Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Tingkat SLTP BAB I A. Latar Belakang Masalah Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang studi Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum memberdayakan seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam menguasai materi maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien. Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini disinyalir karena tidak tersedianya alat bantu tersebut
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Di Tingkat SLTP
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang
studi Pendidikan Jasmani berlangsung, masih banyak guru yang belum
memberdayakan seluruh potensinya dalam mengelola pembelajaran baik dalam
menguasai materi maupun dalam menggunakan media pembelajaran melainkan
hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis), sementara materi-
materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan
saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di
lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien.
Dalam pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat
bantu. Padahal jika dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu
informasi/pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh
siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini disinyalir
karena tidak tersedianya alat bantu tersebut dan kurangnya kreativitas para guru.
Tidak tersedianya media pembelajaran/alat bantu di sekolah menjadi salah satu faktor
penyebab guru malas dan kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran sehingga
hanya bermodalkan talk and chalk.
Hal ini sering kita jumpai dalam KBM bidang studi Penjas yang efeknya dapat
mengkondisikan siswa dalam situasi Duduk Diam Catat Hafal (DDCH). Hal ini tentu
bertentangan dengan tujuan pengajaran Penjas yang sangat kompleks yang
seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan
sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya. Di samping itu, hal ini tentu bertentangan
dengan harapan masyarakat (orang tua anak) yang menginginkan anak–anaknya
tumbuh lebih kreatif, dapat menggunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperolehnya secara efektif dalam pemecahan masalah–masalah sehari-hari yang
kontekstual.
Hal ini sesuai dengan tuntutan dari UU RI No: 20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2A : “Pendidikan dan tenaga kependidikan
berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi
masalah dalam hal ini adalah :
1. Apakah penggunaan media (alat bantu) dapat membantu kelancaran proses
pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah yang lebih efektif dan efisien?
2. Bagaimana caranya memodifikasi alat bantu peluru dan pelampung dengan
memanfaatkan limbah masyarakat?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan
bagi para guru Pendidikan Jasmani untuk lebih kratif dan inovatif dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya.
2. Manfaat
Dengan dibuatnya karya tulis ini diharapkan para guru pendidikan jasmani
termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain media/alat bantu
pembelajaran materi yang efektif dan efisien
BAB II
A. Hakekat Media
Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran” (2000:3) menyatakan
bahwa media adalah kata jamak dari medium, berasal dari bahasa Latin yang berarti
perantara atau pengantar. Pengertian secara harfiah ini selanjutnya menurunkan
berbagai definisi media seirama dengan perkembangan teknologi dalam pendidikan
seperti yang dikatakan dosen Program D2 PGSD Pendidikan Jasmani (1991),
Association for Education and Communication Technology (AECT) mendefinisikan
media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran
informasi. Sedang National Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa
media adalah segala hal yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan beserta perantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut
sebagai perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk
disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan
kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6)
Latuheru (1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat,
atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar
proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara
tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran
memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi
pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa
pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan apa itu
pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar.
Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra M.Ed menyatakan dalam bukunya
“Belajar dan Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses
perubahan tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati dan
yang tidak. Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan behavioral performance,
sedangkan yang tidak dapat diamati disebut behavioral tendency.
Muhibbin Syah M.Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru” (1995:89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang
dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang dikutip
dari buku “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:90) karangan
Muhibbin Syah, M.Ed adalah sebagai berikut :
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational
Psychology :The Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progesif.
Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah . . . a
process of progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya, B.F.
Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang
optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).
Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar
berdasarkan proses conditioning yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa
timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan)
dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa definisi yang bersifat behavioristik ini
dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan menggunakan hewan, sehingga tidak
sedikit pakar yang menentangnya.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam
rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively permanent
change in behavior as a result of practice and experience. Belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
Rumusan keduanya Process of acquiring responses as a result of special practice,
belajar adalah proses memperoleh respons–respons sebagai akibat adanya latihan
khusus.
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory
berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect the
organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman,
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar
apabila mempengaruhi organisme.
Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa
pengalaman pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat
memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu
pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian
organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang mengilhami
gagasan everyday learning (belajar sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John B.
Biggs.
Witting dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai
any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs
as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar
dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa
perubahan tingkahlaku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk,
lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam
penyampaian informasi dan pesan–pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat
pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat–sifat media tersebut.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media.
Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan
tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
C. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh