PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKTOR USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
SEBAGAI PERCEPATAN PEREKONOMIAN NASIONALOleh : Muh.Fandhi Fanani,
SH, M.HumABSTRAKPENDAHULUANHukum dan pembagunan adalah terjemahan
dari Law and Development, yang mulai berkembang di Amerika Serikat
sesudah perang dunia kedua. Jika menurut pada pengertian yang
dikembangkan di Amerika khususnya yang berhubungan dengan
organisasi United States Agency for International Development
(USAID) dan lembaga seperti ford Foundation atau Rockefeller
Foundation, maka perkembangan ekonomi dan pembangunan
infrastruktur.1 Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa hukum yang
modern itu memberikan fasilitas dan ruang pada perencanaan ekonomi
sebab hukum modern itu sebagai sarana yang tepat untuk membangun
masyarakat.2Setidaknya dalam dua dasawarsa terakhir keuangan mikro
telah menjadi suatu wacanaglobal yang diyakini oleh banyak pihak
menjadi metode untuk mengatasi kemiskinan. Berbagai lembaga
multilateral dan bilateral mengembangkan keuangan mikro dalam
berbagai program kerjasama. Pemerintah di berbagai negara
berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada
berbagai program pembangunan. Tidak ketinggalan berbagai lembaga
keuangan dan lembaga swadaya masyarakat turut berperan dalam
aplikasi keuangan mikro.
Di Indonesia sendiri posisi keuangan mikro dalam tataran wacana
dan kebijakan masih marjinal meski sebenarnya keuangan mikro
memiliki sejarah yang amat panjang. Pada
beberapa waktu lalu terakhir wacana keuangan mikro kembali
diangkat mengikuti perhatian
1 Cao Lan, Book Review Law and Economic Development: A New
Bargaining? Texas International Law Journal, Vo.32, hlm.546.
2 Ibid, hlm.550yang juga semakin besar untuk mencari pendekatan
alternatif untuk menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan ekonomi
rakyat yang peran strategisnya semakin diakui (Krisnamurthi,
2002).
Krisis yang terjadi di Indonesia pada 1997 merupakan momen yang
sangat menakutkan bagi perekonomian Indonesia. Krisis ini telah
mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha
besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara
drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai
tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor
perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor industri dari
sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan
usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang
sebagian besar tetap bertahan,
bahkan cendrung bertambah.3Kemampuan usaha mikro di dalam
menghadapi krisis dan kemampuannya memberikan berbagai kontribusi
tersebut disebabkan oleh4 :
a. Sektor Mikro dapat dikembangkan hampir disemua sektor usaha
dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
b. Karena sifat penyebarannya yang sangat luas (baik sektor
usaha dan wilayahnya) sektor mikro juga sangat berperan dalam
proses berusaha dan pemerataan kesempatan kerja.
c. Usaha berskala kecil/mikro termasuk usaha-usaha anggota
koperasi pada umumnya sangatfleksibel, karena skala usaha yang
tidak besar serta kesederhanaan spesifikasi dan teknologi yang
digunakan akan lebih mudah menyesuaikan dengan
perubahan/perkembangan yang terjadi.
d. Usaha kecil/mikro merupakan industri padat modal, serta dalam
struktur biaya produksinya komponen tersebar adalah biaya variable
yang mudah menyesuaikan dengan perubahan/perkembangan yang
terjadi.
e. Produk-produk yang dihasilkan sebagian besar merupakan produk
yang berkaitan langsung
dengan kebutuhan primer masyarakat.
3
http://portaljakarta.com/peran-ukm-dalam-mendorong-kekompetitifan-perekonomian-indonesia4
Glen Glenardi, Peran Perbankan Dalam Pengembangan Keuangan Mikro,
disampaikan dalam rangka diskusi kelompok C-2 Temu Nasional dan
Bazar Pengembangan Keuangan Mikro tanggal 24 Juli 2002.hlm.290.
f.Usaha kecil/mikro lebih sesuai dengan dan lebih dekat dengan
kehidupan pada tingkat bawah (grassroot) sehingga upaya
mengentaskan masyarakat dari keterbelakangan akan lebih efektif
dengan mengembangkan koperasi dan usaha kecil-mikro.
Namun demikian, dibalik potensi dan kekuatan sektor mikro
tersebut, sebagian besardari pengusaha Mikro ini belum tersentuh
oleh pembiayaan dari Lembaga keuangan (Bank). Hal ini disebabkan
oleh kendala intern sektor mikro yang relatif tidak mampu memenuhi
persyaratan Bank teknis baik dari segi yuridis maupun kemampuan di
dalam penyediaan agunan yang dipersyaratkan oleh Perbankan.
Usaha Mikro kecil dan Menengah setiap tahun mengalami
peningkatan, dimana jumlahUMKM di Indonesia pada tahun 2008
sebanyak 48,9 Juta unit, terbukti memberikan kontribusi
53,28% terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) dan 96,18%
terhadap penyerapan tenaga kerja.5 Sedangkan Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan, sektor usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) bakal bertumbuh sekitar 25% pada 2010
dibandingkan prediksi 2009 yang berkisar 15-20 %.6Indonesia
memiliki salah satu sektor keuangan mikro yang paling banyak aneka
ragamnya serta merupakan salah satu paling luas didunia. Secara
garis besar, sektor itu dapat dibagi atas bank dan bukan bank,
berikut ini 7:
1. Bank
a. BRI Unit: berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI.
b. BPR: berupa bank-bank mikro yang tunduk pada undang-undang
Perbankan serta P&P
oleh BI.
2. Bukan bank
5 Abdullah Abidin, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) sebagai kekuatan strategis dalam mempercepat pembangunan
daerah. Jurnal Umum Program Pasca Sarjana Universitas
Hassanudin.Hlm.2
6
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=303:2010-sektor-umkm-diprediksi-
tumbuh-25&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98
7 Dominique Galmann, Lembaga Keuangan Mikro Indonesia. Gema PKM
Indonesia. Hlm.112.
a. Keluarga LKM bukan bank yang besar (LKDP seperti LPD di Bali,
BKK di jawa tengah dan sebagainya, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan
BK3D, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah besar.
b. Keluarga LKM bukan bank yang kecil, dengan simpanan atau
aktiva yang berjumlah kecil,walaupun mencangkup banyak LKM.
c. Berbagai progam keuangan mikro, NGO, dan ratusan ribu
asosiasi tidak resmi, kelompok swadaya masyarakat, dll.
