Pembelajaran Kooperatif dan Metode Investigasi Kelompok BAB I
PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses
guru membelajarkan siswa yang diharapkan ada kegiatan belajar pada
diri siswa. Hal ini yang menjadi dasar bagi guru agar dapat
menciptakan sebuah perencanaan pembelajaran sebagai usaha
mengembangkan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Oleh karena itu, terciptalah metode-metode
pembelajaran yang menjadi salah satu langkah guru menciptakan suatu
kegiatan pembelajaran yang bermakna yang dapat menimbulkan kegiatan
belajar pada diri siswa. Tetapi dari sebagian besar guru belum
paham secara penuh pentingnya penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran sehingga masih jarang guru menggunakan variasi metode
dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang menempatkan guru
sebagai satu satunya sumber ilmu pengetahuan masih banyak kita
jumpai. Penggunaan variasi strategi dan metode pembelajaran juga
masih jarang digunakan. Dengan cara ini seolah-olah siswa sebagai
botol kosong pasif yang siap diisi ilmu pengetahuan oleh sang guru
apapun atau bagaimanapun kondisinya. Hasil yang dicapai melalui
proses ini menjadikan siswa kurang kreatif dan kurang bisa
mengembangkan diri serta sukar untuk mengaplikasikan apa yang telah
diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar juga menjadi
kurang bermakna karena jauh dari apa yang dihadapi siswa setiap
hari. Oleh karena itu, dalam laporan ini dijelaskan ssebuah model
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam mengembangkan
model pembelajaran dengan kajian teori tentang Metode Investigasi
Kelompok-Pembelajaran Kooperatif Perencanaan Pembelajaran.
Diharapkan dengan penjabaran materi yang ada dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. II. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah antara lain sebagai
berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan metode Investigasi Kelompok?
2. Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Kooperatif? 3. Apa yang
dimaksud Perencanaan Pembelajaran? 4. Bagaimana contoh Perencanaan
Pembelajaran? III.Tujuan Berdasarkan rumusan masalah tersebut
diperoleh tujuan pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1.
Menjelaskan tentang Metode Investigasi Kelompok 2. Menjelaskan
tentang Pembelajaran Kooperatif
3. Menjelaskan tentang Perencanaan Pembelajaran 4. Memberikan
contoh Implementasi Pembuatan Perencanaan Pembelajaran IV. Manfaat
Berdasarkan tujuan pembeljaran diperoleh manfaat antara lain
sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami tentang apa itu
Investigasi Kelompok 2. Mengetahui dan memahami tentang
Pembelajaran Kooperatif 3. Mengetahui tentang Perencanaan
Pembelajaran 4. Paham tentang bagaimana pembuatan perencanaan
pembelajaran BAB II KAJIAN TEORI
I. INVESTIGASI KELOMPOK (Group Investigation) A. Pengertian
Investigasi Kelompok Abdussakir (2009,
http://abdussakir.wordpress.com) mengemukakan Investigasi Kelompok
dikembangkan oleh Shlomo & Yael Sharon di Universitas Tel Aviv
(Slavin, 1995). Investigasi Kelompok adalah strategi belajar
kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan
investigasi terhadap suatu topik. Narudin (2009,
http://davidnarudin.blogspot.com) Metode ini menekankan pada
partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang
tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari
melalui internet. Indonbiu (2009, http://www.idonbiu.com) Metode
Investigasi Kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling
komplek dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan
proses kelompok (group process skills). Metode Group Investigation
dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Para guru yang menggunakan
metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik
yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas
kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap terhadap suatu
topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang
telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di
depan kelas secara keseluruhan. Pada dasarnya metode ini tepat
dilaksanakan pada kelas tinggi (4, 5 dan 6). Karena anak pada usia
ini telah mampu diajak untuk berfikir dalam rangka pemecahan
masalah. Tetapi ada juga kemungkinan metode ini dilaksanakan pada
pembelajaran kelas bawah yaitu pada kelas 2 dan 3.
Hal ini dapat dilakukan tetapi dengan konsep yang lebih
sederhana. Misalnya, siswa ditugaskan mengerjakan soal matematika
secara kelompok. Safrizal (2008, http://www.jambiekspres.co.id)
Mengemukan: Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation)
dikembangkan berdasarkan apa yang biasa berlaku di masyarakat,
terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan mekanisme
sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Safrizal (2008,
http://www.jambiekspres.co.id) Perilaku-perilaku tersebut pada
dasarnya secara tidak sadar telah sering dilakukan dimasyarakat
misalnya, dilakukan kegiatan musyawarah untuk mufakat sebagai
manifestasi mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan
bersama. Di kampung-kampung ada rembug (rapat) desa untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.
