1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, penghormatan terhadap budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar itu Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah memberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga memberi peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Hal ini banyak disikapi oleh kalangan pemerintah daerah termasuk Pemerintah Daerah Kota Bandung seperti tertuang dalam program kerja bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 dalam bentuk: Pertama sikap optimis bahwa otonomi luas merupakan pilihan terbaik bagi daerah, dimana daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan fungsi pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, Kedua sikap pesimis terhadap kesungguhan pemerintah dan manfaat kebijakan otonomi, sikap ini berdasarkan fakta bahwa otonomi yang luas membawa dampak terhadap peningkatan beban kerja pemerintah daerah (kabupaten/kota). Pemerintah daerah itu sendiri menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi/lembaga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, penghormatan
terhadap budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Atas dasar itu Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah memberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
daerah sehingga memberi peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.
Hal ini banyak disikapi oleh kalangan pemerintah daerah termasuk
Pemerintah Daerah Kota Bandung seperti tertuang dalam program kerja bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 dalam bentuk: Pertama
sikap optimis bahwa otonomi luas merupakan pilihan terbaik bagi daerah, dimana
daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan fungsi
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, Kedua sikap pesimis terhadap
kesungguhan pemerintah dan manfaat kebijakan otonomi, sikap ini berdasarkan
fakta bahwa otonomi yang luas membawa dampak terhadap peningkatan beban
kerja pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Pemerintah daerah itu sendiri menurut UU Nomor 22 Tahun 1999
merupakan kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai
badan eksekutif daerah. Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi/lembaga
2
perusahaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dan
membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
terdiri dari sekretaris daerah, dinas, dan Lembaga Teknis Daerah (LTD),
kecamatan, kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah (UU, 1999: 3).
Potensi kaum perempuan Indonesia disektor pendidikan, ekonomi dan
ketenagakerjaan berdasarkan data survey Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun
1999-2000 masih dibawah laki-laki seperti dikutip dalam Suara Karya Online
Tanggal 27 April 2004, dimana 54% perempuan Indonesia hanya lulusan Sekolah
Dasar (SD) kebawah, 19% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
27% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dari penduduk usia 10-44
tahun dan 45 tahun keatas. Selain rendahnya tingkat pendidikan, ekonomi dan
ketenagakarjaan perempuan di Indonesia dikategorikan juga paling tinggi angka
buta huruf jika dibandingkan dengan laki-laki yaitu 3.816.681 perempuan dan
2.138.781 laki-laki. Data minimnya tingkat pendidikan, serta tingginya angka buta
huruf dikalangan perempuan Indonesia diatas merupakan suatu ancaman yang
sangat besar bagi masa depan bangsa dimana kaum perempuan merupakan salah
satu komponen yang ada di masyarakat yang bisa dilibatkan dalam pembangunan.
Potensi kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat masih belum
mendapat porsi yang wajar. Hal ini perlu disikapi secara arif dan bijaksana oleh
pemerintah mengingat kaum perempuan dari sisi kuantitas menempati urutan
pertama dari komposisi warga masyarakat. Demikian sambutan Walikota
Bandung yang dibacakan asisten ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat,
Drs. Askary Wirantaatmadja pada acara pembukaan dialog interaktif tentang
3
peningkatan pemberdayaan pengusaha perempuan tanggal 23 Desember 2002 di
ruang serbaguna Balaikota Bandung seperti yang yang dikutip dalam Galamedia
tanggal 24 Desember 2002.
Sambutan Walikota ini juga dapat didukung dengan data terakhir potensi
perempuan pada sensus penduduk tahun 2000 di Kota Bandung, yang dikutip
dalam program kerja bagian pemberdayaan perempuan, dimana potensi kaum
perempuan masih dibawah laki-laki dan tingkat putus sekolah kaum perempuan
juga sangat tinggi. Penyebab putus sekolah karena dipengaruhi oleh krisis
ekonomi,kultur/budaya dan kurang/jauh dari fasilitas pendidikan. Hal ini juga
diungkapkan oleh wakil gubernur Jawa Barat bidang kesejahteraan Deden Ruchlia
dalam acara rapat koordinasi nasional (Rakornas) pemberdayaan perempuan
tanggal 28 Oktober 2002 di Bandung, dimana kaum perempuan di Jawa Barat
masih terhimpit beberapa persoalan/permasalahan. Permasalahan tersebut dapat
dilihat dari jumlah penduduk Jawa Barat 35,72 juta jiwa, 17.642.937 juta jiwa
adalah kaum perempuan dengan permasalahan dibidang pendidikan, kesempatan
kerja, kesehatan dan kesempatan menduduki suatu jabatan.
(http//www.jabar.go.id)
Fenomena yang diungkapkan wakil gubernur Jawa Barat di bidang
kesejahteraan diatas ini karena kondisi perempuan yang buta huruf khususnya
dipedesaan sebesar 5,1%, laki-laki 2,2% dan untuk diperkotaan perempuan buta
huruf sebesar 1,4% dan laki-laki 0,4%. Dengan tingginya angka buta huruf ini
maka kita bisa melihat angka partisipasi sekolah menurut umur dan jenis kelamin
pada tahun 2000, umur 7-12 tahun perempuan 96,2% dan laki-laki 96,1%. Umur
4
13-15 tahun perempuan 73,5% dan laki-laki 74,0%. Umur 16-18 tahun permpuan
44,7% dan laki-laki 46,9%. Umur 19-24 tahun perempuan 8,2% dan laki-laki
11,3%. Pada tahun 2001 jumlah perempuan yang mengantongi ijazah SLTA 4,135
sementara laki-laki adalah 16%, jumlah ini semakin kecil untuk perempuan yang
lulus diploma (DII dan DIII) dengan perbandingan 1,42% dan laki-laki 1,53%,
sedangkan sarjan (S1-S3) perempuan hanya 1,40% dan laki-laki adalah 2,275
selebihnya perempuan hanya mengantongi ijazah SD,SLTP atau sama sekali tidak
memiliki ijazah, dengan kata lain putus sekolah dasar atau sama sekalia tidak
bersekolah.
Angka partisipasi pendidikan diatas berdasarkan umur dan jenis kelamin
menunjukan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit kaum
perempuan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan
wanita ini akan memberikan dampak pada kedudukannya dalam pekerjaan dan
upah yang mereka terima. Dengan rendahnya pendidikan berarti kurangnya
keterampilan dan keahlian, untuk itu pekerjaan yang cocok adalah sebagai buruh
manual dan upah yang mereka terima lebih rendah dibandingkan dengan mereka
yang terampil dan ahli dibidang tertentu.
Berdasarkan fenomena diatas maka dapat dikatakan bahwa kaum
perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, meskipun secara hukum
kesempatan untuk meningkatkan status dan peranan perempuan sejak Indonesia
meratifikasi konvensi perempuan dengan UU Nomor 7 Tahun 1984.
Ketertinggalan kaum perempuan ini dapat dilihat dari pembagian kerja secara
seksual didalam masyarakat, dimana peran perempuan adalah dilingkungan rumah
5
tangga dan peran pria diluar rumah. Pembagian pekerja secara seksual ini jelas
tidak adil bagi wanita sebab dapat menempatkan wanita pada kedudukan
subordinate/terpinggirkan terhadap pria sehingga cita-cita untuk mewujutkan
wanita sebagai mitra sejajar pria baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat
sulit terlaksana. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan perempuan sehingga tidak
menempatkan wanita pada kedudukan yang termajinalkan.
Pemberdayaan menurut A.M.W.Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto
dalam bukunya Onnoy S. Prijono dan A.M.W.Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, Negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi, dll”(Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Konsep pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk menjadikan sesuatu
yang adil dan beradab menjadi lebih efektif dalam seluruh aspek kehidupan
seperti dalam paragraf sebelumnya tertuliskan tentang permasalahan yang
dihadapi kaum perempuan sehingga perlu adanya pemberdayaan.
Pengertian pemberdayaan perempuan menurut program bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 adalah:
“ Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk
memperoleh akses dan peluang serta penguasaan terhadap sumber daya,
ekonomi, politik, sosial budaya agar berperan dan berpartisipasi aktif
dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah sebagai
perempuan mampu membangun kemampuan dan konsep dirinya”.
Berdasarkan definisi diatas maka pemberdayaan perempuan sangat perlu agar
perempuan memperoleh akses dan peluang di bidang ekonomi, politik, sosial
budaya serta mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan.
6
Hasil survey tahun 1999 tentang masalah yang melanda perempuan
Indonesia seperti yang telah dikutip dalam jabar.go.id tanggal 30 maret 2004
tersebut meliputi pekerjaan, posisi dalam pemerintahan/politik/lembaga/ketua
umum partai politik dan masalah kemiskinan yang menimpa perempuan.
Dibidang ekonomi perempuan selalu menjadi korban dari setiap perubahan
ekonomi. Keterpurukan ekonomi telah membawa perempuan dalam perjuangan
untuk terus menghidupi keluarga. Saat ini angka partisipasi angkatan kerja
perempuan yang dikutip pada suara karya online tanggal 27 April 2004
perempuan hanya 51%, jauh dibawah laki-laki yang mencapai 86%. Sebagian
besar perempuan bekerja disektor informal. Dalam pengupahan pria menerima
upah 100%, sementara perempuan hanya 60%. Melihat angka partisipasi kerja
perempuan jauh dibawah laki-laki dan dalam hal pengupahan juga perempuan
lebih rendah upahnya hal ini membuat kaum wanita lebih tersisihkan dalam dunia
kerja.
Masih dalam hasil survei BPS tahun1999-2000 yang dikutip dalam suara
karya online tanggal 27 April 2004, sosial ekonomi hampir 50% perempuan
pedesaan bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Angka dan fakta
tersebut menunjukan bahwa perempuan hanya dimanfaatkan sebagai Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar demi
kepentingan ekonomi negara dan bukan untuk kepentingan perempuan. Tidak
hanya itu, Indonesia juga mendapat julukan dari dunia internasional sebagai salah
satu negara terburuk dalam menangani perdagangan perempuan dan anak-anak.
7
Perdagangan perempuan dan anak-anak di perkirakan mencapai 700 ribu sampai 1
juta orang pertahun ( Global Watch Against Child Labour,2002).
Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemberdayaan
Perempuan Deden Ruchlia mengatakan bahawa kaum perempuan di Jawa Barat
masih terhimpit beberapa permasalahan dibidang ekonomi khususnya Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) nilainya masih rendah yaitu 30,3%
dibandingkan dengan laki-laki sebesar 58,9%, sedangkan untuk Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan memiliki nilai 9,4%, laki-laki mencapai
angka 7,4%. Data yang diperoleh tahun 2000 menunjukan bahwa perempuan
setengah pengangguran mencapai 44,2% dan laki-laki 28,8%. Ada tiga hal yang
dijumpai dalam pekerjaan yang berkaitan dengan TPAK dan upah dikutip pada
jabar.go.id 30 Maret 2004 adalah:
1. Masalah pekerjaan TPAK perempuan hanya mencapai 51,2% angka ini
berada dibawah laki-laki yang mencapai 83,6%
2. Perbandingan upah perempuan juga rendah dengan, perbandingan 46%
dan laki-laki 100%
3. Keterlibatan bekerja di sektor formal prosentasenya lebih rendah, dengan
perbandingan perempuan 42%, laki-laki 2,70%.
Perbandingan antara TPAK pada tahun 2002 dan 2004 jika dilihat dari
kutipan diatas maka TPAK tahun 2002 masih dibawah 50% dan meningkat
ditahun 2004 menjadi 51,2%, namun masih menjadi masalah karena masih jauh
dibawah TPAK laki-laki. Melihat rendahnya TPAK ini disebabkan oleh minimnya
pendidikan perempuan dan angka buta huruf masih tinggi. Masalah ini harus
mendapat perhatian dari semua kalangan baik dari pemerintah maupun non
pemerintah karena perempuan juga merupakan suatu komponen masyarakat yang
terlibat dalam pembanguan disegala bidang kehidupan.
8
Dalam hal ini maka peranan pemerintah daerah meningkatkan
perekonomian dan ketenagakerjaan wanita adalah mengembangkan
ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan
kompetinsi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah pekerja, menjamin
kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat, serta melakukan
berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari
kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis
ekonomi.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan dilakukan berdasarkan program
pembangunan nasional (PROPENAS) 2000-2004 dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 2000 Bab VIII butir 3 adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh
lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan
dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan
3. Meningkatkan nilai histories perjuangan kaum perempuan dalam rangka
melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga
dan masyarakat.
Atas dasar peranan pemerintah daerah diatas mendorong penulis untuk
lebih dalam meneliti tentang pemberdayaan perempuan dan langka-langka apa
yang diambil untuk meningkatkannya. Dalam penelitian ini penulis mengambil
studi kasus di bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung karena bagian ini
yang menangani segala kebijakan yang berkaitan dengan perempuan dan
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan di Kota
9
Bandung yang bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan (P2TP2).
P2TP2 merupakan suatu lembaga pengembangan swadaya masyarakat,
dimana organisasi ini bergerak pada tingkat kelompok primer dan badan-badan
pemerintahan yang menangani tentang pemberdayaan perempuan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk mengungkapkan
permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul:
“ PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG EKONOMI DAN
KETENAGAKERJAAN, Studi Kasus di Bagian Pemberdayaan Perempuan
Sekretariat Kota Bandung”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul beberapa permasalahan
yang diambil penulis. Untuk itu penulis akan mengidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi?
2. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan?
10
1.3. Maksud dan tujuan penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi dan ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi.
2. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
1.1. Untuk kepentingan penyusun, yaitu sebagai penambah khasanah
teoritis dan pengetahuan serta tempat atau wadah untuk
menerapkan teori-teori tentang peranan Pemerintah Daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan
ketenagakerjaan.
1.2. Untuk kepentingan ilmiah, yaitu sebagai upaya dalam
mengembangkan konsep yang bermanfaat dan membangun bagi
ilmu pemerintahan, khususnya pemberdayaan perempuan di bidang
ekonomi dan ketenagakerjaan.
