Page 1
PEMBUATAN BIOGAS DENGAN SUBSTRAT LIMBAH KULIT BUAH DAN LIMBAH
CAIR TAHU DENGAN VARIABEL PERBANDINGAN KOMPOSISI SLURRY DAN
PENAMBAHAN COSUBSTRAT KOTORAN SAPI
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Oleh:
DWI RAMADHANI
D 500 130 097
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
Page 5
1
PEMBUATAN BIOGAS DENGAN SUBSTRAT LIMBAH KULIT BUAH DAN LIMBAH
CAIR TAHU DENGAN VARIABEL PERBANDINGAN KOMPOSISI SLURRY DAN
PENAMBAHAN COSUBSTRAT KOTORAN SAPI
Abstrak
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif non fosil yang ramah lingkungan yang
bersifat dapat diperbarui (renewable). Biogas dapat diperoleh dari proses fermentasi biomassa
yang mengandung karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Biogas sangat potensial
dijadikan sebagai bahan bakar karena kandungan metana dalam biogas cukup tinggi. Penelitian
ini menggunakan substrat limbah kulit buah dan limbah cair tahu dengan variabel perbandingan
komposisi slurry serta penambahan cosubstrat kotoran sapi. Proses pembuatan biogas ini dibagi
menjadi 2 tahapan, yakni tahap pretreatment dan tahap utama. Pada tahap pretreatment
menggunakan variabel perbandingan komposisi slurry yakni 1:1; 1;1,5; dan 1:2. Sedangkan
pada tahap utama menggunakan variabel penambahan cosubstrat yakni 1 liter dan 2 liter
kotoran sapi. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang paling optimal yakni
pada variabel penambahan cosubstrat 2 liter kotoran sapi. Hasilnya yaitu volume biogas
sebanyak 295 mL, kadar gas metana sebesar 53,89%, dan nyala api biogas dengan warna yang
besar dan biru serta dengan waktu yang cukup lama.
Kata Kunci : Biogas, limbah kulit buah, limbah cair tahu, kotoran sapi.
Abstracts
Biogas is one of the renewable alternative non-fossil energy sources. Biogas can be obtained
from the fermentation process of biomass containing carbohydrates with microorganisms.
Biogas is very potential to be used as fuel because the content of methane in biogas is high.
This research used fruit and tofu liquid waste substrate with variable composition ratio of
slurry and addition of cow dung cosubstrat. Biogas production was divided into 2 stages,
namely pretreatment stage and main stage. In the pretreatment stage the variable slurry
composition were 1: 1; 1; 1.5; and 1: 2. While the main stage used cosubstrat addition
variable which was 1 liter and 2 liter of cow dung. The results showed that the most optimum
condition was the addition of cosubstrat 2 liters of cow dung. The volume of biogas obtained
295 ml, with the methane gas content of 53.89%, and the biogas fire flame was large and blue
colors with a long duration.
Keywords : Biogas, Fruit liquid waste, tofu liquid waste, cow dung.
1. PENDAHULUAN
Global warming yang diakibatkan karena kerusakan lingkungan beberapa dekade ini
menjadi isu yang sedang ramai diperbicarakan. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan, adalah
penggunaan energi dari fosil yang tidak ramah lingkungan. Untuk mengurangi kerusakan
lingkungan akibat penggunaan bahan bakar fosil ini, maka perlu dicarikan energi alternatif yang
ramah lingkungan. Salah satu contoh energi alternatif yang ramah lingkungan adalah penggunaan
Page 6
2
biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari limbah rumah tangga, kotoran hewan, kotoran
manusia, sampah organik dan sebagainya, yang mengalami proses penguraian atau fermentasi oleh
mikroorganisme. Produk utama dari biogas adalah gas metana sebagai hasil sampingnya adalah
pupuk organik. Biogas memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepeluan seperti untuk memasak.
