Page 1
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERAN DALAM TEATER
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh:
RENATA RATNA RAISSA
F100140250
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
Page 2
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERAN DALAM TEATER
PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan Oleh:
RENATA RATNA RAISSA
F100140250
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh
Dosen
Pembimbing
Siti Nurina Hakim, S.Psi, M.Psi, Psikolog
NIP/NIDN. 689/0625056702
Page 3
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERAN DALAM TEATER
OLEH
RENATA RATNA RAISSA
F100140250
Telah dipertahankan di depan Dewan penguji Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal, Agustus 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji :
1. Siti Nurina Hakim , S. Psi, M.Psi, Psikolog (....................)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dra. Partini, M.Si, Psikolog (....................)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Permata Asfi Raihana, S.Psi, MA (....................)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Susatyo Yuwono S.Psi, M.Si, Psikolog
NIK/NIDN. 838/0624067301
Page 4
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam peryataan saya diatas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 10 Agustus 2019
Yang menyatakan
RENATA RATNA RAISSA
F100140250
Page 5
1
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PERAN DALAM TEATER
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah memahami nilai-nilai apa yang diperoleh dari
peran yang dilakonkan, dan bagaimana proses internalisasi nilai yang telah
diperoleh dari peran yang dilakonkan secara kognitif, emosi, dan tindakan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif fenomenologi yang datanya
dikumpulkan melalui kuesioner terbuka. Informan penelitian ada 51, dengan
kriteria mahasiswa aktif organisasi teater nimimal 1 tahun, minimal pernah
melakonkan 2 karakter tokoh antagonis dan protaginis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa informan memperoleh nilai-nilai dari karakter yang telah
dilakonkan yaitu peduli dengan lingkungan, komunikatif, disiplin, menghargai
prestasi, dan percaya diri. Proses internalisasi nilai secara kognitif terjadi melalui
pemahaman naskah yang akan dipentaskan dan menginterpretasi watak tokoh
dalam naskah. Proses internalisasi nilai melibatkan aspek emosional karena
pemain harus menekan egonya agar karatkter pribadinya tidak muncul dalam
tokoh yang akan diperankan. Proses internalisasi secara tindakan yaitu pemain
dituntut untuk memerankan sesuai dengan karakter tokoh dalam naskah yang
berhubungan dengan gerak tubuh, olah mimik/ ekspresi, blocking panggung yang
merupakan hasil belajar dari pengalaman di aspek kognitif dan aspek emosional
sehingga terukir menjadi sebuah kebiasaan jika dilakukan secara terus-menerus
dan bisa disebut sebagai karakter.
Kata kunci: pembentukan karakter, peran dalam teater, teater
Abstract
The purpose of this study is to understand what values are obtained from the roles
that are played and how the process of internalizing the values that have been
obtained from the roles that are performed cognitive, emotionally, and in action.
The research method used was qualitative phenomenology whose data collected
through an open questionnaire. There are 51 research informants with the criteria
of active students of a theater organization at least one year, and at least have two
performed antagonist and protagonist characters. The results showed that the
informants obtained values from the characters that have been acted out namely
caring abaout the environment, communicative, disciplined, respecting
achievement, and confidence. The process of cognitive internalizating of values
occurs through understanding the text that will be staged and interpreting the
character of the characters in the script. The process of internalizing values
involves emotional aspects because the player must suppress the ego so that his
personal character does not appear in the character to be portrayed. The process of
internalization of action in wich the player is required to act in accordance with
the character in the script related to gestures, expression/blocking, stage blocking
which is the result of learning from cognitive aspects and emotional aspects so
that it is engraved into a habit that can be called a character.