11
2. Kegunaan Praktis
Untuk lembaga yang terkait, yaitu sebagai bahan masukan yang berkaitan
dengan berbagai persoalan tentang peranan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan
ketenagakerjaan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan, dimana
konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun 1990-an.
Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai lapisan
masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya
masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka
pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam
bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990)
dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono
dan Pranarka, 1996:62)
12
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna
pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah
antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Adapun pemikiran lain bahwa konsep pemberdayaan dipengaruhi oleh
tulisan yang berhubungan dengan gender dan feminisme seperti yang di
ungkapkan oleh Karl M. dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka
bahwa:
“ Pemberdayaan wanita sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan
kapasitas terhadap partisipasi yang lebih besar, dan tindakan transformasi
agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara pria dan
wanita” (Prijono dan Pranarka, 1996:63).
Pada pengertian diatas Karl Marx lebih menekankan pada persamaan
derajat yang lebih besar antara pria dan wanita.
Pengertian lain pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam
bukunya Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima,
ditinjau dari perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia
dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda
kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan
mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri.
Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif,
politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan
pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga
13
merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi
kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan
sendiri”(Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22)
Dari pengertian diatas maka dikatakan bahwa untuk memberdayakan
perempuan maka perempuan sendirilah yang harus dapat melakukannya, dengan
cara mampu membuat pilihan, mampu menyuarakan pendapatnya dan
kebutuhannya sebagai perempuan. Untuk menyalurkan semua ini institusi-institusi
yang ada di tingkat lokal, nasional dan kerja sama internasional dapat membantu
proses pengembangan kepercayaan diri perempuan. Peningkatan harga diri
perempuan dan membantu perempuan menyusun agenda kegiatan bagi dirinya
sendiri baik dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pada tahun 1970-an timbul suatu pemikiran dari women in development
(WID) akan perlunya kemandirian bagi perempuan miskin agar pembangunan
dapat menikmati semua pihak. Perlu disadari bahwa perempuan adalah sumber
daya manusia yang sangat berharga, sehingga perempuan yang sebelumnya
posisinya termarjinalkan, atau berada digaris pinggir, perlu diikut sertakan
kedalam pembangunan.
Menurut Miranti Hidajadi dalam Jurnal Perempuan edisi 17 bahwa sasaran
dari pendekatan WID adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang
secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada
peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif
pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa
meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan
kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan
dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi
produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
14
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut
Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“ Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan di daerah. Dengan kata
lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan daerah” (Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut peraturan pemerintah (PP) No 84
Tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang
lain sebagai badan eksekutif daerah” (PP, 2001: 42).
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang
dimaksudkan adalah pemerintah daerah dalam arti sempit. Pemerintah daerah
dalam arti sempit terdiri dari kepala daerah, sekertaris daerah, dan dinas-dinas di
daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang ada dalam wilayah
daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur pimpinan penyelenggara
pemerintah di daerah.
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itu tugas-tugas negara/ pemerintah juga merupakan tugas-tugas
pemerintah daerah, akan tetapi tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan
pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan
kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada
pada posisi yang seimbang. Pada kondisi kehidupan masyarakat yang majemuk
sangatlah relevan untuk diwujudkan karena pada hakikatnya masyarakat yang
15
memiliki tingkat heterogenitas cendrung mendambakan suatu pola kehidupan
yang harmonis.
Berkaitan dengan peranan pemerintah dalam pemberdayaan perempuan
yang menyangkut mengorganisir aktivis sosial yang memberikan pendidikan
kepada masyarakat, menurut Maurice Duverger yang lebih mengarahkan kepada
upaya pemberdayaan ( Duverger ,1982:35).
Dalam buku Kajian Awal Birokrasi Pemerintah dan Politik Orde Baru
Ryaas Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi
pemberdayaan. Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu
memaksimalkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada
proses sosial.
Apabila upaya pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan peranan dan diiringi dengan pola perencanaan yang baik
maka menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dalam rangka pemberdayaan ini
upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat
kesehatan, serta akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar, untuk itu diperlukan peranan
pemerintah daerah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, melalui
aktivitas pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut
Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
16
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan
berkembang.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum perempuan.
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dengan demikian, maka peranan pemerintah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan adalah membangkitkan motivasi/meningkatkan
motivasi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan
perempuan agar dapat menimbulkan pengaruh positif atas produktivitas
masyarakat, untuk mencapai kemandirian dan meningkatnya pemberdayaan
masyarakat khususnya perempuan.
Peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan
perempuan berdasarkan fungsi hakiki pemerintah menurut Ryaas Rasyid adalah
pemberdayaan. Fungsi pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan yang dalam kondisi sekarang
tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap budaya, kemiskinan, dan
keterbelakangan. Ada tiga cara untuk meningkatkan pemberdayaan yang baik
menurut Kartasasmita adalah:
1. Upaya memberdayakan perempuan harus pertama-tama dimulai dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan
berkembang. Upaya ini bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap
manusia laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang
dapat dikembangkan. Pemberdayaannya dengan mendorong, memotivasi,
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
17
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum
perempuan.Upaya ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif,
selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum
perempuan harus diberi kesempatan dengan membuka akses pada modal,
teknologi, informasi, pasar, dan berbagai peluang lainnya.
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus diupayakan agar yang lemah tidak menjadi
bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang
kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah
amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan ini.
Memberdayakan perempuan adalah memampukan dan memandirikan
kaum perempuan sebagai warga masyarakat yang sejajar dengan kaum
laki-laki.
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan
perempuan adalah mengembangkan ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu
yang diarahkan pada peningkatan kopentensi dan kemandirian tenaga kerja,
peningkatan upah kerja, menjamin kesejahteraan, perlindungan kerja dan
kebebasan berserikat, serta melakukan berbagai upaya terpadu untuk
mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi
pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi.
Dari uraian diatas maka penulis menggambarkan kerangka pemikiran ini
sebagai berikut:
18
Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan hipotesis, karena
penulisan ini terdiri dari satu variabel. Oleh karena itu penulis menggunakan
proposisi.
Pengertian proposisi menurut Masri Singarimbun dalam bukunya Metode
Penelitian Survei adalah:
Proposisi merupakan hubungan yang logis antara dua konsep (Singarimbun, 1989:
34)
Jadi proposisi tidak mempunyai format yang tertentu. Biasanya disajikan dalam
bentuk suatu kalimat pernyataan yang menunjukan hubungan antara dua konsep.
Proposisi dalam penelitian ini adalah:
Fungsi Pemberdayaan:
1. Menciptakan suatu iklim yang
memungkinkan potensi kaum
untuk perempuan berkembang
2. Memperkuat potensi yang
dimiliki oleh perempuan
3. Memberdayakan dalam arti
melindungi
Pemberdayaan Perempuan
- Bidang ekonomi
- Bidang
ketenagakerjaan
Fungsi hakiki
pemerintah
Pemberdayaan
19
Peranan pemerintah daerah dapat dilihat melalui fungsi pemberdayaan dengan
menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan untuk
berkembang, memperkuat potensi yang dimiliki oleh perempuan, memberdayakan
dalam arti melindungi kaum perempuan dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan analisis data kualitatif. Penulis menggunakan penelitian deskriptif karena
hanya menggambarkan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan melalui program-program dan fungsi dari bagian
pemberdayaan perempuan Kota Bandung.
Pengertian metode penelitian deskriptif menurut Moh. Nasir, Ph.D.
adalah:
“ Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
deskriptif, gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki”
(Nazir,1999: 63).
Adapun pengertian lain dari metode penelitian deskriptif yang diuraikan
menurut Sudarwan Danim adalah:
“ Penelitian deskriptif adalah proses studi atau investigasi mendalam
(groundwork) yang esensial bagi studi-studi yang berfokus pada penjelasan,
prediksi, dan kontrol fenomena social dan pendidikan”(Danim, 2002: 70)
20
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggambarkan
penjelasan tentang peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan
pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penyusunan melakukan
pengambilan data dengan cara:
1. Observasi
Penulis melakukan observasi langsung kelapangan dimana penulis secara
langsung terlibat dalam kegiatan dialog interaktif masalah penanggulangan
narkoba di kalangan kaum muda oleh bagian pemberdayaan perempuan. Dalam
acara dialog interaktif ini dilibatkan pelajar SLTP dan SLTA di a Bandung.
2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada aparat pemerintah dan non
pemerintah diantaranya:
1. Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan
2. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan
perempuan(P2TP2) beserta stafnya.
3. Beberapa pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat langsung dalam
hal sebagai ketua pelaksana kegiatan yang diadakan oleh Bagian
Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung.
21
3. Studi kepustakaan/dokumentasi
Studi kepustakaan dengan membaca dan mencari buku-buku, jurnal,
majalah yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh data sekunder sebagai kepustakaan ini juga
dimaksudkan sebagai landasan bagi analisis dan merumuskan teori atau
informasi yang berkaitan erat dengan penelitian. Dokumen yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah laporan kerja, buku saku program bagian
pemberdayaan perempuan, jurnal perempuan dimana artikelnya berkaitan
dengan judul penelitian serta dokumen artikel yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan program kerja.
4. Angket
Pada penelitian ini penulis tidak menggunakan teknik pengumpulan data
angket karena penulis secara langsung menggunakan wawancara kepada
narasumber serta didukung dengan studi pustaka atau dokumen yang berkaitan
dengan hasil penelitian ini.