Limbah apapun jenisnya, mengandung senyawa kimia yang sangat diperlukan manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung. Namun yang terpenting, bagaimana kita dapat menggunakan
dan memanfaatkan sampah tersebut. Pemanfaatan sampah biasanya digunakan sebagai bahan
pembuatan pupuk kompos (Romadhoni,2015). Pada penelitian kali ini kami akan memanfaatkan
penggunaan limbah yang menghasilkan biogas dengan menggunakan limbah kulit buah dan limbah
cair tahu sebagai substrat serta kotoran sapi sebagai cosubstrat.
Alasan pememilihan limbah kulit buah, limbah cair tahu, serta kotoran sapi karena
jumlahnya yang sangat berlimpah serta kami juga ingin fokus pada upaya untuk menjaga
lingkungan dari limbah-limbah tertentu yang masih bisa dimanfaatkan. Penggunaan limbah kulit
buah sebagai bahan baku pembuatan biogas belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu,
sehingga pada penelitian ini akan dicari tahu pengaruh penambahan limbah kulit buah terhadap
hasil biogas. Kami memperoleh kulit buah dari para pedagang jus di sekitaran kampus UMS. Jenis
dari kulit buah yang digunakan sebagai substrat adalah kulit buah jambu, kulit buah mentimun,
kulit buah mangga, kulit buah melon, kulit buah semangka, kulit buah naga, kulit buah jeruk serta
kulit buah nanas.
Selain menggunakan limbah kulit buah, kami juga menggunakan limbah cair tahu sebagai
substrat pada pembuatan biogas ini. Dibandingkan dengan limbah padat pada proses pembuatan tahu,
limbah cair yang dihasilkan kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Jika limbah tidak diolah
dengan baik, maka akan menimbulkan bau tidak sedap akibat proses pembusukan bahan organik oleh
bakteri (Haryadi, 2004). Biasanya limbah cair pembuatan tahu hanya dibuang karena masyarakat
menganggap limbah cair tersebut sudah tidak lagi mengandung zat yang berguna. Padahal limbah
cair tersebut masih bisa digunakan sebagai bahan untuk fermentasi sehingga limbah cair tahu tersebut
bisa digunakan sebagai bahan untuk pembuatan biogas. Sampel limbah cair tahu kami peroleh dari
sentra industri pembuatan tahu di daerah Mojosongo, karena selain industrinya yang cukup maju,
disana juga terdapat banyak sekali para produsen tahu sehingga akan lebih mudah dalam pengambilan
sampel sebagai substrat dalam pembuatan energi biogas.
Cosubstrat atau stater pada pembuatan energi biogas kami berasal dari kotoran sapi. Alasan
kami menggunakan kotoran sapi yakni karena kotoran sapi sudah terbukti dapat meningkatkan
produksi kandungan zat methan pada proses pembuatan biogas. Rasio C/N kotoran sapi adalah
Page 7
3
sebesar 24. Rasio C/N juga berpengaruh terhadap pembentukan gas metana pada proses pembuatan
biogas di dalam digester. Rasio C/N yang optimum dapat menghasilkan biogas yang optimal
(Wahyuni, 2008).
Kami mengambil sampel kotoran sapi dari peternak di daerah Wonogiri. Selain karena
jumlahnya yang sangat berlimpah, kotoran sapi di peternakan tersebut juga tidak dimanfaatkan
sebagaimana mestinya, sehingga dapat menimbulkan berbagai kemungkinan pencemaran
lingkungan. Harapannya, dengan adanya penelitian ini dapat membantu mengurangi masalah
lingkungan dengan cara memanfaatkan limbah kulit buah, limbah cair tahu, serta kotoran sapi sebagai
bahan baku pembuatan biogas sehingga biogas yang terbentuk nantinya dapat digunakan untuk
kebutuhan bahan bakar sehari-hari yang murah serta ramah lingkungan.
2. METODE
Proses pembuatan biogas harus dilakukan dengan cara yang berurutan, mulai dari
pengambilan bahan baku, proses fermentasi, sampai langkah terakhir yakni pengujian biogas. Pada
pembuatan biogas ini dilakukan 2 tahapan proses, yakni proses pretreatment dan proses utama.