Keyword : Character building, drama in the theater, theater
Page 6
2
1. PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter sehingga menjadi individu yang bermartabat, serta bertujuan
untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang berilmu,
kreatif, tanggung jawab, dan berakhlak mulia namun, semua itu belum
sepenuhnya terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari
maraknya pemberitaan di media sosial tentang konflik moral di kalangan
mahasiswa seperti bullying, narkoba,kriminal, dll (Harmellawati, 2013)
Indonesia memang tengah mengalami kemrosotan karakter, banyak kasus
yang terjadi akhir-akhir ini mengenai moral, seperti yang bisa dilihat dalam kasus
di Pontianak, seorang remaja yang dikeroyok dan dilecehkan yang dilakukan oleh
9 remaja lainnya menyulut perang tagar yang memenuhi media sosial, serta
warganet yang begitu reaktif dan menghakimi para pelaku pengroyokan sebelum
menyelidiki kasus tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya membentuk
karakter terutama bagi para anak, remaja dan dewasa, terutama pada era saat ini
berita bohong bebas berseliweran di media sosial, ditambah kemampuan
menyaring berita sangat rendah. Pembentukan karakter harus ditegakkan baik
dilingkup formal maupun non-formal dapat meningkatkan tingkat empati
sehingga dapat menciptakan komunikasi yang sehat dan tidak reaktif seperti
sekarang ini (Subagio, 2019).
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter sesuai
dengan fungsi pendidikan nasional salah satunya melalui proses pembelajaran di
bangku perguruan tinggi. Pada dasarnya pembentukan karakter tidak hanya dapat
dibentuk melalui jalur akademik saja, padahal masih banyak cara lain untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter mahasiswa dengan jalur
non-akademik seperti teater, mapala, kegiatan kerohanian, dan lain-lain
(Hetilaniar, 2016). Sejalan dengan penelitian di Harvard University Amerika
Serikat (Yusuf, 2013), yang menyatakan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi lebih pada
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill), kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20% oleh hard skill, sisanya 80% ditentukan oleh soft skill.
Page 7
3
Pembentukan karakter harus dilakukan secara terus-menerus dari semua
lingkungan baik keluarga, sekolah /perguruan tinggi, dan masyarakat. Perguruan
tinggi salah satunya yang bertugas membentuk kebiasaan-kebiasaan yang positif
sebagai pondasi yang kuat dalam lingkup pendidikan formal sebagai pembentuk
karakter mahasiswa, selain itu melalui pendidikan non-formal yaitu dapat melalui
unit kegiatan mahasiswa di kampus salah satunya dengan media teater khususnya
melalui peran (drama). Kegiatan teater terutama melalui divisi peran juga dapat
membentuk karakter seseorang dari pengalaman bermain peran serta nilai-nilai
moril yang terkandung dalam naskah dapat dipetik sehingga hal yang positif dapat
diaplikasikan kedalam perilaku pemain di kehidupan sehari-hari (Mulyatiningsih,
2011).
Menjadi aktor tidaklah mudah, harus melalui proses yang panjang untuk
mendalami karakter yang akan diperankan, dapat diibartakan bahwa seseorang
bermain peran berawal dari ketidaktahuan akan peran yang akan dilakonkan,
kemudian melakukan proses pengenalan terhadap tokoh yang akan di mainkan,
kemudian dilanjutkan dengan proses pendalaman karakter tokoh, dari pengalaman
itulah yang berpotensi mempengaruhi karakternya sebagai individu. Ketika
bermain peran, apabila seorang aktor mendapatkan lakon yang berbeda dengan
karakter pribadinya maka aktor dituntut untuk meninggalkan karakter diri dan
berusaha menghadirkan karakter tokoh kedalam peran agar penonton ikut masuk
kedalam cerita dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam peran
(Dewojati, 2012).
Hasil penelitian terdahulu, salah satu aggota teater lingkar di Universitas
Brawijaya Malang yang bernama Dewi mengaku mengalami perubahan karakter
bahkan setelah pementasan telah selesai. Ia menjadi pribadi yang cenderung sinis
dan tegas kepada orang lain sebagai dampak dari peran menjadi ibu-ibu muda
dalam pementasan yang berperan menjadi jeng ellya yang karakternya cenderung
bersifat antagonis. Dewi melakukan proses pendalaman karakter sekitar 3-4 bulan
sehingga secara tidak sadar tokoh jeng ellya sudah terinternalisasi oleh dewi
sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari (Setiawan & Fajar, 2015). Kasus
Page 8
4
serupa juga dirasakan oleh salah satu anggota teater didik IAIN Purwokerto
bernama Lisnaeni Panggayuh yang mengaku bahwa terpengaruh dengan karakter
tokoh peran sebagai ibu Dar Indiana, yang mulanya lisnaeni memiliki karakter asli
yang periang dan mudah tersinggung kemudian terpengaruh oleh karakter ibu Dar
yang penyabar (Mustaqim, 2017).