Berdasarkan data tersebut di atas, keberadaan UMKM sangat
strategis baik secara nasional maupun di daerah. UMKM memiliki
posisi penting, bukan saja dalam penyerapan tenaga kerja dan
kesejahteraan masyarakat di Indonesia, dalam banyak hal mereka
menjadi perekat dan menstabilkan masalah kesenjangan sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu upaya untuk menumbuhkan
iklim kondusif bagi perkembangan UMKM dalam mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
Analisa mengenai kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia saat ini
telah banyak disampaikan baik dalam laporan resmi berbagai lembaga
publik maupun dari para ekonom. Secara umum dikatakan bahwa
stabilitas ekonomi makro Indonesia hingga kini dapat terjaga secara
baik, seperti tercermin pada deficit fiskal yang terkendali, laju
inflasi yang relatif rendah, maupun nilai tukar rupiah yang stabil.
Akan tetapi tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih
moderat.
Sumber utama pertumbuhan ekonomi masih bertumpu pada konsumsi
sementara pertumbuhan investasi dan ekspor neto masih relatif
rendah. Dengan tingkat pertumbuhan seperti ini, kemampuan ekonomi
Indonesia untuk mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan
juga terbatas.8 Yang perlu ditekankan dalam anatomi ekonomi
Indonesia saat ini adalah perubahan struktural ekonomi yang tengah
berlangsung dan implikasinya bagi penguatan kebijakan publik yang
diperlukan ke depan. Dalam kaitan ini, perubahan struktural
ekonomi setidaknya bisa dilihat dari dua sisi, yaitu di sektor
riil, perubahan struktural yang
8 Perry wajiyo, Pembiayaan Pembangunan Sektor UMKM :
Perkembangan dan Strategi Ke Depan , Makalah Pusat
Pendidikan dan Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Hlm.30.terjadi berkaitan erat dengan beratnya permasalahan yang
dihadapi sektor korporat sejak krisis tahun 1997.
Kompleksitas permasalahan yang masih dihadapi oleh
perusahaan-perusahaan besar (korporat) seperti ini telah membawa
beberapa perubahan struktural dalam ekonomi Indonesia, antara lain
sebagai berikut :91. Struktur ekonomi Indonesia telah mengalami
perubahan dengan peran sektor UMKM yang lebih besar dibandingkan
dengan periode sebelum krisis. Hal ini mengingat sementara sektor
korporat masih dalam proses restrukturisasi yang berjalan lamban,
sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus mengalami
peningkatan.
2. Permasalahan di perusahaan besar di sektor industri
manufaktur telah menimbulkanterjadinya proses deindustrialisasi
dalam struktur ekonomi Indonesia. Sebagai contoh, dari
30 kelompok komoditi ekspor nonmigas Indonesia sejak krisis
hanya 10 kelompok komoditi yang tumbuh tinggi (di atas 10%) dan 8
diantaranya adalah komoditi primer (pertanian dan
pertambangan).
3. Beratnya permasalahan sektor riil antara lain tercermin pada
masih rendahnya pemanfaatan apasitas produksi yang secara rata-rata
tidak lebih dari 60% kapasitas terpasang. Kondisi sektor riil
seperti ini telah menyebabkan meningkatnya Increamental Capital
Output Ratio (ICOR) yang sebelum krisis berada pada kisaran angka 3
kini menjadi lebih dari 5.
4. Permasalahan struktural di sektor riil juga menyebabkan masih
tingginya resiko kredit darisisi perbankan. Tingginya resiko kredit
pada sektor korporat lebih terkait dengan proses restrukturisasi
yang berjalan lambat, sementara resiko kredit untuk sektor UMKM
terutama didorong oleh kemampuan kewirausahaan dan belum
berjalannya lembaga penjaminan kredit khususnya di daerah.
Suatu perusahaan atau perorangan yang mempunyai total assets
maksimal Rp. 600 jutatidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.
Untuk Kementerian Perindustrian kriteria usaha kecil sama dengan
Bank Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS); Usaha rumah tangga
9 Ibid.Hlm.31.
mempunyai : 1-5 tenaga kerja, Usaha kecil mempunyai : 6-19
tenaga kerja, Usaha menengah mempunyai : 20-99 tenaga kerja. Kamar
Dagang Industri Indonesia (KADIN); Industri yang mempunyai total
assets maksimal Rp.600 juta termasuk rumah dan tanah yang ditempati
dengan jumlah tenaga kerja dibawah 250 orang. Kementerian Keuangan;
Suatu badan usaha atau perorangan yang mempunyai assets
setinggi-tingginya Rp. 300 juta atau yang mempunyai omset
penjualannya maksimal Rp. 300 juta per tahun.10Pada umumnya
permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
antara lain meliputi 11:
1. Faktor Internal
a. Kurangnya permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan
untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM,
oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat
terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif
dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas sebagian besar usaha
kecil tumbuh secaratradisional dan merupakan usaha keluarga yang
turun menurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi
pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat
berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha
tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu
dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit
untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan
daya saing produk yang dihasilkannya.
c. Lemahnya Jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha
kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat
terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda
dengan usaha besar
10 Op Cit. hlm.211 Abdul Rosyid, Manajemen Usaha Kecil Menegah
dan Koperasi. Dalam suatu makalah. Hlm. 5.
yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung
dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi
yang baik.
2. Faktor Eksternala. Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif
kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuhkembangkan usaha kecil dan
menengah (UMKM), meskipun dai tahun ke tahun terus disempurnakan,
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara
lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara
pengusaha- pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha kurangnya informasi
yang berhubugan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak
cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana
yang diharapkan.
c. Implikasi Otonomi Daerah dengan berlakunya Undang-Undang
No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daeah mempunyai
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan
sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil
dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada
usaha kecil dan menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah
(UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang
menciptakan kondisi yang kurang menraik bagi pengusaha luar daerah
untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya
merupakantanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan
perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut 12:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
12 Mohammad Jafar Hafsah, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah. Hlm. 43
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif
antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha
serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan
sebagainya.
2. Bantuan PermodalanPemerintah perlu memperluas skim kredit
khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk
membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa
finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan,
leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain:
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini
BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia.
Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani
UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM . Yang harus
dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM
ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi
memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional
yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan
(win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM,
atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di
luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha.
Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan
bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai
kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari
dalam maupun luar negeri.
5. PelatihanPemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM
baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan
pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan
usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk
menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori
melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang
dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan AsosiasiAsosiasi yang telah ada perlu diperkuat,
untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan
informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha
bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha
besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan
produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan
talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang SetaraPerlu adanya kerjasama
atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha
(UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait
dengan perkembangan usaha.
