bisa berubah- ubah, bahkan bisa lebih
tinggi dari suhu optimal bakteri untuk hidup. Selain itu, karena
lignin pada metode anaerob tereduksi lebih banyak karena adanya
tambahan bakteri anaerob (Bacillus sp. dan Saccharomyces sp.)
dari kotoran sapi. Sehingga unsur C dapat dikonsumsi lebih
maksimal dan mendukung kelangsungan hidup bakteri pelarut P.
Sehingga bisa meningkatkan kadar P lebih banyak.
Setelah kompos diuji kadar C, N, P, dan K, kompos akan
digunakan sebagai pupuk dalam penanaman tanaman jagung.
Pupuk yang diberikan ke tanaman jagung seukuran ember kecil
sekitar 500 gram, dimana pupuk diberikan secara 2 kali, yaitu
pada setiap lubang ketika proses tanam dan setelah jagung
berumur 1,5 bulan. Setelah semua siap maka selanjutnya adalah
menaman jagung pada lubang – lubang yang telah disediakan.
Untuk penanaman jagung diberi jarak sekitar 20 cm setiap
lubang, dengan tujuan agar jagung dapat tumbuh secara
maksimal.
IV.2.2. Pembahasan Hasil Kompos pada Uji Tanaman Jagung
Pada pengujian ini akan dilihat pertumbuhan tanaman
jagung. Sehingga setelah pengujian ini dapat terlihat secara
kualitatif kompos yang terbaik untuk tanaman uji jagung.
IV.2.3. Parameter Pertambahan Rata – Rata Tinggi
Tanaman Jagung
Berikut ini adalah perbandingan pertambahan tinggi rata
– rata tanaman jagung selama 35 hari pasca pemberian kompos
pada tanaman untuk semua variabel.
Page 117
IV-38
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.27 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.27 diatas dapat dilihat bahwa pertambahan
tinggi rata – rata batang paling kecil dari variabel limbah :
campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan campuran
bakteri EM4:Azotobacter (1:1) yaitu sebesar 6,75 cm per 1
minggu.
Sedangkan pertambahan tinggi rata – rata batang terbesar
dari variabel limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada
variabel dengan campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan
pertambahan tinggi batang rata – rata sebesar 12,25 cm per 1
minggu.
12,25
6,75
10,5
7,75
10,25
0
2
4
6
8
10
12
14
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 118
IV-39
Hasil uji kompos pada tanaman jagung ini hampir sesuai
dengan hasil analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk
metode aerob pada variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan
campuran bakteri 100% EM4 kadar N nya merupakan yang
terbanyak kedua diantara variabel lain pada metode aerob dengan
variabel limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong
besar. Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak
dibanding variabel lain pada metode aerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga kadar P nya tergolong
besar. Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Page 119
IV-40
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.28 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan dengan Metode Aerob
Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.28 diatas dapat dilihat bahwa pertambahan
tinggi rata – rata batang paling kecil dari variabel limbah :
campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan campuran
bakteri EM4:Azotobacter (1:1) yaitu sebesar 8,5 cm per 1
minggu.
13
8,75 9 8,5
11,25
0
2
4
6
8
10
12
14
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 120
IV-41
Sedangkan pertambahan tinggi rata – rata batang terbesar
dari variabel limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada
variabel dengan campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan
pertambahan tinggi batang rata – rata sebesar 13 cm per 1
minggu.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung ini hampir sesuai
dengan hasil analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk
metode aerob pada variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan
campuran bakteri 100% EM4 kadar N nya merupakan yang
terbanyak kedua diantara variabel lain pada metode aerob dengan
variabel limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga tergolong
besar. Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak
dibanding variabel lain pada metode aerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga kadar P nya tergolong
besar. Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
Page 121
IV-42
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.29 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman Jagung
Setelah 35 Hari Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel
Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.29 diatas dapat dilihat bahwa pertambahan
tinggi rata – rata batang paling kecil dari variabel limbah :
campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan campuran
bakteri EM4:Enterobacter (3:1) yaitu sebesar 6,25 cm per 1
minggu.
6,75
7,75
11,5
6,25
8,75
0
2
4
6
8
10
12
14
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 122
IV-43
Sedangkan pertambahan tinggi rata – rata batang terbesar
dari variabel limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada
variabel dengan campuran bakteri EM4:Enterobacter (1:3) yaitu
dengan pertambahan tinggi batang rata – rata sebesar 11,5 cm per
1 minggu.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung ini hampir sesuai
dengan hasil analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk
metode anaerob pada variabel limbah : bakteri (9:1)
menggunakan campuran bakteri EM4:Enterobacter (1:3) kadar N
nya merupakan yang terbanyak kedua diantara variabel lain pada
metode anaerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (9:1),
sehingga tergolong besar. Sedangakan untuk kadar P nya
merupakan yang terbanyak dibanding variabel lain pada metode
anaerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (9:1),
sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan pupuk yang
mengandung N dan P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang sekunder dan
jumlah cabang primer). Unsur nitrogen merupakan unsur hara
utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat
diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika
jumlah unsur nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat
pembungaan dan pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi
nitrogen juga dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman,
meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan
meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam
tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan
untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat
serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman
dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah,
biji atau bunga, serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian.
Semakin tinggi P di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun
maka makin banyak buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman
harus dijaga, tidak boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat
Page 123
IV-44
menyebabkan daun menjadi tua dan keunguan serta cenderung
kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.30 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman Jagung
Setelah 35 Hari Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel
Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.30 diatas dapat dilihat bahwa pertambahan
tinggi rata – rata batang paling kecil dari variabel limbah :
campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (3:1) yaitu sebesar 8,5 cm per 1
minggu.
8,75 9 9,75
8,5 9
0
2
4
6
8
10
12
14
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 124
IV-45
Sedangkan pertambahan tinggi rata – rata batang terbesar
dari variabel limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada
variabel dengan campuran bakteri EM4: Enterobacter (1:3)
yaitu dengan pertambahan tinggi batang rata – rata sebesar 9,75
cm per 1 minggu.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung ini hampir sesuai
dengan hasil analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk
metode anaerob pada variabel limbah : bakteri (8:2)
menggunakan campuran bakteri EM4: Enterobacter (1:3) kadar N
nya merupakan yang terbanyak kedua diantara variabel lain pada
metode anaerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2),
sehingga tergolong besar. Sedangakan untuk kadar P nya
merupakan yang terbanyak dibanding variabel lain pada metode
anaerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2),
sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan pupuk yang
mengandung N dan P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang sekunder dan
jumlah cabang primer). Unsur nitrogen merupakan unsur hara
utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat
diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika
jumlah unsur nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat
pembungaan dan pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi
nitrogen juga dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman,
meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan
meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam
tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan
untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat
serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman
dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah,
biji atau bunga, serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian.
Semakin tinggi P di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun
maka makin banyak buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman
harus dijaga, tidak boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat
Page 125
IV-46
menyebabkan daun menjadi tua dan keunguan serta cenderung
kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
IV.2.2. Parameter Panjang Tongkol Buah Jagung
Berikut ini adalah perbandingan panjang tongkol buah
jagung selama 35 hari pasca pemberian kompos pada tanaman
untuk semua variabel.
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.31 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.31 diatas dapat dilihat bahwa panjang
tongkol buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran
19,2
15,5
17,2 16,8
18,8
0
5
10
15
20
25
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Pan
jan
g B
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 126
IV-47
bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (1:1) yaitu sebesar 15,5 cm.