1.6.2. Unit Analisis
Unit analisis menunjukan siapa/ apa yang mempunyai karakteristik yang
akan diteliti (Soehartono,2002: 29).Unit analisis dalam penelitian ini terdiri dari
aparat pemerintah dan non pemerintah yang selama ini bekerja sama dengan
pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan. Pada penelitian ini
penulis mengambil beberapa nara sumber yang dianggap lebih mengenal dan
22
mengetahui tentang pemberdayaan perempuan khususnya di bidang ekonomi dan
bidang ketenagakerjaan. Nara sumbernya adalah:
1. Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan: Satu Orang
Sebagai pengkoordinasi perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan
dan mengevaluasi, memonitoring dan pengendalian kegiatan perumusan
kebijakan pemberdayaan perempuan.
2. Kepala Sub Bagian Tiga Orang yaitu:
2.1. Kepala sub bagian analisa kebijakan yang mempunyai tugas dibidang
analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan
2.2. Kepala Sub bagian P3M (pemberdayaan partisipasi peran aktif
masyarakat) dan organisasi perempuan yang mempunyai tugas
dibidang administrasi pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarkat
dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
2.3. Kepala Sub bagian evaluasi dan pelaporan yang mempunyai tugas
dibidang evaluasi dan pelaporan pemberdayaan perempuan seperti
dalam pengumpulan, pengolahan data kegiatan pemberdayaan
perempuan.
3. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2)
satu orang dan satu orang stafnya.
P2TP2 merupakan suatu lembaga non pemerintah yang menangani
pemberdayaan perempuan, yang langsung dibawah Bagian Pemberdayaan
Perempuan Kota Bandung. P2TP2 merupakan kepanjangan tangan dari
23
pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di Kota
Bandung.
4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di bagian pemberdayaan perempuan
yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan
sebagai ketua pelaksana atau sebagai staf monitoring kegiatan yang
diadakan oleh bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung sebanyak
tiga orang.
1.7. Tempat dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Komplek Balaikota Bandung Jl. Wastu Kencana No. 02. Adapun jadwal
penelitian “ Peranan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pemberdayaan
Perempuan DI Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan” dapat dilihat dari tabel
dibawah ini:
24
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
No Waktu
TAHUN 2004
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli agst Sept Keterangan
1 Rencana
pengajuan judul
Konsultasi
pembimbing
2 Pembuatan
usulan
penelitian
Konsultasi
pembimbing
3 Penyempurnaan
usulan
penelitian
Konsultasi
pembimbing
4 Perbaikan bab I Konsultasi
5 Penyempurnaan
Bab I
Konsultasi
pembimbing
6 Observasi dan
wawancara
Mandiri
8 Penyusunan
draft laporan
awal
Konsultasi
pembimbing
9 Penyusunan
laporan akhir
Konsultasi
pembimbing
10 Pengadaan dan
distribusi hasil
penelitian
mandiri
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, untuk itu maka tugas-tugas negara/pemerintah merupakan tugas-tugas
pemerintah daerah juga namun tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan
pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan
kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada
pada posisi yang seimbang.
2.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut
Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan didaerah. Dengan kata
lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan daerah” ( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut UU No 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang
lain sebagai badan eksekutif daerah” (UU,1999: 3).
26
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang
dimaksudkan adalah pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, sekertaris
daerah, dan dinas-dinas di daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem
yang ada dalam wilayah daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur
pimpinan penyelenggara pemerintah di daerah.
2.1.2. Fungsi Pemerintah Daerah
Dalam buku kajian awal birokrasi pemerintah dan politik orde baru, Ryaas
Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi pemberdayaan.
Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu memaksimalkan
pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada proses sosial.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut
Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
4. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita
berkembang
5. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
6. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah selaras dengan
azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dapat diwujudkan dalam
fungsi-fungsi pemerintah daerah.
Adapun fungsi pemerintah daerah menurut Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra
adalah:
1. Fungsi otonomi
Fungsi otonomi dari pemerintah daerah adalah melaksanakan segal urusan
yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang lebih
tinggi tingkatannya.
27
2. Fungsi pembantuan
Merupakan fungsi untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pusat atau
pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
3. Fungsi Pembangunan
Fungsi ini untuk meningkatkan laju pembangunan dan menambah
kemajuan masyarakat sehingga tuntutan dari masyarakatpun semakin
berkembang dan kompleks
4. Fungsi lainnya
Selain ketiga fungsi diatas terdapat fungsi lainnya adalah:
1. Pembinaan wilayah
2. Pembinaan masyarakat
3. Pemberian pelayanan,pemeliharaan serta perlindungan kepentingan
umum
( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 20-27).
