BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserand adalah Thailand pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka an India pada tahun 1964. Biasanya, demam Chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan Chikungunya di pulau Reunion dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala), 125 kematian dihubungkan dengan Chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari 12 kasus Chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2005) Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam Chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20 tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan KLB demam Chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor, Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti
Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe,
kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserand adalah Thailand
pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka an India pada tahun 1964. Biasanya, demam
Chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah
dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan Chikungunya di pulau Reunion
dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di
daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah
hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala),
125 kematian dihubungkan dengan Chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan
terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian
lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari
12 kasus Chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang
menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2005)
Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam
Chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal
Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20
tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan
KLB demam Chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor,
Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang
menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005).
Masalah kesehatan Chikungunya ini ternyata juga menjadi salah satu masalah utama
di Kecamatan Ngunut. Berdasarkan data yang diberikan petugas Puskesmas Ngunut yang
menangani program penanggulangan dan pengontrolan Chikungunya, didapatkan 4
tersangka kasus Chikungunya di Dusun Umbut Sewu RT02/RW01, Desa Kaliwungu,
Kecamatan Ngunut pada bulan Januari hingga Maret 2014. Beberapa kasus yang dilaporkan
antara lain ditemukan pasien atas nama Ny. Astuti (56 tahun), Tn. Supono (34 tahun), Ny.
Muntiana (28 tahun), Tn. Sujinan (49 tahun) yang menjadi tersangka kasus Chikungunya
dan tinggal di desa Kaliwungu. Oleh karena itu, perlu perhatian dan penanganan secepatnya
agar wabah ini tidak meluas.
Oleh karena itu, pengontrolan terhadap nyamuk yang menjadi vector dari virus
Chikungunya harus digalakkan. Selama ini, program pengontrolan nyamuk yang sudah ada
yaitu berupa menggalakkan 3M dan Fogging (Pengasapan). Program ini sudah cukup baik,
namun terkendala dengan hal-hal yang bersifat teknis. Menggalakkan 3M, karena program
1
ini bersifat mengubah perilaku atau kebiasaan individu untuk mencegah pertumbuhan
sarang nyamuk, maka program yang sudah cukup baik ini, terkadang masih sukar atau
malas dilakukan oleh masyarakat. Yang kedua adalah fogging, program ini cukup mahal
untuk dilakukan secara terus menerus. Menurut harian Rakyat merdeka, 20 Februari 2007,
menyebutkan bahwa di kota bandung menghabiskan 750juta untuk melakukan Fogging dan
pemberian abate di 18 kecamatan. Selain itu, dr.Emil, sekretaris IDI Jambi, dalam sebuah
harian (TribunNews, 12Desember 2012) menyatakan penggunaan fogging tidak efektif,
karena setelah fogging dilakukan tidak semua nyamuk bisa mati, dan nyamuk-nyamuk yang
bertahan ini akan menjadi lebih kebal terhadap fogging.
Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis ingin mengusulkan mengenai
penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai alternatif dalam pengontrolan
vektor nyamuk yang secara tidak langsung juga untuk menanggulangi masalah kejadian
Chikungunya di Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut
tentang Chikungunya dan pencegahannya.
1.2.2 Apa upaya-upaya yang sudah dilakukan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan
Ngunut untuk pemberantasan nyamuk untuk menanggulangi Chikungunya.
1.2.3 Bagaimana penggunaan alat penangkap nyamuk sederhana sebagai alternatif dalam
pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus Chikungunya.
1.3 Tujuan Kegiatan
1.3.1 Meningkatkan pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut
dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus
Chikungunya.
1.3.2 Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu
dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus
Chikungunya.
1.3.3 Mengetahui manfaat penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai
alternatif dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi
kasus Chikungunya.
2
1.4 Manfaat Kegiatan
1.4.1 Menambah wawasan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut tentang
Chikungunya dan pencegahannya.
1.4.2 Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau tambahan referensi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat.
1.4.3 Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan menambah wawasan pengetahuan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Chikungunya
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), menyebutkan bahwa
Chikungunya berasal dari suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya,
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dengan gejala utama
demam mendadak, bintik-bintik kemerahan, nyeri sendi terutama sendi lutut dan
pergelangan kaki sehingga orang tersebut tidak dapat berjalan untuk sementara waktu.
Biasanya menyerang sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu.
2.1.1. Penyebab
Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk
keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
(Depkes, 2007).