Mengadopsi dari perilaku sosial tersebut terciptalah sebuah metode
Investigasi Kelompok, dimana ada kegiatan berkelompok untuk
memecahkan suatu permasalahan berdasarkan kesepakatan bersama.
Sehingga, metode ini tidak lagi terasa asing jika dilaksanakan
dalam pembelajaran karena kita sering berhubungan secara langsung
dengan kegiatan yang ada dalam implementasi metode investigasi
kelompok. Tetapi meskipun metode ini mengadopsi dari perilaku
sosial masyarakat yang biasa dikenal masyarakat, metode ini
tentunya juga mempunyai kelemahan berkaitan dengan hal teknis dalam
metode ini.
A. Bagaimana Penerapan Metode Investigasi Kelompok Abdussakir
(2009, http://abdussakir.wordpress.com) Perencanaan dalam melakukan
Metode Investigasi Kelompok melibatkan lima tahapan antara lain
sebagai berikut: (1) menentukan tujuan (2) merencanakan pengumpulan
informasi (3) membentuk kelompok (4) mendesain aktivitas kelompok
(5) merencanakan aktivitas kelompok secara keseluruhan 1.1.1 Gambar
implementasi metode Investigasi Kelompok Seperti pada perencanaan,
implementasi aktivitas meliputi lima tahap yaitu: (1) Seleksi topik
Pengorganisasian kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang anggotanya heterogen. Kemudian tahap identifikasi
topik, dimana siswa menentukan subtopik dari sebuah wilayah masalah
umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. (2)
perencanaan kelompok Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai
prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum
yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah
dipilih.
(3) pelaksanaan investigasi (Implementasi) Parasiswa
melaksanakan rencana yang telah dirumuskan sebelumnya. (5)
penyajian laporan. Siswa membuat laporan kerja kelompok dan
dipresentasikan didepan kelas. Safrizal (2008,
http://www.jambiekspres.co.id) Berkaitan dengan implementasi metode
Investigasi Kelompok, dalam proses belajar-mengajar, pengajar dan
siswa yang belajar melakukan serangkaian langkah-langkah pokok.
Setidaknya ada enam langkah dalam implementasi Model Investigasi
Kelompok, yakni: (1) siswa dihadapkan pada situasi yang problematis
(2) siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang
problematis itu (3) siswa dalam kelompok mengatur pembagian tugas
dan merumuskan tujuan bersam (4) siswa melakukan kegiatan
individual dan kelompok (5) siswa dalam kelompoknya mengkaji apakah
situasi problematis yang dihadapi telah dapat dicarikan solusinya
(Anggota kelompok mencek proses dan hasil investigasi kelompoknya
dan melakukan tindak lanjut) (6) secara kelompok atau individual
siswa melakukan recycle aktivities (tindakan pengulangan) Enam
langkah tersebut dikembangkan berdasarkan tiga konsep utama yang
menjadi ciri Model Investigasi Kelompok ini, yakni: (1) penelitian
(inquiry); Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa
memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah (2)
pengetahuan (knowledge); pengalaman belajar yang diperoleh siswa
baik secara langsung maupun tidak langsung (3) dinamika belajar
kelompok (the dynamic of the learning group); menunjukkan suasana
yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan
berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui
proses saling berargumentasi Siti Maesaroh (2005:28) di dalam
Narudin (2009: www.davidnarudin.blogspot.com) mengemukakan hal
penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
Membutuhkan Kemampuan Kelompok Di dalam mengerjakan setiap tugas,
setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan
kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari
berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa
mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk
mengerjakan lembar kerja. Rencana Kooperatif Siswa bersama-sama
menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa
yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan
proyek mereka di dalam
kelas. Peran Guru Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru
memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur
pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu
jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
kompleks, diantaranya: 1) pembelajaran berpusat pada siswa 2)
pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang 3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi 4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif
dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran. II. PEMBELAJARAN KOOPERATIF A. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif Abdussakir (2009:
http://abdussakir.wordpress.com) Sekitar tahun 1960-an, belajar
kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan di
Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan
untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang
terbaik. Dalam belajar kompetitif dan individualistik, guru
menempatkan siswa terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata dilarang
mencontoh, geser tempat dudukmu, Saya ingin agar kamu bekerja
sendiri dan jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri
sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualistik
(Johnson & Johnson, 1994). Proses belajar seperti itu masih
terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini. (Slavin: 1995)
dalam Abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com) Jika
disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistik akan
efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk melakukan yang
terbaik. Meskipun demikian terdapat beberapa kelemahan pada belajar
kompetitif dan individualistik, yaitu: 5) kompetisi siswa kadang
tidak sehat, sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan
guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah 6)
siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi 7) siswa
berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal
4) Siswa yang berkemampuan rendah akan frustasi Untuk menghindari
hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain
untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar
kooperatif. Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai
guru dan mungkin sebagai siswa kita pernah menggunakannya atau
mengalaminya, sebagai contoh saat bekerja dalam laboratorium.
Ketika belajar di laboratorium kegiatan berkelompok seperti pada
pembelajaran kooperatif sering dilakukan. Sehingga sistem
pembelajaran ini tidak lagi terkesan asing.
2.2.1 ilustrasi pembelajaran kooperatif yang bearti pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran berkelompok dimana dalam satu
kelompok itu saling bekerjasama. Holli (2009:
www.pembelajarankooperatif.blogspot.com) Eggen dan Kauchak (1993:
319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan
strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu
dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini
juga dinamakan belajar teman sebaya. Menurut Slavin (1997)
pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa
bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Belajar
kooperatif mempunyai ide bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan
bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar
kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang
hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mempelajari tujuan
(penguasaan materi) yang akan dicapai. Pembelajaran kooperatif atau
cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja
bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa
dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah
(Nur dan Wikandari (2000:25) dalam Holli (2009: www.pembelajaran
kooperatif.blogspot.com) ) . Ibrahim, dkk (200:7) dalam Holli
(2009: www.pembelajaran kooperatif.blogspot.com) Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pendapat
setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan
untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai
tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara
manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori
belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar sosial. Artinya,
pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar
dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih,
dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam
masyarakat nyata (Kardi dan Nur, 2000:15) dalam Holli (2009:
www.pembelajarankooperatif.blogspot.com). Berdasarkan pendapat dari
para ahli diperoleh pengertian umum tentang Cooperative Learning
yaitu pada dasrnya pembelajaran kooperative merupakan suatu
strategi pembelajaran yang dirancang oleh guru dalam bentuk
kelompok-kelompok belajar dimana dalam tim tersebut siswa
menyelesaikan tugas-tugas kelompok mencapai tujuan
pembelajaran.
B. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif didasarkan teori konstruktivistik, bahwa siswa dapat
menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari dengan cara
mongkonsrruksi pengalamannya. Usaha untuk mengkonsrruksi pengalaman
akan lebih mudah dilakukan jika mereka melakukannya dengan bekerja
sama. Menurut Arends (2008: 37) dalam Kontjojo (2009:
http://cooperative.wordpress.com)akar intelektual pembelajaran
kooperatif berasal dari tradisi pendidikan yang menekankan
pemikiran dan praktis demokratis: belajar secara aktif, perilaku
kooperatif, dan menghormati pluralisme di masyarakat yang
multikultural. Prinsip-prinsip dasar pandangan konstruktivis
menurut Clements & Battista (2001) dalam abdussakir (2009:
http://abdussakir.wordpress.com) adalah sebagai berikut: a.
Pengetahuan dibentuk dan ditemukan oleh siswa secara aktif, tidak
sekedar diterima secara pasif dari lingkungan. Ide ini dapat
diilustrasikan bahwa ide-ide matematika dibentuk oleh siswa, tidak
sekedar ditemukan sebagai barang jadi atau diterima dari orang lain
sebagai hadiah. Hal ini, senada dengan pendapat Orton (1992:163)
bahwa materi dikonstruksi sendiri maknanya oleh siswa b. Siswa
mengkonstruk pengetahuan dengan melakukan refleksi fisik dan
mental, yaitu berbuat dan berpikir. Ide-ide dikonstruksi secara
bermakna dengan cara diintegrasikan ke dalam struktur pengetahuan
yang telah ada. c. Tidak ada realitas yang sebenarnya, siswa
sendirilah yang membuat interpretasi mengenai dunia. Interpretasi
ini dibentuk dengan pengalaman dan interaksi sosial. Jadi, belajar
harus berupa proses bukan hasil d. Belajar adalah proses sosial,
Ide-ide dan kebenaran matematika baik dalam penggunaan dan maknanya
ditetapkan secara bersama oleh anggota suatu kelompok masyarakat
(budaya). abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com)
Pandangan konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vygotksy.
Keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika
konsep-konsep yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses
ketidakseimbangan untuk memahami informasi baru. Piaget dan
Vygotksy juga menekankan adanya hakikat sosial dari belajar, dan
keduanya menyarankan penggunaan kelompok belajar yang anggotanya
terdiri dari siswa dengan kemampuan yang beragam untuk mengupayakan
perubahan konseptual. Ide-ide konstruktivis modern sekarang lebih
banyak didasarkan pada ide-ide Vygotksy, yang telah digunakan untuk
menunjang belajar kooperatif (Nur, Wikandari & Sugiarto, 1999).