Sedangkan panjang tongkol buah jagung dari variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan panjang tongkol buah
jagung sebesar 19,2 cm.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
panjang tongkol buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil
analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob
pada variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri 100% EM4 kadar N nya merupakan yang terbanyak kedua
diantara variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong besar. Sedangakan
untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak dibanding variabel
lain pada metode aerob dengan variabel limbah : campuran
bakteri (9:1), sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan
pupuk yang mengandung N dan P dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur nitrogen
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang
pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian – bagian vegetatif tanaman, seperti daun,
batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur nitrogen terlalu banyak,
dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada
tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga dapat menyehatkan
pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan kadar protein dalam
tubuh tanaman dan meningkatkan berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan
akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan
tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga, serta dapat
meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P di tanah
makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak buah
Page 127
IV-48
yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak boleh
terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun menjadi tua
dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo,
2010)
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.32 Panjang tongkol Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.32 diatas dapat dilihat bahwa panjang
tongkol buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran
bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (1:3) yaitu sebesar 15,5 cm.
Sedangkan panjang tongkol buah jagung terbesar dari
variabel limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel
20,8
18,8
15,5 17
19,2
0
5
10
15
20
25
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Pan
jan
g B
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 128
IV-49
dengan campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan panjang
tongkol buah jagung sebesar 20,8 cm.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
panjang tongkol buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil
analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob
pada variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri 100% EM4 kadar N nya merupakan yang terbanyak kedua
diantara variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), sehingga tergolong besar. Sedangakan
untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak dibanding variabel
lain pada metode aerob dengan variabel limbah : campuran
bakteri (8:2), sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan
pupuk yang mengandung N dan P dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur nitrogen
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang
pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian – bagian vegetatif tanaman, seperti daun,
batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur nitrogen terlalu banyak,
dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada
tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga dapat menyehatkan
pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan kadar protein dalam
tubuh tanaman dan meningkatkan berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan
akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan
tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga, serta dapat
meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P di tanah
makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak buah
yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak boleh
terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun menjadi tua
dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo,
2010)
Page 129
IV-50
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.33 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.33 diatas dapat dilihat bahwa panjang
tongkol buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran
bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Enterobacter (1:1) yaitu sebesar 19,3 cm.
Sedangkan panjang tongkol buah jagung terbesar dari
variabel limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel
dengan campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan
panjang tongkol buah jagung sebesar 21 cm.
19,6 19,3 20,1 19,8
21
0
5
10
15
20
25
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Pan
jan
g b
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 130
IV-51
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
panjang tongkol buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil
analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode
anaerob pada variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan
campuran bakteri 100%Enterobacter kadar N nya merupakan
yang terbanyak diantara variabel lain pada metode anaerob
dengan variabel limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga
tergolong besar. Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang
terbanyak kedua dibanding variabel lain pada metode anaerob
dengan variabel limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga kadar
P nya tergolong besar. Penambahan pupuk yang mengandung N
dan P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah
cabang primer). Unsur nitrogen merupakan unsur hara utama bagi
pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan
untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Page 131
IV-52
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.34 Panjang Tongkol Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.34 diatas dapat dilihat bahwa panjang
tongkol buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran
bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4: Enterobacter (1:1) yaitu sebesar 18,1 cm.
Sedangkan panjang tongkol buah jagung terbesar dari
variabel limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel
dengan campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan
panjang tongkol buah jagung sebesar 21,5 cm.
20,1
18,1
20,5 20
21,5
0
5
10
15
20
25
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Pan
jan
g b
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 132
IV-53
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
panjang tongkol buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil
analisa N dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode
anaerob pada variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan
campuran bakteri 100%Enterobacter kadar N nya merupakan
yang terbanyak diantara variabel lain pada metode anaerob
dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga
tergolong besar. Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang
terbanyak kedua dibanding variabel lain pada metode anaerob
dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga kadar
P nya tergolong besar. Penambahan pupuk yang mengandung N
dan P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah
cabang primer). Unsur nitrogen merupakan unsur hara utama bagi
pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan
untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Page 133
IV-54
IV.2.3. Parameter Diameter Buah Jagung
Berikut ini adalah perbandingan diameter buah jagung
selama 35 hari pasca pemberian kompos pada tanaman untuk
semua variabel.
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.35 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.35 diatas dapat dilihat bahwa diameter
buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri
(9:1) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (1:1) yaitu sebesar 5,57 cm.
6,15
5,57
6,31
6,88
5,86
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Dia
me
ter
Bu
ah J
agu
ng
(cm
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 134
IV-55
Sedangkan diameter buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri EM4:Azotobacter (3:1) yaitu dengan diameter
buah jagung sebesar 6,88 cm.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
diameter buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N
dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob pada
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (3:1) kadar N nya merupakan yang terbanyak
diantara variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong besar. Sedangakan
untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak kedua dibanding
variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), sehingga kadar P nya tergolong besar.
Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
Page 135
IV-56
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.36 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Aerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.36 diatas dapat dilihat bahwa diameter
buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri
(8:2) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (1:3) yaitu sebesar 5,76 cm.
Sedangkan diameter buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan diameter buah jagung
sebesar 6,27 cm.
6,27
5,86
5,76
6,21 6,24
5,50
5,60
5,70
5,80
5,90
6,00
6,10
6,20
6,30
6,40
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Dia
me
ter
Bu
ah J
agu
ng
(cm
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 136
IV-57
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
diameter buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N
dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob pada
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran bakteri
100% EM4 kadar N nya merupakan yang terbanyak kedua
diantara variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (8:2), sehingga tergolong besar. Sedangakan
untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak dibanding variabel
lain pada metode aerob dengan variabel limbah : campuran
bakteri (8:2), sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan
pupuk yang mengandung N dan P dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur nitrogen
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang
pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian – bagian vegetatif tanaman, seperti daun,
batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur nitrogen terlalu banyak,
dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada
tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga dapat menyehatkan
pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan kadar protein dalam
tubuh tanaman dan meningkatkan berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan
akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan
tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga, serta dapat
meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P di tanah
makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak buah
yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak boleh
terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun menjadi tua
dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo,
2010)
Page 137
IV-58
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.37 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.37 diatas dapat dilihat bahwa diameter
buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri
(9:1) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Enterobacter (3:1) yaitu sebesar 5,64 cm.
Sedangkan diameter buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan diameter buah
jagung sebesar 6,37 cm.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
diameter buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N
dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode anaerob pada
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran bakteri
5,89 6,08 5,99 5,64
6,37
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Dia
me
tr b
uah
jagu
ng
(cm
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 138
IV-59
100%Enterobacter kadar N nya merupakan yang terbanyak
diantara variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong besar.
Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak kedua
dibanding variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga kadar P nya tergolong
besar. Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Page 139
IV-60
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.38 Diameter Buah Jagung Setelah 35 Hari
Pengomposan dengan Metode Anaerob Variabel Limbah :
Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.38 diatas dapat dilihat bahwa diameter
buah jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri
(8:2) terdapat pada variabel dengan campuran bakteri EM4:
Enterobacter (1:1) yaitu sebesar 5,67 cm.
Sedangkan diameter buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan diameter buah
jagung sebesar 6,69 cm.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
diameter buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N
dan P pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode anaerob pada
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran bakteri
5,78 6,13
5,67
6,31 6,69
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Dia
me
tr b
uah
jagu
ng
(cm
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 140
IV-61
100%Enterobacter kadar N nya merupakan yang terbanyak
diantara variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga tergolong besar.
Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak kedua
dibanding variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga kadar P nya tergolong
besar. Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
IV.2.3. Parameter Berat Buah Jagung
Berikut ini adalah perbandingan berat buah jagung
selama 35 hari pasca pemberian kompos pada tanaman untuk
semua variabel.