Tujuan dari tahap pretreatment adalah untuk memperoleh komposisi slurry yang paling optimum
yang nantinya akan digunakan untuk proses pembuatan biogas pada tahap utama dengan tambahan
variabel cosubstrat kotoran sapi.
2.1 Alat
Alat yang digunakan pada proses pembuatan biogas antara lain : alat suntik, blender, galon,
corong, cutter, dob ban, ember, gelkas ukur, gunting, jerigen, kabel tis, pengaduk, karet, selang
bening, solder, venoject. Skema rangkaian alat pada penelitian ini ditampilkan pada gambar 1 berikut
.
Keterangan gambar :
1. Reaktor/digester
2. Selang
3. Ember
4. Gelas ukur
5. Penyangga
Gambar 1. Skema rangkaian alat pembuatan biogas.
4
1 3
2
5
Page 8
4
2.2 Bahan
Bahan baku penelitian diperoleh dari pedagang jus di sekitar kampus UMS untuk limbah kulit
buah, sedangkan untuk limbah cair tahu diperoleh dari pabrik pembuatan tahu ‘’Pak Aco’’, sementara
itu untuk cosubstrat kotoran sapi diperoleh dari para peternak sapi di daerah Wonogiri.
Bahan penunjang yang digunakan pada proses pembuatan biogas antaralain : lilin, lem alteko,
lem pralon, selotip pralon.
2.3 Proses
Langkah pertama tahap pretreatment yaitu mengambil limbah cair tahu. Kemudian
mengambil limbah kulit buah dan mencacahnya hingga menjadi serbuk, lalu mengencerkannya
dengan air. Selanjutnya limbah cair tahu dan limbah kulit buah yang telah diencerkan tersebut
dimasukkannya ke dalam ember. Langkah selanjutnya yaitu mengaduk limbah kulit buah dan
limbah cair tahu sehingga tercampur rata. Perbandingan volume antara limbah kulit buah dan limbah
cair tahu pada tahap pretreatment yaitu 1 : 1 , 1 : 1,5 , dan 1 : 2. Selanjutnya menentukan
perbandingan pretreatment yang paling bagus yang kemudian akan diproses lagi menggunakan
penambahan variabel cosubstrat kotoran sapi. Kotoran sapi tersebut diencerkan atau dilarutkan
dengan menggunakan urin sapi, yaitu dengan perbandingan 1 : 1 Penambahan cosubstrat kotoran
sapi dilakukan dengan volume penambahan 1 liter dan 2 liter. Memasukkan campuran tersebut
masing-masing ke dalam botol berukuran 6 L sebagai tabung digester dengan volume 4 L.
Melakukan fermentasi dengan waktu fermentasi 4 minggu. Biogas yang dihasilkan ditampung
dalam tempat penampungan gas. Kemudian melakukan analisa hasil biogas. Analisa hasil biogas
terdiri dari:
2.3.1 Uji Kandungan Gas Metana
Untuk menganalisa hasil kandungan biogas, yaitu dengan menggunakan bantuan alat. Alat
yang digunakan untuk analisa biogas dalam penelitian ini yaitu GC (Gas Chromatograph) tipe
Shimadzu 14A yang dilengkapi tiga detector yaitu Flame ionization detector (FID) untuk analisis
gas CH4 dan Thermal conductivity detector (TCD) untuk analisis CO2. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengukur berapa persen gas metana yang terkandung dalam biogas.
2.3.2 Pengukuran Volume Biogas
Dari komposisi bahan dan waktu fermentasi yang berbeda, tentunya juga akan
menghasilkan volume gas yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran volume
biogas. Pengukuran volume biogas ini yaitu untuk mengetahui seberapa banyak biogas yang
dihasilkan. Pengukuran volume biogas dengan menggunakan gelas ukur yang diletakkan dengan
Page 9
5
kondisi keadaan terbalik dalam wadah (ember) yang berisi air sehingga dapat diketahui volume
biogas.