Pada hari jum’at tanggal 22 Desember 2017 peneliti melakukan
wawancara kepada salah satu anggota Teater Lugu Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, dari hasil wawancara informan dikenal sebagai pribadi
yang memiliki karakter kurang bisa serius (celelekan), humoris, kurang bisa
mengontrol emosi, namun ia mengaku memanfaatkan pengalamannya dalam
bermain peran yang pernah ia lakonkan menjadi seorang ayah dengan karakter
yang penyabar, menyayangi keluarga, bijaksana, bertanggung jawab, dan
memiliki wibawa. Informan mengatakan dari pengalamannya bermain peran bisa
mengambil hal yang positif kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
terutama dalam berperilaku seperti ketika berada dalam rapat saat mengutarakan
pendapat ia bersikap berwibawa, kemudian bijaksana dalam menyelesaikan
masalah ketika terjadi masalah antar anggota teater lugu. Hal ini juga sejalan
dengan pendapat Suryadi, yang mengatakan bahwa anak-anak dapat memetik
pelajaran dari naskah-naskah yang pernah diperankan kemudian dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari (Suryadi, kompas.com 2018). Pengalaman yang
diperoleh melalui pemahaman naskah drama dapat membantu mendorong
perkembangan kognitif atau penalaran seseorang, dengan begitu mereka mencoba
untuk mengekpresikan emosi dan empatinya terhadap orang lain (Wulandari,
2015).
Berdasarkan fenomena diatas bermain peran dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang, yang mulanya dari mengobservasi dan memahami tokoh
yang akan dilakonkan kemudian meniru perilaku tokoh tersebut kedalam peran
yang dilakonkan dan dilakukan pengulangan secara terus-menerus. Albert
Bandura (dalam Alwisol, 2005), mengatakan bahwa perubahan perilaku terjadi
melalui peniruan (modeling) yang berbentuk simbolik baik perilaku maupun
Page 9
5
tingkah laku. Peniruan (modeling) tidak hanya sekedar meniru dan mengulangi
saja namun di ikuti dengan penguatan. Memerankan tokoh dalam drama (peran)
seorang aktor dituntut mampu memberikan isi atas karakter yang diperankan.
Mendalami karakter tokoh juga dapat menggunakan olahrasa yaitu proses
relaksasi dengan menggunakan sugesti dengan tujuan membangkitkan aktor
begitu bebas mengeksplore dirinya, selain itu olahrasa juga bisa digunakan untuk
relaksasi dalam mengembalikan karakter asli aktor dari setiap pemeranan yang
telah dilakukan (Mustaqim, 2017).
Observasi tokoh dan olahrasa sebagai suatu tahapan dalam membentuk
karakter karena dalam pembentukan karakter melalui tiga tahapan yaitu aspek
kognitif, aspek emosional, dan aspek fisik/tindakan (Lickona, 2012). Berawal dari
peniruan modeling yang dilakukan dengan cara mengobservasi segala sesuatu
yang berhubungan dengan perilaku dan kepribadian tokoh, proses pemahaman ini
yang melibatkan kemampuan kognitif, setelah mengamati dan memahami perilaku
dari modeling kemudian menghayati dan merasakan hasil dari pemahaman yang
melibatkan kemampuan emosional, setelah itu dieksekusi melalui suatu tindakan
yang melibatkan aspek fisik secara tidak sadar nilai-nilai karakter yang ada dalam
tokoh/model tersebut terinternalisasi kedalam diri, kemudian dapat terukir
menjadi sebuah kebiasaan pikiran, hati, dan perilaku sehingga dapat melekat
kedalam diri seseorang yang bisa dikatakan sebagai karakter (Amirulloh, 2015).
Karakter tokoh dapat terinternalisasi kedalam diri seseorang karena internalisasi
merupakan suatu proses menanamkan suatu nilai dengan menggunakan
penghayatan, mendalami, dan menguasai secara mendalam yang berlangsung
secara terus-menerus sehingga mempengaruhi pribadi seseorang (Fitriani &
Hadianda, 2016).