Page 141
IV-62
1. Metode Aerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.39 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Aerob Variabel Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Dari grafik IV.39 diatas dapat dilihat bahwa berat buah
jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri (9:1)
terdapat pada variabel dengan campuran bakteri EM4:Azotobacter
(1:1) yaitu sebesar 270 gram.
Sedangkan berat buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri EM4:Azotobacter (3:1) yaitu dengan berat buah
jagung sebesar 420 gram.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
berat buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N dan P
pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob pada variabel
limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran bakteri
EM4:Azotobacter (3:1) kadar N nya merupakan yang terbanyak
diantara variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong besar. Sedangakan
320
270 310
420
350
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 142
IV-63
untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak kedua dibanding
variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (9:1), sehingga kadar P nya tergolong besar.
Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Page 143
IV-64
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.40 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Aerob Variabel Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Dari grafik IV.40 diatas dapat dilihat bahwa berat buah
jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri (8:2)
terdapat pada variabel dengan campuran bakteri EM4:Azotobacter
(1:3) dan EM4:Azotobacter (3:1) yaitu dengan berat buah jagung
sebesar 290 gram.
Sedangkan berat buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100% Azotobacter yaitu dengan berat buah
jagung sebesar 360 gram.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
berat buah jagung ini tidak sesuai dengan hasil analisa N dan P
pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode aerob pada variabel
limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran bakteri 100%
Azotobacter kadar N nya merupakan yang terendah diantara
340
300 290 290
360
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%azoto
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 144
IV-65
variabel lain pada metode aerob dengan variabel limbah :
campuran bakteri (8:2). Sedangakan untuk kadar P nya
merupakan yang terendah dibanding variabel lain pada metode
aerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2). Padahal
seharusnya jika buah jagung semakin berat, maka hal ini karena
pupuk yang mengandung kadar N dan P yang tinggi. Namun
kenyataanya buah jagung yang paling berat pada metode aerob
dengan variabel limbah : campuran bakteri (8:2) memiliki kadar
N dan P yang terendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kandungan unsur di tanah yang berbeda – beda. Sehingga pada
bagian tanah yang ditanami jagung tersebut sudah memiliki
kandungan unsur N dan P yang tinggi. Sehingga meskipun pupuk
dengan variabel tersebut mengandung unsur N dan P yang
rendah, namun karena tanahnya mengandung unsur N dan P yang
tinggi bisa meningkatkan kadar N dan P secara total yang diserap
akar tanaman, sehingga bisa menghasilkan buah jagung yang
lebih berat dan besar. Selain itu, penyinaran matahari yang tidak
merata juga memengaruhi hasil fotosintesis tanaman, yang
berpengaruh pada pembentukan buah jagung.
Page 145
IV-66
2. Metode Anaerob
a. Limbah : Campuran bakteri (9:1)
Gambar IV.41 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Anaerob Variabel Limbah : Campuran bakteri
(9:1)
Dari grafik IV.41 diatas dapat dilihat bahwa berat buah
jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri (9:1)
terdapat pada variabel dengan campuran bakteri
EM4:Enterobacter (1:1) yaitu sebesar 290 gram.
Sedangkan berat buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (9:1) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan berat buah
jagung sebesar 440 gram.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
berat buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N dan P
pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode anaerob pada variabel
limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran bakteri
100%Enterobacter kadar N nya sebesar 1,28% merupakan yang
terbanyak diantara variabel lain pada metode anaerob dengan
variabel limbah : campuran bakteri (9:1), sehingga tergolong
360
290 320
410 440
0
100
200
300
400
500
100%EM4 1:1 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 9 : 1
Page 146
IV-67
besar. Sedangkan untuk kadar P nya sebesar 1,65% merupakan
yang terbanyak kedua dibanding variabel lain pada metode
anaerob dengan variabel limbah : campuran bakteri (9:1),
sehingga kadar P nya tergolong besar. Penambahan pupuk yang
mengandung N dan P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang sekunder dan
jumlah cabang primer). Unsur nitrogen merupakan unsur hara
utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat
diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika
jumlah unsur nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat
pembungaan dan pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi
nitrogen juga dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman,
meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan
meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam
tanah. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan
untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat
serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman
dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah,
biji atau bunga, serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian.
Semakin tinggi P di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun
maka makin banyak buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman
harus dijaga, tidak boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat
menyebabkan daun menjadi tua dan keunguan serta cenderung
kelabu. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010)
Page 147
IV-68
b. Limbah : Campuran bakteri (8:2)
Gambar IV.42 Berat Buah Jagung Setelah 35 Hari Pengomposan
dengan Metode Anaerob Variabel Limbah : Campuran bakteri
(8:2)
Dari grafik IV.42 diatas dapat dilihat bahwa berat buah
jagung paling kecil dari variabel limbah : campuran bakteri (8:2)
terdapat pada variabel dengan campuran bakteri EM4:
Enterobacter (1:1) yaitu sebesar 300 gram.
Sedangkan berat buah jagung terbesar dari variabel
limbah : campuran bakteri (8:2) terdapat pada variabel dengan
campuran bakteri 100%Enterobacter yaitu dengan berat buah
jagung sebesar 410 gram.
Hasil uji kompos pada tanaman jagung untuk parameter
berat buah jagung ini hampir sesuai dengan hasil analisa N dan P
pada sub bab IV.2.1 dimana untuk metode anaerob pada variabel
limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran bakteri
100%Enterobacter kadar N nya merupakan yang terbanyak
diantara variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
370
300
350 320
410
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
100%EM4 1:01 EM4 1:3 EM4 3:1 100%enter
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri pada ratio limbah bakteri 8 : 2
Page 148
IV-69
limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga tergolong besar.
Sedangakan untuk kadar P nya merupakan yang terbanyak kedua
dibanding variabel lain pada metode anaerob dengan variabel
limbah : campuran bakteri (8:2), sehingga kadar P nya tergolong
besar. Penambahan pupuk yang mengandung N dan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang primer). Unsur
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian – bagian vegetatif
tanaman, seperti daun, batang dan akar. Tapi jika jumlah unsur
nitrogen terlalu banyak, dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya. Selain itu, fungsi nitrogen juga
dapat menyehatkan pertumbuhan daun tanaman, meningkatkan
kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan
berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010) Sedangkan unsur P diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau bunga,
serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Semakin tinggi P
di tanah makin tinggi konsentrasinya di daun maka makin banyak
buah yang dihasilkan. Kadar P pada tanaman harus dijaga, tidak
boleh terlalu sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan daun
menjadi tua dan keunguan serta cenderung kelabu. (Ir. Mulyani
Sutedjo, 2010)
Berikut ini adalah perbandingan pertambahan tinggi rata
– rata tanaman jagung selama 35 hari pasca pemberian kompos
pada tanaman untuk semua variabel metode aerob dan anaerob
serta tanaman yang tidak diberi pupuk.
Page 149
IV-70
Gambar IV.43 Pertambahan Rata – Rata Tinggi Tanaman
Jagung untuk Metode Aerob Selama 35 Hari
Gambar IV.44 Pertambahan Rata – Rata Tinggi
Tanaman Jagung untuk Metode Anaerob dan tanpa pupuk
Selama 35 Hari
12,25
6,75
10,5
7,75
10,25
13
8,75 9 8,5
11,25
5,75
02468
101214
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
6,75 7,75
11,5
6,25
8,75 8,75 9 9,75 8,5 9
5,75
0
2
4
6
8
10
12
14
Pe
rtam
abah
an T
ingg
i Rat
a -
Rat
a (c
m)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Page 150
IV-71
Dari grafik IV.43 dan IV.44 diatas dapat dilihat bahwa
pertambahan tinggi rata – rata batang paling kecil dari semua
variabel, terdapat pada variabel tanpa pemberian pupuk yaitu
sebesar 5,75 cm per 1 minggu. Selain itu, tanaman jagung yang
tidak diberi pupuk terlihat kecil, agak kuning dan daunnya ada
bercak putihnya.