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat
diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan
masyarakat (Karsidi, 1988), sebagai berikut:
1. Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan
akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta
kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri.
2. Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping
menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku
atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan
untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat
sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu
sendiri. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi
kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus
diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan
mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu
sendiri.
3. Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan
masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal
masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya
benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah
membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan
pengetahuan lokal (bahkan tradisional) masyarakat tidak sempat
mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat
memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah
terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang
diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah
mereka. Bahkan dalam banyak hal, pengetahuan modern dan inovasi
dari luar malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi.
Karenanya pengetahuan local masyarakat dan pengetahuan dari luar
atau inovasi, harus dipilih secara arif dan atau saling melengkapi
satu sama lainnya.
RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah cara UMKM mendapatkan akses fasilitas pembiayaan
dari pihak perbankan?
2. Bagaimanakah peranan Pemerintah terhadap UMKM baik ditingkat
pusat maupun daerah?
3. Bagaimanakah penyelesaiannya apabila di dalam UMKM terjadi
kegagalan pasar (MarketingFailure) dan penurunan belanja barang
(deficit spending unit)?
TUJUAN PENELITIANTujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah
:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara debitur UMKM mendapatkan
akses fasilitas pembiayaan dari pihak Perbankan
2. Untuk mengetahui bagaimanakah kerjasama UMKM dengan pihak
Pemerintah.
3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila di dalam
melaksanakan UMKM terjadi kegagalan pasar (Marketing Failure) dan
penurunan belanja barang (Deficit Spending Unit)?
METODE PENELITIANMetode penelitian dalam penulisan karya ilmiah
ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu : penelitian dengan
menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundangan-undangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan
yang ada dilapangan, kemudian dianalisis dengan membandingkan
antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada dalam peraturan
perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan.13
Sedangkan sifat penelitiannya bersifat kualitatif, yaitu : Data
mentah dari dunia empiris, yang berujud uraian terinci, kutipan
langsung, dan dokumentasi kasus. Data ini dikumpulkan sebagai suatu
yang terbuka (open-ended narrative), tanpa mencoba mencocokan suatu
gejala dengan kategori baku yang telah ditetapkan sebelumnya,
sebagaimana jawaban pertanyaan dalam kuesioner.14Pengumpulan data
pada penelitian ini dilakukan terhadap data yang bersifat
sekunderyang ada di perpustakaan. Dimana dalam penelitian pada
umumnya untuk menentukan jenis dari suatu penelitian itu dibedakan
antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari
bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat
dinamakan data primer (atau dasar), sedangkan yang diperoleh dari
bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan
data sekunder.
13
http://www.skripsi-tesis.com/06/27/tinjauan-yuridis-tentang-perlindungan-hukum-terhadap-uang-tunai-di-
bank-oleh-perusahaan-asuransi-2-pdf-doc.htm
14 Ivanovich Agusta, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Kualitatif, dalam suatu makalah.hlm.1.Data Sekunder mencakup
(Soerjono Soekanto, 1982:52):
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa
norma dan peraturan perundang-undangan, yaitu :
1. Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah
2. Inpres RI No.6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil, dan
Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil, dan Menengah.
3. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Republik Indonesia No.02/Per/M.KUKM/I/2008 tentang Pedoman
Pemberdayaan Business Development Services-Provider (BDS-P) untuk
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM).
4. Peraturan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
Republik IndonesiaNo.30/Per/M.KUKM/VIII/2007 tentang Petunjuk
Teknis Perkuatan Permodalan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan
Lembaga Keuangannya dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan
Melalui Lembaga Modal Ventura
5. Peraturan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
Republik IndonesiaNo.28/Per/M.KUKM/VII/2007 tentang Pedoman Program
Sarjana Pencipta Kerja Mandiri
(Prospek Mandiri).
6. Peraturan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia No.14/Per/M.KUKM/VII/2006 tentang Petunjuk
Teknis Dana Penjaminan Kredit dan Pembiayaan Untuk Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.
Bahan Hukum sekunder, yang memberikan penjelasan menganai bahan
hukum primer, seperti rancangan UU, hasil-hasil penelitian, hasil
karya dari kalangan hukum dan seterusnya.
Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya
adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.
Jadi penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
HASIL DAN PEMBAHASANPemberdayaan Masyarakat Sektor UMKMKebijakan
tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan ekonomi dan
kebijakan stabilitas sosial. Dan keberhasilan pada satu sisi suatu
kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur
interaksi mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi
seberapa baik kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi
pengembangan ekonomi, yang juga harus membangun jejaring dengan
layanan organisasi ekonomi dan sosial lain, dan bagaimana kondisi
sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas implementasinya.
UMKM dan bisnis pemula menjadi penghela penciptaan tenaga kerja
di tingkat lokal. Penumbuhan UMKM dan bisnis pemula mempunyai andil
pending dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja diberbagai wilayah.
Agar kebijakan UMKM dan bisnis pemula berjalan dengan baik,
otoritas pemerintah daerah harus melibatkan mereka dalam setiap
proses penyusunan dan implementasi kebijakan.
Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar
pembisnis, tega ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis
dapat membantu menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan
keterampilan yang sesuai dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja.
Otoritas daerah dapat menawarkan insentif untuk mengembangkan
pelatihan keterampilan, dan mendorong partisipasi dalam
pelatihan.
Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar
berubah cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi
dengan perubahan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempercepat
kapasitas pekerja untuk mempelajari keterampilan baru, dan alih
keterampilan bagi industri yang lain.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk UMKM keterlibatan
stakeholder sangat menentukan keberhasilannya. Semua peran dan
keterlibatan stakeholder UMKM berkembang sesuai dengan cara pandang
mereka terhadap UMKM. Adapun keterlibatan stakeholder UMKM dalam
pemenuhan kebutuhan pemberdayaan masyarakat untuk UMKM yang sudah
terjadi dan banyak dilakukan selama ini, dapat diidentifikasikan
seperti tertera pada tabel 1. Keterlibatan tersebut masih
sendiri-sendiri dan kurang intergratif antara stakeholder satu
dengan yang lain.