2.3.3 Uji Karakteristik Nyala Api Biogas
Setelah biogas terbentuk, maka perlu dilakukan uji nyala api. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui nyala api dari biogas yang dihasilkan. Uji karakteristik nyala api biogas ini yaitu
meliputi : nyala api yang dihasilkan, warna dari nyala api biogas, dan seberapa lama nyala api
biogas.
Langkah-langkah dalam tahap pretreatment dan tahap utama digambarkan dalam Gambar 1 dan
Gambar 2 berikut:
Limbah cair tahu
Gambar 2 Diagram blok pembuatan biogas tahap pretreatment.
Air + limbah kuit
buah
Diaduk ember
Suhu
300C
Waktu fermentasi
( 4 minggu)
Digester
Biogas
• Pengukuran volume biogas
• Uji kandungan gas metana dalam biogas
• Uji nyala api biogas
Page 10
6
Kotoran sapi (1 L & 2 L)
Gambar 3 Diagram blok pembuatan biogas tahap utama.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengujian Volume Biogas
Tabel 1 Volume biogas tahap pretreatment.
Variabel (limbah kulit buah :
limbah cair tahu)
Volume (mL)
1 : 1 74
1 : 1,5 81
1 : 2 85
Air + limbah kuit
buah + limbah
cair tahu (dengan
perbandingan
paling optimum) Diaduk ember
Suhu
300C
Waktu fermentasi
( 8 minggu)
Digester
• Pengukuran volume biogas
• Uji kandungan gas metana dalam biogas
• Uji nyala api biogas
Biogas
Page 11
7
Tabel 2 Volume biogas tahap utama.
Variabel (limbah kulit
buah : limbah cair tahu)
Variabel
(penambahan
kotoran sapi) (L)
Volume (mL)
1 : 2 1 215
1 : 2 2 295
Berdasarkan pada data Tabel 1 menunjukkan hasil uji volume biogas pada tahap
pretreatment. Pada tiap variabel komposisi slurry, volume biogas mengalami peningkatan. Variabel
komposisi slurry 1:1 menghasilkan volume biogas sebesar 76 mL. Pada variabel komposisi slurry
1:1,5 menghasilkan volume biogas sebesar 81 mL, sedangkan pada variable komposisi slurry 1:2
menghasilkan volume biogas sebesar 85 mL. Sementara itu pada tahap proses utama dengan
tambahan variabel cosubstrat kotoran sapi menghasilkan volume yang semakin meningkat pula.
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 didapatkan hasil uji biogas yakni pada variabel penambahan
1 liter cosubstrat kotoran sapi menghasilkan volume biogas sebesar 215 mL, sedangkan pada
variabel penambahan 2 liter cosubstrat kotoran sapi menghasilkan 295 mL biogas.
Faktor yang mempengaruhi hasil biogas adalah pH, suhu, rasio C/N. pH yang digunakan
dalam penelitian ini dianggap konstan yaitu pada pH 6,8, jika pH di bawah 5,0 maka bakteri tidak
dapat bekerja. Suhu lingkungan sangat menunjang kerja bakteri, suhu yang digunakan pada penelitian
ini berkisar 30oC. Rasio C/N yang optimal digunakan dalam digester aerobik antara 20-35, menurut
Wahyuni (2008) rasio C/N kotoran sapi 24. Hal tersebut yang membuat volume biogas yang
mendapatkan penambahan cosubstrat kotoran sapi menghasilkan volume gas yang lebih banyak.
Volume biogas yang tinggi belum tentu menghasilkan komposisi dengan kadar gas metana yang
tinggi pula. Karena volume biogas tidak mempengaruhi komposisi biogas yang terbentuk.
Page 12
8
3.2 Pengujian Kadar Gas Metana dan CO2
Tabel 3 Kadar gas metana dan CO2 tahap pretreatment.
Variabel (limbah kulit
buah : limbah cair tahu)
Kadar gas (%) Kadar CO2 (%)
1 : 1 0,10 89,98
1 : 1,5 0,13 64,11
1 : 2 0,16 76,52
Tabel 4 Kadar gas metana dan CO2 tahap utama.