Berdasarkan fenomena diatas muncul pertanyaan mengenai pembentukan
karakter melalui peran dalam teater terutama pada yaitu bagaimana cara
mendalami karakter tokoh yang akan dilakonkan?, bagaimana cara memisahkan
karakter diri dengan karakter tokoh yang akan dilakonkan?, dampak apa yang
terjadi setelah bermain peran?
Page 10
6
2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi yaitu
menggambarkan suatu pemaknaan secara umum dari berbagai pengalaman hidup
individu yang berkaitan dengan konsep atau fenomena (Creswell, 2013). Informan
dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan informan yang berdasarkan dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh
subjek yang dipilih, dengan kriteria responden yaitu: a) mahasiswa aktif orgnisasi
teater minimal 1 tahun b) minimal pernah melakonlan 2 karakter antagonis,
protagonis, atau keduanya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner terbuka berisi 15 pertanyaan yang dibagikan kepada 60
orang yang tergabung dalam anggota teater di universitas Muhammadiyah
Surakarta, namun kuesioner yang kembali hanya terisi sejumlah 54 dan setelah
dilakukan pengecekan yang disesuaikan dengan kriteria responden penelitian
terdapat 51 kuesioner yang sesuai dengan kriteria responden penelitian dengan
sebaran 27 orang dari Teater Lugu, 7 orang dari Teater Kidung, 7 orang dari
Teater Wejang, dan 10 orang dari Teater Ngirit yang berada di Universitas
Muhammadiya Surakarta.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) mengumpulkan
data penelitian, b) melakukan reduksi data dengan mengkoding data dan
mengkategorisasikan data, c) melakukan display data, data dianalisis secara
deskripsi (Bungin, 2007).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami cara mendalami karakter tokoh dalam
bermain peran. Dari hasil penelitian diketahui cara mendalami karakter tokoh
yaitu
3.1 Nilai-nilai yang Diperoleh dari Peran yang Dilakonkan
Berikut adalah hasil tanggapan kuesioner terbuka yang di munculkan dalam
bentuk Tabel Re-Kategori analisis :
3.1.1 Karakter apa saja yang pernah dilakonkan
Page 11
7
Tabel 1 Re-kategori karakter yang pernah dilakonkan
Jawaban Frekuensi Persentase
Protagonis 9 18%
Antagonis 4 8%
antagonis dan protagonis 38 75%
Berdasarkan tabel diatas, jawaban informan mengenai karakter yang
pernah dilakonkan, informan lebih banyak memerankan karakter antagonis dan
protagonis dibandingkan dengan karakter protagonis saja atau antagonis saja,
sebanyak 38 informan sudah pernah memerankan dua karakter yang berbeda yang
dapat menambah wawasannya mengenai nilai-nilai karakter dalam tokoh yang
pernah dilakonkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumaryadi (2006),
menyatakan bahwa menjadi seorang aktor atau pemain peran pasti pernah
melakonkan beberapa karakter yang berbeda-beda sehingga dapat memberikan
banyak pengalaman pada pemain, karena dalam sebuah pertunjukan drama pasti
ada lakon dengan karakter antagonis dan lakon protagonis.
3.1.2 Karakter yang paling mempengaruhi
Tabel 2 Re-kategori karakter yang paling mempengaruhi
Jawaban Frekuensi Persentase
Protagonis dan antagonis 3 6%
Protagonis 29 56%
Antagonis 7 14%
Tidak terpengaruh 12 24%
karakter yang paling mempengaruhi pemain yaitu karakter protagonis.
Karakter protagonis lebih banyak mempengaruhi dari pada karakter antagonis hal
ini dikarenakan pemain memperoleh pengalaman bermain peran membawakan
karakter yang cenderung positif. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner terbuka,
ada informan yang terpengaruh oleh dua karakter yaitu antagonis dan protagonis.
Menurut informan dua karakter tersebut harus selalu ada dan digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi. Terpengaruhnya karakter pemain oleh karakter tokoh
yang diperankan akibat adanya proses internalisasi nilai-nilai karakter tokoh peran
Page 12
8
kedalam diri pemain. Bermain peran dapat memberikan pengaruh terhadap
karakter seseorang sebagai pribadi khususnya untuk pemain atau aktor peran.
Hasil jawaban kuesioner terbuka sebanyak 39 informan menyatakan terpengaruh
dengan karakter tokoh yang telah diperankan baik karakter protagonis, antagonis,
maupun keduanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Stemberg (Nuryanto, 2017),
bahwa ketika bermain peran seorang aktor pasti pernah melakonkan karakter yang
berbeda-beda baik protagonis maupun antagonis, seorang aktor juga dituntut
untuk mendalami sebuah karakter tokoh, sehingga secara tidak sadar karakter
tokoh terinternalisasi kedalam diri dan dapat masuk kedalam jiwa pemain bahkan
pemain mampu mengulangi dalam kehidupan nyata sehingga karakter dirinya
terpengaruh oleh karakter tokoh yang telah dilakonkan. Perubahan karakter ini
terjadi karena adanya proses internalisasi yang dilakukan secara berulang-ulang.
Hal ini didukung juga oleh pendapat Dewojati (2012), bahwa menjadi aktor dalam
drama tidaklah mudah karena harus melalui proses panjang untuk bisa mendalami
karakter yang akan diperankan, pada awalnya seseorang tidak tahu akan karakter
tokoh yang akan dilakonkan kemudian melakukan proses pengenalan terhadap
tokoh dan memahami karakter tokoh yang akan dilakonkan dalam pementasan,
dari pengalaman itulah yang berpotensi mempengaruhi karakter seseorang sebagai
individu.
3.1.3 Manfaat yang diperoleh setelah bermain peran
Tabel 3 Re-kategori manfaat setelah bermain peran
Jawaban Frekuensi Persentase
peduli sosial 13 25%
komunikatif 13 25%
disiplin 2 4%
menghargai prestasi 10 20%
percaya diri 10 20%
other 3 6%
Hasil jawaban informan mengenai manfaat setelah bermain peran yaitu
informan mengalami perubahan karakter menjadi lebih perduli dengan
lingkungan, komunikatif, disiplin, menghargai prestasi, dan percaya diri. Secara
Page 13
9
tidak disadari manfaat yang dirasakan oleh informan adalah nilai-nilai karakter
yang diperoleh dari peran yang telah selesai dilakonkan, nilai-nilai karakter dari
peran yang telah dilakonkan memberikan dampak yang positif bagi pemain. Hal
ini sesuai pendapat Hetilaniar (2016), bahwa bermain drama dapat menumbuhkan
kepribadian yang baik bagi perkembangan karakter mahasiswa dan
mengembangkan pribadi menjadi pribadi yang bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, pribadi mandiri, kreatif, percaya diri dan pribadi yang peduli terhadap
sesama. Hal ini juga didukung pendapat Lickona (2012), bahwa aspek-aspek
pembentukan karakter salah satunya adalah aspek emosional yang menyangkut
ranah kejiwaan atau keadaan mental seseorang, aspek emosional meliputi
kepedulian, rasa percaya diri, menghormati, empati, tolong-menolong,
memaafkan kesalahan orang lain.
3.2 Proses Internalisasi Nilai Secara Kognitif, Emosi, dan Tindakan dari
Peran yang Pernah Dilakonkan
3.2.1 Cara mendalami karakter tokoh
Tabel 4 Re-kategori cara mendalami karakter tokoh yang akan diperankan
Hasil penelitian dari jawaban kuesioner terbuka, sebanyak 33 informan
merasakan pengaruh atau dampak setelah bermain peran, perubahan yang
dirasakan oleh informan yaitu masih terbawa oleh karakter tokoh yang telah
selesai dilakonkan dalam sebuah pertunjukan, dan karakter tersebut melekat
kedalam diri pemain sehingga mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini terjadi karena proses pendalaman karakter yang berawal dari
proses memahami naskah, melakukan observasi tokoh, adanya latihan yang
berulang-ulang dan dilakukan secara terus menerus sehingga mempengaruhi
kognitif seseorang dan secara tidak sadar mempengaruhi pribadi pemain. Hal ini
sesuai dengan teori Lickona (2012), bahwa pembentukaan karakter melalui tiga
Jawaban Frekuensi Persentase
Mencari refrensi dari luar 31 61%
eksplore diri 20 39%
Total 51 100%
Page 14
10
tahapan yaitu aspek kognitif, aspek emosi, dan aspek tindakan. Keterlibatan
aktivitas kognitif karena adanya proses memahami naskah dan mengingat dialog
dalam naskah, selain itu juga melibatkan kemampuan emosional karena pemain
memusatkan perhatiannya untuk merasakan karakter tokoh dalam dirinya serta
perasaan menekan ego kita dalam bermain peran agar selaras antar pemain yang
lain tidak menonjol satu sama lain, tidak hanya melibatkan aspek kognitif dan
emosi namun juga melibatkan aspek tindakan seperti melakukan pemeranan
karakter tokoh dengan menggunakan gesture yang berbeda yang merupakan hasil
belajar dari kognitif dan emosi kemudian terukir menjadi sebuah kebiasaan.