Tabel 1. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Pemberdayaan UMKM Dari
berbagai Instansi Terkait (Stakeholder)
No.Kebutuhan
PembelajaranKeadaan Sekarang
InstansiSpesifikasi Pelayanan
1Kemampuan
Teknologi- Disperindagkop PKM
- Perguruan Tinggi
- LSM
- Sekolah Kejuruan, Disnaker- Pelatihan
- Pembinaan
- Pengabdian Masyarakat
- Bimbingan Usaha
- Pelatihan
- Kursus
- Magang
2PengetahuanPermodalanDisperindagkop dan PKM- Pembinaan-
Pelatihan
3PengetahuanPemasaranDisperindagkop dan PKM- Pembinaan
organisasi- Pendaftaran
- Perizinan
- Pembinaan niaga
- Kemitraan
- Pembinaan koperasi
4PeningkatanKreativitas-Secara khusus belum ada
5PeningkatanPrakarsa-Secara khusus belum ada
6Peningkatan
Keuletan Berusaha-Secara khusus belum ada
7PeningkatanKeberanian
Beresiko-Secara khusus belum ada
8PeningkatanKewirausahaan- Disperindagkop dan PKM- Perguruan
Tinggi
- LSM
- DisnaskerPelatihan-pelatihan
9LayananPermodalan- BUMN- PerbankanPromosi Pinjaman Modal
TerkaitProyek
(Sumber : Karsidi 2003)Berikut diajukan pola alternatif hubungan
antar peran masing-masing stakeholder UKM yang diharapkan mampu
memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan UKM (Karsidi dan
Irianto, 2005):
1. UMKMUMKM sebagai pelaku memegang peran yang sangat penting
(pemegang kunci) dalam rangka pemberdayaan mereka sendiri. Dalam
memberdayakan UMKM perlu diberikan motivasi dan manfaat dari
berbagai peluang dan fasilitasi yang diberikan oleh berbagai pihak
(stakeholder yang lain) karena tanpa partisipati UMKM secara
individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha pemberdayaan
yang dilakukan. Namun demikian perlu disadari setiap program
pemberdayaan harus berangkat pada pemenuhan kebutuhannya, meski
kadang untuk menentukan kebutuhan tersebut membutuhkan pendampingan
pula.
2. Kelompok/Koperasi
Beragamnya jenis usaha dan skala usaha memang memerlukan beragam
perlakuan yang berbeda. Untuk itu, perlu dilihat masalah demi
masalah, apakah ada masalah yang perlu penanganan secara kelompok
atau dilakukan secara individual. Masalah permodalan misalnya akan
lebih mudah penanganannya dengan sistem kelompok karena dapat
mengurangi risiko dan memudahkan dalam pembinanaannya. Kalau
kelompok usaha mikro kemudian menjadi lebih besar dan
teradministrasi dengan baik, maka kemudian dapat dikembangkan
menjadi koperasi. Melalui koperasi diharapkan bisa memperkuat
kekuatan tawar pasar baik dalam mendapatkan bahan baku, proses
produksi, maupun penjualan produk. Demikian pula dengan berbagai
fasilitas yang tersedia bagi lembaga koperasi akan dapat dinikmati
oleh para anggotanya.
3. Asosiasi UsahaAsosiasi Usaha dapat membantu UKM dalam
berbagai aspek bagi anggotanya terutama dalam hal ini kaitannya
dengan pasar akan memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, baik
dalam penetapan harga maupun sistem pembayaran dan menciptakan
persaingan usaha yang sehat.
4. Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank)Salah satu masalah klasik
pemberdayaan UMKM adalah masalah kekurangan modal, namun UMKM
enggan untuk datang ke bank khususnya karena terkait oleh banyaknya
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh fasilitas kredit dari
perbankan. Sebaliknya sering lembaga keuangan menghadapi masalah
bagaimana memasarkan modal yang dihimpun dari masyarakat tersebut
dapat Seminar Nasional Pengembangan SDM Indonesia,Bogor 21
September 2005, 8 (delapan) tersalur kepada pengusaha UMKM
dengan aman. Artinya kedua belah pihak sebenarnya dapat membentuk
hubungan yang saling menguntungkan. Untuk itu perlu diupayakan
pendekatan baru perbankan terhadap UMKM, yang salah satunya dengan
pendekatan melalui Kelompok Simpan Pinjam (KSM) maupun kelompok
usaha (koperasi) dalam memberikan layanan kredit terhadap UMKM.
Adanya pendekatan kelompok tidak akan efektif jika pandangan Bank
terhadap UMKM masih menggunakan paradigma lama bahwa kredit
terhadap UMKM tidak ekonomis dan berisiko. Untuk itu perlu
menggunakan paradigma baru, dimana UMKM harus dipandang tidak
sebagai pemanfaat kredit saja, namun juga sebagai sumber potensial
tabungan. Secara lengkap perbandingan paradigma bank terhadap
UMKM.
5. PasarPasar perdagangan hasil produksi UMKM dapat berupa pasar
dalam negeri (domestik) maupun pasar ekspor. Hubungan baik antara
pelaku UMKM dan pelaku pasar (pembeli maupun ekspotir ) perlu
dijaga kesinambungannya. Demikian pula dengan adanya perubahan
kondisi pasar harus cepat dapat diantisipasi. Dalam hal ini dapat
difasilitasi oleh pemerintah, Perguruan Tinggi/LSM/Swasta, maupun
Asosiasi usaha.
6. PemerintahPeran pemerintah dalam mengembangkan UMKM maupun
lembaga lain yang terkait dengan pemberdayaan UMKM seperti
koperasi, Asosiasi, Perguruan Tinggi,dan Lembaga Keuangan, dapat
diwujudkan dengan kebijakan yang berpihak terhadap pengembangan
usaha UKM itu sendiri.
7. Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi memiliki peran sebagai konsultan pengembang
usaha dalam berbagai aspek, yaitu: manajemen, produksi, pasar dan
pemasaran bahkan sampai fasilitasi dalam menghubungkan UKM ke
lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Idealnya jasa layanan
yang diberikan Perguruan Tinggi harus dapat ditanggung pembiayaan
oleh UKM sendiri, namun sampai saat ini belum banyak UMKM yang
menanggung atas jasa yang diterimanya.
Pemberdayaan Masyarakat Untuk usaha mikro pendekatan
pembinaannya adalah welfare approach (pendekatan Kesejahteraan )
yang bobotnya lebih pada pendekatan sosial. Sedangkan usaha kecil
dan menengah diberdayakan dengan business approach ( pendekatan
Bisnis ). Untuk itu, ada beberapa sasaran fokus yang dapat di
lakukan 15:
15
http://peoplecrisiscentre.org/index.php?option=com_content&view=article&id=97:berita&catid=1:artikel
1. Fokus dalam sektor. Kalau kita lihat sektor-sektor dominan
dalam UMKM maka kita perlu bedakan antara sektor pertanian dan
non-pertanian. Sektor pertanian membutuhkan penanganan tertentu
yang berbeda dengan sektor non-pertanian.