Variabel (limbah
kulit buah :
limbah cair tahu)
Variabel (penambahan
kotoran sapi) (L)
Kadar gas (%)
Kadar CO2
(%)
1 : 2 1 5,16 3,77
1 : 2 2 53,89 44,45
Tabel 3 menunjukkan pengaruh komposisi slurry terhadap gas metana dan CO2 yang
diperoleh pada tahap pretreatment. Pada variabel komposisi slurry 1:1 menghasilkan gas metana
sebesar 0,10%, variable komposisi slurry 1:1,5 menghasilkan gas metana 0,13%, serta pada variabel
komposisi slurry 1:2 menghasilkan gas metana sebanyak 0,16%. Akan tetapi kadar gas metana pada
tiap variabel komposisi slurry tersebut mengandung kadar gas metana yang sangat sedikit
Sedangkan pada tahap utama berdasarkan pada Tabel 4 didapatkan hasil kadar gas metana
yakni pada variabel penambahan 1 liter cosubstrat kotoran sapi menghasilkan gas metana sebesar
5,16%. Kemudian pada variabel penambahan 2 liter cosubstrat kotoran sapi menghasilkan 53,89%
gas metana. Menurut Simamora (2006) pada umumnya komposisi biogas yaitu mengandung gas
metana 50-70%; nitrogen 0-0,3%; karbondioksida 24-45%; hidrogen 1-5%; oksigen 0,1-0,5%; serta
hidrogen sulfida 0-3%. Akan tetapi dalam penelitian ini kadar gas metana yang dihasilkan pada
Page 13
9
tahap pretreatment tidak mencapai kondisi optimum yakni 50%. Hal tersebut dapat disebabkan
karena waktu fermentasi yang kurang optimal. Karena pada tahap proses pembentukan biogas
masih dalam tahap pembentukan asam asetat (acetogenesis). Sehingga proses perubahan asam
asetat menjadi gas metana pada tahap pembentukan gas metana (methanogenesis) oleh bakteri
metanogen belum terjadi sepenuhnya. Sehingga gas metana yang dihasilkan belum optimal dan
masih banyak mengandung gas CO2. Sedangkan pada tahap utama yakni pada variabel penambahan
2 liter cosubstrat kotoran sapi menghasilkan gas metan lebih dari 50% yakni sebesar 53,89%.
Sehingga sudah bisa dikatakan bahwa penelitian tersebut telah berhasil.
Pada tahap pretreatment berdasarkan pada data Tabel 3 didapatkan hasil kadar gas CO2
yang sangat tinggi. Kadar gas CO2 tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil kadar gas
metana. Pada variabel komposisi slurry 1:1,5 hasil kadar gas CO2 mengalami penurunan.
Sedangkan pada variabel komposisi slurry 1:2 hasil kadar gas CO2 mengalami kenaikan. Kadar gas
CO2 paling besar yaitu pada variabel komposisi slurry 1:1 yaitu sebesar 89,98% dan kadar CO2
paling kecil yakni pada variabel komposisi slurry 1:1,5 yakni sebesar 64,11%.
Sedangkan pada tahap utama berdasarkan pada Tabel 4 didapatkan hasil kadar biogas yakni
pada variabel penambahan 1 liter penambahan cosubstrat kotoran sapi menghasilkan kadar CO2
sebesar 3,77%. Sementara itu pada variabel penambahan 2 liter cosubstrat kotoran sapi
menghasilkan 44,45% kadar CO2.
Kadar gas CO2 yang cukup tinggi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
yaitu kondisi pH substrat pada reaktor digester, suhu, dan waktu fermentasi. Menurut Yani dan
Darwis (1990) nilai pH terbaik dalam memproduksi biogas berkisar antara 7,0. Apabila nilai pH di
bawah 6,5 aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan pH di bawah 5,0 aktivitas fermentasi akan
terhenti.
Selain pH faktor yang berpengaruh yaitu suhu. Perubahan suhu di lingkungan sekitar dapat
mempengaruhi suhu di dalam tabung digester. Sehingga hal tersebut juga akan mempengaruhi
aktivitas bakteri di dalam proses fermentasi. menurut Sahidu (1983), suhu optimum pertumbuhan
bakteri berkisar antara 30-35 ℃.