Dari fungsi pemerintah daerah diatas dapat dikatakan bahwa pembinaan
wilayah adalah upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber daya
wilayah yang masih tertinggal, dimana wilayah-wilayah tersebut dapat
diupayakan untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya demi
meningkatkan wilayahnya. Adapun upaya pemerintah daerah mengenai
pembinaan masyarakat adalah salah satu upaya dari pemerintah daerah untuk
meningkatkan sumber daya manusia yang ada dalam suatu wilayah agar lebih
mandiri dan berkualitas demi kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Selain
fungsi pembinaan wilayah dan pembinaan masyarakat diatas maka fungsi lain dari
pemerintah adalah pemberian pelayanan, pemeliharaan serta perlindungan
kepentingan umum merupakan salah satu fungsi pemerintah sebagai birokrasi
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan
dari pemerintah karena fungsi dari pemerintah itu sendiri adalah memberikan
pelayanan misalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
perlindungan kepentingan umum bagi masyarakat lemah yang ditindas oleh kaum
28
penguasa. Perlindungan yang diberikan kepada masyarakat dengan cara
memberikan advokasi terhadap kaum-kaum tertindas, misalnya adanya Lembaga
Bantuan Hukum (LBH).
Fungsi pemerintah menurut Bintoro dalam bukunya Inu Kencana Syafiie
adalah:
“Pertama, Filsafat hidup kemasyarakatan, negara yang memberikan kebebasan
cukup besar kepada anggota masyarakat untuk menumbuhkan perkembangan
masyarakat, sehingga pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak campur
tangan dalam kegiatan masyarakat itu sendiri. Kedua, filsafat politik
masyarakat, pemerintah sebagai pemegang mandat kepercayaan untuk
mengusahakan kepentingan masyarakat secara keseluruan, harus mengusahakan
pula keadilan. Hal ini perlu dinyatakan dengan tetap memperhatikan
kepentingan golongan yang lemah (kedudukan ekonominya)” (Syafiie, 1992:
15-16).
Fungsi pemerintah daerah menurut Bintoro diatas maka dikatakan bahwa
pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membangun dan
mengembangkan minat serta bakat yang dimilikinya tanpa campur tangan dari
pemerintah itu tetapi dilain pihak pemerintah juga sebagai pemegang mandat
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perlindungan terhadap
kepentingan golongan lemah. Hal ini dapat dikatakan bahwa fungsi dari
pemerintah adalah sebagai pendorong dan pemegang mandat dalam meningkatkan
sumber daya manusia yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
29
Fungsi pemerintah menurut Prajudi dalam bukunya Inu Kencana Syafiie
adalah:
Fungsi pemerintah adalah:
1. Pengaturan
2. Pembinaan masyarakat
3. Kepolisian
4. Peradilan (Syafiie, 1992: 16).
Dari fungsi pemerintah menurut Prajudi diatas maka fungsi pengaturan
adalah upaya dari pemerintah untuk mengatur masyarakat melalui peraturan atau
kebijakan agar masyarakat lebih teratur. Fungsi pembinaan masyarakat adalah
salah satu upaya dari pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia
melalui berbagai pelatihan-pelatihan keterampilan demi meningkatkan
kemandirian serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Fungsi kepolisian
adalah sebagai pengatur tata tertib yang berlaku dimasyarakat serta memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelanggaran dari tata tertib yang berlaku
di masyarakat tersebut. Fungsi kepolisian juga sebagai penegak hukum dan
keadilan. Dan fungsi peradilan adalah fungsi yang mengadili orang-orang dalam
hal pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku dimasyarakat. Adapun fungsi
lain dari peradilan ini adalah sebagai penegakan hukum dan supremasi hukum.
Fungsi ini dikatakan berhasil apabila sudah melaksanakan fungsinya sebagai
penegak keadilan.
30
2.2. Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala
bidang
2.2.1. pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala
bidang.
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan,
dimana konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun
1990-an. Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai
lapisan masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya
masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka
pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam
bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun
dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990)
dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh
31
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono
dan Pranarka, 1996:62).
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna
pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah
antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial
2.2.2. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi pemberdayaan, menurut Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita
berkembang
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
2.2.3. Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam bukunya Tapi
Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima ditinjau dari
perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia
dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda
kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan
mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri.
Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif,
32
politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan
pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga
merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi
kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan sendiri”
(Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22).
2.2.4. Tujuan dan Sasaran Pemberdayaan Perempuan
Berdasarkan buku saku Program kerja Bagian Pemberdayaan Perempuan
(PBPP) sekretariat Kota Bandung tujuan pemberdayaan perempuan adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegaram dan
meningkatkan peranan perempuan sebagai pengambil keputusan dalam
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan
dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta
meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga yang
memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.
3. Mengembangkan program pemberdayaan perempuan dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga serta masyarakat
(PBPP,2001:15).
Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang
ekonomi dan ketenagakerjaan maka sasaran yang harus diperhatikan berdasarkan
buku saku program bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung
adalah:
1. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)
perempuan, kedudukan dan peranan perempuan termasuk dalam
33
perumusan kebijakan dan mengambil keputusan secara adil dan
proporsional diberbagai bidang kehidupan.
2. Tercapainya peningkatan kualitas peranan pengelolaan dan kemandirian
organisasi perempuan dan komitmen masyarakat dalam pemberdayaan
perempuan.
3. Terwujudnya kesadaran, kepekaan dan kepedulian terhadap kesetaraan dan
keadilan gender diseluruh lapisan masyarakat, terutama dalam perumus
kebijakan, pengambil keputusan, perencanaan dan penegak hukum
disemua tingkat dan segenap objek pembangunan.
4. Tercapainya peningkatan kesadaran kritis masyarakat tentang perbedaan
kebutuhan minat, aspirasi dan kepentingan perempuan.
5. Terwujudnya pembangunan sektor yang berprespektif gender yang dimulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi baik
ditingkat pusat maupun daerah.
6. Terwujudnya perubahan dan pembaharuan produk hukum dan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai sosial budaya yang kondusif untuk
kesetaraan dan keadilan gender.
7. Tercapainya penurunan kemiskinan dalam keluarga dan masyarakat
melalui pemberdayaan perempuan pemberdayaan perempuan diberbagai
bidang kehidupan.
8. Mengoptimalkan motivasi kualitas SDM untuk memunculkan
kepemimpinan perempuan.
5
34
9. Mengoptimalkan pelaksanaan visi dan misi untuk menyamakan persepsi
yang sama dengan pengaruh agama dan budaya terhadap kesetaraan dan
keadilan gender (PBPP,2001:18).
2.2.5. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi berdasarkan buku saku
program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Pengarus-utamaan jender dalam pembangunan ekonomi dan
ketenagakerjaan
2. Pemberdayaan perempuan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan
3. Peningkatan pengentasan kemiskinan
4. Pengembangan budaya usaha masyarakat miskin
5. Menyediakan kebutuhan pokok untuk keluarga miskin, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.6. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ketenagakerjaan
Pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan berdasarkan buku
saku program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Peningkatan pelayanan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi tenaga
kerja perempuan :
a. Penyuluhan tentang hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja
perempuan
b. Penerapan norma perlindungan hukum, perlindungan tenaga kerja dan
fungsi reproduksi pekerja perempuan
35
c. Pelayanan kesejahteraan tenaga kerja perempuan dan pemberian
bantuan hukum pada sektor formal dan informal
2. Peningkatan kualitas dan profesionalisme serta produktivitas pekerja
perempuan :
a. Peningkatan pendidikan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja
perempuan
b. Peningkatan ketahanan mental dan kebugaran jasmani.
3. Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja
4. Peningkatan kualitas dan produktifitas kerja
6. Perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.7. Wanita Dalam Pembangunan
Strategi peningkatan peranan perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi
35 adalah:
“ Peningkatan peranan perempuan lebih menekankan pada paradigma
perempuan dalam pembangunan (Women In Developmen-WID), dan
perempuan dan pembangunan (Women And Developmen- WAD).
Pendekatan ini lebih ditujukan pada masalah menegjar ketertinggalan
perempuan dibandingkan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan “
(Jurnal Perempuan’ 2004: 100).
Agenda utama program wanita dalam pembangunan menurut Mansour
Fakih adalah:
“ Bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan,
asumsinya penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak
berpartisipasi dalam pembangunan” (Fakih, 2003: 60).
36
Menurut Miranti Hidajadi dalam jurnal perempuan edisi 17 bahwa
sasaran dari pendekatan wanita dalam pembangunan adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang
secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada
peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif
pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa
meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan
kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan
dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi
produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
Wanita dalam pembangunan berdasarkan selayang pandang program
bagian pemberdayaan perempuan adalah:
“Wanita dalam pembangunan adalah suatu pendekatan pembangunan yang
ditujukan untuk kaum perempuan dengan tujuan meningkatkan kemampuan
perempuan, agar perempuan dapat turut serta dalam proses pembangunan secara
serasi dan selaras. Kegiatan program dan proyek berdasarkan pendekatan ini
hanya mengarah untuk perempuan saja, misalnya : peningkatan pendapatan
perempuan, peningkatan pengusaha kecil, peningkatan pemeliharaan balita,
peningkatan kesehatan, dan gizi” (PBPP, 2001: )
2.2.8. Arah Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Arah tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah
meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang
mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan jender, serta
meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap
mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum
37
perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta
kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Pendekatan pembangunan yang diarahkan dalam pemberdayaan
perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi 35 Tahun 2004 adalah:
“Pembangunan lebih diarahkan pada bidang ekonomi tetapi belum secara
khusus mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil terhadap
perempuan dan laki-laki, sehingga memberikan kontribusi terhadap