Sedangkan pertambahn tinggi rata – rata batang terbesar
ada pada tanaman jagung yang diberikan pupuk kompos metode
aerob dengan variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan
campuran bakteri 100% EM4 yaitu dengan pertambahan tinggi
batang rata – rata sebesar 13 cm per 1 minggu.
Sehingga berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan
kompos metode aerob dengan variabel limbah : bakteri (8:2)
menggunakan campuran bakteri 100% EM4 merupakan variabel
pupuk yang terbaik untuk membantu pertumbuhan tanaman
jagung.
Berikut ini adalah perbandingan panjang tongkol buah
jagung yang telah dipanen setelah 35 hari pasca pemberian
kompos pada tanaman untuk semua variabel metode aerob dan
anaerob serta tanaman yang tidak diberi pupuk.
Page 151
IV-72
Gambar IV.45 Panjang Tongkol Buah Jagung Hasil
Panen untuk Metode Aerob setelah 35 Hari Pengomposan
Gambar IV.46 Panjang Tongkol Buah Jagung Hasil
Panen untuk Metode Anaerob dan Tanpa Pupuk setelah 35
Hari Pengomposan
19,2
15,5 17,2 16,8
18,8 20,8
18,8
15,5 17
19,2
15,8
0
5
10
15
20
25
Pan
jan
g B
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
19,6 19,3 20,1 19,8 21 20,1 18,1
20,5 20 21,5
15,8
0
5
10
15
20
25
Pan
jan
g b
uah
Jag
un
g (c
m)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Page 152
IV-73
Dari grafik IV.45 dan IV.46 diatas dapat dilihat panjang
tongkol buah jagung paling kecil dari semua variabel, terdapat
pada variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4 : Azotobacter (1:1) dan limbah : bakteri (8:2)
menggunakan campuran bakteri EM4 : Azotobacter (1:3) yaitu
sebesar 15,5 cm. Sedangkan yang tanpa diberi pupuk yaitu
sebesar 15,8 cm. Padahal seharusnya panjang tongkol paling kecil
adalah yang tidak diberi pupuk namun kenyataannya ada variabel
yang diberi pupuk yang lebih kecil daripada tanpa pupuk. Salah
satu faktor penyebabnya adalah kandungan unsur di tanah yang
berbeda – beda. Sehingga pada bagian tanah yang ditanami
jagung tersebut sudah memiliki kandungan unsur N dan P yang
tinggi. Sehingga meskipun pupuk dengan variabel tersebut
mengandung unsur N dan P yang rendah, namun karena tanahnya
mengandung unsur N dan P yang tinggi bisa meningkatkan kadar
N dan P secara total yang diserap akar tanaman, sehingga bisa
menghasilkan buah jagung dengan tongkol yang lebih panjang.
Selain itu, penyinaran matahari yang tidak merata juga
memengaruhi hasil fotosintesis tanaman, yang berpengaruh pada
pembentukan buah jagung.
Sedangkan panjang tongkol buah jagung yang terpanjang
ada pada tanaman jagung yang diberikan pupuk kompos metode
anaerob dengan variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan
campuran bakteri 100% Enterobacter yaitu dengan panjang
tongkol buah jagung sebesar 21,5 cm.
Sehingga berdasarkan penellitian ini, dapat dikatakan
kompos metode anaerob dengan variabel limbah : bakteri (8:2)
menggunakan campuran bakteri 100% Enterobacter merupakan
variabel pupuk yang terbaik untuk mendapatkan buah jagung
dengan tongkol panjang.
Berikut ini adalah perbandingan diameter buah jagung
yang telah dipanen setelah 35 hari pasca pemberian kompos pada
tanaman untuk semua variabel metode aerob dan anaerob serta
tanaman yang tidak diberi pupuk.
Page 153
IV-74
Gambar IV.47 Diameter Buah Jagung Hasil Panen
untuk Metode Aerob setelah 35 Hari Pengomposan
Gambar IV.48 Diameter Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Anaerob dan Tanpa Pupuk setelah 35 Hari
Pengomposan
6,15 5,57
6,31 6,88
5,86 6,27 5,86 5,76 6,21 6,24 5,64
0,001,002,003,004,005,006,007,008,00
Dia
me
ter
Bu
ah J
agu
ng
(cm
)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
5,89 6,08 5,99 5,64 6,37
5,78 6,13 5,67 6,31 6,69
5,64
0,001,002,003,004,005,006,007,008,00
Dia
me
ter
bu
ah ja
gun
g (c
m)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Page 154
IV-75
Dari grafik IV.47 dan IV.48 diatas dapat dilihat diameter
buah jagung paling kecil dari semua variabel, terdapat pada
metode aerob dengan variabel limbah : bakteri (9:1)
menggunakan campuran bakteri EM4 : Azotobacter (1:1) yaitu
sebesar 5,57 cm. Sedangkan yang tanpa diberi pupuk yaitu
sebesar 5,64 cm. Padahal seharusnya diameter buah jagung paling
kecil adalah yang tidak diberi pupuk namun kenyataannya ada
variabel yang diberi pupuk yang lebih kecil daripada tanpa pupuk.
Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungan unsur di tanah
yang berbeda – beda. Sehingga pada bagian tanah yang ditanami
jagung tersebut sudah memiliki kandungan unsur N dan P yang
tinggi. Sehingga meskipun pupuk dengan variabel tersebut
mengandung unsur N dan P yang rendah, namun karena tanahnya
mengandung unsur N dan P yang tinggi bisa meningkatkan kadar
N dan P secara total yang diserap akar tanaman, sehingga bisa
menghasilkan buah jagung dengan diameter yang lebih besar.
Selain itu, penyinaran matahari yang tidak merata juga
memengaruhi hasil fotosintesis tanaman, yang berpengaruh pada
pembentukan buah jagung.
Sedangkan diameter buah jagung terbesar ada pada
tanaman jagung yang diberikan pupuk kompos metode aerob
dengan variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4 : Enterobacter (3:1) yaitu dengan diameter buah
jagung sebesar 6,88 cm.
Sehingga berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan
kompos metode aerob dengan variabel limbah : bakteri (9:1)
menggunakan campuran bakteri EM4 : Enterobacter (3:1)
merupakan variabel pupuk yang terbaik untuk mendapatkan buah
jagung dengan diameter buah yang besar.
Berikut ini adalah perbandingan berat buah jagung yang
telah dipanen setelah 35 hari pasca pemberian kompos pada
tanaman untuk semua variabel metode aerob dan anaerob serta
tanaman yang tidak diberi pupuk.
Page 155
IV-76
Gambar IV.49 Berat Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Aerob setelah 35 Hari Pengomposan
Gambar IV.50 Berat Buah Jagung Hasil Panen untuk
Metode Anaerob dan Tanpa Pupuk setelah 35 Hari
Pengomposan
320 270
310
420 350 340
300 290 290
360
280
050
100150200250300350400450
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
360
290 320
410 440
370
300 350
320
410
280
050
100150200250300350400450500
Ber
at B
uah
Jag
un
g (g
ram
)
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
Page 156
IV-77
Dari grafik IV.49 dan IV.50 diatas dapat dilihat berat
buah jagung paling kecil dari semua variabel, terdapat pada
metode aerob dengan variabel limbah : bakteri (9:1)
menggunakan campuran bakteri EM4 : Azotobacter (1:1) yaitu
sebesar 270 gram. Sedangkan yang tanpa diberi pupuk yaitu
sebesar 280 gram. Padahal seharusnya berat buah jagung paling
kecil adalah yang tidak diberi pupuk namun kenyataannya ada
variabel yang diberi pupuk yang lebih kecil daripada tanpa pupuk.
Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungan unsur di tanah
yang berbeda – beda. Sehingga pada bagian tanah yang ditanami
jagung tersebut sudah memiliki kandungan unsur N dan P yang
tinggi. Sehingga meskipun pupuk dengan variabel tersebut
mengandung unsur N dan P yang rendah, namun karena tanahnya
mengandung unsur N dan P yang tinggi bisa meningkatkan kadar
N dan P secara total yang diserap akar tanaman, sehingga bisa
menghasilkan buah jagung dengan berat yang lebih besar. Selain
itu, penyinaran matahari yang tidak merata juga memengaruhi
hasil fotosintesis tanaman, yang berpengaruh pada pembentukan
buah jagung.
Sedangkan berat buah jagung terbesar ada pada tanaman
jagung yang diberikan pupuk kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran bakteri
100% Enterobacter yaitu dengan berat buah jagung sebesar 440
gram.
Sehingga berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan
kompos metode anaerob dengan variabel limbah : bakteri (9:1)
menggunakan campuran bakteri 100% Enterobacter merupakan
variabel pupuk yang terbaik untuk mendapatkan buah jagung
dengan berat atau bobot buah yang besar.
Kandungan K pada tanaman berperan dalam membantu
pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan jerami dan
bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman
terhadap penyakit, serta meningkatkan kualitas biji/buah.
Page 157
IV-78
Kekurangan kalium pada tanaman dapat menyebabkan daun
mengerut atau mengeriting dan mati, daya tahan tanaman
terhadap penyakit menjadi berkurang. Selain itu, batang tanaman
menjadi lemas atau mudah rebah dan timbul bercak coklat pada
pucuk daun. Namun apabila tanaman mengalami kelebihan K,
maka akan menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu,
pertumbuhan tanaman terhambat sehingga tanaman mengalami
defisiensi. (Ir. Mulyani Sutedjo, 2010).
Berikut ini adalah perbandingan kadar unsur hara pada
kompos dan pengaruhnya pada tanaman jagung untuk semua
variabel.
Page 158
IV-79
Gambar IV.51 Perbandingan Kadar C, N, P, dan K serta
Pengaruhnya Pada Tanaman Jagung Untuk Semua Variabel
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa metode anaerob
menghasilkan pupuk dengan kadar yang lebih baik dan memberi
pengaruh yang baik terhadap tanaman jagung baik pertumbuhan
maupun hasil buahnya. Dimana variabel terbaik dari semua
variabel adalah pada metode anaerob variabel limbah : campuran
bakteri (9:1), dengan campuran bakteri 100% Enterobacter
dengan berat buah jagung sebesar 440 gram, diameter buah
0
0,5
1
1,5
2
2,5
100%
EM4
; 9:1
1:1
; 9:1
EM4
1:3
; 9:1
EM4
3:1
; 9:1
100%
azo
to ;
9:1
100%
EM4
; 8:2
1:1
; 8:2
EM4
1:3
; 8:2
EM4
3:1
; 8:2
100%
azo
to ;
8:2
100%
EM4
; 9:1
1:1
; 9:1
EM4
1:3
; 9:1
EM4
3:1
; 9:1
100%
ente
r ; 9
:1
100%
EM4
; 8:2
1:1
; 8:2
EM4
1:3
; 8:2
EM4
3:1
; 8:2
100%
ente
r ; 8
:2
Kad
ar C
,N.P
.K, p
erta
mb
ahan
tin
gggi
, p
anja
ng,
dia
me
ter
dan
ber
at b
uah
Tipe campuran bakteri dan ratio limbah : bakteri
C x 100(%) N (%)
P2O5 (%) K2O (%)
rata rata pertambahan tinggi (dm) Panjang buah (dm)
diameter buah (dm) Berat buah (Kg)
Aerob Anaerob
Page 159
IV-80
jagung sebesar 6,37 cm, panjang tongkol buah jagung sebesar 21
cm dan pertumbuhan rata – rata tinggi tanaman jagung sebesar
8,75 cm. Dengan kadar C, N, P dan K sebesar 23,2%; 1,28%;
1,65%; 1,77%.
Page 160
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dengan judul
“Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Pertanian dengan
Metode Aerob dan Anaerob” dapat disimpulkan:
1. Limbah pertanian jagung, kotoran sapi, sekam dan arang
sekam dapat digunakan untuk pupuk organik. Kandungan
unsur N, P, dan K kompos mengalami kenaikan dari
kandungan unsur bahan limbah pertanian, dan sesuai dengan
standart kualitas kompos (SNI). Dari hasil penelitian,
didapatkan hasil kompos terbaik pada metode aerob adalah
pada variabel limbah : campuran bakteri (8:2), dengan
campuran bakteri 100% EM4 dengan kadar C, N, P dan K
masing – masing sebesar 18,79%; 1,17%; 1,72%; 1,74%.
Sedangkan untuk metode anaerob adalah pada variabel limbah
: campuran bakteri (8:2), dengan campuran bakteri EM4 :
Enterobacter (1:3) dengan kadar C, N, P dan K masing –
masing sebesar 22,35%; 1,31 %; 1,84%; 1,87%.
2. Penambahan mikroorganisme Azotobacter chroococcum,
Enterobacter Aerogenes dan EM4 berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman uji jagung. Penentuan kompos terbaik
didasarkan pada hasil berat jagung yang paling besar. Dari
hasil penelitian, didapatkan hasil kompos terbaik untuk
pertumbuhan tanaman uji jagung pada metode aerob adalah
pada variabel limbah : campuran bakteri (9:1), dengan
campuran bakteri EM4 : Azotobacter (3:1) dengan berat buah
jagung sebesar 420 gram, diameter buah jagung sebesar 6,88
cm, panjang tongkol buah jagung sebesar 16,8 cm dan
pertumbuhan rata – rata tinggi tanaman jagung sebesar 7,75
cm. Sedangkan untuk metode anaerob adalah pada variabel
limbah : campuran bakteri (9:1), dengan campuran bakteri
100% Enterobacter dengan berat buah jagung sebesar 440
gram, diameter buah jagung sebesar 6,37 cm, panjang tongkol
Page 161
67
buah jagung sebesar 21 cm dan pertumbuhan rata – rata tinggi
tanaman jagung sebesar 8,75 cm.
V.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya dicoba
penambahan bahan yang merupakan sumber – sumber
phospor seperti tulang ikan agar kadar kalium pada kompos
lebih besar, sehingga buah jagung yang diperoleh bisa lebih
besar dan berat.
Page 162
ix
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, S. E. 2004.” Modul Pemupukan”. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta.
Aizawa, Shin-ichi. 2014 . The Flagellar World : Electron
Microscopic Images of Bacterial Flagella and Related
Surface Structures Electron Microscopic Images of
Bacterial Flagella and Related Surface Structures .
Tokyo : Elsevier inc.
Fitriani, Lina .2007. “Pemanfaatan Limbah Tanaman sebagai
kompos dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan
Produksi Cabai Merah (Capsicum annum L.)”.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Fakultas Pertanian. IPB
Hardman dan Gunsolus. 1998. “Corn Growth and Development”.
Extension Service. University of Minesota.
Hidayat, Nur, Nur Lailatul Rahmah, dan Sakunda Angarini. 2014.