2.1.2. Gejala
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam
diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang
menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga
penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus
Chikungunya. Untuk lebih rinci gejala penyakit Chikungunya antara lain, yaitu (Depkes,
2007):
a. Demam. Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka
kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.
b. Sakit persendian. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum
timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri, sehingga kadang penderita ”
merasa lumpuh ” sebelum berobat . Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.
c. Nyeri otot. Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah
bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.
d. Bercak kemerahan (ruam) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari
pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di
daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.
e. Sakit Kepala: sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.
f. Kejang dan Penurunan Kesadaran. Kejang biasanya pada anak karena panas
yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
4
g. Gejala lain. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah
bening di bagian leher.
Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue. Pada demam
berdarah dengue terjadi perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian sedangkan
pada Chikungunya tidak, namun Chikungunya memiliki gejala nyeri sendi yang tidak terjadi
pada penderita demam berdarah dengue.
2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan penyakit ini dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan teknik
ELISA maupun pemeriksaan virusnya (Depkes, 2007).
2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak
Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air bersih didalam rumah
maupun di sekitar rumah seperti bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung,
ban bekas, drum, kaleng, pecahan botol, potongan bambu dan lain-lain. Pada musim hujan
lebih banyak lagi tempat-tempat yang menampung air (Depkes, 2007).
2.1.5. Diagnosa
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji
hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan
serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian,
tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari (Depkes, 2007).
2.1.6. Pengobatan
Menurut Depkes, 2007, demam Chikungunya termasuk penyakit yang sembuh
dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan
yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti
obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol. Antibiotika tidak
diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi
sekunder tidak bermanfaat. Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan
makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak
mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk
penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein
dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan
istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan
untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.
2.1.7. Pencegahan
Menurut Departemen Kesehatan RI, tahun 2007, cara menghindari penyakit ini adalah
membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di
genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang
menampung air bersih.
5
Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang
menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini
juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah
nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan
memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan
malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan
cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti
tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun,
pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara
menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling
tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai
menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang
memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela
rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar
matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.
Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat
oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan
baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah
tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.
2.1.8. Penanganan Kasus
Bila menemukan kasus Chikungunya lakukan (Depkes, 2007) :
a. Segera laporkan ke Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat.
b.Hindari penderita dari digigit nyamuk (tidur memakai kelambu) agar tidak
menyebarkan ke orang lain.
c. Anjurkan penderita untuk beristirahat selama fase akut.
d. Pada keadaan KLB perlu dilakukan penyemprotan/pengasapan.
e. Lakukan Pemeriksaan Jentik di rumah dan sekitar rumah.
2.1.9. Karakteristik Penyakit Chikungunya
2.1.9.1. Cara Penularan
Penyakit Chikungunya boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan penyakit demam dengue
dan demam dengue berdarah karena dibawa oleh pembawa yang sama yaitu nyamuk Aedes
Aegypti maupun albopictus. Masa inkubasi virus ini ialah dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Bedanya, jika virus dengue menyerang
pembuluhdarah, virus Chikungunya menyerang sendi dan tulang. Nyamuk aedes lazimnya
6
akan menggigit seseorang yang telah dijangkiti oleh virus Chikungunya dan memindahkan
darah berkenaan kepada seorang mangsa lain yang sehat (Sebastian, 2009).
Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk yang berperan sebagai vektor/pembawa, seperti Aedes Aegypti (merupakan vektor
utama CHIKV), Aedes Albopticus yang mungkin juga berperan dalam penyebaran penyakit
di kawasan Asia. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga diduga dapat sebagai
perantara penyakit ini karena hewan-hewan inilah yang sebenarnya menjadi target awal
penyakit ini.
2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah
dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan.
Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Sebastian, 2009).
2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya
Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk Chikungunya adalah dengan
mencegah digigit nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu bisa dilakukan pemberantasan vektor
nyamuk dewasa maupun membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor nyamuk dewasa
bisa dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging dengan malathion
sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada TPA (tempat penampungan
air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN (Sebastian, 2009).
a. Abatisasi
Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak akan menjadi
nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes Aegypti ditaburi bubuk abate
sesuai dengan dosis satu sendok makanan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air. Bubuk
abate juga dituang di bak mandi.
b. Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk
Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :
1. Menguras secara teratur, terus-menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratur
tiap kurang dari seminggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate
ke TPA
2. Menutup rapat-rapat TPA
3. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang lainnya
yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
4. Khusus di tempat pasca-kebakaran harus segera dibersihkan dari wadah-wadah yang
bisa menampung air.
7
2.1.9.4. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk
Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit pada siang hari. Untuk
mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau minyak yang dioles di bagian tubuh yang
terbuka. Selain menggunakan salep untuk mencegah gigitan nyamuk, bisa juga
menggunakan minyak sereh. Cara lain adalah dengan menggunakan kawat nyamuk di pintu-
pintu dan jendela rumah (Widoyono, 2005).
Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya sudah dilakukan perlindungan tidak
hanya pada demam Chikungunya tetapi juga demam berdarah yang lebih fatal dan
mematikan. Tidak mustahil penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama dengan
penyakit demam berdarah.
2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya
Berdasarkan penjelasan oleh Widoyono, tahun 2005, penularan penyakit
Chikungunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
a. Agen
Agen dalam penyakit Chikungunya adalah nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan)
dan Aedes Albopictus. Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha virus, dengan perantaraan
nyamuk Aedes.
b. Reservoir
Habitat berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan
juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam
putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di
belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap.
Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk
memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana
sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida
yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan
themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan,
bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti tidak suka hinggap
di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
c. Portal of exit
Penderita penyakit Chikungunya seharusnya dirawat di rumah sakit agar kondisinya
selalu dikontrol.
d. Portal of entry
Lingkungan harus dibersihkan terutama pada barang-barang yang dapat digenangi
air. Hindari gigitan nyamuk pada pagi sampai dengan sore hari karena nyamuk penyebab
Chikungunya aktif pada saat itu.
8
e. Kerentanan penjamu
Daya tahan tubuh yang lemah dan kekebalan tubuh yang lemah saat terkena gigitan
nyamuk.
2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya
Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan
perkawinan, adopsi atau kelahiran. Keluarga memiliki peran yang sangat pentingdalam
upaya pencegahan penyakit Chikungunya. Keluarga berperan dalam hal menjaga pola hidup
agar tetap bersih dan sehat. Selain itu, makanan yang dimakan pun harus memenuhi 4
sehat 5 sempurna agar tubuh tetap sehat dan tidak mudah terkena penyakit. Lingkungan
rumah pun harus bersih. Lakukan gerakan 3 M secara teratur yaitu menutup tempat
penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak digenangi air dan menguras bak
secara teratur agar terhindar dari nyamuk penyebab Chikungunya ini (Widoyono, 2005).
2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya
Penyakit Chikungunya seringkali menjadi permasalahan tersendiri jika menyerang
masyarakat, Chikungunya menjadi salah penyakit yang terjadi dengan cara KLB (kejadian
luar biasa), hal ini dikarenakan jika salah satu masyarakat terjangkit Chikungunya maka
dalam waktu dekat akan terjadi kasus yang lebih besar.
3. Kader membuat alat penangkap nyamuk tambahan, selain yang
dibuat saat simulasi. Kader membuat alat tambahan bernilai 100,
Hanya menggunakan alat yang dibuat saat simulasi bernilai 75,
dan pasien tidak menggunakan alat yang dibuat bernilai 50.
PENILAIAN ALAT PENANGKAP NYAMUK
No Nama Kader
PARAMETER PENILAIAN
1 (Jumlah
nyamuk)
2 (Pendapat
Subektif)
3
(Penggunaan
alat)
Nilai Rata-
rata
1 Umi Khusnul 75 75 75 75
2 Ade Trifena 50 50 75 58
3 Evi 75 75 75 75
4 Kurnia 75 75 100 83
5 Sulistyarini 50 50 75 58
6 Erna Kushariat 75 75 100 83
7 Surati 50 50 75 58
8 Sunarti 75 75 75 75
9 Siti Musrikah 75 75 75 75
10 Anik Winarni 75 75 75 75
11 Dina Setya 50 75 75 66
12 Yuliani 50 50 75 58
13 Eka Retnowati 75 75 100 83
14 Sulastri 50 50 75 58
15 Wiwik 50 75 75 66
27
16 Siti Maryam 50 50 75 58
17 Sudarwati 75 75 100 83
18 Nikmatul 50 50 75 58
19 Sri Esti 50 50 75 58
20 Isniar 75 75 75 75
* Hasil berarti baik jika nilai rata-rata ≥ 75
Analisis Tingkat Keberhasilan:
Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa, dari 20 alat yang digunakan, 10
alat mendapatkan nilai rata-rata ≥75, 10 alat mendapatkan nilai rata-
rata <75. Artinya 50% menunjukkan hasil yang baik.
Analisis Kekurangan:
Pemanfaatan alat, memang masih belum maksimal, karena seharusnya
alat digunakan dengan jarak tiap 3 meter (memakasimalkan hasil
fermentasi).
DOKUMENTASI SAAT EVALUASI ALAT PENANGKAP NYAMUK
SEDERHANA
28
Dokumentasi Tempat-tempat diletakkannya alat penangkap nyamuk
sederhana.