Faktor yang lain yang mempengaruhi adalah waktu fermentasi. waktu fermentasi yang
kurang optimum akan mengakhibatkan gas metana yang terbentuk hanya sedikit dan gas CO2 akan
lebih besar. Hal tersebut dikarenakan proses pembentukan gas metana masih dalam tahap
acidogenesis atau acetogenesis. Tahap tersebut adalah tahap dimana pembentukan asam asetat,
karbon dioksida (CO2), dan hidrogen (H2). Sehingga gas yang dihasilkan masih banyak
mengandung gas CO2 daripada gas metana.
Page 14
10
3.3 Pengujian Nyala Api
Gambar 4 Uji karakteristik nyala api biogas.
Menurut Deublein (2008), biogas setidaknya mengandung 45% metana agar dapat
menghasilkan nyala api. Karena pada waktu fermentasi tahap pretreatment masih kurang optimal,
maka penelitian ini dilanjutkan menjadi 8 minggu pada tahap utama untuk pembuktian bahwa
biogas yang dihasilkan bisa terbakar. Setelah waktu fermentasi tahap utama dilakukan selama 8
minggu lalu dilakukan uji nyala api. Biogas yang dihasilkan selama 8 minggu bisa terbakar dengan
warna nyala api kebiruan dan artinya biogas yang dihasilkan sudah lebih dari 45%. Hal ini
membuktikan bahwa fermentasi selama 4 minggu pada tahap pretreatment masih kurang optimum.
Sedangkan uji nyala api pada tahap utama yang dilakukan selama 8 minggu mengasilkan api
dengan warna kebiruan.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa semakin lama waktu
fermentasi biogas maka gas metana yang dihasilkan semakin banyak, semakin tinggi perbandingan
komposisi slurry maka kadar gas metana dan volume biogas yang dihasilkan juga semakin tinggi,
serta semakin tinggi penambahan cosubstrat kotoran sapi maka kadar gas metana dan volume
biogas yang dihasilkan juga semakin tinggi. Selain itu, kondisi suhu serta pH yang stabil juga akan
mempengaruhi proses pembentukan biogas. Biogas dengan jumlah volume paling tinggi yakni pada
variabel penambahan 2 liter cosubtrat kotoran sapi yakni sebesar 295 mL. Sedangkan biogas dengan
kadar metana paling tinggi yakni pada variable penambahan 2 liter cosubstrat kotoran sapi yakni
sebesar 53,89%.
Page 15
11
4.2 Saran
Saran penulis bagi penelitian selanjutnya, yaitu lebih mengenai proses pembuatan biogas
yang harus dilakukan secara tepat dan teliti, baik dari segi urutan prosedur maupun kondisi operasi
proses, melakukan pengecekan volume secara berkala untuk mengetahui besarnya penambahan
volume tiap waktunya, serta bisa menggunakan bahan tambahan yang dapat menghasilkan bakteri
metanogen serta bisa mempercepat proses fermentasi seperti kotoran sapi, gula merah, urea dan EM-4.
PERSANTUNAN
Terima kasih kepada ibu Eni Budiyati, S.T.,M.Eng. selaku dosen pembimbing dalam penelitian
ini yang dengan sabar dan tanggungjawab dalam membimbing kami.
DAFTAR PUSTAKA
Deublein D, Steinhauser A. 2008. Biogas from Waste and Renewable Resources. Germany: Wiley-
VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Hariyadi,Sigid. 2004. “BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air
Limbah.” Bogor : Institut Pertanian Bogor
Romadhoni,H.A.,Wasen,P.Pembuatan Biogas Dari Sampah Pasar.Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Pembangunan
Nasional"Veteran''Jawa Timur.
Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Biogas. Dewaruci, Jakarta
Simamora. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak Dan Gas Dari Kotoran Ternak.
Penerbit Jakarta
Wahyuni, Sri. 2008. Biogas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Yani M, Darwis AA. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi-
IPB.