“Pengaruh Penambahan Kotoran Kambing dan EM4
Terhadap C/N Kompos dari Limbah Baglog Jamur
Tiram” .Yogyakarta : UPT-BPPTK LIPI
Higa, T. 1988. Studies on the aplication of microorganisms in
nature farming.The practical aplication of effective
microorgnisms in japan: unpublished
Himastuti, Hita, Elysa Dwi, S. R. Juliastuti, dan Nuniek
Hendrianie. 2012. “Peran Mikroorganisme Azotobacter
chroococcum, Pseudomonas fluorescens, dan Aspergillus
niger pada Pembuatan Kompos Limbah Sludge Industri
Pengolahan Susu”. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1,
No. 1
Lina, L. W. 2007.” Pembuatan Inokulum Kompos Dengan Fungi
Selulolitik Aspergillus Fumigatus Pada Media Jagung
(Zea Mays L.) Dalam Kondisi Asam Dan Pengaruhnya
Terhadap Kualitas Kompos Serasah”. JURNAL TEKNIK
POMITS Vol. 5, No. 3
Page 163
x
Makarim, A. K. 2003. “Panduan Teknis Pengelolaan Hara dan
Pengendalian Hama Tanaman Padi”. Puslitbangtan
Meynell. 1976. “Energy For World Agricultural. FAO-UN.
United States.
Morrison L.A. 2004.”Taxonomic classification of grain species”.
Oxford : Elsevier
Paliwal, R.L. 2000. Maize diseases. In Tropical Maize.
Improvement and production. FAO Plant Production and
Protection Series No. 28. FAO. Rome. p. 63-80.
Permentan No. 28/Permentan/SR.1305/2009 Prajnanta, Final. 2003.“Mengatasi Permasalahan Bertanam
Jagung”. Jakarta : Penebar Swadaya
Prasetyo, Budi.2013. “Manfaat Penggunaan Pupuk Organik untuk
Kesuburan Tanah. Jurnal Bonorowo Vol. 1. No. 1.
Saraswati, Rasti , Edi Husen, dan R. D. M. Simanungkalit. 2007.
“Metode Analisis Biologi Tanah” . Bogor : Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian
Schalau, J. 2002. Plant Immune System. Agricultur and Natural
Resources Arizona Cooperative Extention., Yavapai
Countri.
Setyorini. 2006. “ Pupuk Organik dan Pupuk Hayati”. Badan
Litbang Pertanian. Jakarta.
Smith, R. I. 2003. Canopy Structure, Light Interception, and
Photosynthesis in Maize. Agron J. 95:1465-1474.
Sutedjo, Mulyani. 2010. “ Pupuk dan Cara Pemupukan”. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta
Tan, K.H. 1994. Environmental Soil Science. Manual Dekker
INC. New York 10016. USA.
Watson. S. A. 2003. “Description structure and composition of
the corn kernel”. St Paul : AACC International, inc.
https://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/120 (diakses : 20
Januari 2018. 20.02)
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Enterobacter_aerogene
s
Page 164
xviii
DAFTAR NOTASI
V1 : larutan asam sulfat yang digunakan untuk titrasi sampel, ml
V2 : volume yang digunakan untuk titrasi blanko, ml
N : normalitas larutan
P : faktor pengenceran, ml
W : berat contoh, mg
Ka : kadar air, %
C : dari pembacaan kurva standart, ml
A : berat cawan, mg
B : berat cawan + media, mg
C : cawan + media (105˚C), mg
D : cawan + media (700˚C), mg
Page 165
xix
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 166
A-1
APPENDIKS A
HASIL PENGAMATAN
A.1. Hasil Pengamatan
1. Metode Aerob
A.1.1 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri 100% Azotobacter
A.1.2 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (3:1)
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
20
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 167
A-2
A.1.3 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (1:1)
A.1.4 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (1:3)
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 168
A-3
A.1.5 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri 100%EM4
A.1.6 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri 100% Azotobacter
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 169
A-4
A.1.7 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (3:1)
A.1.8 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (1:1)
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 170
A-5
A.1.9 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Azotobacter (1:3)
A.1.10 Grafik suhu pembuatan kompos metode aerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri 100%EM4
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 5 10 15 20 25 30 35
Suh
u (°C
)
Hari ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 171
A-6
1. Metode Anaerob
A.1.1 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri 100% Enterobacter
A.1.2 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (3:1)
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 172
A-7
A.1.3 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (1:1)
A.1.4 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (1:3)
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 173
A-8
A.1.5 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (9:1) menggunakan campuran
bakteri 100%EM4
A.1.6 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri 100% Enterobacter
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 174
A-9
A.1.7 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (3:1)
A.1.8 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (1:1)
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 175
A-10
A.1.9 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri EM4: Enterobacter (1:3)
A.1.10 Grafik suhu pembuatan kompos metode anaerob dengan
variabel limbah : bakteri (8:2) menggunakan campuran
bakteri 100%EM4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Suh
u (°C
)
Minggu ke -
Grafik Perubahan Suhu
Page 176
B-1
APPENDIKS B
HASIL PERHITUNGAN
B.1 Perhitungan Jumlah Sel dengan Metode Counting
Chamber Pada metode ini digunakan hemasitometer.
Hemasitometer adalah suatu alat untuk menghitung sel secara
cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah. Alat ini
adalah tipe khusus dari microscope slide yang terdiri dari dua
chamber, dimana terbagi atas 9 area (1,0 mm x 1,0 mm) satuan
luas dan terpisahkan oleh tiga garis. Luas area masing-masing 1
mm2. Deck glass digunakan untuk menutup bagian atas dengan
ketebalan 0,1 mm. Hemasitometer diletakkan di atas tempat objek
pada mikroskop dan digunakan untuk menghitung jumlah
suspensi.
Gambar A.1 Pembagian Area Kotak Perhitungan Hemasitometer
B.1.1 Azotobacter Chrococcum
Contoh perhitungan jumlah sel Azotobacter Chrococcum variabel