29
BAB 5
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak puskesmas,
didapatkan permasalahan komunitas berupa wabah Chikungunya di desa
Kaliwungu. Setelah dilakukan survei pendahuluan di desa kaliwungu, diketahui
terdapat beberapa perilaku yang menyebabkan atau memperburuk
permasalahan tersebut. Beberapa perilaku tersebut antara lain kebiasaan jarang
menguras bak mandi, tidak membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas
yang berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk, menggantung pakaian di
belakang pintu, dan lain sebagainya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengetahuan dari warga desa yang masih kurang, tentang penyakit, cara
penularan, dan pencegahan Chikungunya. Adapun upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh masyarakat desa kaliwungu antara lain dengan menggunakan
repellent, penggunaan selambu walaupun sudah jarang dilakukan, dan fogging
yang sudah dilakukan pada bulan Maret dan April.
30
Karena permasalahan diatas, peneliti menyarankan beberapa intervensi.
Yang pertama, dengan memberikan penyuluhan dan diskusi tentang Penyakit
chikungunya, bagaimana penularan dan cara pencegahannya. Sehingga, setelah
ini, masyarakat diharapkan mampu mengubah perilaku seperti yang disebutkan
diatas, yang menyebabkan pertumbuhan nyamuk atau penyebaran chikungunya
makin bertambah luas. Yang kedua, dengan menyarankan penggunaan alat
penangkap nyamuk sederhana. Dengan ini, diharapkan mampu memberikan
alternatif terhadap pemberantasan nyamuk.
Berdasarkan hasil evaluasi pada intervensi yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat desa kaliwungu tentang penyakit
dan pencegahan chikungunya meningkat, ditandai dengan peningkatan hasil
yang signifikan dari nilai pretest dan post test saat penyuluhan dan diskusi.
Kesimpulan kedua, hasil evaluasi alat penangkap nyamuk sederhana,
menunjukan bahwa, 50% alat penangkap nyamuk yang digunakan, mendapat
nilai yang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa alat ini bisa digunakan
sebagai alternative untuk pemberantasan nyamuk dan mengurangi penyebaran
Chikungunya.
5.2 Saran
Pengetahuan yang telah disampaikan saat penyuluhan dan diskusi, harus
disebarkan ke masyarakat lainnya. Karena jika hanya sebagian orang (kader
kesehatan saja), maka penyebaran nyamuk tetap terjadi karena masih banyak
masyarakat yang belum mengerti. Kemudian untuk penggunaan alat penangkap
nyamuk sederhana, harus disesuaikan dengan aturan, agar hasil yang
didapatkan menjadi optimal.
Saran untuk puskesmas, untuk tetap melakukan follow up kepada kader
kesehatan yang telah mendapatkan pengetahuan tentang chikungunya dan alat
penangkap nyamuk sederhana. Selain itu, untuk terus menggalakkan program
untuk pengawas jentik, agar bisa mengurangi pertumbuhan dan penyebaran
nyamuk.
Saran untuk desa, advokasi pada perangkat desa agar menjalankan
program yang dapat mengurangi penyebaran nyamuk didesa kaliwungu.
Misalnya, kerja bakti di lingkungan desa dan pembagian bubuk abate.
31
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit UI. Jakarta
Chen LC, Lei HY, Liu CC, Shiesh SC, Chen SH, Liu HS. 2006. Correlation of Serum Levels of Macrophage Migration Inhibitory Factor with Disease Severity and Clinical Outcome in Dengue Patients. Am J Trop Med Hyg. 74(1): 142-7
Depkes, 2009. Waspadai Demam Chikungunya. Jakarta.
Chikungunya.html. Diakses tanggal 28 Februari 2014.
Direktorat Jenderal P2PL DepKes RI. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009.
Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, Fisk T, Robins R, von Sonnenburg F. 2006. Spectrum of Disease and Relation to Place of Exposure among Ill Returned Travellers. N Engl. J Med. 354(2):119-30
Kusnendar, 2013. Mengusir Nyamuk Secara Alami dan Aman bagi Kesehatan.
Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sebastian MR, Lodha R, Kabra SK. 2009. Chikungunya Infection. Indian Journal,
volume 76-February 2009. http://www.springerlink.com. Diakses tanggal
28 Februari 2014
Trochim, W. 2006. Probability Sampling. (online, http://socialresearchmethods.net, diakses tanggal 18 Maret 2014)
WHO, 2007. What is Chikungunya fever?.http://www.who.int/features/qa/63/en/.
Diakses tanggal 1 Maret 2014.
WHO, 2008. Chikungunya. WHO Media Centre.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/en. diakses tanggal 28
Februari 2014.
Widoyono, 2005. Penyakit Tropis (Epidimiologi, Penularan, Pencegahan, dan