Pembentukan karakter melalui tiga tahap aspek kognitif,emosional, dan
tindakan juga didukung oleh Hetilaniar (2016), bahwa proses internalisasi nilai-
nilai karakter membutuhkan segala aspek kecerdasan baik kecerdasan intelektual,
emosional, spiritual, maupun kinestetik. Pada aspek intelektual (kognitif) pemain
dituntut mampu memahami naskah drama yang akan dipentaskan kemudian
menginterpretasikan perwatakan dan mampu memerankan tokoh yang dipilih
sesuai kehendak penulis skenario dan sutradara. Pemahaman naskah dan
interpretasi perwatakan inilah yang melibatkan kemampuan intelektual pemain
dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter tokoh kedalam diri pemain. Pada
aspek emosional, kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam proses
internalisasi nilai karakter kedalam diri, karena tidak hanya pemain saja namun
semua orang yang terlibat dalam naskah termasuk tim produksi, harus mampu
menjaga kekompakan, kesetiaan, dan kepedulian antar sesama. Pemain harus
saling menjaga ego masing-masing sehingga pembawaan karakter tokoh pas
sesuai porsinya tidak saling menonjol. Pada kemampuan kinestetik atau tindakan,
pemain dituntut untuk dapat memerankan perannya sesuai dengan naskah yang
akan diperankan. Kemampuan kinestetik berhubungan dengan gerak tubuh, olah
mimik/ ekspresi, blocking panggung yang merupakan hasil belajar dari
kemampuan kognitif dan emosional sehingga terukir menjadi sebuah kebiasaan
jika dilakukan secara terus-menerus. Tiga tahapan inilah terjadi proses
internalisasi nilai-nilai karakter kedalam diri pemain.
Page 15
11
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai pembentukan karakter melalui
peran dalam teater, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: Nilai- nilai yang
diperoleh dari peran yang dilakonkan yaitu peduli dengan lingkungan,
komunikatif, disiplin, menghargai prestasi, dan percaya diri. Pembentukan
karakter melalui tiga tahapan yaitu aspek kognitif, aspek emosi, dan aspek
tindakan. Proses internalisasi nilai-nilai karakter yang diperoleh dari peran yang
telah dilakonkan ini melalui pada aspek intelektual (kognitif) mencakup aktivitas
otak yang berorientasi pada kemampuan berpikir seperti mengingat, memahami,
memecahkan masalah. Pemain dituntut mampu memahami naskah drama yang
akan dipentaskan kemudian menginterpretasikan perwatakan dan mampu
memerankan tokoh yang dipilih sesuai kehendak penulis skenario dan sutradara.
Melakukan pemahaman naskah berati harus melalui proses membaca dan
mengingat dialog yang ada dalam naskah, sehingga pemahaman naskah dan
interpretasi perwatakan inilah yang melibatkan kemampuan intelektual pemain
dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter tokoh kedalam diri pemain.
Pada aspek emosional, kecerdasan emosional melibatkan perasaan, sikap,
nilai. Aspek emosional memiliki peran penting dalam proses internalisasi nilai
karakter kedalam diri, terlibatnya aspek emosi karena adanya latihan observasi
tokoh yang akan diperankan dan menghayati serta merasakan karakter tokoh
tersebut masuk kedalam jiwanya. Aspek emosi tidak hanya terlibat oleh pemain
saja melainkan semua yang berhubungan dengan naskah termasuk tim produksi,
harus mampu menjaga kekompakan, kesetiaan, dan kepedulian antar sesama.
Pemain harus saling menjaga ego masing-masing sehingga pembawaan karakter
tokoh pas sesuai porsinya tidak saling menonjol antar pemain.