2. Dari pantauan yang kami lakukan maka disini juga perlu
dipilih kelompok UMKM (UsahaMikro Kecil Menengah) yang kiranya
dapat menjadi penghela bagi yang lain. Kami fokuskan pada UMKM
kecil/ menengah yang mempunyai potensi ekspor.
3. Dari fokus ini maka kami menyarankan agar pembinaan diarahkan
kepada pembinaankompetensi melalui mekanisme ekspor. Kami melihat
ini menjadi penting karena dengan segera kita dapat menumbuhkan
berbagai kompetensi sekaligus dan terarah kepada persayaratan usaha
yang mantap dalam era pasar bebas.
Dalam kerangka pemikiran tersebut, ada beberapa model ekonomi
rakyat, baik yang sudah ada maupun belum yang dapat dikembangkan,
antara lain :
Industri di desa, yaitu industri yang mengambil lokasi di desa
untuk mengatasi masalah urbanisasi, antara lain industri sepatu,
garment, dan industri pembuatan gagang cangkul.
Industri pedesaan, yaitu industri yang mengolah produk-produk
pedesaan antara lain singkong untuk gaplek; kayu sengon untuk
vineer, papan laminasi, dan kusen pintu; industri kopi; teh dan
lainnya,
Integrated atau mixed farming, yaitu pertanian terpadu yang
antara lain meliputi ternakayam, kambing/ domba dan sapi, kolam
ikan dikombinasikan dengan tanaman padi, jagung, dan sayur mayur
lainnya untuk menghasilkan organic farming,
Pola PIR, seperti model kelapa sawit, tebu, dan lainnya.Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperkuat UMKM dapat dilakukan melalui
cara16:
1. Perkuatan permodalan dan manajemen lembaga keuangan
2. Penggalangan dukungan dan fasilitasi pembiayaan UMKM dengan
lembaga keuangan;
3. Penggalangan partisipasi berbagai pihak dalam pembiayaan UMKM
(Pemda, Luar Negeri, dll);
16 Ibid4. Optimalisasi pendayagunaan potensi pembiayaan UMKM di
daerah (Bagian Laba BUMN, Dana Bergulir, Yayasan, Bantuan Luar
Negeri);
5. Peningkatan Capacity Building UMKM6. Training bagi pengelola
UMKM, untuk meningkatkan kapasitas pengelola
7. Perlu adanya lembaga penjamin untuk menjamin kredit UMKM
Contoh Pemberdayaan Masyarakat sektor UMKM dapat diketemukan
dalam daerah pedesaan misalnya Upaya pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan Danone Aqua mungkin dapat dijadikan salah satu inspirasi
bagi dunia industri. Sebagai salah satu pelaku industri, PT Tirta
Investama, produsen air minum dalam kemasan Aqua melakukan sejumlah
pemberdayaan masyarakat dan dukungan pengembangan UMKM sebagai
bagian dari kegiatan CSR Danone Aqua. Program CSR telah dilakukan
Danone Aqua sebelum melakukan investasi di berbagai daerah melalui
pembangunan pabriknya. Hal ini berbanding terbalik dengan kebiasaan
investor yang baru mulai melakukan CSR ketika pabriknya sudah
berdiri.
Tujuan peningkatan ekonomi masyarakat menjadi target dari
kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan UMKM oleh Danone
Aqua. Di wilayah Pasuruan tempat 2 lokasi pabrik Aqua berdiri
menjadi salah satu contoh dimana Tim CSR Danone Aqua bekerjasama
dengan LSM membentuk kelompok-kelompok kerja. Salah satunya
kelompok kerja Jati Anom di Desa Karangjati yang mengelola sampah
plastik menjadi sebuah kerajinan dan sampah organik menjadi
kompos.17Ada juga kelompok kerja lainnya dari warga desa yang
terdiri dari kaum pria yang melakukan budidaya jamur tiram dan
keripik. Contoh lain juga dilaksanakan di Desa Dayurejo dimana CSR
Danone Aqua membantu pemberdayaan masyarakat sekitar lewat
pengolahan sabun sereh, arang, dan budidaya tanaman kopi. Di daerah
Kebon Candi, Danone Aqua juga membantu pertanian organik,
peternakan sapi perah dan kambing etawa masyarakat sekitar. Diluar
dukungan pemberdayaan masyarakat di lapangan, beberapa pelatihan
kerja berupa
motivasi kewirausahaan, teknis kewirausahaan, pemberian bantuan
modal awal, alat-alat,
17 http:// www.beritajatim.com/ detailnews . php / 1 / Ekonomi
/2011 02 -15/92834/ Inilah _ Pemberdayaan _ Masyarakat _ lewat _CSR
_ ala _ Aqua
bahan baku hingga pendampingan juga dilakukan Danone Aqua dan
LSM. Bahkan Danone Aqua bekerjasama dengan UMKM di Pasuruan
mengembangkan Koperasi bernama Akar Daun untuk keberlanjutan dan
kemandirian kelompok kerja yang ada. Hal ini memudahkan
pengembalian modal kerja sehingga dapat bermanfaat untuk
pengembangan usaha masyarakat yang lainnya. Danone Aqua juga secara
aktif memberikan media promosi bagi produk UMKM tersebut dengan
mengikutsertakan mereka dalam sejumlah pameran dalam skala
regional.
Contoh lainnya upaya pengembangan dan peningkatan kinerja UKM
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Probolinggo antara
lain dengan memperluas jaringan pemasaran yang berorientasi pada
peningkatan akses pasar dalam rangka memotong rantai distribusi dan
mengenalkan produk potensi daerah pada tingkat Nasional maupun
Internasional melalui pameran dan Expo yang diselenggarakan di
dalam maupun di luar negeri.