Bahkan menurut Johar (2001) tokoh-tokoh konstruktivis menganjurkan
penggunaan belajar kooperatif. Menurut Sutawidjaja (2002), bahwa
belajar kooperatif adalah salah satu alternatif yang perlu
digalakkan dalam kontruktivisme karena pertimbangan sebagai
berikut. a) Siswa yang sedang menyelesaikan masalah bersama-sama
dengan teman sekelompoknya dalam kegiatan belajar kelompok
masing-masing melihat bagaimana masalah itu dan merancang
pemecahannya. Kegiatan ini merupakan cara menumbuhkan refleksi yang
membutuhkan
kesadaran tentang apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan.
Dengan demikian menyediakan kesempatan siswa untuk mengabstraksikan
secara aktif b) Menjelaskan sesuatu kepada teman biasanya mengarah
ke pada siswa untuk melihat sesuatu lebih jelas dan seringkali
menemukan ketidakkonsistenan pada pikirannya sendiri c) Ketika
suatu kelompok kecil menerangkan solusinya ke seluruh kelas (tidak
peduli apakah solusi layak atau tidak), kelompok itu memperoleh
kesempatan yang berharga untuk mempelajari hasil yang mereka buat
d) Mengetahui bahwa ada teman sekelompoknya belum bisa menjawab,
akan meningkatkan kegairahan setiap anggota kelompok untuk mencoba
menemukan jawabannya e) Keberhasilan suatu kelompok menemukan suatu
jawaban akan menumbuhkan motivasi mereka untuk menghadapi masalah
baru. C. Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif Ada 4
unsur pokok model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta
dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok, 3. adanya upaya belajar
setiap anggota kelompok, dan 4. adanya tujuan yang akan dicapai
(Sanjaya, (2009: 241) dalam Kontjojo (2009:
http://cooperative.wordpress.com). 1. Adanya Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran kooperatif adalah para siswa yang melakukan
kegiatan belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa bisa
dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat
kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam
mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan. 2.
Adanya Aturan Kelompok Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah
disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai
peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok. 3. Adanya
Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok Upaya belajar merupakan
segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan
yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar
siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka
terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman,
maupun gagasan. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok
dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal (a) membantu siswa yang
membutuhkan bantuan (b) bahwa siswa tidak dapat hanya sekedar
membonceng pada hasil kerja teman sekelompoknya. 4. Adanya Tujuan
yang Akan Dicapai Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini
dimaksudkan untuk memberikanb arah pada perencanaan, pelaksanaan,
dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota
kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar.
D. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Model
pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends [1997: 110-111]
dalam Holli [2009:www.pembelajarankooperatif.blogspot.com] ). a.
Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis
kegiatan siswa dalam kelas b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah
kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir
pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga
macam struktur tujuan, yaitu: 1) struktur tujuan individualistik,
yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual
tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa
lainnya. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam
tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa
model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep konsep yang
sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) struktur tujuan
kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan
siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. Penerimaan yang luas
terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif
memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. 3) struktur
tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan,
setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan.
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa
masih kurang dalam keterampilan sosial. c. Struktur penghargaan
kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika
keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota
kelompok. Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi
saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari
keterampilan keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan
hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif
dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilanketerampilan
kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan keterampilan itu
menurut Ibrahim, dkk. (2000:47 55) dalam Holli
(2009:www.pembelajarankooperatif.blogspot.com ). antara lain:
a. Keterampilan keterampilan Sosial Keterampilan sosial
melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan
memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain. b.
Keterampilan Berbagi Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu
dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan
yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa siswa
yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami
akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok
mereka. c. Keterampilan Berperan Serta Sementara ada sejumlah siswa
mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak
dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja
kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa
yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok. d.
Keterampilan keterampilan Komunikasi Kelompok pembelajaran
kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja
kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan
komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku,
memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan
seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di
dalam seting kelompok. e. Keterampilan keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana
anggota anggota secara individu merupakan orang yang baik dan
memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara
efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus
belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain
menghormati perbedaan mereka. Nurhadi dan Senduk (2003: 60) dalam
Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com). Pembelajaran
kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen yang sekaligus
merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka,
akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi.
Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen. 1. Saling
Ketergantungan Positif Saling ketergantungan positif adalah
hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif
menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa
saling memberikan motivasi untuk meraih hasil yang optimal, yang
dicapai melalui: d. saling ketergantungan pencapaian tujuan e.
saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas
f. saling ketergantungan bahan atau sumber belajar g. saling
ketergantungan peran h. saling ketergantungan hadiah Salah satu
usaha untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok
harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai
tujuan mereka. Guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa
saling dibutuhkan. 2. Interaksi Tatap Muka Para anggota kelompok
perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu
sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Inti
dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Interaksi tatap
muka terwujud dengan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya
antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa.
Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi
sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang
merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa. 3. Akuntabilitas
Individual Pembelajaran yang efektif dalam model pembelajaran
kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanankan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok
bisa dilaksanakan. Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk
belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian tertuju pada
penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada
kemampuan individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara
mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat memberikan bantuan.
4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi Dalam pembelajaran
kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
(interpersonal relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan
tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang
rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi
pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst. Keberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk
saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka. 5. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa
bekerja sama dengan efektif. Belajar kooperatif tidak akan
berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika
anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. Konsep
utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) adalah sebagai
berikut. a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok
mencapai kriteria yang ditentukan
b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok
tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung
jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan
memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi
tanpa bantuan yang lain c. Kesempatan yang sama untuk sukses,
bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara
meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang untuk
melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok
sangat bernilai. E. Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Pembelajaran
Kooperatif Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sanjaya, 2009: 243), yaitu
sebagai berikut. 1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di
samping usaha individudual dalam belajar 2. Guru menghendaki
seluruh siswa berhasil dalam belajar 3. Guru ingin menunjukkan pada
siswa bahwa siswa dapat belajar dari temannya 4. Guru ingin
mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. 5. Guru menghendaki
motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar meningkat 6. Guru
menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
dan menemukan berbagai solusi pemecahan. F. Kelebihan dan Kelemahan
Pembelajaran Kooperatif Techonly13 (2009:
http://techonly13.wordpress.com) Dalam pelaksanaannya pembelajaran
kooperatif mempunyai beberapa kelebihan dibanding model
pembelajaran yang laian. Kelebihan tersebut yaitu: 1. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan
membahas suatu masalah 2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
lebih intensif mengadakan penelitian mengenai suatu masalah. 3.
Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan
berdiskusi 4. Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai
individu serta kebutuhannya dalam belajar 5. Siswa lebih aktif
bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif
berpartisipasi dalam berdiskusi 6. Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar
siswa, dimana mereka telah saling bekerja sama dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Setiap model pembelajaran pastinya
mempunyai kelebihan dan kelemahan begitu juga model pembelajaran
kooperatif, selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan
antara lain sebagai berikut: 1. Kerja sama kelompok seringkali
hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab mereka
cukup memimpin dan mengarahkan kepada mereka yang kurang mamapu
2. Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula 3. Keberhasilan
strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin
kelompok atau bekerja sendiri G. Macam-macam Pembelajaran
Kooperatif Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007: 49) dalam
Kontjojo (2009: http://cooperative.wordpress.com). Keempat metode
dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group
investigation), dan metode struktural. 1. Metode STAD a.
Karakteristik Metode STAD Student Team Achievement Divisions (STAD)
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan koleganya di
Universitas John Hopkin (Ibrahim dkk,. 2000; Ratumanan, 2002) dalam
abdussakir (2009: http://abdussakir.wordpress.com). Dalam STAD,
siswa dibentuk dalam kelompok belajar yang terdiri dari 4 atau 5
orang dari berbagai kemampuan, gender dan etnis. Dalam praktiknya,
guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok
untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai
materi. Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan
saling membantu untuk menguasai materi ajar melalui Tanya jawab
atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau
kelompok setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru
untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah
mereka pelajari. Setelah itu seluruh siswa dalam kelas tersebut
diberikan materi tes tentang materi ajar yang telah mereka
pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak diperbolehkan saling
membantu. STAD mempunyai 5 komponen, yaitu: (1) presentasi kelas
(2) kelompok (3) kuis atau tes (4) skor individual (5) penghargaan
kelompok (Slavin, 1995). b. Sintaks Metode STAD Sintaks metode STAD
terdiri atas 6 fase (Trianto, 2007: 54) dalam Kontjojo (2009:
http://cooperative.wordpress.com) yaitu sebagai berikut ini. Fase
ke-1: Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu
siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. memotivasi
siswa untuk aktif belajar. Fase ke-2: Persiapan materi dan
penerapan siswa dalam kelompok menyajikan materi ajar
kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan
bacaan. Sebelum menyajikan materi guru mempersiapkan lembar
kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok-kelomok kooperatif.. Penyajian materi pelajaran,