Pada kemampuan kinestetik atau tindakan yang berkaitan dengan
kemampuan bertindak setelah menerima pengalaman dari hasil belajar aspek
kognitif dan emosional sehingga membentuk suatu kebiasaan. Ketika bermain
peran, pemain dituntut untuk dapat memerankan perannya sesuai dengan naskah
yang akan diperankan. Kemampuan kinestetik berhubungan dengan gerak tubuh,
olah mimik/ ekspresi, blocking panggung yang semua itu merupakan hasil belajar
Page 16
12
dari kemampuan kognitif dan emosional sehingga terukir menjadi sebuah
kebiasaan jika dilakukan secara terus-menerus, secara tidak sadar kebiasaan-
kebiasaan tersebut akan membentuk karakter seseorang dari hasil proses
internalisasi nilai-nilai karakter tokoh dalam peran yang telah dilakonkan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam melakukan
penelitian selanjutnya, selain itu diharapkan bagi informan penelitian dapat
memahami cara mendalami karakter tokoh melalui teknik bermain peran dan
menanamkan nilai-nilai karakter yang positif kedalam diri guna mebangun pribadi
menjadi yang lebih baik, selain itu peneliti juga mengharapkan informan dapat
memetik manfaat positif dari karakter yang pernah dilakonkan para pemain peran,
sehingga informan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Harapan
untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan teknik wawancara dalam
melakukan penelitian agar data yang didapatkan dapat membahas lebih dalam
mengenai pembentukan karakter melalui peran dalam teater. Penelitian ini juga
diharapkan dapat disosialisasikan kepada organisasi teater untuk membentuk
karakter anggotanya menjadi mahasiswa yang berkarakter.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Bungin, B. (2007). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: Kencana.
Creswell, J. (2013). Reserch Design : Pendekatan Kualtitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Dewojati, C. (2012). Drama Serajah,Teori, dan Penerapan. (S. Prof.Dr.C.
Soebakdi Soemanto, Penyunt.) Javakarsa Media.
Harmellawati. (2013, November). Pembinaan Nilai Karakter Melalui Kegiatan
Ekstrakulikuler Teater Dii SMK Nusantara Tangerang. hal. 14.
Hetilaniar. (2016, Mei). Pementasan Drama sebagai Pembentukan Karakter
Mahasiswa, hal. 2-15.
kompas.com. (2011, juni selasa). Membangun Karakter Bisa Melalui Teater.
Page 17
13
Lickona, T. (2012). Educating For Character : mendidik untuk membentuk
karakter. (U. W. Suryani, Penyunt., & J. W. Wamaungu, Penerj.) jakarta:
Bumi Aksara.
Muhammad. (2018). Pembelajaran Drama pada Teater Sekolah SMA Negeri 10
Fajar Harapan Banda Aceh. Master Bahasa , 6 (1), 37-49.
Mulyatiningsih, E. (2011). Analisis Model-model Pendidikan Karakter untuk Usia
Anak-anak, Remaja, dan Dewasa. jurnal FT UNY Karang Malang
Mustaqim, I. (2017). Efek Karakter Pada Pemeran Pasca Pertunjukan Drama
"PULANG" karya Isno Wardoyo. skripsi IAIN Purwokerto (hal. 76).
Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Piscayanti, K. S. (2012). Mengembangkan Nilai-Nilai Karakter Melalui Proses
Produksi Kulish Drama Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UNDIKSHA.
Prasi , 7 (14), 6-15.
Setiawan, F. N., & Fajar, Y. (2015). Kontribusi Teater Kampus dalam Pendidikan
Karakter Mahasiswa:Studi Kasus Teater Lingkar Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya. Lensa : kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan
Budaya , 7 (1), 1-12.
Subagio, J. (2019, April Senin, 15). Jawaban atas Maraknya Perundangan, ini kata
Peneliti. (S. W. Wibawa, Penyunt.)
Sumaryadi. (2006). Pelaksanaan Pembelajaran Seni Drama Sejak Usia Dini. Imaji
, 4 (1), 61-73.
Wulandari, R. A. (2015). Sastra dalam Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal
Edukasi Kultara , 2 (2), 63-73.
Yusuf, M. (2013). Membentuk Karakter Melalui Pendidikan Berbasis Nilai.
Jurnal Al-Ulum , 13 (1), 1-24.