Salah satu contoh UKM yang bergerak dibidang usaha Handycraf
mengikuti pameran di Jepang untuk memamerkan hasil produknya
melalui fasilitasi pemerintah daerah Kota Probolinggo. Berkat
adanya pameran tersebut, jaringan pemasaran produknya telah dikenal
dan memasuki pasar kota-kota besar di Indonesia. Upaya lain yang
telah dilaksanakan dalam pemberdayaan UKM adalah melalui penyaluran
sarana penunjang usaha yang diberikan secara langsung kepada
pengusaha skala kecil, menengah guna memotivasi UKM untuk
berinovasi dan berkreasi meningkatkan usahanya sehingga
meningkatkan pendapatan keluarga khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Kepedulian pemerintah Kota Probolinggo terhadap keberadaan
UKM tidak sampai disini saja, dengan memanfaatkan salah satu
potensi daerah berupa hasil laut yang diolah menjadi krupuk ikan
jenggelek, rempeyek tulang ikan, rambak ikan dan tepung udang
sebagai produk unggulan Kota Probolinggo terus diperkenalkan dan
dipromosikan. Merupakan langkah yang tepat dan tanggap dengan
menyediakan show room sebagai sarana mewujudkan gelar promosi
produk unggulan Kota Probolinggo dengan dibangunnya pusat
Oleh-Oleh di kawasan Ruang Tatanan Hijau.1818 http://
www.bangertelecenter.com /
index.php/informasi/klinik-ukm/76-perkembangan-ukm-di-kota-
probolinggo.html
Secara konseptual pemberdayaan UMKM terutama dapat dilakukan
dengan sistem pemberdayaan pelaku UMKM itu sendiri. Keberhasilan
pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UMKM sebagai pelaku
maupun stakeholder lain yang turut serta dan berperan dalam
pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak menitikberatkan pada
metode bottom up, dimana perencanaan lebih diupayakan menjawab
kebutuhan sasaran dan dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek
pemberdayaan UMKM, untuk menggugah partisipasi masyarakat sasaran
langkah-langkah yang dilakukan (Karsidi, 2005), adalah:
1. Identifikasi Potensi2. Analisis Kebutuhan
3. Rencana Kerja Bersama
4. Pelaksanaan Program Kerja Bersama
5. Monitoring dan Evaluasi.
Identifikasi potensi, dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
Sumberdaya Manusia (SDM) UMKM dan lingkungan internalnya baik
lingkungan sosial, ekonomi dan Sumberdaya Alam (SDA) khususnya yang
terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal UKM. Dengan
langkah ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan
memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayah masing-masing. Dalam
identifikasi ini melibatkan stakeholder UKM dan tokoh masyarakat
maupun instansi terkait.
Analisis kebutuhan, tahapan analisis ini dilakukan oleh
perwakilan UMKM yang dapatdifasilitasi oleh Perguruan
Tinggi/LSM/Swasta, maupun instansi terkait tentang berbagai
kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar. Dengan pola analisis
kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya
manifestasi kebutuhan UKM selaku individu pengusaha dan sebagai
anggota kelompok. Dengan demikian antara individu pelaku UKM dan
kelompok dapat diharapkan saling beriringan dan saling mendukung
dalam mencapai tujuan kemajuan bersama.
Rencana program kerja bersama, setelah kebutuhan dapat
ditentukan maka kemudiandisusun sebuah rencana program kerja
bersama untuk mencapai kondisi yang diinginkan berdasarkan skala
prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini baik Perguruan
Tinggi/LSM/Swasta, maupun instansi terkait sebagai fasilitator.
Pelaksanaan program kerja bersama, jikalau program kerja telah
disepakati maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program
kerja. Dalam tahap ini fungsi instansi pemerintah terkait selaku
fasilitator, sedangkan Perguruan Tinggi/LSM/Swasta dapat bertindak
selaku pemberi jasa konsultansi. Sebagai konsultan, idealnya
Perguruan Tinggi harus mendapatkan jasa dari layanan yang diberikan
kepada UKM. Kebutuhan akan permodalan UKM salah satunya dapat
dipenuhi dengan memperankan fungsi fasilitasi Konsultan Keuangan
Mitra Bank (KKMB) bagi pengrajin maupun kelompok. KKMB ini lahir
sebagai perubahan paradigma baru terhadap UMKM dari perbankan
(lihat tabel 2), bahwa:
1. UMKM mempunyai potensi menabung
2. Bank perlu aktif menjemput Bola
3. UMKM membutuhkan kemudahan memperoleh kredit/layanan
perbankan
4. Bank perlu memobilisasi tabungan dari UMKM
5. Biaya dapat ditekan melalui pendekatan kelompok
6. Risiko dapat ditekan melalui pendekatan kelompok
Selain Bank memberikan kredit sebagai tugas utamanya, Bank dapat
membantu UMKM dengan memberikan pendampingan (Technical
Assistant/TA) baik dilakukan oleh Bank sendiri atau bekerjasama
dengan pendamping yang dibentuk oleh Perguruan
Tinggi/LSM/Swasta.
Monitoring dan evaluasi, berfungsi tidak saja untuk mengetahui
hasil pelaksanaanprogram kerja bersama apakah yang dikerjakan sudah
sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan bersama, namun
juga untuk membuat penyesuaian-penyusuaian jika diperlukan sesuai
dengan perubahan kondisi lingkungan.
Beranjak dari konsep pemberdayaan UMKM tidak terlepas dari asas
dan Tujuan pemberdayaan UMKM itu sendiri, adapun asas-asas dan
tujuan UMKM adalah sebagai berikut19:
Asas-Asas UMKM :
1. Kekeluargaan;
Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah asas yang
melandasi upaya
pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah sebagai bagian dari
perekonomian nasional
19 Pasal 2 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
perinsip kebersamaan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.
2. Demokrasi Ekonomi;Yang dimaksud dengan asas demokrasi ekonomi
adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian
nasional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
3. Kebersamaan;Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah asas
yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan
Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
4. Efisiensi Berkeadilan;
Yang dimaksud dengan asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang
mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
5. Berkelanjutan;Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah
asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk
perekonomian yang tangguh dan mandiri.
6. Berwawasan lingkungan;
Yang dimaksud dengan asas berwawasan lingkungan adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan
tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup.
7. Kemandirian;Yang dimaksud dengan asas Kemandirian adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah yang dilakukan dengan
tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
8. Keseimbangan Kemajuan; dan
Yang dimaksud dengan asas keseimbangan kemajuan adalah asas
pemberdayaan Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah yang berupaya
menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan
ekonomi nasional.
9. Kesatuan Ekonomi Nasional;
Yang dimaksud dengan asas kesatuan ekonomi nasional adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah yang merupakan bagian
dari pembangunan kesatuan ekonomi Nasional.
Sedangkan Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
adalah :
1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan.
2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
Bagi masyarakat yang ingin menyelami UMKM ada beberapa kriteria
yang harusdipenuhi antara lain 20:
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
20 Pasal 6 UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
Menengah.