ditekankan pada ha-hal berikut: 1) Pendahuluan Di sini perlu
ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan
menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu
siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. 2)
Pengembangan Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk
memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan
penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami
konsep maka dapat beralih kekonsep lain. 3) Praktek terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara
menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk
menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan
dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama. Fase ke-3:
menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok
belajar/guru Menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan
jumlah maksimal 4 - 6 orang. Aturan heterogenitas dapat berdasarkan
pada:: 1) Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang
didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat
pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri
dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang. 2) Jenis
kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam
dan aktif), dll. Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar
untuk belajar dan bekerja. Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar
dan kerja masing-masing kelompok. Fase ke-6: Guru memberikan
penghargaan pada para siswa baik sebagai individu maupun kelompok,
baik karena usaha yang telah mereka lakukan maupun karena hasil
yang telah meerka capai. 2. Metode Jigsaw a. Karakteristik Metode
Jigsaw Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan
rekan-rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para
siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar
yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan
bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap
siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu
porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi
membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu
dalam mempelajari topik tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode
Jigsaw disebut kelompok ahli
(expert group). Yasa (2008: http://ipotes.wordpress.com)
Keunggulan kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang
lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi
mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut
pada anggota kelompoknya yang lain.Meningkatkan bekerja sama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Dalam model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan
kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri
dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan
memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus terampil dan
mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik
bagi setiap angota kelompok. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa
yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang
ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal
b. Sintaks metode Jigsaw Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari
6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut. Fase
ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap
kelompok beranggotakan 5 6 orang siswa. Fase ke-2: Guru memberikan
materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa
sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota
kelompok. Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang
telah diberikan oleh guru. Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan
membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya. Fase ke-5 :
Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home
teams) untuk membantu kelompoknya. Fase ke-6: Guru mengevaluasi
hasil belajar siswa secara individual. 3. Metode Invenstigasi
Kelompok (Group Investigation) a. Karakteristik metode investigasi
kelompok Metode investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thalen
dan metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling
sulit diimplementasikan (Arends, 2008: 14). Kompleksitas dan
sulitnya implementasi metode ini dikarenakan keterlibatan siswa
dalam merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara
mempelajarinya melalui investigasi. Pada metode investigasi
kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok secara
heterogen yang masing-masing beranggota 5 atau 6 orang siswa. Siswa
memilih topik-topik tertentu untuk dipelajari, melakukan
investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih kemudian
menyiapkan dan mempresentasikan hasil belajar di kelas.
a. Sintaks metode investigasi kelompok Sharan dkk. sebagaimana
pendapatnya dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah
metode investigasi kelompok sebagai berikut. Fase ke-1: pemilihan
topik Siswa memilih sub-sub topik tertentu dalam bidang
permasalahan umum yang biasanya dibahas oleh guru. Selanjutnya
siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggota 5 atau 6 orang. Fase ke-2: perencanaan kooperatif Siswa
dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan
pembelajaran yang sesuai dengan sub-sub topik yang telah dipilih.
Fase ke-3: implementasi Siswa melaksanakan rencana yang
diformulasikan pada fase ke-2. Fase ke-4: analisis dan sintesis
Sisma menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada
kegiatan fase ke-3. Fase ke-5: presentasi hasil akhir Beberapa atau
semua kelompok melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik
yang mereka pelajari di bawah koordinasi guru. Fase ke-6: evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok
terhadap kerja kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan
secara individual, kelompok, atau keduanya. 4. Metode Struktural a.
Karakteristik metode struktural Metode struktural dikembangkan oleh
Spencer Kagan dkk. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode
lainnya, metode structural menekankan penggunaan struktur tertent
yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam
struktur yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan metode
structural adalah think-pair-share dan numbered head together. 1)
Sintaks think-pair-share Pelaksanaan think-pair-share terdiri 3
langkah : thinking, pairing, dan sharing (Arends, 2008: 1516).
Langkah pertama: thinking (berpikir) Guru mengajukan sebuah
pertanyaan yang terkait dengan materi ajar dan memberikan waktu
satu menit kepada siswa untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Langkah kedua: pairing (berpasangan) Guru meminta siswa untuk
mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa pikiran
Langkah ketiga: sharing (berbagi) Guru meminta pasangan-pasangan
siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh siswa
di kelas.
2) Numbered heads together Sintaks numbered heads together
terdiri dari tiga langkah (Arends, 2008: 16), yaitu sebagai
berikut. Langkah pertama: numbering (penomoran) Guru membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan
member setiap anggota kelompok tersebut nomor secara berurutan.
Langkah kedua: questioning (pengajuan pertanyaan) Guru mengajukan
sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bias bervariasi. Langkah
ketiga: head together (berpikir bersama) Para siswa berpikir
bersama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dari gurunya.