waktu 0 jam dari Tabel B.1 :
Page 177
B-2
=
(
)
=
Tabel B.1 Data Hasil Pengamatan Counting Chamber
Azotobacter Chrococcum
T (jam) Kotak (Jumlah sel) Rata
rata
Jumlah sel
keseluruhan A B C D E
0 11 12 12 8 15 11,6 2,9E+08
6 29 42 31 47 35 36,8 9,2E+08
12 12 18 10 27 25 18,4 4,6E+09
18 15 21 26 19 23 20,8 5,2E+09
24 19 30 26 31 29 27 6,75E+09
30 48 21 27 30 32 31,6 7,9E+09
36 24 43 41 48 34 38 9,50E+09
42 23 32 27 30 17 25,8 6,45E+09
48 32 28 41 32 16 29,8 7,45E+09
Gambar B.2 Kurva Pertumbuhan Azotobacter Chrococcum
0
2E+09
4E+09
6E+09
8E+09
1E+10
0 10 20 30 40 50 60Jum
lah
bak
teri
(se
l/m
l)
Jam ke
Page 178
B-3
B.1.2 Enterobacter Aerogenes
Contoh perhitungan jumlah sel Enterobacter Aerogenes variabel
waktu 0 jam dari Tabel B.2 :
=
(
)
=
Tabel B.2 Data Hasil Pengamatan Counting Chamber
Enterobacter Aerogenes
T (jam) Kotak (Jumlah sel) Rata
rata
Jumlah sel
keseluruhan A B C D E
0 9 14 11 9 19 12,4 3,1E+08
1 20 21 33 23 31 25,6 6,4E+08
2 30 36 29 18 54 33,4 8,35E+08
3 43 39 33 52 57 44,8 1,12E+09
4 44 43 56 47 48 47,6 1,19E+09
5 54 41 49 59 50 50,6 1,265E+09
6 57 53 55 68 31 52,8 1,32E+09
7 41 33 36 27 48 47,9 1,21E+09
Page 179
B-4
Gambar B.3 Kurva Pertumbuhan Enterobacter Aerogenes
B.1.3 EM4
Contoh perhitungan jumlah sel EM4 variabel waktu 0 jam dari
Tabel B.3 :
=
(
)
=
Tabel B.3 Data Hasil Pengamatan Counting Chamber EM4
T (jam) Kotak (Jumlah sel) Rata
rata
Jumlah sel
keseluruhan A B C D E
0 9 19 21 18 9 16,4 4,2E+06
4 21 20 21 24 17 21,2 5,2E+06
8 10 13 11 12 11 11,2 3,0E+06
12 7 10 14 11 14 10,9 2,9E+06
0,00E+00
2,00E+08
4,00E+08
6,00E+08
8,00E+08
1,00E+09
1,20E+09
1,40E+09
0 1 2 3 4 5 6 7
Jum
lah
bak
teri
(se
l/m
l)
Jam ke
Page 180
B-5
Gambar B.4 Kurva Pertumbuhan EM4
B.2 Perhitungan Jumlah Sel pada Kondisi Awal
Dari kurva pertumbuhan diketahui fase log bakteri
Azotobacter Chrococcum adalah 9,5 x 109 sel/ml, fase log bakteri
Enterobacter Aerogenes adalah 1,32 x 109 sel/ml dan fase log
EM4 adalah 5,2 x 106 sel/ml. Sehingga jumlah sel/ml yang paling
rendah adalah EM4. Sehingga jumlah volume EM4 yang
menyesuaikan agar jumlah sel sesuai variabel. Cara penentuan
kondisi awal dengan menggunakan rumus berikut:
dengan keterangan:
A = Volume media yang berisi mikroba (mL)
B = Jumlah sel mikroba pada saat fase log (sel/mL)
C = Volume total campuran bakteri
D = Jumlah sel yang diinginkan pada kondisi awal
Contoh perhitungan kondisi awal untuk metode aerob variabel
limbah : campuran bakteri (9:1), dengan variabel campuran
0,00E+00
2,00E+08
4,00E+08
6,00E+08
8,00E+08
1,00E+09
1,20E+09
0 4 8 12
Jum
lah
bak
teri
(se
l/m
l)
Jam ke
Page 181
B-6
bakteri EM4 : Azotobacter (1:1) dimana jumlah sel mikroba 9,5 x
109 sel/mL. Dengan massa campuran limbah dan bakteri 5 kg
dengan asumsi ρ =1000 kg/m3 . Sehingga volume campuran = 5
L:
Diketahui : B = 5,2 x 106 sel/ml
C = 1/9 x 5 L = 0,56 L = 560 mL
D = 9,5 x 109 sel/mL
Untuk mengetahui nilai dari A dilakukan goal seek dengan
rumus yang ada di atas sehingga diperoleh nilai A = 557 mL. Jadi
sebanyak 557 mL media yang telah berisi mikroba pada saat
kondisi fase log dimasukkan ke dalam campuran bakteri sebanyak
560
mL. Dengan begitu kondisi mikroba yang ada di dalam campuran
bakteri
560 mL menjadi sama yaitu masing - masing 9,5 x 109 sel/mL.
Tabel B.4 Data Perhitungan untuk Kondisi Awal Metode Aerob
Variabel
Mikroba B
(sel/mL)
A
(mL)
D
(sel/mL)
Campuran
bakteri =
EM4:Azotobacter
(jumlah
sel:jumlah sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 EM4 5,2 x 106 560
5,2 x
106
1:0 8:2 EM4 5,2 x 106 1250
5,2 x
106
1:1 9:1 EM4 5,2 x 10
6 557 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 3
1:1 8:2 EM4 5,2 x 10
6 1245 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 5
1:3 9:1 EM4 5,2 x 10
6 554 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 6
Page 182
B-7
1:3 8:2 EM4 5,2 x 10
6 1235 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 15
3:1 9:1 EM4 5,2 x 10
6 559 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 1
3:1 8:2 EM4 5,2 x 10
6 1248 9,5 x
109 Azoto 9,5 x 10
9 2
0:1 9:1 Azoto 9,5 x 109 560
9,5 x
109
0:1 8:2 Azoto 9,5 x 109 1250
9,5 x
109
Tabel B.5 Data Perhitungan untuk Kondisi Awal Metode
Anaerob
Variabel Mikroba B
(sel/mL)
A
(mL)
D
(sel/
mL)
Campuran bakteri =
EM4:Enterobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 EM4 5,2 x
106
560 5,2 x
106
1:0 8:2 EM4 5,2 x
106
1250 5,2 x
106
1:1 9:1
EM4 5,2 x
106
548 1,32
x 109
Entero 1,32 x
109
12
1:1 8:2 EM4
5,2 x
106
1223 1,32
x 109
Entero 1,32 x 27
Page 183
B-8
109
1:3 9:1
EM4 5,2 x
106
524 1,32
x 109
Entero 1,32 x
109
36
1:3 8:2
EM4 5,2 x
106
1169 1,32
x 109
Entero 1,32 x
109
81
3:1 9:1
EM4 5,2 x
106
556 1,32
x 109
Entero 1,32 x
109
4
3:1 8:2
EM4 5,2 x
106
1241 1,32
x 109
Entero 1,32 x
109
9
0:1 9:1 Entero 1,32 x
109
560 1,32
x 109
0:1 8:2 Entero 1,32 x
109
1250 1,32
x 109
B.3 Hasil Analisa Pupuk Organik terhadap Tanaman Uji
Jagung Tabel B.6 Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jagung Metode
Aerob
Variabel Tinggi Tanaman Jagung (cm)
Campuran
bakteri =
EM4:Azoto
bacter
(jumlah
sel:jumlah
Limbah :
Campuran
bakteri
(%
massa)
Minggu ke-
(Setelah tanam)
7
(baru
dipupuk)
8
(semi
nggu
setel
9
(2
minggu
setelah
10
(3
mingg
u
11
(4
minggu
setelah
Page 184
B-9
Tabel B.7 Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jagung Metode
Anaerob dan Tanpa Pupuk
sel) ah
dipu
puk)
dipupuk
)
setelah
dipupu
k)
dipupuk
)
1:0 9:1 156 178 192 197 198
1:0 8:2 161 182 191 196 197
1:1 9:1 160 178 184 186 187
1:1 8:2 163 186 190 197 198
1:3 9:1 151 174 176 179 182
1:3 8:2 168 192 197 201 202
3:1 9:1 164 189 197 204 205
3:1 8:2 156 182 203 206 208
0:1 9:1 155 182 194 198 204
0:1 8:2 163 186 203 207 208
Variabel Tinggi Tanaman Jagung (cm)
Campuran
bakteri =
EM4:Entero
bacter
(jumlah
sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(%
massa)
Minggu ke-
(Setelah tanam)
7
(baru
dipupu
k)
8
(seming
gu
setelah
dipupuk
)
9
(2
minggu
setelah
dipupuk
)
10
(3
minggu
setelah
dipupuk
)
11
(4
mingg
u
setelah
dipupu
k)
1:0 9:1 167 186 194 196 198
1:0 8:2 158 172 187 192 194
1:1 9:1 198 221 223 224 225
1:1 8:2 184 205 216 217 219
1:3 9:1 165 187 192 197 200
1:3 8:2 161 184 191 196 197
Page 185
B-10
Tabel B.8 Data Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung Metode
Aerob
3:1 9:1 153 179 194 197 199
3:1 8:2 203 229 236 241 242
0:1 9:1 188 208 211 212 213
0:1 8:2 197 226 228 230 231
Tanpa Pupuk 168 181 188 190 191
Variabel Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung (cm)
Campuran
bakteri =
EM4:Azotob
acter
(jumlah
sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(%
massa)
Selisih Minggu ke-
(Setelah tanam) Rata - Rata
8-7
9-8
10-9
11-10
1:0 9:1 22 14 5 1 12,25
1:0 8:2 21 9 5 1 6,75
1:1 9:1 18 6 2 1 10,5
1:1 8:2 23 4 7 1 7,75
1:3 9:1 23 2 3 3 10,25
1:3 8:2 24 5 4 1 13
3:1 9:1 25 8 7 1 8,75
3:1 8:2 26 21 3 2 9
0:1 9:1 27 12 4 6 8,5
0:1 8:2 23 17 4 1 11,25
Page 186
B-11
Tabel B.9 Data Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung Metode
Anaerob dan Tanpa Pupuk
Variabel Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung (cm)
Campuran
bakteri =
EM4:Entero
bacter
(jumlah
sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(%
massa)
Selisih Minggu ke-
(Setelah tanam)
Rata -
Rata
8-7
9-8
10-9
11-10
1:0 9:1 19 8 2 2 6,75
1:0 8:2 14 15 5 2 7,75
1:1 9:1 23 2 1 1 11,5
1:1 8:2 21 11 1 2 6,25
1:3 9:1 22 5 5 3 8,75
1:3 8:2 23 7 5 1 8,75
3:1 9:1 26 15 3 2 9
3:1 8:2 26 7 5 1 9,75
0:1 9:1 20 3 1 1 8,5
0:1 8:2 29 2 2 1 9
Tanpa Pupuk 13 7 2 1 5,75
Page 187
B-12
Tabel B.10 Data Panjang Tongkol Buah Jagung Metode Aerob
Variabel Panjang Tongkol Buah
Jagung (cm)
Campuran bakteri =
EM4:Azotobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 19,2
1:0 8:2 15,5
1:1 9:1 17,2
1:1 8:2 16,8
1:3 9:1 18,8
1:3 8:2 20,8
3:1 9:1 18,8
3:1 8:2 15,5
0:1 9:1 17
0:1 8:2 19,2
Page 188
B-13
Tabel B.11 Data Panjang Tongkol Buah Jagung Metode Anaerob
dan Tanpa Pupuk
Variabel Panjang Tongkol Buah
Jagung (cm)
Campuran bakteri =
EM4:Enterobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 19,6
1:0 8:2 19,3
1:1 9:1 20,1
1:1 8:2 19,8
1:3 9:1 21
1:3 8:2 20,1
3:1 9:1 18,1
3:1 8:2 20,5
0:1 9:1 20
0:1 8:2 21,5
Tanpa Pupuk 15,8
Page 189
B-14
Tabel B.12 Data Diameter Buah Jagung Metode Aerob
Variabel Diameter Buah Jagung
(cm)
Campuran bakteri =
EM4:Azotobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 6,15
1:0 8:2 5,57
1:1 9:1 6,31
1:1 8:2 6,88
1:3 9:1 5,86
1:3 8:2 6,27
3:1 9:1 5,86
3:1 8:2 5,76
0:1 9:1 6,21
0:1 8:2 6,24
Page 190
B-15
Tabel B.13 Data Diameter Buah Jagung Metode Anaerob dan
Tanpa Pupuk
Variabel Diameter Buah Jagung
(cm)
Campuran bakteri =
EM4:Enterobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 5,89
1:0 8:2 6,08
1:1 9:1 5,99
1:1 8:2 5,64
1:3 9:1 6,37
1:3 8:2 5,78
3:1 9:1 6,13
3:1 8:2 5,67
0:1 9:1 6,31
0:1 8:2 6,69
Tanpa Pupuk 5,64
Page 191
B-16
Tabel B.14 Data Berat Buah Jagung Metode Aerob
Variabel Berat Buah Jagung
(gram)
Campuran bakteri =
EM4:Azotobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 320
1:0 8:2 270
1:1 9:1 310
1:1 8:2 420
1:3 9:1 350
1:3 8:2 340
3:1 9:1 300
3:1 8:2 290
0:1 9:1 290
0:1 8:2 360
Page 192
B-17
Tabel B.15 Data Berat Buah Jagung Metode Anaerob dan Tanpa
Pupuk
Variabel Berat Buah Jagung
(gram)
Campuran bakteri =
EM4:Enterobacter
(jumlah sel:jumlah
sel)
Limbah :
Campuran
bakteri
(% massa)
1:0 9:1 360
1:0 8:2 290
1:1 9:1 320
1:1 8:2 410
1:3 9:1 440
1:3 8:2 370
3:1 9:1 300
3:1 8:2 350
0:1 9:1 320
0:1 8:2 410
Tanpa Pupuk 280
Page 193
B-18
-Halaman Sengaja Dikosongkan-
Page 194
C-1
APPENDIKS C
C.1 Foto Dokumentasi
Gambar C.1 Bakteri Azotobacter Chrococcum
Gambar C.2 Bakteri Enterobacter Aerogenes
Page 195
C-2
Gambar C.3 Pupuk Aerob
Gambar C.4 Pupuk Anaerob
Page 196
C-3
Gambar C.5 Tanaman Jagung Sebelum Pemupukan (Minggu ke
7 setelah tanam)
Gambar C.6 Tanaman Jagung Setelah 1 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 8 setelah tanam)
Page 197
C-4
Gambar C.7 Tanaman Jagung Setelah 2 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 9 setelah tanam)
Gambar C.8 Tanaman Jagung Setelah 3 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 10 setelah tanam)
Page 198
C-5
Gambar C.9 Tanaman Jagung Setelah 4 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 11 setelah tanam)
Gambar C.10 Tanaman Jagung Setelah 5 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 12 setelah tanam)
Page 199
C-6
Gambar C.11 Tanaman Jagung Setelah 6 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 13 setelah Tanam)
Gambar C.12 Tanaman Jagung Setelah 7 Minggu Pemupukan
(Minggu ke 14 setelah Tanam dan Sudah Masa Panen)
Page 200
C-7
Gambar C.13 Proses Panen Jagung
Page 201
C-8
Gambar C.14 Jagung yang Telah Dipanen
Page 202
C-9
Gambar C.15 Jagung yang Telah Dipanen Metode Aerob
Variabel
Limbah : Campuran Bakteri (9:1)
Gambar C.16 Jagung yang Telah Dipanen Metode Aerob
Variabel
Limbah : Campuran Bakteri (8:2)
Page 203
C-10
Gambar C.17 Jagung yang Telah Dipanen Metode Anaerob
Variabel
Limbah : Campuran Bakteri (9:1)
Gambar C.18 Jagung yang Telah Dipanen Metode Anaerob
Variabel
Limbah : Campuran Bakteri (8:2)
Page 204
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Pendidikan formal yang ditempuh :
SD Muhammadiyah 12, pada Tahun 2002-2008 lulus
pada tahaun 2008
SMP Negeri 5 Surabaya pada tahun 2008- 2011 lulus
pada tahun 2011
SMA Negeri 2 Surabaya pada tahun 2011 – 2014 lulus
pada tahun 2014
S1 Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 2014 -
sekarang
Penyusun dengan nama
lengkap Muhammad Fiqi
Syaifuddin, sering dipanggil
Fiqi, lahir di Surabaya, 9
September 1996. Sebagai
anak pertama dari dua
bersaudara. Saat ini
bertempat tinggal di Jl.
Dupak Baru gang I / no 24B,
Surabaya.
Page 205
Pendidikan formal yang ditempuh :
SDN Candipuro 03 kecamatan Candipuro, Lumajang
pada tahun 2002 – 2008 lulus pada tahun 2008
SMP Negeri 01 Candipuro , Lumajang pada tahun
2008- 2011 lulus pada tahun 2011
SMA Negeri Tempeh , Lumajang pada tahun 2011 –
2014 lulus pada tahun 2014
S1 Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 2014 -
sekarang
Penyusun dengan nama
lengkap Belly Adhitya
Hizkia Destantyo, sering
dipanggil Belly , lahir di
candipuro, lumajang, 28
Desember 1995. Sebagai
anak kedua dari tiga
bersaudara. Saat ini
bertempat tinggal di Jl.
Jendral Sudirman no.35
candipuro , Lumajang.