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah). (3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratusjuta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, dan ayat (2) huruf a, huruf b,serta ayat (3) huruf a, huruf b
nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan
perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Sebagai Percepatan Perekonomian NasionalUsaha skala kecil,
Mikro, dan menengah (UMKM) di daerah selama ini sering dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di daerah itu sendiri,
seperti tingkat kemiskinan yang tinggi; jumlah pengangguran yang
besar, terutama bagi golongan masyarakat yang berpendidikan rendah;
ketimpangan distribusi pendapatan; proses pembangunan yang tidak
merata antara kota dengan desa serta masalah urbanisasi dengan
segala aspek negatifnya. Artinya keberadaan usaha kecil dan
menengah di daerah diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi
positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan
masalah-masalah tersebut.
Ketidakberdayaan masyarakat salah satunya akibat kebijakan yang
mismatch di masalalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor
pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif.
Berkaitan dengan itu pembangunan ekonomi kerakyatan di Indonesia
difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan,
nelayan, perajin, dan pengusaha industri kecil. Untuk memajukan
ekonomi nasional sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang
berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan UMKM sebagai sokoguru
perekonomian masyarakat. Berkembangnya UMKM di daerah diharapkan
dapat
memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi Nasional dan
sekaligus meningkatkan ekonomi pendapatan perkapita bagi
negara.21Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan enam program
baru untuk mendukung percepatan ekonomi di Indonesia. Keenam
program baru tersebut meliputi ketahanan pangan, sektor energi,
pengadaan infrastruktur, pengadaan sarana transportasi laut dan
udara, pembenahan di sektor pembiayaan, serta mendorong
berkembangnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Modernisasi
pasar tradisonal yang dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadi
langkah awal untuk melindungi UMKM di tengah merajalelanya
pusat-pusat perbelanjaan. Pemberian stimulus melalui Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan program-program pengembangan ekonomi lokal harus
terus dilakukan untuk menciptakan persaingan yang sehat
antara UMKM dengan pengusaha besar.22Tujuan UMKM dalam Pasal 3
UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro kecil dan Menengah
dijelaskan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam
rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi yang berkeadilan. Hal tersebut berarti pemerintah memang
sangat mendukung diadakannya program UMKM bagi masyarakat khususnya
bagi masyarakat pedesaan dan umumnya untuk pertumbuhan perekonomian
secara nasional.
Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan
untukpengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya
secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi,
wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi,
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan
lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ada dua hal yang dijadikan kriteria pertimbangan intervensi
dalam pengembangan kewirausahaan, yaitu23 : (a) justifikasi
intervensi publik, serta (b) kegagalan dan hambatan
pasar dalam pengembangan kewirausahaan.
21 Almasdi Syahza, Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui
Pengembangan Koperasi Berbasis Agribisnis di DaerahPedesaaan.
Lembaga Penelitian Universitas Riau. Hlm.1
22
http://economy.okezone.com/read/2011/05/02/279/452084/menelaah-program-baru-penunjang-ekonomi23
I wayan Dipta, Menumbuhkan Kewirausahaan: belajar dari APEC-UKM di
Santiago. Makalah.hlm.1
Kebijakan promisi kewirausahaan di kawasan ekonomi APEC merespon
akan kebutuhan untuk mengkoreksi kegagalan pasar yang mencegah
alokasi sumberdaya produktif secara optimal. Selain kegagalan
pasar, pertimbangan justifikasi intervensi publik yang lain dalam
ekonomi, adalah : distribusi pendapatan yang tidak merata,
ketidakseimbangan ekonomi makro; pencarian harmonisasi sosial dan
etnis; ketidakseimbangan antara perkembangan desa dan kota; dan
kesamaan gender. Prioritas diantara tujuan-tujuan tersebut diatas
tergantung pada opsi-opsi kebijakan yang dipilih oleh
konstituen.
Secara keseluruhan, kegagalan pasar meliputi, antara lain :
kekurangan kompetisi, keberadaan barang publik, eksternalitas,
pasar tidak lengkap, ketidaksimetrisan informasi, dan keterbatasan
akses kredit untuk pelatihan modal manusia. Secara khusus,
kebijakan aksi promosi kewirausahaan ditujukan untuk mengatasi
kegagalan pasar serta memperkuat sektor swasta penghela wirausaha.
Kegagalan dan hambatan pasar yang mampu mencegah keterbatasan
aktivitas pengembangan wirausaha sering merupakan isu lintas sektor
di sebagian besar kawasan ekonomi APEC, yaitu :
a) Asimetrik informasi;b) Pelatihan modal manusia yang
jelek;
c) Keterbatasan akses dana;
d) Keterbatasan kemampuan inovasi;
e) Birokrasi pemerintahan yang berlebihan; dan f) Biaya
transaksi masuk dan keluar pasar.
Sumber daya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong
pengembangan bisnis dengan memfasilitasi pengusaha untuk mengakses
informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan sumber daya
manusia yang dibutuhkan bagi keberhasilan bisnisnya. Lebih penting
lagi, otoritas daerah harus mampu melakukan upaya penyederhanaan
proses administrasi bagi usaha pemula (new business
start-up).Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental
untuk penguatan kapasitas inovasi ditingkat lokal. Adapun aktor
utama dalam sistem ini meliputi pemerintah setempat, industri,
lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk penguatan operasi sistem
inovasi lokal,
pemerintah daerah perlu mengembangkan kolaborasi antara industri
dan perguruan tinggi dengan menyediakan insentif untuk pengembangan
usaha patungan antara pengusaha daerah dan perguruan tinggi.
Pengembangan inkubator akan meningkatkan diseminasi ilmu
pengetahuan dalam sistem inovasi.
Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru
dan menarik perusahaan bisnis baru dari luar daerah, sehingga
menigkatkan output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru.
Melalui interaksi dan berbagai sumber daya dalam jejaring, inovasi
dan perbaikan teknologi dapat ditingkatkan. Dalam kaitan ini
pemerintah daerah perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif
sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri
klaster.
Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian
utama, khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal
yang tradisional mungkin masih menggunakan metode pemasaran
kadaluarsa. Ini bisa membuat industri ini mengalami penurunan.
Tetapi, upaya mengembangkan industri budaya lokal dengan pemasaran
inovatif dan modern bisa membantu meraih kembali keuntungan pasar.
Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai budaya dan
sejarah karena dampak globalisasi.
Produk dari industri budaya lokal merupakan ekspresi budaya dan
seni, yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki
potensi ekspor tinggi. Walaupun secara umum, sebagian dari industri
ini adalah usaha mikro yang kesulitan pemasaran di luar negeri.
Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu
memasarkan produknya keluar negeri dengan biaya yang murah. Sebelum
itu, memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus
pembangunan infrastruktur internet.
Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pembisnis
budaya lokal dapat menerapkan strategi pembangunan kerjasama,
seperti kerja sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya
lokal dan bisnis lain yang saling menguntungkan. Para pasangan
bisnis ini dapat bekerja sama untuk membangun asosiasi atau
jejaring untuk mempromosikan produk.
Mempertimbangkan situasi dan karakteristik yang dihadapi rakyat
miskin, maka keuangan mikro dalam berbagai pendekatannya perlu
mencangkup tiga elemen penting, yaitu24:
1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro
dalam pengalaman masyarakt tradisional indonesia seperti arisan,
lumbung desa, lumbung pitih nagari, dan sebagainya menyediakan
pelayanan keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman,
pembayaran, deposito, maupun asuransi. Beragam pelayanan keuangan
yang diberikan karena memang keuangan mikro didesain tidak dari
perinsip dan metodologi perbankan modern akan tetapi didesain dan
dikembangkan berdasarkan kebutuhan riil rakyat yang dilayani.
2. Melayani rakyat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang
karena melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan
formal yang ada karenanya keuangan mikro memiliki karakteristik
yang khas sesuai dengan rakyat miskin. Melakukan modernisasi
keuangan mikro dengan mengabaikan karakteristik khas yang dengan
sendirinya akan meninggalkan konstituen keuangan mikro yaitu rakyat
miskin.
3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan
fleksibel. Sebagai konsekuensi dari kelompok masyarakat yang
dilayani, prosedur, dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan
mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
Ketiga elemen ini haruslah ada untuk membuat suatu aktivitas
keuangan dapat disebut sungguh-sungguh keuangan mikro. Dengan
demikian keuangan yang berskala sangat kecil akan tetapi harus
berarti pula bahwa kelompok masyarakat yang dilayani adalah rakyat
miskin dan prosedur dan mekanisme yang digunakan dalam melayani
mereka harus kontekstual dan fleksibel.
24 Bambang Ismawan, Keuangan Mikro dalam Penanggulangan
Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.Gema PKM
Indonesia.hlm.91PENUTUPBerdasarkan permasalahan di atas maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Permasalahan yang tengah dihadapi saat ini oleh UMKM salah
satunya sulitnya akses dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari
perbankan. Permasalahan tersebut pada dasarnya sangat terkait
dengan profil dari debitur-debitur UMKM yang kebanyakan kurang atau
bahkan tidak bankable (tidak memenuhi persyaratan persyaratan
teknis perbankan). Tidak bankable-nya debitur UMKM menjadikan aspek
kelayakan (feasibility) debitur UMKM terabaikan. Hanya karena tidak
dapat memenuhi persyaratan-persyaratan teknis perbankan, calon
debitur UMKM kehilangan kesempatan untuk mendapatkan fasilitas
kredit dari perbankan. Untuk menjadi bankable biasa debitur
diharuskan, antara lain, memenuhi dokumen dokumen administratif
maupun dokumen atau pencatatan yang terkait dengan operasional
usaha. Kedua dokumen tersebut dibutuhkan untuk kepastian atau
legalitas debitur dan usahanya, serta prospek dari usahanya itu
sendiri. Upaya untuk menjadi debitur UMKM menjadi bankable telah
dilakukan Bank Indonesia melalui program Konsultan Keuangan Mitra
Bank (KKMB). Program KKMB berintikan pada kegiatan pendampingan
konsultan terhadap debitur UMKM dalam berhubungan dengan bank.
Bentuk pendampingan tersebut adalah pemberian ketrampilan dan
pengetahuan, misalnya, dalam menyusun studi kelayakan usaha dan
pembukuan dan manajemen usaha (akuntansi dasar dan penentuan harga
pokok penjualan). Namun selain itu, terdapat pula dokumen- dokumen
administratif yang dibutuhkan oleh debitur UMKM yang terkait dengan
legalitas usaha, misalnya, Surat IjinTempat Usaha (SITU), Tanda
Daftar Perusahaan (TDP), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan KTP. Terkadang debitur UMKM
terkendala dikarenakan tidak dapat memenuhi dokumen-dokumen teknis
dimaksud sehingga diperlukan peran dari instansi atau dinas terkait
dalam membantu proses keluarnya izin-izin tersebut secara tepat
waktu dengan biaya yang terjangkau.
2. Peran pemerintah sebagai penyeimbang telah ditunjukkan dengan
dilaksanakannyaberbagai program perkuatan untuk UMKM sebatas
kemampuan pemerintah. Oleh karena kondisi keuangan negara sekarang
ini memang kurang memungkinkan untuk dapat memberikan bantuan yang
lebih besar lagi kepada kelompok UMKM, maka idealnya fungsi
pengawasan pemerintah terhadap kondisi yang terjadi dalam pasar
uang dapat lebih ditingkatkan lagi. Pemerintah dapat saja
mengeluarkan berbagai regulasi di bidang perbankan yang diharapkan
dapat mendorong terciptanya keseimbangan pasar kredit. Selain itu
peran pemerintah juga dapat ditemukan dalam Pasal 21 UU No.20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu :
a. Pemerintah dan Pemerintah daerah menyediakan pembiayaan bagi
Usaha Mikro, Kecil
b. Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari
penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro
dan kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan
pembiayaan lainnya.
c. Usaha Besar Nasional dan asing dapt menyediakan pembiayaan
yang dialokasikankepada Usaha Mikro, Kecil dalam bentuk pemberian
pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
d. Pemerintah, pemerintah daerah, dan dunia usaha dapat
memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan
mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber
pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat usaha Mikro dan
Kecil.
e. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif
dalam bentukkemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif,
sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha
mikro dan kecil
3. Perlu ada langkah intervensi untuk mengkoreksi kegagalan
tersebut. Intervensi itulah apa yang dimaksud dengan peran
pemerintah pusat, daerah, Bank Indonesia, perbankan, departemen
atau dinas teknis, dan institusi terkait lainnya. Dengan
menggunakan analisa kurva penawaran dan permintaan kredit, dapat
dijelaskan bahwa upaya meningkatkan pasokan kredit perbankan dengan
tingkat suku bunga perbankan dapat ditempuh dengan intervensi
pemerintah dan pihak terkait. Intervensi dapat pula disebut
kemitraan dengan berbagai pihak terkait untuk memfasilitasi,
mendukung, dan menstimulasi kegiatan produksi yang mencangkup
proses alih keterampilan di bidang produksi, pengolahan, pemasaran,
permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Hal tersebut
dapat
meningkatkan hasil produksi yang beorientasi pada dunia ekspor,
penyerapan tenaga kerja, serta penggunaan teknologi tepat guna dan
ramah lingkungan.