Langkah keempat: answering (pemberian jawaban) Guru menyebut satu
nomor dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya sama dengan
nomor yang disebutkan guru mengangkat tangannya dan memberikan
jawaban di dalam kelas Selain metode pembelajaran kooperatif yang
telah disebutkan ada juga metode-metode pembelajaran kooperatif di
kelas rendah antara lain: (1) Cooperative Integrated Reading and
Compositio(CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis
pada tingkatan 2-8(setingkat TK sampai SD) (2) Team Accelerated
Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran matematika untuk
tingkat 3-6 (setingkat TK).
III. PERENCANAAN PEMBELAJARAN A. Pengertian Perencanaan
Pembelajaran Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk
membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan
berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang
terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Uno, 2008:2) dalam Anggraini (2009:
http://derianggraini.blogspot.com ). Defathya (2009:
http://defathya.multiply.com) Belajar adalah sebuah proses yang
terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk
memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang
berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah
pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya
bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi
terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan
tersebut. Sedangkan makna perencanaan pembelajaran dapat diartikan
sebagai upaya menentukan tujuan, metode, isi, dan program yang akan
diwujudkan dalam sebuah proses pembelajaran. Pentingnya perencanaan
pembelajaran dapat kita simak dengan melihat pernyataan Nana
Sudjana (1989) sebagai berikut: Mengingat pelaksanaan Pembelajaran
adalah mengkoordinasikan komponen-komponen pengajaran, maka isi
perencanaan pun pada hakekatnya mengatur dan menetapkan
komponen-
komponen tersebut. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan,
bahan, metoda dan alat, serta evaluasi. Kemudian, pernyataan
Slameto (1988:95) bahwa: . Guru akan mengajar efektif bila selalu
membuat perencanaan sebelum mengajar. Dan dikatakan oleh Ali bin
Abi Tholib Radidiklah anakmu sesuai dengan zamannya bukan sesuai
zamanmu Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diperoleh
kesimpulan bahwa sebagai seorang guru hendaknya pandai dalam
membuat dan menyusun Perencanaan pembelajaran. Hendaknya
Perencanaan Pembelajaran tersebut disesuaikan dengan zamannya dan
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan kultur budaya
masyarakat yang ada. Sehingga diperoleh pengertian bahwa
perencanaan pembelajaran adalah sebuah alat menuju pelaksanaan
pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu
terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik. Dalam
konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan
metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang
akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan
delapan factor penting, yaitu: 1. Tujuan; untuk apa pembelajaran
itu? 2. Meteri; apa isi pembelajaran? 3. Metoda; bagaimana prosedur
(tatacara) pembelajaran itu? 4. Situasi; apa yang terjadi ada saat
pembelajaran? 5. Media; apa saja alat atau fasilitas pembelajaran
itu? 6. Pendidik; guru, fasilitator, mentor, dan lainnya 7. Peserta
didik; peserta didik, murid, anak didik, dan lainnya. 8. Evaluasi;
penilaian hasil pembelajaran. Delapan faktor di atas harus
ditentukan dalam sebuah rencana pembelajaran agar pembelajaran
menjadi sebuah aktifitas yang komplit dan efektif. Anggraini (2009:
http://derianggraini.blogspot.com) Berdasarkan uraian di atas,
konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu: a. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah
suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang
dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori
konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran. b.
Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan
dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan
pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang
sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem
perencanaan itu. c. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin
adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan
hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan
implementasinya terhadap strategi tersebut.
d. Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah
mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan,
implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun
fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang
lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan
kompleksitasnya. e. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses
adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang digunakan
secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran
untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini
dilakukan analisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur yang
sistematik untuk mencapai tujuan pembe-lajaran. Termasuk di
dalamnya melakukan evaluasi terhadap materi pelajaran dan
aktivitas-aktivitas pengajaran. f. Perencanaan pengajaran sebagai
sebuah realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan
memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu
proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat
bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan
dilaksanakan secara sistematik. Dengan mengacu kepada berbagai
sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus
sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam
kurikulum. Penyusunan program pengajaran sebagai sebuah proses,
disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi
pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan
efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan
utama dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun
kondisi sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan
guru merupakan hal penting jangan sampai diabaikan. B. Dasar
Perlunya Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran sebagai
langkah awal dalam usaha perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan
pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut: 1. untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan
pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran 2.
untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan
system 3. perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana
seseorang belajar 4. untuk merencanakan suatu desain pembelajaran
diacukan pada siswa secara perseorangan 5. pembelajaran yang
dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran,
dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan
pengiring dari pembelajaran 6. sasaran akhir dari perencanaan
desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar 7.
perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel
pembelajaran 8. inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah
penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah
diawali dengan perbaikan desain pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan
kualitas pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena dalam desain
pembelajaran, tahapan yang akan dilakukan oleh guru dalam mengajar
telah terancang dengan baik, mulai dari mengadakan analisis dari
tujuan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang
tujuannya untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hidayat
(via Majid, 2008:21) mengemukakan bahwa perangkat yang harus
dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran antara lain: (1)
memahami kurikulum (2) menguasai bahan ajar (3) menyusun program
pengajaran (4) melaksanakan program pengajaran (5) menilai program
pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan. C. Dimensi-dimensi Perencanaan Berbicara tentang
dimensi perencanaan pembelajaran yakni berkaitan dengan cakupan dan
sifatsifat dari beberapa karakteristik yang ditemukan dalam
perencanaan pembelajaran. Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu
menurut Harjanto (via Majid, 2008:18) dalam Anggraini (2009:
http://derianggraini.blogspot.com) memungkinkan diadakannya
perencanaan komprehensif yang menalar dan efisien sebagai
berikut:
1. Signifikansi Tingkat signifikansi tergantung pada tujuan
pendidikan yang diajukan dan signifikansi dapat ditentukan
berdasarkan kriteria-kriteria yang dibangun selama proses
perencanaan. 2. Feasibilitas Maksudnya perencanaan harus disusun
berdasarkan pertimbangan realistik, baik yang berkitan dan biaya
maupun pengimplementasiannya. 3. Relevansi Konsep relevansi
berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan memungkinkan
penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat
agar dapat dicapai tujuan spesifik secara optimal. 4. Kepastian
Konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi
kejadian-kejadian yang tidak terduga. 5. Ketelitian Prinsip utama
yang perlu diperhatikan ialah agar perencanaan pembelajaran disusun
dalam bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara
sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen.
6. Adaptabilitas
Diakui bahwa perencanaan pembelajaran bersifat dinamis, sehingga
perlu senantiasa mencari informasi sebagai balikan. Penggunaan
berbagai proses memungkinkan perencanaan yang fleksibel atau
adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan. 7. Waktu Faktor yang berkaitan dengan waktu cukup
banyak, selain keterlibatan perencanaan dalam memprediksi masa
depan, juga validasi dan reliabilitas analisis yang dipakai, serta
kapan untuk menilai kebutuhan kependidikan masa kini dalam
kaitannya dengan masa mendatang. 8. Monitoring Monitoring merupakan
proses mengembangkan kriteria untuk menjamin bahwa berbagai
komponen bekerja secara efektif. 9. Isi perencanaan Isi
merencanakan merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan. D.
Manfaat Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran memainkan
peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai
pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan
pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses
pembelajaran berlangsung. Terdapat beberapa manfaat perencanaan
pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu: 1. sebagai
petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan 2. sebagai pola dasar
dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat
dalam kegiatan 3. sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik
unsur guru maupun unsur murid 4. sebagai alat ukur efektif tidaknya
suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan
kelambatan kerja 5. untuk bahan penyusunan data agar terjadi
keseimbangan kerja 6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan
biaya
Prinsip Penyusunan Spesifik : Penyusunan perencanaan
pembelajaran haruslah mendetail Operasional : Penyusunan
perencanaan pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai
panduan guru dalam pelaksanaan pembelajaran Sistematis : Penyusunan
perencanaan pembelajaran hendaknya tersusun dengan baik Jangka
pendek (1-3 kali pertemuan) : Penyusunan perencanaan pembelajaran
dibuat untuk jangka waktu pendek sesuai dengan perkembangan zaman
dan perkembangan masyarakat.
E. Langkah-langkah membuat Perencanaan Pembelajaran Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar. Adapun langkah-langkah membuat perencanaan
pembelajaran: a. menentukan SK dan KD Langkah awal pembuatan
Rencana pembelajaran yaitu penentuan SK dan KD yang akan di jadikan
bahan ajar b. membuat silabus c. membuat RPP Langkah-langkah
membuat RPP, antara lain sebagai berikut: 1. Mengisi kolom
identitas 2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk
pertemuan yang telah ditetapkan 3. Menentukan SK, KD, dan Indikator
yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun
4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator
yang telah ditentukan 5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan
materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar
merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran. Guru sebagai
perancang RPP hendaknya juga mengembangkan materi ajar yang akan
dibahas dalam pembelajaran. 6. Menentukan metode pembelajaran yang
akan digunakan 7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang
terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir. 8. Menentukan
alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan 9. Menyusun kriteria
penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran,
dll